Cara Menampilkan Tokoh Tokoh dan Penokohan

31 Nurgiyantoro 1995 menyatakan bahwa penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Watak ialah kualitas nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain Sudjiman, 1991:16. Perwatakan dalam suatu fiksi dapat dipandangdari dua segi. Pertama mengacu pada suatu tokoh atau orang yang bermain dalam cerita, emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam satu cerita Stanson dalam Baribin, 1985: 54. Jones dalam Nurgiantoro 2000: 165, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran seseorang yang jelas yang ditampilkan dalam sebuah cerita dan mempunyai sikap-sikap tertentu.

2.5.4 Cara Menampilkan Tokoh

Menurut Baribin 1985: 54-57, cara memperkenalkan tokoh dan perwatakannya dalam cerita fiksi itu ada dua macam yaitu: a. Cara analitik cara singkap yaitu pengarang langsung memaparkan watak atau karakter tokoh-tokoh, pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya. b. Cara dramatik cara lukis yaitu penggambaran perwatakan tidak diceritakan secara langsung tetapi hal itu disampaikan melalui 1 pilihan nama tokoh misalnya nama Sarinem untuk babu, Mince untuk gadis yang agak genit, Bonar untuk nama tokoh yang garang atau gesit; 2 melalui penggambaran fisik atau postur tubuh misalnya cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh- 32 tokoh lain, lingkungannya, dan sebagainya; 3 melalui dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lainnya. Sumardjo 1994: 65-66 mengungkapkan beberapa cara yang digunakan pengarang untuk menggambarkan cerita, cara tersebut adalah sebagai berikut : 1. Melalui apa yang diperbuatnya; tindakan-tindakannya terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis, watak seseorang memang kerap kali tercermin dengan jelas pada sikapnya dalam situasi gawat penting, karena ia tidak bisa berpura-pura, ia akan bertindak spontan menurut karakternya. Situasi di sini tidak perlu mengandung bahaya tetapi situasi yang mengharuskan dia mengambil dengan segera. 2. Melalui ucapan-ucapannya; dari apa yang diucapkan oleh seorang tokoh cerita, kita dapat mengenali apakah ia orang tua, orang dengan pendidikan rendah atau tinggi, sukunya, wanita atau pria, orang berbudi halus atau kasar, dan sebagainya. 3. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penulis sering membuat deskripsi mengenai bentuk tubuh dan wajah tokoh-tokohnya, yaitu tentang cara berpakaian, bentuk tubuhnya, dan sebagianya. Tapi dalam cerpen modern cara ini sudah jarang dipakai. Dalam cerita fiksi lama penggambaran fisik kerap kali dipakai untuk memperkuat watak. 4. Melalui pikiran-pikirannya; melukiskan apa yang dipikirkan seorang tokoh yang penting untuk membentangkan perwatakannya. Dengan cara ini pembaca dapat mengetahui alasan-alasan tindakannya. Dalam kenyataan 33 hidup, penggambaran yang demikian memang mustahil, tapi inilah konvensi fiksi. 5. Melalui penerangan langsung; dalam hal ini penulis membentangkan panjang lebar watak tokoh secara langsung, yang mengungkapkan lewat perbuatannya, apa yang diungkapkannya, menurut pikirannya, dan sebagainya. 34

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Wellek dan Warren dalam Budianta, 1990: 90 mengatakan bahwa psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian yaitu: 1 studi psikologi sebagai pengarang pribadi, 2 studi proses kreatif, 3 studi tipe dan hubungan psikologi yang diterapkan dalam karya sastra, 4 studi mengenai efek karya sastra terhadap pembaca. Pengertian psikologi sastra tersebut yang paling berkaitan dengan sastra adalah pengertian ketiga. Telaah sastra bertujuan untuk mengamati perilaku tokoh-tokoh dalam karya sastra itu. Telaah sastra yang menggunakan pendekatan psikologis mencoba menganalisis jiwa seorang pengarang lewat karya sastranya, juga menganalisis pengetahuan tentang persoalan-persoalan dan lingkungan psikologi untuk menafsirkan suatu karya sastra tanpa menghubungkannya dengan biografi pengarang Hardjana, 1985: 85. Sastra dan psikologi mempunyai hubungan yang sangat erat. Di dalam karya sastra, kita dapat melihat gambaran kehidupan yang berkaitan dengan perilaku manusia dan psikologi merupakan ilmu yang mencoba mengkaji tentang manusia dengan segala perilakunya. Dengan demikian, penelitian ini lebih mengacu pada pengertian psikologi sastra ketiga karena penelitian ini akan menelaah karya sastra dengan menggunakan pendekatan psikologi.