Analisa Metanol, Etanol dan Triklosan dalam Sabun CAir Sirih Sumber Ayu Orchid secara Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(1)

ANAL

SAB

KROMA

FAKULT

LISA MET

BUN CAI

ATOGRAF

N

PRO

TAS MAT

UN

TANOL,

IR SIRIH

FI GAS D

K

NIZLA RO

OGRAM

DEP

TEMATIK

NIVERSIT

ETANOL

H SUMBE

DAN KRO

TING

KARYA IL

OSA POE

092401

STUDI D

PARTEME

KA DAN

TAS SUM

201

L DAN T

ER AYU O

OMATOG

GGI

LMIAH

ETRI HAR

1024

D 3 KIMIA

EN KIMI

N ILMU P

MATERA

2

RIKLOS

ORCHID

GRAFI C

RAHAP

A ANALI

IA

ENGETA

A UTARA

SAN DAL

SECARA

CAIR KIN

IS

AHUAN A

A

AM

A

NERJA

ALAM


(2)

ANALISA SIRIH S Diajukan FAK A METAN SUMBER A KRO

n untuk me

P KULTAS M OL, ETAN AYU ORC OMATOG elengkapi t NIZLA R PROGRAM DE MATEMAT UNIVERS

NOL DAN T CHID SECA GRAFI CAI

KARYA IL

tugas dan m Mady

ROSA POE 092401

M STUDI D EPARTEME TIKA DAN SITAS SUM 201 TRIKLOSA ARA KRO IR KINERJ LMIAH memenuhi s ya ETRI HARA 1024

D 3 KIMIA EN KIMIA ILMU PE MATERA U 2 AN DALAM MATOGR JA TINGG syarat men AHAP ANALIS A NGETAHU UTARA AM SABUN RAFI GAS D GI ncapai gela UAN ALAM N CAIR DAN r Ahli M


(3)

i

PERSETUJUAN

Judul : ANALISA METANOL, ETANOL DAN

TRIKLOSAN DALAM SABUN CAIR SIRIH SUMBER AYU ORCHID SECARA KROMATOGRAFI GAS DAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : NIZLA ROSA POETRI HARAHAP

Nomor Induk Mahasiswa : 092401024

Program Studi : D 3 KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juni 2012 Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi Diploma 3 Kimia Analis

Ketua, Pembimbing,

Dra. Emma Zaidar Nasution, MS Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si NIP 195512181987012001 NIP 196106141991031002

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS

NIP 195408301985032001


(4)

ii   

PERNYATAAN

ANALISA METANOL, ETANOL DAN TRIKLOSAN DALAM SABUN CAIR SIRIH SUMBER AYU ORCHID SECARA KROMATOGRAFI GAS DAN

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil dari kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan masing – masing yang disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2012

NIZLA ROSA POETRI HARAHAP NIM 092401024


(5)

iii   

PENGHARGAAN

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Barokah-Nya serta shalawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan dengan judul Analisa Metanol, Etanol dan Triklosan dalam sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid secara Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Karya Ilmiah ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi syarat kelulusan dalam meraih gelar Ahli Madya Kimia Analis Departemen Kimia Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian Karya Ilmiah ini penulis mendapatkan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Kepada Ayahanda Abdul Aziz Harahap dan Ibunda Supriatin yang telah memberikan do’a dan dukunganya hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Bapak Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan Karya Ilmiah ini. 3. Ibu Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia program studi

Diploma III Kimia Analis FMIPA USU.

4. Ibu Dra. Emma Zaidar, MS selaku ketua program studi Diploma 3 Kimia. 5. Bapak Jamahir Gultom PhD dan Bapak Dr. Lamek Marpaung selaku dosen

penguji serta para staf pengajar dan pegawai Kimia Analis FMIPA USU yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya

6. Bapak Drs. Agus Prabowo, MS selaku Kepala Balai Besar POM yang telah membimbing dan menyediakan fasilitas selama penulis melaksanakan praktek kerja lapangan.

7. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm., Apt selaku koordinator serta seluruh staf yang telah membimbing dan memberikan pengarahan selama penulis melaksanakan praktek kerja lapangan.

8. Sahabat penulis, Wina, Wuland, Maya, Neli, Sarah, Ria, Hanik dan teman – teman Kimia Analis FMIPA USU 2009 yang selalu memberikan bantuannya. 9. Untuk adik penulis Mahfuza Fadillah dan Mahmuda yang senantiasa

memberikan dukungannya

10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyajian Karya Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran untuk kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Semoga hasil Karya Ilmiah ini dapat membawa manfaat yang besar bagi penulis dan kita semua. Amin.

Medan, Juni 2012 Penulis


(6)

iv   

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa metanol, etanol dan triklosan pada Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid. Untuk menganalisa metanol dan etanol menggunakan n-propanol sebagai baku internal yang dilakukan secara kromatografi gas. Analisa ini berdasarkan pada luas area puncak dan waktu retensi baku metanol, etanol, dan n-propanol. Untuk menganalisa triklosan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi, menggunakan metanol : aquadest dengan perbandingan volume (80:20) sebagai fase gerak. Analisa ini berdasarkan pada luas area puncak dan waktu retensi baku triklosan. Dari analisa yang dilakukan didapat bahwa Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid mengandung triklosan sebanyak 0,0458% dan tidak mengandung metanol maupun etanol.


(7)

v   

ANALYSIS OF METHANOL, ETHANOL AND TRICLOSAN IN CITRONELLA LIQUID SOAP SUMBER AYU ORCHID BY USING GAS

CHROMATOGRAPHY AND HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

ABSTRACT

Analysis methanol, ethanol, and triclosan of Citronella Liquid Soap Sumber Ayu Orchid have been done. The analysis of methanol and ethanol use n-propanol as an internal standart that are done by using gas chromatography . The analysis was based on the peak area and retention time of standart methanol, ethanol, and n-propanol. The analysis of triclosan uses high performance liquid chromatography, with methanol : aquadest in 80 : 20 comparison volume as the mobile phase. The analysis was based on the peak area and retention time of standart triclosan. The result of this analysis showed that Citronella Liquid Soap Sumber Ayu Orchid contains 0,0458% triclosan and doesn’t contain of methanol even ethanol.


(8)

vi   

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetika 5

2.2 Antiseptik 8

2.2.1 Alkohol 10

2.2.2 Triklosan 11

2.3 Kromatografi 14

2.3.1 Kromatografi Gas (KG) 15

2.3.2 Kromatografi Cait Kinerja Tinggi (KCKT) 17

BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Alat 19

3.2 Bahan 20

3.3 Prosedur Kerja 20

3.3.1 Analisa Metanol terhadap Etanol secara Kromatografi Gas 20 3.3.2 Analisa Triklosan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 21

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Analisa 23

4.1.1 Data Hasil Analisa Metanol dan Etanol 23

4.1.2 Data Hasil Analisa Triklosan 24

4.2 Perhitungan 24

4.2.1 Perhitungan Kadar Metanol dan Etanol 24

4.2.2 Perhitungan Kadar Triklosan 25

4.3 Pembahasan 26

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 27

5.2 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL


(9)

vii   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 01 (UKS Baku Metanol, Etanol, dan n-Propanol) 29 Lampiran 02 (UKS Metanol, Etanol, dan n-Propanol pada Sabun Cair Sirih Sumber

Ayu Orchid) 32

Lampiran 03 (LC Solutions Chromatogram and Peak Table UKS Baku Triklosan) 33 Lampiran 04 (LC Solutions Chromatogram and Peak Table Triklosan pada Sabun

Cair Sirih Sumber Ayu Orchid) 34


(10)

viii   

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Analisa metanol dan etanol pada sabun cair sirih Sumber Ayu Orchid 23 Tabel 4.2. Analisa triklosan pada sabun cair sirih Sumber Ayu Orchid 24


(11)

iv   

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa metanol, etanol dan triklosan pada Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid. Untuk menganalisa metanol dan etanol menggunakan n-propanol sebagai baku internal yang dilakukan secara kromatografi gas. Analisa ini berdasarkan pada luas area puncak dan waktu retensi baku metanol, etanol, dan n-propanol. Untuk menganalisa triklosan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi, menggunakan metanol : aquadest dengan perbandingan volume (80:20) sebagai fase gerak. Analisa ini berdasarkan pada luas area puncak dan waktu retensi baku triklosan. Dari analisa yang dilakukan didapat bahwa Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid mengandung triklosan sebanyak 0,0458% dan tidak mengandung metanol maupun etanol.


(12)

v   

ANALYSIS OF METHANOL, ETHANOL AND TRICLOSAN IN CITRONELLA LIQUID SOAP SUMBER AYU ORCHID BY USING GAS

CHROMATOGRAPHY AND HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

ABSTRACT

Analysis methanol, ethanol, and triclosan of Citronella Liquid Soap Sumber Ayu Orchid have been done. The analysis of methanol and ethanol use n-propanol as an internal standart that are done by using gas chromatography . The analysis was based on the peak area and retention time of standart methanol, ethanol, and n-propanol. The analysis of triclosan uses high performance liquid chromatography, with methanol : aquadest in 80 : 20 comparison volume as the mobile phase. The analysis was based on the peak area and retention time of standart triclosan. The result of this analysis showed that Citronella Liquid Soap Sumber Ayu Orchid contains 0,0458% triclosan and doesn’t contain of methanol even ethanol.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya keinginan masyarakat untuk menggunakan bahan alam atau “back to nature”, ditandai dengan banyaknya produk - produk berbahan aktif tanaman untuk perawatan kesehatan, kosmetik dan pencegahan penyakit. Piper betle Linn atau sirih merupakan salah satu tanaman yang diketahui berkhasiat sebagai antiseptik.

Tanaman sirih atau Chavica betle (L) atau pula Piper betle L. termasuk familia Piperaceae. Daun sirih secara tradisional telah digunakan oleh orang – orang tua kita, yang berarti sejak dahulu telah diketahui khasiatnya sebagai bahan obat. Daun sirih mempunyai bau yang khas seperti aromatik, rasanya agak pedas, adapun uraian makroskopisnya sebagai berikut :

a. helai – helai daun berbentuk bulat telur, ada pula yang bulat telur memanjang, b. ujung daun meruncing, sedang pangkal daun berbentuk jantung yang kadang –

kadang tidak setangkup,

c. ukuran daun, panjang sekitar 5 cm sampai 18 cm, lebar sekitar 2 cm sampai 20 cm,

d. warna daun hijau tua, hijau muda agak kekuning – kuningan.

Jenis tanaman ini tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, yang tumbuh secara merambat, dan banyak dipelihara sebagai tanaman pekarangan. Daun tanaman sirih yang berkhasiat sebagai obat batuk, antiseptika dan obat kumur, kandungan zat – zatnya yaitu :


(14)

a. minyak atsiri sampai 4,2%, yang mengandung gula fenol yang khas yang disebut betafenol atau aseptosol,

b. khavikol dan suatu seskuiterpen, c. diastase 0,8% sampai 1,8%, d. zat penyamak, gula dan pati.

Sebagai bahan obat - obatan, dianjurkan pemakaian dengan dosis 6% sampai 15% sebagai infusa.

Bahan pengawet antikuman (preservatif) biasanya dipakai dalam kosmetika untuk mencegah dekomposisi bahan oleh bakteri, jamur atau jasad renik lain yang dapat menimbulkan kerusakan warna dan bau (tengik). Bahan pengawet yang sering digunakan adalah asam benzoat (2% - 6%), dan nipagin M (0,1% - 0,3%).

Dalam kosmetik medik, penggunaan bahan ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang menyebabkan kelainan pada kulit umpamanya bau badan yang disebabkan oleh kuman. Antiseptik penghambat pertumbuhan kuman yang lazim digunakan dalam kosmetika medik adalah heksaklorofen, triklosan, yodium, seng piriton. Antibiotik pembunuh kuman misalnya neomisin atau aureomisisn tidak dianjurkan penggunaannya dalam kosmetika karena efek sampingnya.

Deodoran adalah salah satu jenis kosmetik yang menghilangkan bau badan. Bau badan manusia bersumber dari kulit, rambut, hidung (saluran napas), mulut (saluran cerna atas), anus (saluran cerna bawah), vagina (saluran kelamin luar) dan terutama ketiak. Untuk keperluan tersebut terdapat deodoran untuk mulut (spray, kumur – kumur), telapak kaki atau tangan, vagina dan yang paling utama adalah deodoran untuk ketiak yang merupakan sumber utama bau badan. Bahan aktif yang digunakan dalam deodoran dapat berupa :

1. Pewangi (parfum) untuk menutupi bau badan yang tidak disukai.


(15)

   

2. Pembunuh mikroba yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada tempat asal bau badan.

a. Antiseptik: pembunuh kuman apatogen atau patogen, misalnya heksaklorofen dan triklosan. Sirih merupakan antiseptik tradisional yang banyak digunakan di Indonesia.

b. Antibiotik topikal: pembunuh segala kuman, misalnya neomisisn dan aeromisin.

c. Antienzim yang berperan dalam proses pembentukan bau, misalnya asam malonat dan klorofil.

3. Eliminasi bau yang dapat mengikat, menyerap atau merusak struktur kimia bau menjadi struktur yang tidak berbau, misalnya seng risinoleat dan sitronelik.

1.2 Permasalahan

‐ Apakah terdapat metanol dan etanol dalam Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid

‐ Apakah terdapat triklosan dalam Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid

1.3 Tujuan

‐ Untuk mengetahui apakah terdapat metanol dan etanol dalam Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid

‐ Untuk mengetahui apakah terdapat triklosan dalam Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid


(16)

   

1.4 Manfaat

‐ Dapat mengetahui cara menganalisa metanol dan etanol yang terdapat dalam Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid

‐ Dapat mengetahui cara menganalisa triklosan yang terdapat dalam Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid

‐ Dapat mengetahui kadar metanol, etanol, dan triklosan pada Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan – bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan. Sejak semula kosmetik merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan seperti para tabib, dukun, bahkan penasihat keluarga istana. Oleh karena itu tidak mengherankan bila antara kosmetika dan obat sejak dahulu sampai sekarang pun sangat sukar untuk ditarik garis batasnya.

Sejak tahun 1938, di Amerika Serikat dibuat Akta tentang defenisi kosmetika yang kemudian menjadi acuan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa :

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat.

Defenisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan suatu obat yang dipakai untuk diagnosis pengobatan maupun pencegahan penyakit.


(18)

   

Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai ribuan. Data terakhir menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara resmi di Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika yang tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika. Sub Bagian Kosmetika Medik Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, membagi kosmetika atas :

1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas : a. Kosmetika pembersih (cleansing)

b. Kosmetika pelembab (moisturizing) c. Kosmetika pelindung (protecting) d. Kosmetika penipis (thinning)

2. Kosmetika rias/dekoratif, yang terdiri atas : a. Kosmetika rias kulit terutama wajah b. Kosmetika rias rambut

c. Kosmetika rias kuku d. Kosmetika rias bibir e. Kosmetika rias mata

3. Kosmetika pewangi/parfum, yang terdiri atas : a. Deodoran dan antiperspiran

b. Pelembab c. Parfum


(19)

   

Dengan penggolongan yang sangat sederhana ini, setiap jenis kosmetika akan dapat dikenal kegunaannya dan akan menjadi bahan acuan bagi konsumen di dalam bidang kosmetologi. Penggolongan ini juga dapat menampung setiap jenis sediaan kosmetika (bedak, cairan, krim, pasta, semprotan, dan lainnya) dan setiap tempat pemakaian kosmetika (kulit, mata, kuku, rambut, seluruh badan, alat kelamin, dan lainnya).

Kosmetika pembersih digunakan untuk menghilangkan berbagai zat yang tidak berguna lagi yang terdapat pada permukaan kulit yang telah tercemar kotoran. Namun bukan berarti harus membersihkan seluruh zat yang ada, karena ada zat yang tetap diperlukan untuk kulit agar kulit tetap sehat seperti lapisan lemak permukaan kulit. Kosmetika pembersih mengandung bahan dasar dalam beberapa bentuk yaitu cair, minyak, dan padat. Bahan dasar cair yang banyak digunakan adalah air yang merupakan pelarut yang baik untuk sebagian besar zat/kotoran yang menmpel pada kulit. Air mudah didapat dan murah harganya, sehingga penggunaannya dalam kosmetika cukup efektif dan efisien. Oleh karena itu pada setiap tindakan pembersihan kulit, membersihkan dengan air biasanya dilakukan pada awal dan akhir tahap pembersihan. Namun untuk membersihkan kulit hanya dengan air dirasakan kurang estesis sehingga ditambahkan wewangian, penyegar dan alkohol atau lainnya.

Pembersihan dengan bahan dasar air mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah air dapat melunakkan lapisan tanduk sehingga mudah dibersihkan, tidak toksik bagi umumnya kulit sensitif, tidak menimbulkan efek samping selain mudah didapat dan murah harganya. Kerugian pemakaian air sebagai pembersih adalah tidak dapat membersihkan seluruh kotoran yang melekat pada kulit, tidak membersihkan jasad renik yang terdapat pada permukaan kulit, bukan merupakan pembersih kulit yang baik dan sukar mencapai lekuk dan pori kulit.


(20)

   

Oleh karena alasan tersebut pembersih dengan bahan dasar air sering ditambah dengan alkohol (20% - 40%) sebagai bahan dasar lain. Penggunaan alkohol mempunyai beberapa keuntungan namun tidak terlepas pula beberapa kerugian. Keuntungan penambahan alkohol adalah bukan saja sebagai pelarut lemak ringan yang bersifat menyegarkan, tetapi juga pelarut parfum dan warna yang baik, mempunyai efek desinfektan lemah dan merupakan astrigen lemah. Kedua hal yang terakhir tidak dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kadar alkohol lebih dari 40% oleh karena dapat menimbulkan iritasi kulit dan mengeringkan kulit.

Kosmetik pengharum digunakan untuk menghilangkan bau badan yang bersumber dari kulit, rambut, hidung (saluran napas), mulut (saluran cerna atas), anus (saluran cerna bawah), vagina (saluran kelamin luar), dan terutama ketiak. Bahan aktif yang digunakan dalam kosmetik pengharum dapat berupa :

1. Pewangi (parfum) untuk menutupi bau yang tidak disukai.

2. Pembunuh mikroba yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada tempat asal bau. Contohnya adalah antiseptik yang dapat membunuh kuman apatogen atau patogen misalnya triklosan. (Wasitaatmadja, S.M. 1997)

2.2 Antiseptik

Antiseptik berasal dari bahasa Yunani (sepsis = busuk) adalah zat – zat yang dapat mematikan atau menghentikan pertumbuhan mikroba setempat/lokal di jaringan – jaringan hidup, khususnya di atas kulit atau selaput lendir seperti mulut, tenggorokan, vagina, hidung, telinga, dan lain – lain. (Mansjoer,S dan Fauzia. 1989)

Bahan atau zat yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme dengan cara menghambat atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme disebut antiseptik.


(21)

   

Faktor-faktor yang berpengaruh pada efektivitas antiseptik antara lain ialah sebagai berikut :

1. Konsentrasi

2. Lamanya paparan antiseptik

3. Tipe populasi mikroba yang akan dibunuh

4.Kondisi lingkungan seperti suhu, pH dan tipe dari material dimana bakteri berada Secara umum antiseptik adalah desinfektan yang nontoksik karena digunakan kulit, mukosa, atau jaringan hidup lainnya. Sebagai antiseptik haruslah memiliki persyaratan diantaranya :

1. Memiliki spektrum luas yang artinya efektif untuk membunuh bakteri, virus, jamur dan sebagainya.

2. Tidak merangsang kulit ataupun mukosa.

3. Toksisitas atau daya absorbsi melalui kulit dan mukosa rendah. 4. Efek kerjanya cepat dan bertahan lama.

5. Efektivitasnya tidak berpengaruh oleh adanya darah atau pus.

Bahan tersebut harus bersifat homogen, tidak mudah dinetralisir atau diinaktivasi oleh bahan lain, dapat bekerja pada suhu biasa dan mempunyai kemampuan penetrasi. Saat ini belum ada antiseptik yang ideal, tidak jarang bersifat toksik bagi jaringan, menghambat penyembuhan luka, dan menimbulkan sensifitas. Khasiatnya seringkali berkurang oleh adanya cairan tubuh seperti darah atau pus. Adapun jenis larutan antiseptik seperti alkohol 60% - 90%, stremid atau klorheksidglukonat (savlon), klorheksidinglukonat 4% (hibiscrub, hibitane, hibiclens), heksalorofen 3% (phisohex), triklosan, paraklorometaksilenol (PCMX atau klorosilenol/dettol), iodine 1 - 3% serta iodofor berbagai konsentrasi (betadine). Antiseptik juga dapat terkontaminasi, mikroorganisme yang mengkontaminasi dapat menyebabkan infeksi berantai jika


(22)

   

digunakan untuk mencuci tangan. Cara untuk mencegah kontaminasi tersebut seperti menggunakan air matang untuk mengencerkan jika diperlukan pengenceran, hati-hati pada saat menuangkan larutan kewadah yang lebih kecil, mengosongkan dan mencuci wadah sabun dan air serta membiarkannya kering dengan cara di angin-anginkan minimal sekali dalam seminggu, tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang, serta menyimpan larutan ditempat yang diinginkan dan gelap. (http://www.scribd.com/doc/50741093/jack-dewa)

2.2.1 Alkohol

Alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik/desinfektan untuk disinfeksi permukaan dan kulit yang bersih, tetapi tidak untuk luka. Alkohol sebagai disinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap berbagai jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Akan tetapi karena merupakan pelarut organik maka alkohol dapat melarutkan lapisan lemak dan sebum pada kulit, dimana lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme. (http://www.mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/1._17-4-2007 retnosari.pdf)

Alkohol yang digunakan pada sediaan kosmetik adalah etil alkohol atau isopropil alkohol.

1. Etil alkohol atau lebih dikenal dengan etanol (CH3CH2OH) merupakan salah satu antiseptik yang bekerja cepat pada konsentrasi yang tepat. Kemampuan bakterisidnya akan lebih baik bila ada air. Etanol 70% mempunyai potensi antiseptik yang optimum, karena air membantu denaturasi protein bakteri. Penggunaan etanol 70% pada umumnya untuk antiseptik kulit sebelum penyuntikan dapat membasmi hampir 90% bakteri pada kulit dalam waktu 2 menit dengan cara mengoleskannya. (Mansjoer,S dan Fauzia. 1989)


(23)

   

2. Isopropil alkohol (CH3CH2CH2OH) mempunyai aktivitas bakterisid lebih besar dibanding etil alkohol atau etanol, karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi protein. Isopropil alkohol lebih efektif sebagai antiseptik pada kadar 50% - 95% tetapi bersifat lebih iritatif dibandingkan etil alkohol atau etanol. (http://www.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208260268.pdf)

Kedua alkohol tersebut segera aktif membunuh bakteri vegetatif, M. tuberculosis, dan banyak jamur dan virus lipofilik yang tidak aktif. Alkohol ini tidak digunakan sebagai sterilan karena tidak bersifat sporisid, tidak mempenetrasi materi organik yang mengandung protein, mungkin tidak aktif melawan virus hidrofilik, dan tidak memiliki sisa kerja karena agen tersebut menguap seluruhnya. Disamping itu alkohol mudah terbakar dan pada pemakaian berulang menyebabkan kekeringan dan iritasi pada kulit. (Katzung, B.G. 2001)

2.2.2 Triklosan

Triklosan merupakan antiseptik non-ionik dari golongan bisphenolsintesis, bisphenol yaitu gabungan 2 fenol yang dihubungkan oleh rantai yang bermacam macam. Triklosan tersusun dari 2 cincin benzene, tiap cincin terdiri dari 6 atom karbon. Terdapat dua kelompok antiseptik yang sering digunakan pada golongan ini yaitu triklosan dan hexachlorophene. Namun karena toksisitasnya, maka saat ini penggunaan hexachlorophene sangat terbatas. Saat ini triklosan telah digunakan secara luas dalam berbagai produk seperti sabun, obat kumur, pasta gigi, kosmetik dan pembersih peralatan dapur.


(24)

  Trik dalam ham tahan dalam pencuci tan sifat ionik mencakup terhadap gr melawan M rendah terh Aktivitas fu mold kuran Akt konsentrasi menggunak berkisar 0,1 25 µg/mL (

Kel kumulatif d antimikroba merupakan klosan bersi mpir semua m pemanasa ngan dipeng suatu form hampir sem ram positif Methicilinre hadap Pseu ungisidal tri ng. Aktivitas

tivitas antim i tersebut t kan triklosan

1 - 20 µg/m (2,5%) atau

ebihan tri dan persiste

a suatu ba perpanja

Gam

ifat tidak la pelarut org an hingga 20 garuhi oleh mulasi. Tri mua bakteri f lebih besa esistant Sta udomonas a

iklosan terb snya terhad

mikroba trik triklosan be

n dengan ko mL (0,01%

lebih.

iklosan dib en pada ku ahan antise angan efek

mbar 2.4. S

arut dalam ganik. Seca 00oC selam h pH, adan iklosan me i gram posi ar daripada aphylococcu aeruginosa batas, terhad dap virus bel

klosan didap ersifat bakt onsentrasi 1 - 1%). Sed

bandingkan ulit. Efek eptik pada k antimik Struktur Tr air kecuali ara kimiaw ma 2 jam. Ak

nya surfakta empunyai s itif dan gra a gram neg us aureus (

. Triklosan dap yeast cu

lum diketah patkan pada teriostatik. 1%. Konsen dangkan kon n dengan kumulatif a pengguna kroba yan riklosan pH alkali. wi triklosan ktivitas trikl an, emollien pektrum ak am negatif. gatif dan an (MRSA), n n tidak efek

ukup baik, s hui. a konsentras Kebanyaka ntrasi hamba nsentrasi ba sabun bi merupakan aan berulan ng mengh Antiseptik bersifat st losan dalam nt, humecta ktivitas yan Aktivitas t ntiseptik in namun akti ktif terhadap

sedangkan t

si 0,2% - 2 an sabun an

at minimal t akterisidal b

iasa adala n peningkat ng. Efek p hambat pr   ini larut abil dan m produk ants, dan ng luas, triklosan ni efektif ivitasnya p spora. terhadap %. Pada ntiseptik triklosan besarnya ah efek tan efek persisten roliferasi


(25)

   

mikroorganisme setelah pemakaian suatu bahan antiseptik. Efek persisten disebut disebut juga dengan efek residual. Sabun yang mengandung bahan antiseptik akan meninggalkan lapisan tipis bahan antikbakteri pada permukaan kulit yang akan menghambat pertumbuhan bakteri secara berkelanjutan. Villalain menemukan bahwa triklosan juga mempunyai efek membranotropik, yaitu menggangu stabilitas struktur membran yang mengakibatkan penurunan integritas fungsional membran sel tanpa menginduksi terjadinya lisis tersebut. Pada konsentrasi bakterisidal, triklosan menyebabkan kebocoran kalium yang menandakan terjadinya kerusakan membran.

Kelebihan triklosan dibanding dengan antiseptik yang lain adalah kemampuannya menghilangkan MRSA secara efektif dari tangan petugas kesehatan setelah kontak 30 detik, sedangkan chlorhexidine 4% tidak dapat melakukan hal ini. Penelitian Loho U dan Utami (2007) mengenai efektivitas antiseptik larutan triklosan 1% secara in vitro terhadap Staphylococcus aureus, Enterococcusfaecalis, Echericiha coli dan Pseudomonas aeruginosa tampak bahwa triklosan tidak efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa.

Triklosan relatif tidak toksik terhadap manusia. Hingga saat ini tidak ada bukti yang menyatakan bahwa triklosan memiliki efek karsinogenik, mutagenik ataupun teratogenik. Sabun yang mengandung triklosan 1% lebih sedikit menimbulkan masalah kulit dibandingkan dengan formula yang mengandung iodophore, etanol 70%, chlorohexidine gluconate 0,5 % dan chlorhexidine gluconate 4%. Namun terdapat beberapa laporan mengenai terjadinya iritasi kulit dan dermatitis kontak fotoalergik akibat pemakaian triklosan. Dermatitis ini terjadi apabila bagian kulit yang terpajan triklosan terkena sinar matahari. (http://www.scribd.com/doc/50741093/jack-dewa)


(26)

   

2.3 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah - daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D. T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi - fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi.

Penyelidikan tentang kromatografi menurun untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (Liquid Solid Chromatography). Kemudian pada akhir tahun 1930-an dan permulaan tahun 1940-an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (Thin Layer Chromatography) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat umum langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952 Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi gas. Diantara tahun 1952 dan akhir tahun 1960-an kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu teknik analisis yang canggih.


(27)

   

Kromatografi cair, dalam prakteknya ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter besar, dibawah kondisi atmosfer., waktu analisis lama dan segala prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960-an, semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai suatu teknik dalam mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi telah berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan keduanya dalam instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi dengan cepat sehingga sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian dalam membuat instrumentasi dan pengepakan kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini dengan teknik yang sudah matang dan cepat kromatografi cair kinerja tinggi telah mencapai suatu keadaan yang sederajat dengan kromatografi gas. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3616/1/farmasi-effendy2.pdf)

2.3.1 Kromatografi Gas (KG)

Kromatografi gas (KG) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. KG merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an, dan saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh laboratorium untuk melakukan analisis. Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat.

KG merupakan teknik analisis yang telah digunakan dalam bidang-bidang industri, lingkungan, farmasi, minyak, kimia, klinik, forensik, makanan, dll.


(28)

   

Kegunaan umum KG adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. KG dapat bersifat destruktif dan dapat bersifat non-destruktif tergantung pada detektor yang digunakan.

KG dapat diotomatisasi untuk analisis sampel - sampel padat, cair, dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikan ke dalam sistem KG; demikian juga sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntik (syringe) yang ketat terhadap gas.

KG merupakan teknik pemisahan dimana solut - solut yang mudah menguap, dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada tititk didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang merupakan gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50 - 350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi.

Ada dua jenis kromatografi gas, yaitu:

1. Kromatografi gas - cair (KGC)

Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam. Mekanismenya sorpsi-nya adalah partisi.


(29)

   

2. Kromatografi gas - padat (KGP)

Pada KGP ini, digunakan fase diam padatan (kadang - kadang polimerik). Mekanisme sorpsi-nya adalah adsorpsi.

2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhit tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam sejumlah bidang, antara lain seperti farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri - industri makanan. Beberapa perkembangan KCKT terbaru antara lain miniturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa - senyawa kiral.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa - senyawa tidak mudah menguap (non - volatil); penentuan molekul - molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa - senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa - senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif.

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa - senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam - asam nukleat, dan protein - protein dalam fisiologis; menentukan kadar senyawa - senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk - produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor


(30)

   

sampel - sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintesis.

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh. (Rohman, A. 2008)


(31)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat

Alat Merk

‐ Pipet volumetri Pyrex

‐ Labu destilasi Pyrex

‐ Kondensor Pyrex

‐ Labu takur Pyrex

‐ Bola karet -

‐ Termometer -

‐ Erlenmeyer Pyrex

‐ Beaker glass Pyrex

‐ Pipet tetes -

‐ Syringe Pyrex

‐ Neraca analitis Scaltec

‐ Batang pengaduk -

‐ Vortex -

‐ Corong -

‐ Kertas saring Whatman

‐ Mebran filter Whatman

‐ Botol vial -

‐ Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Shimadzu LC-20AD ‐ Kromatografi Gas Shimadzu GC-17A


(32)

   

3.2 Bahan

‐ Aquadest(l)

‐ N-propanol(l) (p.a) ‐ Metanol(l) (p.a) ‐ Baku metanol(l) (p.a) ‐ Baku etanol(l) (p.a) ‐ Baku n-propanol(l) (p.a)

‐ Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Analisa Metanol dan Etanol secara Kromatografi Gas

1. Larutan Uji

‐ Dipipet sampel Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid sebanyak 25 ml ‐ Dimasukkan ke dalam labu destilasi

‐ Ditambahkan aquadest sebanyak 25 ml ‐ Didestilasi dengan kecepatan 2 tetes per detik

‐ Ditampung destilat dalam labu takar 25 ml yang telah terisi 2 ml aquadest sampai diperoleh ±23 ml destilat

‐ Dipipet 5 ml destilat

‐ Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml ‐ Ditambahkan aquadest sampai garis tanda ‐ Dihomogenkan (A)

‐ Dimasukkan 1 ml n-propanol ke dalam labu takar 10 ml ‐ Ditambahkan larutan A sampai garis tanda


(33)

   

‐ Dihomogenkan (B)

2. Larutan Baku

‐ Diukur 1 ml baku metanol

‐ Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml ‐ Ditambahkan 1 ml baku etanol

‐ Ditambahkan 1 ml baku n-propanol

‐ Ditambahkan aquadest sampai garis tanda (C)

3. Cara Analisa

Disuntikkan larutan B dan C ke dalam alat kromatografi gas yang dikondisikan sebagai berikut :

Kolom : fused silica capilery columns (0,25 mm X 30 mm), isi dimethyl polysiloxane

Detektor : ionisasi nyala

Suhu : injektor 200°C, detektor 210°C, oven 170°C Gas : nitrogen 100 ml/menit, hidrogen 50 ml/menit,

udara tekan 500 ml/menit Volume penyuntikan : 1 µl

3.3.2 Analisa Triklosan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Larutan Uji

‐ Ditimbang sampel Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid sebanyak ± 2 gr ‐ Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

‐ Ditambahkan metanol sebanyak 50 ml


(34)

   

‐ Diaduk hingga homogen kemudian disaring dengan kertas saring ‐ Disaring kembali dengan membran filter ke dalam botol vial (A)

2. Larutan Baku

‐ Ditimbang baku triklosan sebanyak ± 5 gr ‐ Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

‐ Ditambahkan metanol sebanyak 50 ml

‐ Diaduk hingga homogen kemudian disaring dengan kertas saring ‐ Disaring kembali dengan membran filter ke dalam botol vial (B)

3. Cara Analisa

Dimasukkan larutan A dan B secara terpisah ke dalam alat kromatografi cair kinerja tinggi yang dikondisikan sebagai berikut :

Kolom : baja, tahan karat, panjang antara 150 - 300 mm, diameter dalam 4 mm, berisi oktadesilsilena dengan ukuran partikel antara 5 - 10 µm

Detektor : cahaya UV pada 280 nm Fase gerak : aquadest : metanol (80 : 20) Laju aliran : 1,5 ml/menit

Volume Penyuntikan : larutan A dan B masing-masing 20 µl


(35)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Analisa

4.1.1 Data Hasil Analisa Metanol dan Etanol

Hasil yang diperoleh dari identifikasi metanol dan etanol pada sabun cair sirih Sumber Ayu orchid terdapat dalam table 4.1

Tabel 4.1. Analisa metanol dan etanol pada sabun cair sirih Sumber Ayu Orchid

Nama Zat

Faktor Pengenceran

Volume Penyuntikan

Respon Puncak Baku Pembanding

Metanol Etanol

100 100

1µl 1µl

14722,6667 20849,6667 Baku Internal

Propanol 100 1µl 27214,3333

Zat Uji Metanol

Etanol Propanol

50 50 50

1µl 1µl 1µl

0 0 26751


(36)

   

4.1.2 Data Hasil Analisa Triklosan

Hasil yang diperoleh dari identifikasi triklosan pada sabun cair sirih Sumber Ayu orchid terdapat dalam table 4.2

Tabel 4.2. Analisa triklosan pada sabun cair sirih Sumber Ayu Orchid

Nama Zat

Bobot Faktor

Pengenceran

Volume Penyuntikan

Respon Puncak Wadah + Zat Wadah + Sisa

Baku Pembanding

15,295 mg 9,475 mg 100 20µl 1592560,167

Zat Uji 37,2808 g 35,7726 g 50 20µl

382240 378490

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Kadar Metanol dan Etanol

%

Lu = Luas area metanol dan etanol dalam larutan uji Lu propanol = Luas area n-propanol dalam larutan uji

Lb propanol = Luas area larutan baku n-propanol

Lb = Luas area larutan baku metanol dan etanol Vb = Volume penyuntikan larutan baku

Vu = Volume penyuntikan larutan uji F = Faktor pengenceran

Syarat

Kadar metanol 5% dihitung terhadap etanol


(37)

    Metanol % % 100 10 1 1 6667 , 14722 3333 , 271214 26751 0     l l  

= 0%

Etanol % 100 10 1 1 6667 , 20849 3333 , 27214 26751 0     l l  

= 0%

4.2.1 Perhitungan Kadar Triklosan

% 5 , 99    Fb Fu Bu Bb Lb Lu

Lu = Luas puncak larutan uji Lb = Luas puncak larutan baku

Bb = Bobot triklosan baku yang ditimbang dalam mg Bu = Bobot sampel

Fb = Faktor pengenceran baku Fu = Faktor pengenceran sampel

Syarat

Kadar triklosan dalam kosmetik tidak boleh ≤ 0,3%

Uji 1 % 5 , 99    Fb Fu Bu Bb Lb Lu

= 99,5%

100 50 2 , 1508 82 , 5 167 , 1592560 382240   

= 0,460%


(38)

    Uji 2 % 5 , 99    Fb Fu Bu Bb Lb Lu

= 99,5%

100 50 2 , 1508 82 , 5 167 , 1592560

378490

= 0,0456%

Rata – rata = 2 2 1 uji uji  =

2 % 0456 , 0 0460 , 0 

= 0,0458%

4.2 Pembahasan

Dari analisa metanol, etanol dan triklosan pada Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid yang dilakukan di Balai Besar POM, dimana untuk mengetahui kandungan metanol etanol dapat dilakukan analisa secara kromatografi gas dan untuk mengetahui kandungan triklosan dapat dilakukan analisa secara kromatografi cair kinerja tinggi. Analisa ini didasarkan pada waktu retensi dan luas area puncak baku metanol, etanol, dan triklosan. Jika waktu retensi dan luas area puncak baku sama dengan sampel maka sampel tersebut mengandung metanol, etanol, dan triklosan pada masing – masing identifikasi.

Dari analisa triklosan didapat waktu retensi puncak area sampel sama dengan puncak area baku. Hal ini menunjukkan bahwa sampel mengandung triklosan. Setelah dilakukan perhitungan terhadap kadar triklosan pada sampel, didapat bahwa sampel mengandung 0,0458% triklosan.


(39)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa :

- Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid yang dianalisa tidak mengandung metanol dan etanol.

- Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid yang dianalisa mengandung triklosan sebanyak 0,0458%.

- Kadar triklosan yang terdapat pada Sabun Cair Sirih Sumber Ayu Orchid yang dianalisa memenuhi syarat yang ditetapkan.

5.2 Saran

Dalam kesempatan ini penulis menyarankan agar terus dilakukan pengawasan dan ketelitian terhadap produksi kosmetik, agar produk akhir yang akan disalurkan ke konsumen dapat terjamin untuk digunakan. Hal ini dilakukan agar produk akhir kosmetik yang dihasilkan dapat memenuhi standard yang ditetapkan.


(40)

   

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. 2008. Aktifitas Alkohol 70%, Povidon-Iodin 10% dan Kasa Kering Steril dalam pencegahan Infeksi pada Perawatan Tali Pusat Pasca Pemotongan, serta Lama Lepasnya Tali Pusat di Ruang Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU DR Zainoel Abidin Banda Aceh. http:// www.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208260268.pdf (diakses 15 maret 2012) Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta : Rineka Cipta Katzung, B. G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku Ketiga. Edisi Ketujuh.

New York : Mc Graw

Mansjoer, S dan Fauzia. 1989. Antiseptika, Desinfektansia, dan Sterilisasi. Medan : USU Press

Putra, E. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3616/1/farmasi-effendy2.pdf (diakses 15 Maret 2012)

Rohman, A. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Sari, R. 2006. Studi efektivitas sediaan gel antiseptik tangan ekstrak daun sirih (Piper betle Linn.) Majalah Farmasi Indonesia, 17(4), 163 – 169, 2006 http://www.mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/1._17-4-2007-retnosari.pdf

(diakses 18 Maret 2012)

Dewa, J. 2011. Infeksi nosokomial atau infeksi rumah sakit (Hospital Acquired Infection) http://www.scribd.com/doc/5074109/ jack-dewa (diakses 15 maret 2012)

Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta : UI Press


(41)

 

Lampiran

UKS Baku  

         

01

Metanol, EEtanol dan BBaku Internaal n-Propanol

 

  Universitas Sumatera Utara


(42)

     

           

 

  Universitas Sumatera Utara


(43)

     

       

   

 

 

  Universitas Sumatera Utara


(44)

     

Lampiran

UKS Metan  

         

02

nol, Etanol, dan n-Proppanol pada SSabun Cair Sirih Sumbber Ayu Orc

 

  chid


(45)

     

Lampiran

LC Solution

 

03

ns Chromattogram and Peak Tablee UKS Bakuu Triklosan

 

  Universitas Sumatera Utara


(46)

     

Lampiran

LC Solution Ayu Orchid

 

04

ns Chromat d

togram and Peak Tablee Triklosan ppada Sabunn Cair Sirih

  Sumber


(1)

 

         


(2)

       


(3)

       

   

 


(4)

Lampiran UKS Metan

 

   

02

nol, Etanol, dan n-Proppanol pada SSabun Cair Sirih Sumbber Ayu Orc

 


(5)

Lampiran LC Solution

 

03

ns Chromattogram and Peak Tablee UKS Bakuu Triklosan


(6)

Lampiran LC Solution Ayu Orchid

 

04

ns Chromat d