5 Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan
keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Ira Irawati, dkk 2008 berjudul “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian
Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Sulawesi Tenggara”. Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah Analytical Hierarchy Process AHP. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian iniadalah peringkat daya saing terbaik berdasarkan
variabel perekonomian daerah, infrastruktur dan sumber daya alam, serta sumber daya manusia pada kabupatenkota di Sulawesi Tenggara, turut mendukung
kabuptenkota tersebut untuk menjadi peringkat terbaik secara umum. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Millah 2013 yang berjudul
“Analisis Daya Saing Daerah di Jawa Tengah” memberikan hasil penelitian yaitu hasil tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah antara lain Kota Semarang
menduduki peringkat pertama pada tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Sedangkan Kota Tegal menduduki
peringkat terendah pada tahun 2009 dan tahun 2011, dan Kota Magelang menduduki peringkat terendah pada tahun 2010. Potensi Kota Semarang unggul
pada hampir seluruh indikator daya saing. Semakin unggul potensi yang dimiliki suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat daya saing daerah kota tersebut.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan Hidayat 2012 mengenai “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan” memberikan kesimpulan hasil penelitian yaitu
dari hasil pembobotan dan pemeringkatan diperoleh tiga faktor utama penentu daya saing ekonomi Kota Medan, yaitu faktor infrastruktur dengan nilai bobot
tertinggi 0,252, diikuti faktor ekonomi daerah 0,243 dan faktor sistem keuangan 0,219. Sedangkan faktor berikutnya adalah faktor kelembagaan
0,148 dan faktor sosial politik 0,139. Kemudian, skala prioritas yang harus diperhatikan untuk faktor infrastruktur adalah ketersediaan dan kualitas
infrastruktur seperti kualitas jalan, kualitas pelabuhan laut dan udara. Sedangkan, skala prioritas faktor ekonomi daerah adalah tingkat daya beli masyarakat dan laju
pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adlah kinerja lembaga keuangan dengan jumlah kredit yang disalurkan
dan infrastruktur perbankan melalui jumlah kantor bank dan fasilitasnya. Untuk faktor kelembagaan yang menjadi skala prioritasnya adalah kepastian hukum
melaui konsistensi peraturan dan pengakan hukum yang dirasa masih terlaludistorsif. Sedangkan skala prioritas untuk faktor sosial politik adalah tingkat
keamanan guna menjamin kelangsungan berusaha dan gangguan masyarakat disekitar tempat usaha. Hidayat menyarankan perlunya perbaikan dan peningkatan
sarana infrastruktur sebagai upaya untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha baru sehinga menimbulkan dampak multiplier efek yang besar.
Indrawati 2012 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Elemen- Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah Otonom Baru dan Daya Saing Investasi
Daerah Otonom Baru Studi di Kabupaten Bandung Barat” menyebutkan daya
saing investasi di Kabupaten Bandung Barat sudah tinggi dilihat dari peningkatan jumlah investasi. Adapun identifikasi yang mendukung bagi terciptanya daya
saing investasi di Kabupaten Bandung Barat yakni manajemen dan kepemimpinan, perencanaan, dan kondisi daerah yang kondusif.
Santoso 2009 dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Daya Saing Kota- kota Besar di Indonesia” menyebutkan pendekatan pengembangan kota melalui
penguatan daya saing kota menjadi salah satu strategi kota untuk mampu berkompetisi dengan kota-kota lainnya. Berdasarkan hasil pemetaan daya saing
daerah di Indonesia, menempatkan Kota Surabaya, Kota Batam, dan Kota Balikpapan sebagai tiga kota besar yang mempunyai peringkat teratas. Sedangkan
tiga kota besar yang berada pada peringkat bawah adalah Kota Bogor, Kota Jambi dan Kota Bandar Lampung.
2.5 Kerangka Konseptual