1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyakit paru obstruksi kronik PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang
biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada saluran nafas terhadap partikel atau gas berbahaya Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease, 2013. Definisi terbaru PPOK menekankan bahwa PPOK adalah penyakit sistemik dengan manifestasi luar paru seperti
miopati, osteoporosis, anemia, dan depresi. PPOK juga terkait dengan komorbid penyakit kardiovaskuler dan penyakit keganasan. Prevalensi dan mortalitas PPOK
meningkat lebih cepat dalam dua dekade terakhir. Diperkirakan pada tahun 2020 PPOK menyusul stroke sebagai penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia.
Owens Malhotra, 2010. Negara berkembang seperti Indonesia, terjadi transisi epidemiologi penyakit
dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Insidensi penyakit tidak menular tersering yaitu penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, penyakit
vaskuler perifer, keganasan dan PPOK meningkat dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Ini disebabkan ketidaktahuan individu terhadap paparan faktor risiko.
Peningkatan usia harapan hidup juga memunculkan penyakit kronis dan disabilitas yang menimbulkan beban kesehatan. Tahun 2004, 34,5 penduduk
Indonesia adalah perokok dan 28,4 diantaranya merokok tiap hari Pradoyo, 2010.
2 Penyakit paru obstruksi kronik termasuk penyakit kronik yang dapat
berdampak psikologis, baik depresi maupun ansietas. Gangguan kesehatan mental seperti gejala depresi dan ansietas pada pasien PPOK, menimbulkan gangguan
tidur atau sering disebut insomnia. Hasil penelitian Astori 2009, menunjukkan bahwa PPOK berhubungan dengan insomnia dan masalah tidur lainnya.
Gangguan tidur tentunya dapat memperburuk kondisi fisik penderita serta memperlambat proses pemulihan pasien.
Kualitas tidur berkaitan dengan jenis atau tipe tidur Rapid Eye Movement REM dan Non Rapid Eye Movement NREM. Kualitas tidur mengandung arti
kemampuan individu untuk dapat tetap tidur dan bangun dengan jumlah tidur REM dan tidur NREM yang sesuai. Kualitas tidur yang baik akan ditandai antara
lain dengan tidur yang tenang, merasa sangat segar saat bangun tidur dan individu merasa penuh semangat untuk melakukan aktivitas hidup lainnya. Kebutuhan
tidur setiap orang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya seperti usia, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress
psikologis, alkohol, diet, merokok, motivasi dan keadaan sakit Kozier, 2009. Keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit sering kali terjadi dua hal yang
berlawanan, disatu sisi pasien mengalami peningkatan kebutuhan tidur untuk mempercepat proses pemulihan, sementara disisi yang lain pola tidur pasien yang
menjalani rawat inap dapat dengan mudah berubah atau mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat kecemasan akan kondisi sakitnya atau akibat rutinitas
rumah sakit Potter Perry, 2005.
3 Kualitas tidur yang buruk akan mempengaruhi sistem syaraf, menyebabkan
timbulnya perubahan suasana kejiwaan, sehingga penderita akan menjadi lesu, lambat menghadapi rangsangan dan sulit berkonsentrasi. Masalah tidur pada
seseorang biasanya ditandai dengan sulit untuk mulai tidur, tidur gelisah, sering terbangun atau periode bangun tidur panjang Lanywati, 2006. Pengaruh lain
yang dapat terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tidur antara lain pasien sering menjadi letih, lelah dan mempunyai kemampuan pengendalian yang buruk
terhadap emosinya Kozier, 2009. Dampak lain yang ditimbulkan akibat kualitas tidur yang buruk dapat memberikan pengaruh yang jelek terhadap fisik,
kemampuan kognitif, dan gangguan psikologis sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup, kehidupan sehari-hari, memperberat keluhan penyakit serta
memperpanjang lama perawatan Lanywati, 2006. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, dari data rekam medik
RSUP Sanglah Denpasar jumlah penderita PPOK yang di rawat selama kurun waktu tiga tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 jumlah
pasien PPOK yang dirawat sebanyak 675 orang, tahun 2013 menjadi 789 orang dan pada semester pertama tahun 2014 terdapat 543 pasien. Rata-rata pasien
PPOK yang dirawat setiap bulannya sebanyak 20-35 orang pasien. Pasien yang dirawat tersebar dibeberapa ruangan seperti ruang Angsoka II dan ruang Nusa
Indah RSUP Sanglah Denpasar. Hasil wawancara kepada 10 orang pasien PPOK tentang kondisi fisik dan
psikologis selama dirawat, keluhan yang paling sering disampaikan selama menjalani rawat inap adalah sesak nafas, lemas, tidak bisa beraktivitas, sulit tidur,
4 sering terbangun dan sulit untuk tidur kembali. Pasien mengatakan sulit memulai
tidur atau sering terbangun karena sesak, batuk dan juga karena mendengar suara kereta perawat ketika melaksanakan tindakan keperawatan.
Upaya yang dilakukan selama ini dalam mengurangi keluhan yang disampaikan pasien adalah melalui pemberian obat yang bertujuan membuat
pasien mudah tertidur dan tenang, namun dampak yang ditimbulkan pemberian obat dalam jangka waktu yang lama tidak baik untuk proses pemulihan pasien.
Upaya lain yang mungkin dapat dilakukan adalah melalui cara non farmakologi salah satunya adalah relaksasi nafas dalam. Relaksasi nafas dalam merupakan
suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat menahan
inspirasi secara maksimal dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat meningkatkan kualitas tidur, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah Brunner Suddart, 2002.
Seseorang yang mengalami frustasi, stress atau gangguan pikiran serta gangguan tidur agar sesering mungkin menarik nafas panjang Astori, 2009. Hal
ini terkait dengan ketika seseorang dibebani masalah, suplai oksigen ke paru paru dan darah menjadi berkurang. Mengambil oksigen menarik nafas dalam saat
pikiran sedang kacau bisa membantu menenangkan diri sendiri Lanywati, 2006. Menarik nafas panjang, tahan dan buang pelan-pelan dapat membantu tubuh
menyerap lebih banyak oksigen sehingga pikiran lebih tenang, rileks dan secara tidak langsung akan membuat kualitas tidur lebih baik.
5 Penelitian yang serupa dengan penelitian ini adalah penelitian dari Utami
pada tahun 2012, yang berjudul pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur lansia di Banjar Abian Kapas Kaja Denpasar. Desain penelitian yang
digunakan yaitu kuasi eksperimen, dengan jenis Pretest-Postest With Control Group Design dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel
dilakukan secara Quota sampling dengan menggunakan analisis data Wilcoxon Signed Rank Test. Dari hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh relaksasi
nafas dalam terhadap kualitas tidur lansia di Banjar Abian Kapas Kaja Denpasar p0,05. Perbedaan antara penelitian Utami, dengan penelitian ini terletak pada
subjek penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah pasien PPOK sedangkan subjek penelitian Utami 2012 adalah Lansia.
Penelitian lain yang serupa dengan penelitian ini adalah penelitian Mayanti 2010, tentang pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap tingkat kecemasan pasien
diabetes mellitus di ruang Abimayu RSUD Sanjiwani Gianyar. Desain penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen, dengan jenis Pretest-Postest With
Control Group Design dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara Quota sampling dengan menggunakan analisis data
Paired-t test. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan tingkat kecemasan setelah diberikan relaksasi nafas dalam, dimana tingkat kecemasan pasien
sebelum diberikan relaksasi nafas dalam sebesar 78,4, tingkat kecemasan setelah hari pertama pemberian perlakukan sebesar 56,8, hari kedua perlakuan
menjadi 42,8 dan setelah hari ketiga pemberian nafas dalam tingkat kecemasan pasien menurun sampai 18,6. Perbedaan antara penelitian Mayanti, dengan
6 penelitian ini terletak pada subjek penelitian dan variabel terikat. Subjek pada
penelitian ini adalah pasien PPOK sedangkan subjek penelitian Mayanti adalah pasien diabetes mellitus. Variabel terikat pada penelitian Mayanti adalah tingkat
kecemasan sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah kualitas tidur. Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk
meneliti tentang pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur pasien PPOK di RSUP Sanglah Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah