Adsorpsi dan Desorpsi TINJAUAN PUSTAKA

Dimana Q menyatakan jumlah ion logam yang teradsorpsi mg g -1 , C o dan C e menyatakan konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam mmol L -1 , W adalah massa adsorben g, V adalah volume larutan ion logam L, A persentase teradsorpsi, D adalah rasio distribusi mL g -1 dan αM 1 M 2 adalah koefisien selektivitas Buhani et al., 2009. Desorpsi adalah proses penyingkiran atom, molekul, atau ion yang terjerat pada permukaan Oxford, 1994. Desorpsi dapat juga berarti suatu fenomena dimana suatu zat lepas dari permukaan. Wankasi 2005 meneliti proses desorpsi ion logam PbII dan CuII dengan biomassa Nypa Fruticans Wurmb dilakukan dengan menggunakan asam, basa, dan larutan netral. Kemudian persentase ion logam CuII dan PbII dihitung menggunakan rumus: Desorpsi x 100 5 Maka diperoleh desorpsi dari ion logam PbII dan CuII masing-masing adalah: dalam larutan asam 75,3 dan 63,7, dalam larutan basa 18,9 dan 14,06, serta 3,35 dan 2,44 pada larutan netral, waktu interaksi dilakukan selama 140 menit. Desorpsi terjadi bila proses adsorpsi yang terjadi sudah maksimal, permukaan adsorben jenuhtidak mampu lagi menyerap adsorbat dan terjadi kesetimbangan. Desorpsi biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan larutan tertentu unutuk memulihkan kemampuan biomassa agar tidak rusak dan dapat digunakan kembali. Larutan yang biasa digunakan untuk desorpsi yaitu HCl, H 2 SO 4 , asam asetat, HNO 3 dengan konsentrasi yang bervariasi tergantung pada jenis alga dan logam yang diserap Volesky and Diniz, 2005. Air dapat digunakan sebagai salah satu medium pelarut, karena air memiliki sifat- sifat sebagai berikut:  Air memiliki daerah cair yang luas, yaitu titik beku 0 o C dan titik didih 100 o C.  Air merupakan senyawa polar sehingga memiliki kemampuan yang tinggi untuk melarutkan bahan-bahan anorganik, umumnya bersifat ionik maupun polar.  Air memiliki sifat netral, artinya air tidak bersifat asam dan tidak bersifat basa dan dapat mengalami disosiasi Syarat agar suatu senyawa dapat dilarutkan dalam air adalah:  Apabila ikatan antara zat terlarut dengan molekul air lebih kuat daripada ikatan antara molekul air, terutama ikatan hidrogen.  Ikatan antara partikel dalam zat terlarut lebih lemah daripada ikatan antara zat terlarut dengan molekul air. Missler dan Tarr, 1991. Ion EDTA merupakan komplekson, komplekson adalah zat-zat yang dapat membentuk senyawa kompleks khelat dengan ion logam. Ion EDTA terdapat sebagai kristal H 4 Y dan kristal garam dinatriumnya, Na 2 H 2 Y Harjadi, 1993. Adapun struktur senyawa EDTA ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur EDTA Ion EDTA memiliki enam pasang elektron yang belum berikatan masing-masing pada 2 atom N dan 4 gugus karboksil mampu membentuk kompleks dengan ion logam. Ion EDTA merupakan asam tetraprotik, biasa disingkat H 4 Y. Bentuk terionisasinya, Y 4- dan apabila bereaksi dengan ion logam M, membentuk kompleks MY 2- . Adapun reaksinya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Reaksi pembentukan kompleks EDTA Ion EDTA merupakan ligan heksadentat, reaksinya dengan ion logam membentuk kompleks EDTA oktahedral sebagaimana Gambar di atas.

G. Logam Berat

Logam berat merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi. Logam berat merupakan salah satu sumber polusi lingkungan, dimana logam berat dapat ditransfer dalam jangkauan yang sangat jauh di lingkungan, selanjutnya berpotensi mengganggu kehidupan biota lingkungan dan akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia walaupun dalam jangka waktu yang lama dan jauh dari sumber polusi utamanya Suhendrayatna, 2001. Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas keracunan setiap jenis logam antara lain: bentuk senyawa + M 2- dari logam tersebut, daya kelarutan dalam cairan, ukuran partikel, dan beberapa sifat kimia dan sifat fisikanya Palar, 1994. Logam berat digolongkan menjadi dua jenis yaitu logam berat esensial dan non esensial. Logam berat esensial adalah logam yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, sedangkan logam berat non esensial yaitu logam yang keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr. Logam ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagaimana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, selain itu logam berat ini akan bertidak sebagai penyebab alergi, mutagen atau karsinogen bagi manusia Putra, 2006. Bila ditinjau dari definisi asam-basa menurut G.N. Lewis, maka interaksi antara ion logam dengan adsorben dapat dipandang sebagai reaksi asam Lewis dengan basa Lewis, yang mana ion logam berperan sebagai asam Lewis yang menjadi akseptor pasangan elektron dan adsorben sebagai basa Lewis yang menjadi donor pasangan elektron. Dengan demikian, prinsip-prinsip yang berlaku dalam interaksi asam-basa Lewis dapat digunakan dalam adsorpsi ion logam Keenan dan Kleinfelter, 1984. Prinsip yang digunakan secara luas dalam reaksi asam-basa Lewis adalah prinsip HSAB yang dikembangkan Pearson. Prinsip ini didasarkan pada polaribilitas unsur yang dikaitkan dengan kecenderungan unsur asam atau basa untuk berinteraksi dengan unsur lainnya. Ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah terdistorsi dan memberikan polarisabilitas kecil dikelompokkan dalam asam keras. Ion-ion logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah terdistorsi dan memberikan polarisabilitas yang besar dikelompokkan dalam asam lunak. Ion NiII dan ZnII merupakan golongan asam menengah yang mana akan berinteraksi dengan ligan yang bersifat basa keras, sehingga diharapkan dapat berinteraksi dengan semua ion logam divalen tersebut Huheey et al., 1993. Pada penelitian ini digunakan logam nikel Ni, tembaga Cu, seng Zn, kadmium Cd, dan timbal Pb. Adapun sifat kimia logam tersebut ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat kimia dari ion NiII, CuII, ZnII, CdII, dan PbII Unsur Nomor Konfigurasi Bilangan Jari-Jari Kompleks Atom Elektron Oksidasi Ion pm Aqua Ni 28 [Ar] 3d 8 4s 2 +1, +2, +3, +4 83 [NiH 2 O 6 ] 2+ Cu 29 [Ar] 3d 9 4s 2 +1, +2, +3, +4 87 [CuH 2 O 6 ] 2+ Zn 30 [Ar] 3d 10 4s 2 0, +1, +2 88 [ZnH 2 O 6 ] 2+ Cd 48 [Kr] 4d 10 5s 2 +1, +2 109 [CdH 2 O 6 ] 2+ Pb 82 [Xe] 4f 14 5d 10 6s 2 6p 2 +2, +4 132 [PbH 2 O 6 ] 2+ Sumber: Martell and Hancock, 1996. H. Karakterisasi Material 1. Spektrofotometer inframerah IR Penentuan gugus fungsi suatu sampel dapat dilakukan analisis menggunakan spektrofotometri inframerah. Dengan spektrofotometri inframerah dapat diketahui gugus-gugus fungsi dari material alga Tetraselmis sp, AS dan AS-Magnetit. Spektrofotometeri IR adalah spektrofotometer yang memanfaatkan sinar IR dekat, yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 - 25  m atau jangkauan frekuensi 400 - 4000 cm -1 . Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom pada posisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi menghasilkan spektrum vibrasi-rotasi Khopkar, 2001. Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran vibrasi atau osilasi oscillation. Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada pada keadaan vibrasi tereksitasi excited vibrational state; energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul Supratman, 2010.

2. Spektrofotometer Scanning Electron Microscope SEM

Untuk melakukan karakterisasi material yang heterogen pada permukaan bahan pada skala mikrometer atau bahkan submikrometer serta menentukan komposisi unsur sampel secara kualitatif maupun kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan satu perangkat alat SEM. Pada SEM dapat diamati karakteristik bentuk, struktur, serta distribusi pori pada permukaan bahan Goldstein et al., 1981.

Dokumen yang terkait

ISOTERM ADSORPSI ION Ni(II) dan Zn(II) PADA MATERIAL ALGA Chaetoceros sp YANG DIMODIFIKASI DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT

1 31 44

IMMOBILISASI BIOMASSA ALGA Tetraselmis sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT SEBAGAI ADSORBEN ION Ni(II) DAN Zn(II)

0 14 6

ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), dan Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Tetraselmis sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (ADSORPTION OF Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS IN SOLUTION By Tetraselmis sp ALGAE WITH A COATING SILICA-MAGNET

4 40 43

STUDI ADSORPSI ION Pb(II) dan Cu(II) PADA BIOMASSA ALGA Chaetoceros sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT ADSORPTION STUDY OF Pb (II) AND Cu (II) IONS ON Chaetoceros sp ALGAE BIOMASS WITH COATING OF SILICA-MAGNETITE

2 32 51

ADSORPSI ION Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), DAN Pb(II) DALAM LARUTAN OLEH ALGA Chaetoceros sp DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (THE ADSORPTION of Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II), and Pb(II) IONS in AQUEOUS SOLUTION by ALGAE Chaetoceros sp with SILICA-MAGN

1 12 40

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

0 9 52

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

1 39 55

KAJIAN ADSORPSI ION-ION LOGAM DIVALEN Ca(II), Cu(II), DAN Cd(II) OLEH BIOMASSA ALGA MERAH Porphyridium sp

3 39 57

SINTESIS ADSORBEN BIOMASSA ALGA Tetraselmis Sp DENGAN PELAPISAN SILIKA MAGNETIT UNTUK ADSORPSI ION Pb(II) DAN Cu(II)

1 5 52

MODIFIKASI BIOMASSA Nitzschia sp. DENGAN SILIKA-MAGNETIT SEBAGAI ADSORBEN ION Cd(II), Cu(II), DAN Pb(II) DALAM LARUTAN

2 20 53