Pajak Pertambahan Nilai Dan Kebijakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Survey Pada 10 Kantor Pelayanan Pajak Di Kanwil DJP Jawa Barat I)
(2)
Value Added Tax and Tax Policy On Tax Revenue
(Survey on 10 Tax Services Office in Kanwil DJP Jawa Barat I)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Disusun oleh :
DICKIE ANGGARA HENDRIATMAN 21108007
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
(3)
(4)
ii
Pajak merupakan suatu sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Pajak pertambahan nilai dan kebijakan pajak merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pajak pertambahan nilai dan kebijakan pajak terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel pajak pertambahan nilai, kebijakan pajak serta penerimaan pajak. Sedangkan metode verifikatif untuk mengetahui hubungan antara pajak pertambahan nilai dan penerimaan pajak serta hubungan antara kebijakan pajak dan penerimaan pajak. Untuk mengetahui pengaruh pajak pertambahan nilai terhadap penerimaan pajak dan pengaruh kebijakan pajak terhadap penerimaan pajak dilakukan pengujian statistik. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi Person Product Moment, koefisien determinasi, uji hipotesis dengan menggunakan software SPSS 18.0 for windows.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pajak pertambahan nilai memberikan pengaruh kuat terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Kantor Wilayah Jawa Barat I. Begitu juga dengan kebijakan pajak yang memberikan pengaruh kuat terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Kantor Wilayah Jawa Barat I.
(5)
i
DICKIE ANGGARA HENDRIATMAN , “ Value Added Tax and Tax Policy on Tax Revenue. “ Under guidance : Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati Dra., SE., M.Si
Taxes are a major source of state revenue used to finance state expenditure, both for routine expenditures and development expenditures. Value added tax and tax policy is a factor that affects the tax revenue. The purpose of this study to determine the effect of value added tax and tax policy to tax income at the tax office in West Java Regional Office I.
The method used in this research is descriptive method and verifikatif. Descriptive methods are used to determine the variable picture of the value added tax, tax policy and tax revenue. While verifikatif method to determine the relationship between value added tax and tax revenue as well as the relationship between tax policy and tax revenue. To determine the effect of value-added tax on tax revenue and the effect of tax policy on tax income statistical testing. Statistical test used is the calculation of Person Product Moment correlation, coefficient of determination, hypothesis test using SPSS 18.0 software for windows.
The results of this study indicate that the value added tax to give a strong influence on tax revenue in the Primary Tax Office in West Java Regional Office I. So is the tax policy that gives a strong influence on tax revenue in the Primary Tax Office in West Java Regional Office I.
(6)
iii
karunia-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.
Usulan penelitian ini di maksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 pada program studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM).
Dimana judul yang diambil yaitu: “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN KEBIJAKAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK (Survei pada
10 Kantor Pelayanan Pajak Di Kanwil Jawa Barat 1).”
Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun skripsi ini, penulis
menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan Prof. Dr. Hj. Umi
Narimawati, Dra.,SE.,M.Si. Selaku Dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk
yang sangat berharga demi selesainya penyusunan skripsi ini, akhirnya dengan
doa, semangat ikhtiar penulis mampu melewatinya.
Dalam kesempatan ini penulis megucapkan banyak terimakasih terutama
kepada Mamah dan Papah yang selalu mendoakan dan memberi dukungan baik
secara moril maupun materil serta kasih sayang yang tiada henti kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini hingga selesai. Penulis
(7)
iv
1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia.
2. Prof. Hj. Dr. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si, Selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universita Komputer Indonesia.
3. Prof. Hj. Dr. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si, Selaku Pembimbing.
4. Ibu Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia dan selaku Dosen Wali.
5. Surtikanti, SE., M.Si dan Wati Aris Astuti, SE., M.Si selaku dosen penguji.
6. Dosen serta seluruh staf dan karyawan Universitas Komputer Indonesia.
7. Orang tua saya, terima kasih sudah memberikan semangat dan dukungan
kepada penulis.
8. Seluruh keluarga besarku terimakasih atas semangat dan dukungannya.
9. Nurbaeti yang selalu tidak henti - hentinya mendukung dan memberikan
motivasi kepada penulis.
10.Teman-teman dan Sahabat-sahabatku Oki, Rizki, Anis, Saefulloh, Icha,
Taufik, Yandi, Yulia dan Alex yang selalu memberikan motivasi kepada
penulis.
11.Teman-teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis.
12.Teman-teman di AK 1 yang selama ini telah berjuang bersama-sama dengan
penulis melewati suka dan duka.
(8)
v
hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik
demi kemajuan serta penambahan wawasan penulis di masa yang akan datang.
Akhir kata semoga amal baik semua pihak yang telah membantu
penyusunan Skripsi ini mendapatkan balasan yang berlipat dari Allah SWT dan
penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Bandung, April 2012
Penulis
Dickie Anggara Hendriatman
(9)
vi DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN MOTTO
ABSTRACT ……… i
ABSTRAK ……….. ii
KATA PENGANTAR ……… ... iii
DAFTAR ISI ……….. vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ……….. . xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 11
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 11
1.2.2 Rumusan Masalah ... 11
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12
1.3.1 Maksud Penelitian ... 12
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Kegunaan Penelitian ... 13
1.4.1 Kegunaan Akademis ... 13
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
1.5.1 Lokasi Penelitian ... 13
1.5.2 Waktu Penelitian ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 KajianPustaka ... 16
2.1.1 Pajak Pertambahan Nilai ... 16
2.1.1.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ... 16
2.1.1.2 Mekanisme pemungutan PPN ... 17
2.1.1.3 Objek Pajak ... 17
2.1.1.4 Subyek Pajak ... 18
2.1.1.5 Tarif PPN ... 18
2.1.2 Kebijakan Pajak ... 19
2.1.2.1 Pengertian KebijakanPajak ... 19
2.1.2.2 Indikator KebijakanPajak ... 20
2.1.3 Penerimaan Pajak ... 21
2.1.3.1 Pengertian Penerimaan Pajak ... 21
2.1.3.2 Indikator Penerimaan Pajak... 22
2.2 KerangkaPemikiran ... 22
2.2.1 Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Penerimaan Pajak ……… ... 24
(10)
vii
3.1 Objek Penelitian ... 30
3.2 Metode Penelitian ... 30
3.2.1 Desain Penelitian………... 31
3.2.2 Operasionalisasi Variabel……….……..…… 35
3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data………..….... 39
3.2.3.1 Sumber Data……… 39
3.2.3.2 Teknik Penentuan Data………... 40
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data………...…..…… 42
3.2.4.1 Uji Validitas……….…….. 43
3.2.4.2 Uji Realibilitas………. 47
3.2.4.3 Uji MSI...………...………..… 49
3.2.5 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis…………..…... 50
3.2.5.1 Rancangan Analisis...……..………...…..…… 50
3.2.5.2 Rancangan Uji Hipotesis ………..…... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak... .... 66
4.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak... .. 66
4.1.2 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak... 71
4.1.3 Uraian Tugas ... 72
4.1.4 Aspek Kegiatan Kantor Pelayanan Pajak ... 75
4.2 Karakteristik Responden ... 76
4.2.1 Profil Responden Berdasarkan Umur ... 76
4.2.2 Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir .... 77
4.2.3 Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 77
4.3 Analisis Deskriptif ... 78
4.3.1 Analisis Deskriptif Pajak Pertambahan Nilai... 79
4.3.1.1 Indikator Mekanisme Pemungutan ... 80
4.3.1.2 IndikatorObjek Pajak Pertambahan Nilai ... 81
4.3.1.3 Indikator Subjek Pajak ... 83
4.3.1.4 Indikator Tarif PPN ... 84
4.3.2 Analisis Deskriptif Kebijakan Pajak ... 87
4.3.2.1 Indikator Tujuan ... 88
4.3.2.2 Indikator Proposal ... 89
4.3.2.3 Indikator Program... 91
4.3.2.4 Indikator Keputusan ... 92
4.3.2.5 Indikator Efek... 94
4.3.3 Analisis Deskriptif Penerimaan Pajak ... 97
4.4Analisis Verifikatif ... 99
4.4.1 Keterkaitan Pajak Pertambahan Nilai dan Kebijakan Pajak Terhadap PenerimaanPajak ... 105
(11)
viii
4.4.2 Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Penerimaan
Pajak ... 109
4.4.3 Pengaruh Kebijakan Pajak terhadap penerimaan Pajak ……….. ... 110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 111
5.2 Saran ... 112
DAFTAR PUSTAKA ... 114
LAMPIRAN-LAMPIRAN... 116
(12)
1
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan suatu sumber utama penerimaan negara yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
untuk pembangunan. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang sangat dominan
dalam pos penerimaan negara. Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi
kepentingan rakyatnya dengan melaksanakan pembangunan. Untuk melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan dana pembangunan yang tidak sedikit dimana
kebutuhan dana pembangunan tersebut setiap tahun semakin meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. Maka dari itu itulah Suryadi
mengemukakan bahwa “Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara
yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan” ( Suryadi,2006 )
Sama dengan pernyataan Suryadi di atas, kemudian Moh.Zain pun
menyatakan bahwa Penerimaan pajak merupakan gambaran partisipasi masyarakat
dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Negara.
Apabila konstribusi penerima perpajakan semakin besar terhadap pembangunan. Hal
tersebut berarti bahwa pajak yang telah dipungut dari masyarakat akan dkembalikan
(13)
2
prasarana publik, menyediakan lapangan kerja, memberikan rasa aman dan nyaman.
(Moh.Zain, 2007).
Dalam meningkatkan penerimaan pajak Wajib Pajak merupakan salah satu
aspek penting dan merupakan tulang punggung penerimaan pajak. Semua kegiatan
wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya telah diatur dalam
Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan (KUP), hal tersebut tentunya sebagai
upaya dari Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya tentang pajak dan
betapa pentingnya pajak bagi suatu Negara dan juga semua masyarakatnya. Atas hal
tersebutlah diharapkan masyarakat sadar akan pajak, dan tentunya diperlukan
kesadaran yang tinggi dari wajib pajak untuk membayarkan pajaknya kepada Negara
sebagai salah satu bentuk kontribusi dan bentuk kepatuhan Wajib Pajak untuk
membayar pajak (Moh.Zain, 2007).
Maka dari itu dengan pajak sebagai salah satu pos penerimaan Negara
diharapkan banyak pembangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan Negara
seperti yang di kemukakan oleh Suryadi di atas. Sehingga pajak memiliki dua fungsi
pajak yaitu Fungsi Budgetair (Sumber keuangan negara), Waluyo mengemukakan
bahwa Fungsi budgetair adalah Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang
diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah (Waluyo, 2007)
Dan kemudian Siti Resmi juga mengemukakan bahwa fungsi budgetair merupakan
salah satu sumber penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
(14)
uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara ( Siti Resmi, 2007). Fungsi Regulerend
(Mengatur) Selain Waluyo mengemukakan fungsi budgetair, Waluyo juga telah
mengemukakan Fungsi regulerend yaitu sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. (Waluyo, 2007). Begitupun
Siti Resmi yang juga mengemukakan fungsi regulerend yaitu fungsi yang digunakan
sebagai alat untuk mengatur masyarakat, baik dibidang ekonomi social maupun
politik dengan tujuan tertentu. (Resmi Siti, 2007)
Begitu pun menurut Ely Suhayati dan Siti Kurnia Rahayu, 2006 juga
menjelaskan tentang fungsi pajak yang berhubungan dengan penerimaan pajak.
Pengertian fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak. Sebagai alat
untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat
pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara umumnya tidak akan
mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakatnya. ada dua
macam fungsi pajak yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend.
Tidak semua penerimaan pajak berjalan dengan lancar dengan semestinya.
DJP mengakui Target Penerimaan Pajak pada tahun 2011 tidak sesuai dengan target
yang dicapai. Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengakui penerimaan perpajakan pada
semester pertama 2011 tidak mencapai target yang ditetapkan. Masalah ini di
akibatkan ada kecenderungan penerimaan pajak sering meleset. (Fuad rahmany,
2009)
Akan tetapi Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo sendiri telah
(15)
4
melesetnya target penerimaan pajak pada bulan Juli. Realisasi penerimaan pajak per 5
Agustus 2011 telah mencapai Rp466 triliun. Sedangkan target penerimaan pajak pada
APBNP 2011 sebesar Rp878 triliun. ( Fuad Rahmany , 2009 )
Dikarenakan penerimaan pajak belum sesuai target sehingga Dirjen Pajak
Fuad Rahmany membantah jika masih ada kebocoran dalam penerimaan pajak yang
dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP). Fuad menolak ungkapan beberapa
wajib pajak yang mengatakan jika uang yang mereka bayarkan pada DJP mengalami
kebocoran. Menurut Fuad saat ini sistem yang ada sudah cukup memadai untuk
mengatasi hal tersebut. Menurut Fuad menegaskan bahwa sistemnya sudah cukup
baik dan itu nggak mungkin bocor lagi. Menurutnya ini tugas dari DJP yaitu untuk
kembali membangun kepercayaan dari masyarakat untuk kembali percaya jika semua
uang yang dibayarkan oleh masyarakat tidak ada satu pun yang hilang. Harus yakin
bahwa semua rupiah yang kita setorkan sebagai uang pajak kita itu sudah kita
setorkan masuk ke kas negara. Itu yang kita harus yakinkan pada masyarakat. Selain
itu Fuad juga mengimbau agar para wajib pajak tidak lagi takut uang yang mereka
bayarkan tidak terserap oleh negara. Hal ini diungkapkan Fuad karena para wajib
pajak (WP) selalu mengkait-kaitkan pembayaran pajak dengan Gayus. Dari isu yang
beredar seolah-olah pembayaran pajak uangnya bocor karena ditandaskan oleh orang
sebagai Gayus. ( Fuad Rahmany, 2011 ).
Ternyata Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mengaku
penerimaan negara dari pajak masih minim dan belum memberikan manfaat bagi
(16)
Rahmany pun berkata bahwa masih ada 30 juta orang dan 12 juta badan yang belum
membayar pajak. Menurut dia, kesadaran para wajib pajak untuk membayar pajak
masih minim. Oleh karena itu, pihaknya akan terus meningkatkan sosialisasi kepada
masyarakat. Saat ini, kata dia, jumlah wajib pajak badan usaha tercatat hanya 460.000
yang menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) atau sekitar empat persen dari 22 juta
badan usaha yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan wajib pajak
perorangan masih sekitar 8,5 juta orang atau sekitar 20 persen yang menyerahkan
SPT dari kemungkinan 55 juta orang. Ditjen Pajak, sambung Fuad, menargetkan
penerimaan pajak 2011 Rp 700 triliun selain dari penerimaan negara bukan pajak
(PNBP), sehingga total penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp 1,100
triliun.Namun, alokasi tersebut banyak digunakan untuk membayar subsidi Rp 200
triliun, bunga utang Rp 132 triliun dan sisanya untuk belanja pegawai. Dengan
pengeluaran sebesar itu, penerimaan negara untuk kepentingan pembangunan
in-frastruktur hanya cukup untuk membiayai pembangunan jalan raya sepanjang 120
kilometer.( Fuad Rahmany, 2011 )
Sementara itu adapun fenomena khusus yang di terjadi Kantor Wilayah
(Kanwil) DJP Jawa Barat I yaitu realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011 di
Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Barat 1 sebesar Rp. 12,4 triliyun atau hanya
sekitar 91 % dari target sebesar Rp. 13,6 triliyun (Adjat Djatnika, 2012). Selain itu,
realisasi penerimaan pajak Direktorat Jenderal Pajak per 30 November 2010 hanya
(17)
6
Perubahan 2010. Itu berarti masih ada kekurangan penerimaan sebesar Rp 118,98
triliun (Mohammad Tjiptardjo, 2010).
Salah satu fungsi pemungutan pajak yang umum adalah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah. Fungsi ini disebut juga dengan fungsi budgeter. PPN
sebagai pajak Negara juga mempunyai fungsi sebagai sumber pembiayaan Negara,
sebagaimana tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (
Muhammad Rusjdi,2000)
Pajak yang ada saat ini merupakan hasil dari evolusi Pajak Penjualan telah di
terapkan secara meluas dalam abad pertengahan di Eropa. Pada abad ke-14, Spanyol
menerapkan Pajak Penjualan ini dengan nama “alcaba” dan kemudian diterapkan di
beberapa Negara lain yang berada di bawa pengaruhnya. Pajak penjualan dalam
perjalanannya banyak mendapat protes khususnya dari para pengusaha karena
sifatnya tergolong sebagai “ multi stage gross turn over tax “. Artinya bahwa pajak
penjualan yang di bayar saat perolehan barang atau jasa akan turut menjadi harga
pokok produksi produk tersebut yang selanjutnya akan dikenakan lagi Pajak
Penjualan saat produk tersebut dijual. ( Untung Sukarji, 2005)
Pajak Pertambahan Nilai atau Value Added Tax pertama kali dikenalkan di
Prancis pada tahun 1954 dan mulai diadaptasi oleh banak Negara sejak saat itu.
Dalam implementasinya terjadi perkembangan yang berbeda-beda di setiap Negara
yang menggunakannya, antara lain karena berbeda bahasa dan kebijakan Negara
tersebut. Berbagai nama atau istilah digunakan atas pajak ini seperti Value Added Tax
(18)
Prancis, Belasting over de Toegevevoegde Waarde (BTW) di Belanda, Imposta sul
Valore Agguinto (IVA) di Italia, Umsatzsteurgesetz di Jerman dan Pajak Perambahan
Nilai di Indonesia (Untung Sukarji, 2005 )
Di Indonesia Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan
atas barang dan jasa yang mengalami pertambahan nilai. Sebagaimana dalam
penjelasan umum Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dinyatakan bahwa pertambahan
nilai itu sendiri timbul karena dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur
perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan
barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Teknis pemungutan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dilakukan beberapa kali berdasarkan pertambahan
nilai yang timbul pada setiap penyerahan barang atau jasa. (Siti Kurnia Rahayu dan
Ely Suhayati, 2010)
Sama seperti yang di kemukakan oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati
diatas, Waluyo pun mengemukakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah
pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai (Value Added) dari barang atau jasa
yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pertambahan
nilai tersebut timbul karena dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur
perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, memperdagangkan
barang atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen. PPN termasuk ke dalam
jenis pajak tidak langsung, artinya bahwa pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(19)
8
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Dengan
dikeluarkannya Paket UU Perpajakan Tahun 1984, PPN menggantikan Pajak
Penjualan tahun 1951 dan mulai berlaku tanggal 1 April 1985. ( Waluyo, 2002 )
Begitupun dengan , Mohhamad Zain yang mendefinisikan pertambahan nilai
sebagai berikut : jumlah antara biaya yang di keluarkan dan tingkat laba yang
diharapkan dalam suatu proses produksi”. Suatu pertambahan nilai tercipta karena
untuk menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang ataupun
memberikan pelayanan jasa membutuhkan faktor-faktor produksi pada berbagai
tingkat produksi. Setiap faktor produksi tersebut menimbulkan pengeluaran yang
dinamakan biaya. Semua biaya inilah yang merupakan pertambahan nilai yang
menjadi unsur pengenaan pajaknya. Artinya proses pertambahan nilai selalu timbul
karena adanya biaya-biaya yang dikeluarkan mulai dari bahan baku menjadi bahan
setengah jadi sampai akhirnya menjadi barang jadi yang siap di jual dengan tingkat
laba yang diharapkan. (Mohammad Zain, 2007)
Pajak Pertambahan Nilai mempunyai 5 fungsi secara garis besar yang telah
disebutkan oleh Mohammad Zain (2007) yaitu sebagai Penerimaan Negara yang
artinya merupakan fungsi dan tujuan utama dari setiap pelaksanaan pemungutan
pajak yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah salah satunya,
fungsi yang kedua yaitu Membantu Pengusaha Kecil yang dimaksud Pengusaha Kecil
yang menghasilkan dan menjual barang atau memberikan jasa dibebaskan dari
penggunaan pajak dengan dikecualikan pengusaha kecil mengembangkan usahanya,
(20)
atas barang dikenakan tariff 0%, bahkan PPN yang telah termasuk dalam harga
barang yang telah diekspor dapat dikembalikan, yang keempat dari fungsi pajak yaitu
sebagai Pemerataan Beban Pajak ini dimaksudkan melalui pengenaan PPN, subyek
pajak yang terbebaskan dari PPh, secara tidak langsung menjadi penanggung pajak
melalui konsumsi yang dilakukannya, dan yang terakhir dari fungsi PPn yaitu
Mendorong Investasi yang di maksud dengan pembebasan atau pengembalian PPN
atas perolehan atas impor barang modal diharapkan akan mendorong investasi.
Fenomena yang terjadi pada kasus Pajak Pertambahan Nilai menurut Askolani
selaku Kepala Pusat APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengungkapkan bahwa
tidak tercapainya target penerimaan pajak terutama penerimaan PPN dan PPnBM di
tahun 2010 disinyalir disebabkan oleh besarnya pengembalian penerimaan pajak
(restitusi). Restitusi di tahun 2010 mencapai sekitar Rp 40,7 triliun dibandingkan
restitusi tahun 2009 yang hanya Rp 31,3 triliun. (Askolani, 2011).
Selain Pajak Pertambahan Nilai adapun faktor lain yang mempengaruhi
penerimaan pajak yaitu kebijakan pajak (Tax policy). Tax Policy merupakan alternatif
dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan (Erly Suandi:
2011). Kebijakan Perpajakan mempunyai dua pengertian, yaitu berdasarkan
pengertian luas dan menurut pengertian sempit. Kebijakan dalam pengertian luas
adalah kebijakan untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja dan
inflasi, dengan mempergunakan instrument pemungutan pajak dan pengeluaran
belanja negara. Adapun kebijakan fiskal berdasarkan pengertian sempit adalah
(21)
10
yang dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang
harus dibayar dan bagaimana tata cara pembayaran pajak yang terutang
(Mansyuri,1999:1). Adapun definisi kebijakan fiskal dalam arti sempit yang lainnya
yaitu kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan dijadikan
sebagai tax base, siapa-siapa yang dikenakan pajak, siapa-siapa yang dikecualikan,
apa-apa yang dijadikan sebagai objek pajak, apa-apa saja yang dikecualikan,
bagaimana menentukan besarnya pajak yang terutang dan bagaimana menentukan
prosedur pelaksanaan kewajiban pajak terutang (Rosdiana, 2005). Menurut Michael
P.Devereux ada isu-isu penting yang harus diperhatikan dalam kebijakan pajak yaitu
what should the tax base be :income, expenditure, or a hybrid ? , what should the tax
rate schedule be? , how sould international income plows be taxed ? ,how should
environmental taxes be designed ? (Rosdiana,2005)
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan untuk membuat kebijakan pajak
yang baik dan benar, diantaranya yaitu tujuan (goal), proposal (plans), program,
keputusan, dan efek (Siti Kurnia Rahayu, 2010).
Fenomena yang terjadi pada kebijakan perpajakan yaitu Kebijakan pemberian
insentif pajak pertambahan nilai (PPN) nampaknya telah menjadi pedang bermata
dua. Insentif tersebut dinilai menghambat peningkatan penerimaan negara dari sektor
perpajakan. Indikasi awal yang disinyalir menjadi penghambat penerimaan Pajak
adalah kebijakan pemerintah memberikan fasilitas keringanan atau pembebasan pajak
(22)
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti akan meneliti mengenai
“ Pajak Pertambahan Nilai dan Kebijakan Pajak terhadap Penerimaan Pajak “.
1.2 Identifikasi dan Masalah
1.2.1Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka
peneliti mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan pajak di Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jabar 1 masih belum
sesuai target
2. Tidak tercapainya target penerimaan pajak terutama penerimaan PPN dan
PPnBM di tahun 2010 disinyalir disebabkan oleh besarnya pengembalian
penerimaan pajak (restitusi)
3. Kebijakan pemberian insentif pajak pertambahan nilai (PPN) nampaknya
telah menjadi pedang bermata dua.
1.2.2Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka
penulis mencoba merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1) Bagaimana Pajak Pertambahan Nilai pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di
Kanwil Jawa Barat 1.
2) Bagaimana pelaksanaan Kebijakan Pajak pada 10 Kantor Pelayanan
(23)
12
3) Bagaimana tingkat Penerimaan pajak pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di
Kanwil Jawa Barat 1.
4) Seberapa besar pengaruh Pajak Pertambahan Nilai terhadap Penerimaan
Pajak pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1.
5) Seberapa besar pengaruh Kebijakan Pajak terhadap Penerimaan Pajak
pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1.
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1Maksud Penelitian
Mengumpulkan data dan informasi terkait dengan pajak pertambahan nilai
dan kebijakan pajak terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Bandung
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis :
1. Pajak pertambahan nilai pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa
Barat 1.
2. Pelaksanaan kebijakan pajak pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil
Jawa Barat 1.
3. Tingkat penerimaan pajak 10 Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat
1.
4. Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai terhadap Penerimaan Pajak pada 10
(24)
5. Pengaruh Kebijakan Pajak terhadap Penerimaan Pajak pada 10 Kantor
Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1.
1.4 Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Kegunaan Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, informasi, dan
pengetahuan tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Kebijakan Pajak terhadap
Penerimaan Pajak.
1.4.2 Kegunaan Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada
organisasi tentang pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Kebijakan Pajak terhadap
Penerimaan Pajak
1.5Lokasi dan Waktu Penelitian
1.5.1 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian dilaksanakan pada dilaksanakan dari Kantor Pelayanan
(25)
14
Tabel 1.1
Nama dan Alamat Kantor Pelayanan Pajak Kanwil Jawa Barat I
No Nama KPP Alamat
1 KPP Karees Jl. Ibrahim Adjie (d/h Jl. Kiara Condong)
No.372, Bandung
2 KPP Soreang Jl. Raya Cimareme No. 205 Ngamprah, kab.
Bandung Barat
3 KPP Cibeunying Jl. Purnawarman No.21, Bandung
4 KPP Cicadas Jl. Soekarno Hatta No. 781, Bandung
5 KPP Bojonagara Jl. Asia Afrika No.114, Bandung
6 KPP Cimahi Jl. Raya Barat No.574 Kotak Pos 112, Cimahi
7 KPP Tegallega Jl. Soekarno-Hatta No.216, Bandung
8 KPP Sumedang Jl. Ibrahim Adjie (d/h Jl. Kiara Condong)
No.372, Bandung
9 KPP Cianjur Jl. Raya Cianjur-Bandung KM. 3, Cianjur
10 KPP Purwakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 1, Ciganea Bunder, Purwakarta
1.5.2 Waktu Penelitian
Waktu yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2012
sampai dengan Agustus 2012. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membuat
rencana jadwal penelitian yang dimulai dengan tahap persiapan sampai ketahap akhir
yaitu pelaporan hasil penelitian. Secara lebih rinci waktu penelitian dapat dilihat pada
(26)
Tabel 1.2
Pelaksanaan Penelitian
Tahap Prosedur
Bulan Maret 2012 April 2012 Mei 2012 Juni 2012 Juli 2012 Agust 2012 I
Tahap Persiapan :
1. Membuat outline dan proposal UP
2. Bimbingan dengan dosen pembimbing 3. Mengambil formulir
penyusunan UP 4. Menentukan tempat
penelitian
II
Tahap Pelaksanaan : 1. Mengajukan outline
dan proposal Up
2. Meminta surat
pengantar ke Kanwil DJP Jabar I 3. Pengumpulan Data 4. Analisis
5. Menulis Draf Skripsi
III
Tahap Pelaporan :
1. Menyiapkan draft skripsi
2. Sidang akhir skripsi 3. Penyempurnaan
laporan skripsi 4. Penggandaan skripsi
(27)
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1Kajian Pustaka
Kajian pustaka berisi studi pustaka terhadap buku, artikel, jurnal ilmiah,
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Uraian kajian
pustaka diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran atau konsep yang akan
digunakan dalam penelitian. Adapun tinjauan pustaka pada penelitian ini meliputi
konsep mengenai pajak pertambahan nilai, kebijakan pajak dan penerimaan pajak.
2.1.1Pajak Pertambahan Nilai
2.1.1.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010 : 231) menyatakan bahwa Pajak
Pertambahan Nilai adalah :
“Pajak yag dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalr perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen”.
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai menurut Sukardji (2000 : 22)
menyatakan bahwa :
“Pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan baik baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara”.
(28)
Dari kedua definisi diatas disimpulkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) yaitu Pajak yang dikonsumsi baik perseorangan maupun Badan yang
dikenakan atas Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak.
2.1.1.2 Mekanisme pemungutan PPN
Menurut Rahayu Siti Kurnia dan Suhayati Ely (2010 : 236) mekanisme
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yaitu :
1. Pajak keluaran adalah Pertambahan Nilai terutang yang wajib
dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan
JKP, atau diekspor BKP
2. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh
PKP karena perolehan BKP dan atau penerimaan JKP dan atau
pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean dan atau
pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP.
3. Faktur Pajak adalah bukti pungutan Pajak yang dibuat oleh PKP
yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau bukti
pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat
Jendral Bea dan Cukai.
2.1.1.3Obyek PPN
Menurut Waluyo (2005 : 8) penggolongan atas objek PPN:
Objek pertambahan nilai dikenakan atas:
1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang
(29)
18
menjadi pengusaha kena pajak maupun pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.
2. Impor Kena Pajak
Pajak juga dipungut pada saat import barang. Pemungutan dilakukan
melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berbeda dengan
penyerahan barang kena pajak tersebut pada butir 1 diatas, maka
siapa pun yang memasukan barang kena pajak ke dalam daerah
pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka
kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.
3. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaanya oleh orang pribadi atau badan.
2.1.1.4Subyek Pajak
Menurut Waluyo (2005 : 8) penggolongan atas Subyek PPN yaitu Subjek
Pajak PPn adalah Pengusaha (pasal 1 angka 14 UU PPN) yaitu orang pribadi atau
badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaanya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, pemanfaatan barang tidak berwujud dari luar pabean, melakukan usaha
jasa, atau pemnfaatanjasa dari luar daerah pabean.
2.1.1.5Tarif PPN
Menurut Waluyo (2005 : 13 )tarif Pajak Pertambahan Nilai :
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 % (sepuluh persen),tarif
(30)
Pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak adalah tarif tunggal,
sehingga mudah dalam pelaksanaanya da tidak memerlukan daftar
penggolongan barang dan atau penggolongan jasa dengan tarif yang
berbeda sebagaimana berlaku pada pajak atas barang mewah.
2. Tarif pajak pertambahan nilai atas ekspor barang kena pajak sebesar
0% (nol persen). Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi barang kena pajak di dalam daerah pabean,
dikenakan pajak pertambahan nilai dengan tarif 0 % (nol persen).
Pengenaan tarif 0 % (nol persen) bukan berarti pembebasan dari
pengenaan pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, pajak
masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat
dikreditkan.
Cara menghitung pajak pertambahan nilai yang terutang adalah
dengan mengalikan Tarif Pajak pertambahan Nili (10% atau 0%
untuk ekpor barang kena pajak) dengan dasar pengenaan pajak.
2.1.2 Kebijakan Pajak
2.1.2.1Pengertian Kebijakan Pajak
Kebijakan perpajakan ( Tax policy ) menurut Marsuni Lauddin dalamRahayu
Siti Kurnia ( 2010 : 90 )yaitu :
“Suatu pilihan atau keputusan yang diambil pemerintah dalam rangka
menunjang penerimaan Negara, dan menciptakan kondisi ekonomi yang
(31)
20
Kebijakan pajak (Tax Policy) menurut Suandy Early ( 2011 : 11 ) yaitu :
“Merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem
perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat faktor-faktor yang
mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak “
Dari definisi tersebut kebijakan pajak dapat disimpulkan bahwa suatu pilihan
atau keputusan yang di ambil oleh pemerintah untuk menuju sasasran dalam
kebijakan perpajakan.
2.1.2.2Indikator Kebijakan Pajak
Menurut Rahayu Siti Kurnia (2010:89),indikator dari Kebijakan Pajak adalah
1. Tujuan (goal)
Menurut Moeheriono (2012:24),definisi daritujuan adalah:
“Tujuan adalah sasaran yang lebih nyata daripada pernyataan pelaksanaan
misi”.
2. Proposal (Plans)
Menurut Choi Fredrick dan Meek Gary K. (2010:154) definisi proposal
adalah:
“Proposal adalah mengidentifikasikan faktor-faktor yang relevan untuk masa
depan”.
3. Program
Menurut Pranoto Juni dan Ibrahim Indrawijaya Adam (2011:16) definisi
(32)
“Program merupakan bentuk nyata dan tindakan-tindakan tertentu yang
berkaitan langsung dengan pelaksanaan fungsi-fungsi lembaga yang dapat
menghasilkan output lembaga”.
4. Keputusan
Menurut C. Davis Ralph (Hasan, 2004) definisi keputusan adalah:
“Keputusan sebagai hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan
tegas”.
5. Efek
Menurut M. Echols John dan Sadly Hassan (2000) definisi efek adalah:
“dampak saat produk disebarkan dan dipakai oleh pengguna”.
2.1.3 Penerimaan Pajak
2.1.3.1 Pengertian Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak menurut H. Simanjuntak Timbul dan Mukhlis Imam
(2012:30) adalah:
“Penerimaan negara dari pajak merupakan salah satu komponen penting dalam
rangka kemandirian pembiayaan pembangunan”
Sedangkan Penerimaan Pajak menurut suryadi ( 2006 ) yaitu :
“ Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan Negara yang dominan
baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. “
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak didapat dari
(33)
22
2.1.3.2Indikator penerimaan pajak
Realisasi penerimaan pajak di tahun 2011 pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di
Kanwil Jabar 1.
2.2 Kerangka Pemikiran
Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan Negara yang paling utama karena
berguna dalam membiayai suatu pengeluaran-pengeluaran Negara. Yang merupakan
pengeluaran – pengeluaran Negara seperti pengeluaran rutin dan juga sebagai
pengeluaran pembangunan. Dalam melakukan pembangunan Negara dibutuhkan dana
yang sangat banyak untuk memperbaiki pembangunan yang semakin meningkat dan
di samping itu kebutuhan masyarakat pun akan semakin meningkat dengan seiring
peningkatan jumlah dana pembangunan. Bisa disebutkan bahwa penerimaan pajak
dan partisipasi masyarakat berkaitan karena keduanya saling membutuhkan satu sama
lain, ini dikarenakan masyarakat membayar pungutan pajak yang akan secara tidak
langsung pungutan tersebut akan secara tidak langsung di kembalikan ke masyarakat
berupa fasilitas – fasilitas pembangunan yang akan dinikmati masyarakat. Maka dari
itu pajak pun mempunyai dua fungsi budgetair (Sumber keuangan Negara) dan
fungsi regulered (Mengatur). fungsi budgetair yaitu pajak berfungsi sebagai sumber
dana yang berguna untuk pembiayaan pengeluaran – pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan, sedangkan fungsi regulered yaitu untuk mengatur masyarakat –
masyarakat dalam bidang social maupun politik. Dalam penerimaan pajak tidak akan
(34)
terjadi bahwa penerimaan pajak tidak tercapai dengan target yang sudah di tentukan.
Taget yang sudah di tentukan ternyata terdapat kecendurungan penerimaan pajak
yang telah meleset. Akibat dari melesetnya penerimaan pajak Mentri Keuangan Agus
DW akan memberikan sinyal bagi DJP untuk meggenjot penerimaan pajaknya agar
penerimaan pajak yang telah meleset bisa kembali normal dari taget realisasi
penerimaan pajak. Banyak yang menyangka khusunya dari wajib pajak bahwa
terdapat kebocoran dalam penerimaan pajak karena sistem yang kurang baik. Karena
akibat dari kebocoran dalam penerimaan pajak mengakibatkan Wajib Pajak
mengurangi kepercayaan, sehingga tugas DJP yaitu untuk membangun lagi
kepercayaan masyarakat. Para wajib pajak mengkait-kaitkan pembayaran pajak
uangnya bocor karena ditandas oleh Gayus Tambunan. salah satu dari fungsi
budgeter yaitu PPN yang merupakan dumber pembiayaan Negara. PPN adalah pajak
yang dikenakan atas pertambahan nilai barang dan jasa yang dikenakan kepada
pengusaha kena pajak. Ada lima fungsi dari pajak pertambahan nilai secara garis
besar yaitu sebagai pemungutan pajak untuk pengeluaran pemerintah, membantu
pengusaha kecil, mendorong Ekspor, pemerataan beban dan mendorong investasi.
Dari fenomena yang terjadi di pajak pertambahan nilai yaitu tidak tercapainya target
penerimaan pajak yang di akibatkan oleh pengembalian penerimaan pajak (restitusi).
Bukan hanya pajak pertambahan nilai saja yang mempengaruhi penerimaan pajak
adapun kebijakan pajak yang sangat mempengaruhi penerimaan pajak. Kebijakan
pajak merupakan salah satu alternatif dari bsasaran yang akan di tuju dari sistem
(35)
24
proposal (plans), program, keputusan, dan efek. Fenomena yang terjadi di kebijakan
pajak yaitu kebijakan pemberian intensif pajak pertambahan nilai menjadi pedang
bermata dua.
2.2.1Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai terhadap Penerimaan Pajak
Menurut Priantara Diaz (2012:422) keterkaitan antara Pajak Pertambahan
Nilai dan Penerimaan Pajak adalah
“Sesuai skema masukan, proses dan keluaran rantai barang dan jasa sejak dari industri primer yang memproses bahan baku berupa hasil bumi seperti pertanian sampai dengan konsumen akhir maka sudah tentu PPN memberikan kontribusi besar pada penerimaan pajak”.
2.2.2Pengaruh Kebijakan Pajak terhadap Penerimaan Pajak
Menurut H. Simanjuntak Timbul dan Mukhlis Imam, (2012:48) keterkaitan
Kebijakan Pajak dan Penerimaan Pajak adalah sebagai berikut:
“Kebijakan pajak merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian suatu negara melalui aspek
penerimaan dan pengeluaran dalam anggaran negara”.
Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini dapat di sajikan daftar penelitian
terdahulu dan teori yang sudah dijabarkan atau dikemukakan sehingga dapat
(36)
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan
1. Christian Hubert Ebeke, 2010
REMITTANCES, VALUE ADDED TAX AND TAX REVENUE IN DEVELOPING COUNTRIES
Dampak remitansi internasional pada kedua tingkat dan
ketidakstabilan pendapatan pajak pemerintah di negara penerima. Menyelidiki khususnya apakah keberadaan nilai tambah pajak (PPN) sistem meningkatkan manfaat dari aliran remitansi dalam hal rasio pajak yang tinggi dan kurang mudah menguap
pendapatan.hasil menyoroti bahwa pengiriman uang secara signifikan meningkatkan baik tingkat dan stabilitas rasio penerimaan pajak pemerintah di menerima negara-negara yang telah mengadopsi PPN.) Variabel independen Tentang Pajak Pertambahan Nilai Variabe dependenl Penerimaan Pajak Variabel independen Remittances (pengiriman uang )
2 Ravindra Tripathi, Ambalika Sinha* and Sweta Agarwal, 2011
The effect of value added taxes on the Indian society
Pajak pertambahan nilai (PPN) dirancang untuk membuat akuntansi lebih transparan, untuk memotong hambatan perdagangan pendek dan meningkatkan pendapatan pajak.
Variabel independen Pajak Pertambahan Nilai Variabel dependen Tentang penerimaan pajak Tidak terdapat variabel independen
3 T. Ghirmai Ke fela, 2009
Reforming tax policies and revenue mobilization promotes a fiscal responsibility : A study of east and West African States
Kebijakan Pajak dari berbagai titik pandang berfokus pada berbasis luas dari pendapatan pajak
Variabel independen Kebijakan Pajak Variabel dependen Penerimaan Pajak Revenue mobilization
(37)
26
4 Taufik Abdul Hakim dan Imbarin Bujang, 2011
The Impact and Consequences of Tax Revenues’ Components on Economic Indicators: Evidence from Panel Group Data
Perubahan
pendapatan pajak atau kebijakan pajak untuk setiap pajak tunggal juga akan mengubah pertumbuhan PDB, kotor tabungan dan FDI.
Variabel independen Penerimaan Pajak Variabel dependen Evidence from Panel Group Data
5 Dahliana Hassan
Pelaksanaan Tax Compliance dalam upaya Optimalisasi Penerimaan Pajak DI Kota Yogyakarta
Pelaksanaan Tax Compliance di kota Yogyakarta masih belum maksimal. Hal ini berimbas pada tidak optimalnya penerimaan pajak di Yogyakarta Variabel dependen Penerimaan Pajak Variabel independen Pelaksanaan Tax Compliance
6 Dr Salip, Msc, Akt. Dan Tendy Wato, SE
Pengaruh Peneriksaan Pajak terhadap
Penerimaan Pajak Studi Kasus : Di KPP Jakarta Kebun Jeruk
Dapat di simpulkan bahwa hasil pemeriksaan pajak secara nominal berpengaruh kepada penerimaan pajak. Variabel dependen Penerimaan Pajak Variabel independen Pemeriksaan Pajak
7 Richard R. Hawkins* and David R. Eppright EVIDENCE ON SALES TAX REVENUE EROSION IN FLORIDA FROM E-COMMERCE
Dalam menentukan penerimaan pajak pertumbuhan jalan tanpa perdagangan elektronik dan ketidakjelasan jalan ini mungkin akan menghambat diskusi tentang penjualan dan kebijakan pajak.
Variabel dependen Penerimaan Pajak Penggunaan E- commerce pada penelitiaan
8 S. O.
Uremadu1* and J. C. Ndulue2
A review of private sector tax revenue
generation at local government level: Evidence from Nigeria
kebijakan pajak yang efektif dan efisien akan menghilangkan biaya kepatuhan yang tinggi, membuat wiraswasta orang pajak sesuai dan meningkatkan total pendapatan yang dihasilkan dari sumber pajak sehingga membuat perpajakan benar Variabel dependen Penerimaan Pajak Unit analisis peneliti yaitu di pemerintahaan local
Berdasarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, Penulis menyimpulkan
(38)
Skema kerangka pemikiran
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran
Pembiayaan
negara
Fungsi
Pajak
Fungsi Budgetair
Fungsi Regulered
PKP
PENERIMAAN
PAJAK
PPN
Kebijakan
Pajak
PAJAK
(39)
28
Gambar 2.2
Paradigma Penelitian
2.3HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka perlu dilakukannya pengujian
hipotesis untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independent
terhadap variabel dependent.
Menurut Sugiyono (2012:64) dalam Narimawati (2011) berpendapat bahwa :
“ Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan ”
Sedangkan menurut Narimawati Umi (2007:73)
“ Hipotesis dapat dikatakan sebagai pendugaan sementara mengenai
hubungan antara variabel yang akan diuji kebenarannya. Karena sifatnya X1
PPN
X2
Kebijaka pajak
Y
Penerimaan pajak Tripathi, Ambalika Sinha* and
Sweta Agarwal, 2011
S. O. Uremadu and J. C. Ndulue: 2011
(40)
dugaan, maka hipotesis hendaknya mengandung implikasi yang lebih jelas
terhadap pengujiaan yang dinyatakan. “
Penulis mengasumsikan dalam mengambil keputusan sementara (hipitesis) bahwa
sebagai berikut :
H1 : Pajak Pertambahan Nilai pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa
Barat 1 sudah tinggi.
H2 : Kebijakan Pajak pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1
sudah sesuai dengan Undang-undang perpajakan saat ini.
H3 : Tingkat Penerimaan Pajak pada 10 Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa
Barat 1 cenderung sudah meningkat.
H4 : Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada 10
Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1.
H5 : Kebijakan pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak pada 10 Kantor
(41)
66
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak 4.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak
Sejarah kantor pajak di Indonesia diawali setelah Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk melaksanakan pemungutan
pajak dari rakyat di wilayah pasundan, dibentuk suatu badan yang bernama Inspeksi
Keuangan untuk seluruh Kabupaten Bandung, Bekasi, Karawang, Purwakarta,
Tasikmalaya, Sumedang, Subang, Garut, Ciamis, dan Banjar. Khusus untuk Inspeksi
Keuangan Bandung bertempat tinggal di Gedung Concordia yang sekarang dikenal
dengan Gedung Merdeka yang pada waktu itu terletak di Jalan Raya Barat sedangkan
pada masa sekarang dikenal dengan Jalan Asia Afrika Bandung.
Seiring dengan perkembangan jaman dan bertambahnya penduduk serta
berkembangnya tingkat ekonomi masyarakat, Inspeksi Keuangan Bandung berubah
namanya menjadi Inspeksi Pajak Bandung. Dengan daerah wewenangnya meliputi
daerah swantantra Tingkat II Kota Praja Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis yang
berkedudukan di Jalan Asia Afrika No.114 Bandung. Sedangkan untuk wilayah
Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Subang yang berkedudukan di Karawang.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 270/KMK/1989, terhitung
(42)
Kantor Pelayanan Pajak. Untuk wilayah Bandung sendiri dibentuk empat Kantor
Pelayanan Pajak, yaitu:
a. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Timur
b. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tengah
c. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Barat
d. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cimahi
Dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Direktorat Jenderal Pajak, terjadi perubahan nama dan pembagian batas wilayah
Kantor Pelayanan Pajak, yaitu :
a. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Timur diubah namanya menjadi Kantor
Pelayanan Pajak Bandung Karees.
b. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Barat diubah namanya menjadi Kantor
Pelayanan Pajak Bandung Tegallega.
c. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tengah dipecah menjadi Kantor Pelayanan
Pajak Bandung Cibeunying dan Kantor Pelayanan Pajak Bandung
Bojonagara.
d. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cimahi diubah namanya menjadi Kantor
Pelayanan Pajak Cimahi.
Dalam perkembangannya kemudian, sehubungan dengan reorganisasi di
(43)
68
sistem administrasi perpajakan secara bertahap sebagai upaya pelaksanaan good
governance dan untuk meningkatkan penerimaan pajak serta efektivitas organisasi
instansi vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, maka pada tanggal 9
Agustus 2007 ditetapkanlah keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-112/PJ./2007 yang
mengatur tentang penerapan organisasi, tata kerja dan saat mulai beroperasinya
Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Banten, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I dan Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II.
Dengan terbitnya keputusan Dirjen Pajak tersebut maka terhitung mulai tanggal
28 Agustus 2007 Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang yang telah menerapkan
Sistem Administrasi Modern dinyatakan resmi berdiri. Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Sumedang merupakan Kantor Pelayanan Pajak pemekaran dari Kantor
Pelayanan Pajak Bandung Karees (yang sekarang bernama Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees). Sampai saat ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Sumedang berkantor di Jalan H.Ibrahim Adjie (Kiaracondong) Nomor 372 Bandung
dan masih berbagi tempat dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang meliputi seluruh
Kecamatan dan Kelurahan yang ada di Kabupaten Sumedang.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cianjur secara geografis dan
(44)
yang berkedudukan di Bandung. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cianjur di
bentuk berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.276/KMK/.01/1989, tanggal 25 Maret 1989 dengan kriteria Type B, yang pada
saat itu bernama Kantor Inpeksi Pajak (KIP) Cianjur.
Dengan perkembangan tugas yang semakin bertambah seiring meningkat dan
meluasnya potensi ekonomi Kabupaten Cianjur maka dalam rangka reorganisasi
Direktorat Jenderal Pajak tahun 1997 maka di bentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Cianjur, dimana wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) cianjur adalah
meliputi seluruh wilayah administrasi kabupaten daerah tingkat II Cianjur seluas
350.148 ha, yang terdiri dari 24 kecamatan dan 2 kemantren.
Pada tahun 1993 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cianjur mendapat
dana untuk pembelian tanah seluas 3850 M2 di Jl. Arief Rahman Hakim No 55
Cianjur. Pada tahun 1996 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cianjur mendapat
dana lagi untuk proyek pembangunan gedung, dan sejak tahun itu bangun gedung
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ciajur berlantai II dengan luas bangunan
1900 M2.
Gedung tersebut selesai di bangun pada bulan Oktober 1997 dan di resmikan
oleh Direktur Jenderal Pajak Dr. Fuad Bawazier pada tanggal 24 November 1997.
Semenjak itu seluruh kegiatan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cianjur
dilakukan dalam satu gedung dengan alamat Jl. Arief Rahman Hakim No. 55 Cianjur.
Dan pada awal bulan September tahun 2007, Direktur Jenderal Pajak mencetus untuk
(45)
70
Bumi dan Bangunan menjadi kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur dan bertempat
dalam satu gedung yaitu di Jl. Raya Bandung KM 3 Cianjur.
Kantor Pelayanan Pajak Purwakarta berdiri pada tanggal 1 April 1989, yang
terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : KEP.
276/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat di Bandung.
Kantor ini sebelumnya merupakan Kantor Dinas Luar Tingkat I yang beralamat
di Jalan Veteran Purwakarta yang merupakan bagian dari Kantor Inspeksi Pajak ( KIP
) Karawang yang beralamat di Jalan A. Yani Karawang, dan Wilayah kerja KIP
Karawang meliputi Daerah Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang.
Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan RI , Kantor Inspeksi Pajak
Karawang ( KIP ) dipecah menjadi 3 Kantor Pelayanan yaitu :
Kantor Pelayanan Pajak Bekasi yang wilayah kerjanya meliputi Kabupaten
Bekasi.
Kantor Pelayanan Pajak Karawang yang wilayah kerjanya meliputi Kabupaten
Karawang.
Kantor Pelayanan Pajak Purwakarta yang wilayah kerjanya meliputi
Kabupaten II Purwakarta dan Kabupaten Subang .
Pada awal tahun 1990 Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Purwakarta berlokasi di
Jalan Kol. Kornel Singawinata no. 78 Purwakarta berupa gedung Kantor berstatus
(46)
menempati gedung kantor sendiri yang beralamat di Jalan Ir. Juanda No. 1 Ciganea
Bunder Purwakarta, bangunan tersebut berada satu atap dengan Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan Purwakarta (satu Gedung dua Kantor ).
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 443/KMK.01/2001
tanggal 23 Juli 2001,Kantor Pelayanan Pajak Purwakarta di bawah Wilayah Kerja
Kantor Wilayah DJP Jawa Barat Bagian II Bandung.
Pada tahun 2004 terjadi reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor
Pelayanan Pajak (KPP / KP.PBB) Purwakarta, masuk ke Kantor Wilayah DJP Jawa
Bagian Barat III Bekasi.
Pada tahun 2007 terjadi kembali re - Organisasi Direktorat Jenderal Pajak,
Kantor Pelayanan Pajak Purwakarta, di bawah Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I
Bandung.
Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan RI tanggal 28 Agustus 2007,
Kantor Pelayanan Pajak Purwakarta, KP.4 Subang dan Kantor Pelayanan PBB
Purwakarta digabungkan, berubah nama menjadi ‘KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA PURWAKARTA‘, dan telah diresmikan pada tanggal 5 September
2007, di Bandung.
4.1.2 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak
Organisasi adalah sistem kerjasama dari dua orang atau lebih untuk dapat
memungkinkan tercapainya tujuan bersama dengan adanya pembagian tugas dan
(47)
72
menciptakan suatu koordinasi dalam suatu usaha. Organisasi menempatkan dan
mengatur orang-orang dan pekerjaan pada tempat dan kegunaanya masing-masing.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP
Struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak merupakan suatu bentuk
organisasi Garis dan Staf dimana sebagai pimpinan tertinggi adalah Kepala Kantor,
artinya dalam hal ini Kepala Kantor sebagai pemimpin yang memberikan dan
melimpahkan wewenang secara vertikal kepada bawahannya sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing sedangkan bentuk pelaksanaannya Kepala Kantor
dibantu oleh sub bagian umum dan beberapa seksi.
4.1.3 Uraian Tugas
(48)
Selain memimpin dan mengkoordinir seluruh pekerja kantor, juga melaksanakan
kegiatan :
a. Penyuluhan
b. Pelayanan, dan
c. Pengawasan di bidang Pemeriksaan dan Penagihan
d. Bertanggung jawab terhadap tugas dan memiliki kewenanganuntuk memajukan
Kantor Pelayanan Pajak
2. Subbagian Umum, mempunyai tugas:
a. Melakukan urusan kepegawaian,
b. Melakukan urusan Keuangan,
c. Melakukan urusan tata usaha,
d. Melakukan urusan rumah tangga.
3. Seksi Pelayanan, mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Melakukan urusan penatausahaan pendaftaran,
b. Melakukan urusan pemindahan dan pencabutan identitas wajib pajak,
c. Melakukan urusan penerimaan dan penelitian surat pemberitahuan (SPT) dan
surat pajak lainnya,
d. Melakukan urusan kearsipan berkas wajib pajak serta penerbitan surat-surat
ketetapan pajak.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi, mempunyai tugas sebagai berikut:
(49)
74
b. Mempunyai tugas melakukan pengolahan data,
c. Mempunyai tugas menganalisis dan penyajian informasi perpajakan.
5. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan, mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Melakukan urusan penetapan,
b. Melakukan urusan instensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan,
c. Melakukan urusan penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
6. Seksi Penagihan, mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Melakukan urusan tata usaha piutang pajak,
b. Melakukan urusan penagihan dan pembuatan usul penghapusan piutang
Perpajakan,
c. Melakukan urusan penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
7. Seksi Pemeriksaan, mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Mempunyai tugas menatausahakan dan mengusulkan pemeriksaan rutin,
b. Mempunyai tugas menatausahakan dan mengusulkan penerbitan SP3,
c. Melakukan pemeriksaan lapangan oleh Fungsional Pemeriksa, serta
d. Merekam Nota Hitung.
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi, mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak atas kewajiban perpajakannya,
b. Melaksanakan penelitian dan analisa kepatuhan Wajib Pajak,
c. Penyusunan nota perhitungan, dan sebagai,
(50)
9. Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksa & Penilai, mempunyai tugas:
Melakukan pemeriksaan atas kewajiban perpajakam, baik pemeriksaan rutin
maupun pemeriksaan khusus sesuai penugasan dari Kepala Kantor. Fungsional
Penilai PBB bertugas melakukan penilaian atas objek PBB yang ada di wilayah KPP
Pratama Sumedang, baik massal maupun individual
4.1.4 Aspek Kegiatan Kantor Pelayanan Pajak
Tujuan dari Kantor Pelayanan Pajak yaitu memberikan pelayanan publik
dengan baik kepada Wajib Pajak, dengan memenuhi semua kebutuhan Wajib Pajak
untuk dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Untuk mencapai
tujuan itu diperlukan Prosedur dan tata kerja organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung aktivitas-aktivitas yang dijalankan antara lain:
1. Pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
melalui prosedur yang mudah dan sistematis.
2. Melakukan kegiatan Operasional perpajakan di bidang pengolahan data informasi,
tata usaha perpajakan, pelayananan, penagihan, pengawasan dan konsultasi, dan
pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
3. Kegiatan pengawasan dan verifikasi atas pajak penghasilan maupun pajak
pertambahan nilai dan penerapan sanksi administrasi perpajakan dengan mencari,
mengumpulkan, mengolah, data maupun, keterangan lain, dalam rangka
pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan kegiatan penata
(51)
76
bersifat formal, pemantauan dan penyusunan laporan pembayaran masa PPh, PPN,
PBB, BPHTB, dan Pajak tidak langsung lainnya.
4. Mengadakan Kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan dan
memenuhi kewajiban perpajakanya.
4.2 Karakteristik Responden
Data responden yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti dari penelitian ini
adalah sebanyak 30 responden. Jumlah ini diambil berdasarkan jumlah kuesioner
yang disebar ke seluruh KPP, artinya semua kuesioner kembali.
Data mengenai karakteristik responden sebagai berikut:
4.2.1 Profil Responden Berdasarkan Umur
Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada
Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Profil Responden Berdasarkan Umur
Umur Jumlah Responden Persentase
20-25 tahun 9 30%
26-30 tahun 14 46,67%
31-35 tahun 3 10%
36-40 tahun 2 6,67%
>40 tahun 2 6,67%
(52)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden yang berusia 26-30
lebih banyak dari responden-responden yang lainnya, ini dikarenakan bahwa pada
umur tersebut pegawai yang ada di bagian Account Represintative mayoritas sudah
berpengalaman bekerja di bidangnya dan di umur tersebut sudah mahir bekerja di
bagian perpajakan.
4.2.2 Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan pendidikan
terakhirdapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Jumlah Responden Persentase
SMA atau sederajat 4 13,33%
Diploma 19 63,33%
Sarjana 5 16,67%
Pasca Sarjana 2 6.67%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden dengan pendidikan
terakhir yaitu Diploma, ini dikarenakan bahwa lulusan STAN semua berjenjang
Diploma dan lulusan STAN itu berpotensi.
4.2.3 Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja
Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan lama bekerja dapat
(53)
78
Tabel 4.3
Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja
Lama Bekerja Jumlah Responden Persentase
s/d 1 tahun 6 20%
1-3 tahun 12 40%
3-5 tahun 5 16,67%
>5 tahun 7 23,33%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden dengan lama bekerja 1-3
tahun lebih banyak dari responden-responden yang lainnya, ini dikarenakan bahwa
pegawai yang yang sudah bekerja selama 3 tahun akan naik jabatan sehingga
banyaknya pegawai-pegawai yang ada di bagian Account Represintative sudah lama
bekerja selama 3tahun.
4.3Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini untuk setiap variabel akan terungkap melalui jawaban
responden terhadap pertanyaan-pertanyaan kuesioner, dimana bahwa variabel PPN
dan variabel kebijakan pajak serta variabel terikat penerimaan. Variabel PPN terdiri
dari 8 (delapan) item pertanyaan dan variabel kebijakan pajak terdiri dari 10
(sepuluh) item pertanyaan. Selanjutnya analisis data kualitatif yang menggunakan
metode analisis desriptif dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi dari tiap-tiap
tanggapan responden berdasarkan persentase skor jawaban responden dengan rumus
(54)
Skor Aktual % Skor =
Skor Ideal
Sumber : Umi Narimawati, (2010 :45)
Keterangan:
Skor ideal = jumlah skor jawaban responden
Skor ideal = jumlah skor maksimum (jumlah responden jumlah pernyataan 5)
Selanjutnya persentase skor jawaban responden yang diperoleh
dikalsifikasikan berdasarkan rentang persentase skor maksimum (5/5 =100%) dan
skor minimum (1/5 = 20%). Analisis deskriptif dilakukan mengacu kepada setiap
indikator yang ada pada setiap variabel yang diteliti dengan berpedoman pada tabel
berikut.
Tabel 4.4
Kriteria Pengklasifikasian Presentase Skor Tanggapan Responden No % Jumlah Skor Kriteria
1 20,00%-36,00% Tidak Baik
2 36,01%-52,00% Kurang Baik
3 52,01%-68% Cukup
4 68,01%-84,00% Baik
5 84,01%-100% Sangat Baik
Sumber : Umi Narimawati (2010 : 46) 4.3.1 Analisis Deskriptif Pajak Pertambahan Nilai
Dalam menganalisis variabel Pajak Pertambahan Nilai, penulis akan
melakukan analisis terhadap data dan informasi yang penulis peroleh dari lokasi
(55)
80
pertanyaan dari 30 responden atas kuesioner terhadap masing-masing tanggapan
responden mengenai variabel Pajak Pertambahan Nilai dapat terlihat dalam tabel di
bawah ini.
4.3.1.1 Indikator Mekanisme Pemungutan
Indikator mekanisme pemungutan terdiri dari 2 pertanyaan, seperti yang tertera
pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Rekapitulasi Tanggapan Responden Pada Indikator Mekanisme Pemungutan
Pertanyaan Alternatif Jwbn
Bobot
(xi) Fi % (xi.Fi) Skor %
1.Bagaimana mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai dapat dibandingkan dengan mekanisme pemungutan pajak lainnya dari tahun-tahun yang berbeda
Sangat tidak bisa 1 4 13.33 4
94 55.29
Tidak bisa 2 6 20.00 12
Hanya beberapa 3 5 16.67 15
Bisa 4 12 40.00 48
Sangat bisa 5 3 10.00 15
2.Bagaimana mekanisme
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang sudah di lakukan pada saat ini
Sangat tidak baik 1 5 16.67 5
84 49.41
Tidak baik 2 7 23.33 14
Cukup baik 3 8 26.67 24
Baik 4 9 30.00 36
Sangat baik 5 1 3.33 5
Total 178 59.33
Hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa jawaban responden yang
mempunyai skor tertinggi pada pernyatan bagaimana mekanisme pemungutan pajak
pertambahan nilai dapat dibandingkan dengan mekanisme pemungutan pajak lainnya
(56)
mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang sudah di lakukan pada saat ini
dengan skor 84 (49,41%).
Kriteria dan skor secara keseluruhan dari indikator mekanisme pemungutan,
akan diketahui dengan pengkategorian berdasarkan interval batasan dengan cara
sebagai berikut:
178
Tdk Baik Kurang baik Cukup Baik sangat baik
60 108 156 204 252 300
Hasil penelitian secara kumulatif diperoleh dari 2 butir pertanyaan adalah 178,
berada pada interval 156 dan 204 berada pada kategori sedang, bila dibandingkan
dengan: skor maksimum (5) dari 2 butir pertanyaan X jumlah responden (30) adalah
300, maka tingkat pencapaian indikator mechanism pemungutan sebesar
=178/300*100% = 59.33% berada pada kriteria sedang.
4.3.1.2 Indikator Objek Pajak Pertambahan Nilai
Indikator Objek Pajak Pertambahan Nilai terdiri dari 2 pertanyaan, seperti yang
(57)
82
Tabel 4.6 Rekapitulasi Tanggapan Responden Pada Indikator Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pertanyaan Alternatif Jwbn
Bobot
(xi) Fi % (xi.Fi) Skor %
3.Penerimaan PPN dari Barang Kena Pajak sudah maksimal
Sangat tidak
setuju 1 1 3.33 1
81 47.65
Tidak setuju 2 11 36.67 22
Kurang setuju 3 15 50.00 45
Setuju 4 2 6.67 8
Sangat setuju 5 1 3.33 5
4.Penerimaan PPN dari Jasa Kena Pajak sudah maksimal
Sangat tidak
setuju 1 2 6.67 2
83 48.82
Tidak setuju 2 12 40.00 24
Kurang setuju 3 8 26.67 24
Setuju 4 7 23.33 28
Sangat setuju 5 1 3.33 5
Total 164 54,67
Hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa jawaban responden yang
mempunyai skor tertinggi pada pernyatan penerimaan PPN dari Jasa Kena Pajak
sudah maksimal dengan skor 83 (48,82%) dan skor terendah pada item Penerimaan
PPN dari Barang Kena Pajak sudah maksimal dengan skor 84 (49,41%). Kriteria
dan skor secara keseluruhan dari indikator objek PPN, akan diketahui dengan
pengkategorian berdasarkan interval batasan dengan cara sebagai berikut:
164
Tdk Baik Kurang baik Cukup Baik sangat baik
60 108 156 204 252 300
Hasil penelitian secara kumulatif diperoleh dari 2 butir pertanyaan adalah 164,
(58)
dengan: skor maksimum (5) dari 2 butir pertanyaan X jumlah responden (30) adalah
300, maka tingkat pencapaian indikator objek pajak sebesar =164/300*100% =
54.67% berada pada kriteria sedang.
4.3.1.3 Indikator Subjek Pajak
Indikator subjek pajak terdiri dari 2 pertanyaan, seperti yang tertera pada tabel
berikut :
Tabel 4.7 Rekapitulasi Tanggapan Responden Pada Indikator Subjek Pajak
Pertanyaan Alternatif Jwbn
Bobot
(xi) Fi % (xi.Fi) Skor %
5.Penerimaan PPN dari wajib pajak orang pribadi sudah maksimal
Sangat tidak
setuju 1 3 10.00 3
83 48.82
Tidak setuju 2 11 36.67 22
Kurang setuju 3 8 26.67 24
Setuju 4 6 20.00 24
Sangat setuju 5 2 6.67 10
6.Penerimaan PPN dari wajib pajak badan sudah maksimal
Sangat tidak
setuju 1 3 10.00 3
77 45.29
Tidak setuju 2 11 36.67 22
Kurang setuju 3 13 43.33 39
Setuju 4 2 6.67 8
Sangat setuju 5 1 3.33 5
Total 160 53.333
Hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa jawaban responden yang
mempunyai skor tertinggi pada pernyatan Penerimaan PPN dari wajib pajak orang
pribadi sudah maksimal dengan skor 83 (48,82%) dan skor terendah pada item
(59)
84
Kriteria dan skor secara keseluruhan dari indikator subjek pajak, akan diketahui
dengan pengkategorian berdasarkan interval batasan dengan cara sebagai berikut:
160
Tdk Baik Kurang baik Cukup Baik sangat baik
60 108 156 204 252 300
Hasil penelitian secara kumulatif diperoleh dari 2 butir pertanyaan adalah 160,
berada pada interval 156 dan 204 berada pada kategori sedang, bila dibandingkan
dengan: skor maksimum (5) dari 2 butir pertanyaan X jumlah responden (30) adalah
300, maka tingkat pencapaian indikator subjek pajak sebesar =160/300*100% =
53.33% berada pada kriteria sedang.
4.3.1.4 Indikator Tarif PPN
Indikator tariff PPN terdiri dari 2 pertanyaan, seperti yang tertera pada tabel
berikut :
Tabel 4.8 Rekapitulasi Tanggapan Responden Pada Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Pertanyaan Alternatif Jwbn
Bobot
(xi) Fi % (xi.Fi) Skor %
7.Tarif PPN saat ini tidak perlu dinaikkan untuk memenuhi target penerimaan pajak
Sangat tidak setuju 1 2 6.67 2
75 44.12
Tidak setuju 2 11 36.67 22
Kurang setuju 3 17 56.67 51
(60)
Sangat setuju 5 0 0.00 0 8.Dasar Pengenaan Pajak
saat ini dipandang tidak perlu dilakukan perubahan
Sangat tidak setuju 1 3 10.00 3
77 45.29
Tidak setuju 2 12 40.00 24
Kurang setuju 3 11 36.67 33
Setuju 4 3 10.00 12
Sangat setuju 5 1 3.33 5
Total 152 50.667
Hasil penelitian pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa jawaban responden yang
mempunyai skor tertinggi pada pernyatan dasar Pengenaan Pajak saat ini dipandang
tidak perlu dilakukan perubahan dengan skor 77 (45,29%) dan skor terendah pada
item Tarif PPN saat ini tidak perlu dinaikkan untuk memenuhi target penerimaan
pajak dengan skor 75 (44,12%). Kriteria dan skor secara keseluruhan dari indikator
tariff PPN, akan diketahui dengan pengkategorian berdasarkan interval batasan
dengan cara sebagai berikut:
152
Tdk Baik Kurang baik Cukup Baik sangat baik
60 108 156 204 252 300
Hasil penelitian secara kumulatif diperoleh dari 2 butir pertanyaan adalah 152,
berada pada interval 156 dan 204 berada pada kategori sedang, bila dibandingkan
dengan: skor maksimum (5) dari 2 butir pertanyaan X jumlah responden (30) adalah
300, maka tingkat pencapaian indikator tarif PPN sebesar =152/300*100% = 50.67%
(1)
Dari hasil analisis regresi linier berganda diatas diperoleh nilai constant sebesar -1.686E11. Nilai koefisien arah garis (b1) untuk X1 sebesar 7.059E9 dan nilai koefisien arah garis (b2) untuk X2 sebesar 2.156E9 maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut Y = -1.686E11+ 7.059E9 X1+ 2.156E9X2
Dari persamaan regresi di atas diperoleh nilai konstanta sebesar – 1.59385E14 , artinya jika Pajak Pertambahan Nilai (X1) dan Kebijakan Pajak (X2) nilainya adalah 0, maka penerimaan pajak berarti tertunggak sebesar Rp -1.686E11,-
Koefisien regresi variabel Pajak Pertambahan Nilai (X1) sebesar 7.059E9, artinya jika variabel kebijakan pajak nilainya tetap dan Pajak Pertambahan Nilai mengalami perubahan sebesar 1% maka penerimaan pajak (Y) akan mengalami peningkatan sebesar Rp 7.059E9,-. Koefisien bernilai positif artinya terjadi pengaruh positif antara Pajak Pertambahan Nilai dengan penerimaan pajak. Artinya semakin meningkat Pajak Pertambahan Nilai maka semakin meningkat penerimaan pajak.
Koefisien regresi variabel kebijakan pajak (X2) sebesar 2.156E9, artinya jika variabel Pajak Pertambahan Nilai nilainya tetap dan kebijakan pajak mengalami perubahan sebesar 1% maka penerimaan pajak (Y) akan mengalami peningkatan sebesar Rp 2.156E9,-. Koefisien bernilai positif artinya terjadi pengaruh positif antara kebijakan pajak dengan penerimaan pajak. Artinya semakin baik kebijakan pajak maka penerimaan pajak semakin meningkat.
Maka paradigma penelitian yang digunakan adalah paradigma ganda hubungan dua variabel bebas berpengaruh positif dengan satu variabel tergantung yang memiliki pola hubungan variabel sebagai berikut:
(+)7.059E9
(+)2.156E9
Gambar 4.3
Model analisis regresi berganda Keterangan
X1 = Pajak Pertambahan Nilai X2 = Kebijakan Pajak
Y = Penerimaan pajak
X1
X2
(2)
Tabel 4.22
Korelasi Antara PPN Terhadap Penerimaan Pajak
Dari hasil perhitungan, didapat koefisien korelasi antara PPN dengan penerimaan pajak r = 0,786, ini berarti terdapat hubungan yang kuat antara PPN dengan penerimaan pajak. Jika diinterpretasikan menurut kriteria dalam Sugiono (2004 : 216) maka eratnya korelasi PPN dengan penerimaan pajak adalah kuat karena berkisar antara 0,60 sampai dengan 0,799, dan arahnya positif ini berarti apabila PPN meningkat maka penerimaan pajak juga akan meningkat.
Variabel
Korelasi
Keterangan
Pajak
Pertambahan
Nilai
(3)
Variabel
Korelasi
Keterangan
Kebijakan
Pajak
0,764
Kuat
Tabel 4.23
Korelasi Antara Kebijakan Pajak Terhadap
Penerimaan Pajak
Dari hasil perhitungan, didapat koefisien korelasi antara PPN dengan penerimaan pajak r = 0,764,
ini berarti terdapat hubungan yang kuat antara PPN dengan penerimaan pajak. Jika diinterpretasikan menurut
kriteria dalam Sugiono (2004 : 216) maka eratnya korelasi PPN dengan penerimaan pajak adalah kuat karena
berkisar antara 0,60 sampai dengan 0,799, dan arahnya positif ini berarti apabila PPN meningkat maka
penerimaan pajak juga akan meningkat.
(4)
Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, pengembangan hipotesis atas dasar teori-teori yang berhubungan, serta hasil analisis yang telah dibahas sebagaimana telah disajikan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pajak Pertambahan Nilai dari keseluruhan Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Wilayah DJP Jabar I
secara keseluruhan sudah cukup, ini terlihat berdasarkan indikator yang menunjukan bahwa indikator mekanisme pemungutan, objek PPN, subjek pajak dan tariff PPN berada di kategori cukup.
Kebijakan Pajak untuk keseluruhan Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Wilayah DJP Jabar I secara
keseluruhan cukup, ini terlihat berdasarkan indikator menunjukkan bahwa indikator tujuan, proposal, program, keputusan, dan efek termasuk dalam kategori cukup, sedangkan indikator keputusan dan efek berada di kategori yang kurang baik.
Secara total penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Wilayah DJP Jabar I belum
mencapai target. Diantara 10 KPP yang diteliti hanya 4 KPP yang penerimaannya telah mencapai target, yaitu KPP Cimahi, Bojonagara, Soreang dan Sumedang. Sementara 6 KPP lainnya belum mencapai target, yaitu KPP Tegallega, Cibeunying, Karees, Cicadas, Purwakarta dan Cianjur.
Pajak pertambahan nilai berpengaruh terhadap penerimaan pajak, dengan tingkat pengaruh kuat artinya
penerimaan pajak sangat di pengaruhi oleh pajak pertambahan nilai.
Kebijakan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak, dengan tingkat pengaruh kuat artinya
(5)
Saran
Setelah penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian tentang pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Kebijakan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jabar I, maka penulis akan memberikan beberapa saran yang dapat digunakanoleh Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jabar I sebagai berikut:
Penelitian atas Pajak Pertambahan Nilai yang menunjukkan hasil cukup, sebaiknya untuk KPP agar lebih
meningkatkan pajak pertambahan nilainya dari sektor penjualan barang maupun jasa.
Penelitian atas kebijakan pajak yang menunjukkan hasil cukup, sebaiknya untuk KPP agar meningkatkan
kualitas pelaksanaannya melalui perhatian pada keputusan dan efek, seharusnya lebih teliti dalam membuat keptusan tentang kebijakan pajaknya karena akan berefek pada masyarakat.
Penelitian atas penerimaan pajak yang menunjukkan hasil dengan target memberikan pengertian bahwa
penerimaan pajak masih belum mencapai ideal. 6 KPP yang belum mencapai target yaitu KPP Tegallega, Cibeunying, Karees, Cicadas, Purwakarta dan Cianjur harus meningkatkan kinerjanya dalam menjamin pencapaian target penerimaan pajak.
Sebaiknya KPP mempertahankan pajak pertambahan nilai sebagai salah satu faktor yang memungkinkan
agar penerimaan pajak stiap tahun dapat mecapai target yang di tentukan.
Sebaiknya KPP mempertahankan kebijakan pajak sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak setiap tahunnya mencapai target yang diinginkan sesuai dengan peraturan – peraturan yang sudah ada.
(6)