2.1.7. Diagnosis HIVAIDS
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan
serologik untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk memeriksa keberadaan virus HIV. Deteksi adanya virus HIV dalam
tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen, dan
deteksi materi jenetik dalam darah pasien.
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV. Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik ELISA
enzyme-linked immunosorbent assay, aglutinasi atau dot- blotimmunobinding assay. Metode yang biasa digunakan di Indonesia adalah
ELISA. Seorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan
laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibody atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.
Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila limfosit CD4+ kurang dari 200 selmm
3
2.1.8. Penatalaksanaan
Zubairi Djoerban, 2009.
HIVAIDS saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat
meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV obat anti retroviral, disingkat obat ARV bermanfaat menurunkan morbiditas
dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIVAIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV dan pulihnya
kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik. Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis yaitu
pengobatan untuk untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat
Universitas Sumatera Utara
antiretroviral ARV, pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIVAIDS, pengobatan saportif, yaitu
makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur
yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan
kejadian infeksi opportunistic amat berkurang Zubairi Djoerban, 2009.
2.1.8.1. Terapi Antiretroviral ARV
Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh lebih baik. Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati,
menjadi lebih mudah ditangani. Infeksi penyakit oportunistiklain yang berat, seperti infeksi virus sitomegalo dan infeksi mikobakteriumatipikal, dapat
disembuhkan. Pneumonia Pneumocytis carinii pada odha yang hilang timbul, biasanya mengharuskan odha minum obat infeksi agar tidak kambuh. Namun
sekarang dengan obat ARV teratur, banyak odha yang tidak memerlukan minum obat profilaksis terhadapt pneumonia.
Terdapat penurunan kasus kanker yang terkait dengan HIV seperti Sarkoma Kaposi dan lifoma pemberian obat-obat antiretroviral tersebut.
Sarcoma Kaposi dapat spontan membaik tanpa pengobatan khusus. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan produksi sitokin
dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan Sarkoma Kaposi. Selain itu pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh dapat membentuk
respons imun yang efektif terhadap human herpesvirus 8 HHV-8 yang dihubungkan dengan kejadian sarcoma Kaposi.
Obat ARV terdiri daripada beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor,
non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. Tidak semua ARV yang ada telah tersedia di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV
direkomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang
sangat berat, tanpa melihat jumlah limfosit CD4+. Obat ini juga direkomendasikan pada pasien asimtomatik dengan limfosit CD4+ kurang
dari 200 selmm³. Pasien asimtomatik dengan limfosit CD4+ 200-350 selmm³ dapat ditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien asimtomatik
dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 selmm³ dan viral load lebih dari 100.000 kopiml terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Tetapi
ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 selmm³ dan viral load kurang dari 100.000 kopiml Zubairi Djoerban,
2009.
2.2. Infeksi Parasit Usus 2.2.1. Pendahuluan