Analisis Alat Penukar Kalor Shell And Tube Sebagai Pemanas Marine Fuel Oil (Mfo) Untuk Bahan Bakar Boiler Pltu Unit 4

(1)

ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR SHELL AND TUBE

SEBAGAI PEMANAS MARINE FUEL OIL ( MFO ) UNTUK

BAHAN BAKAR BOILER PLTU UNIT 4

DI PT. PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN

BELAWAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

SUHERI SUSANTO

NIM. 100421036

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala karunia dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi ini.

Skripsi ini berjudul " ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR SHELL AND TUBE SEBAGAI PEMANAS MARINE FUEL OIL (MFO) UNTUK BAHAN BAKAR BOILER PLTU UNIT 4 " dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Sesuai dengan judulnya, dalam laporan ini akan dibahas mengenai analisa kesetimbangan energi dan LMTD, analisa koefisien perpindahan panas,

pressure drop shell and tube, faktor pengotoran, dan efektivitas alat penukar kalor.

Dalam penyusunan laporan skripsi, penulis telah banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik materil, spiritual, informasi dan administrasi, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku dosen penguji dan Ketua Jurusan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA., selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dengan memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan laporan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc., selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis.

4. Bapak dan Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.


(10)

5. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta Alm. P. Nainggolan dan Ibunda tercinta Siti Akes Simamora yang telah memberikan doa, motivasi, dukungan moril maupun materil kepada penulis.

6. Kakak dan Abang tercinta Jurida Nainggolan, Mariana Nainggolan, Minar Nainggolan, dan Charles Nainggolan yang memberi motivasi, dan semangat.

7. Kekasih tercinta Elly Oktaviani Sembiring dan keluarga yang telah memberi semangat.

8. Bapak Katrisnan, Bapak Suhartono, Bapak Antonius Indra, Bapak Juni perangin – angin, Bapak Simbolon dan seluruh rekan kerja di Pemeliharaan Boiler dan Alat Bantu di PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Belawan.

9. Bapak Sumihar Manik Staff Labor PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Belawan.

10. Rekan – Rekan Kerja Operator Regu C PLTU Unit 1.2 dan Unit 3.4 11. Seluruh Teman – teman teknik mesin angkatan 2010 terkhusus buat

Tyson Manurung, Zakaria Bernando, Ricardo Nainggolan, Cakra Messa Abadi, Alexander Sebayang angkatan 2011.

Dalam penyusunan laporan skripsi ini penulis menyadari adanya kekurangan – kekurangan dan kesilapan yang mungkin terjadi pada laporan skripsi ini. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan laporan skripsi ini. Semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Medan, Oktober 2013 Hormat saya,


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR NOTASI ... viii

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Sistematika Pembahasan ... 3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Dan Teori Dasar Perpindahan Panas ... 4

2.2 Klasifikasi Alat Penukar Kalor... 4

2.3 Pembagian Alat Penukar Kalor Jenis Shell and Tube Berdasarkan TEMA ... 7

2.4 Komponen – Komponen Alat Penukar Kalor ... 9

2.5 Log Mean Temperature Difference ... 15


(12)

2.7 Koefisien Perpindahan Panas dan

Penurunan Tekanan pada Shell ... 20

2.8 Koefisien Perpindahan Panas dan Penurunan Tekanan Pada Tube ... 23

2.9 Metode NTU – Efektifitas ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Plant ... 28

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.3 Flow Chart ... 31

3.4 Data Peralatan Dan Dimensi Alat Penukar Kalor ... 32

BAB IV ANALISA DATA dan PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Data Design ... 33

4.2 Perhitungan Data Aktual ... 52

4.3 Pemeliharaan Alat Penukar Kalor ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Spesifikasi Dimensi Steam Heated Oil Heater ... 32

Tabel 3.2 Data Spesifikasi Steam Heated Oil Heater PLTU unit 4 32 Tabel 3.3 Data Aktual Steam Heated Oil Heater Saat Operasi ... 32

Tabel 4.1 Beda Temperature Fluida ... 36

Tabel 4.2 Sifat Fisik Fluida ... 44

Tabel 4.3 Beda Temperature Fluida Kondisi Aktual ... 55


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Penukar kalor Tipe AES ... 8

Gambar 2.2 Alat Penukar Kalor Tipe BEM ... 8

Gambar 2.3 Alat Penukar Kalor Tipe AKT ... 8

Gambar 2.4 Alat Penukar Kalor Tipe CEU ... 9

Gambar 2.5 Rancangan Alat Penukar Kalor Shell and Tube ... 10

Gambar 2.6 Tipe Susunan Tube Alat Penukar Kalor ... 11

Gambar 2.7 Sekat Pelat Bentuk Segmen ... 13

Gambar 2.8 Sekat Batang (Rod Baffle) ... 13

Gambar 2.9 Sekat Longitudinal (Longitudinal Baffle) ... 14

Gambar 2.10 Sekat Impingement ... 14

Gambar 2.11 APK Aliran Sejajar ... 16

Gambar 2.12 APK Aliran Berlawanan Arah ... 16

Gambar 2.13 Faktor Koreksi Aliran Silang, Kedua Fluida tak Campur... 18

Gambar 2.14 Faktor Koreksi Aliran Silang, Salah Satu Fluida Bercampur 18 Gambar 3.1 Tipe Alat Penukar Kalor PLTU Unit 4 Sektor Belawan .... 29

Gambar 3.2 Skema Instalasi Alat Penukar Kalor PLTU Unit 4 ... 29

Gambar 3.3 Tube Bundle Alat Penukar Kalor ... 30

Gambar 3.4 Diagram alir proses penelitian alat penukar kalor ... 31

Gambar 4.1 Profil Temperature Pada Alat Penukar Kalor ... 36

Gambar 4.2 Pelepasan Panas Selama Proses Perubahan Fasa ... 51

Gambar 4.3 Profil Temperature Alat Penukar Kalor Kondisi Actual ... 54


(15)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

APK Alat Penukar Kalor ASH Auxilarry Steam Header

A Luas Penampang m2

as Luas laluan aliran shell m2

at Luas laluan aliran tube m2

a′t Luas Laluan aliran tube m2

B Jarak antar baffle m

BWG Birmingham Wire gage

C Clearance m

Ch Kapasitas minimum fluida panas kW/°C

Cc Kapasitas minimum fluida panas kW/°C

do Diameter outlet tube m

din Diameter inlet tube m

Ds Diameter shell m

De Diameter ekuivalen shell m

Fc Faktor koreksi

FOH Fuel Oil Heater

Gs kecepatan aliran massa pada shell

Gt kecepatan aliran massa pada tube

hfg Entalpi Steam kJ/kg

Koefisien perpindahan panas konveksi shell


(16)

Koefisien perpindahan panas konveksi koreksi shell

Koefisien perpindahan panas konveksi koreksi tube

ID Diameter inlet shell m

JH Faktor perpindahan Panas k Konduktivitas thermal

LMTD Log Mean Temperature Difference

MFO Marine Fuel Oil

Laju aliran massa residu

Laju aliran massa uap NB Jumlah baffle

Np Jumlah pass/laluan

Nt Jumlah tube

P Efektivitas temperatur

Pr Prandtl number

Pt Pitch m

Qs Kalor steam kW

Qres Kalor residu kW

R Rasio kapasitas panas Res Reynold number pada shell

Ret Reynold number pada tube

Rd Faktor pengotoran

TEMA Turbular Exchanger Manufactures Association

tc Temperatur koreksi Steam °C

tin Temperatur inlet °C


(17)

tw Temperatur dinding °C

Tc Temperatur koreksi residu °C

Tci Temperatur masuk fluida dingin °C

Tco Temperatur keluar fluida dingin °C

Thi Temperatur masuk fluida panas °C

Tho Temperatur keluar fluida panas °C

Tr Temperatur rata – rata °C

Uc koefisien perpindahan panas permukaan yang bersih

Ud koefisien perpindahan panas menyeluruh

∆Ps Pressure drop Shell Bar

∆Pt Pressure drop tube Bar

∆Pr Pressure drop tube tambahan / ekspansi Bar

∆PT Pressure drop tube total Bar

∆tc selisih temperatur rendah °C

∆th selisih temperatur tinggi °C

∆Tm Beda temperatur rata – rata °C

φs rasio viskositas residual oil (fluida dalam shell)

φt rasio viskositas steam (fluida dalam tube)

µ Viskositas fluida mPa.s


(18)

ABSTRAK

Alat penukar kalor merupakan alat yang memindahkan energi panas dari suatu fluida ke fluida lain yang memiliki beda temperature. PLTU unit 4 Belawan memiliki 2 unit alat penukar kalor pemanas Marine Fuel Oil untuk bahan bakar boiler. Alat penukar kalor sudah beroperasi sejak 1988 sampai sekarang. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana performansi alat penukar kalor tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian performansi alat penukar kalor ini adalah analisa perhitungan nilai efektivitas, pressure drop, dan besarnya faktor pengotoran alat penukar kalor, dengan membandingkan kondisi desain dan kondisi aktual. Dari hasil perhitungan yang dilakukan pada kondisi aktual dengan kondisi desain diperoleh efektivitas lebih kecil, dimana efektivitas kondisi aktual 66% dan efektivitas kondisi desain 67%. Dan penurunan tekanan (pressure drop) pada sisi shell, berdasarkan hasil perhitungan dengan kondisi desain diperoleh bahwa ∆Ps lebih kecil dari batas yang diijinkan dimana ∆P s hasil perhitungan

1,177 Bar dan ∆P s pabrikan / yang diijinkan 1,7 Bar, dan untuk faktor pengotoran

bahwa kondisi aktual dibandingkan dengan kondisi desain diperoleh lebih besar, dimana faktor pengotoran kondisi aktual dan faktor pengotoran kondisi desain . Maka dapat disimpulkan APK ini masih layak untuk digunakan dan salah satu penyebab turunnya efektifitas APK adalah faktor pengotoran.


(19)

ABSTRACT

Heat exchanger is a device that transfers thermal energy from one fluid to another fluid that has a different temperature. Belawan power plant unit 4 has 2 heat exchanger unit heaters Marine Fuel Oil for boiler fuel . Heat exchanger has been in operation since 1988 until now. Therefore it is necessary to know how the performance of the heat exchanger. The method used in the research of heat exchanger performance analysis of this is the calculation of effectiveness , pressure drop , and the amount of heat exchanger fouling factor , by comparing the condition of the design and actual conditions. From the results of calculations performed on the actual condition of the effectiveness of the design conditions obtained are smaller , where the effectiveness of the actual condition of 66 % and 67 % effectiveness of the design conditions. And a decrease in pressure (pressure drop) on the shell side , based on calculations derived design conditions that ΔPs smaller than the allowable limit in which the calculation of 1.177 ΔPs Bar and ΔPs manufacturer / allowable 1.7 Bar and for fouling factor that the actual conditions than the design conditions is greater, where the actual condition fouling

factor fouling factor design conditions and .

It can be concluded APK is still feasible to use and one of the causes of decline in the effectiveness of APK is fouling factor.


(20)

ABSTRAK

Alat penukar kalor merupakan alat yang memindahkan energi panas dari suatu fluida ke fluida lain yang memiliki beda temperature. PLTU unit 4 Belawan memiliki 2 unit alat penukar kalor pemanas Marine Fuel Oil untuk bahan bakar boiler. Alat penukar kalor sudah beroperasi sejak 1988 sampai sekarang. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana performansi alat penukar kalor tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian performansi alat penukar kalor ini adalah analisa perhitungan nilai efektivitas, pressure drop, dan besarnya faktor pengotoran alat penukar kalor, dengan membandingkan kondisi desain dan kondisi aktual. Dari hasil perhitungan yang dilakukan pada kondisi aktual dengan kondisi desain diperoleh efektivitas lebih kecil, dimana efektivitas kondisi aktual 66% dan efektivitas kondisi desain 67%. Dan penurunan tekanan (pressure drop) pada sisi shell, berdasarkan hasil perhitungan dengan kondisi desain diperoleh bahwa ∆Ps lebih kecil dari batas yang diijinkan dimana ∆P s hasil perhitungan

1,177 Bar dan ∆P s pabrikan / yang diijinkan 1,7 Bar, dan untuk faktor pengotoran

bahwa kondisi aktual dibandingkan dengan kondisi desain diperoleh lebih besar, dimana faktor pengotoran kondisi aktual dan faktor pengotoran kondisi desain . Maka dapat disimpulkan APK ini masih layak untuk digunakan dan salah satu penyebab turunnya efektifitas APK adalah faktor pengotoran.


(21)

ABSTRACT

Heat exchanger is a device that transfers thermal energy from one fluid to another fluid that has a different temperature. Belawan power plant unit 4 has 2 heat exchanger unit heaters Marine Fuel Oil for boiler fuel . Heat exchanger has been in operation since 1988 until now. Therefore it is necessary to know how the performance of the heat exchanger. The method used in the research of heat exchanger performance analysis of this is the calculation of effectiveness , pressure drop , and the amount of heat exchanger fouling factor , by comparing the condition of the design and actual conditions. From the results of calculations performed on the actual condition of the effectiveness of the design conditions obtained are smaller , where the effectiveness of the actual condition of 66 % and 67 % effectiveness of the design conditions. And a decrease in pressure (pressure drop) on the shell side , based on calculations derived design conditions that ΔPs smaller than the allowable limit in which the calculation of 1.177 ΔPs Bar and ΔPs manufacturer / allowable 1.7 Bar and for fouling factor that the actual conditions than the design conditions is greater, where the actual condition fouling

factor fouling factor design conditions and .

It can be concluded APK is still feasible to use and one of the causes of decline in the effectiveness of APK is fouling factor.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan dunia industri yang semakin pesat yang didukung oleh kemajuan teknologi, maka biaya produksi suatu industri akan meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan energi bahan bakar untuk mendukung operasional suatu industri.

Untuk mengurangi biaya produksi suatu industri, khususnya di bidang pembangkitan energi listrik maka dibutuhkan suatu pemikiran tentang pemanfaatan energi dengan lebih efektif dan efisien agar konsumsi terhadap suatu energi khususnya energi yang berasal dari bahan bakar tidak berlebihan.

Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan suatu peralatan yang dapat mengurangi pemakaian energi secara berlebihan. Adapun salah satu peralatan yang dimaksud adalah heat exchanger atau sering disebut alat penukar kalor.

Alat penukar kalor merupakan alat yang memindahkan energi panas dari suatu fluida ke fluida lain yang memiliki beda temperature. Alat penular kalor sangat dibutuhkan dalam dunia industri, khususnya industri pembangkitan energi listrik di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Belawan.

Adapun berbagai jenis alat penukar kalor yang banyak ditemui di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Belawan adalah boiler, low pressure heater, high pressure heater, lube oil cooler, dan fuel oil heater dan lain sebagainya.

Fuel oil heater merupakan alat penukar kalor tipe shell and tube yang digunakan untuk memanaskan Marine Fuel Oil (MFO) untuk bahan bakar boiler dengan memanfaatkan energi panas dari steam.

Untuk mendukung unjuk kerja atau optimalisasi peralatan ini maka harus mengetahui karakteristiknya agar dapat diketahui pola operasi dan perawatannya.


(23)

Selain itu juga dibutuhkan analisa yang baik agar dapat diketahui energi perpindahan panas, faktor pengotoran, dan efektifitas peralatan ini sehingga dapat lebih diketahui layak atau tidaknya peralatan tersebut dioperasikan atau dapat membuat schedule perawatan peralatan ini.

1.2 Batasan Masalah

Dalam penulisan ini, penulis membatasi masalah – masalah yang akan dibahas yaitu :

1. Bagaimana analisa kesetimbangan energi dan LMTD pada APK shell and tube ?

2. Bagaimana analisa perhitungan alat penukar kalor yang meliputi koefisien perpindahan panas, pressure drop shell and tube, faktor pengotoran, dan efektivitas alat penukar kalor ?


(24)

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan tugas sarjana ini adalah:

1. Untuk mengetahui koefisien perpindahan panas dan pressure drop pada

shell

2. Untuk mengetahui koefisien perpindahan panas dan pressure drop pada

tube

3. Untuk mengetahui besarnya faktor pengotoran / fouling factor

4. Untuk mengetahui efektivitas alat penukar kalor

1.4 Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami tulisan ini, maka dilakukan pembagian bab berdasarkan isinya. Tulisan ini disusun dalam lima bab. Bab I PENDAHULUAN, berisi latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika pembahasan. BAB II LANDASAN TEORI, berisi teori dasar yang berhubungan dengan alat penukar kalor, jenis – jenis alat penukar kalor, komponen – komponen alat penukar kalor, proses perpindahan panas. BAB III METODOLOGI PENELITIAN, berisi proses penelitian yang dilakukan,

flowchart, metode pengumpulan data, data peralatan dan dimensi alat penukar kalor. BAB IV ANALISA PERHITUNGAN DAN PERAWATAN ALAT PENUKAR KALOR, perhitungan – perhitungan pada alat penukar kalor yang meliputi perhitungan pada tube side, perhitungan pada shell side, perhitungan koefisien perpindahan panas, perhitungan fouling factor (faktor pengotoran), dan perhitungan pressure drop (penurunan tekanan), serta pemeliharaan dan perawatan alat penukar. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan pada bab – bab sebelumnya.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prinsip dan Teori Dasar Perpindahan Panas

Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan.

Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara tidak langsung, yaitu bila diantar dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.

2.2 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Melihat begitu banyaknya jenis alat penukar kalor, maka dapat diklasifikasikan berdasarkan bermacam – macam pertimbangan yaitu:

2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Proses Perpindahan Panas

a. Jenis kontak tidak langsung 1) Jenis dari satu fase 2) Jenis dari banyak fase

3) Jenis yang ditimbun (storage tipe) 4) Jenis fluidized bed

b. Jenis kontak langsung 1) Immiscible fluids

2) Gas liquid


(26)

2.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Fluida yang Mengalir

a. Dua jenis fluida b. Tiga jenis fluida c. Empat jenis fluida

2.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Kompaknya Permukaan

a. Jenis penukar kalor yang kompak,

density luas permukaannya > 700 m2/m3 b. Jenis penukar kalor yang tidak kompak,

density luas permukaannya < 700 m2/m3

2.2.4 Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Perpindahan Panas

a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya

b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran

c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass

aliran masing – masing

d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi

2.2.5 Klasifikasi Berdasarkan Konstruksi

a. Konstruksi turbular (shell and tube) 1) Tube ganda (double tube)

2) Konstruksi shell and tube

a) Sekat plat (plate baffle) b) Sekat batang (rod baffle) c) Konstruksi tube spiral


(27)

b. Konstruksi Jenis pelat 1) Jenis pelat

2) Jenis lamella 3) Jenis spiral

4) Jenis pelat coil

c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) 1) Sirip pelat (plate fin)

2) Sirip tube (tube fin) a) Heat pipe wall

b) Ordinary separating wall d. Regenerative

1) Jenis rotary

2) Jenis disk

3) Jenis drum

4) Jenis matrik tetap

2.2.6 Klasifikasi Berdasarkan Pengaturan Aliran

a. Aliran dengan satu pass

1) Aliran berlawanan 2) Aliran pararel 3) Aliran melintang 4) Aliran split

5) Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass

1) Permukaan yang diperbesar (extended surface) a) Aliran berlawanan menyilang

b) Aliran sejajar menyilang c) Aliran campur


(28)

2) Shell and tube

a) Aliran pararel yang berlawanan (1 laluan pada shell dan 2 laluan pada tube)

b) Aliran split

c) Aliran dibagi ( divided )

2.3 Pembagian Alat Penukar Kalor Jenis Shell and Tube Berdasarkan TEMA

Begitu banyaknya jenis dari alat penukar kalor shell and tube yang dipergunakan pada dunia industri. Untuk membuat pembagiannya secara pasti adalah sangat sulit.

Tetapi oleh Standard of Turbular Exchanger Manufactures Association

(Ir. Tunggul M. Sitompul, S.E., M.Sc., 1993) dikelompokkan berdasarkan pemakaian dari heat exchanger itu menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Alat Penukar Kalor Kelas “R”, yang dipergunakan pada industri minyak dan peralatan yang berhubungan proses tersebut.

b. Alat Penukar Kalor Kelas “C”, yang dipergunakan pada keperluan komersial atau general purpose dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil.

c. Alat Penukar Kalor Kelas “B” yang banyak dipergunakan pada proses kimia.

Alat penukar kalor kelas “R”, kelas “C”, dan kelas “B” ini, semuanya adalah alat penukar kalor yang tidak dibakar (unfired Shell and tube), tidak sama dengan ketel uap. Berikut contoh dari beberapa jenis alat penukar kalor standar TEMA seperti gambar berikut ini.


(29)

Gambar 2.1 Alat Penukar Kalor Tipe AES

Gambar 2.2 Alat Penukar Kalor Tipe BEM


(30)

Gambar 2.4 Alat Penukar Kalor Tipe CEU

2.4 Komponen – Komponen Alat Penukar Kalor

Dalam penguraian – penguraian komponen – komponen alat penukar kalor jenis shell and tube akan dibahas beberapa komponen yang sangat berpengaruh pada konstruksi alat penukar kalor. Untuk lebih jelasnya disini akan dibahas beberapa komponen dari alat penukar kalor jenis shell and tube.

2.4.1 Shell

Konstruksi shell sangat ditentukan oleh kapasitas dan keadaan

tubes yang akan ditempatkan didalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat baja yang dirol. Shell merupakan badan dari alat penukar kalor, dimana terdapat tube bundle. Untuk temperature kerja yang tinggi kadang – kadang shell dibagi dua sambungan dengan sambungan ekspansi. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat rancangan atau design untuk alat penukar kalor shell and tube sesuai dengan standar TEMA.


(31)

(32)

2.4.2 Tube

Tube merupakan bidang pemisah antara dua fluida yang mengalir, dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Pada umumnya flow fluida yang mengalir di dalam tube lebih kecil dibandingkan dengan flow fluida yang mengalir di dalam shell. Ketebalan dan material tube harus dipilih berdasarkan tekanan operasi dan jenis fluidanya. Agar tidak mudah bocor dan korosi akibat aliran fluida yang mengalir di dalam tube. Adapun tipe susunan tube

berdasarkan TEMA seperti gambar berikut ini.

Gambar 2.6 Tipe Susunan Tube Alat Penukar Kalor

Susunan tube segitiga sangat popular dan sangat baik dipakai melayani fluida kotor / berlumpur atau yang bersih. Pembersihan tube

dilakukan dengan cara kimia (chemical cleansing). Koefisien perpindahan panasnya lebih baik dibandingkan susunan pipa bujur (in – line square pitch). Susunan tube segitiga banyak dipergunakan dan menghasilkan perpindahan panas yang baik per satu satuan penurunan tekanan (per unit pressure drop), disamping itu letaknya lebih kompak.


(33)

Susunan tube bujur sangkar membentuk 900 (in – line square pitch) banyak dipergunakan, dengan pertimbangan seperti berikut :

a. Apabila penurunan tekanan (pressure drop) yang terjadi pada alat penukar kalor itu sangat kecil.

b. Apabila pembersihan yang dilakukan pada bagian luar tube adalah dengan cara pembersihan mekanik (mechanical cleansing). Sebab pada susunan seperti ini terdapat celah antara tube yang dipergunakan untuk pembersihannya.

c. Susunan ini memberikan perilaku yang baik, bila terjadi aliran turbulen, tetapi untuk aliran laminar akan memberikan hasil yang kurang baik.

Susunan tube yang membentuk 450 atau susunan belah ketupat (diamond square pitch) baik dipergunakan pada kondisi operasi yang penurunan tekanan kecil, tetapi lebih besar dari penurunan tekanan jenis bujur sangkar. Selain itu susunan tube ini relatif lebih baik dibanding susunan tube

yang membentuk 300 terhadap aliran.

2.4.3 Baffle

Baffles atau sekat – sekat yang dipasang pada alat penukar kalor mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

a. Struktur untuk menahan tube bundle

b. Damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran pada

tube

c. Sebagai alat untuk mengontrol dan mengarahkan aliran fluida yang mengalir di luar tube (shell side)


(34)

Ditinjau dari segi konstruksi, sekat itu dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok yaitu:

a. Sekat pelat berbentuk segment (segmental baffle plate) b. Sekat batang (rod baffle)

c. Sekat mendatar atau longitudinal baffle

d. Sekat impingement (impingement baffle)

Berikut gambar dari beberapa jenis baffle yang digunakan pada berbagai APK jenis shell and tube.

Gambar 2.7 Sekat Pelat Bentuk Segmen


(35)

Gambar 2.9 Sekat Longitudinal (Longitudinal Baffle)


(36)

2.4.4 Tube Sheet

Tube sheet atau pelat tube merupakan bagian alat penukar kalor untuk tempat mengikat tube. Pelat dilubangi dengan diameter lebih besar dari diameter luar tube. Tube dimasukkan ke dalam lubang tersebut, lalu diikat. Cara pengikatannya bermacam – macam, seperti pengikatan roll, weld, dan lain – lain. Untuk menghindari kebocoran dari sisi shell ke sisi tube, maka tube sheet sering dibuat ganda (double sheet). Tube sheet dapat dikelompokkan dalam 2 jenis yaitu:

a. Pelat tube stationer (stationary tube sheet) b. Pelat tube mengambang (floating tube sheet).

2.5 Log Mean Temperature Difference (LMTD)

Pokok perhitungan alat penukar kalor adalah masalah perpindahan panasnya. Apabila panas yang dilepaskan besarnya sama dengan Q persatuan waktu, maka panas yang diterima oleh fluida dingin sebesar Q tersebut dengan persamaan :

Dimana :

Q = kalor yang dilepaskan/diterima [ W ]

U = koefisien perpindahan panas menyeluruh [ W/m2oC ]

A = luas penampang [ m2 ]

Tm = beda temperatur rata – rata [ oC ]

Proses perpindahan panas sangat ditentukan oleh jenis aliran fluida yang mengalir didalam APK. Pada skripsi ini aliran fluida yang terjadi adalah aliran yang berlawanan ( counter flow ). Pada aliran sejajar, dua fluida masuk bersama – sama dalam alat penukar kalor, bergerak dalam arah yang sama dan keluar bersama –


(37)

sama pula. Sedangkan pada aliran berlawanan, dua fluida bergerak dengan arah yang berlawanan. Dan pada aliran menyilang, dua fluida bergerak saling menyilang/bergerak saling tegak lurus.

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.11 dan 2.12 menunjukkan bahwa beda suhu antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan pada waktu keluar tidaklah sama, dan kita perlu menentukan nilai rata – rata untuk menentukan jumlah kalor yang dipindahkan dari fluida pada alat penukar kalor.

Gambar 2.11 APK Aliran Sejajar


(38)

Sehingga :

Untuk aliran sejajar :

Dimana :

Tlm = LMTD = beda temperatur rata – rata [ oC ]

Thi = temperatur masuk fluida panas [ oC ] Tho = temperatur keluar fluida panas [ oC ] tci = temperatur masuk fluida dingin [ oC ] tco = temperatur keluar fluida dingin [ oC ]

Untuk aliran berlawanan :

Untuk alat penukar kalor tipe aliran silang (cross flow heat exchanger) atau tipe 2 pass atau multiple pass maka nilai LMTD sebenarnya akan didapatkan dengan mengalikannya dengan faktor koreksi ( F ). Nilai F dapat dicari dengan menentukan nilai temperature efficiency ( P ) dan heat capacity rate ratio ( R ). Dimana :


(39)

Sehingga untuk APK, 1 shell dengan 2 laluan tube, faktor koreksi F dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

Sehingga LMTD yang sebenarnya adalah :

Selain dengan menggunakan rumus diatas, nilai F juga dapat ditentukan dengan menggunakan grafik seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.13 Factor Koreksi Aliran Silang, Kedua Fluida tak Campur


(40)

Gambar 2.14 Factor Koreksi Aliran Silang, Salah Satu Fluida Bercampur

2.6 Faktor Pengotoran

Faktor pengotoran ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada alat penukar kalor. Pengotoran pada bagian dalam dan luar tube selalu terjadi selama peralatan beroperasi. Terjadinya endapan atau deposit pada permukaan luar tube

akan menaikkan tahanan panasnya, dan menurunkan koefisien perpindahan panas keseluruhan (U)

Beberapa faktor dapat menimbulkan pengotoran pada alat penukar kalor yaitu :

a. Temperatur fluida b. Temperatur dinding tube

c. Kecepatan aliran fluida

Faktor pengotoran dapat dicari dengan persamaan berikut :

Dimana :

Uc = koefisien perpindahan panas keseluruhan permukaan yang bersih

hio = koefisien perpindahan panas di dalam tube [ W/m2.oC ] ho = koefisien perpindahan panas di luar tube [ W/m2.oC ]


(41)

2.7 Koefisien Perpindahan Panas dan Penurunan Tekanan pada Shell

Dalam shell umumnya terdapat baffle (sekat) yang berfungsi selain sebagai penyangga / penunjang tube – tube dalam shell dan pengaruh aliran fluida dalam shell, tetapi juga berfungsi sebagai permukaan perpindahan kalor dan penurunan tekanan fluida sisi shell, karena koefisien perpindahan panas kalor dapat lebih besar apabila terdapat baffle dibanding tanpa baffle. Besarnya koefisien perpindahan kalor yang terjadi pada sisi shell dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.

Dimana :

φs = rasio viskositas fluida shell,

JH = faktor perpindahan panas shell

k = konduktivitas Thermal fluida dalam shell [ W/m.oC ]

De = diameter ekivalen [ m ] Pr = Prandtl number


(42)

Dimana : cp = kalor jenis fluida dalam shell [ J/kg.K ]

µ = viskositas fluida dalam shell [ Ns/m2 ]

Nilai bilangan Reynold pada fluida shell dapat dicari dengan menggunakan persamaan :

Dimana :

Gs = laju aliran massa fluida dalam shell per satuan luas [ kg/s.m2 ] De = diameter ekivalen [ m ]

µ = viskositas fluida dalam shell [ Ns/m2 ]

Kecepatan massa fluida dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Dimana :

[ kg ]

As = Luas aliran dari shell [ m2 ]

Luas aliran dari shell dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

Dimana :


(43)

C = clearance, = Pt - do

B = jarak antara baffle / sekat.

Diameter ekivalen De dapat ditentukan apabila susunan pipa diketahui, seperti

ditunjukkan pada gambar 2.6 (sususan tube alat penukar kalor). Atau dapat ditentukan dengan rumus persamaan berikut ini :

Dimana :

Pt = Pitch

do = diameter luar tube

sehingga pressure drop / penurunan tekanan pada shell dapat kita hitung dengan persamaan berikut :

Dimana :

∆Ps = pressure drop [ Bar ]

fs = friction factor = exp [ 0,576 – 0,19 . ln Re ] Nb = jumlah baffle

ρ = massa jenis dari fluida dalam shell [ kg/m3 ]


(44)

µ = viskositas absolut fluida [ Ns/m2 ]

µw = viskositas absolut fluida pada temperatur dinding [ Ns/m2 ]

2.8 Koefisien Perpindahan Panas dan Penurunan Tekanan pada Tube Besarnya koefisien perpindahan kalor yang terjadi pada sisi tube dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Dimana :

φt = rasio viskositas fluida tube,

JH = faktor perpindahan panas tube, dapat diperoleh pada daftar lampiran, didapat hubungan L/D dengan bilangan Reynold

k = konduktivitas thermal fluida dalam tube [ W/m .oC ]

din = diameter dalam tube [ m ] do = diameter luar tube [ m ]


(45)

Pr = Prandtl number

Dimana :

Dapat juga ditentukan besarnya bilangan Reynold dalam tube dengan persamaan berikut :

Dimana :

Ret = nilai bilangan Reynold dalam tube di = diameter dalam tube [ m ]

Gt = laju aliran massa fluida dalam tube per satuan luas [ kg/s . m2 ]

Dimana :

Untuk menentukan koefisien perpindahan kalor dinding luar dan seluruh dinding

tube, maka harus menentukan temperatur dinding tube dan rasio viskositas terlebih dahulu, yaitu :

Dimana :

tw = temperatur dinding tube [ oC ]


(46)

tc = temperatur kalorik pada sisi tube [ oC ]

Maka koefisien koreksi perpindahan kalor dinding luar tube/didalam shell adalah :

dimana :

hos = koefisien koreksi perpindahan kalor pada sisi shell φs = rasio viskositas fluida dalam shell

Sedangkan koefisien koreksi perpindahan kalor pada keseluruhan dinding tube

adalah :

Dimana :

hiot = koefisien koreksi perpindahan kalor pada keseluruhan dinding

tube


(47)

Dan dapat dihitung pressure drop / penurunan tekanan pada tube dengan persamaan Nikuradse sebagai berikut :

Dimana :

L = panjang tube [ m ]

Np = jumlah pass / laluan tube

f = friction factor exp [ 0,576 – 0,19 . ln Re ]

di = diameter dalam tube [ m ]

ρ = massa jenis fluida dalam tube [ kg/m3 ]

ν = kecepatan alir fluida dalam tube [ m/s ]

=

maka persamaan 2.27 menjadi :

Pada saat fluida berubah arah ketika melakukan pass / laluan (bila pass tube Np > 1), maka akan terjadi pressure drop tambahan yang disebabkan oleh

konstraksi dan ekspansi pipa. Pressure drop tambahan ini dapat dihitung dengan persamaan berikut :


(48)

2.9 Metode NTU – Efektivitas

Efektivitas didefenisikan sebagai laju perpindahan panas aktual dengan perpindahan panas maksimum yang mungkin dari suatu APK. Hubungan efektivitas alat penukar kalor secara khusus terkait dengan NTU. Untuk mencari efektivitas dan NTU secara umum dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana :

Q = laju perpindahan panas actual [ W ]

Qmaks = laju perpindahan panas maksimum yang dapat terjadi [ W ]

Cmin = kapasitas panas aliran minimum [ W/oC ]

[ Kg/s ]

Cp min = panas jenis yang minimum [ J/kg.K ]

Dan untuk menentukan efektivitas pada alat penukar kalor tipe shell and tube ( TEMA type E ) dapat dinyatakan dengan persamaan sebagi berikut :


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tinjauan Plant

Objek penelitian yang diangkat penulis merupakan alat penukar kalor tipe shell and tube. Dimana alat penukar kalor ini digunakan untuk memanaskan

Marine Fuel Oil (MFO) dengan media pemanas berupa steam/uap yang diperoleh dari Auxiliary Steam Header (ASH). Tujuan dari pemanasan bahan bakar ini adalah untuk memudahkan proses pengabutan bahan bakar sehingga diperoleh pembakaran yang sempurna. Steam dari ASH dialirkan ke alat penukar kalor melewati control valve masuk pada sisi sebelah tube dan diatur dengan pressure 7 bar dan temperatur 165 oC, sementara marine fuel oil dipompakan dan dialirkan ke alat penukar kalor melewati control valve masuk pada sisi sebelah shell pada temperatur 32 oC dan mengalami proses pemanasan, sehingga keluar pada temperatur 120 oC. Steam yang telah terkondensasi akan mengalir keluar melewati

steam trap dan dibuang ke sewerage. Marine Fuel Oil (MFO) yang telah dipanaskan akan digunakan untuk bahan bakar boiler.

Observasi penelitian pada alat penukar kalor jenis shell and tube ini dilakukan pada tanggal 23 April 2012 – 04 Mei 2012 di PLTU unit 4 PT.PLN (Persero) sektor pembangkitan belawan.


(50)

Gambar 3.1 Tipe Alat Penukar Kalor PLTU Unit 4 Sektor Belawan


(51)

Gambar 3.3 Tube Bundle Alat Penukar Kalor

3.2 Metode Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data – data tentang spesifikasi dan data-data pada saat alat penukar kalor beroperasi ini dilakukan dengan melakukan peninjauan langsung ke PLTU unit 4 PT.PLN (Persero) sektor pembangkitan belawan.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan beberapa pegawai bidang operasi dan pemeliharaan, menelaah dari manual handbook dan mencatat data-data pada saat alat penukar kalor beroperasi.

Untuk mendapatkan data – data sebagai penunjang diperlukan adanya langkah-langkah kerja yaitu:

1. Mengetahui cara pengoperasian alat penukar kalor tipe shell and tube

2. Mencari dan mengumpulkan referensi – referensi mengenai perpindahan panas dan alat penukar kalor

3. Menganalisa data-data tersebut untuk mendapatkan perhitungan efisiensi alat penukar kalor jenis shell and tube


(52)

3.3 Flow chart

Gambar 3.4 Diagram alir proses penelitian alat penukar kalor Mulai

Menentukan Jenis APK yang menjadi objek penelitian

Memahami Prinsip Kerja APK yang akan Diteliti

Melakukan Tinjauan Plant

Mencatat data Spesifikasi APK

Mencatat Data dari Parameter Ukur saat APK beroperasi

Sharing dengan Pegawai Operasi dan Pemeliharaan Terkait dengan Sistem Operasi dan pemeliharaan APK


(53)

3.4 Data Peralatan dan Dimensi Alat Penukar Kalor

Table 3.1 Data Spesifikasi Dimensi Steam Heated Oil Heater

Tube Side

Shell Side

Baffle

Jumlah pass : 2 Jumlah pass : 1 Type baffle: single segmental Diameter : φ12x1.8 mm Diameter : φ368 x 8 mm Diameter : φ348 x 3 mm Jumlah Tube : 346 Jarak baffle : 125 mm

Tube pitch : 15,5 mm Jumlah baffle : 18 Panjang tube : 2560,2 mm Baffle cut : 25% Susunan tube : segitiga/600

Tabel 3.2 Data Spesifikasi Steam Heated Oil Heater PLTU unit 4

Shell Side

Tube Side

Fluid Residual oil Steam

Flow rate [ kg/h ] 24700 2125,268

viskosity kinematic [ m2/s ] 90 x 10-6 -

Temperatur inlet/outlet [ oC ] 30/120 164,17

Design temperature [ oC ] 220 220

Pressure inlet [ Bar ] 25 6

Dif. Pressure [ Bar ] 1,7 -

Design Pressure [ Bar ] 32 10

* Heat Performance 1220.1 kWatt

Tabel 3.3 Data Aktual Steam Heated Oil Heater Saat Operasi

Shell Side Tube Side

Fluid Residual oil Steam

Flow rate [ Kg/h ] 24700 1200,6

viskosity kinematic [ m2/s ] 90 x 10-6 -

Temperatur inlet [ oC ] 32 165

Temperatur outlet [ oC ] 120

Pressure inlet [ Bar ] 22 7


(54)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Data Design 4.1.1 Spesifikasi Peralatan

a. Spesikasi Pada Shell

diameter shell (368 x 8) mm

∼ jarak antar baffle 125

∼ Jumlah pass 1

∼ Fluida dalam shell : residual oil ;

∼ Temperatur fluida masuk 30 0C

∼ Temperatur fluida keluar 120 0C

b. Spesifikasi Pada Tube

Diameter Tube 12,1 mm x 1,8 mm

∼ Pitch 15,5 mm

∼ Jumlah tube 346

∼ Panjang tube 2560,2 mm

∼ Susunan tube segitiga 600

∼ Jumlah pass 2

∼ Fluida dalam tube : steam ;

∼ Temperatur fluida masuk 164,17 0C


(55)

4.1.2 Neraca Panas

a. Fluida Panas Steam

Pada kondisi ini dianggap pada temperatur ideal, dimana tidak terjadi penurunan temperatur atau dengan kata lain temperatur masuk dan temperatur keluar sama, tetapi terjadi perubahan fasa uap menjadi cair / kondensasi. Sebelum menghitung nilai kalor steam terlebih dahulu harus mengetahui sifat fisik fluida. Adapun sifat fisik fluida diketahui dari temperatur rata – rata fluida tersebut. Temperatur rata – rata fluida dapat dinyatakan dengan rumus berikut:

Pada nilai temperatur 164,17 0C dari lampiran C, maka diperoleh sifat fisik fluida sebagai berikut:

hfg = 2068,197 kJ / kg ρ = 3,599 kg / m3

k = 0,03285 W / ( m.K) µ = 0,01445 mPa.s Pr = 1.115


(56)

Maka dari data diatas dapat diperoleh nilai kalor yang dihasilkan fluida

steam, dapat dihitung sebagai berikut:

b. Fluida Dingin Residual Oil

Sebelum menghitung nilai kalor residual oil, terlebih dahulu harus mengetahui sifat fisik fluida tersebut. Untuk mengetahui sifat fisik fluida

residual oil, maka harus mengetahui temperatur fluida rata – rata Tr .

Untuk mencari nilai Tr dapat dinyatakan dengan rumus berikut, yaitu :

Dari nilai temperatur diatas diperoleh sifat fisik fluida cp 1,976


(57)

4.1.3 Log Mean Temperature difference

Perhitungan LMTD dapat diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.1 Beda Temperatur Fluida

Keterangan Fluida panas o Fluida dingin Beda temperatur

C ( oF ) oC ( oF ) oC ( oF ) Temperatur

tinggi 164,17 ( 327,506 ) 120 ( 248 ) 44,17 ( 79,506 ) Temperatur

rendah 164,17 ( 327,506 ) 30 ( 86 ) 134,17 ( 241,506 )

Beda


(58)

Untuk menentukan beda temperatur yang sebenarnya, dicari besarnya P dan R, sehingga faktor koreksi temperatur Fc diketahui.

Pada kondisi ini terjadi perubahan fasa seperti kondensasi. Untuk kondisi ini R menjadi nol, sehingga Fc = 1,0

Maka :

4.1.4 Temperatur Kalorik

Untuk menghitung temperatur kalorik fluida panas (tube) dan fluida dingin (shell) maka harus mengetahui harga fc masing – masing fluida.


(59)

Harga fc dapat diketahui pada grafik faktor temperatur kalori dengan

mengetahui nilai ∆tc / ∆th.

API gravity residual oil pada 60 0F = 17,18 dan selisih temperatur fluida

residual 162 0F, maka kc = 1 dan dari grafik faktor fc (lampiran N) temperatur

kalori dengan data diatas diperoleh fc = 0.535

Maka :

Karena pada fluida steam (tube) temperatur fluida masuk dan keluar sama, maka harga tc = 164,17

4.1.5 Bilangan Reynold

a. Bilangan Reynold Pada Shell

Untuk menentukan besarnya bilangan Reynold pada shell, maka harus mengetahui luas laluan aliran shell, kecepatan aliran massa pada

shell, dan diameter ekuivalen. Adapun untuk mengetahui luas laluan aliran


(60)

Untuk menghitung kecepatan aliran massa pada shell dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Dan untuk menentukan diameter ekuivalen shell dengan susunan tube berbentuk segitiga, maka dapat dinyatakan dengan rumus berikut:


(61)

Maka dari data diatas, dapat kita peroleh bilangan Reynold pada shell

dengan rumus berikut :

Dimana :

µ = viskositas fluida dalam shell (residual oil) pada

temperatur kalorik 71,85 oC, diperoleh dari lampiran J 108, 6 mPa.s

Sehingga :

b. Bilangan Reynold Pada Tube

Untuk menentukan bilangan Reynold pada tube, maka terlebih dahulu harus mengetahui luas laluan aliran pada tube, kecepatan aliran massa, dan viskositas fluida yang mengalir dalam tube. Adapun untuk mengetahui luas laluan aliran tube dapat dinyatakan dengan rumus :


(62)

Dimana nilai diperoleh dari lampiran O, untuk tube diameter 12,1 mm dan 14 BWG, maka = 0,0876 in2 = 56,516 x 10-6 m2

maka :

Untuk menghitung kecepatan aliran massa pada tube dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Maka dari data diatas, dapat kita peroleh bilangan Reynold pada tube


(63)

Dimana :

µ = viskositas fluida dalam tube ( uap jenuh ) pada temperatur kalorik 164,17 oC, diperoleh dari lampiran C 0,01445 mPa.s

sehingga :

4.1.6 Koefisien Perpindahan Panas

a. Koefisien Perpindahan Panas Pada Shell

Untuk menentukan koefisien perpindahan panas pada shell dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Dimana :

JH = faktor perpindahan panas pada shell


(64)

=

= 1,9

k = konduktivitas residual oil pada temperatur kalorik 71,85 oC

= (lihat lampiran N)

Pr = Prandtlnumber residual oil pada temperatur kalorik 71,85 oC

= 1820 (lihat lampiran N) Sehingga :

Maka telah diketahui besarnya harga koefisien perpindahan panas shell

seperti harga di atas.

b. Koefisien Perpindahan Panas Pada Tube

Untuk menentukan koefisien perpindahan panas pada tube dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Dimana :

JH = faktor perpindahan panas pada tube, dimana dapat diperoleh pada lampiran P kurva perpindahan panas pada tube didapat hubungan


(65)

L/D = 2560,2 / 8,5 = 301,2 dengan bilangan Reynold 35517,65 maka diperoleh JH = 110

k = konduktivitas steam pada temperatur kalorik 164,17 oC

= (lihat lampiran C)

Pr = Prandtlnumber steam pada temperatur kalorik 164,17 oC

= 1,115 (lihat lampiran C) Sehingga :

4.1.7 Temperatur Dinding Tube dan Koefisien Perpindahan Panas yang Dikoreksi

Untuk menentukan temperatur dinding tube, maka sebelumnya perlu ditentukan dahulu harga hio/ φt , dimana hio/ φt dapat diperoleh sebagai


(66)

Maka :

Pada temperatur dinding tube 120 oC, maka dari lampiran L dan E diperoleh sifat fisik masing – masing fluida sebagai berikut :

Tabel 4.2 Sifat Fisik Fluida

Keterangan

Residual oil

Steam

Konduktivitas thermal ( W/m.K ) 0,1142 0,02696

Viskositas ( mPa.s ) 17,82 0,01293

Prandtl number ( Pr ) 332,4 1,042

Dari table diatas dapat ditentukan rasio viskositas masing – masing fluida, dimana viskositas residual oil ( shell ) dapat dinyatakan sebagai berikut :


(67)

Setelah diperoleh rasio viskositas masing – masing fluida, dapat ditentukan juga koefisien perpindahan panas yang dikoreksi. Adapun untuk mengetahui masing – masing komponen perpindahan panas yang dikoreksi dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Koefisien perpindahan panas yang dikoreksi pada shell

Koefisien perpindahan panas yang dikoreksi pada tube

4.1.8 Faktor Pengotoran

Untuk menentukan harga dari faktor pengotoran, maka terlebih dahulu menentukan harga koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk


(68)

permukaan yang bersih Uc dan koefisien perpindahan panas keseluruhan Ud.

Adapun untuk menentukan harga dari Uc dan Ud diperoleh sebagai berikut :

Dimana :

Qres = panas yang diserap oleh residual oil

A = Luas permukaan pada bagian luar tube

=

=

=


(69)

Sehingga dari data diatas dapat ditentukan faktor pengotoran Rd sebagai

berikut :

4.1.9 Pressure Drop

a. Pressure Drop Shell Side

untuk menghitung pressure drop shell side dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Dimana :

f = friction factor =

=

NB = 18 (jumlah baflle)

ρ = massa jenis residual oil pada temperatur kalorik 71,85 oC


(70)

Sehingga :

b. Pressure Drop Tube Side

Untuk menghitung pressure drop tube side dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Dimana :

f = friction factor =

=

NP = 2 ( jumlah pass / laluan )

ρ = massa steam pada temperatur kalorik 164,17 oC

= (lihat lampiran C)

v = kecepatan alir fluida =


(71)

Maka persamaan menjadi :

Karena pada saat fluida berubah arah ketika melakukan pass / laluan, dimana pass tube NP > 1 , maka akan terjadi pressure drop tambahan yang

disebabkan oleh konstraksi dan ekspansi pipa. Pressure drop tambahan ini dapat dihitung dengan persamaan berikut :


(72)

Sehingga pressure drop total pada tube adalah :

4.1.10 Efektivitas

Untuk menentukan nilai efektivitas alat penukar kalor dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Oleh karena yang mempunyai nilai C minimum mungkin fluida yang panas atau yang dingin, maka ada dua nilai efektivitas yang mungkin.

Dimana :

Ch = kapasitas minimum fluida panas

=

Cc = kapasitas minimum fluida dingin


(73)

Thi = temperatur masuk fluida panas

Tho = temperatur keluar fluida dingin

Tci = temperatur masuk fluida dingin

Tco = temperatur keluar fluida dingin

Kapasitas panas aliran fluida selama proses perubahan fasa mendekati tak terhingga karena perubahan temperatur pada kenyataannya sama dengan nol.

Maka , seperti gambar dibawah ini.

Karena , maka efektivitas pada kondisi


(74)

4.2 Perhitungan Data Aktual

Perhitungan data adalah perhitungan dengan data – data kondisi operasi alat penukar kalor yang sebenarnya terjadi dilapangan. Adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut :

∼ Tekanan kerja steam masuk alat penukar kalor 7 bar

∼ Flow rate residua l oil yang akan dipanaskan 15420 l/hr

∼ Temperatur inlet residual oil 32 oC

∼ Temperatur outlet residual oil 120 oC

4.2.1 Neraca Panas

a. Fluida Dingin Residual Oil

Sebelum menghitung nilai kalor residual oil, terlebih dahulu harus mengetahui sifat fisik fluida tersebut. Untuk mengetahui sifat fisik fluida

residual oil, maka harus mengetahui temperatur fluida rata – rata Tr .


(75)

Dari nilai temperatur diatas diperoleh sifat fisik fluida cp 1,984 ,

(lihat lampiran I)

Maka :

b. Fluida Panas Steam

Pada kondisi ini dianggap pada temperatur ideal, dimana tidak terjadi penurunan temperatur atau dengan kata lain temperatur masuk dan temperatur keluar sama, tetapi terjadi perubahan fasa uap menjadi cair / kondensasi. Sebelum menghitung nilai kalor steam terlebih dahulu harus mengetahui sifat fisik fluida. Dari lembar lampiran pada pressure kerja steam 7 Bar diperoleh Tsaturated 165 oC. Selanjutnya dihitung temperatur

rata – rata Tr. Temperatur rata – rata fluida dapat dinyatakan dengan


(76)

Pada nilai temperatur 165 0C, maka dari lampiran D diperoleh sifat fisik fluida sebagai berikut:

hfg = 2066 kJ / kg ρ = 3,666 kg / m3

Selanjutnya dihitung harga laju aliran massa uap yang mengalir di dalam

tube alat penukar kalor. Dimana untuk menghitung laju aliran massa uap dapat dihitung sebagai berikut :

4.2.2 Log Mean Temperature difference


(77)

Tabel 4.3 Beda Temperatur Fluida Kondisi Data Aktual

Keterangan Fluida panas o Fluida dingin Beda temperatur

C ( oF ) oC ( oF ) oC ( oF ) Temperatur

tinggi 165 ( 329 ) 120 ( 248 ) 45 ( 81 )

Temperatur

rendah 165 ( 329 ) 32 ( 89,6 ) 133 ( 239,4 )

Beda

temperature 0 88 ( 158,4 ) -88 ( -158,4 )

Untuk menentukan beda temperatur yang sebenarnya, dicari besarnya P dan R, sehingga faktor koreksi temperatur Fc diketahui.

Pada kondisi ini terjadi perubahan fasa seperti kondensasi. Untuk kondisi ini R menjadi nol, sehingga Fc = 1,0


(78)

4.2.3 Temperatur Kalorik

Untuk menghitung temperatur kalorik fluida panas (tube) dan fluida dingin (shell) maka harus mengetahui harga fc masing – masing fluida.

Harga fc dapat diketahui pada grafik faktor temperatur kalori dengan

mengetahui nilai ∆tc / ∆th.

API gravity residual oil pada 60 0F = 17,18 dan selisih temperatur fluida residual 158,4 0F, maka kc = 1 dan dari lampiran N faktor fc temperatur kalori

dengan data diatas diperoleh fc = 0.53

Maka :

Karena pada fluida steam (tube) temperatur fluida masuk dan keluar sama, maka harga tc = 165

4.2.4 Bilangan Reynold


(79)

Untuk menentukan besarnya bilangan Reynold pada shell, maka harus mengetahui luas laluan aliran shell, kecepatan aliran massa pada

shell, dan diameter ekuivalen. Adapun untuk mengetahui luas laluan aliran

shell dapat dinyatakan dengan rumus :

Untuk menghitung kecepatan aliran massa pada shell dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Dan untuk menentukan diameter ekuivalen shell dengan susunan tube


(80)

Maka dari data diatas, dapat kita peroleh bilangan Reynold pada shell

dengan rumus berikut :

Dimana :

µ = viskositas fluida dalam shell (residual oil) pada

temperatur kalorik 73,36 oC, diperoleh dari lampiran K 101,1 mPa.s

Sehingga :

b. Bilangan Reynold Pada Tube

Untuk menentukan bilangan Reynold pada tube, maka terlebih dahulu harus mengetahui luas laluan aliran pada tube, kecepatan aliran


(81)

massa, dan viskositas fluida yang mengalir dalam tube. Adapun untuk mengetahui luas laluan aliran tube dapat dinyatakan dengan rumus :

Dimana nilai diperoleh dari lampiran “O”, untuk tube diameter 12,1 mm dan 14 BWG, maka = 0,0876 in2 = 56,516 x 10-6 m2

maka :

Untuk menghitung kecepatan aliran massa pada tube dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Maka dari data diatas, dapat diperoleh bilangan Reynold pada tube dengan rumus berikut :

Dimana :


(82)

temperatur kalorik 165 oC, diperoleh dari daftar lampiran D 0,01447 mPa.s

sehingga :

4.2.5 Koefisien Perpindahan Panas

a. Koefisien Perpindahan Panas Pada Shell

Untuk menentukan koefisien perpindahan panas pada shell dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Dimana :

JH = faktor perpindahan panas pada shell

=


(83)

= 1,57

k = konduktivitas residual oil pada temperatur kalorik 73,36 oC

= (lihat lampiran K)

Pr = Prandtl number residual oil pada temperatur kalorik 73,36 oC

= 1701 (lihat lampiran K) Sehingga :

b. Koefisien Perpindahan Panas Pada Tube

Untuk menentukan koefisien perpindahan panas pada tube dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Dimana :

JH = faktor perpindahan panas pada tube, dimana dapat diperoleh pada lampiran kurva perpindahan panas pada tube didapat hubungan L/D = 2560,2 / 8,5 = 301,2 dengan bilangan Reynold 20037 maka diperoleh JH = 70 (lihat lampiran P)


(84)

k = konduktivitas steam pada temperatur kalorik 165 oC

= (lihat lampiran D)

Pr = Prandtlnumber steam pada temperatur kalorik 165 oC

= 1,116 (lihat lampiran D) Sehingga :

4.2.6 Temperatur Dinding Tube dan Koefisien Perpindahan Panas yang Dikoreksi

Untuk menentukan temperatur dinding tube, maka sebelumnya perlu ditentukan dahulu harga hio/ φt , dimana hio/ φt dapat diperoleh sebagai


(85)

Maka :

Pada temperatur dinding tube 116 oC, maka dari lampiran M dan F diperoleh sifat fisik masing – masing fluida sebagai berikut :

Tabel 4.4 Sifat Fisik Fluida Kondisi Data Aktual

Keterangan

Residual oil

Steam

Konduktivitas thermal ( W/m.K ) 0,1144 0,02651

Viskositas ( mPa.s ) 20,08 0,01297

Prandtl number ( Pr ) 371,7 1,038

Dari table diatas dapat ditentukan rasio viskositas masing – masing fluida, dimana viskositas residual oil ( shell ) dapat dinyatakan sebagai berikut :

Dan rasio viskositas steam ( tube ) dapat dinyatakan sebagai berikut :

Setelah diperoleh rasio viskositas masing – masing fluida, dapat ditentukan juga koefisien perpindahan panas yang dikoreksi. Adapun untuk mengetahui


(86)

masing – masing komponen perpindahan panas yang dikoreksi dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Koefisien perpindahan panas yang dikoreksi pada shell

Koefisien perpindahan panas yang dikoreksi pada tube

4.2.7 Faktor Pengotoran

Untuk menentukan harga dari faktor pengotoran, maka terlebih dahulu menentukan harga koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan yang bersih Uc dan koefisien perpindahan panas keseluruhan Ud.


(87)

Dimana :

Qres = panas yang diserap oleh residual oil

A = Luas permukaan pada bagian luar tube

=

=

Maka :

Sehingga dari data diatas dapat ditentukan faktor pengotoran Rd sebagai


(88)

4.2.8 Pressure Drop

a. Pressure Drop Shell Side

untuk menghitung pressure drop shell side dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Dimana :

f = friction factor =

=

NB = 18 (jumlah baflle)

ρ = massa jenis residual oil pada temperatur kalorik 73,36 oC


(89)

Sehingga :

b. Pressure Drop Tube Side

Untuk menghitung pressure drop tube side dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Dimana :

f = friction factor =

=

NP = 2 ( jumlah pass / laluan )

ρ = massa steam pada temperatur kalorik 165 oC

= (lihat lampiran D)

v = kecepatan alir fluida =


(90)

Maka persamaan menjadi :

Karena pada saat fluida berubah arah ketika melakukan pass / laluan, dimana pass tube NP > 1 , maka akan terjadi pressure drop tambahan yang

disebabkan oleh konstraksi dan ekspansi pipa. Pressure drop tambahan ini dapat dihitung dengan persamaan berikut :


(91)

4.2.9 Efektivitas

Untuk menentukan nilai efektivitas alat penukar kalor dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Oleh karena yang mempunyai nilai C minimum mungkin fluida yang panas atau yang dingin, maka ada dua nilai efektivitas yang mungkin.

Dimana :

Ch = kapasitas minimum fluida panas

=

Cc = kapasitas minimum fluida dingin

=

Thi = temperatur masuk fluida panas

Tho = temperatur keluar fluida dingin


(92)

Tco = temperatur keluar fluida dingin

Kapasitas panas aliran fluida selama proses perubahan fasa mendekati tak terhingga karena perubahan temperatur pada kenyataannya sama dengan nol.

Maka , seperti gambar dibawah ini.

Karena , maka efektivitas pada kondisi


(93)

4.3 Pemeliharaan Alat Penukar kalor

Kegiatan pemeliharaan peralatan merupakan hal yang sangat penting dalam pengoperasian suatu sistem atau peralatan, khususnya alat penukar kalor. Kegiatan pemeliharaan untuk mempertahankan tingkat keselamatan, kelancaran proses operasi, dan efisiensi. Selain itu pemeliharaan ditujukan agar peralatan dapat beroperasi optimal dan tahan lama.

Jenis pemeliharaan yang dilakukan pada alat penukar kalor fuel oil heater di PT. PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Belawan yaitu preventive maintenance, predictive maintenance, corrective maintenance. Selain itu pemeliharaan juga dilakukan pada kondisi unit dalam keadaan shutdown dan laporan dari operator tentang keadaan kondisi operasi alat penukar kalor yang tidak lagi optimal, baik itu temperatur residu keluar APK yang tidak tercapai, maupun adanya kebocoran dari sisi APK.

Mengingat APK merupakan suatu alat yang sangat mahal harganya, maka dibutuhkan perhatian khusus terhadap pemeliharaan APK. Adapun komponen – komponen atau bagian yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan APK meliputi :

4.3.1 Inspeksi Bagian Luar

Pada umumnya pemeriksaan bagian luar dari alat penukar kalor dapat dilakukan secara visual sewaktu alat sedang beroperasi. Bagian – bagian yang perlu diinspeksi meliputi pondasi, pipe connection, cat, isolasi, alat pelengkap dan sebagainya. Dapat juga dilakukan pengukuran tebal dengan cara Non Destructive Test (NDT) terhadap komponen-komponen dari peralatan itu. Data-data yang diperoleh dapat digunakan sebagai petunjuk


(94)

untuk pemeriksaan lebih seksama diwaktu alat shutdown / tidak dalam keadaan operasi.

a. Pemeriksaan Pondasi dan Support

Pondasi alat penukar kalor biasanya terdiri dari support baja duduk diatas beton, ada juga yang seluruh supportnya dari baja. Pondasi beton harus diperiksa terhadap kemungkinan retak, spalling dan settling. Bagian-bagian baja dari pondasi diperiksa secara visual dan dengan

hammer test. Ketebalan dari pelat T support diperiksa dengan kaliper dan baut pondasi diperiksa dengan hammer test.

b. Nozzle / Pipa Connection

Bagian luar pipa connection diperiksa secara visual terhadap korosi, retak pada pengelasan, sambungan pipa dengan alat penukar kalor merupakan tempat yang kristis. Support tambahan perlu dipertimbangkan ditempat yang tinggi getarannya. Apabila ditemukan tanda-tanda retak pada nozzle, pada waktu unit stop maka komponen ini supaya disandblast atau dibersihkan dengan sikat kawat untuk pemeriksaan yang lebih teliti dan seksama.

c. Alat Pelengkap

Alat - alat pelengkap seperti pressure gauge, thermometer, katup pengaman supaya diperiksa secara visual sewaktu unit sedang beroperasi untuk melihat kondisinya.


(95)

Kondisi cat sewaktu – waktu harus diperiksa. Tempat yang berkarat, spalling atau lapisan cat yang terkupas menandakan ada kerusakan pada cat. Ini akan mudah terlihat pada waktu diadakan pemeriksaan visual. Tempat-tempat yang sering mengalami kerusakan cat adalah pada celan-celah.

Bila alat diisolasi, isolasinya juga harus diperiksa secara visual untuk meyakinkan bahwa isolasinya masih dalam keadaan baik, utuh dan rapat melekatnya ke shell atau channel. Daerah nozzle adalah tempat dimana sering ditemukan kerusakan isolasi. Isolasi yang terbuka didaerah

nozzle akan dimasuki oleh air hujan dan ini dapat menyebabkan korosi dibawah isolasi (corrosion under insulation) pada shell alat penukar kalor.

4.3.2 Inspeksi Bagian Dalam

Inspeksi bagian dalam bertujuan untuk melihat keretakan pada komponen – komponen APK. Untuk pemeriksaan bagian-bagian dari permukaan yang akan diperiksa supaya dibersihkan dengan baik sebelum pemeriksaan dimulai. Tempat yang diperkirakan terdapat retak atau tempat yang akan diperiksa dengan cara magnetic particle atau dengan dye-penetrant

atau NDE lainnya haruslah dibersihkan dengan seksama. Bila perlu dibersihkan dengan sand blast, sikat kawat atau chemical cleaning.

a. Pemeriksaan Shell, Channel, dan Shell Cover

Tindakan pertama untuk memeriksa shell, channel dan shell cover

adalah pemeriksaan umum secara visual.

Alat yang diperlukan untuk memeriksa adalah sebuah scraper dan

hammer. Scraper yang runcing dapat digunakan untuk mengerik-ngerik tempat-tempat yang mungkin terjadi pits, cracks ataupun grooves. Dalam


(96)

Bila ditemukan pitting yang dalam, disarankan untuk membersihkan permukaannya dengan sand blast supaya dapat dilakukan evaluasi yang lebih teliti. Tempat yang tipis dapat diketahui dengan

hammer test atau NDT. Bila diperkirakan ada keretakan, tempat itu harus diperiksa lebih teliti dengan dye-penetrant atau magnetic particle. Bagian – bagian yang perlu diperiksa :

Coating, lining atau cladding bila shell cover, channel dan channel cover diberi lapisan.

∼ Tempat dudukan gasket pada nozzle atau flange dari shell, shell cover dan channel supaya diperiksa karena groove mungkin terdapat disini.

∼ Sambungan las pada shell harus selalu diperiksa dengan teliti bila digunakan pada suhu tinggi. Dalam kedua hal retak mungkin terdapat pada atau didekat sambungan las. Sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan NDT dengan dye-penetrant atau magnetic particle.

∼ Bagian dalam shell didekat baffle plate dari bundle dan didekat

impingement plate supaya diperiksa terhadap erosi dan korosi karena adanya arus turbulensi dan bertambahnya kecepatan arus disekitar tempat tersebut.

Nozzle pada shell, bagian dalamnya diperiksa terhadap korosi, erosi, retak dan distorsi. Pengukuran diameter dalam dan ketebalan dapat dilakukan dengan inside kaliper. Bila nozzlenya tidak dibuka, bundle tidak ditarik atau fixed tube exchanger, pengukuran ketebalan dilakukan secara NDT.

∼ Semua pipa-pipa kecil yang melekat pada heat exchanger perlu diperiksa terhadap korosi, erosi, retak atau penipisan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan hammer test.


(97)

b. Pemeriksaan Bundle

Tindakan pertama dilakukan pemeriksaan umum secara visual. Dengan ini kita mendapat kesan terhadap kondisi bundle dan pola kerusakannya. Bundle sudah mulai diperiksa sewaktu dia ditarik dari shell sebab warna, tipe, banyaknya dan tempat dari scale (kerak) dan endapan akan menolong untuk menentukan atau mengarahkan masalah korosinya.

Scale atau endapan yang berwarna hijau pada copper base tube

menunjukkan bahwa tube mengalami korosi. Bila ditemukan scale atau endapan pada aliran masuk kedalam shell, ini menunjukkan masalah erosi. Maka perlu diperiksa bagian – bagian yang mungkin mengalami erosi / korosi. Adapun bagian – bagian yang perlu diperiksa yaitu :

∼ Daerah bundle didekat tube sheet dan baffle plate

Didaerah ini sering ditemukan groove pada tube karena tempat ini sukar dibersihkan. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

scraper yang runcing untuk mengerik-ngerik. Sering diketemukan lubang untuk tube pada baffle plate meluas karena getaran tube dan tempat ini sukar dibersihkan. Juga tube didaerah ini serinq ditemukan menipis.

∼ Ujung tube sebelah dalam

Ini diperiksa dengan visual. Lebih kedalam dapat diperiksa dengan cara Eddy Current untuk mencari pitting pada dinding tube sebelah dalam.

∼ Bagian luar tube atau bundle

Hanya tube yang terpasang dibagian luar dari bundle yang dapat diperiksa dengan seksama. Pemeriksaan visual dapat dibantu dengan kaca pembesar untuk mencari retak dan/atau pitting yang halus.


(98)

Diperiksa secara visual untuk mencari korosi dan distorsi. Baffle plate

atau tie-rod yang sudah korosi atau tipis harus diganti pada waktu

bundle di - retube. Scraper dapat digunakan waktu pemeriksaan.

Tube sheet

Tube sheet dan tempat dudukan gasket diperiksa secara visual untuk melihat korosi dan distorsi. Untuk memeriksa tube sheet masih rata atau tidak dapat digunakan siku-siku. Distorsi pada tube sheet dapat disebabkan oleh overolling, cara pengerolan yang tidak baik, ekspansi panas, ledakan, handling yang kasar dan over pressure selama

hydrotest. Ketebalan tube sheet diukur dengan kaliper.

Untuk memeriksa gejala dezincification dari brass tube, goresan-goresan halus atau retak-retak halus, sample dari tube yang rusak harus diambil dan dibelah untuk pemeriksaan metallurgi atau pemeriksaan cara kimia.

∼ Permukaan luar dari tube yang berhadapan dengan inlet nozzle Tempat ini sering mengalami erosi atau korosi karena tertumbur aliran fluida yang masuk (impingement corrosion). Korosi yang maksimum pada bundle terdapat didaerah inlet ini. Karena itu tempat ini harus diperiksa pada waktu pemeriksaan. Untuk menghindarkan erosi dan korosi pada bundle, ditempat ini dipasang impingement plate.

∼ Ujung tube sebelah dalam tempat fluida masuk

Tempat ini juga sering diserang oleh korosi dan erosi karena disini tempat masuknya aliran secara turbulensi, terutama bila aliran masuk dengan kecepatan tinggi. Untuk melindungi ujung tube didaerah inlet

dapat dipasang pelindung tube yang terbuat dari bahan sejenis plastik (ferrules), atau diflare.


(99)

Tempat belokan sering mengalami erosi bila fluida mengalir dengan kecepatan tinggi, karena disini arah aliran dirubah. Misalnya diujung tube ditempat aliran masuk.


(100)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran untuk meningkatkan efisiensi dan prediktif maintenance terhadap alat penukar kalor (fuel oil heater) di PLTU belawan yaitu :

1. Dari segi performance panas hasil perhitungan data design 1220 kW, dan hasil perhitungan dengan data operasi sehari – hari 689,13 kW. 2. Dari segi penurunan tekanan (pressure drop) pada sisi shell, berdasarkan

hasil perhitungan dengan data design diperoleh bahwa ∆Ps lebih kecil

dari batas yang diijinkan dimana ∆P s hasil perhitungan 1,177 Bar dan

∆Ps pabrikan / yang diijinkan 1,7 Bar, maka APK ini sangat layak

digunakan.

3. Dari segi faktor pengotoran dari hasil perhitungan dengan data operasi sehari – hari dan data design diperoleh lebih besar, yaitu faktor pengotoran data operasi dan faktor pengotoran data

design , maka APK harus dilakukan pemeliharaan / dibersihkan.

4. Dari hasil perhitungan data operasi sehari – hari dan data design

diperoleh lebih kecil, dimana efektivitas berdasarkan data operasi sehari – hari 66% dan efektivitas data design 67%, maka dapat dikatakan bahwa APK ini masih layak digunakan


(1)

LAMPIRAN K


(2)

(3)

LAMPIRAN M


(4)

(5)

LAMPIRAN O


(6)