Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut J.B. Wahyudi, Mantan Kepala Seksi Monitor Siaran, Direktorat Televisi, jurnalistik radio dan televisi mengalami proses pemancaran atau transmisi, isi pesan audio dapat didengar sekilas sewaktu ada siaran, tidak dapat diulang, dapat menyajikan peristiwa atau pendapat yang sedang terjadi, dapat menyajikan pendapat audio narasumber secara langsung atau orisinal, penulisan dibatasi olek detik, menit dan jam, makna berkala dibatasi oleh detik, menit, dan jam, distribusi melalui pemancaran atau transmisi, bahasa yang digunakan formal dan non formal bahasa tutur, dan kalimat singkat, padat, sederhana, dan jelas. Berbeda dengan jurnalistik media massa elektronik, jurnalistik media cetak melalui proses pencetakan, isi pesan tercetak, dapat dibaca di mana dan kapan saja serta berulang-ulang, hanya menyajikan peristiwa atau pendapat yang telah terjadi, tidak dapat menyajikan pendapat narasumber secara langsung audio, penulisan dibatasi oleh kolom dan halaman, makna berkala dibatasi oleh hari, minggu, dan bulan, distribusi melalui transportasi darat, laut, atau udara, bahasa yang digunakan bahasa formal, dan kalimat dapat panjang dan terperinci. Kilas Balik Jurnalistik Televisi Jika dikilas balik, jurnalistik televisi di Indonesia baru muncul pada paruh kedua tahun 60-an. Itu pun dalam pengertian dan bentuknya yang paling commit to user sederhana, baik isi content, packaging format, maupun teknologinya. Isinya pun dipertanyakan kelayakannya sebagai karya jurnalistik. Dalam penyajiannya, TVRI sebagai satu-satunya televisi saat itu hanya menjadi alat propaganda, corong pemerintah, alias public relations PR pemerintah. Setidaknya hal itu tampak jelas sejak awal hingga berakhirnya rezim Soeharto. TVRI gagal menjalankan peran dan misi sebagai TV publik, sebagaimana Inggris dengan BBC-nya; Jepang dengan NHK-nya; atau Australia dengan ABC-nya. Jurnalistik televisi berkembang ketika televisi swasta pertama, Rajawali Citra Televisi Indonesia RCTI menyajikan program berita pertamanya ”Seputar Indonesia”, disusul program-program berita lainnya pagi maupun siang hari. Perkembangan lebih lanjut tampak jelas di awal paruh kedua era 80-an dengan munculnya program berita ”Liputan 6 SCTV” dan turunan program-program lainnya. Perkembangan lanjutan terjadi pada 10-14 tahun lalu, selain RCTI dan SCTV, Indosiar kemudian muncul dengan ”Fokus”, Anteve dengan ”Cakrawala”, TPI dengan ”Lintas 5”, dan lain-lain. Menurut berbagai survey sejak 1986-2002, majalah VISTA 1986, Majalah SWA bekerjasama dengan Frontier 1988-2000 dan AC Nielsen, 2002, program Liputan 6 merupakan salah satu program berita terbaik. Jurnalistik televisi di Indonesia makin marak ketika sejumlah televisi baru muncul dalam 5-6 tahun terakhir, seperti Trans TV, TV7, Lativi, dan Metro TV. Metro TV milik Surya Paloh, mengkhususkan diri sebagai stasiun berita pertama commit to user di Indonesia; stasiun televisi yang paling mengidentifikasikan diri sebagai ”CNN- nya Indonesia”. Kehadirannya dapat dikatakan sebagai lompatan awal sejarah jurnalistik televisi. Berbeda dengan televisi lainnya yang rata-rata hanya memproduksi program berita talk show, news magazine, documentary, maupun bulletins rata- rata 3-5 jam per hari, untuk berbagai jenis karya jurnalistik tersebut, Metro TV memproduksi rata-rata 13 jam per hari. Semuanya diproduksi secara in house, artinya, jika televisi lainnnya hanya mengalokasikan 15-20 durasi berita per hari, Metro TV menyajikan 70 berita per hari. Perkembangan program-program berita antarteve swasta tersebut dengan sendirinya menciptakan situasi yang sangat kompetitif. Dialektika kompetisi antarprogram berita telkevisi ini telah melahirkan beragam format, variasi content, maupun penggunaan teknologi mutakhir dalam dunia broadcasting. Penggunaan teknologi mutakhir ini misalnya ditandai dengan digitalisasi pengiriman berita melalui video News Satelite Gathering SNG yang lebih compact dan video streaming yang bisa dioperasikan langsung oleh seorang reporter, editing laptop yang bisa digunakan langsung oleh seorang reportercameramaneditor yang memiliki kemampuan multi skill yang belakangan ini diberi label video journalis vj. Penggunaan teknologi baru ini mengurangi peran microwave yang membutuhkan waktu dan tenaga manusia yang banyak untuk memungkinkan commit to user pengiriman gambar, karena pada saat yang bersamaan para provider satelit untuk up-link juga bertumbuh sangat cepat di berbagai kawasan. Perkembangan teknologi pemberitaan ini juga ditandai dengan modernisasi news room system yang online, seperti ANN, I-News, ENPS, dan lain-lain. Kehadiran news room system yang baru ini menggusur Newstar yang kini tidak diproduksi lagi. Praktisi Don Bosco Salamun 2005 memperkirakan, dalam 3-5 tahun ke depan, program-program berita televisi, khususnya televisi-televisi yang kuat secara financial akan meninggalkan semua sistem analog dan manual dan beralih ke dalam bentuk teknologi on line yang jauh lebih canggih, ”ringkas” dan super cepat, dengan tingkat presisi teknis yang juah lebih akurat. Kehadiran virtual set juga tidak hanya akan membuat sistem studio lebih ringkas tetapi juga lebih variatif dan hidup. Perkembangan program berita televisi ini juga ditandai dengan kemajuan baru dalam bentuk sinergi content maupun sinergi sumberdaya manusia SDM. Sinergi content misalnya terjadi antara Koran Media Indonesia dengan Metro TV, Kompas dengan TV7, RCTI dengan Koran Sindo, atau J-TV dengan Koran Jawa Pos Group. Selain sinergi dengan koran, juga terjadi sinergi dengan Website, WAP, video streaming melalui internet dan lain-lain. Sinergi ini akan berdampak besar dalam peningkatan kinerja jurnalistik televisi baik content, packaging, maupun teknologinya seiring dengan commit to user perkembangan IT dunia yang berkembang sangat pesat tanpa henti. Orang akan mendekam di kamar untuk mencari berita melalui televisi, kontras dengan 10 tahun lalu, orang harus ke luar rumah untuk mencari koran agar mendapatkan berita terbaru. Tentu saja ini tidak berarti peran media cetak berkurang. Karakteristik media cetak tidak mungkin tergantikan oleh medium jenis lainnnya. Meskipun demikian, karya jurnalistik cetak hanya dapat mengutip pendapat narasumber, dan tidak dapat menyajikan secara langsung dan orisinal. Karya jurnalistik film tidak dapat menyajikan pendapat narasumber yang relevan, kalaupun dapat, sangat tidak efisien dan mahal. Karya jurnalistik radio dapat menyajikan pendapat narasumber relevan, tetapi hanya dalam bentuk audionya, sedangkan karya jurnalistik televisi dapat menyajikan pendapat narasumber relevan, secara langsung dan orisinal, dalam bentuk audiovisual. Setiap produksi acara televisi merupakan proses kerjasama antar individu dan merupakan proses interaksi antara manusia yang kreatif dan peralatan yang mendukung. Hal ini guna mewujudkan ide atau gagasan menjadi sebuah informasi maupun hiburan audio visual yang diterima oleh pemirsa sebagai hal yang singkron, menarik, dan komunikatif Character Generator CG menjadi salah satu bagian yang penting dalam suatu penyajian program acara berita. Dikarenakan kesinkronan antara video dan audio juga harus ada penjelasannya dalam bentuk gambar maupun tulisan. Dalam suatu program berita maupun dialog interaktif tidak ada Character Generator commit to user CG juga akan Nampak kurang suguhan informasinya. Oleh karena itu dibutuhkan juga seorang Operator Character Generator CG untuk mengoperasikan alat tersebut. Berangkat dari hal tersebut, penulis kemudian memilih Metro TV Jawa Timur sebagai tempat pelaksanaan kegiatan Kulih Kerja Media KKM. Karena penulis ingin mengetahui lebih mendalam bagaimana proses produksi sebuah televisi. Selain itu juga ingin mengetahui lebih lanjut tentang Character Generator CG.

B. Tujuan Kuliah Kerja Media KKM