KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KASUS KEMATIAN AKTIVIS HAM MUNIR Analisis Framing Pada Harian Jawa Pos dan RepublikaEdisi 28 Maret 6 April 2005
KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAANKASUS KEMATIAN
AKTIVIS HAM MUNIRAnalisis Framing Pada Harian Jawa Pos dan
RepublikaEdisi 28 Maret 6 April 2005
Oleh: Farida Khoiriyah ( 01220359 )
COMMUNICATION SCIENCE
Dibuat: 20070821 , dengan 2 file(s).
Keywords: Konstruksi Media, Analisis Framing
ABSTRAK
Kasus kematian aktivis HAM, Munir, di pesawat Garuda yang sedang menuju Amsterdam
Belanda, September 2004 dipandang tidak wajar oleh banyak pihak. Munir diduga meninggal
setelah diberi minuman yang telah dicampuri racun tertentu. Kasus ini segera menjadi headline
semua surat kabar, bahkan bertahan di halaman pertama dalam kurun waktu yang relatif lama.
Daya tarik berita kasus kematian Munir didasari pada dua hal, yakni, nama besar Munir yang
dikenal sebagai tokoh kritis dan kasus kematiannya yang tidak wajar. Kontroversi ini membuat
setiap media meliput dari sudut pandang berbeda. Penelitian ini berusaha membandingkan antara
surat kabar Jawa Pos dan Republika dalam mengkonstruksi kasus tersebut melalui pemberitaan
pemberitaannya.
Berdasarkan asumsi teoritis bahwa media mengkonstruksi realitas dengan memilih sudut
pandang yang dipengaruhi oleh ideologi dan orientasinya, maka penelitian ini merekonstruksi
realitas media melalui penelusuran caracara media membingkai fakta menjadi berita. Untuk
mengetahui caracara atau ideologi media saat mengkontruksi fakta digunakan analisis framing.
Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan atau pertautan fakta ke dalam berita agar
lebih bermakna, lebih menarik atau lebih mudah diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak
sesuai perspektifnya. Proses framing menjelaskan bagaimana komunikator mempresentasikan
kepentingan dan ideology yang digunakan sebagai suatu strategi pembentukan peristiwa yang
spesifik yang tercermin lewat berita.
Penelitian ini mengacu pada model Analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat
organisasi ide. Frame adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam
suatu teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu)
kedalam teks secara keseluruhan. Perangkat framing yang digunakan dalam penelitian ini dibagi
menjadi empat struktur besar yaitu: struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik dan struktur
retoris. Dalam penelitian ini, berita yang diteliti khusus mengenai kematian Munir, edisi 26
Maret–6 April 2005, kurun waktu di mana pemberitaan kasus tersebut paling intensif muncul di
media.
Perbedaan konteks sosiohistoris kelahiran maupun perkembangan Jawa Pos dan Republika
menjadi relevan untuk melihat bagaimana kedua media ini mengkontruksi pemberitaan kasus
meninggalnya aktivis HAM Munir. Surat kabar Jawa Pos dalam pemberitaannya memiliki
konsistensi dalam memihak BIN dan Garuda Indonesia, serta pentingnya kebijakan pemerintah.
Dari frame tersebut terlihat jelas bahwa Jawa Pos memiliki keperbihakan dengan BIN dan
Garuda Indonesia. Jawa Pos juga masih mempertimbangkan pemerintah dengan memuat
kebijakan Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Lebih dari itu, Jawa Pos lebih menekankan tentang
Poly bukan anggota BIN sebagai fakta yang obyektif. Jawa Pos sama sekali tidak menyentuh
klarifikasi dari pihak tersangka mengenai gugatan balik bahwa Poly adalah anggota BIN. Dalam
hal pemilihan judul dan katakata Jawa Pos memilih kata yang bombastis.
Surat kabar Republika cenderung berhatihati dalam memaknai fakta dengan menampilkan fakta
apa adanya. Berita yang dibingkai Republika memiliki sebuah makna pengusutan kasus Munir
masih jauh dari harapan dan belum menemukan hasil yang patut dibanggakan. Republika melihat
peristiwa ini merupakan high casuse (kasus tingkat tinggi) yang sulit untuk memecahkannya.
Apalagi tertutupnya team Badan Intelijen Negara (BIN) untuk dimintai keterangan maupun
rumitnya pertemuan soal kasus Munir dengan TPF. Tim Pencari Fakta (TPF) melihat kinerja
BIN sangat lambat dan kurang antusias dalam menangani persoalan ini.Dari frame tersebut
terlihat jelas bahwa Republika lebih menonjolkan kepentingan dari sisi korban yakni TPF
sebagai perwakilan dari keluarga korban yaitu Suciwati istri Alm. Munir. Dalam pemberitaannya
Republika masih melihat pentingnya kebijakan pemerintah (Mabes Polri dan Kejaksaan Agung)
untuk mengungkap kasus meninggalnya aktivis HAM Munir. Lebih dari itu, Republika dalam
hal pemilihan judul dan katakata Republika memilih katakata yang sopan dan halus.
Penggunaan kata ganti dilakukan Republika untuk menekankan pendapat secara umum.
AKTIVIS HAM MUNIRAnalisis Framing Pada Harian Jawa Pos dan
RepublikaEdisi 28 Maret 6 April 2005
Oleh: Farida Khoiriyah ( 01220359 )
COMMUNICATION SCIENCE
Dibuat: 20070821 , dengan 2 file(s).
Keywords: Konstruksi Media, Analisis Framing
ABSTRAK
Kasus kematian aktivis HAM, Munir, di pesawat Garuda yang sedang menuju Amsterdam
Belanda, September 2004 dipandang tidak wajar oleh banyak pihak. Munir diduga meninggal
setelah diberi minuman yang telah dicampuri racun tertentu. Kasus ini segera menjadi headline
semua surat kabar, bahkan bertahan di halaman pertama dalam kurun waktu yang relatif lama.
Daya tarik berita kasus kematian Munir didasari pada dua hal, yakni, nama besar Munir yang
dikenal sebagai tokoh kritis dan kasus kematiannya yang tidak wajar. Kontroversi ini membuat
setiap media meliput dari sudut pandang berbeda. Penelitian ini berusaha membandingkan antara
surat kabar Jawa Pos dan Republika dalam mengkonstruksi kasus tersebut melalui pemberitaan
pemberitaannya.
Berdasarkan asumsi teoritis bahwa media mengkonstruksi realitas dengan memilih sudut
pandang yang dipengaruhi oleh ideologi dan orientasinya, maka penelitian ini merekonstruksi
realitas media melalui penelusuran caracara media membingkai fakta menjadi berita. Untuk
mengetahui caracara atau ideologi media saat mengkontruksi fakta digunakan analisis framing.
Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan atau pertautan fakta ke dalam berita agar
lebih bermakna, lebih menarik atau lebih mudah diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak
sesuai perspektifnya. Proses framing menjelaskan bagaimana komunikator mempresentasikan
kepentingan dan ideology yang digunakan sebagai suatu strategi pembentukan peristiwa yang
spesifik yang tercermin lewat berita.
Penelitian ini mengacu pada model Analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat
organisasi ide. Frame adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam
suatu teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu)
kedalam teks secara keseluruhan. Perangkat framing yang digunakan dalam penelitian ini dibagi
menjadi empat struktur besar yaitu: struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik dan struktur
retoris. Dalam penelitian ini, berita yang diteliti khusus mengenai kematian Munir, edisi 26
Maret–6 April 2005, kurun waktu di mana pemberitaan kasus tersebut paling intensif muncul di
media.
Perbedaan konteks sosiohistoris kelahiran maupun perkembangan Jawa Pos dan Republika
menjadi relevan untuk melihat bagaimana kedua media ini mengkontruksi pemberitaan kasus
meninggalnya aktivis HAM Munir. Surat kabar Jawa Pos dalam pemberitaannya memiliki
konsistensi dalam memihak BIN dan Garuda Indonesia, serta pentingnya kebijakan pemerintah.
Dari frame tersebut terlihat jelas bahwa Jawa Pos memiliki keperbihakan dengan BIN dan
Garuda Indonesia. Jawa Pos juga masih mempertimbangkan pemerintah dengan memuat
kebijakan Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Lebih dari itu, Jawa Pos lebih menekankan tentang
Poly bukan anggota BIN sebagai fakta yang obyektif. Jawa Pos sama sekali tidak menyentuh
klarifikasi dari pihak tersangka mengenai gugatan balik bahwa Poly adalah anggota BIN. Dalam
hal pemilihan judul dan katakata Jawa Pos memilih kata yang bombastis.
Surat kabar Republika cenderung berhatihati dalam memaknai fakta dengan menampilkan fakta
apa adanya. Berita yang dibingkai Republika memiliki sebuah makna pengusutan kasus Munir
masih jauh dari harapan dan belum menemukan hasil yang patut dibanggakan. Republika melihat
peristiwa ini merupakan high casuse (kasus tingkat tinggi) yang sulit untuk memecahkannya.
Apalagi tertutupnya team Badan Intelijen Negara (BIN) untuk dimintai keterangan maupun
rumitnya pertemuan soal kasus Munir dengan TPF. Tim Pencari Fakta (TPF) melihat kinerja
BIN sangat lambat dan kurang antusias dalam menangani persoalan ini.Dari frame tersebut
terlihat jelas bahwa Republika lebih menonjolkan kepentingan dari sisi korban yakni TPF
sebagai perwakilan dari keluarga korban yaitu Suciwati istri Alm. Munir. Dalam pemberitaannya
Republika masih melihat pentingnya kebijakan pemerintah (Mabes Polri dan Kejaksaan Agung)
untuk mengungkap kasus meninggalnya aktivis HAM Munir. Lebih dari itu, Republika dalam
hal pemilihan judul dan katakata Republika memilih katakata yang sopan dan halus.
Penggunaan kata ganti dilakukan Republika untuk menekankan pendapat secara umum.