ANALISIS TEGANGAN THERMAL DESAIN HEAT EXCHANGERTIPE SHELL AND TUBE PADA BINARY POWER PLANT BERKAPASITAS 100 KW DENGAN SOFTWARE FINITE ELEMEN ANALYSIS (FEA)

(1)

ANALISIS TEGANGAN THERMAL DESAIN HEAT EXCHANGER TIPE SHELL AND TUBE PADA BINARY POWER PLANT BERKAPASITAS 100

KW DENGAN SOFTWARE FINITE ELEMEN ANALYSIS (FEA) (Skripsi )

Oleh

ILHAM DAIRANY

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

ANALISIS TEGANGAN THERMAL DESAIN HEAT EXCHANGER TIPE SHELL AND TUBE PADA BINARY POWER PLANT BERKAPASITAS 100

KW DENGAN SOFTWARE FINITE ELEMEN ANALYSIS (FEA)

OLEH ILHAM DAIRANY

Heat exchanger merupakan suatu alat yang digunakan dalam sistem binary power plant .Salah satu heat exchanger yang paling umum digunakan dalam pembangkit ini adalah heat exchanger tipe shell and tube. Untuk meningkatkan ketelitian dan keamanan dalam desain heat exchanger maka perlu dilakukan analisis distribusi temperatur dan tegangan thermal yang terjadi pada setiap komponen heat exchanger dengan menggunakan software finite elemen analysis.

Metode penelitian terdiri dari 4 tahap yaitu preprocessing, analysis, postpreprocessing dan optimalisasi pemodelan. Preprocessing terdiri dari 2 tahap yaitu pemodelan komponen heat exchanger menggunkan software solidwork dan meshing menggunakan solid 186. Selanjutnya analisis distribusi temperatur menggunakan fluent sedangkan untuk tegangan menggunakan analisis thermal stress.

Berdasarkan simulasi tegangan dan optimalisasi pemodelan didapatkan besar tegangan maksimum pada komponen heat exchanger antara lain : shell 155 Mpa, tube 56 Mpa, rear head 61,4 Mpa, front head 83,4 Mpa, nozzle inlet 6,67 Mpa, nozzle outlet 113 Mpa dan buffle 73,6 Mpa. Kemudian hasil perbandingan tegangan izin material dengan tegangan maximum dari setiap komponen yaitu diatas safety factor yang digunakan yaitu 1,5 sehingga komponen heat exchanger ini termasuk dalam kategori aman.

Kata kunci: heat exchanger, distribusi temperatur, tegangan thermal, software finite elemen analysis


(3)

ABSTRACT

THERMAL STRESS ANALYSIS OF HEAT EXCHANGER DESIGN SHELL AND TUBE TYPE IN BINARY POWER PLANT CAPACITY 100

KW BY USING FINITE ELEMENT ANALYSIS SOFTWARE (FEA) BY

ILHAM DAIRANY

Heat exchanger is a device used in a binary system of power plant .One of the most commonly used in this plant is the heat exchanger shell and tube type. To improve the accuracy and safety in the design of heat exchanger it is necessary to analyze the temperature distribution and thermal stress that occurs in every component of the heat exchanger using finite element analysis software.

The research method consists of four stages: preprocessing, analysis, postpreprocessing and modeling optimization. Preprocessing consists of two stages, namely modeling heat exchanger component by using Solidwork and meshing with solid 186. Furthermore, the analysis of the temperature distribution by using fluent while for stress by using a thermal stress analysis.

Based stress simulation and optimization modeling be obtained the maximum heat exchanger components, including: shell 155 MPa, 56 MPa tube, rear head 61.4 MPa, front head 83.4 MPa, 6.67 MPa inlet nozzle, nozzle outlet 113 MPa and baffle 73.6 MPa. Then the comparison result of allowable and maximum stress of each component that is above the safety factor used is 1.5. So the heat exchanger components are included in the safety category.

Keywords: heat exchanger, the temperature distribution, thermal stress, finite element analysis software


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Desember 1993, sebagai anak pertama dari 3 bersaudara, dari pasangan Hasyimal dan Siti Mariyam. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri Panaragan 3 Bogor diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah lanjutan Tingkat Pertama Negeri 12 Bogor, Provinsi Jawa Barat diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Bogor, diselesaikan pada Tahun 2010, dan pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Seleksi Nasional Masuki Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) sebagai anggota divisi Kreativitas (2012 s.d. 2013). Penulis juga pernah melakukan kerja praktik di PT. PLN Persero Sektor Pembangkit Tarahan – Tarahan Lampung Selatan pada tahun 2013. Pada tahun 2014 Penulis melakukan Penelitian dengan judul “ Analisis Tegangan Thermal Desain Heat Exchanger Tipe Shell and Tube pada Binary Power Plant Berkapasitas 100 KW dengan Software Finite Elemen Analysis” dibawah bimbingan Bapak A. Yudi Eka Risano, S.T.,M.Eng dan Ahmad Su’udi, S.T.,M.T.


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan Kerendahan Hati meraih Ridho Illahi Robbi Kupersembahkan karya Kecilku ini untuk orang-orang yang aku sayangi

Ibunda dan ayahandaku

Atas Segala pengorbanan yang tak terbalaskan, doa, kesabaran, keikhlasan, cinta dan kasih sayangnya

Kedua Adindaku

Sumber inspirasi, semangat, keceriaan dan kebanggan dalam hidupku

Sahabat Mesin ‘10

Yang selalu memberi semangat dan berdiri tegap disampingku saat suka maupun duka, berbagi nasihat dan keceriaan


(10)

MOTTO

Dan Allah Mengeluarkan kamu dari perut Ibumu dalam keaadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan,

dan hati, agar kamu bersyukur

(QS. An Nahl : 78)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain dan hanya

kepada Allah hendaknya kamu berharap

(QS. Al Insyirah : 6-8)

Jangan meminta yang terbaik dari sesuatu tapi berusaha dan lakukanlah yang terbaik untuk sesuatu itu

(Penulis)

Hidup adalah sebuah pilihan, maka ketika telah memilih perjuangkanlah dan pertahankan sampai kita memetik hasil dari pilihan itu


(11)

iiiii

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan lafaz hamdalah penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang tidak pernah berhenti mencurahkan kasih sayang, kemudahan, serta rahmat-Nya. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan mengantarkan kita menuju zaman yang lebih baik seperti sekarang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang yang berjudul “ Analisis Tegangan Thermal Desain Heat Exchanger Tipe Shell and Tube Pada Binary Power Plant berkapasitas 100 KW Dengan Software Finite Elemen Analysis”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Dalam Pelaksanaan dan Penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan sumbangan pikiran dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Mamaku Tercinta Siti Mariyam dan Ayahku Tersayang Hasyimal yang tak henti-hentinya memberikan dukungan moril dan materilnya serta doa dan kasih sayangnya, Adik-adikku tersayang Kharunnisa Fajrin dan Ikhlasul Addin yang menjadi sumber inspirasi dan semangat agar penulis dapat cepat menyelesaikan kuliah di Teknik Mesin ini dan cepat mendapatkan kerja.


(12)

iiiii

2. Ibu Shirley Savetlana, S.T., M.Met selaku ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

3. Bapak A. Yudi Eka Risano, S.T., M.Eng. selaku pembimbing Utama tugas akhir atas kesediaannya dan keikhlasannya untuk memberikan dukungan, bimbingan, nasehat, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ahmad Su’udi, S.T, M.T. selaku pembimbing pendamping atas kesediaan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan saran untuk penyelesaiaan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Amrizal, S.T., M.T. selaku dosen Pembahas yang telah memberikan masukan guna penyempurnaan dalam penulisan laporan ini.

6. Bapak Dr. Amrul, S.T., M.T. selaku dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh Dosen pengajar Jurusan Teknik Mesin yang banyak memberikan ilmu selama penulis melaksanakan studi, baik berupa materi perkuliahan maupun tauladan dan motivasi sehingga dapat kami jadikan bekal untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat.

8. Rekan-rekan Teknik mesing angkatan 2010 : Rendy Dwi A.P teman seperjuangan skripsi, Irfan, Yoga, Imran, Wahyu, Nanjar, Galih, Nyoman, Ramli, Yulian, Nanda, Chikal, Andria, Ridho, Fajar, Deden, salfa, Singgih, AP, Bondan, Doni, Rabiah, Ryon, Bowo, Febri, Yayang, Galih, Mario, Stef, Doni, serta angkatan 2010 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas persahabatannya dan juga bantuannya salam “SOLIDARITY FOREVER”.


(13)

iiiii

9. Bude Zuraida dan pakde Muniful yang telah yang telah mengurus dan menjaga penulis selama kuliah di universitas Lampung.

10. Mas Irfan dan om Rahmat yang sering memberikan nasihat, motivasi, dorongan dan kata-kata bijak serta menjadi saudara yang baik selama ini.

11. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan laporan tugas akhir ini untuk mencapai suatu kelengkapan dan kesempurnaan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap laporan ini memberi manfaat, baik kepada penulis khususnya maupun kepada pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 15 Desember 2014 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...i

SANWACANA...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR SIMBOL...x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan...2

1.3. Batasan Masalah...3

1.4. Sistematika Penulisan...3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Binary Cycle Power Plants (BCPP)...5

2.2. Heat Exchanger...6

2.3 Prinsip Kerja Heat Exchanger...7

2.4. Shell and Tube Heat Exchanger...8

2.5. Komponen – komponen Heat Exchanger...10

2.6. Desain Shell and Tube Heat Exchanger...13

2.7. Pemilihan Material Shell...16


(15)

2.8.1 Konduksi...18

2.8.2 Konveksi...19

2.8.3 Konveksi Aliran melintang pada silinder...19

2.9 Aliran Fluida dan Distribusi Temperatur Pada Alat Penukar Kalor...21

2.10 Analisis Tegangan Bejana Tekan (Shell)...25

2.10.1 Kondisi tegangan pada Cylindrical Pressure vessel ( Shell)...26

2.11 Tegangan Thermal pada Tube (Pipa)...27

2.12 Teori Kegagalan Elastik...28

2.13 Teori Tegangan Normal Maksimum...29

2.14 Teori Tegangan Geser Maksimum...30

2.15 Teori Kegagalan Energi Distorsi Maksimum...31

2.16 Faktor Keamanan...31

2.17 Tegangan Thermal...33

2.18 Finite Element Analysis (FEA)...34

2.19 Tipe tipe elemen dalam FEA...35

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian...37

3.2 Pelaksanaan Penelitian...37

3.3 Diagram Alir Penelitian...39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Teknis...42


(16)

4.2.1 Preprocessing...43

4.2.2 Analysis...45

4.2.3 Post Preprocessing...46

4.3 Simulasi Tegangan...48

4.3.1 Preprocessing...48

4.3.2 Analysis...49

4.3.3 Post Preprocessing...51

4.3.4 Optimalisasi Pemodelan...62

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...65

5.2. Saran...66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(17)


(18)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

Tabel 2.1 Karakteristik masing-masing tipe shell and tube...14

Tabel 2.2 Konstanta untuk silinder sirkular pada aliran melintang...21

Table 4.1 Peninjauan nilai keamanan Tiap-tiap komponen Heat Exchanger...52


(19)

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

Gambar 2.1 Heat Exchanger...7

Gambar 2.2 Head...10

Gambar 2.3 Shell...11

Gambar 2.4 Tube...12

Gambar 2.5 Buffles...12

Gambar 2.6 Nozzle...13

Gambar 2.7 Tipe-tipe head and shell berdasarkan konstruksinya ...14

Gambar 2.8 U-tube Heat Exchanger...15

Gambar 2.9 Skema distribusi temperatur pada satu dimensi...18

Gambar 2.10 Distribusi temperatur – panjang (luas) tabung alat penukar kalor langsung, dengan aliran fluida parallel...22

Gambar 2.11 Distribusi temperatur – panjang (luas) tabung,alat penukar kalor langsung, dengan aliran fluida berlawanan arah...22

Gambar 2.12 Distribusi temperatur – panjang (luas) tube kondensor...23

Gambar 2.13 Distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada evaporator...24

Gambar 2.14 Distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada alat penukar kalor yang tidak mengalami perubahan fase...25

Gambar 2.15 Kondisi Tegangan pada Pressure Vessel...26


(21)

Gambar 2.17 Elemen dua dimensi...36

Gambar 2.18 Elemen Tiga dimensi...36

Gambar 4.1 Geometri Model...44

Gambar 4.2 Meshing model...44

Gambar 4.3 Analisis menggunakan Ansys Fluent...45

Gambar 4.4 Distribusi Temperatur Heat Exchanger...46

Gambar 4.5 Distribusi temperatur Heat Exchanger bagian dalam...46

Gambar 4.6 Geometri Shell...48

Gambar 4.7 Meshing...49

Gambar 4.8 Pemodelan pembebanan Static Sructural...50

Gambar 4.9 Pemodelan Pembebanan Thermal...50

Gambar 4.10 Result Equivalent (Von Mises) Stress...51

Gambar 4.11 Solution Equivalent Stress (Von Misses) dengan ketebalan shell 0,11 m tampak luar...62

Gambar 4.12 Solution Equivalent Stress (Von Misses) dengan ketebalan shell 0,11 m tampak dalam...62

Gambar 4.13 Solution Equivalent Stress (Von Misses) dengan ketebalan shell 0,12 m...64


(22)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan

ΔT Selisih Temperatur oK

Δx Tebal m

A Luas Penampang m2

D Diameter m

h Koefisien perpindahan panas W/m2K

k Konduktivitas Thermal W/m2K

N Angka Keamanan -

P Tekanan internal Pa

q Heat / laju panas W

r Radius Silinder m

Suc Tegangan Tekan Maksimum Material Pa

Sut Tegangan Tarik maksimum material Pa

Sys Tegangan Yeild geser Material Pa

t Ketebalan silinder m

εel Vektor regangan elastis -

εTH

Thermal strain Vector -

Ts Temperatur permukaan oC


(23)

Sf Faktor keamanan -

ρ Massa Jenis Kg/m3

v Viskositas kinematis m2/s σl = σlong Tegangan Longitudinal Pa


(24)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Lampung memilki potensi panas bumi yang cukup tinggi yaitu sekitar 13 titik yang tersebar di beberapa wilayah. Potensi ini telah dimanfaatkan oleh Pertamina Geothermal Energy dan PT PLN untuk membuat sebuah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Ulubelu kabupaten Tanggamus.

Sebagaimana kita ketahui bahwa uap sisa yang dikeluarkan PLTP masih dapat dimanfaatkan kembali untuk pembangkit listrik baru yang disebut Binary Power Plant. Teknologi ini memanfaatkan alat heat exchanger untuk menyerap panas uap sisa PLTP dengan fluida kerja sehingga fluida kerja berubah fasa menjadi uap kemudian uap tersebut digunakan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan sumber daya listrik.

Untuk meningkatkan ketelitian dalam desain heat exchanger telah banyak dikembangkan metode perhitungan dengan mengembangkan dasar-dasar teori elemen hingga. Dasar dari metode elemen hingga adalah membagi benda kerja menjadi elemen-elemen kecil yang jumlahnya berhingga dan dapat menghitung reaksi akibat beban pada kondisi batas yang diberikan. Ide ini sangat membantu ketika perhitungan analitis diferensial sangat sulit


(25)

2

dilakukan karena berbagai faktor, misal karena geometri, variasi beban dan waktunya yang simultan (Yerri Susantio, 2004 ). Dari elemen-elemen tersebut dapat disusun persamaan-persamaan matrik yang bisa diselesaikan secara numerik dan hasilnya menjadi jawaban dari beban pada kondisi beban yang diberikan pada benda kerja tersebut. Salah satu alat perhitungan dengan metode elemen hingga adalah software ANSYS (Megyesy, 1972) yang bisa digunakan untuk evaluasi dalam berbagai model desain mekanik, thermal maupun model aliran fluida.

Sehingga dengan memanfaatkan tool yang ada dan untuk meningkatkan ketelitian dalam desain heat exchanger maka penulis akan menganalisis distribusi temperatur dan Tegangan thermal desain heat exchanger tipe shell and tube pada Binary Power Plant berkapasitas 100 KW di Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) yang ada di Ulubelu kabupaten Tanggamus provinsi Lampung dengan menggunakan software Finite Elemen Analysis (FEA).

1.2 Tujuan

Adapun Tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis distribusi temperatur dan tegangan thermal yang terjadi pada desain heat exchanger.

2. Menganalisis efek beban thermal terhadap kekuatan material pada komponen heat exchanger mengacu pada faktor keamanan yang diberikan


(26)

3

3. Menganalisis dan memberikan solusi terhadap keamanan desain heat exchanger berdasarkan perbandingan tegangan yang diizinkan dengan tegangan aktual yang terjadi hasil pemrograman FEA.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Heat exchanger yang akan dianalisis merupakan jenis shell and tube pada Binary Power Plant berkapasitas 100 KW di Ulubelu Kab. Tanggamus.

2. Dalam hal ini hanya membahas komponen-komponen berupa, shell, tube, head, nozzle dan buffles.

3. Dalam hal ini hanya dilakukan analisis distribusi temperatur dan tegangan thermal dimana pada analisis tegangan thermal pada software FEA ini menyertakan input analisis static structural yang berupa tekanan dan kondisi batas frictionless support.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah dan sistematika penulisan.


(27)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan landasan teori dan beberapa literatur yang mendukung pembahasan tentang studi kasus yang diambil.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan metode yang digunakan penulis dalam pelaksanaan proses analisis desain heat exchanger.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan tentang simulasi-simulasi analisis distribusi temperatur dan tegangan thermal pada desain heat exchanger serta optimalisasi pemodelannya.

V. SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari analisis yang dilakukan serta pembahasan tentang studi kasus yang diambil.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan literatur-literatur atau referensi-referensi yang diperoleh penulis untuk menunjang penyusunan laporan tugas akhir ini.

LAMPIRAN

Berisikan beberapa hal yang mendukung proses analisis desain heat exchanger.


(28)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Binary Cycle Power Plants (BCPP)

BCPP merupakan salah satu teknologi pembangkit yang memanfaatkan uap sisa PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) untuk menjadi sebuah pembangkit listrik baru. sistem Binary Cycle dioperasikan dengan Uap panas pada temperatur lebih rendah yaitu antara 100°-182°C. Pada BCPP uap panas yang berasal dari PLTP tidak pernah menyentuh turbin. Uap panas ini digunakan untuk memanaskan apa yang disebut dengan fluida kerja (biasanya senyawa organik seperti propana, yang mempunyai titik didih rendah dari air. Fluida kerja kemudian menjadi panas dan menghasilkan uap berupa flash. Uap yang dihasilkan di heat exchanger tadi lalu dialirkan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan sumber daya listrik. Uap panas yang dihasilkan di heat exchanger inilah yang disebut sebagai secondary (binary) fluid. Binary Cycle Power Plants ini sebenarnya merupakan sistem tertutup. Jadi tidak ada yang dilepas ke atmosfer. Keunggulan dari BCPP ialah dapat dioperasikan pada suhu rendah yaitu 90-1750C. Diperkirakan pembangkit listrik panas bumi BCPP akan semakin banyak digunakan dimasa yang akan datang. (Dipippo, 2012)


(29)

6

2.2. Heat Exchanger

Heat exchanger atau penukar panas adalah alat yang digunakan untuk menukarkan panas secara kontinyu dari suatu medium ke medium lainnya dengan membawa energi panas. Suatu heat exchanger terdiri dari elemen penukar kalor yang disebut sebagai inti atau matrix yang berisikan di dinding penukar panas, dan elemen distribusi fluida seperti tangki, nozzle masukan, nozzle keluaran, pipa-pipa, dan lain-lain. Biasanya, tidak ada pergerakan pada bagian-bagian dalam heat exchanger. Namun, ada pengecualian untuk regenerator rotary dimana matriksnya digerakan berputar dengan kecepatan yang dirancang. Dinding permukaan heat exchanger adalah bagian yang bersinggungan langsung dengan fluida yang mentransfer panasnya secara konduksi. ( Holman, 1994)

Hampir disemua heat exchanger, perpindahan panas didominasi oleh konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri heat exchanger dan tiga bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandtl fluida. Besar konveksi yang terjadi dalam suatu double-pipe heat exchanger akan berbeda dengan cros-flow heat exchanger atau compact heat exchanger atau plate heat exchanger untuk berbeda temperatur yang sama. Sedangkan besar ketiga bilangan tak berdimensi tersebut tergantung pada kecepatan aliran serta properti fluida yang meliputi massa Jenis, viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas.


(30)

7

Gambar 2.1 Heat Exchanger (http://www.indiamart.com)

2.3 Prinsip Kerja Heat Exchanger

Heat exchanger bekerja berdasarkan prinsip perpindahan panas (heat transfer), dimana terjadi perpindahan panas dari fluida yang temperaturnya lebih tinggi ke fluida yang temperaturnya lebih rendah. Biasanya, ada suatu dinding metal yang menyekat antara kedua cairan yang berlaku sebagai konduktor . Suatu solusi panas yang mengalir pada satu sisi yang mana memindahkan panasnya melalui fluida lebih dingin yang mengalir di sisi lainnya. Energi panas hanya mengalir dari yang lebih panas kepada yang lebih dingin dalam percobaan untuk menjangkau keseimbangan. Permukaan area heat exchanger mempengaruhi efisiensi dan kecepatan perpindahan panas yang lebih besar area permukaan panas exchanger, lebih efisien dan yang lebih cepat pemindahan panasnya. ( Sitompul, 1993)


(31)

8

2.4. Shell and Tube Heat Exchanger

Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industry perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar) dimana didalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relative kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell. Alat penukar panas shell dan tube terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (Shell ). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel pada Shell. Untuk meningkatkan effisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas Shell dan Tube dipasang sekat (buffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur. Ada beberapa fitur desain termal yang akan diperhitungkan saat merancang tabung di shell dan penukar panas tabung. Ini termasuk:

a. Diameter pipa : Untuk mengurangi masalah fouling dan pembersihan, diameter tabung yang lebih besar dapat digunakan. Jadi untuk menentukan diameter tabung, ruang yang tersedia, biaya dan sifat fouling dari cairan harus dipertimbangkan.


(32)

9

b. Ketebalan tabung: Ketebalan dinding tabung biasanya ditentukan untuk memastikan:

 Ada ruang yang cukup untuk korosi

 Getaran aliran-diinduksi memiliki ketahanan  Kekuatan Axial

Kadang-kadang ketebalan dinding ditentukan oleh perbedaan tekanan maksimum di dinding.

c. Panjang tabung : penukar panas biasanya lebih murah ketika mereka memiliki diameter shell yang lebih kecil dan panjang tabung panjang. Dengan demikian, biasanya ada tujuan untuk membuat penukar panas sekecil mungkin. Namun, ada banyak keterbatasan untuk ini, termasuk ruang yang tersedia di mana akan digunakan dan kebutuhan untuk memastikan bahwa ada tabung tersedia dalam panjang yang dua kali panjang yang dibutuhkan (sehingga tabung dapat ditarik dan diganti).

d. Tabung pitch : ketika mendesain tabung, lebih baik untuk memastikan bahwa tabung pitch (yaitu jarak pusat-pusat tabung sebelah) tidak kurang dari 1,25 kali diameter luar tabung

Shell and tube Heat Exchanger terdiri dari serangkaian tabung. Satu set dari tabung berisi cairan yang harus dipanaskan atau didinginkan. Cairan kedua berjalan lebih dari tabung yang sedang dipanaskan atau didinginkan sehingga dapat menyediakan panas atau menyerap panas yang dibutuhkan. ( Kern, 1984 )


(33)

10

2.5 Komponen –komponen Shell and tubeHeat Exchanger

1. Head

Head yaitu kepala heat exchanger yang berfungsi sebagai penutup bagian depan dan belakang shell. Bentuk dari kepala heat exchanger ini adalah lingkaran. Tebal plat dari kepala heat exchanger ini tergantung dengan hasil perhitungan yang ditentukan dari karakteristik fluida yang akan diproses di dalam heat exchanger. Head ini dapat dihubungkan dengan dinding bejana (shell) heat exchanger dengan baut dan connection tubesheet dimana ukuran atau diameter dari pada head harus sama dengan shell, untuk ketebalan bejana akan sedikit lebih tipis dibandingkan dengan ketebalan dinding, sedangkan untuk jenis material sama dengan material yang digunakan pada shell. (Kern, 1984) Berikut ini adalah gambar head heat exchanger :

(a) (b)


(34)

11

2. Shell

Shell merupakan komponen heat exchanger tempat terjadinya proses pertukaran kalor antar fluida. Shell berbentuk silinder yang dapat menahan tekanan dari luar. Tebalnya shell tergantung dari hasil perhitungan dan dari karakteristik fluida yang akan diproses didalamnya, dimana dinding shell terbuat dari plat baja yang di roll dibentuk menjadi suatu diameter lingkaran yang berbentuk tabung. Ukuran dan diameter shell dapat disesuaikan dengan dengan hasil perhitungan panjang tube dan jumlah tube didalamnya. Berikut ini adalah contoh gambar shell heat exchanger :

Gambar 2.3 Shell ( http://2.bp.blogspot.com)

3. Tube

Tube adalah pipa-pipa berukuran kecil sebagai tempat mengalirnya fluida yang akan didinginkan atau dipanaskan pada heat exchanger. Ukuran dari pipa ini diperoleh dari asumsi dan perhitungan perpindahan panasnya. Biasanya terbuat dari material yang memiliki konduktivitas thermal yang besar. Bentuk dari tube dapat disesuaikan dengan heat exchanger yang akan digunakan seperti terlihat pada gambar 2.4 dibawah ini :


(35)

12

Gambar 2.4 Tube (http://img.directindustry.com)

4. Buffles

Buffles adalah sekat sekat yang dipasang pada tube yang berfungsi untuk mengarahkan aliran sehingga distribusi perpindahan panas merata dan juga sebagai penopang komponen tube.

Gambar 2.5 Buffles (http://www.alternative-heating-info.com)

5. Nozzle

Nozzle berfungsi sebagai penghubung antara shell dengan proses pemipaan aliran fluida yang akan dialirkan keluar masuk (nozzle outlet inlet) dari dan shell itu sendiri, dari dan ke proses lanjutan kedalam sistem pemipaan atau interface atau alat-alat instrumen pendukung lainnya.


(36)

13

Gambar 2.6 Nozzle (http://www.tradekorea.com)

2.6 Desain Shell and Tube Heat Exchanger

Terdapat banyak variasi pada desain shell and tube. Secara khusus, ujung dari tiap tabung dihubungkan ke plenums (terkadang disebut water boxes) melalui lubang dalam tube sheets. Shell and Tube Heat Exchanger adalah jenis heat exchanger yang paling umum dipergunakan pada proses Refinary Oil and Gas dan Petrochemical.

Dalam hal design Shell and Tube Heat Exchanger (STHE), standar yang dipakai adalah ASME Section VIII dan TEMA Class R, atau API 660. Ada dua sisi utama dalam design STHE, shell side dan tube side.Berdasarkan konstruksinya, STHE dapat dibagi atas beberapa tipe, masing masing tipe diberi kode berdasarkan kombinasi type front head, shell, dan rear head. Gambar berikut adalah type-type head dan shell yang dimaksud.


(37)

14

Gambar 2.7 Tipe-tipe head and shell berdasarkan koonstruksiny ( TEMA, 2007)


(38)

15

Setelah mengetahui karateristik dari masing masing type shell and tube heat exchanger, selanjutnya desain didasarkan atas keperluan atau servicenya. Desain yang komplex biasanya menimbulkan biaya yang lebih mahal dan perawatan yang lebih sulit sehingga biasanya hanya digunakan untuk keperluan yang tidak memungkinkan penggunaan yang lebih simpel. Tabung mungkin berbentuk lurus atau bengkokkan dimana dengan bentuk U atau sering disebut dengan U-tubes.

Gambar 2.8 U-tube dan Straight Tube Heat Exchanger (Sitompul, 1993)

Didalam pembangkit daya litrik disebut reactor air bertekanan, heat exchangers besar disebut steam generator merupakan berfasa ganda. Shell and tubes yang secara khas memiliki Utubes. Semua hal tersebut digunakan untuk mendidihkan air dari steam turbin condenser menjadi uap air untuk mengendalikan turbin tersebut untuk menghasilkan tenaga. Kebanyakan shell and tube heat exchanger memiliki desain aliran baik 1,2, atau 4 aliran pada sisi tabung. Hal ini bergantung pada frekuensi fluida pada tabung yang melalui fluida pada shell.


(39)

16

Pada heat exchanger berfasa tunggal, fluida masuk pada satu ujung tabung dan keluar melalui ujung tabung lainnya. Steam turbin condenser dalam pembangkit tenaga sering merupakan 1-pass straight tube heat exchanger. Dua dan empat pass merupakan desain yang umum karena fluida dapat masuk dan keluar pada sisi yang sama. Hal tersebut membuat konstruksinya menjadi lebih sederhana. Terdapat baffles yang mengarahkan aliran melalui sisi shell sehingga fluida tidak mengambil jalan pintas melalui sisi shell yang dapat menyebabkan volume arus rendah yang tidak efektif.

Heat exchanger arus berlawanan merupakan yang paling efisien sebab memberikan perbedaan suhu rata-rata yang paling tinggi antara arus dingin dengan arus panas. Banyak perusahaan tidak menggunakannya sebab dapat rusak dengan mudah dan menjadi lebih mahal untuk dibangun. Sering multiple heat exchanger dapat digunakan untuk menirukan arus aliran berlawanan dari exchanger tunggal yang besar. ( Prijono, 1994 )

2.7 Pemilihan Material Shell

Agar dapat memindahkan panas dengan baik, material shell harus mempunyai thermal conductivity. Karena panas ditransfer dari suatu sisi yang panas menuju sisi yang dingin melalui shell, terdapat perbedaan temperatur sepanjang lebar shell. Karena ada kecenderungan material shell untuk mengembang berbeda-beda secara thermal pada berbagai temperatur thermal stresses muncul selama operasi. Hal ini sesuai terhadap tegangan dari tekanan tinggi dari fluida itu sendiri. ( Prijono, 1994 )


(40)

17

Material shell juga harus sesuai dengan kedua hal yaitu sisi shell dan sisi tube yang dialiri untuk periode lama dibawah kondisi-kondisi operasi (temperatur, tekanan, pH, dan lain-lain) untuk memperkecil hal yang buruk seperti korosi. Semua yang dibutuhkan yaitu melakukan pemilihan seksama atas bahan yang kuat, thermal-conductive, corrosion resistant, material shell bermutu tinggi, yang secara khas berbahan metal. Pilihan material tabung yang buruk bisa mengakibatkan suatu kebocoran melalui suatu tabung antara sisi shell dan tube yang menyebabkan fluida yang lewat terkontaminasi dan kemungkinan hilangnya tekanan.

2.8 Heat Transfer

Heat transfer adalah perpindahan panas yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur pada suhu sistem. Perpindahan panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi dan radiasi. (Cengel, 2003)

2.8.1 Konduksi

Konduksi ialah pemindahan panas yang dihasilkan dari kontak langsung antara permukaan-permukaan benda. Konduksi terjadi hanya dengan menyentuh atau menghubungkan permukaan-permukaan yang mengandung panas. Pada perpindahan panas secara konduksi sangat dipengaruhi oleh sifat thermal dari material tersebut. Distribusi temperatur pada perpindahan panas secara konduksi satu dimensi dapat dilihat pada gambar 2.1


(41)

18

Gambar 2.9 Skema distribusi temperatur pada satu dimensi ( Prijono, 1994)

Pada analisis steady state thermal elemen solid dua dimensi yang mendapatkan panas yang seragam dan permukaan yang lain terisolasi, analisis panas dapat menggunakan hukum Fourier satu dimensi.

(2.1)

Untuk analisis temperatur persamaan data dapat ditulis

ΔT = (2.2)

Dimana :

ΔT = Selisih temperatur q = heat (W)

k = konduktivitas termal (W/m K) Δx = tebal

A = Luas penampang (m2)

2.8.2 Konveksi

Pada perpindahan panas secara konveksi, peran media berupa fluida sangat mempengaruhi besarnya panas yang diterima oleh suatu material yang mengalami kontak langsung dengan fluida. Besarnya temperatur

dx dT kA q

kA x q 


(42)

19

permukaan material yang berkontak langsung den gan fluida secara numerik dapat ditulis. (Incropera, 1986)

Q = h A ΔT (2.3)

Dimana :

ΔT = Selisih temperatur (oK) Q = Heat (W)

h = Koefisien perpindahan panas (W/m2 K) A = Luas Penampang (m2)

Pada alat penukar kalor yang memiliki N buah tube maka persamaan diatas menjadi :

Q = U σ π D L ΔTlmtd (2.4)

Dimana :

N = Jumlah Tube

U = Koefisien perpindahan panas Menyeluruh (W/m2 K) D = Diameter Tube (m)

L = Panjang Tube (m)

ΔTlmtd = Beda Temperatur Rata-rata Logaritmic

2.8.3 Konveksi Aliran melintang pada silinder

Aliran melintang dari aliran eksternal umumnya melibatkan gerakan fluida normal terhadap sumbu dari silinder yang sirkular. Fluida aliran bebas mengalir ke forward stagnation point dengan disertai peningkatan tekanan. Dari point ini, penurunan tekanan dengan peningkatan x, koordinat sumbu aliran dan lapisan batas yang terbentuk dibawah


(43)

20

pengaruh dari gradient tekanan aktif (dp/dx < 0). Fenomena transisi lapisan batas sangat tergantung dari bilangan Reynold, Keterpengaruhan posisi dari separation point. Untuk silinder sirkular karakteristik panjang ialah diameter dan bilangan reynold didefinisikan pada persamaan : (Dewitt, 1990)

ReD =

= (2.5)

Dimana :

ReD = Bilangan Reynold ρ = Massa jenis (Kg/m3) V = Kecepatan aliran (m/s) D = Diameter (m)

v = Kecepatan viskositas kinematis (m2/s)

Kemudian korelasi bilangan reynold dengan bilangan nusselt menurut Zhukauskas untuk silinder sirkular pada aliran melintang sebagai berikut

NuD = C ReD Prn (2.6)

Dimana :

NuD = bilangan Nusselt C,m, n = konstanta

ReD = Bilangan Reynold Pr = bilangan Prandlt

Prs = Bilangan Prandlt surface  VD v VD 4 1 Pr Pr       s


(44)

21

Dengan persyaratan bahwa 0,7 , Pr , 500 dan1 , ReD , 106. Kemudian untuk Pr ≤ 10 maka nilai n = 0,37 dan untuk Pr . 10 maka nilai n = 0,36. Selanjutnya C berdasarkan tabel.

Tabel 2.2 Konstanta untuk silinder sirkular pada aliran melintang (Kern, 1984)

ReD C M

1 – 40 0,75 0,4

40 – 1000 0,51 0,5

103– 2 x 105 0,26 0,6

2 x 105 - 106 0,076 0,7

2.9 Aliran Fluida dan Distribusi Temperatur Pada Alat Penukar Kalor Apabila ditinjau aliran fluida alat penukar kalor, maka dapat dibagi dalam

3 macam aliran, yaitu :

1. Aliran sejajar atau paralel flow. 2. Aliran berlawanan atau counter flow.

3. Aliran kombinasi, gabungan aliran sejajar dan berlawanan.

Aliran fluida dan distribusi temperatur pada penukar kalor dapat dibagi atas :

. 1. Aliran dan Distribusi Temperatur Alat Penukar Kalor yang Langsung Pada alat penukar , temperatur akhir fluida panas dan fluida dingin menjadi sama karena kedua jenis fluida tersebut akan membentuk campuran (teraduk) keluar dari alat penukar kalor itu. Hal ini berarti,


(45)

22

panas yang diberikan oleh fluida panas diterima secara utuh atau 100% oleh fluida dingin, tanpa ada kerugian panas.

Hubungan antara jenis aliran, distribusi temperatur dan panjang tabung (luas tabung) pada alat penukar kalor yang kontak langsung dapat dilihat pada gambar 2.10

Gambar 2.10. Distribusi temperatur – panjang (luas) tabung alat penukar kalor langsung, dengan aliran fluida parallel. (Kreith, 1968)

Gambar 2.11. Distribusi temperatur – panjang (luas) tabung,alat penukar kalor langsung, dengan aliran fluida berlawanan arah.

(Kreith, 1968)

2. Aliran dan Distribusi Temperatur Alat Penukar Kalor yang Tidak Langsung

Pada jenis alat penukar kalor ini tube berfungsi sebagai pemisah antara fluida panas dengan fluida dingin. Untuk itu perlu pertimbangan yang matang, menentukan fluida mana yang mengalir melalui pipa (tube) dan


(46)

23

fluida mana yang mengalir di luar tube. Seperti alat penukar yang dibahas pada Tugas Akhir ini, di mana fluida yang bertemperatur rendah mengalir melalui shell sedangkan fluida yang bertemperatur tinggi (uap) mengalir di dalam tube.

Dilihat dari perubahan fase, maka alat penukar kalor ini dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :

 Aliran dan distribusi temperatur yang mengakibatkan perubahan fase Dalam hal ini perlakuan umum terjadi kondensasi uap pada kondensor dan penguapan larutan pada evaporator. Untuk menggambarkan aliran dan distribusi temperatur kondensor, maka harus diketahui proses yang terjadi di dalam kondensor terjadi perubahan fase uap menjadi fase air (air kondensasi) ini terjadi karena uap (steam) melepaskan panas yang dikandung (latent heat) ke air pendingin pada temperatur yang tetap. Maka diagram distribusi temperatur panjang atau luas tube dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.12 Distribusi temperatur –panjang (luas) tube kondensor (Kreith, 1968)

Keterangan gambar 2.12

a. Diagram distribusi temperatur-panjang (luas) tube pada kondensor dengan aliran fluida searah (Paralel flow).


(47)

24

b. Diagram distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada kondensor dengan aliran fluida berlawanan (Counter flow)

Jika pada kondensor terjadi perubahan fase uap menjadi air kondensat, maka pada evaporator terjadi sebaliknya, yaitu perubahan fase cairan menjadi uap. Penguapan terjadi pada temperatur tetap, maka distribusi temperatur panjang (luas) tube dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.13 Distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada evaporator (Kreith, 1968)

Keterangan Gambar 2.13

a. Diagram distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada evaporator dengan aliran fluida searah (Paralel flow)

b. Diagram distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada evaporator dengan aliran fluida berlawanan (Counter flow)

c. Aliran dan Distribusi Temperatur – Panjang (luas) tube pada APK tanpa terjadi Perubahan Fase.

Alat penukar kalor jenis ini sangat banyak dipergunakan pada dunia industri kimia, khusus pada industri penyulingan (distilasi) minyak, alat penukar kalor ini memegang peranan penting pada alat penukar kalor ini, fluida yang bertemperatur tinggi memberikan panas kepada fluida yang


(48)

25

bertemperatur rendah, namun kedua jenis fluida ini tidak mengalami perubahan fase.

Gambar 2.14 Distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada alat penukar kalor yang tidak mengalami perubahan fase.

(Kreith, 1968)

Keterangan gambar 2.14

a. Diagram distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada alat penukar kalor dengan aliran fluida searah (Paralel flow)

b. Diagram distribusi temperatur panjang (luas) tube pada alat penukar kalor dengan aliran fluida berlawanan (Counter flow).

2.10 Analisis Tegangan Bejana Tekan (Shell)

Tujuan utama melakukan evaluasi adalah untuk menentukan apakah komponen dapat bertahan dan aman selama kondisi beroperasi dan tidak mengalami kegagalan atau rusak yang dapat berakibat fatal baik terhadap keseluruhan system atau bahkan terhadap keselamatan operator. Untuk itu yang paling mendasar dalam melakukan evaluasi desain adalah melakukan perhitungan dan analisis tegangan-tegangan yang bekerja pada komponen


(49)

26

dan membandingkan hasil perhitungan tegangannya dengan nilai batas yang diizinkan (allowable stress).

Untuk komponen bejana tekan reaktor, tegangan yang terjadi antara lain disebabkan oleh tekanan dalam (internal pressure) yang menekan dinding shell dan tegangan thermal (thermal stress ) akibat ekspansi struktur yang disebabkan perbedaan temperatur. (Mardhi, 2011 )

2.10.1 Kondisi tegangan pada Cylindrical Pressure vessel ( Shell)

Untuk shell dengan dinding tipis (D/t > 20 ) tegangan yang terjadi pada dinding shell adalah tegangan kearah memanjang (tegangan longitudinal), tegangan kearah keliling (tegangan tangensial), dan tegangan radial yang diakibatkan oleh tekanan dalam. Karena ketiga tegangan yang bekerja ini beraksi pada arah normal dan dinding, dan dengan tidak terjadinya tegangan geser, maka ketiga tegangan tersebut bisa disebut tegangan-tegangan utama. Tegangan geser tidak terjadi karena pembebanan yang simetri pada dinding shell. (Kaminski, 2005)


(50)

27

2.11 Tegangan Thermal pada Tube (Pipa)

Tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni Tegangan Normal (Normal Stress) dan Tegangan Geser (Shear Stress). Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yaitu: 1. Tegangan Longitudinal ( Longitudinal Stress ), yaitu tegangan yang

searah dengan panjang pipa.

2. Tegangan Tangensial atau Tegangan Keliling (Circumferential Stress atau Hoop Stress), yaitu tegangan yang searah dengan garis singgung penampang pipa.

3. Tegangan Radial ( Radial Stress ), yaitu tegangan yang searah dengan jari-jari penampang pipa.

Tegangan Geser terdiri dari dua komponen tegangan, yaitu:

a. Tegangan Geser ( Shear Stress ), yaitu tegangan akibat gaya geser.

b. Tegangan Puntir atau Tegangan Torsi (Torsional Stress),yaitu tegangan akibat momen puntir pada pipa.

Salah satu komponen dari Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress) adalah Tegangan Thermal (Thermal Stress). Tegangan thermal pada pipa terjadi karena beban thermal yang dialami oleh pipa. (Kaminski, 2005) Jika pipa dengan panjang awal L0 mengalami peningkatan temperatur sebesar (dT), maka besarnya elongasi (dL) yang dialami oleh pipa adalah :


(51)

28

Dimana :

dL : Elongasi pada pipa (m)

A : koefisien ekspansi thermal (/K) L0 : panjang awal pipa (m)

dT : perubahan temperatur (K)

Sementara itu, besarnya tegangan thermal yang dialami oleh pipa adalah :

Tegangan thermal = E x A x dT (2.8)

E = modulus elestisitas (N/m2 atau Pa)

2.12 Teori Kegagalan Elastik

Kegagalan (failure) dari suatu elemen mesin yang menerima pembebanan, dinyatakan apabila elemen tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik sesuai yang direncanakan. Oleh karena itu, perlu diberikan kriteria-kriteria kapan elemen suatu mesin dapat dikatakan gagal. Untuk pembebanan dengan beban elastik terdapat dua tipe kriteria kegagalan yaitu :

1. Distorsi (distorsion) atau deformasi plastic. Kegagalan ini menyatakan bahwa bila material dan elemen mesin tersebut sudah mengalami deformasi plastik karena sudah melewati suatu batas harga tertentu. Harga batas ini adalah tegangan atau regangan luluh (yield point) material atau bila material tidak mempunyai data yield point digunakan standar 0,2% offset yield point.

2. Patah/rusak (fracture). Kegagalan ini menyatakan bahwa bila material dan elemen mesin tersebut sudah patah atau terpisah menjadi dua bagian atau lebih.


(52)

29

Dan beberapa teori kegagalan elastik yang dikembangkan yang paling banyak digunakan adalah :

1. Teori Tegangan Maksimum (Maximum Normal Stress Theory-MNST) 2. Teori Tegangan Geser Maksimum (Maksimum Shear Stress

Theory-MSST)

3. Teori kegagalan Energi Distorsi Maksimum/ von Mises (Maximum Distortion energy Theory)

2.13 Teori Tegangan Normal Maksimum

Teori tegangan normal maksimum (Maximum Normal Stress Theory-MNST diusulkan pertama kali oleh W.JM. Rankine (1802-1872) sehingga sering juga disebut teori Rankine. Teori ini menyebutkan bahwa suatu material menerima suatu kombinasi pembebanan, akan gagal atau :

1. Luluh, bila tegangan principal positif paling besar, melewati harga tegangan yield tarik material atau bila tegangan principal negative paling besar melewati harga tegangan yield dari material.

2. Patah atau fracture, bila tegangan principal positif (atau negatif) maksimum, melewati harga tegangan tarik (atau tekan) maksimum dari material.

3. Sesuai dengan teori ini, jika luluh dianggap gagal dan material mempunyai tegangan yield tarik Syt dan yield Syc serta factor keamananan yang diambil adalah N, maka agar tidak terjadi kegagalan. (Kaminski, 2005)


(53)

30

t maksimum ≤

N Syt

dan t maksimum ≤ N Syc

(2.8)

Dengan patah dianggap gagal maka : t maksimum≤

N

Sut dan

cmaksimum≤ N

Suc (2.9)

Dimana :

Sut = Tegangan tarik maksimum material Suc = Tegangan tekan maksimum material

2.14 Teori Tegangan Geser Maksimum

Teori Tegangan Geser Maksimum (Maximum Shear Stress Theory-MSST) diusulkan pertama kali oleh C.A Coulomb (1736-1806), kemudian disempurnakan oleh Tresca (1864) sehingga sering disebut sebagai teori kegagalan tresca. Teori ini secara khusus dipergunakan untuk material ulet (ductile) dengan dasar bahwa kegagalan terjadi bila tegangan geser maksimum yang terjadi. Melewati harga tegangan geser yang diijinkan pada material. (Kaminski, 2005)

maksimum ≤ N Sys

atau maksimum ≤ N

Sus (2.10)

Dimana :

Sus = Tegangan yeild geser material N = Angka keamanan


(54)

31

2.15 Teori Kegagalan Energi Distorsi Maksimum

Dengan suatu pengetahuan hanya pada tegangan yeild dan suatu material, teori kegagalan ini memprediksi “ductile yielding” di bawah suatu kombinasi pembebanan, dengan akurasi lebih baik daripada teori-teori kegagalan lainnya. Teori kegagalan ini (Maximum Distortion Energy Theory) diusulkan pertama kali oleh M.T. Hueber (1904) kemudian diperbaiki dan diperjelas oleh R.Von Mises (1913) dan oleh H.Hencky (1925). Teori kegagalan ini lebih sering dikenal dengan teori kegagalan Von Mises saja dengan bentuk persamaan sebagai berikut (Anggono, et al. 2006)

e = [(σ1 –σ2)2 + (σ2 –σ3) + (σ3 –σ1)2]1/2 (2.11)

Selanjutnya dengan mengambil angka keamanan N, maka :

e ≤ (2.12)

2.16 Faktor Keamanan

Faktor keamanan digunakan karena tidak ada proses manufaktur yang bisa menjamin 100% kualitas. Setiap bejana tekan harus memiliki faktor keamanan. Faktor keamanan digunakan untuk memperhitungkan ketidakpastian atau bisa dikatakan ketidaksempurnaan dalam material, perancangan dan fabrikasi. Yang dimaksudkan dengan ketidakpastian dalam material bisa termasuk diskontinuitas yang terjadi pada material. Ketidakpastian dalam perancangan bisa berarti ketidakmampuan untuk memperhitungkan berbagai konsentrasi tegangan yang terjadi.

N Sy 2


(55)

32

Ketidakpastian dalam fabrikasi bisa meliputi ketidakmampuan untuk mendeteksi sambungan-sambungan las yang kurang baik. (Stevenlona,2013) Adapun penggolongan faktor keamanan /safety factor (Sf) berdasarkan tegangan luluh adalah :

 Sf = 1,25 – 1,5 : kondisi terkontrol dan tegangan yang bekerja dapat ditentukan dengan pasti.

 Sf = 1,5 – 2,0 : Bahan yang sudah diketahui, kondisi lingkungan beban dan tegangan yang tetap dan dapat ditentukan dengan mudah.

 Sf = 2,0 – 2,5 : Bahan yang beroperasi secara rata-rata dengan batasan beban yang diketahui.

 Sf = 2,5 – 3,0 : bahan yang diketahui tanpa mengalami tes. Pada kondisi beban dan tegangan rata-rata.

 Sf = 3,5 – 4,5 : bahan yang sudah diketahui. Kondisi beban, tegangan dan lingkungan yang tidak pasti.

Sedangkan berdasarkan jenis bebannya faktor keamanan / safety factor dikelompokkan sebagai berikut :

 Beban statis : 1,25 – 2  Beban Dinamis : 2-3  Beban kejut : 3 – 5


(56)

33

2.17 Tegangan Thermal

Tegangan thermal ialah tegangan yang terjadi akibat adanya perbedaan temperatur pada suatu material dimana besarnya setara dengan regangan yang timbul pada suatu material yang memuai. Pada saat terjadi kenaikkan temperatur material akan menerima distribusi panas yang berbeda pada tiap bagian. Distribusi panas yang terjadi menyebabkan terjadinya tegangan panas. Untuk mengetahui besarnya tegangan panas yang terjadi karena pengaruh heat transfer dari sistem digunakan persamaan hubungan tegangan regangan material. (Himawan, 2008)

{ } = [D] {εel

} (2.13)

adalah tegangan yang terjadi pada semua arah ( x, y, z), D merupakan matriks kekakuan dari material dan εel

adalah vektor regangan elastik. Dari persamaan ini dapat diketahui temperatur mempengaruhi besar kecilnya vektor regangan elastis, karena nilai dari vektor niali dari vektor regangan elastik mengikuti persamaan dibawah ini :

{εel} ={ε}

- {εTH} (2.14)

{εTH

} merupakan thermal strain vector yang nilainya bergantung pada distribusi temperatur pada suatu material dan besarnya termal expansion pada material. Antara thermal strain vector, thermal expantion (α) dan distribusi temperatur (ΔT) memiliki perbandingan yang sama yaitu semakin besar nilai dari α dan ΔT maka nilai εTH

akan semakin besar pula. Persamaan thermal strain vector adalah ( Himawan, 2008)

εTH= ΔT [αx. αy.αz. 0.0.0 ]T


(57)

34

2.18 Finite Element Analysis (FEA)

Finite Element Analysis (FEA) adalah salah satu ilmu pengetahuan tentang teknik numerik untuk menemukan solusi pendekatan dari partial different equations (PDE) seperti halnya persamaan integral. Pendekatan solusi didasari hal manapun di dalam eliminasi persamaan differensial utuh ( kondisi steady state) atau mewujudkan PDE ke dalam suatu pendekatan sistem dari persamaan differensial biasa, yang kemudian numerik diintegrasikan menggunakan teknik standar seperti metode Euler, Range Kutta, Newton Raphson dan lain-lain. (Hutton, 2004)

Pada penggunaannya, secara umum perangkat lunak metode elemen hingga memiliki tiga tahapan utama yaitu :

1. Preprocessing, pada tahap ini pengguna membuat model yang menjadi bagian untuk dianalisis yang mana geometri tersebut dibagi-bagi menjadi sub-sub bagian yang terdiskritisasi atau disebut “elemen”, dihubungkan pada titik diskritisasi yang disebut “node”. σode tertentu akan ditetapkan sebagai bagian yang melekat kaku ( fix displacement) dan bagian lain ditentukan sebagai bagian kena beban (load).

2. Analysis, pada tahap ini data-data yang dimasukkan pada tahap preprocessing sebelumnya akan digunakan sebagai input pada code elemen hingga untuk membangun dan menyelesaikan sistem persamaan aljabar linier atau non linier.


(58)

35

Dimana u merupakan matriks kolom berisi perpindahan translasi dan rotasi nodal elemen dan F adalah matriks kolom gaya dan momen pada nodal elemen. Informasi matriks k tergantung pada tipe persoalan yang sedang terjadi, dan modul akan mengarah pada pendekatan analisis masalah yang ada.

3. Post-preprocessing menampilkan hasil akhir setelah penganalisisan oleh modul penganalisis dengan menampilkan data displacement dan trgangan pada posisi bagian yang terdiskritisasi pada model geometri. Post-processor biasanya menampilkan grafis dengan kontur warna yang menggambarkan tingkat tegangan yang terjadi pada model geometri, (Roylance, 2001)

2.19 Tipe tipe elemen dalam FEA

Terdapat berbagai tipe bentuk elemen dalam metode elemen hingga yang dapat digunakan untuk memodelkan kasus yang akan dianalisis, yaitu :

1. Elemen satu dimensi

Elemen satu dimensi terdiri dari garis (line), tipe elemen ini yang paling sederhana, yakni memiliki dua titik nodal, masing-masing pada ujungnya, disebut elemen garis linier. Dua elemen lainnya dengan orde yang lebih tinggi, yang umum digunakan adalah elemen garis kuadratik dengan tiga titik nodal dan elemen garis kubik dengan empat buah titik nodal.


(59)

36

Gambar 2.16 Elemen satu dimensi (Handayanu, 2005)

2. Elemen dua dimensi

Elemen dua dimensi terdiri dari elemen segitiga (triangel) dan elemen segiempat (quadriliteral). Elemen orde linier pada masing-masing tipe ini memiliki sisi berupan garis lurus, sedangkan untuk elemen dengan orde yang lebih tinggi dapat memiliki sisi berupa garis lurus, sisi yang berbentuk kurva ataupun dapat pula berupa kedua duanya.

(a) (b)

Gambar 2.17 Elemen dua dimensi (a) segitiga; (b) Segi empat (Handayanu, 2005)

3. Elemen tiga dimensi

Elemen tiga dimensi terdiri dari elemen tetrahedron, dan elemen balok seperti gambar dibawah ini :

(a) (b)

Gambar 2.18 Elemen Tiga dimensi (a) Tetrahedron; (b) Elemen Balok (Handayanu, 2005)


(60)

37

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan tugas akhir ini dilakukan di laboratorium Teknik Mesin Universitas Lampung pada bulan Mei 2014 sampai September 2014.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis distribusi temperatur dan tegangan thermal pada hasil desain heat exchanger tipe shell and tube khususnya di bagian shell, tube, nozzle, baffle dan head. Analisis distribusi temperatur dilakukan dengan menggunakan metode analisis fluent. Metode ini mengaplikasikan kondisi batas dan iterasi perhitungan untuk mendapatkan contour warna dari temperatur aliran fluida yang mengalir pada komponen heat exchanger. Setelah menganalisis distribusi temperatur selanjutnya menganalisis tegangan thermal pada tiap komponen heat exchanger. Pada tahap ini peneliti menggabungkan metode analisis Steady State Thermal dan Static Structural. Metode ini menggabungkan antara pembebanan secara struktural yang diakibatkan adanya tekanan dan pembebanan thermal akibat adanya perbedaan temperatur untuk mendapatkan tegangan thermal


(61)

38

maksimum pada tiap komponen. Kemudian tegangan maksimum tersebut dibandingkan dengan tegangan yeild materialnya untuk menentukan apakah desain komponen tersebut aman jika dibandingkan dengan safety factor yang diambil yaitu 1,5. Jika ada komponen yang tidak aman atau melebihi dari safety factor yang diberikan maka akan dilakukan optimalisasi pemodelan dengan menambah ketebalan desain komponen. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti guna memenuhi tujuan penelitian dan penyelesaian rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data-data Pendukung

Pengumpulan data-data pendukung analisis berupa data teknis, properties dan geometri hasil rancangan heat exchanger.

2. Preprocessing

Dalam tahap ini dilakukan permodelan yang geometrinya akan didiskritisasi menjadi beberapa elemen, prosesnya disebut meshing yang akan digunakan untuk analysis. Proses Preprocessing terbagi menjadi dua tahapan sebagai berikut :

a. Pemodelan

Tahapan pemodelan dapat dilakukan menggunakan software Solid Work kemudian di import pada jendela simulasi software FEA.

b. Meshing

Tahapan meshing dilakukan pada komponen-komponen yang akan dianalisis dengan menggunakan sizing. Option ini dipilih karena dapat menentukan besarnya mesh menyesuaikan dengan geometri heat exchanger.


(62)

39

3. Analysis

Pada tahapan ini data-data yang dimasukkan pada tahap preprocessing sebelumnya akan digunakan sebagai input pada code elemen hingga untuk membangun dan menyelesaikan sistem persamaan aljabar linier atau non linier dengan menggunakan persamaan tegangan.

4. Post-processing

Menampilkan hasil akhir setelah penganalisisan oleh model penganalisis dengan menampilkan data distribusi temperatur, distribusi tegangan dan tegangan thermal pada posisi bagian yang terdiskritisasi pada model geometri.

5. Pengolahan data post-processing

Pada pengolahan data post-processing dilakukan analisis distribusi temperatur, tegangan thermal dan evaluasi kegagalan material heat exchanger berdasarkan hasil pemodelan serta optimasi bila diperlukan.

3.3 Diagram Alir Penelitian

Studi Literatur Mulai


(63)

40

Tidak

ya

Pengumpulan Data

Data teknis, properties dan geometri hasil desain Heat Exchanger

Analysis Heat Exchanger menggunakan software FEA

Analisis Hasil Pemrograman Software FEA dengan Proses Desain

Analisis distribusi tegangan temperatur, Analisis distribusi tegangan thermal dan Evaluasi

Kegagalan Material Heat Exchanger

Preprocessing

1. Pemodelan menggunakan software Solid Work

2. meshing

SF ≥ 1,5

A


(64)

41

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Pembahasan

Selesai Kesimpulan


(65)

66

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil simulasi yang dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

1.Dari hasil simulasi distribusi temperatur, temperatur keluar fluida uap geothermal pada tube yaitu 368 K dan temperatur keluar fluida propana pada nozzle outlet yaitu 340 K.

2.Tegangan Maksimum pada geometri model yang terjadi untuk beban struktural dan beban thermal yaitu sebesar 280 Mpa terletak di shell tepatnya pada ujung saluran nozzle outlet. Tegangan ini bila dibandingkan tegangan yeild sebesar 260 Mpa maka tegangan dalam kondisi tidak aman.

3.Penambahan ketebalan pada komponen shell sebesar 0,0032 m mengakibatkan tegangan menurun menjadi 155 Mpa dan bila dibandingkan dengan tegangan yeild sebesar 260 Mpa maka tegangan yang terjadi masih dalam kondisi aman dengan safety factor 1,67.


(66)

67

4.Untuk komponen yang lain seperti tube, baffle, nozzle inlet, outlet dan front head serta rear head masih dalam kondisi aman karena dari hasil simulasi menunjukkan nilai keamanannya diatas 1.

5.2 Saran

Dari hasil analisis simulasi yang telah dilakukan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Dapat dikaji lebih lanjut untuk simulasi pada sambungan las akibat thermal stress.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Byrne, Richard.2007. Standards of Tubular Exchanger and Manufacturing Assosiation. TEMA,inc : New York

Cengel, Yunus A.2003. Heat Transfer 2nd edition. Mc Graw Hill Book Company : New york.

Dipippo, Ronald.2012. Geothermal Power Plants Third Edition. Elsivier. Ltd : USA

Handayanu. 2005. “Metode Elemen Hingga”.ITS

Himawan, Roziq. 2008. “Analisis pengaruh Distribusi Temperatur Terhadap tegangan panas dan faktor intensitas tegangan pada bejana tekan reaktor

PWR”. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir 2008.

BATAN

Holman, JP.dan E.Jasjfi.1994. Perpindahan Kalor. Edisi keenam Erlangga:. Jakarta.

Hutton, David V.2004. Fundamentals of finite Element Analysis. Mc Graw Hill : New York.

Incropera, et al.1986. Fundamental of Heat Mass Transfer Sixth Edition. Willey Kaminski, Clemens. 2005. Stress Analysis & Pressure Vessel. University of

Cambridge.

Kern, D.Q. 1984. Proses Heat Transfer. Mc. Graw Hill. New York


(68)

Mardhi, Alim.2011. Evaluasi Desain kondisi Tunak Kepala penutup Bejana Tekan Reaktor dengan Metode Elemen Hingga. Prosiding Seminar Nasional ke 17 Teknologi dan keselamatan PLTN serta fasilitas Nuklir. BATAN.

Megyesy, Eugene F. 1972. Pressure Vessel Handbook sixth Edition. Pressure Vessel Handbook Publishing

Sitompul, Tunggul .1993. Alat Penukar Kalor. Edisi Pertama Raja Grafindo Persada Jakarta.

Stevenlona. 2013. “Analisa Perhitungan, Pembuatan dan pengujian Kekuatan Material Plate Sa 516 Gr 70 Untuk Shell Test Separator 1219 Mm Id X 3048 Mm S/S”.

Prijono.1994.. Prinsip-prinsip Perpindahan panas. Erlangga: Jakarta. Roylance, David.2001. Finite Elemen Analysis. Cambridge, MA 02139

Susantio, Yerri.2004. Dasar-dasar Metode Elemen Hingga. Penerbit Andi : Yogyakarta

Wiliyanto Anggono, et al. 2006. “Penentuan Perbandingan Diameter Nozzle Terhadap Diameter Shell Maksimum Pada Air Receiver Tank Horisontal dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Petra Christian University.

www.alternative-heating-info.com (Baffle) Diakses pada 9 Mei 2014.

www.indiamart.com/rakshan-equipments/shell-and-tube-heat-exchangers.html

(Heat Exchanger). Diakses pada 9 Mei 2014

www.img.directindustry.com/images_di/photo-g/shell-tube-heat-exchangers-corrosive-fluids-8979-3427227.jpg (Tube) Diakses pada 10 Mei 2014

www.wermac.org/equipment/heatexchanger_part4.html (Head). Diakses pada 10 Mei 2014.

www.tradekorea.com/products/forged_nozzle.html. (Nozzle). Diakses pada 10 Mei 2014.


(69)

(1)

41

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Pembahasan

Selesai Kesimpulan


(2)

66

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil simulasi yang dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan

antara lain :

1.Dari hasil simulasi distribusi temperatur, temperatur keluar fluida uap

geothermal pada tube yaitu 368 K dan temperatur keluar fluida propana

pada nozzle outlet yaitu 340 K.

2.Tegangan Maksimum pada geometri model yang terjadi untuk beban

struktural dan beban thermal yaitu sebesar 280 Mpa terletak di shell

tepatnya pada ujung saluran nozzle outlet. Tegangan ini bila dibandingkan

tegangan yeild sebesar 260 Mpa maka tegangan dalam kondisi tidak aman.

3.Penambahan ketebalan pada komponen shell sebesar 0,0032 m

mengakibatkan tegangan menurun menjadi 155 Mpa dan bila

dibandingkan dengan tegangan yeild sebesar 260 Mpa maka tegangan


(3)

67

4.Untuk komponen yang lain seperti tube, baffle, nozzle inlet, outlet dan

front head serta rear head masih dalam kondisi aman karena dari hasil

simulasi menunjukkan nilai keamanannya diatas 1.

5.2 Saran

Dari hasil analisis simulasi yang telah dilakukan maka dapat diberikan

beberapa saran sebagai berikut :

1. Dapat dikaji lebih lanjut untuk simulasi pada sambungan las akibat

thermal stress.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Byrne, Richard.2007. Standards of Tubular Exchanger and Manufacturing Assosiation. TEMA,inc : New York

Cengel, Yunus A.2003. Heat Transfer 2nd edition. Mc Graw Hill Book Company : New york.

Dipippo, Ronald.2012. Geothermal Power Plants Third Edition. Elsivier. Ltd : USA

Handayanu. 2005. “Metode Elemen Hingga”.ITS

Himawan, Roziq. 2008. “Analisis pengaruh Distribusi Temperatur Terhadap tegangan panas dan faktor intensitas tegangan pada bejana tekan reaktor

PWR”. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir 2008.

BATAN

Holman, JP.dan E.Jasjfi.1994. Perpindahan Kalor. Edisi keenam Erlangga:. Jakarta.

Hutton, David V.2004. Fundamentals of finite Element Analysis. Mc Graw Hill : New York.

Incropera, et al.1986. Fundamental of Heat Mass Transfer Sixth Edition. Willey

Kaminski, Clemens. 2005. Stress Analysis & Pressure Vessel. University of Cambridge.

Kern, D.Q. 1984. Proses Heat Transfer.Mc. Graw Hill. New York


(5)

Mardhi, Alim.2011. Evaluasi Desain kondisi Tunak Kepala penutup Bejana Tekan Reaktor dengan Metode Elemen Hingga. Prosiding Seminar Nasional ke 17 Teknologi dan keselamatan PLTN serta fasilitas Nuklir. BATAN.

Megyesy, Eugene F. 1972. Pressure Vessel Handbook sixth Edition. Pressure Vessel Handbook Publishing

Sitompul, Tunggul .1993. Alat Penukar Kalor. Edisi Pertama Raja Grafindo Persada Jakarta.

Stevenlona. 2013. “Analisa Perhitungan, Pembuatan dan pengujian Kekuatan Material Plate Sa 516 Gr 70 Untuk Shell Test Separator 1219 Mm Id X 3048 Mm S/S”.

Prijono.1994.. Prinsip-prinsip Perpindahan panas. Erlangga: Jakarta.

Roylance, David.2001. Finite Elemen Analysis. Cambridge, MA 02139

Susantio, Yerri.2004. Dasar-dasar Metode Elemen Hingga. Penerbit Andi : Yogyakarta

Wiliyanto Anggono, et al. 2006. “Penentuan Perbandingan Diameter Nozzle Terhadap Diameter Shell Maksimum Pada Air Receiver Tank Horisontal dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Petra Christian University.

www.alternative-heating-info.com (Baffle) Diakses pada 9 Mei 2014.

www.indiamart.com/rakshan-equipments/shell-and-tube-heat-exchangers.html

(Heat Exchanger). Diakses pada 9 Mei 2014

www.img.directindustry.com/images_di/photo-g/shell-tube-heat-exchangers-corrosive-fluids-8979-3427227.jpg (Tube) Diakses pada 10 Mei 2014

www.wermac.org/equipment/heatexchanger_part4.html (Head). Diakses pada 10

Mei 2014.

www.tradekorea.com/products/forged_nozzle.html. (Nozzle). Diakses pada 10

Mei 2014.


(6)