4.2 Persentase kultur yang membentuk kalus
Persentase kultur yang membentuk kalus dari semua perlakuan adalah sebesar 86,5 yaitu sebanyak 83 botol dari 96 botol perlakuan Lampiran A halaman 34. Persentase
kultur yang hidup menunjukkan hasil yang fluktuatif untuk konsentrasi atonik dan BAP. Jumlah ini sudah dapat mewakili untuk menjelaskan pengaruh konsentrasi
Atonik dan BAP terhadap pertumbuhan eksplan pucuk andaliman secara in vitro. Kultur yang hidup dapat diamati dengan ciri kalus segar, bernodul, terlihat kompak
dan tidak berwarna kehitaman. Pengaruh perlakuan atonik dan BAP terhadap persentase kultur yang hidup ditampilkan pada Tabel 4.2.1.
Tabel 4.2.1 Persentase kultur yang membentuk kalus
Konsentrasi Atonik
BAP Rataan
B B
1
B
2
B
3
A 5
83,33 1
16,67 6
100 6
100 18
75 A
1
6 100
6 100
6 100
6 100
24 100
A
2
5 83,33
5 83,33
6 100
4 66,67
20 83,33
A
3
4 66,67
6 100
6 100
6 100
21 87,5
Rataan 20
83,33 18
75 24
100 21
87,5 83
86,5
Keterangan : Konsentrasi Atonik A 0 mll, A
1
1 mll, A
2
2 mll, A
3
3 mll Konsentrasi BAP B
0 mgl, B
1
1 mgl, B
2
2 mgl, B
3
3 mgl
Pada Tabel 4.2.1 dapat dilihat hampir semua perlakuan menghasilkan kultur yang hidup. Dan pada perlakuan A
B
2,
A B
3,
A
1
B
0,
A
1
B
1,
A
1
B
2,
A
1
B
3,
A
2
B
2,
A
3
B
1,
A
3
B
2
memiliki jumlah kultur hidup paling tinggi yaitu sebesar 100. Hal ini menunjukkan bahwa, kombinasi perlakuan atonik dan BAP tersebut merupakan kombinasi yang
paling baik untuk memacu kultur hidup kalus. Menurut Hutami Ragapadmi 2003, selain hara makro dan mikro dalam kultur in vitro zat pengatur tumbuh sitokinin dan
auksin berperan dalam pertumbuhan dan morfogenesis. Keseimbangan zat pengatur tumbuh tersebut sangat berperan dalam pembentukan kalus. Pada penelitian yang
dilakukan Sudarmaji 2003 penggunaan BAP pada kultur kapas, menghasilkan berat kalus terbesar pada konsentrasi 2 mgl.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Saptarini et al. 2001, atonik biasanya digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar tanaman, meningkatkan daya serap daun, keluarnya bunga,
pembentukan buah, dan meningkatkan jumlah dan bobot buah.
Sedangkan berdasarkan data kultur hidup pada perlakuan A B
1
memiliki jumlah kultur hidup yang paling sedikit yaitu 16,67. Hal ini menunjukkan bahwa,
kombinasi perlakuan atonik 0 mll dan BAP 1 mgl kurang cocok untuk pertumbuhan kultur pucuk andaliman. Menurut Pierik 1987, zat pengatur tumbuh auksin dan
sitokinin mampu menginduksi kalus apabila digunakan pada konsentrasi tinggi yaitu berkisar 2-10 mgl, tetapi pada penggunaan konsentrasi tinggi mampu menghambat
pembentukan akar. Golongan sitokinin yang umum digunakan adalah BAP karena telah diketahui lebih tahan terhadap kerusakan. Dan pada perbanyakan buah naga
penggunaan atonik 4 mll mampu memacu pertumbuhan tunas.
Menurut Gunawan 1995 Yusnita 2003, jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh ZPT juga menentukan keberhasilan kultur jaringan. Menurut
Heddy 1983, zat pengatur tumbuh mempunyai peranan yang penting terhadap pembelahan sel dan diferensiasi sel mulai perkembangan endosperm sampai
perkecambahan biji pada fase vegetatif dan reproduktif. Penggunaan zat pengatur tumbuh adalah untuk menambah kadar yang ada
guna mempercepat pertumbuhan tanaman dengan harapan agar diperoleh hasil yang lebih cepat dan mungkin lebih besar Kusumo, 1990. Pada kultur embrio,
keberhasilan perkecambahan in vitro juga ditentukan oleh media dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media untuk menggantikan peran endosperma
Kosmiatin Mariska, 2005.
4.3 Berat Basah Kultur g