PELESTARIAN BUDAYA MELALUI MEDIA FILM (ANALISIS ISI PELESTARIAN SENI BELA DIRI PENCAK SILAT MINANG KABAU PADA FILM MERANTAU)

(1)

ABSTRACT

PRESERVATION CULTURE THROUGH FILM MEDIA (CONTENTS ANALYSIS OF MINANG KABAU MARTIAL ARTS

PRESERVATION ON FILM) By

Salama Khairun Nissa

The background of this research is the widespread circulation of film genre horror, comedy and romance drama movie comes with the main dish Merantau silat martial arts fights makes this movie very distinctively national culture of Indonesia.

In an effort to remind people with martial arts which is the native culture of the Indonesian nation that had long been abandoned, the movie felt to be the right choice as a medium for delivering it’s message. Martial art is Indonesian cultivation (culture), to defend and preserve it’s existence (independence) and integrity (unity) on the environment and natural surroundings to achieve harmony of life and to increase faith and piety to God the Almighty (Murhananto, 1993:4 .) This film were expected to have affect on public perception of the group concerned. As an efforts to preserve the culture, especially Minangkabau martial art culture. Based on those thoughts, then obtained the formula of problem is: What form of Minang Kabau martial art preservation in Merantau movie? The purpose This study is to explain Minang Kabau martial arts preservation of behavior in Merantau movie.

This study used a qualitative approach and content analysis methods as knife analysis. The unit of analysis that being used are the scenes in the movie Merantau. Based on existing categories, the scenes in the movie Merantau disaggregated charge Minang Kabau martial arts conservation behavior, then being interpreted to generate a representation. Not only shows the manifest content (the visible meaning), but this study also reveal the latent content (the hidden meaning) in describing Minang Kabau martial arts of behavior preservation in the film.

The results of this study indicate that the film Merantau as the construction of reality from the film maker, containing a total of 11 scenes 86 scenes representations of Minang Kabau martial arts preservation behavior. The preservation behavior of the Minang Kabau martial art shown by the characters in this film discribing a picture message that the behavior of defending the right and the weak must always be done in order to create good in life and still hold on to the values of kindness. Although this study does not address the representation of certain social groups who perform conservation behavior, but it’s possible that in society there is the behavior depicted in this film.


(2)

ABSTRAK

PELESTARIAN BUDAYA MELALUI MEDIA FILM

(ANALISIS ISI PELESTARIAN SENI BELA DIRI PENCAK SILAT MINANG KABAU PADA FILM MERANTAU)

OLEH

Salama Khairun Nissa

Latar belakang penelitian ini adalah dalam maraknya peredaran film bergenre horror, komedi dan drama percintaan munculah film Merantau dengan sajian utama perkelahian beladiri silat membuat film ini sangat berciri khas budaya bangsa Indonesia.

Dalam usaha mengingatkan kembali masyarakat dengan seni bela diri pencak silat yang merupakan budaya asli bangsa Indonesia yang yang sudah lama ditinggalkan, film menjadi pilihan yang tepat sebagai media penyampaian pesan. Pencak silat adalah budi daya (budaya) bangsa Indonesia untuk membela dan mepertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritas (kemanunggalan) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitar untuk mencapai keselarasan hidup dan guna meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Murhananto, 1993:4). Melalui film ini diharapkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat. Berkaitan dengan upaya untuk melestarikan kebudayaan terutama kebudayaan seni bela diri pencak silat Minangkabau.

Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka diperoleh rumusan masalah yaitu : Bagaimanakah bentuk pelestarian seni bela diri pencak silat minang kabau dalam film Merantau? Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau dalam film Merantau.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis isi sebagai pisau analisis. Unit analisis yang digunakan adalah adegan-adegan dalam film Merantau. Berdasarkan kategori yang ada, adegan-adegan dalam film Merantau dipilah berdasarkan muatan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabaunya, lalu di interpretasikan hingga menghasilkan sebuah representasi. Tidak hannya menunjukkan manifest content (makna yang tampak), namun penelitian ini juga mengungkap latent content (makna yang tersembunyi) dalam


(3)

penggambaran perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau di film tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film Merantau sebagai konstruksi realitas dari pihak pembuat film, mengandung representasi perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau sebanyak 11 adegan dari total 86 adegan. Bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh dalam film ini memberikan sebuah gambaran pesan bahwa perilaku membela yang benar dan lemah tersebut harus selalu dilakukan untuk dapat menimbulkan kebaikan dalam kehidupan dengan berpegang teguh dengan nilai-nilai kebaikan. Walaupun penelitian ini tidak membahas keterwakilan kelompok sosial tertentu yang melakukan perilaku pelestarian, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa di masyarakat terdapat perilaku yang digambarkan dalam film ini.


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Film sebagai media komunikasi massa sering kali digunakan sebagai media yang menggambarkan kehidupan sosial yang ada dalam masyarakat. Film juga sering disebut sebagai gambar hidup yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Biasanya film dapat disaksikan di gedung - gedung biokop. Namun seiring perkembangan zaman film dapat disaksikan di rumah – rumah, tempat pertemuan, di lapangan terbuka dan lain - lain.

Film sebagai salah satu atribut media massa menjadi sarana komunikasi yang paling efektif. Film sebagai salah satu kreasi budaya, banyak memberikan gambaran – gambaran hidup dan pelajaran penting bagi penontonnya. Film juga menjadi salah satu media komunikasi yang sangat jitu. Dengan kualitas audio dan visual yang disuguhkan, film menjadi media terpaan yang sangat ampuh bagi pola pikir kognitif masyarakat.

Dalam perkembangan film belakangan ini, film tidak lagi dimaknai sebagai karya seni (film as art), tetapi lebih sebagai praktik sosial serta komunikasi massa. Sebagai salah satu produk media, film seharusnya membentuk opini dan kebiasaan masyarakat yang


(5)

2

positif, karena salah satu fungsi film sebagai salah satu produk media massa adalah mendidik (Effendy, 2004:54).

Film dapat memberdayakan persepsi generasi muda dan meningkatkan rasa ketertarikannya akan nilai-nilai sosial dan nilai-nilai luhur dari suatu budaya. Serta film merupakan suatu bentuk seni yang sangat representatif karena ia menyajikan betuk-bentuk dan gambaran-gambaran yang sangat mirip dengan bentuk dalam kehidupan sebenarnya. Sebagai media visual, film adalah alat untuk menggambarkan berbagai macam realita yang terdapat dalam masyarakat dan mengusung nilai-nilai kerakyatan. Perpaduan antara realitas sosial dan rekonstruksi realitas yang dibuat oleh industri film menjadikan film sebagai sarana yang unik untuk memahami kondisi sebenarnya dalam masyarakat. Film adalah visualisasi dari kehidupan nyata yang menyimpan banyak pesan, mulai dari gaya hidup sampai upaya untuk melestarikan kebudayaan.

Melestarikan budaya nusantara sangatlah penting sebagai generasi penerus bangsa, apalagi di era globalisasi ini budaya barat yang dengan bebasnya memasuki wilayah Indonesia dan sedikit banyak mempengaruhi pola pikir masyarakat pada umumnya dan juga mempengaruhi budaya asli Indonesia. Hal seperti inilah yang amat sangat disayangkan apabila terjadi para generasi muda yang dengan mudahnya menerima budaya asing dan melupakan budaya asli ibu pertiwi dan lebih memilih menggunakan unsur-unsur budaya asing yang kurang sesuai dengan kebudayaan Indonesia.

Untuk mewujudkan harapan-harapan untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang itulah maka disinilah letak kegunaan film sebagai salah satu bentuk media massa, yang juga merupakan wahana yang sangat efektif dalam membentuk persepsi masyarakat melalui representasi atas sebuah kelompok atau individual. Hal ini


(6)

disebabkan oleh karakteristik film yang dianggap memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Dengan dimuati ideologi tertentu, dan dengan kelebihan film yang mampu menjangkau banyak orang dalam waktu singkat dan memanipulasi kenyataan yang tampak dengan pesan fotografis, tanpa kehilangan kredibilitas (McQuail, 1996:14). Dengan citra film sebagai cermin dari realitas, apa yang tampak dalam sebuah film dapat diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai kondisi realitas yang sebenarnya.

Terasa berbeda saat melihat thriller film yang berjudul Merantau dengan film-film Indonesia yang beredar saat ini. Dengan sajian utama perkelahian beladiri silat membuat film ini sangat berciri khas Indonesia. Film merantau merupakan salah satu sarana pelestarian budaya pencak silat, memang sengaja dibuat oleh sineas perfilman sebagai bentuk kepeduliannya terhadap pelestarian seni bela diri pencak silat, terutama pencak silat Minangkabau yaitu yang biasa dikenal dengan sebutan silek harimau / silat harimau. Dalam film ini menceritakan kehidupan sehari-hari. Film dengan tema pencak silat ini diharapkan bisa memacu masyarakat Indonesia untuk melestarikan salah satu budaya bangsa, yaitu pencak silat.

Dalam usahanya mengingatkan kembali masyarakat dengan seni bela diri pencak silat yang merupakan budaya asli bangsa Indonesia yang yang sudah lama ditinggalkan, film dirasa menjadi pilihan yang tepat sebagai media penyampaian pesannya. Pencak silat adalah budi daya (budaya) bangsa Indonesia untuk membela dan mepertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritas (kemanunggalan) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitar untuk mencapai keselarasan hidup dan guna meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Murhananto, 1993:4).


(7)

4

Pencak Silat adalah seni beladiri yang berakar pada rumpun Melayu. Banyak ahli sejarah menyatakan bahwa Pencak Silat pertama kali ditemukan di Riau pada jaman kerajaan Sriwijaya di abad VII walaupun dalam bentuk yang masih kasar. Seni beladiri Melayu ini kemudian menyebar ke seluruh wilayah kerajaan Sriwijaya, semenanjung Malaka, dan Pulau Jawa. Namun keberadaan Pencak Silat baru tercatat dalam buku sastra pada abad XI. Dikatakan bahwa Datuk Suri Diraja dari Kerajaan Pahariyangan di kaki gunung Merapi, telah mengembangkan silat Minangkabau disamping bentuk kesenian lainnya. Silat Minangkabau ini kemudian menyebar ke daerah lain seiring dengan migrasi para perantau. Seni beladiri Melayu ini mencapai puncak kejayaannya pada jaman kerajaan Majapahit di abad XVI. Kerajaan Majapahit memanfaatkan pencak silat sebagai ilmu perang untuk memperluas wilayah teritorialnya. Kerajaan Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara. Hanya kerajaan Priyangan di tanah Pasundan yang tidak dapat dikuasai penuh oleh Kerajaan Majapahit. Tentara kerajaan Priyangan ini terkenal akan kehebatan pencak silatnya. Karena wilayahnya yang terisolir, dan terbatasnya pengaruh Majapahit, seni beladiri kerajaan Priyangan hampir tidak mendapat pengaruh dari silat Minangkabau. Pencak silat priyangan ini terkenal dengan nama Cimande.

Para ahli sejarah dan kalangan pendekar pada umumnya sepakat bahwa berbagai aliran Pencak Silat yang berkembang dewasa ini, bersumber dari dua gaya yang berasal dari Sumatra Barat dan Jawa Barat seperti diuraikan di atas (http://id.wikipedia.org/wiki/IPSI diakses 24 Oktober 2009).

Di saat ramai beredarnya film – film dengan tema horror dan komedi, seorang sineas perfilman asing membuat film action drama dengan mengangkat silat harimau minangkabau, Padang, Sumatra Barat yang merupakan salah satu budaya bangsa yang


(8)

harus dilestarikan merupakan alasan kenapa penulis tertarik untuk mengkaji film Merantau. Film merantau yang mengangkat warisan budaya Indonesia yaitu seni bela diri pencak silat Minangkabau khususnya silat harimau sebagai kajian utama dalam filmnya memberikan nuansa baru dalam dunia perfilman Indonesia dengan menampilkan adegan-adegan perkelahian silat harimau. Selain melestarikan pencak silat, film ini juga menceritakan tentang budaya merantau yang sering dilakukan mayoritas warga Minangkabau. Di tradisi Minangkabau, dimana setiap anak laki-laki suatu hari akan keluar merantau diluar daerahnya. Bertujuan agar anak laki-laki dapat menemukan tujuan hidupnya yang hakiki dan lalu kembali pulang menjadi pria seutuhnya ke kampung halamannya.

Dalam film itu diceritakan seputar perjalanan seorang remaja yang merantau dari tanah kelahirannya di Minang ke ibu kota dengan berbekal keahlian pencak silat harimau. Yuda (Iko Uwais), pesilat Harimau handal, dalam persiapan akhir untuk memulai perantauannya. Ia harus meninggalkan keluarganya, ibu tercinta, Wulan (Christine Hakim), dan udanya, Yayan (Donny Alamsyah), kenyamanan dan keindahan kampung halamannya, dan membuat nama untuk dirinya di keserabutan kota Jakarta.

Di Jakarta, Tidak selamanya berjalan mulus, Yuda mengalami kemunduran dan ketidak pastian dalam hidupnya. Nasib mempertemukan Yuda dengan yatim piatu Adit (Yusuf Aulia) dan kakaknya, Astri (Sisca Jessica), yang akan menjadi korban organisasi ilegal human trafficking. Organinsasi yang memperlakukan manusia seperti barang ini dipimpin seorang Eropa berhati batu, Ratger (Mads Koudal) dan tangan kanannya Luc (Laurent Buson). Ketika terluka dalam perkelahian antara Johni


(9)

6

(Alex Abbad), para tukang pukulnya dan Yuda, Ratger bersikeras mencari Astri, atau “barangnya”, yang berhasil di selamatkan dan ingin pembalasan berdarah setimpal. Perkenalan Yuda dengan kota serabutan ini seperti api yang menyulut ketika situasi memaksanya untuk melarikan diri bersama Astri dan Adit dari kejaran mucikari dan preman-preman yang menguasai malam, menggerayangi setiap jalanan, dan mengejar setiap langkah mereka. Melarikan diri ternyata bukan pilihan tepat, karena tiap langkahnya selalu diikuti oleh mereka, Yuda tidak memiliki pilihan lain kecuali berhadapan dengan penyerangnya secara berani berbekal kemampuan beladiri Silat warisan sang leluhur.

Sedangkan pada era modern seperti sekarang ini, upaya untuk tetap mempertahankan kebudayaan, apalagi untuk membela orang yang baru saja dikenal sudah sangat jarang ditemui. Dengan alasan gengsi, banyak masyarakat tidak ingin mempelajari budaya bangsa misalnya seni beladiri pencak silat. Juga karena alasan seni yang satu ini dirasa kurang keren dan terlalu kedaerahan, sehingga membuat masyarakat lebih memilih untuk menekuni seni yang lebih mendunia dan dianggap lebih keren.

Melalui film ini diharapkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kelompok yang bersangkutan. Berkaitan dengan upaya untuk melestarikan kebudayaan tersebut terutama kebudayaan seni beladiri pencak silat Minangkabau.

Maka untuk melihat sejauh mana film sebagai media massa dapat berperan serta dalam pelestarian kebudayaan dapat kita lihat melalui tekhnik analisis isi karena, analisis isi dapat memberi kita pemahaman terhadap nilai-nilai, orientasi, norma-norma suatu budaya yang direfleksikan oleh media massa, suatu cerita seringkali menyelimuti fenomena yang dapat diamati dan analisis isi dapat membantu


(10)

menjabarkan motif dan maksud-maksud ataupun memahami arti yang tersurat di dalam suatu cerita tersebut dan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh lewat analisis isi sangat dapat dipercaya (Walizer dan Wienir, 1991:49).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu, bagaimanakah pelestarian seni bela diri pencak silat minang kabau dalam film Merantau?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimanakah bentuk-bentuk pelestarian seni bela diri pencak silat minangkabau melalui film (Analisis Isi Pelestarian Seni Beladiri Pencak Silat Minang Kabau Pada Film Merantau) melalui pemahaman arti yang tersurat di dalam suatu cerita dengan menggunakan teknik analisis isi.


(11)

8

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wacana studi tentang pelestarian budaya melalui media film. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya studi analisis isi sebagai sebuah metode dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial, terutama dari sudut pandang ilmu komunikasi dan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam kajian komunikasi, dan dapat menjadi referensi bagi peneltian selanjutnya yang berkaitan dengan pelestarian budaya, terutama pelestarian budaya seni bela diri pencak silat Minangkabau.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan bagi para praktisi film dalam mengemas film agar mengutamakan fungsinya sebagai sarana pendidikan dan sebagai media massa terutama dalam melestarikan budaya.


(12)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan adegan-adegan yang menggambarkan bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau dalam film Merantau, maka peneliti menyimpulkan bahwa film Merantau menggambarkan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau. Bentuk perilaku pelestarian yang ada dalam film ini adalah Perbuatan melestarikan perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan dan mempertahankan kelangsungan keberadaannya, menggambarkan perbuatan melestarikan memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dari pencak silat Minang kabau, melestarikan pemanfaatan pencak silat secara bijaksana dan memanfaatkan pencak silat secara tidak bijakasana. Bentuk perilaku pelestarian tidak hanya muncul secara eksplisit (manifest content), namun juga secara implisit (latent content).

Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada 11 adegan karena hanya 11 adegan tersebutlah yang sangat kuat mewakili perilaku pelestarian dalam film Merantau, karena meskipun banyak adegan perkelahian di dalam film ini namun tidak berdasarkan nilai atau filosofi pencak silat dalam pertarungannya. Juga peneliti


(13)

178

merasa beberapa adegan dalam film ini terlihat motif dan niat pelaku dalam setiap pertarungannya sama, dan beberapa adegan pertarungan dianggap hanya mengekspos adegan aksi semata. Dari 11 adegan itu dapat dilihat bahwa bentuk pelestarian yang terkandung di dalam film Merantau lebih banyak terdapat pada aspek visual atau akting dari para tokoh pemainnya yaitu sebanyak 8 adegan. Sedangkan bentuk pelestarian seni bela diri pencak silat yang terkandung dalam unsur audio atau dialog hanya terdapat pada 3 adegan. Maka dapat tarik kesimpulan bahwa bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau banyak terwakilkan pada aspek visual atau akting dalam film Merantau disbanding dengan aspek audio atau dialognya.

Bentuk perilaku pelestarian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam film ini memberikan sebuah gambaran pesan bahwa perilaku mempertahankan kebudayaan, menggunakan keahlian untuk menolong orang lain yang kesusahan harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Walaupun penelitian ini tidak membahas keterwakilan kelompok sosial tertentu yang melakukan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau, tapi tidak menutup kemungkinan bahwadi masyarakat tertentu terdapat perilaku yang digambarkan dalam film ini.


(14)

6.2 SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Penulis mengharapkan agar masyarakat dapat bijak dalam memilih asupan media yang akan dikonsumsi. Karena konten-konten yang terdapat dalam suatu media hendaknya dapat menjadi contoh baik dan tuntunan dalam menjalankan kehidupan, bukan hanya dijadikan sebagai media hiburan. Dan pilihlah produksi karya anak bangsa yang membahas tentang kebudayaan ataupun sejarah bangsa, sebagai bentuk cinta tanah air sekaligus melestariakan budaya serta menjaga sejarah bangsa agar tidak punah dan terlupakan.

2. Kepada pihak sineas perfilman dan produsen film, agar lebih meningkatkan kualitas dan mengangkat nilai-nilai budaya bangsa. Meskipun film Merantau ini mengangkat tema pelestarian budaya pencak silat Minang Kabau dan adegan perkelahiannya menggunakan pencak silat, tetapi peneliti masih merasa kurangnya bentuk pelestarian yang di gambarkan dalam setiap adegan dalam film ini, ada baiknya para sineas yang membuat film aksi atau laga tidak hanya memfokuskan pada perkelahian yang terlihat tingkat tinggi, tetapi perhatikan juga adat ataupun kebiasaan yang dilakukan pada saat melakukan perkelahian. Dan juga diseimbangkan dengan filosofi ataupun nilai-nilai kebaikan yang terkandung didalamnya, maka dengan demikian tidak hanya terlihat indah adegan perkelahian yang ditampilkan tetapi hati penonton juga dapat tergugah dengan dialog dan pesan-pesan yang terdapat dalam setiap adegannya.


(1)

(Alex Abbad), para tukang pukulnya dan Yuda, Ratger bersikeras mencari Astri, atau “barangnya”, yang berhasil di selamatkan dan ingin pembalasan berdarah setimpal. Perkenalan Yuda dengan kota serabutan ini seperti api yang menyulut ketika situasi memaksanya untuk melarikan diri bersama Astri dan Adit dari kejaran mucikari dan preman-preman yang menguasai malam, menggerayangi setiap jalanan, dan mengejar setiap langkah mereka. Melarikan diri ternyata bukan pilihan tepat, karena tiap langkahnya selalu diikuti oleh mereka, Yuda tidak memiliki pilihan lain kecuali berhadapan dengan penyerangnya secara berani berbekal kemampuan beladiri Silat warisan sang leluhur.

Sedangkan pada era modern seperti sekarang ini, upaya untuk tetap mempertahankan kebudayaan, apalagi untuk membela orang yang baru saja dikenal sudah sangat jarang ditemui. Dengan alasan gengsi, banyak masyarakat tidak ingin mempelajari budaya bangsa misalnya seni beladiri pencak silat. Juga karena alasan seni yang satu ini dirasa kurang keren dan terlalu kedaerahan, sehingga membuat masyarakat lebih memilih untuk menekuni seni yang lebih mendunia dan dianggap lebih keren.

Melalui film ini diharapkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kelompok yang bersangkutan. Berkaitan dengan upaya untuk melestarikan kebudayaan tersebut terutama kebudayaan seni beladiri pencak silat Minangkabau.

Maka untuk melihat sejauh mana film sebagai media massa dapat berperan serta dalam pelestarian kebudayaan dapat kita lihat melalui tekhnik analisis isi karena, analisis isi dapat memberi kita pemahaman terhadap nilai-nilai, orientasi, norma-norma suatu budaya yang direfleksikan oleh media massa, suatu cerita seringkali menyelimuti fenomena yang dapat diamati dan analisis isi dapat membantu


(2)

7

menjabarkan motif dan maksud-maksud ataupun memahami arti yang tersurat di dalam suatu cerita tersebut dan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh lewat analisis isi sangat dapat dipercaya (Walizer dan Wienir, 1991:49).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu, bagaimanakah pelestarian seni bela diri pencak silat minang kabau dalam film Merantau?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimanakah bentuk-bentuk pelestarian seni bela diri pencak silat minangkabau melalui film (Analisis Isi Pelestarian Seni Beladiri Pencak Silat Minang Kabau Pada Film Merantau) melalui pemahaman arti yang tersurat di dalam suatu cerita dengan menggunakan teknik analisis isi.


(3)

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wacana studi tentang pelestarian budaya melalui media film. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya studi analisis isi sebagai sebuah metode dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial, terutama dari sudut pandang ilmu komunikasi dan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam kajian komunikasi, dan dapat menjadi referensi bagi peneltian selanjutnya yang berkaitan dengan pelestarian budaya, terutama pelestarian budaya seni bela diri pencak silat Minangkabau.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan bagi para praktisi film dalam mengemas film agar mengutamakan fungsinya sebagai sarana pendidikan dan sebagai media massa terutama dalam melestarikan budaya.


(4)

177

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan adegan-adegan yang menggambarkan bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau dalam film Merantau, maka peneliti menyimpulkan bahwa film Merantau menggambarkan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau. Bentuk perilaku pelestarian yang ada dalam film ini adalah Perbuatan melestarikan perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan dan mempertahankan kelangsungan keberadaannya, menggambarkan perbuatan melestarikan memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dari pencak silat Minang kabau, melestarikan pemanfaatan pencak silat secara bijaksana dan memanfaatkan pencak silat secara tidak bijakasana. Bentuk perilaku pelestarian tidak hanya muncul secara eksplisit (manifest content), namun juga secara implisit (latent content).

Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada 11 adegan karena hanya 11 adegan tersebutlah yang sangat kuat mewakili perilaku pelestarian dalam film Merantau, karena meskipun banyak adegan perkelahian di dalam film ini namun tidak berdasarkan nilai atau filosofi pencak silat dalam pertarungannya. Juga peneliti


(5)

merasa beberapa adegan dalam film ini terlihat motif dan niat pelaku dalam setiap pertarungannya sama, dan beberapa adegan pertarungan dianggap hanya mengekspos adegan aksi semata. Dari 11 adegan itu dapat dilihat bahwa bentuk pelestarian yang terkandung di dalam film Merantau lebih banyak terdapat pada aspek visual atau akting dari para tokoh pemainnya yaitu sebanyak 8 adegan. Sedangkan bentuk pelestarian seni bela diri pencak silat yang terkandung dalam unsur audio atau dialog hanya terdapat pada 3 adegan. Maka dapat tarik kesimpulan bahwa bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau banyak terwakilkan pada aspek visual atau akting dalam film Merantau disbanding dengan aspek audio atau dialognya.

Bentuk perilaku pelestarian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam film ini memberikan sebuah gambaran pesan bahwa perilaku mempertahankan kebudayaan, menggunakan keahlian untuk menolong orang lain yang kesusahan harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Walaupun penelitian ini tidak membahas keterwakilan kelompok sosial tertentu yang melakukan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau, tapi tidak menutup kemungkinan bahwadi masyarakat tertentu terdapat perilaku yang digambarkan dalam film ini.


(6)

179

6.2 SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Penulis mengharapkan agar masyarakat dapat bijak dalam memilih asupan media yang akan dikonsumsi. Karena konten-konten yang terdapat dalam suatu media hendaknya dapat menjadi contoh baik dan tuntunan dalam menjalankan kehidupan, bukan hanya dijadikan sebagai media hiburan. Dan pilihlah produksi karya anak bangsa yang membahas tentang kebudayaan ataupun sejarah bangsa, sebagai bentuk cinta tanah air sekaligus melestariakan budaya serta menjaga sejarah bangsa agar tidak punah dan terlupakan.

2. Kepada pihak sineas perfilman dan produsen film, agar lebih meningkatkan kualitas dan mengangkat nilai-nilai budaya bangsa. Meskipun film Merantau ini mengangkat tema pelestarian budaya pencak silat Minang Kabau dan adegan perkelahiannya menggunakan pencak silat, tetapi peneliti masih merasa kurangnya bentuk pelestarian yang di gambarkan dalam setiap adegan dalam film ini, ada baiknya para sineas yang membuat film aksi atau laga tidak hanya memfokuskan pada perkelahian yang terlihat tingkat tinggi, tetapi perhatikan juga adat ataupun kebiasaan yang dilakukan pada saat melakukan perkelahian. Dan juga diseimbangkan dengan filosofi ataupun nilai-nilai kebaikan yang terkandung didalamnya, maka dengan demikian tidak hanya terlihat indah adegan perkelahian yang ditampilkan tetapi hati penonton juga dapat tergugah dengan dialog dan pesan-pesan yang terdapat dalam setiap adegannya.