PELESTARIAN BUDAYA MELALUI MEDIA FILM (ANALISIS ISI PELESTARIAN SENI BELA DIRI PENCAK SILAT MINANG KABAU PADA FILM MERANTAU)

(1)

ABSTRACT

PRESERVATION CULTURE THROUGH FILM MEDIA (CONTENTS ANALYSIS OF MINANG KABAU MARTIAL ARTS

PRESERVATION ON FILM) By

Salama Khairun Nissa

The background of this research is the widespread circulation of film genre horror, comedy and romance drama movie comes with the main dish Merantau silat martial arts fights makes this movie very distinctively national culture of Indonesia.

In an effort to remind people with martial arts which is the native culture of the Indonesian nation that had long been abandoned, the movie felt to be the right choice as a medium for delivering it’s message. Martial art is Indonesian cultivation (culture), to defend and preserve it’s existence (independence) and integrity (unity) on the environment and natural surroundings to achieve harmony of life and to increase faith and piety to God the Almighty (Murhananto, 1993:4 .) This film were expected to have affect on public perception of the group concerned. As an efforts to preserve the culture, especially Minangkabau martial art culture. Based on those thoughts, then obtained the formula of problem is: What form of Minang Kabau martial art preservation in Merantau movie? The purpose This study is to explain Minang Kabau martial arts preservation of behavior in Merantau movie.

This study used a qualitative approach and content analysis methods as knife analysis. The unit of analysis that being used are the scenes in the movie Merantau. Based on existing categories, the scenes in the movie Merantau disaggregated charge Minang Kabau martial arts conservation behavior, then being interpreted to generate a representation. Not only shows the manifest content (the visible meaning), but this study also reveal the latent content (the hidden meaning) in describing Minang Kabau martial arts of behavior preservation in the film.

The results of this study indicate that the film Merantau as the construction of reality from the film maker, containing a total of 11 scenes 86 scenes representations of Minang Kabau martial arts preservation behavior. The preservation behavior of the Minang Kabau martial art shown by the characters in this film discribing a picture message that the behavior of defending the right and the weak must always be done in order to create good in life and still hold on to the values of kindness. Although this study does not address the representation of certain social groups who perform conservation behavior, but it’s possible that in society there is the behavior depicted in this film.


(2)

ABSTRAK

PELESTARIAN BUDAYA MELALUI MEDIA FILM

(ANALISIS ISI PELESTARIAN SENI BELA DIRI PENCAK SILAT MINANG KABAU PADA FILM MERANTAU)

OLEH

Salama Khairun Nissa

Latar belakang penelitian ini adalah dalam maraknya peredaran film bergenre horror, komedi dan drama percintaan munculah film Merantau dengan sajian utama perkelahian beladiri silat membuat film ini sangat berciri khas budaya bangsa Indonesia.

Dalam usaha mengingatkan kembali masyarakat dengan seni bela diri pencak silat yang merupakan budaya asli bangsa Indonesia yang yang sudah lama ditinggalkan, film menjadi pilihan yang tepat sebagai media penyampaian pesan. Pencak silat adalah budi daya (budaya) bangsa Indonesia untuk membela dan mepertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritas (kemanunggalan) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitar untuk mencapai keselarasan hidup dan guna meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Murhananto, 1993:4). Melalui film ini diharapkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat. Berkaitan dengan upaya untuk melestarikan kebudayaan terutama kebudayaan seni bela diri pencak silat Minangkabau.

Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka diperoleh rumusan masalah yaitu : Bagaimanakah bentuk pelestarian seni bela diri pencak silat minang kabau dalam film Merantau? Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau dalam film Merantau.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis isi sebagai pisau analisis. Unit analisis yang digunakan adalah adegan-adegan dalam film Merantau. Berdasarkan kategori yang ada, adegan-adegan dalam film Merantau dipilah berdasarkan muatan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabaunya, lalu di interpretasikan hingga menghasilkan sebuah representasi. Tidak hannya menunjukkan manifest content (makna yang tampak), namun penelitian ini juga mengungkap latent content (makna yang tersembunyi) dalam


(3)

dari pihak pembuat film, mengandung representasi perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau sebanyak 11 adegan dari total 86 adegan. Bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh dalam film ini memberikan sebuah gambaran pesan bahwa perilaku membela yang benar dan lemah tersebut harus selalu dilakukan untuk dapat menimbulkan kebaikan dalam kehidupan dengan berpegang teguh dengan nilai-nilai kebaikan. Walaupun penelitian ini tidak membahas keterwakilan kelompok sosial tertentu yang melakukan perilaku pelestarian, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa di masyarakat terdapat perilaku yang digambarkan dalam film ini.


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Film sebagai media komunikasi massa sering kali digunakan sebagai media yang menggambarkan kehidupan sosial yang ada dalam masyarakat. Film juga sering disebut sebagai gambar hidup yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Biasanya film dapat disaksikan di gedung - gedung biokop. Namun seiring perkembangan zaman film dapat disaksikan di rumah – rumah, tempat pertemuan, di lapangan terbuka dan lain - lain.

Film sebagai salah satu atribut media massa menjadi sarana komunikasi yang paling efektif. Film sebagai salah satu kreasi budaya, banyak memberikan gambaran – gambaran hidup dan pelajaran penting bagi penontonnya. Film juga menjadi salah satu media komunikasi yang sangat jitu. Dengan kualitas audio dan visual yang disuguhkan, film menjadi media terpaan yang sangat ampuh bagi pola pikir kognitif masyarakat.

Dalam perkembangan film belakangan ini, film tidak lagi dimaknai sebagai karya seni (film as art), tetapi lebih sebagai praktik sosial serta komunikasi massa. Sebagai salah satu produk media, film seharusnya membentuk opini dan kebiasaan masyarakat yang


(5)

positif, karena salah satu fungsi film sebagai salah satu produk media massa adalah mendidik (Effendy, 2004:54).

Film dapat memberdayakan persepsi generasi muda dan meningkatkan rasa ketertarikannya akan nilai-nilai sosial dan nilai-nilai luhur dari suatu budaya. Serta film merupakan suatu bentuk seni yang sangat representatif karena ia menyajikan betuk-bentuk dan gambaran-gambaran yang sangat mirip dengan bentuk dalam kehidupan sebenarnya. Sebagai media visual, film adalah alat untuk menggambarkan berbagai macam realita yang terdapat dalam masyarakat dan mengusung nilai-nilai kerakyatan. Perpaduan antara realitas sosial dan rekonstruksi realitas yang dibuat oleh industri film menjadikan film sebagai sarana yang unik untuk memahami kondisi sebenarnya dalam masyarakat. Film adalah visualisasi dari kehidupan nyata yang menyimpan banyak pesan, mulai dari gaya hidup sampai upaya untuk melestarikan kebudayaan.

Melestarikan budaya nusantara sangatlah penting sebagai generasi penerus bangsa, apalagi di era globalisasi ini budaya barat yang dengan bebasnya memasuki wilayah Indonesia dan sedikit banyak mempengaruhi pola pikir masyarakat pada umumnya dan juga mempengaruhi budaya asli Indonesia. Hal seperti inilah yang amat sangat disayangkan apabila terjadi para generasi muda yang dengan mudahnya menerima budaya asing dan melupakan budaya asli ibu pertiwi dan lebih memilih menggunakan unsur-unsur budaya asing yang kurang sesuai dengan kebudayaan Indonesia.

Untuk mewujudkan harapan-harapan untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang itulah maka disinilah letak kegunaan film sebagai salah satu bentuk media massa, yang juga merupakan wahana yang sangat efektif dalam membentuk persepsi masyarakat melalui representasi atas sebuah kelompok atau individual. Hal ini


(6)

disebabkan oleh karakteristik film yang dianggap memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Dengan dimuati ideologi tertentu, dan dengan kelebihan film yang mampu menjangkau banyak orang dalam waktu singkat dan memanipulasi kenyataan yang tampak dengan pesan fotografis, tanpa kehilangan kredibilitas (McQuail, 1996:14). Dengan citra film sebagai cermin dari realitas, apa yang tampak dalam sebuah film dapat diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai kondisi realitas yang sebenarnya.

Terasa berbeda saat melihat thriller film yang berjudul Merantau dengan film-film Indonesia yang beredar saat ini. Dengan sajian utama perkelahian beladiri silat membuat film ini sangat berciri khas Indonesia. Film merantau merupakan salah satu sarana pelestarian budaya pencak silat, memang sengaja dibuat oleh sineas perfilman sebagai bentuk kepeduliannya terhadap pelestarian seni bela diri pencak silat, terutama pencak silat Minangkabau yaitu yang biasa dikenal dengan sebutan silek harimau / silat harimau. Dalam film ini menceritakan kehidupan sehari-hari. Film dengan tema pencak silat ini diharapkan bisa memacu masyarakat Indonesia untuk melestarikan salah satu budaya bangsa, yaitu pencak silat.

Dalam usahanya mengingatkan kembali masyarakat dengan seni bela diri pencak silat yang merupakan budaya asli bangsa Indonesia yang yang sudah lama ditinggalkan, film dirasa menjadi pilihan yang tepat sebagai media penyampaian pesannya. Pencak silat adalah budi daya (budaya) bangsa Indonesia untuk membela dan mepertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritas (kemanunggalan) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitar untuk mencapai keselarasan hidup dan guna meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Murhananto, 1993:4).


(7)

Pencak Silat adalah seni beladiri yang berakar pada rumpun Melayu. Banyak ahli sejarah menyatakan bahwa Pencak Silat pertama kali ditemukan di Riau pada jaman kerajaan Sriwijaya di abad VII walaupun dalam bentuk yang masih kasar. Seni beladiri Melayu ini kemudian menyebar ke seluruh wilayah kerajaan Sriwijaya, semenanjung Malaka, dan Pulau Jawa. Namun keberadaan Pencak Silat baru tercatat dalam buku sastra pada abad XI. Dikatakan bahwa Datuk Suri Diraja dari Kerajaan Pahariyangan di kaki gunung Merapi, telah mengembangkan silat Minangkabau disamping bentuk kesenian lainnya. Silat Minangkabau ini kemudian menyebar ke daerah lain seiring dengan migrasi para perantau. Seni beladiri Melayu ini mencapai puncak kejayaannya pada jaman kerajaan Majapahit di abad XVI. Kerajaan Majapahit memanfaatkan pencak silat sebagai ilmu perang untuk memperluas wilayah teritorialnya. Kerajaan Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara. Hanya kerajaan Priyangan di tanah Pasundan yang tidak dapat dikuasai penuh oleh Kerajaan Majapahit. Tentara kerajaan Priyangan ini terkenal akan kehebatan pencak silatnya. Karena wilayahnya yang terisolir, dan terbatasnya pengaruh Majapahit, seni beladiri kerajaan Priyangan hampir tidak mendapat pengaruh dari silat Minangkabau. Pencak silat priyangan ini terkenal dengan nama Cimande.

Para ahli sejarah dan kalangan pendekar pada umumnya sepakat bahwa berbagai aliran Pencak Silat yang berkembang dewasa ini, bersumber dari dua gaya yang berasal dari Sumatra Barat dan Jawa Barat seperti diuraikan di atas (http://id.wikipedia.org/wiki/IPSI diakses 24 Oktober 2009).

Di saat ramai beredarnya film – film dengan tema horror dan komedi, seorang sineas perfilman asing membuat film action drama dengan mengangkat silat harimau minangkabau, Padang, Sumatra Barat yang merupakan salah satu budaya bangsa yang


(8)

harus dilestarikan merupakan alasan kenapa penulis tertarik untuk mengkaji film Merantau. Film merantau yang mengangkat warisan budaya Indonesia yaitu seni bela diri pencak silat Minangkabau khususnya silat harimau sebagai kajian utama dalam filmnya memberikan nuansa baru dalam dunia perfilman Indonesia dengan menampilkan adegan-adegan perkelahian silat harimau. Selain melestarikan pencak silat, film ini juga menceritakan tentang budaya merantau yang sering dilakukan mayoritas warga Minangkabau. Di tradisi Minangkabau, dimana setiap anak laki-laki suatu hari akan keluar merantau diluar daerahnya. Bertujuan agar anak laki-laki dapat menemukan tujuan hidupnya yang hakiki dan lalu kembali pulang menjadi pria seutuhnya ke kampung halamannya.

Dalam film itu diceritakan seputar perjalanan seorang remaja yang merantau dari tanah kelahirannya di Minang ke ibu kota dengan berbekal keahlian pencak silat harimau. Yuda (Iko Uwais), pesilat Harimau handal, dalam persiapan akhir untuk memulai perantauannya. Ia harus meninggalkan keluarganya, ibu tercinta, Wulan (Christine Hakim), dan udanya, Yayan (Donny Alamsyah), kenyamanan dan keindahan kampung halamannya, dan membuat nama untuk dirinya di keserabutan kota Jakarta.

Di Jakarta, Tidak selamanya berjalan mulus, Yuda mengalami kemunduran dan ketidak pastian dalam hidupnya. Nasib mempertemukan Yuda dengan yatim piatu Adit (Yusuf Aulia) dan kakaknya, Astri (Sisca Jessica), yang akan menjadi korban organisasi ilegal human trafficking. Organinsasi yang memperlakukan manusia seperti barang ini dipimpin seorang Eropa berhati batu, Ratger (Mads Koudal) dan tangan kanannya Luc (Laurent Buson). Ketika terluka dalam perkelahian antara Johni


(9)

(Alex Abbad), para tukang pukulnya dan Yuda, Ratger bersikeras mencari Astri, atau “barangnya”, yang berhasil di selamatkan dan ingin pembalasan berdarah setimpal. Perkenalan Yuda dengan kota serabutan ini seperti api yang menyulut ketika situasi memaksanya untuk melarikan diri bersama Astri dan Adit dari kejaran mucikari dan preman-preman yang menguasai malam, menggerayangi setiap jalanan, dan mengejar setiap langkah mereka. Melarikan diri ternyata bukan pilihan tepat, karena tiap langkahnya selalu diikuti oleh mereka, Yuda tidak memiliki pilihan lain kecuali berhadapan dengan penyerangnya secara berani berbekal kemampuan beladiri Silat warisan sang leluhur.

Sedangkan pada era modern seperti sekarang ini, upaya untuk tetap mempertahankan kebudayaan, apalagi untuk membela orang yang baru saja dikenal sudah sangat jarang ditemui. Dengan alasan gengsi, banyak masyarakat tidak ingin mempelajari budaya bangsa misalnya seni beladiri pencak silat. Juga karena alasan seni yang satu ini dirasa kurang keren dan terlalu kedaerahan, sehingga membuat masyarakat lebih memilih untuk menekuni seni yang lebih mendunia dan dianggap lebih keren.

Melalui film ini diharapkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kelompok yang bersangkutan. Berkaitan dengan upaya untuk melestarikan kebudayaan tersebut terutama kebudayaan seni beladiri pencak silat Minangkabau.

Maka untuk melihat sejauh mana film sebagai media massa dapat berperan serta dalam pelestarian kebudayaan dapat kita lihat melalui tekhnik analisis isi karena, analisis isi dapat memberi kita pemahaman terhadap nilai-nilai, orientasi, norma-norma suatu budaya yang direfleksikan oleh media massa, suatu cerita seringkali menyelimuti fenomena yang dapat diamati dan analisis isi dapat membantu


(10)

menjabarkan motif dan maksud-maksud ataupun memahami arti yang tersurat di dalam suatu cerita tersebut dan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh lewat analisis isi sangat dapat dipercaya (Walizer dan Wienir, 1991:49).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu, bagaimanakah pelestarian seni bela diri pencak silat minang kabau dalam film Merantau?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimanakah bentuk-bentuk pelestarian seni bela diri pencak silat minangkabau melalui film (Analisis Isi Pelestarian Seni Beladiri Pencak Silat Minang Kabau Pada Film Merantau) melalui pemahaman arti yang tersurat di dalam suatu cerita dengan menggunakan teknik analisis isi.


(11)

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wacana studi tentang pelestarian budaya melalui media film. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya studi analisis isi sebagai sebuah metode dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial, terutama dari sudut pandang ilmu komunikasi dan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam kajian komunikasi, dan dapat menjadi referensi bagi peneltian selanjutnya yang berkaitan dengan pelestarian budaya, terutama pelestarian budaya seni bela diri pencak silat Minangkabau.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan bagi para praktisi film dalam mengemas film agar mengutamakan fungsinya sebagai sarana pendidikan dan sebagai media massa terutama dalam melestarikan budaya.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian film

Menurut Dr. Phil. Astrid S. Susanto, esensi film adalah gerakan atau lebih tepat lagi gambar yang bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal istilah gambar hidup, dan memang gerakan itulah yang merupakan unsur pemberi “hidup” kepada suatu gambar (1982:58).

Hafied Cangara mendefinisikan dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di televisi. Di Indonesia, pengertian film dapat dirujuk dari pendefinisian untuk tujuan hukum, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman.

1. Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melaluiproses


(13)

kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpasuara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan system Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.

2. Perfilman adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, jasa, teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film. (UU no 8 tahun 1992 tentang Perfilman, pasal 1)

Untuk meningkatkan kesan dan dampak dari film, suatu film diiringi dengan suara yang dapat berupa dialog atau musik. Disamping itu, warna juga mempertingkat nilai “kenyataan” pada film, sehingga unsur “sungguh-sungguh terjadi” dan “sedang dialami oleh khalayak” pada saat film diputar, makin terpenuhi (Susanto, 1982:58). Atmosfer yang kuat ini dapat mempengaruhi isi kesadaran penonton sedemikian rupa, sehingga batas realitas film dan realitas hidup tidak lagi jelas (Van Zoest, 1993:112). Selain itu, karakteristik film yang dianggap memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat, menjadikan film sebagai medium yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan.

2.1.1 Bahasa Film (Film Languages)

Menurut Daniel Chandler, kode-kode dalam film dapat dibandingkan dengan tata bahasa atau grammar dalam bahasa. Frame atau pembingkaian gambar dapat dilihat sebagai morfem, shot atau pengambilan kamera sebagai kalimat, adegan sebagai paragraf, dan sekuen atau rangkaian adegan sebagai bab. James Monaco, ahli semiotika lain,


(14)

menambahkan bahwa cara memotong gambar (editing) atau perpindahan adegan sebagai tanda baca (www.users.aber.ac.uk/dgc/semiotics.html, diakses 24 Oktober 2009 ).

Graeme Turner menyebut kode-kode yang terkandung dalam bahasa film sebagai sistem penanda (the signifying systems) (1988:51), sedangkan Allan Rowe menyebutnya sebagai kode sinematis (cinematic codes) (Nelmes, 1996:93). Adapun yang akan diuraikan berikut ini adalah kombinasi dari keduanya:

1. Kamera

Kamera merupakan elemen yang terpenting dan paling dasar dalam pembuatan sebuah film, karena film tidak dapat dikatakan sebagai film bila tidak menggunakan jasa kamera. Namun di samping fungsi dasarnya, penggunaan kamera juga dapat menghasilkan makna tertentu. Berikut adalah makna yang dapat dihasilkan oleh penggunaan kamera, berdasarkan konvensi yang berlaku dalam industri film.

a) Camera shot (sorotan kamera)

1. Close-up: kamera menyorot bagian dari tubuh seseorang atau bagian dari benda dari jarak dekat. Shot seperti ini dapat menghasilkan perasaan dramatis yang tinggi atau nilai simbolis dalam suatu adegan. Close-up juga dipakai untuk mengundang identifikasi atau empati terhadap suatu karakter. Ia juga dapat menekankan sesuatu yang disorotnya.

2. Extreme close-up: bentuk close-up dengan jarak yang lebih dekat. Biasanya shot ini hanya dapat memuat bagian kecil dari tubuh orang atau obyek, misalnya mata, telinga, bibir, dan sebagainya. Fungsinya sama dengan close-up, hanya intensitas dramatiknya lebih tinggi.


(15)

3. Medium shot: sorotan yang menekankan detil dari tubuh seseorang dari pinggang ke atas. Medium shot hanya menampakkan orang atau benda yang disorotnya, dan tidak memberi tempat bagi lingkungan di sekitarnya, sehingga orang atau benda yang disorot terisolasi dari lingkungannya.

Fungsi medium shot adalah untuk mengenal suatu karakter atau obyek dari jarak yang lebih dekat. Namun, tidak seperti close-up, medium shot tidak bermuatan emosi. Misalnya ketika kamera menyorot seseorang yang sedang bercerita dengan medium shot, maka penonton diajak untuk mendengarkan ceritanya saja.

4. Long shot: kamera menyorot dari jauh, sering digunakan untuk menghubungkan orang atau benda dengan lingkungan di sekitarnya.

5. Point of view shot (POV): kamera bertindak sebagai mata dari seseorang atau sesuatu. Dengan POV, kita melihat dunia dari sudut pandang si karakter. POV adalah penggunaan kamera yang sangat subyektif.

b) Camera angle (posisi atau sudut pengambilan kamera)

Sudut atau posisi pengambilan kamera dapat digunakan untuk menambah nilai estetis dan psikologis.

1. Straight on: posisi kamera yang umum digunakan. Ia biasanya tidak menghasilkan arti apa-apa, hanya merekam apa yang sedang terjadi, dengan posisi sejajar dengan pandangan mata.

2. Low-angle: kamera ditempatkan lebih rendah dari obyek, dan jadinya melihat ke atas ke arah obyek atau orang. Sudut seperti ini memberi kesan berkuasa, kuat, atau besar pada obyek yang disorotnya.


(16)

3. High-angle: kamera melihat ke bawah pada obyek yang disorotnya, membuat obyek terlihat kecil, tidak penting, hina, dan lemah.

c) Camera movement (gerakan kamera)

Gerakan kamera memainkan peranan penting, karena – selain fungsinya adalah yang paling kelihatan dalam film – ia memungkinkan penonton untuk mengikuti gerakan atau aksi dari sebuah karakter.

1. Panning: kamera bergerak secara horizontal, dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Gerakan ini memungkinkan penonton untuk mengikuti aksi sebuah karakter. 2. Tilting: kamera bergerak secara vertikal, dari atas ke bawah atau sebaliknya.

Baik panning maupun tilting memungkinkan penonton untuk mengikuti suatu aksi dengan cara voyeuristic (mengamati). Kedua gerak ini juga memungkinkan sutradara untuk menjaga momentum adegannya tanpa harus dipotong. Panning dan tilting juga dapat digunakan secara POV, di mana gerak kamera merupakan gerakan mata seorang karakter.

d) Depth of field (fokus)

Permainan fokus juga dapat menghasilkan makna. Bila kamera terfokus pada obyek atau karakter, sementara latar belakang dibuat kabur, makan perhatian penonton akan terfokus pada karakter atau obyek tersebut. Sebaliknya bila karakter atau obyek dibuat kabur dan kamera terfokus pada latar belakang, perhatian penonton akan tersita untuk latar belakang itu. Deep focus shot, di mana semua hal dalam frame terfokus, akan membebaskan penonton untuk memilih fokus perhatiannya pada apa saja dalam layar yang mereka inginkan.


(17)

e) Framing

Framing adalah penempatan orang atau obyek dalam satu frame kamera. 2. Setting

Fungsi setting yang paling dasar, penting, dan nyata terlihat adalah untuk menyatakan tempat dan waktu di mana cerita terjadi. Namun pengaturan setting juga mempunyai fungsi untuk mengkonstruksi makna-makna tertentu, yang dapat memberi kontribusi bagi struktur naratif cerita dan pemahaman karakter dalam suatu film. Misalnya, kamar yang dipenuhi buku menimbulkan kesan pemiliknya adalah seorang kutu buku atau kaum intelektual.

3. Lighting

Menurut Graeme Turner, lighting atau tata lampu mempunyai dua fungsi. Yang pertama adalah fungsi ekspresif, yaitu menetapkan mood, atau memberi film sebuah penampilan tertentu, serta memberi kontribusi bagi cerita seperti karakter atau motivasi (1988:56). Penataan lampu yang dapat menghasilkan makna – melalui pembagian lampu yang tidak rata sehingga menghasilkan kontras – disebut low-key lighting. Fungsi yang kedua adalah realisme. Ini merupakan fungsi lighting yang paling banyak digunakan dan tidak kelihatan. Bila berhasil, tata lampu seperti ini akan menerangi karakter dan setting secara natural, sehingga penonton tidak menyadari kehadirannya, dan tidak merasakan lighting sebagai sebuah teknologi yang terpisah. Penggunaan lighting seperti ini disebut high-key lighting.


(18)

4. Obyek atau Prop

Film juga bergantung pada benda, atau obyek, atau prop, sebagai sarana untuk menyampaikan makna. Prop dapat digunakan untuk menjadi ciri dari suatu genre, misalnya pistol atau senjata untuk film action, salib atau bawang putih untuk film horror. Selain itu, prop juga dapat memberikan makna bagi sebuah karakter.

5. Kostum

Kostum dapat dipakai untuk mengidentifikasi setting waktu dari film. Perubahan kostum yang dipakai oleh sebuah karakter juga dapat mengatakan sesuatu, misalnya perubahan status, sikap, atau – karena peran kostum sebagai penanda waktu – perubahan waktu yang panjang.

6. Akting (performance)

Seperti halnya kostum, dalam ekspresi wajah dan posisi tubuh yang ditampilkan oleh seorang aktor juga mengandung elemen kode yang kuat. Kode-kode ini dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai bahasa tubuh atau body language. Walaupun bahasa tubuh mempunyai persepsi yang berbeda-beda di tiap budaya, kedekatan industri film dunia dengan Hollywood (industri film Amerika Serikat) membuat bahasa tubuh dalam perfilman Amerika dapat dimengerti secara universal. Salah satu konsekuensi menyebarnya film ke seluruh dunia adalah penetrasi global dari aspek-aspek bahasa tertentu, misalnya simbol ibu jari yang menunjuk ke atas sebagai tanda setuju atau bagus.

Cara aktor menampilkan sebuah karakter menggunakan bahasa tubuh adalah elemen kunci dalam akting atau performance. Menurut Winfried North


(19)

(1990:388) yang dikutip dari Rizal (2003), dalam mencari makna yang terkandung dalam performance seorang aktor, semiotika memperhatikan tanda-tanda dalam komunikasi non verbal, seperti gesture, kinesic (gerak), body language (bahasa tubuh), facial signal (raut wajah), gaze (tatapan/pandangan mata), tactile (sentuhan fisik), dan proxemic (kedekatan).

7. Suara dan Musik

Menurut Turner, suara memainkan peran penting dalam film. Ia dapat memberikan kontribusi bagi fungsi naratif dan menambahkan efek emosional yang sangat kuat. Peran suara yang terpenting adalah memperkuat nuansa realisme dengan memproduksi suara-suara yang biasa diasosiasikan dengan kejadian yang bisa dilihat, misalnya ketika kita mendengar suara pecahan kaca yang menyertai gambar sebuah jendela yang pecah.

2.1.3 Film Sebagai Medium Komunikasi

Dalam perspektif sosial maupun komunikasi massa, sama-sama melihat kompeksifitas aspek - aspek film sebagai medium komunikasi massa yang beroperasi di dalam masyarakat. Perspektif sosial memaknai film tidak hanya eskpresi seni dari si pembuatnya, melainkan melibatkan interaksi yang kompleks dan dinamis dari elemen-elemen pendukung proses produksi, distribusi maupun eksebisinya. Bahkan perspektif ini mengasumsikan interaksi antara film dan ideologi kebudayaan dimana film ini dibuat. Perpaduan antara realitas sosial dan rekonstruksi realitas yang dibuat oleh industri film menjadikan film sebagai sarana yang unik untuk memahami kondisi sebenarnya dalam


(20)

masyarakat. Sebagai refleksi realitas sosial, film sering kali menjadi tolok ukur gambaran peristiwa yang terjadi dalam masyarakat pada suatu waktu.

Tak hanya di situ tetapi film juga sebagai penyampai pesan moral, informatif, sejarah maupun solusi atas tema-tema yang berkembang di masyarakat. Terkadang masyarakat mencari jawaban secara jelas lewat film karena lebih hidup dari pada sekedar debat kusir ditambah dengan standar kaidah sinematografi akan menambah kuatnya pesan yang akan disampaikan. Tetapi yang terpenting dari semua itu bagaimana film bisa dijadikan alat atau media informasi, pendidikan, alternatif gagasan/ide bagi banyak manfaat bagi masyarakat. Setiap sugguhan tayangan berbobot bisa diterima dengan cara pandangan sederhana, setidaknya bisa membawa pandangan baru berupa nilai-nilai tersirat atau hiburan semata.

2.2Seni Bela Diri Pencak Silat Sebagai Budaya

Pencak silat merupakan salah satu jenis olahraga beladiri yang memiliki aspek seni sebagai tata gerak, pencak silat dapat dipersamakan dengan tarian. Bahkan pencak silat lebih kompleks, karena dalam tata gerak nya terkandung unsur-unsur pembelaan diri yang tidak ada dalam tarian. Pencak silat sebagai hasil budaya, dalam hal-hal tertentu lebih fungsional dari tarian karena mempunyai manfaat terhadap individu dan masyarakat. Bagi Individu manfaat nya adalah untuk pembelaan diri dan kesehatan. Bagi


(21)

masyarakat, manfaatnya berupa keindahan seni gerak yang dapat dinikmati, dan sabagai sarana silaturahmi. Beberapa aliran pencak silat bahkan menggunakan iringan musik dalam berlatih. Antara lain music jidor di daerah Jawa Timur, kendang pencak di Jawa Barat,seruling dan kendang di daerah Sumatra Barat, dan di daerah lain yang melakukan hal yang sama (Murhananto, 1993:42).

Pencak silat adalah seni bela diri. Dalam seni terkandung dua pengertian : keindahan dan tindakan. Oleh karena itu lah dikenal istilah “seni memimpin, seni memasarkan, seni mempengaruhi orang lain, dan sebagainya”. Dengan demikian sebagai hasil dari suatu kebudayaan pencak silat adalah seni yang mengandung unsur pembelaan diri. Ini untuk membedakan pertarungan dalam pencak silat dengan pertarungan jalanan. Di jalanan, pertarungan dua orang yang tidak mengenal pencak silat (atau segala jenis seni bela diri lainnya) hanya mengenal satu kata : menang. Bagaimana pun caranya, serabutan, asal pukul, asal tendang. Pencak silat mengatur bagaimana cara menyerang, menghindar, bertahan dan mengalahkan dengan teknik dan kaidah yang indah, tidak asal-asalan. Sebagai hasil karya budaya, Pencak Silat sangat kental dengan nilai dan norma yang hidup dan berlaku di masyarakat. Oleh karena itu pada dasarnya pencak silat lebih menekankan pada unsur-unsur sosial berupa silaturahmi; keindahan dalam seni gerak; kesehatan dalam gerak badan, dan pembelaan diri pada urutan terakhir. Para guru dan sesepuh silat selalu mengajarkan untuk tidak mendahului menyerang, menghindari pertarungan, dan sedapat mungkin tidak mencelakai musuh. Sebagai seni, Pencak Silat merupakan wujud perilaku budaya suatu kelompok, yang di dalamnya terkandung unsur adat, tradisi, hingga filsafat.


(22)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan_Indonesia, diakses 4 November 2009)

2.3Film Sebagai Media Pelestarian Budaya

Media film adalah salah satu bagian komunikasi massa yang memiliki fungsi sosial melestarikn dan mewariskan nilai-nilai sosial dan budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya (Denis McQuail, 1994:72), yang penting mengingat keberadaannya yang luas dalam masyarakat. Keberadaan yang luas ini ditandai di satu sisi dengan penggunaannya yaitu banyaknya jumlah konsumen bagi media ini dibanding dengan media massa lainnya seperti buku, surat kabar, dan lainnya. Dan di sisi lain adalah jumlah produksinya yang luar biasa meningkat seiring ketersediaan perangkat kamera dan editing yang efisien dan relatif murah harganya.

Merujuk pada fungsi dan lingkup film yang tercantum pada pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman di mana disebutkan bahwa film sebagai media komunikasi massa pandang-dengar mempunyai fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan, dan ekonomi.

Film sebagai bagian dari informasi yang mencerminkan perkembangan budaya bangsa Indonesia kepada masyarakat. Informasi yang tersaji dalam sebuah film memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat. Banyak aspek yang dapat disajikan dalam sebuah film, misalnya: alur cerita, karakter tokoh atau pemain, gaya bahasa, kostum, ilustrasi musik, dan setting. Apapun jenis atau temanya, film selalu meninggalkan pesan moral kepada masyarakat yang dapat diserap dengan mudah karena film menyajikan pesan tersebut secara nyata. Gambar hidup yang ditampilkan di film memberi dampak yang


(23)

berbeda dari untaian kata-kata dalam sebuah buku. Mencerna sebuah film dapat dikatakan lebih mudah daripada mencerna sebuah tulisan. Maka sebetulnya film sangat strategis dijadikan media komunikasi bagi masyarakat banyak terutama sebagai media penyampaian pesan untuk melestarikan suatu budaya.

Di saat ramai beredarnya film – film dengan tema horror dan komedi, seorang sineas perfilman asing membuat film action drama dengan mengangkat silat harimau minangkabau, Padang, Sumatra Barat yang merupakan salah satu budaya bangsa yang harus dilestarikan. Dalam film itu diceritakan seputar perjalanan seorang remaja yang merantau dari tanah kelahirannya di Minang ke ibu kota dengan berbekal keahlian pencak silat harimau. Film merantau yang mengangkat warisan budaya Indonesia yaitu seni bela diri pencak silat Minangkabau khususnya silat harimau sebagai kajian utama dalam filmnya memberikan nuansa baru dalam dunia perfilman Indonesia dengan menampilkan adegan – adegan perkelahian silat harimau. Dalam usahanya mengingatkan kembali masyarakat dengan seni bela diri pencak silat yang sudah lama ditinggalkan sebagai bukti, juara pencak silat saat ini Vietnam (www.kompas.com, diakses 24 Oktober 2009), seharusnya warga Indonesia sendiri dan film dirasa menjadi pilihan yang tepat sebagai media penyampaian pesannya.

2.3.1 Pelestarian Budaya

Sebagai warga negara Indonesia yang baik dan mencintai negara, ,seharusnya kita menjaga dan melestarikan kebudayaan negara kita agar tidak punah seiring dengan


(24)

berjalan nya waktu yang semakin meningkatnya dunia modern. Budaya Indonesia adalah ciri khas Indonesia dengan berbagai keanekaragaman adat-adat yang ada di Indonesia. Seperti tari-tarian, makanan, baju daerah termasuk berbagai seni bela diri dan masih banyak lagi. Kita harus bangga dengan ini karena semua itu adalah kekayaan negara kita yang tidak dimiliki oleh negara lain. walaupun setiap daerah diIndonesia berbeda-beda suku-suku dan adat-adat daerah yang dimiliki tapi itu semua adalah suatu kebudayaan Indonesia.

2.3.1.1Pengertian Budaya

Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia adalah “kebudayaan”, karena jumlah tindakan yang dilakukannya dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak dibiasakannya dengan belajar (yaitu tindakan naluri, refleks, atau tindakan-tindakan yang dilakukan akibat suatu proses fisiologi, maupun berbagai tindakan memhabibuta), sangat terbatas. Bahkan berbagai tindakan yang dikarenakan nalurinya (misalnya makan, minum, dan berjalan). Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara kebudayaan berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan


(25)

kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. (Ilmu Budaya Dasar Drs. Supartono Winyosiswoyo, Balai Aksara 1993)

Dalam wikipedia disebutkan beberapa jenis kebudayaan indonesia yang terdiri dari : 1. Rumah adat

2. Tarian 3. Lagu 4. Musik 5. Alat musik 6. Gambar 7. Patung 8. Pakaian 9. Suara

10.Sastra/tulisan 11.Makanan

12.Kebudayaan Modern Khas Indonesia.

Merujuk pada definisi kebudayaan di atas, Pencak Silat juga masuk dalam kebudayaan Indonesia. Pencak silat jelas merupakan hasil budi dan akal manusia, lahir melalui proses perenungan, pembelajaran dan pematangan.

2.3.1.2Pengertian Pelestarian Budaya

Pelestarian adalah proses, cara, perbuatan melestarikan (menjadikan, membiarkan tetap tidak berubah, membiarkan tetap spt keadaan semula, mempertahankan kelangsungan


(26)

hidup dsb), perlindungan dr kemusnahan atau kerusakan, pengawetan, konservasi. Maka pengertian dari pelestarian budaya adalah pengelolaan budaya yg menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan keberadaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya serta kekuatan dan keteguhan sikap dalam mempertahankan budaya asli, termasuk budaya daerah, dari pengaruh budaya asing yg kemungkinan dapat merusak atau membahayakan kelangsungan hidup bangsa.

(http://kamusbahasaindonesia.org/pelestarian%20budaya diakses 8 februari 2010).

2.3.1.3Media-media Pelestari Budaya

Disadari ataupun tidak, manusia adalah mahluk yang selalu melahirkan budaya dalam setiap nafasnya. Budaya menjadi bagian dari kehidupannya, sekaligus sistem nilai yang mempengaruhi hidupnya. Dan seiring dengan perubahan-perubahan zaman yang cepat menuntut sistem nilai untuk mengikuti, untuk turus berubah seiring dengan peralihan zaman

Media massa dapat juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk kembali meng-empati kepeduliannya terhadap budaya nasional dengan cara menyajikan artikel-artikel dan informasi, yang isinya menghimbau masyarakat agar tidak melupakan akar budaya daerah masing-masing.

Media massa yang sering digunakan sebagai sarana yang paling efektif untuk mempengaruhi persepsi masyarakat antara lain terbagi atas dua jenis yaitu cetak dan


(27)

elektronik. Diantanya surat kabar dan majalah yang termasuk dalam media massa cetak, sedangkan media massa elektronik antara lain radio, televise, film, komputer dan internet.

2.3.2 Karakteristik Media Pelestari Budaya

Adapun karaktersitik dari berbagai media massa yang dianggap efektif dalam mempengaruhi kepedulian masyarakat dalam melestarikan budaya bangsa seperti yang telah disebutkan diatas, adalah sebagai berikut :

1. Surat Kabar

Menurut Agee, surat kabar memiliki tiga fungsi utama dan fungsi sekunder. Fungsi utama media surat kabar adalah : to inform (menginformasikan kepada pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi dalam suatu komunitas, negara dan dunia), to comment (mengomentari berita yang disampaikan dan mengembangkannya ke dalam fokus berita), to provide (menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang membutuhkan barang dan jasa melalui pemasangan iklan di media).

Sedangkan fungsi Sekunder media surat kabar adalah : untuk mengkampanyekan proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan, yang diperlukan sekali untuk membantu kondisi-kondisi tertentu, memberikan hiburan kepada pembaca dengan sajian cerita komik, kartun dan cerita-cerita khusus, melayani pembaca sebagai konselor yang ramah, serta menjadi agen informasi dan memperjuangkan hak.


(28)

Karakteristik Surat Kabar

Untuk dapat memanfaatkan media massa secara maksimal dan tercapainya tujuan komunikasi, maka seorang komunikator harus memahami kelebihan dan kekurangan media tersebut. Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup : publisitas, periodisitas, universalitas, aktualitas dan terdokumentasikan.

Untuk menyerap isi surat kabar, dituntut kemampuan intelektualitas tertentu. Khalayak yang buta huruf tidak dapat menerima pesan surat kabar begitu juga yang berpendidikan rendah.

2. Majalah

Menurut Dominick, klasifikasi majalah dibagi kedalam lima kategori utama, yakni: general consumer magazine (majalah konsumen umum), business publication (majalah bisnis), literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah), newsletter (majalah khusus terbita berkala), Public Relations Magazines (Majalah Humas).

Karakteristik Majalah

Majalah media yang paling sederhana organisasinya, relatif lebih mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal yang banyak. Majalah tetap dibedakan dengan surat kabar karena majalah memiliki karakteristik tersendiri, yaitu : penyajian lebih dalam, nilai aktualitas lebih lama, gambar/foto lebih banyak, cover/sampul sebagai daya tarik.


(29)

3. Radio

Radio adalah media elektronik tertua dan sangat luwes. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia, dengan mengembangkan hubungan saling menguntungkan dan melengkapi dengan media lainnya.

Keunggulan radio adalah dapat ditempatkan atau didengar dimana saja, di tempat itdur, di dapur, di dalam mobil, di kantor, di jalan, di pantai dan berbagai tempat lainnya.

Karakteristik Radio Siaran

Pada Radio siaran terdapat cara tersendiri, yakni apa yang disebut radio siaran style atau gaya radio siaran. Gaya radio siaran ini disebabkan oleh sifat radio siaran yang mencakup : imanjinatif, auditori, akrab, gaya percakapan.

4. Televisi

Dari semua media massa, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Televisi dijejali hiburan, berita dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari.

Televisi mengalami perkembangan secara dramatis terutama melalui pertumbuhan televise kabel. Sistem penyampaian program lebih berkembang lagi, kini sedikitnya terdapat lima metode penyampaian program televise yang telah dikembangkan : Over the air reception of network and local station program, Cable, Digital Cable, Wireless Cable, Direct Broadcast satellite (DBS).


(30)

Karakteristik Televisi

Ditinjau dari stimulasi alat indera, dalam radio siaran, surat kabar dan majalah hanya satu alat indera yang mendapat stimulus,sedangkan pada televisi yaitu : audiovisual, berpikir dalam gambar, pengoperasian lebih kompleks

5. Film

Gambar bergerak adalah bentuk dominan dari komunikasi massa. Film lebih dulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton televisi menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Film adalah industri bisnis yang diproduksi secara kreatif dan memuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika.

Karakteristik Film

Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis.

6. Komputer dan Internet

Situs juga menjadikan sumber informasi untuk hiburan dan informasi perjalanan wisata. Pengguna internet menggantungkan pada situs untuk memperoleh berita. Dua sampai tiga pengguna internet mengakses situs untuk mendapatkan berita terbaru setiap minggunya.

Internet unggul dalam menghimpun berbagai orang, karena geografis tak lagi menjadi pembatas, berbagai orang dari negara dan latar belakang yang berbeda dapat saling


(31)

bergabung berdasarkan kesamaan minat dan proyeknya. Internet menyebabkan begitu banyak perkumpulan antara berbagai orang dan kelompok.

2.3.2.1Karakteristik Film Sebagai Media Pelestarian Budaya

Merujuk pada fungsi dan lingkup film yang tercantum pada pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman di mana disebutkan bahwa film sebagai media komunikasi massa pandang-dengar mempunyai fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan, dan ekonomi.

Film sebagai bagian dari informasi yang mencerminkan perkembangan budaya bangsa Indonesia kepada masyarakat. Informasi yang tersaji dalam sebuah film memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat. Banyak aspek yang dapat disajikan dalam sebuah film, misalnya: alur cerita, karakter tokoh atau pemain, gaya bahasa, kostum, ilustrasi musik, dan setting. Apapun jenis atau temanya, film selalu meninggalkan pesan moral kepada masyarakat yang dapat diserap dengan mudah karena film menyajikan pesan tersebut secara nyata. Gambar hidup yang ditampilkan di film memberi dampak yang berbeda dari untaian kata-kata dalam sebuah buku. Mencerna sebuah film dapat dikatakan lebih mudah daripada mencerna sebuah tulisan. Maka sebetulnya film sangat strategis dijadikan media komunikasi bagi masyarakat banyak terutama sebagai media penyampaian pesan untuk melestarikan suatu budaya.


(32)

2.3.2.2Jenis-jenis Tema Film

Film sebagai media komunikasi massa pada hakikatnya menyampaikan pesan atau materi komunikasi. Untuk menyampaikan pesannya film terbagi beberapa jenis. Film dapat dibedakan menurut karakter, ukuran, dan segmentasi. Beberapa jenis film menurut Akurifai Baksin (2003: 93-95).

1. Action

Istilah ini selalu berkaitan dengan adegan berkelahi, kebut-kebutan, tembak-menembak sehingga tema ini dengan sederhana bisa dikatakan sebagai film yang berisi “pertarungan” secara fisik antara protagonis dengan antagonis.

2. Drama

Tema ini mengetengahkan human interest sehingga yang dituju adalah perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokohnya. Tema ini juga dikaitkan dengan latar belakang kejadiannya.

3. Komedi

Tema ini baiknya dibedakan dengan lawakan sebab jika dalam lawakan biasanya yang berperan adalah para pelawak. Film komedi tidak harus dilakonkan oleh pelawak, tetapi pemain film bisa. Intinya, tema komedi selalu menawarkan sesuatu yang membuat penontonnya tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak. Biasanya adegan dalam film komedi juga merupakan sindiran dari suatu kejadian atau fenomena yang sedang terjadi. Dalam konteks ini, ada dua jenis drama komedi yaitu slapstik dan situation comedy.


(33)

Slapstik adalah komedi yang memperagakan adegan konyol seperti sengaja jatuh atau dilempar kue dan lainnya. Sedangkan komedi situasi adalah adegan lucu yang muncul dari situasi yang dibentuk dalam alur dan irama film.

4. Tragedi

Tema ini menitikberatkan pada nasib manusia. Sebuah film dengan akhir cerita sang tokoh selamat dari kekerasan, perampokan, bencana alam dan lainnya bisa disebut film tragedi.

5. Horor

Jika sebuah film menawarkan suasana menakutkan dan menyeramkan membuat penontonnya merinding, itulah yang disebut film horror. Suasana horor dalam sebuah film bisa dibuat dengan cara animasi, special effect atau langsung oleh tokoh-tokoh dalam film tersebut.

6. Drama Action

Tema ini merupakan gabungan dari dua tema, drama dan action. Tema drama action ini menyuguhkan suasana drama dan juga adegan-adegan “pertengkaran fisik”. Untuk menandainya, dapat dilihat dengan cara melihat alur cerita film. Biasanya film dimulai dengan suasana drama, setelah itu alur meluncur dengan menyuguhkan suasana tegang berupa pertengkaran-pertengkaran.


(34)

7. Komeditragi

Suasana komedi ditonjolkan terlebih dahulu kemudian disusul dengan adegan-adegan tragis. Suasana yang dibangun memang getir sehingga penonton terbawa emosinya dalam suasana tragis tetapi terbungkus dalam suasana komedi.

8. Komedi horor

Sama dengan komeditragi, suasana komedi horor juga merupakan gabungan antara tema komedi dan horor. Biasanya film dengan tema ini menampilkan film horor yang berkembang, kemudian diplesetkan menjadi komedi. Dalam konteks ini, unsur ketegangan yang bersifat menakutkan dibalut dengan adegan-adegan komedi sehingga unsur kengerian menjadi lunak.

9. Parodi

Tema parodi merupakan duplikasi dari tema film tertentu, tetapi diplesetkan, sehingga ketika film parodi ditayangkan para penonton akan melihat satu adegan film tersebut dengan tersenyum dan tertawa. Penonton berbuat demikian tidak sekedar karena film lucu, tetapi karena adegan yang ditonton pernah muncul di film-film sebelumnya. Tentunya para penikmat film parodi akan paham kalu sering menonton film, sebab parodi selalu mengulang adegan film yang lain dengan pendekatan komedi. Jadi, tema parodi berdimensi duplikasi film yang sudah ada kemudian dikomedikan.


(35)

Dengan perkembangan film, maka asumsi mengenai jenis film semakin beragam. Menurut Heru Efendy ragam jenis film adalah sebagai berikut:

a. Film Dokumenter (Documentary Film)

Film dokumenter adalah Film yang menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tidak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin.

b. Film Cerita Pendek (Short Film)

Durasi Film Pendek biasanya dibawah 60 menit. Dibanyak Negara seperti Jerman, Australia, Kanada dan Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperiment dan batu loncatan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang atau sekelompok orang yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik.

c. Film Cerita panjang (Feature-Length Film)

Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok film cerita panjang. Film-film produksi India dan Hollywood bahkan rata-rata berdurasi hingga 180 menit.


(36)

2.3.3 Karakteristik Film Seni Bela Diri Tradisional Sebagai Media Pelestarian

Budaya

Film yang baik merupakan media komunikasi, menghubungkan gambaran masa lampau dengan sekarang dan mencerdaskan dan mencerahkan bangsa karena memberikan nilai-nilai keberagaman terkandung didalamnya seperti sarana penerangan atau informasi, pendidikan, pengekspresian seni . Film juga mendiskripsikan watak, harkat, dan martabat budaya bangsa. Sekaligus sebagai memberikan manfaat dan fungsi yang luas bagi bidang ekonomi, sosial dan budaya. Film tidak hanya semata menonjolkan unsur hiburan semata, tetapi lebih kepada tanggung jawab moral untuk mengangkat nilai nasionalisme bangsa dan jati diri bangsa yang berbudaya. Tetapi yang terpenting dari semua itu bagaimana film bisa dijadikan alat atau media informasi, pendidikan, alternatif gagasan/idea bagi banyak manfaat bagi masyarakat. Setiap sugguhan tayangan berbobot bisa diterima dengan cara pandangan sederhana, setidaknya bisa membawa pandangan baru berupa nilai-nilai tersirat. Terdapat penggambaran film yang terdiri dari 4 bagian dalam pencak silat yang tidak dapat dipisahkan bagian tersebut antara lain, olahraga, beladiri, seni, mental dan spritual 4 bagian ini biasa dikenal menjadi aspek atau kandungan pencak silat. Karakteristiknya antara lain, film menggunakan unsur gambar dan suara sebagai sarana utama untuk menyampaikan informasi, keduanya secara bersama-sama menceritakan cerita pada penonton. Keduanya mengandung apa yang dinamakan ekspresi, kita melihat gambar dan mendengar suara. Film memiliki keterbatasan waktu, film memiliki panjang tertentu, antara 80 sampai 120 menit, atau bahkan bila kita menentukan waktu 3 jam sekalipun maka batasan waktu telah ditetapkan.


(37)

2.4Pengertian dan Tujuan Metode Analisis Isi

Metode analisis isi (content analysis) merupakan suatu metode yang amat efisien untuk menginvestigasi isi media baik yang tercetak maupun media elektronik. Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih (Budd, 1967:2 dalam Bungin Burhan, hal 134). Menurut Wimmer & Dominick (2000) analisis isi didefinisikan sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik dan obyektif terhadap pesan yang tampak (Bungin Burhan, hal 134).

Tujuan utama dari penelitian dengan teknik analisis isi adalah mendeskripsikan karakteristik pesan yang ada dalam ranah publik dengan perantara teks (Frey dalam Birowo, 2004 : 146). Sehingga melalui teknik analisis isi, peneliti bisa menggambarkan isi pesan komunikasi.

Penggunaan analisis isi mempunyai beberapa manfaat atau tujuan. McQuail dalam buku Mass Commmunication Theory, mengatakan bahwa tujuan dilakukan analisis isi pesan komunikasi adalah :

1. mendeskripsikan dan membuat perbandingan terhadap isi media 2. membuat perbandingan antara isi media dengan realitas sosial

3. isi media merupakan refleksi dari nilai-nilai sosial dan budaya serta sistem kepercayaan masyarakat


(38)

5. mengevaluasi media performance 6. mengetahui apakah ada bias media

Deskripsi lainnya mengenai tujuan analisis isi disampaikan oleh Wimmer dan Domminick :

1. menggambarkan isi komunikasi yaitu mengungkap kecendrungan yang ada pada isi komunikasi, baik pada media cetak maupun media elektronik

2. menguji hipotesis tentang karakteristik pesan 3. membandingkan isi media dengan dunia nyata

4. memperkirakan gambaran media terhadap kelompok tertentu di masyarakat 5. mendukung studi efek media massa

6. Analisis isi kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang dapat berupa teks, gambar, simbol, dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks social tertentu. Analisis isi kualitatif merujuk pada metode analisis yang integrative dan lebih secara konseptual untuk menemukan, mengolah, dan menganalisis dokumen untuk memahami makna, signifikasi, dan relevansinya (Rachmat Kriyantono, 2006:230).

2.4.1 Analisis Isi Dalam Lingkup Multidimensi

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Film sebagai bagian dari informasi yang mencerminkan perkembangan budaya bangsa Indonesia kepada masyarakat. Informasi yang tersaji dalam sebuah film memberikan pengetahuan baru bagi


(39)

masyarakat. Dengan citra film sebagai cermin dari realitas, apa yang tampak dalam sebuah film dapat diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai kondisi realitas yang sebenarnya. Berger dan Luckmann mengatakan bahwa realitas social terdiri dari tiga macam; yaitu realitas subjektif, realitas objektif dan realitas simbolik. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman objektif yang berada diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dari berbagai bentuk. Sementara itu, realitas subjektif adalah realitas yang terbentuksebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses interalisasi (Burhan Bungin, 2006:7).

Analisis isi yang sifatnya kualitatif tidak hanya mampu mengidentifikasi pesan-pesan manifest (nyata), melainkan juga latent messages dari sebuah dokumen yang diteliti. Dengan kata lain, dalam analisis isi media kualitatif, peneliti akan mampu melihat kecendrungan isi media berdasarkan context, process, dan emergence dari dokumen-dokumen yang diteliti. Artinya, kedalaman analisis isi dengan konteks social/realitas yang terjadi. Adanya latent dan manifest messages dalam dokumen yang diteliti juga menunjukkan bahwa pesan memiliki aspek multidimensi.

Di dalam penelitian ini, metode analisis isi digunakan sebagai alat bedah penelitian untuk melihat representasi realitas sosial mesyarakat berupa prilaku pelestarian seni bela diri pencak silat minang kabau dalam film. Apabila hasil akhir dari analisis ini nantinya akan menunjukkan adanya suatu isi yang tersembunyi (latent), maka tidak apa-apa karena yang diteliti dan dianalisis adalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang dirasakan oleh peneliti.


(40)

2.5 Kerangka Pikir

Di saat ramai beredarnya film – film dengan tema horror dan komedi, seorang sineas perfilman asing membuat film action drama dengan mengangkat silat harimau minangkabau, Padang, Sumatra Barat yang merupakan salah satu budaya bangsa yang harus dilestarikan.

Film sebagai salah satu atribut media massa menjadi sarana komunikasi yang paling efektif. Film sebagai salah satu kreasi budaya, banyak memberikan gambaran – gambaran hidup dan pelajaran penting bagi penontonnya. Film juga menjadi salah satu media komunikasi yang sangat jitu. Dengan kualitas audio dan visual yang disuguhkan, film menjadi media terpaan yang sangat ampuh bagi pola pikir kognitif masyarakat serta memiliki kemampuan dan kekuatan dalam menjangkau banyak segmen sosial.

Melalui media film diharapkan masyarakat dapat mengambil atau mengikuti isi pesan yang ingin disampaikan. Serta diharapkan masyarakat dapat menganggap bahwa hal tersebut adalah cerminan realitas yang sesungguhnya. Seperti yang dijelaskan dalam teori pembelajaran sosial Albert Bandura, yang menyatakan bahwa perilaku khalayak dipengaruhi oleh apa yang mereka pelajari dari media massa. Selain itu karena film sebagai media komunikasi mempunyai fungsi sebagai media informasi, edukasi, dan hiburan.

Penelitian ini mengangkat film Merantau sebagai objek penelitian. Film ini diproduksi oleh Merantau Production House, dan disutradarai oleh Gareth Evans. Penelitian ini menggunakan teori pembelajaran sosial untuk menimbulkan masalah yang akan diteliti.


(41)

Representasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah representasi perilaku pelestarin seni bela diri pencak silat minang kabau dalam film, yang mencerminkan keberadaan sosial serta realitas masyarakat yang berada di tengah kota. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan bentuk-bentuk perilaku pelestarian budaya yang terkandung dalam media dan serta menunjukkan perbandingan terhadap kenyataan.

Untuk menunjukkan penggambaran perilaku pelestarian seni bela diri minang kabau yang ditampilkan dalam film, penelitian ini menggunakkan metode analisis isi. Analisis isi film ini menggunakkan unit analisis isi per adegan yang dibagi menjadi dua yaitu audio dan visual. Unit audio yaitu semua elemen bunyi, dialog, efek suara, music pengiring (score), dan juga soundtrack. Sedangkan unit visual yaitu semua yang terlihat secara fisik dalam hal akting (performance), setting, kostum, objek/prop, teknik pengambilan gambar camera shot dan camera angel), penggerakkan kamera (camera movement), dan teknik pencahayaan (lighting) yang mengandung makna tertentu.

Dari adegan-adegan tersebut akan dipilih adegan-adegan yang menampilkan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat minang kabau dan mengindahkan adegan-adegan lain yang tidak menampilkan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau. Dan adegan-adegan yang menampilkan perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat tersebut akan dikatagorikan sesuai dengan bentuk perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat yang terkandung di dalamnya.


(42)

Bagan 1. Kerangka Pikir

Film Merantau

Analisis Isi Unit Analisis :

Audio Visual

- Dialog - Akting

- Efek Suara - Setting

- Musik Pengiring - Kostum


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah deskripstif kualitatif yang memaparkan suatu situasi atau peristiwa. Tipe penelitian ini merupakan cara analisis yang bertujuan untuk memberikan gambaran, menjelaskan dan menefsirkan hasil penelitian dengan sususnan kata sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Seperti yang dikatakan Maynzt, karena sebagai suatu bentuk penelitian deskriptif yang memakai teknik analisis isi maka jelas segi kualitatiflah yang lebih cocok, artinya suatu analisis isi yang bersifat kualitatif sangat cocok untuk maksud deskripsi. Penelitian kualitatif mendeskripsikan fenomena yang dipelajari dan akan menguraikan hasil pengamatan untuk sampai pada kesimpulan.

3.2 Metode Penelitian

Sesuai dengan tujuannya maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi yang menggunakan pendekatan kualitatif. Metode analisis isi


(44)

sering digunakan untuk melakukan analisis terhadap pesan-pesan pada susatu media atau isi komunikasi yang tersirat (latent).

Menurut Rachmat Kriyantono, analisis isi kualitatif adalah suatu analisis isi yang lebih mendalam dan detail untuk memahami produk isi media dan mampu menghubungkannya dengan konteks social/realitas yang terjadi sewaktu pesan dibuat. Karena semua pesan (teks, simbol, gambar dan sebagainya) adalah produk sosial dan budaya masyarakat. Analisis isi kualitatif bersifat sistematis, analitis tapi tidak kaku dalam analisis isi kuantitatif. Kategorisasi dipakai hanya sebagai guide, diperbolehkan konsep-konsep atau katagorisasi yang lain muncul selama proses riset (Kriyanto, 2006:247).

Metode analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi adalah sebuah metode non reaktif. Maksud non reaktif adalah tidak melibatkan reaksi subyek, karena metode analisis isi digunakan untuk meneliti obyek tidak hidup, seperti dokumen-dokumen, catatan-catatan, hasil rekaman, pidato, buku, dan film (Krippendorff, 1991:15). Dengan sifatnya yang non reaktif akan menghindari dari hal-hal yang bersifat subyektif (pengaruh emosional) atau yang direkayasa dengan demikian metode penelitian ini mencoba menganalisa obyek penelitian yaitu film Merantau. Di dalam metode analisis isi didefinisikan suatu metode untuk mempelajari dan menganalisa komunikasi secara sistematik, objektif, dan nyata terhadap pesan yang tampak (Burhan Bungin, 2006:143).


(45)

Menurut Bungin, teknik analisis isi ini didasarkan pada : 1. Prinsip Sistemik

Hal ini diartian bahwa perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang di analisis. Penelitian ini tidak dibeanrka melakukan analisis hanya apada isi yang sesuai dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk diteliti serta telah ditetapkan dalam memilih populasi dan sampel.

2. Prinsip Objektif

Ini berarti hasilnya tergantung pada prosedur penelitian bukan pada orangnya, yaitu ketajaman kategorisasi yang ditetapkan, sehingga orang lain dapat menggunakannya apabila digunakan untuk isi yang sam dengan prosedur yang sama pula walaupun penelitiannya berbeda.

3. Isi yang Nyata

Yang diteliti dan dianalisis adalah isi yang tersurat, tampak, bukan makna yang dirasakan oleh peneliti perkara hasil akhrir dari analisisnya nanti menunjukkan adanya suatu isi yang tersembunyi, hal ini sah-sah saja namun semuanya bermula dari analisis yang nyata.

3.3Unit Analisis

Adapun yang dijadikan unit analisis dalam penelitian ini adalah adegan/scene. Yang dimaksud dengan adegan adalah pemunculan tokoh baru atau pergantian suasana (layar) pada sebuah pertunjukan.


(46)

Pembagian film menurut adegannya hanya bertujuan untuk mempermudah pengamatan, bukan untuk memisahkan hubungan yang ada antara adegan-adegan yang ada dalam film. Adegan dalam film dibagi lagi menjadi unit terkecil, yaitu : 1. Unit audio yaitu semua elemen bunyi, dialog, dan efek suara, music pengiring

(score).

2. Unit visual yaitu semua yang terlihat secara fisik, dalam hal ini akting (performance), setting, kostum, obyek/property, teknik pengambilan gambar (camera shot dan camera angle), pergerakan kamera (camera movement), dan lighting yang mengandung makna tertentu.

3.4Fokus Penelitian

Menurut Kerlinger konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan mengeneralisasi hal-hal khusus (Jalaludin Rakhmat, 1999:12). Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah variable yang dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga tujuan dan arahnya tidak menyimpang.

1. Perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau

Dalam hal ini, penggambaran yang akan dianalisis adalah perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau dari tokoh-tokoh dalam film Merantau. Pelestarian yang dimaksud adalah segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk mengelola budaya yg menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan keberadaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya serta kekuatan dan keteguhan sikap dalam mempertahankan budaya asli.


(47)

2. Film

Film sebagai atribut media massa yang berisikan teknik audio visual yang sangat canggih, mampu menerpa dan mempengaruhi masyarakat. Sebagai salah satu media komunikasi massa, film berfungsi menyampaikan pesan kepada khalayak. Film yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah ilm Indonesia berjudul Merantau.

3. Analisis isi

Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu proses sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengelola pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dn menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.

3.5Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah isi dalam film Merantau. Data ini bersumber dari keeping VCD berisi rekaman film tersebut.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari studi literature (buku, Koran, majalah, artikel, dan lain-lain), dan internet.


(48)

3.6Teknik Pengumpulan Data

1. Pendokumentasian

Untuk memperoleh data dari penelitian ini maka digunakan teknik dokumentasi, yaitu dengan mencarai, menonton dan menyimak serta menganalisis isi film Merantau yang berdurasi kurang 120 menit dari VCD yang didapatkan.

2. Pengamatan (Observasi)

Film yang telah didokumentasikan tersebut selanjutnya diamati atau diteliti secara cermat terutama pada fokus penelitian yang dimaksud untuk memperolah data yang diinginkan dalam penelitian berdasarkan model analisis yang digunakan.

3.7Teknik Pengolahan Data

1. Tahap reduksi data

Pada tahap ini film yang menjadi objek penelitian dibagi-bagi menurut adegan atau scene yang ada untuk mempermudah pengamatan. Pembagian ini bertujuan untuk mempermudah pengamatan dan bukan untuk memisahkan hubungan yang ada antara adega-adegan yang ada dalam film Merantau tersebut.

2. Tahap kategorisasi

Data-data yang telah direduksi akan dikategorisasikan berdasarkan unit analisis yang telah ditetapkan.

3. Tahap interprestasi data

Setelah dikategorisasi, akan dilakukan analisa yang mengacu pada fokus penelitian, dimulai dari mencari bagian dalam adegan dengan metode analisis isi untuk diinterpretasikan dan ditafsirkan, untuk memastikan representasi perilaku


(49)

peletarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau dalam film Merantau serta menemukan hubungan aspek-aspek lain dalam adegan.

4. Simpulan

Pada tahap akhir ini, dapat ditarik kesimpulan yang menunjukkan bagaimana penggambaran perilaku pelestarian seni bela diri pencak silat Minang Kabau dalam film.


(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penyajian Hasil Penelitian

Sesuai dengan teknik pengolahan data yang telah ditetapkan, maka tahap pertama dalam pengolahan data adalah reduksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, data yang digunakan peneliti berupa keping VCD yang didapatkan dari tempat penyewaan/rental VCD di Kota Bandar Lampung. Setelah mendapatkan keping VCD yang berisi film Merantau selanjutnya peneliti akan masuk pada tahap reduksi. Pada tahap ini, film Merantau dipecah per adegan atau scene untuk mempermudah pengamatan. Akhirnya didapatlah 86 adegan dalam film Merantau dengan rincian sebagai berikut :

Adegan 1


(51)

Aspek visual :

Film diawali dengan narasi oleh pemeran Ibu Yuda, Christine hakim tentang pejalanan Merantau yang sering dilakukan oleh para pemuda Minangkabau. Berisi tentang esensi atau nilai yang terkandung dalam melakukan perjalanan Merantau ini. Dalam adegan ini sosok Yuda terlihat sangat kecil yang sedang berjalan di antara pegunungan di daerah Minangkabau.

Aspek Audio :

Narator : Dalam tradisi Minangkabau, setiap anak laki-laki suatu hari akan pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka. Dan berjalan mencari pengalaman hidup, pengalaman hidup yang akan membuat mereka menjadi lelaki sejati. Perjalanan mencari pengalaman hidup ini adalah Merantau. Sebuah ujian dan pendidikan jasmani rohani terakhir untuk membuktikan pengetahuan dan keadaan di muka dunia. Alam semesta menjadi guru pembimbing yang akan membedakan cahaya kebenaran dan cahaya kesalahan.

Adegan 2


(52)

Aspek visual :

Adegan ini menampilkan Yuda sebagai pemeran utama yang sedang berlatih pencak silat minagkabau dengan menggunakan alat tradisional pencak silat yang biasa disebut dengan Karambiek. Dalam adegan ini hanya ada seorang Yuda yang sedang berlatih pencak silat dengan jurus Harimau. Masih berdasarkan narasi dari sang Ibu yang sekaligus memperkenalkan pemeran utama film ini dengan diiringi oleh musik latar yang bernuansa peperangan.

Narator : Ini adalah cerita tentang anak laki-laki ku dan perjalanannya menjadi lelaki sejati, ini adalah kisah Merantau.

Adegan 3

Sequence 02:50 – 04:34 Aspek visual :

Pada adegan ini, film menampilkan kehidupan sehri-hari Yuda saat di kampung halamannya, yaitu bertani buah tomat. Saat ia sedang memanen buah tomat Yuda berniat untuk mengatakan sesuatu kepada wanita yang bernama Dahlia yang sedang memetik buah cabai, namun sebelum Yuda mengatakan sesuatu pada Dahlia, ia keburu dipanggil oleh sang Ibu dari kejauhan.


(53)

Aspek audio : Yuda : Elli

Ibu : Yayan, Yuda sembayang Ashar (berteriak dari kejauhan). Yuda : a …. Assalamualaikum

Adegan 4

Sequence 04:35 – 06:54 Aspek visual :

Terlihat sosok Ibu yang sedang memotong wotel dan memasak didapur. Tak lama datanglah Yuda yang baru pulang dari bertani di ladang. Dan langsung membantu Ibunya menyiapkan makan siang untuk mereka di meja makan. Datanglah kakak Yuda, Uda Yayan dan mereka berbincang sesaat.

Aspek audio :

Yuda : Assalamualaikum Ibu : Walaikumsalam

Yuda : Hari iko lebih angek dari biasonyo

Ibu : Mantang-mantang hari akhir waang di siko, udaro indak barobah Uda Yayan : Assalamualaikum amak


(54)

Uda Yayan : Waang dah sampai duluan

Yuda : Makin tuo gerakan Uda makin lambek

Uda Yayan : Diantara awak baduo, awak bingung ada cukup banyak akar untuk buat wang sibuk seharian ………

Ibu : Uda, jangan ganggu adek waang Uda Yayan : Iya mak

Yuda, nanti waang pergi marantau awak pasti rindu sama waang Yuda : Iyo, awak tau

Uda Yayan : Ayah pasti bangga sama waang

Adegan 5

Sequence 06:55 – 08:04 Aspek visual :

Dalam adegan ini film menampilkan keluarga sederhana Ibu, Uda Yayan, dan Yuda yang sedang makan bersama di meja makan. Dalam adegan ini tidak ada dialog hanya menampilkan keluarga yang sedang menikmati kebersamaan dengan senyuman.

Aspek audio :


(55)

Adegan 6

Sequence 08:05 – 11:19 Aspek visual :

Yuda sedang berada di kamar mempersiapkan barang-barangnya untuk merantau. Tak lama datang Ibu menghampiri dan menanyakan Yuda akan persiapannya. Dengan penuh lirh Ibu menceritakan mengenai perjalanan Uda Yayan saat merantau, dan memberikan wejangan kepada Yuda agar dapat mengambil keputusan dengan baik mengenai perjalanannya dan mengakhiri percakapannya dengan memberikan kecupan di dahi Yuda.

Aspek audio :

Ibu : Sudah siap barang-barang semua? Yuda : hampir Mak

Ibu : nak, waktu Uda Yan mu kembali dari rantau amak dan ayah banyak berbicaro yang indak semestinyo yang mungkin menyakiti hati Uda Yan mu. Tapi itu semua kami lakukan karna kami sayang dan kewajiban kami sebagai orang tua.


(56)

Ibu : amak hanya mengingatkan nak, apapun yang dikata orang belum itu yang paing baik. Kau harus bisa bersyukur dengan apapun yang bisa kau capai. Kembalilah nak, kapanpu kau siap.

Yuda : Yuda akan melakukan yang terbaik, sebaik mungkin. Ibu : InsyaAllah, mak akan selalu berdoa buat anak-anak amak

Adegan 7

Sequence 11:20 – 12:38 Aspek visual :

Film menampilkan rumah adat khas Minang yang biasa disebut dengan rumah Gadang, yang didalamnya sedang menjalankan ritual pengajian sebagai bentuk perpisahan sebelum Yuda melakukan rantau. Dihadiri oleh masyarakat kampung Yuda, keluarga dan sejumlah orang terdekatnya, termasuk guru silat Yuda. Ia memberikan nasehat kepada Yuda agar dapat mengambil keputusan dengan bijaksana dan untuk selalu bertawakal kepada Allah.

Aspek audio :

Guru : Assalamualaikum Wr. Wb Semua : Walaikumsalam Wr. Wb


(57)

Guru : inyak mengenal Yuda sejak dia baru dilahirkan dan mengajarkan silat Harimau dari dia bisa berdiri dengan kedua kakinya. Yuda sudah inyak anggap bagai anak kandung sendiri, sulit dipercaya waktu berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin inyak melihat langkah-langkah kecil Yuda. Pada hari ini Yuda akan memulai perantauan. Buat kami bangga dengan dirimu Yuda, selalu berpegang teguh dengan kebenaran, jangan pernah congkak, selalu rendah hati, setiap keputusan yang kau ambil akan berdampa terhadap orang disekitar mu dan dirimu sendiri Yuda. Jaga dirimu baik-baik. Ingat, Allah beserta mu, kami selalu ada dihati dan disetiap langkahmu.

Adegan 8

Sequence 12:38 – 14:27 Aspek visual :

Bersetting di halaman belakang rumah Gadang pada malam hari, sang guru melakukan ritual latihan yang terakhir kepada Yuda lengkap dengan seragam pencak silat Minangkabau nya, dan sebagai bentuk ujian apakah Yuda sudah siap untuk pergi merantau dengan berbekal ilmu pencak silat yang baik. Dan ternyata Yuda berhasil meyakinkan kepada gurunya bahwa ia telah siap untuk pergi merantau dengan jurus silat harimau yang dimilikinya.


(58)

Aspek audio : Yuda : siap?

Guru : cukup, inyak rasa Yuda akan baik-baik saja. Ayo (mengajak Yuda pulang).

Diiringi musik instrumental dan suara jangkrik.

Adegan 9

Sequence 14:28 – 15:16 Aspek visual :

Film menampilkan keluarga Yuda yang sedang melakukan sholat berjamaah di rumah mereka.

Aspek audio :

Dalam adegan ini tidak ada dialog, hanya diiringi dengan suara petikan gitar.


(59)

Sequence 15:17 – 16:00

Yuda mengambil tasnya yang sudah berada diluar kamarnya sebelum keberangkatan Yuda. Berpamitan dengan Uda Yayan yang sudah menunggunya untuk mengantarkan keluar rumah mereka.

Aspek audio :

Uda Yayan : indak usah banyak cakaplah, taulah waang. Yuda : jaga amak, untuk kita berdua.

Adegan 11

Sequence 16:01 – 18:15 Aspek visual :

Ibu yang sudah menuggu di luar memberikan kenangan kepada Yuda untuk dibawa merantau. Dan melepas kepergian Yuda dengan berat hati. Dan memperhatikan kepergian Yuda ditemani oleh Uda Yayan sampai sosok Yuda menghilang di kejauhan.

Aspek audio :

Ibu : bawalah ini bersama mu, ini milik ayah InsyaAllah ayah akan selalu menemanimu.


(60)

Yuda : Yuda akan menjaga dengan baik mak. Yuda akan membuat amak bangga.

Ibu : banyak yang sudah kau perbuat, amak bangga. Jaga dirimu baek-baek ya nak.

Adegan 12

Sequence 18:16 – 19:47 Aspek visual :

Adegan menunjukkan perjalanan Yuda dari Minangkabau menjuju Ibu kota Jakarta.

Aspek audio :

Dalam adegan ini tidak ada dialog, hanya iringan musik instrumental.

Adegan 13


(61)

Aspek visual :

Bersetting di dalam bus yang ditumpangi oleh Yuda pada malam hari, ia dihampiri oleh seorang pria yang mengajaknya untuk berbincang-bincang.

Aspek audio :

Erik : Assalamualikum. Yuda : Walaikumsallam.

Erik : boleh awak duduk disini? Yuda : silahkan Uda.

Erik : nama awak Erik.

Erik menjulurkan tangannya untuk bersalaman. Yuda : Yuda.

Erik : untuk apa waang ke Jakarta, apo cari karjo?

Erik sudah mengambil posisi duduk sambil menyalakan sebatang rokok. Yuda : awak mau merantau.

Erik : merantau, itu awak dulu. Di Jakarta rencana mu apo? Yuda : awak berharap untuk bisa ngajar silek.

Erik : silek (heeeh, sambil tersenyum sinis), maaf indak maksud awak ngetawain kamu Yud. Gini saran awak, kamu belajarlah dari kesalahan awak, kamu sadarkan kepalamu itu dari mimpi-mimpi belaka karena kita hidup tidak cukup hanya dengan ngajar silek. Percayo sama awak, awaklah pernah mencobanyo. Saran awak sebaiknyo kamu gunakan kepandaianmu itu untuk hal lain dan carilah duit di tempat yang berbeda. Merantau itu indak seperti kau di ruang sekolah Yud, indak ado yang mudah di dunia ini.


(62)

Yuda : awak indak mengharapkan untuk semudah itu juga Uda. Tapi awak yakin bisa raih, semuanya bisa.

Adegan 14

Sequence 22:33 – 23:21 Aspek visual :

Bus yang ditumpangi Yuda dan Erik sudah sampai disalah satu halte di Jakarta, dan di halte itu pula mereka berpisah untuk mencari tempat yang mereka tuju masing-masing.

Aspek audio :

Yuda : disini kita berpisah Uda. Erik tersenyum kepada Yuda.

Erik : hei, awak rasa juga begitu Yud, semoga kamu beruntung dan awak berharap kau menemukan sukses yang kau cari.

Yuda : kalau awak berhasil Uda harus bersedia bantu awak untuk ngajar silek.

Erik : awak indak bisa janji apa-apa sama kamu Yud. Yuda : Uda, awak duluan.


(63)

Yuda : semoga ketemu lagi Uda. Erik : semoga.

Keduanya pun berpisah dan sama-sama meninggalkan halte tersebut.

Adega 15

Sequence 23:22 – 24:05

Yuda berjalan menyusuri jalan yang ada di Jakarta pada malam hari untuk mencari alamat yang ditujunya yaitu no.19, namun saat Yuda menemukannya ia melihat bangunan dengan no.19 tersebut sudah rata dengan tanah.

Aspek audio :

Tidak ada dialog dalam adegan ini, hanya selintas terdengar suara mesin kendaraan yang berhalu lalang di jalanan.


(1)

“Qul al-haqq walaw kana murran”

“Katakanlah yang sesungguhnya walaupun itu pahit”

(Sabda Nabi Muhammad SAW

diriwayatkan oleh Buchari Muslim)

“Walla taqfu malaisa laka bihi ilmun innassam’a wal basoro walfua

dhaluku ulaika kana anhu masulan”

“Dan Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai

pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan

hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”

(Qs Al Isra : 36)

“Harapan adalah hal yang baik mungkin yang terbaik

Dan tak satupun hal baik akan sia-sia”

(The Shawshank Redemtion Movie)

“Imposible I Do, Miracle I Try”


(2)

RIWAYAT HIDUP

Salama Khairun Nissa dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung, pada tanggal 10 Februari 1989. Penulis merupakan putri terakhir dari empat bersaudara, dari pasangan Yusuf Rizanie dan Rodjenin. Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat SD, SLTP, dan SMAN 7 Bandar Lampung pada tahun 2006.

Selanjutnya penulis diterima sebagai mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Komunikasi periode 2007 – 2008 sebagai anggota Bidang Humas, dan sebagai anggota Bidang Penyiaran pada periode 2008 – 2009. Pada tahun 2009, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan pada Seksi Siaran LPP RRI Bandar Lampung. Selain itu, penulis juga mengikuti seminar-seminar dan pelatihan guna mengembangkan diri dan keterampilan.


(3)

SAN WACANA

Alhamdulillahrabbil „alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, karena hanya dengan izin dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul: ” Pelestarian Budaya Melalui Media Film (Analisis Isi Pelestarian Seni

Bela Diri Pencak Silat Minang Kabau Pada Film Merantau)”, sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sajana Ilmu Komunikasi pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Sarwoko, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung sekaligus selaku Dosen Pembahas, atas segala masukan, saran dan kesabaran yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(4)

4. Bapak Cahyono Eko Sugiharto selaku Pembimbing Utama, atas segala bimbingan, masukan dan saran yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung pada umumnya dan Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi khususnya atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

6. Mama dan Papa untuk semua cinta dan kasihnya, belaian lembut dan kesabarannya, dan untaian kalimat yang menenangkan, serta genggaman hangat di setiap langkah kita berjalan, yang saya belum bisa balas semuanya. 7. Saudara-saudari saya S. Rodriko Farera (Kiyay Riko), S. Yesica Frimnoren

(Ratu Yesi), S. Yoswinda Floren (Shusi Winda), untuk kasih sayang, kehangatan dan kebersamaannya, saya selalu bisa mengandalkan kalian (^o^) (saya heran kenapa nama saya beda sendiri?!)

8. Kiyay Ugie, Duka Kiki, kakak-kakak ipar saya yang melengkapi keluarga Yusuf Rizanie. Who will be the next?? *melirik k‟Adi…

9. Keponakan-keponakan saya, Allif, Agah, Aqis, Billa, untuk tingkah dan celoteh lucu, dan selalu menyenangkan bersama kalian. Maafin Uncu ya buat nangis mulu (^,~) *ciumin satu-satu

10.Sahabat terbaik Sapibinalpis, Apis Cina jangan sibuk pacaran mulu wooy,

kejar skripsi… Oby Siaran jangan gosip di kantor ya Ben (di rumah aja ;p),

Inal Senyum proyek mulu nih, kejar skripsi juga ya… dan Vie Item yang labil meski dia bukan ABG… “Kalo temen pasti ngerti…”

11.Sahabat tercinta Dusuners: Tata Guru Besar di “Universitasnya” (banyak belajar dari kmu looh sayangs), Echi yang Auranya muncrat2, Nina Supplier


(5)

makanan terbaik, Dede pelawak dusun, Echa Master kecantikan, Qiqi Composer sejati, Nenek bagi-bagi Berkah, Ali yang udah ga Lanang lagi, Opunk Miss Up Date (Gosip), Ain mba2 Karir, Makasih banyak ya sayangs

untuk tawa, tangis, lelucon, kebersamaan & pengertiannya… Kapan kita

mecat orang lg? (^o~)

12.Teman-teman seperjuangan Komunikasi 2006: Wiwik, Echi, Fina, Meta, Ika, Tia, Evi, Feri, Monik, Bayu, Balqis, Pita, Krisna, Citra, Otong, Reza, Cathrin, Caca, Flora, Wahyu, Gloria, Pendi, Shinta dan Panji semoga Ramadhan tahun-tahun berikutnya kita dapat kembali berkumpul dengan kisah sukses masing-masing. Amin. We Are Happy Family ;)

13.Pop’s Angels, Uwo Rindi, Ses Nana dan Mba Iken untuk tertawa 3KM ituh…

juga Mba Netty Miss Shopping & Minan Shusi buat makan siang gratisannya. Sekali di Udara Tetap di Udara lah ya (^,^)

14.Karyawan-karyawati RRI Bandar Lampung, untuk pengertiannya saat saya

sering izin… Makasih ya Pak, Bu…

15.Satya Nugraha Adikara yang selalu membantu saya saat saya merasa “MIA”,

makasih ya nyong…

16.Kakak-kakak & Adik-adik tingkat Komunikasi 2007-2010 semoga selalu bersemangat dalam mengharumkan nama Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unila.


(6)

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 10 November 2010

Penulis,