PENGATURAN SISTEM BAGI HASIL DALAM HUKUM ISLAM

BAB II PENGATURAN SISTEM BAGI HASIL DALAM HUKUM ISLAM

A.Pengertian Dan Pengaturan Sistem Bagi Hasil Dalam Hukum Islam. 1.Sejarah Sistem Bagi Hasil Prinsip bagi hasil Profit-and Loss Sharing sudah ada sebelum datangnya Islam. Di Timur Tengah Pra-Islam, kemitraan-kemitraanbisnis yang berdasarkan atas konsep mudharabah berjalanberdampingan dengan konsep sistem bunga sebagai cara membiayai berbagai aktivitas ekonomi Crone, 1987; Kazarian, 1991; Cizaka,1995. Sistem bagi hasil dalam kerjasama untuk menjalankan usaha telah dipraktekan sejak jaman sebelum masehi. Sistem ini umum dilakukan oleh masyarakat Mekah dan Madinah jauh sebelum Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. 16 lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu persentase dari hasil panen yang benihnya berasal penggarapnya, Hosen dan Ali, 2007:49. Muzara’ah adalah kerja sama Di Madinah masa itu system bagi hasil banyak diterapkan dalam kerja sama di bidang pertanian dan perdagangan serta pemeliharaan ternak. Kerja sama pertanian yang lazim dipraktekan pada masa itu adalah mukhabarah dan muzara’ah, An-Nadwi, 2006:131. Mukhabarah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan 16 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta : Kencana 2001. Hlm.90. Universitas Sumatera Utara pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu persentase dari hasil panen yang benihnya berasal pemilih lahan, Hosen dan Ali, 2007:53. Praktek bagi hasil yang dijalankan di Mekah masa itu adalah kerja sama perdagangan usaha dalam bentuk shirkah dan mudharabah. Afzalurrahman dalam bukunya Muhammad sebagai Seorang Pedagang, 2000:3 menulis: ”Kaum Qurasy... Mereka mempunyai pengetahuan dagang yang sangat baik dan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Usaha perdagangan dilakukan dalam berbagai bentuk. Aneka jenis organisasi organisasi usaha pun telah mereka dirikan. Shirkah kerjasama dalam berbagai tipe dijalankan, di mana para pemilik modal dapat secara langsung terlibat dalam perdagangan atau hanya sleeping partner, dan dengan cara demikian 134 mereka ikut menikmati keuntungan dan menderita kerugian mudlarabah. Lebih lanjut Afzalurrahman menerangkan bahwa kerjasama dengan sistem bagi hasil ini telah dipraktekan nabi Muhammad SAW pada masa mudanya antara usia 17 atau 18 tahun. Nabi menjalankan bisnisnya dengan cara menjalankan modal uang orang lain, baik dengan mendapat upah maupun berdasarkan persetujuan bagi hasil sebagai mitra. Kerjasama bisnis Nabi Muhammad yang banyak diriwayatkan adalah kerjasama Nabi dengan Siti Khatijah. Sistem bagi hasil banyak ditemui di Indonesia sejak jaman kuno sampai sekarang, yaitu pada bisnis pertanian, peternakan dan perdagangan. Mukhabarah dan muzara’ah dengan persentase 50:50 adalah yang umum dipraktekan. Kerjasama bagi hasil memelihara ternak dengan cara maro bagi hasil dengan nisbah 50:50 dari anak ternaknya Universitas Sumatera Utara atau dari selisih nilai jual dengan nilai pada saat ternak diserhakan kepada pemeriharannya. Konsep bagi hasil diterapkan dalam bank Islam, karena Islam mengharamkan bunga. Dalam sistem perbankan dengan prinsip Syariah, penghapusan riba bunga merupakan isinya yang paling pokok, akan dapat beroperasi untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada ekonomi dan membantu negara Islam dalam mewujudkan tujuan-tujuan sosioekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Chapra, 1985.Qureshi 1974, Uzair 1978, dan Siddiqi 1983 menyatakan bahwa bagi hasil-lah yang harus menjadi karakteristik utama operasional pembiayaan perbankan Islam. Teori perbankan Islam, muncul setelah Qureshi 1946 mengeluarkan buku Islam and the Theory of Interest. Qureshi memandang bahwa bank merupakan sebuah pelayanan sosial yang disponsori oleh pemerintah seperti pendidikan dan kesehatan publik. Ia mengambil titik pandang ini semenjak bank tidak akan membayar bunga baik kepada pemegang rekening maupun tidak memberi beban bunga pada pinjaman. Qureshi juga membicarakan kemitraan antara bank dan pengusaha sebagai sebuah alternatif yang memungkinkan, bagi untung dan bagi rugi jika ada kerugian. Mannan 1970:164 menyatakan bahwa konsep Bank Islam, bersumber pada konsep Islam tentang uang. Dalam Islam uang itu sendiri tidak menghasilkan bunga atau laba dan tidak dipandang sebagai komoditi. Dengan demikian Bank Islam atau Bank Syariah adalah sistem perbankan yang beroperasi berdasarkan pada syari’ah Islam. Pelaksanaan operasional135 bank Islam selalu berprinsipkan pada keadilan, kasih sayang, kesejahteraan falah dan kebijaksanaan atau anti Universitas Sumatera Utara penindasan, anti kekerasan, anti kemiskinan dan anti kebodohan serta menolak ribadalam segala bentuknya. 17 Di Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia 201 juta jiwa, BPS:2006, dikategorikan terlambat mempraktekan sistem bagi hasil Sistem bagi hasil dalam sektor keuangan perbankan pertama digunakan pada abad XX yaitu berdirinya bank Mit Ghaur tahun 1963 dan Nasir Social Bank di Mesir pada tahun 1963 Capra, 2000:266. Pada awalnya bank ini berkembang pesat tetapi karena alasan politik dibekukan pada tahun 1967. Eksperimen lainnya adalah Bank Koperasi di Pakistan yang didirikan oleh S.A. Ishad pada bulan Juni 1965, tetapi pada perjalanan mengalami mismanajemen sehingga akhirnya tutup Joyosumarto, 2007. Kemudian disusul bank-bank Islam lainnya yaitu: The Islamic Development Bank Saudi Arabia, 1975, The Dubai Islamic Bank 1975, The Faisal Islamic Bank Mesir, 1976, The Faisal Islamic Bank Sudan 1977, The Jordan Islamic Bank 1978, The Jordan Financial and Investment Bank 1978, The Islamic Investment Company Uni Emirat Arab, 1978, Kuwait Finance House 1979. Pada tahun 1983, perbankan di Iran menerapkan bagi hasil dan melarang bunga. Iran merupakan negara yang paling sukses mendorong ekonominya dengan sistem perbankan bagi hasil. Sudan menerapkan sistem bagi hasil mulai tahun 1984 tetapi karena kondisi politik maka tidak sesukses Iran. Pada bulan Juli 1985 semua bank di Pakistan dirubah dengan sistem profit sharing dan bunga dilarang. Profit sharing dalam keuangan di Malaysia pertama dipraktekan dalam pengelolaan dana haji yaitu mulai tahun1963. 17 Ibid, hlm 91. Universitas Sumatera Utara khususnya pada perbankan. Bank syari’ah pertama kali berdiri pada tahun 1992 yaitu Bank Muamalat Indonesia BMI. Pada Desember 2006 di Indonesia telah berdiri 3 Bank Umum Syari’ah BUS, 20 Unit Usaha Syari’ah UUS dan 94 Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah BPRS. Perkembankan perbankan syari’ah ini masih dikategorikan lambat melihat potensi Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. 2. Pengertian Sistem Bagi Hasil a. Pengertian Akad Bagi Hasil Mudharabah Prinsip bagi hasil Profit-and Loss Sharing sudah ada sebelum datangnya Islam. Di Timur Tengah Pra-Islam, kemitraan-kemitraan bisnis yang berdasarkan atas konsep mudharabah berjalan berdampingan dengan konsep sistem bunga sebagai cara membiayai berbagai aktivitas ekonomi. Sistem bagi hasil dalam kerjasama untuk menjalankan usaha telah dipraktekan sejak jaman sebelum masehi. Sistem ini umum dilakukan oleh masyarakat Mekah dan Madinah jauh sebelum Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. 18 18 M. Anwar Ibrahim, “Konsep Profit and Loss Sharing System Menurut Empat Mahzab” Jakarta : Erlangga, 2000, hlm 1-2. Secara harafiah dalam konsepsi pandangan hukum Islam, bagi hasil lebih sering dikenal dengan istilah “Mudharabah”, yang dapat disebutkan dalam sejarah merupakan akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak jaman nabi. Bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunannya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudharabah dengan Siti Khadijah. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib “Jika memberikan dan kepada mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan Universitas Sumatera Utara agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat- syarat tersebut kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah pun membolehkannya”HR.Thabrani Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhahmudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”HR. Ibnu Majah Diriwayatkan dari Hakim bin Nizam, dulu beliau menyerahkan harta untuk diusahakan sampai ajal tertentu. Beliau memberi syarat pada usahanya agar jangan melewati dasar wadi sungai kering, jangan membeli hewan dan jangan dibawa diatas laut. Apabila pengusahanya melakukan satu dari ketiga hal tersebut, maka pengusaha tersebut wajib menjamin harta tersebut. Apabila pengusahanya menyerahkan kepada yang lain, maka dia menjamin orang yang mengerjakannya. 19 Dengan demikian, apabila ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini dibolehkan, baik menurut Alquran, Sunnah, maupun Ijma. 20 Konsep bagi hasil diterapkan dalam bank Islam, karena Islam mengharamkan bunga. Dalam sistem perbankan dengan prinsip Syariah, penghapusan riba bunga merupakan isinya yang paling pokok, akan dapat 19 HR Ad-Daruqutni dalam sunnahnya no.3033 dan Al-Baihaqi dalam assunnah Al-Kubra VI111 no.11944. Syaikh Al-albani menshahihkannya dalam Al Irwa’ no.1472 20 Ibid.hlm 4. Universitas Sumatera Utara beroperasi untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada ekonomi dan membantu negara Islam dalam mewujudkan tujuan-tujuan sosio ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Dalam praktik mudharabah antara Khadijah dengan nabi, saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh nabi ketika itu keluar negeri. Dalam hal ini Khadijah berperan sebagai pemilik modal sedangkan nabi berperan sebagai pelaksana usaha. Bentuk kontrak antara dua pihak dimana salah satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni pelaksana usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang disebut dengan akad mudharabah. 21 Akad mudharabah adalah persetujuan berbagi antara harta dari salah satu pihak dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak lain. 22 b. Rukun Bagi Hasil Mudharabah Faktor-faktor yang harus dimunculkan ada dalam sistem akad bagi hasil adalah: 1 Pelaku Pemilik modal maupun pelaksana usaha Jelaslah bahwa rukun dalam akad mudharabah sama dengan rukun dalam akad jual-beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Faktor pertama pelaku kiranya cukup jelas. Dalam hal akad pemilik modal shahib al- mal, sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaku usaha mudharib ‘amil. Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudharabah tidak akan ada. 2 Objek Mudharabah Modal dan kerja 21 Adiwarwan Karim, “Analisis Fiqih dan Keuangan Bank Islam” Jakarta: Rajawali Pers, 2004, hlm 204. 22 Ibid, hlm 205. Universitas Sumatera Utara Faktor kedua objek bagi hasil merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa bebentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerjayang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, managemen keahlian, dan lain-lain. Tanpa dua objek ini maka mudharabah bisa dikatakan tidak ada. Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah berbentuk barang, tetapi ia harus memberikan uang tunai karena barang ridak dapat dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian besarnya modal mudharabah. Namun para ulama mahzab hanafi memperbolehkan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul mal. Hal yang jelas tidak boleh adalah modal mudharabah yang belum disetor. Para fuqaha tidak sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul ‘mal tidak memberikan kontribusi apapun padahal para mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maiki melarang hal itu karena merusak sahnya akad. 3 Persetujuan kedua belah pihak ijab Kabul Faktor ketiga yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip sama-sama rela an-taraddin minkum. Disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Universitas Sumatera Utara Pemilik dana setuju dengan pernannya untuk mengkontribusikan dana, sementara pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. 4 Nisbah keuntungan Faktor keempat yakni nisbah merupakan rukun khas dalam akad mudharabah, yang tidakada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al’mal mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungn inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan. 23 c. Nisbah Keuntungan dalam Sistem Bagi Hasil Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal atau harga tertentu. Jadi nisbah keuntungan itu misalnya itu dalam pembagian setengah-setengah, sepertiga untuk selebihnya atau seperempat-tigaperempat. Jadi nisbah keuntungan itu ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi modal setoran; tentuu dapat saja bila disepakati ditentukan nisbah keuntungan sebesar porsi modal. Nisbah keuntungan tidak boleh dinyatakan dalam bentuk nominal harga mata uang tertentu. Pada penjelasan tentang bagi untung dan bagi rugi, ketentuan diatas merupakan konsekueni logi dari karakteristik akad mudharabah itu sendiri, yang tergolong kedalam kontrak investasi. Dalam kontrak ini, return dan timing cash 23 Al-Kasani, Ibnu Qudamah, “Jurnal-jurnal Islam tentang Bank Islam vol 1-9 ”. Universitas Sumatera Utara flow kita tergantung pada kinerja sector rillnya. Bila laba bisnisnya besar, maka kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya kecil, maka mereka psti mendapatkan keuntungan yang kecil pula. Filosofi ini hanya dapat berjalan jika nisbah laba ditentukan dalam bentuk prosentase, bukan dalam bentuk nilai nominal mata uang tertentu. Bagaimana halnya bila terjadi kerugian dalam pelaksanaan bisnis, dalam akad mudharabah ini mendatangkan kerugian maka bagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan modal pihak masing-masing. Terjadinya perbedaan dalam pembagian antara bagi untung dengan bagi rugi karena adanya perbedaan kemampuan untuk menanggung kerugian diantara kedua belah pihak. Apabila terjadi keuntungan maka tidak ada masalah untuk menikmati keuntungan, karena sebesar apapun yang terjadi kedua belah pihak akan selalu menikmati keuntungan tersebut. Lain halya bila terjadi bisnis merugi, kemampuan shahib al’mal untuk menanggung kerugian finansial tidak sama dengan kemampuan mudharib. Dengan demikian, karena kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal, dank arena proporsi modal financial ditanggung keseluruhan oleh shahib al’mal. Dilain pihak, karena proporsi modal financial mudharib dalam kontrak ini adalah nol persen, maka apabila terjadi kerugian, mudharib akan menanggung kerugian sebesar nol persen pula. 24 24 Wahbah Zuhaili, Jurnal Islam : Al-fiqhu Al-Islamib wa-Adilatuhu, vol 5, hlm 195. Universitas Sumatera Utara 3. Pengaturan Sistem Bagi Hasil dalam Hukum Islam Dengan mengacu kepada petunjuk Al-Quran, surat Al-Baqarah ayat 275 dan surat An-Nisa ayat 29 yang intinya : Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi islami harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yang transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang danatau jasa. Akad mudharobah dibolehkan dalam islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak di antara pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara banyak pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Atas dasar saling menolong dalam pengelolaan modal itu, Islam memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu. 25 Dalam operasinya, pada sisi pengerahan dana masyarakat, lembaga ekonomi islam menyediakansarana investasi bagi penyimpanan dana dengan sistem bagi Akibatnya, pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang atau jasa dulu baru ada uang, sehingga akan mendorong produksi barang atau jasa, mendorong kelacaran arus barang atau jasa, dapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi. 25 Ascarya. AkadProduk Bank Syariah. Semarang : Tohaputra,2008. Hal: 50. Universitas Sumatera Utara hasil, pada sisi penyaluran dana masyarakat disediakan fasilitas pembiayaan investasi dengan sistem bagi hasil serta pembiayaan perdagangan. a. Investasi, bagi penyimpan dana berarti nasabah yang menyimpan dananya pada bank ini tabungan mudharabah atau simpanan mudharabah dianggap sebagai penyedia dana rabbul mal akan memperoleh hak bagi hasil dari usaha bank sebagai pengelola dana yang sifat tidak tetap dan tidak pasti sesuai dengan besar kecilnya hasil usaha bank. Bagi hasil yang diterima penyimpan dana biasanya dihitung sesuai dengan lamanya dana tersebut mengendap dan dikelola oleh bank, bisa satu tahun, satu bulan, satu minggu, bahkan bisa satu hari. b. Pembiayaan Investasi, ialah pembiayaan yang baik sepenuhnya al- mudharabah ataupun sebahagian al-musyarakah terhadap suatu usaha yang tidak termasuk dalam bentuk saham. Dana yang ditempatkan, yang sepenuhnya maupun yang sebagian itu tetap menjadi milik bank sehingga pada waktu berakhirnya kontrak, bank berhak memperoleh bagi hasil dari usaha itu sesuai dengan kesepakatan. c. Dari keseluruhan penjelasan diatas, dalam konsepsi pembiayaan yang paling disukai sebenarnya adalah pembiayaan mudharabah. Karena ketika dala sejarah perdagangan hukum islam tarikh Nabi Muhammad SAW sebagai contohnya, dengan adanya sistem mudharabah sebagai sistem penitipan modal yang dikelola Nabi ketika beliau dipercaya membawa sebagian barang dagangannya Siti Khadijah r.a. dari Mekkah ke negeri Syam. Barang dagangan itu boleh dikatakan sebagai modal usaha, karena oleh nabi dijual Universitas Sumatera Utara dan hasilnya dibelikan untuk barang dagangan yang lainyya untuk dijual lagi dipasar Busrha di negeri Syam. Nabi dalam perjalannya dharb untuk mencari sebahagian karunia Allah SWT. Setelah berapa lama nabi kemudian ke Mekkah membawa hasil usahanya dengan dilaporkan kepada Siti Khadijah r.a. harta yang telah dikembankannya itu tentunya dihitung dan dibandingkan dengan harta semula. Harta semula dikembalikan kepada yang memiliki, sedangkan selisihnya antara harta asal rabbul maal dengan yang mengelola mudharib sesuai dengan kesepakatan semula. 26 Menurut buku Riwayat Kehidupan Nabi Besar SAW, sebelum nabi berangkat ke negeri Syam, Siti Khadijah r.a. menjanjikan bagian keuntungan kepada beliau dua kali lebih banyak dari yang biasa diberikan kepada orang Quraisy lainnya. 27

A. Jenis Pola dan Penentuan Sistem Bagi Hasil dalam Hukum Islam.