BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DIABETES MELITUS 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus DM merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurang produksi insulin,
ataupun gangguan aktivitas insulin atau keduanya. Keadaan ini
mengakibatkan gangguan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak maupun protein.
20,21,22
Penderita DM tipe 2 hampir 85 menimbulkan komplikasi kronik baik makrovaskular maupun mikrovaskular. Penyakit kardiovascular merupakan
peyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi di negara maju dan juga di Indonesia. Kelainan yang mendasarinya adalah proses aterosklerosis dengan
pembentukan plak pada arteri. Karena proses aterosklerosis berlangsung lambat maka proses tersebut bisa dicegah, maka penting adanya penanda
atau faktor resiko yang dapat mendeteksi aterosklerosis dan penyakit jantung koroner PJK. Salah satu faktor resiko utama PJK adalah kelainan lipid-
lipoproteinemia.
23
2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi DM menurut American Diabetes Association ADA, World Health
Organization WHO.
20,21
Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut
Universitas Sumatera Utara
Konsensus PERKENI Perkumpulan Endokrin Indonesia 2006 sesuai dengan
klasifikasi DM menurut ADA 1997.
20,23
Dalam hal ini DM dibagi menjadi 4 kelas.
Klasifikasi DM menurut PERKENI
20
1.
2.
3.
4.
Diabetes Melitus Tipe 1 destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut
Diabetes Melitus Tipe 2 bervariasi mulai yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
DM Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel beta B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit Endokrin Pankreas D. Endokrinopati
E. Karena obatzat kimia F. Infeksi
G. Sebab imunologi yang jarang H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Melitus Gestasional
2.1.3. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Jika dijumpai keluhan yang khas dan
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan kadar glukosa darah KGD sewaktu ≥ 200 mgdl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan KGD puasa ≥ 126 mgdl
juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum
cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa
≥ 126 mgdl, KGD sewaktu
≥ 200 mgdl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral TTGO yang abnormal.
20,23,25,26
Pada tahun 2009, Komite Ahli Internasional yang mencakup perwakilan dari ADA, International Diabetes Federation IDF, dan The
European Association for the Study of Diabetic EASD merekomendasikan penggunaan tes A1C untuk mendiagnosa diabetes, dengan ambang batas
≥6,5
21
, dan ADA mengadopsi kriteria ini di 2010.
22
Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
20
1. A1C ≥6.5. Pemeriksaan harus dilakukan di
laboratorium mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan sesuai standar pemeriksaan DCCT.
2. Glukosa Plasma Puasa ≥126 mgdl 7.0 mmoll. Puasa
didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam.
3. Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mgdl 11.1 mmoll
dengan OGTT
. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO, menggunakan glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhydrous yang dilarutkan dalam air.
4. Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau
krisishiperglikemik, glukosa plasma random ≥200 mgdl
11.1 mmoll. Jika tidak ada hiperglikemi yg tegas, criteria 1-3 harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan ulang.
Universitas Sumatera Utara