KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS TAMBUNAN (Analisis Wacana pada Harian Jawa Pos Periode April 2010)

(1)

i KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KASUS MAFIA PAJAK

GAYUS TAMBUNAN

(Analisis Wacana pada Harian Jawa Pos Periode April 2010)

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S1)

Oleh: Murniyati

06220027

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

ii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Murniyati NIM : 06220027 Konsentrasi : Jurnalistik

Judul Skripsi : Konstruksi Media Dalam Pemberitaan Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan (Analisis Wacana Pada Harian Jawa Pos Periode April 2010)

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Nurudin S.sos M.Si Joko Susilo S.sos M.Si

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi


(3)

iii LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Murniyati NIM : 06220027 Konsentrasi : Jurnalistik

Judul Skripsi : Konstruksi Media Dalam Pemberitaan Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan ( Analisis Wacana Pada Harian Jawa Pos Periode April 2010)

Telah Dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

dan dinyatakan LULUS

Pada hari : Senin

Tanggal : 31 Januari 2011 Tempat : GKB I R611

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

Dr. Wahyudi, M.si

Dewan Penguji :

1. Frida Kusumastuti, Dra., M.si Penguji I ( )

2. Krishna Hadi, Drs Penguji II ( )

3. Nurudin, S.sos M.Si Penguji III ( )


(4)

iv PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Murniyati

Tempat, tanggal lahir : Balikpapan, 12 Desember 1987 Nomor Induk Mahasiswa : 06220027

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Ilmu Komunikasi-Jurnalistik

Menyatakan bahwa karya ilmiah (Skripsi) dengan judul:

Konstruksi Media dalam Pemberitaan Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan (Analisis Wacana Pada Harian Jawa Pos Periode April 2010)

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat penyataan ini saya buat dengan sebenarbenarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Malang, Januari 2011 Yang Menyatakan,


(5)

v BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

1. Nama : Murniyati

2. NIM : 06220027

3. Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 4. Jurusan : Ilmu Komunikasi

5. Konsentrasi : Jurnalistik

6. Judul Skripsi : Konstruksi Media Dalam Pemberitaan Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan (Analisis Wacana Pada Harian Jawa Pos Periode April 2010) 7. Pembimbing : 1. Nurudin S.sos, M.si

2. Joko Susilo, M.Si 8. Kronologi Bimbingan

Malang, Januari 2011 Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Nurudin S.sos M.Si Joko Susilo S.sos M.Si Tanggal

Paraf Pembimbing

Keterangan Pembimbing I Pembimbing II

6 Maret 2010 Acc Judul

25 Juni 2010 Acc Proposal

26 Juli 2010 Seminar Proposal

28 Juli 2010 Acc BAB I

3 Januari 2011 Acc BAB II

3 Januari 2011 Acc BAB III

13 Januari 2010 Acc BAB VI


(6)

vi MOTTO

…..Rendahkan hatimu kepada manusia

Agar Tuhan meninggikan derajatmu di kehidupan sana…..

Langit adalah batas impianmu

Jangan pernah bercita-cita terlalu rendah

Janggan terlalu rendah dalam meminta

Jika engkau dapat menaiki tangga ke langit


(7)

vii PERSEMBAHAN

Untuk…..


(8)

viii ABSTRAK

Murniyati, 06220027

KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS TAMBUNAN

Analisis Wacana Pada Harian Jawa Pos Periode April 2010 Pembimbing: Nurudin, S.sos M.si dan Joko Susilo, M.si (75 halaman, 10 tabel, 3 gambar, 9 lampiran)

Bibliografi; 12 buku, 1 non buku

Kata Kunci: Konstruksi Media, Analisis Wacana

Penelitian ini didasari atas fenomena terbongkarnya kasus mafia pajak yang dilakukan oleh Gayus Halomoan Tambunan yang dituding telah melakukan kasus korupsi dan penggelapan dana pajak masyarakat. Atas terungkapnya kasus tersebut, Gayus Tambunan dijerat pasal berlapis atas kasus penggelapan pajak, pencucian uang dan korupsi. Vonis pemberitaan media (harian Jawa Pos) terhadap Gayus Tambunan sebagai tersangka sekaligus sebagai saksi kunci adanya makelar kasus (markus) menguak beberapa inisial aktor yang diduga memiliki andil dan berperan serta dalam kasus ini, baik yang berada di Ditjen Pajak maupun aparat penegak hukum. Kasus mafia pajak Gayus Tambunan sempat mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak, termasuk media massa khususnya Jawa Pos. Dalam pemberitaannya, Jawa Pos menyajikan wacana yang tidak hanya menginformasikan sesuatu akan tetapi ia juga memaknakan sesuatu lewat berita-berita yang ia suguhkan kepada masyarakat pembaca. Berdasarkan fenomena yang ada maka yang menjadi rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimanakah harian Jawa Pos dalam mengkonstruksi pemberitaan tentang kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konstruksi media dalam pemberitaan kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan.

Media massa bukanlah sekedar saluran yang netral dan bebas nilai, namun media merupakan subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Dalam hal ini, media massa memiliki kemampuan dan kebebasan tak terhingga untuk menghimpun dan menyortir fakta-fakta yang ada, kemudian mengkontsruk fakta-fakta tersebut kedalam pemberitaan yang siap untuk dikonsumsi masyarakat luas. Isi pemberitaan pun sarat akan adanya kepentingan-kepentingan dari masing-masing media yang bersangkutan. Kepentingan itu tidak lepas dari adanya kekuatan kekuasaan ekonomi politik media yang bersangkutan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif-interpretatif berdasarkan metode analisis wacana Theo Van Leeuwen. Analisis wacana digunakan untuk membongkar ideologi yang mempengaruhi realitas yang dianut oleh sebuah media, melihat lebih dalam makna-makna yang tersembunyi dalam sebuah wacana ataupun pemberitaan. Analisis wacana Theo Van leeuwen lebih melihat bagaimana pesan itu disampaikan sehingga realitas dibalik suatu teks ataupun pemberitaan dapat di ungkap.

Hasil penelitian terhadap konstruksi media dalam pemberitaan kasus mafia pajak Gayus Tambunan oleh harian Jawa Pos menunjukkan bahwa berita yang disampaikan oleh harian Jawa Pos merupakan wujud dari adanya pengaruh


(9)

ix ideologi humanis-pragmatis yang dikonstruksikan oleh Jawa Pos. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa konstruksi berita pada kasus mafia pajak Gayus Tambunan pada harian Jawa Pos lebih banyak menggunakan proses inclusion. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruhi kekuatan-kekuatan internal (idealis dan kedekatan) dan kekuatan eksternal (ekonomi dan politik) suatu media. Baik yang menyangkut kuasa media, kuasa kapital (pemilik modal), maupun kuasa politik. Kuasa media tercermin dari tingkat efektifitas media sebagai sarana dalam mencapai tujuan kekuasaan tertentu (menginformasikan sekaligus memaknakan sesuatu lewat berita-berita yang disuguhkan kepada masyarakat). Kuasa kapital tercermin oleh fakta riil bahwa media massa dewasa ini merupakan bentuk lain dari industri media itu sendiri. Industri media hampir-hampir tidak ada bedanya dengan industri hiburan atau semacamnnya. Sedangkan kuasa politik terkadang mengindikasikan adanya tekanan atau sebaliknya (kemitraan) dari pihak penguasa untuk membangun citra dan melanggengkan kekuasaan.

Dalam ranah praksisnya, media akan selalu bersentuhan langsung dengan massa (masyarakat pembaca), oleh karena adanya massa sudah barang tentu akan selalu ada kepentingan yang menyertainya. Hendaknya Masyarakat khususnya mahasiswa lebih kritis dalam menerima informasi dari media massa, sebab berita adalah hasil konstruksi realitas yang dilakukan oleh media dengan dilatarbelakangi oleh pandangan, ideologi, nilai-nilai maupun tujuan tertentu. Dengan menyikapi berita lebih kritis, masyarakat khususnya mahasiswa tidak akan terjebak oleh politik pemaknaan yang dilakukan oleh media.

Malang, Januari 2011

Murniyati

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II


(10)

x ABSTRACT

Murniyati, 06220027

THE MEDIA CONSTRUCTION IN NEWS REPORT OF GAYUS TAMBUNAN TAX MAFIA CASE

Discourse Analysis In Java Post Daily Period April 2010 Advisors: Nurudin, S.sos M.si and Joko Susilo, S.sos M.si (75 pages, 10 tables, 3 images, 9 appendix)

Bibliography; 12 books, 1 non-book

Keywords: Media Construction, Discourse Analysis

The research is based on a discovery of the phenomenon in tax mafia cases conducted by Gayus Tambunan who commited with corruption and public tax funds embezzlement. Over the explored case, Gayus Tambunan has snared some stratified articles on tax evasion cases, money laundering and corruption. The verdict news media (daily Java Pos) towadrs Gayus Tambunan as a suspects and a witness key of a case (Markus) that reveals some initials actor who allegedly has a share and participate in this case, both located in the Directorate General of Taxation as well as law enforcement officers. Gayus Tambunan tax mafia cases had received great attention from various parties, including the mass media, especially Java Pos. In the reports, Java Post shows a discourse that not only informs something but also explains something through the news that Java post exposed to the society. Based on the phenomena, the formulation of the problem of this research is how Java Post newspaper constructs some reports about the case of Gayus Tambunan tax mafia. The purpose of research is to investigate the media construction in reporting cases of Gayus Tambunan Tax Mafia.

Mass media is not just a neutral and free of values, but the mass media is a subject to construct realities, completed with views, biases, and its isolated view. In this case, the mass media has the ability and infinited freedom for gathering and sorting the facts which exist, then constructing those facts into the news that is ready to be exposed as public consumption. The news contents were full of the interests of each media respective. Interests cannot be separated from the power of media political economy encountered.

This study used interpretative-qualitative research method based on the discourse analysis of Theo Van Leeuwen. Discourse analysis is used to dismantle the ideology that affects the reality shared by a media, looking at deeper meanings hidden within a discourse or news. Theo Van Leeuwen discourse analysis looks at how the message was delivered so that the reality behind a text or news report can be revealed.

The results of research on the media construction in reporting cases of Gayus Tambunan tax mafia by Java Post newspaper shows that the daily news report delivered by Java Post is a realization of the influence of pragmatic humanism ideology that is constructed by the Java Post. The final conclusion is that the construction of news report in cases of Gayus Tambunan tax mafia on Java Post newspaper was used more of the process of inclusion. This is caused by the influence of internal forces (idealist and closeness) and external forces


(11)

xi (economic and political) of a media. Both are about the power of the media, the power of capital (capital owners), as well as political power. The media power is reflected in the level of effectiveness as a means to achieve specific powers goals (to inform then explain something through the news presented to the public). The capital power is reflected by the real facts that the mass media today is like another form of media industry itself. Media industry has almost no difference with entertainment industry or others. Besides, political power sometimes indicates a pressure or vice versa (partnership) from the authorities to build the image and preserve the authority.

In the praxis realm, the mass media will always be in direct contact with the society (the reader), because the masses, of course there will always be interest to them. Community of university students should be more critical in receiving information from the mass media, because the news is a result of construction of reality by the media which has constructed background by the views, ideologies, values and purposes. By characterizing the more critical news, community, especially university students will not be trapped by the politics interpretation carried by the media.

Malang, January 2011

Murniyati

Approved,

Advisors I Advisors II


(12)

xii KATA PENGANTAR

É

Οó¡Î0

«!$#

Ç⎯≈uΗ÷q§9$#

ÉΟŠÏm§9$#

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan semua keberkahan, kemudahan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Setelah melalui proses yang panjang antara pencarian waktu, inspirasi, semangat, dan kesabaran hingga akhirnya penulis dapat menuliskan kata pengantar.

Selawat serta salam senantiasa dipanjatkan atas segala nikmat, rahmat, dan hidayah Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS TAMBUNAN (Analisis Wacana Pada Harian Jawa Pos Priode April 2010)”. Penelitian ini diilhami oleh adanya pemberitaan yang sempat menyita perhatian banyak kalangan, khususnya aparat penegah hukum dan seluruh masyarakat pada umumnya. Penyusunan skripsi ini digunakan untuk melengkapi salah satu tugas akhir, sekaligus syarat untuk memperoleh gelar S-1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dengan adanya penelitian ini diharapan dapat memberikan gambaran tentang Konstruksi Jawa Pos terhadap pemberitaan kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Selain itu, diharapkan masyarakat khususnya mahasiswa lebih kritis dalam menerima informasi dari media massa, sebab berita adalah hasil konstruksi realitas yang dilakukan oleh media dengan dilatarbelakangi oleh pandangan, ideologi, nilai-nilai maupun tujuan tertentu.

Penulis tidak lupa pula menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.


(13)

xiii Penulis juga minta maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan skripsi ini telah melakukan kesalahan baik sengaja maupun tidak disengaja. Karena tanpa bantuan serta dukungan dari semua pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dari awal hingga akhir terselesaikannya penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis haturkan ungkapan terima kasih kepada:

1. Bapak, Ibu, kakak-kakakku tercinta yang selalu memberikan dukungan moril, materiil, nasehat dan waktunya untukku, serta keponakan-keponakanku tercinta yang sanantiasa memberikan senyum dan tawa riang setiap hari.

2. Bpk Nurudin S.sos M.si selaku pembimbing I dan Bpk Joko Susilo S.sos M.si selaku pembimbing II, yang telah sabar dalam memberikan arahan, bimbingan serta masukan bagi penulis.

3. Seluruh jajaran Dosen jurusan Ilmu Komunikasi FISP UMM yang dengan ikhlas mengamalkan dan membagi ilmunya untuk penulis.

4. Teman-teman Part Time UPT Perpustakaan: Kaka D’Kahfa, Riska, Sari, Yoga, Upin-ipin, Om (Philip), Fajar, P’ De (vian), Ucup, Aziz, Ajeng serta Ibu dan Bapak karyawan Perpustakaan yang terus memberi semangat dan doa. 5. Sahabat-sahabat ku “Jamoerz Club” : Ani, Rima, Zahra, Boby, Arshad, Ria,

Lala, atas kerjasama dan dukungannya kepada penulis.

6. My Bolo “kk’_Q” (Agus) yang selalu setia mendampingi, sabar dengarin keluh kesah ku dan selalu memberi semangat, nasehat, perhatian dan kasih sayang yang g’ habis-habisnya.


(14)

xiv 7. Kawan-kawanku di IKAMI Sul_Sel Cab Malang: k’ Darno, k’ Dikin, Edha, Unhy dan temen- temen yg telah senantiasa memberikan masukan serta saran-sarannya kepada penulis.

8. Teman-teman terbaikku : mz Iqbal, dan Iin, serta ladies-ladies kost “Putri Shinta” yang senantiasa memberikan semangat dan dukungannya.

Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada temen-temen maupun pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas kontribusinya yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan mahasiswa Ilmu Komunikasi pada khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, Januari 2011


(15)

xv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRAC……….... x

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR…………... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... 76

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Surat Kabar sebagai Salah Satu Bentuk Media Massa ... 9

2. Media Massa Dan Konstruksi Realitas... 11

3. Kekuasaan Media Dalam Mengkonstruksi Realitas………. 12

4. Media Dan Berita Dalam Paradigma Konstruksionis…... 13

5. Politik Pada Media Massa…………... 17

6. Analisis Wacana………... 20

7. Model Analisis Theo Van Leeuwen……… 22

F. Metode Penelitian ... 23

1. Pendekatan Penelitian ... 23

2. Ruang Lingkup Penelitian ... 24


(16)

xvi

4. Tehnik Analisis Data ... 25

BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN A. Profil Surat Kabar Jawa Pos ... 28

B. Sejarah Perkembangan Jawa Pos………... 32

C. Visi dan Misi Jawa Pos ... 35

D. Latar Belakang Perseroan ... 35

E. Rubrikasi Jawa Pos ... 37

F. Proses Pembuatan Koran... 40

G. Perkembangan Usaha Jawa Pos……….. 40

H. Jawa Pos News Network (JPNN)……… 43

I. Struktur Organisasi……….. 44

J. Keorganisasian Jawa Pos……… 45

BAB III ANALISIS DATA A. Proses Exclusion………... 49

1. Pasivasi………. 50

2. Nominalisasi………. 50

3. Penggantian Anak Kalimat………... 51

B. Proses Inclusion……….. 52

1. Diferensiasi-Indiferensiasi……….. 52

2. Objektivasi-Abstraksi………. 55

3. Nominalisasi-Kategorisasi……….. 57

4. Nominasi-Identifikasi……….. 59

5. Determinasi-Indeterminasi……….. 63

6. Asimilasi-Individualisasi………. 66

7. Asosiasi-Disosiasi……… 69

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74


(17)

xvii DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Model Theo Van Leeuwen………... 23

2. Tabel 2.1 Penerbitan Group Jawa Pos……….. 41

3. Tabel 3.1 Penggantian Anak Kalimat………... 51

4. Tabel 3.2 Diferensiasi-Indiferensiasi………. 52

5. Tabel 3.3 Objektivasi-Abstraksi……… 56

6. Tabel 3.4 Nominalisasi-Kategorisasi………. 58

7. Tabel 3.5 Nominasi-Identifikasi……… 60

8. Tabel 3.6 Determinasi-Indeterminasi………. 64

9. Tabel 3.7 Asimilasi-Individualisasi……… 67


(18)

xviii DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Proses Pembuatan Koran Jawa Pos... 40 2. Gambar 2.2 Jawa Pos News Network (JPNN)………... 43 3. Gambar 2.3 Struktur Organisasi Koran Jawa Pos……….. 44


(19)

xix DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Jawa Pos Tanggal 02 April 2010 “ Brigjen Edmon Segera Tersangka”

2. Lampiran 2 Jawa Pos Tanggal 02 April 2010 “ Seret Sepuluh Atasan Di Ditjen Pajak” 3. Lampiran 3 Jawa Pos Tanggal 06 April 2010

“ Bersihkan 121 Rekan Gayus”

4. Lampiran 4 Jawa Pos Tanggal 07 April 2010 “ Ada Mafia Pajak Lebihi Gayus”

5. Lampiran 5 Jawa Pos Tanggal 08 April 2010 “ Jakgung Rombak Kejaksaan”

6. Lampiran 6 Jawa Pos Tanggal 14 April 2010 “ SJ Ungkap Jaringan Besar Markus”

7. Lampiran 7 Jawa Pos Tanggal 23 April 2010 “ Kasus Gayus Cokot 12 Jaksa”

8. Lampiran 8 Jawa Pos Tanggal 26 April 2010 “ Satu Lagi Tersangka Jenderal”

9. Lampiran 9 Jawa Pos Tanggal 27 April 2010 “ Lima Kelompok Mafia Terlibat”


(20)

xx DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Dja’far. 1983. Jurnalistik Masa Kini: Pengantar ke Praktek Kewartawanan. Surabaya: Ghalia Indonesia.

Cangara, Hafied. 2008. Pengantar ILmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS.

. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS.

Effendy, Onong Uchjana. 1992. Ilmu Komunikasi, Teori, dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Studi Critical Discourse analisis Terhadap BeritaBerita Politik. Jakarta: Granit.

McQuail, Denis. 1994. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar: Edisi Kedua. Jakarta: Airlangga.

Moleong, Lexi J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Santana K, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sudibyo, Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LkiS. Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Winarni. 2003. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Malang: UMM Press.

Non Buku :


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media massa pada hakikatnya tidak terlepas dari berbagai macam peristiwa dalam pemberitaannya dengan segala isinya di dunia ini, demikian juga sebaliknya. Hubungan antara keduanya sangatlah erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan. Segala isi dan peristiwa yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa. Selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi, media massa juga mempunyai tugas dan kewajiban untuk mengakomodasi segala jenis isi dan peristiwa di dunia ini melalui pemberitaan atau publikasinya dalam aneka wujud. Institusi media memproduksi dan menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mencerminkan budaya dalam masyarakat kepada publik secara luas agar produk atau pesan tersebut dapat digunakan dan dikonsumsi oleh publik. Dengan demikian keberadaan media massa sebagai sistem tersendiri tidak bisa dilepaskan dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas (politik, ekonomi, sosial dan budaya).

Melalui berbagai instrumen yang dimiliki, media berperan serta membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Setiap media massa memiliki karakter dan latar belakang tersendiri, baik dalam isi dan pengemasan beritanya, maupun dalam tampilan serta tujuan dasarnya. Perbedaan ini di latarbelakangi oleh kepentingan yang berbeda dari masing-masing media massa.

Dari berbagai macam media massa tersebut mempunyai ciri khas masing-masing baik dalam isi dan pengemasan beritanya, maupun dalam tampilan


(22)

2 serta tujuan dasarnya. Perbedaan ini di latarbelakangi oleh kepentingan yang berbeda dari masing-masing media massa. Ada yang bermotif politik, ekonomi, agama dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Bambang Harymurti bahwa media masa merupakan kumpulan banyak organisasi dan manusia dengan segala kepentingannya yang beragam, bahkan termasuk yang saling bertentangan (Septiawan, 2005).

Kepentingan yang beragam pada media massa adalah hal yang tidak bisa dipungkiri. Ada media massa yang memiliki kepentingan politik, karena ia didanai oleh kekuatan politik tertentu, dan media massa juga ada yang bermotifkan ekonomi, dimana keuntungan secara materil adalah satu-satunya target dari media tersebut. Ada juga media yang bermotifkan pendidikan karena ingin memberikan pengetahuan. Begitupun yang bermotifkan agama, dimana media massa didirikan oleh kelompok agama tertentu untuk menyampaikan ajaran agamanya. Kepentingan dari media massa tersebut dapat mempengaruhi berita yang disampaikan. Dari sinilah muncul sebuah anggapan bahwa fakta yang disampaikan bukanlah fakta yang objektif, melainkan fakta yang telah dikontruksi oleh media atau penulisnya/wartawan dengan latar belakang kepentingan tertentu. Dalam pandangan kaum konstruksionis, berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses kontruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak (Eriyanto, 2002: 26).

Berita di media massa merupakan konstruksi kultural, dalam melihat realitas sosial media menggunakan kerangka tertentu untuk memahaminya. Media


(23)

3 melakukan seleksi atas realitas, mana realitas yang akan diambil dan realitas mana yang ditinggalkan. Juga media kerap memilih nara sumber mana yang akan diwawancarai dan nara sumber mana yang tidak diwawancarai.

Melalui narasinya media sering menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia. Mana yang baik dan mana yang buruk, siapa pahlawan dan siapa penjahat, apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan seseorang. Dalam ungkapan Dennis McQuail (Eriyanto, 2002: xii), media massa merupakan filter yang menyaring sebagian pengalaman dan menyoroti pengalaman lainnya dan sekaligus kendala yang mengahalangi kebenaran.

Dalam kegiatannya melaporkan peristiwa yang terjadi, pada dasarnya media menafsirkan dan merangkai kembali kepingan-kepingan fakta dari realitas yang begitu kompleks sehingga membentuk sebuah kisah yang bermakna dan dapat dipahami oleh khalayak. Menurut Eriyanto (2002), ada tiga tingkatan bagaiamana media membentuk realitas, pertama media membingkai peristiwa dalam bingkai tertentu. Kedua, media memberikan simbol-simbol tertentu pada peristiwa dan aktor yang terlibat dalam berita. Ketiga, media juga menentukan apakah peristiwa ditempatkan sebagai hal yang penting atau tidak.

Dalam pandangan konstruksionis, media massa bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya (Eriyanto, 2002: 23). Media juga pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya, sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas,


(24)

4 namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut (Sobur, 2004: 88).

Salah satu media yang berkembang dalam masyarakat adalah koran atau surat kabar. Koran (dari bahasa Belanda: Krant, dari bahasa Perancis courant) atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, hiburan, olahraga, seni atau bahkan tentang kegiatan lainnya. Melalui Koran atau surat kabar kita bisa mendapatkan informasi ataupun berita yang up to date setiap harinya. Namun, saat ini banyak sekali dijumpai koran atau surat kabar, hal ini membuat masing-masing pihak bersaing untuk menjaring jumlah pembaca sebanyak-banyaknya melalui berita yang disajikan.

Harian Jawa Pos merupakan satu diantara beberapa surat kabar yang beredar di Indonesia. Jawa Pos adalah surat kabar harian yang berpusat di Surabaya, Jawa Timur. Jawa Pos merupakan harian terbesar di Jawa Timur, dan merupakan salah satu harian dengan oplah terbesar di Indonesia. Sirkulasi Jawa Pos menyebar di seluruh Jawa Timur, Bali, dan sebagian Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang berisi berita-berita utama, politik, ekonomi/bisnis, Jawa Timur, nasional, internasional, dan rubrik-rubrik tematik lainnya. Jawa Pos mengklaim sebagai "Harian Nasional yang Terbit dari Surabaya ". Jawa Pos adalah salah satu koran terbesar di Indonesia. Setiap hari dibaca oleh sekitar 3 juta orang. Dengan slogan “ Selalu Ada yang Baru ” Jawa Pos selalu menampilkan halaman-halaman baru yang tidak dimiliki surat kabar lainnya. Jawa Pos selalu menghadirkan


(25)

5 berita-berita hangat yang sedang menjadi perbincangan masyarakat, maka tidak heran jika Jawa Pos menjadi surat kabar pilihan yang selalu setia menemani warga kota Malang khususnya dalam memberikan informasi.

Dilihat dari fenomena yang ada, Gayus Halomoan Tambunan adalah seorang pegawai pajak golongan IIIA di Direktorat Jenderal Pajak. Ia adalah alumni SMA Negeri 13 Jakarta lulusan tahun 1997. Setelah lulus ia meneruskan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Ilmu Akuntansi Negara (STAN) di tahun 1997 dan Lulus tahun 2000, semenjak kecil tinggal bersama orang tuanya di Jalan Warakas 1 Gang 23 RT 011/08 No 4, Papanggo, Jakarta Utara. Ayahnya, Amir Syarifuddin Tambunan merupakan seorang pekerja di Pelabuhan Tanjung Priok. Namanya pertama kali disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Susno menyebutkan Gayus memiliki Rp 28 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang dijadikan pidana dan disita negara. Sisanya Rp 24,6 miliar tidak jelas. Dalam kasus pajak ini Gayus dibidik Polri dengan 3 pasal, yakni pasal penggelapan, pencucian uang, dan korupsi, namun di persidangan dia hanya dituntut dengan pasal penggelapan. Hakim memvonisnya dengan hukuman satu tahun percobaan. Gayus Tambunan yang terlibat sebagai makelar kasus (Markus) ini dituduh dengan kasus korupsi dan penggelapan dana pajak masyarakat yang mencapai nilai sangat fantastis senilai Rp 28 Milliar.

Nama Gayus Tambunan ramai disebut-sebut sebagai orang yang terlibat dan bertanggung jawab serta sebagai saksi kunci atas kasus korupsi dana pajak negara. Ia juga ikut serta dengan oknum-oknum makelar kasus (markus) di Mabes Polri sebagaimana dilontarkan oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Gayus diketahui memiliki rekening hingga senilai Rp 28 miliar. PPATK (Pusat


(26)

6 Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sempat menyebutkan adanya transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Dia juga dituding melakukan 19 kasus transaksi penggelapan pajak lainnya. Gayus sendiri sudah sempat menyampaikan bantahannya dan mengatakan uang miliaran itu titipan Andi Kosasih, rekan bisnisnya yang merupakan pengusaha properti asal Batam. Kasus Gayus juga ikut menyeret beberapa nama komplotan mafia pajak, baik yang ada di Ditjen Pajak maupun instansi-instansi lain yang ikut terlibat (http:// Gayus Halomoan Tambunan Profile, profil gayus tambunan.htm).

Atas terungkapnya kasus mafia pajak oleh Gayus Tambunan sebagai makelar kasus (markus), banyak dugaan mengatakan bahwa kasus yang menjerat Gayus Tambunan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak, tidak dapat disebut sebagai kasus penggelapan pajak namun merupakan kasus penyuapan yang kemudian berujung pada pencucian uang dalam bentuk suap yang diberikan oleh orang atau perusahaan yang memiliki kepentingan penggelapan pajak.

Berangkat dari fenomena tersebut alasan peneliti mengangkat kasus gayus tambunan adalah bahwa kasus ini sempat menyita perhatian masyarakat disamping kasus lain yang merupakan masalah besar bagi Negara. Tidak tanggung-tanggung kasus Gayus ini melibatkan beberapa nama tokoh dan aparatur Negara. Dengan terungkapnya kasus Gayus ini maka secara tidak langsung mengungkap sindikasi komplotan mafia pajak yang terjadi. Berlarut-larutnya berita yang bergulir dimasyarakat sehingga muncul spekulasi bahwa tidak ada titik terang dalam penanganan kasus tersebut. Untuk itulah peneliti memilih pemberitaan tersebut untuk diteliti karena pemberitaan tersebut menarik bagi peneliti.


(27)

7 Alasan memilih harian Jawa Pos karena harian ini merupakan surat kabar terbesar se-Jawa Timur. Selain stuktur bahasanya yang ringan sehingga memudahkan pembaca dalam memahami maksud dan tujuan yang ingin disampaikan. Jadi tidak mengherankan jika Jawa Pos menjadi surat kabar pilihan masayarakat pembaca sebagai sarana informasi. Selain itu, dalam pemberitaannya tentang Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan, Jawa Pos senantiasa menjadikannya berita utama selama kurang lebih satu bulan dengan menepatkannya pada halaman utama (headline) setiap edisinya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis wacana dalam membedah setiap berita yang ada, melihat kalimat, bahasa, dan pengertian bersama (maksud dan makna-makna tertentu) yang digunakan. Dengan analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan sehingga realitas dibalik berita dapat diungkap.

Dengan analisis wacana kita dapat mengetahui bagaimana posisi seseorang dimarginalkan oleh kelompok yang lebih dominan. Melalui analisis wacana peneliti ingin mengetahui bagaimanakah media dalam hal ini harian Jawa Pos dalam mengkonstruksi berita khususnya tentang Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan. Untuk itu, peneliti menggunakan judul Konstruksi Media Dalam Pemberitaan Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan (Analisis Wacana Pada Harian Jawa Pos Periode April 2010).


(28)

8 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah Harian Jawa Pos Mengkonstruksi Pemberitaan Tentang Kasus Mafia Pajak Gayus Tambuanan Periode April 2010?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, ingin mengetahui Konstruksi Media Dalam Pemberitaan Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan Periode April 2010.

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan komunikasi, khususnya dibidang jurnalistik mengenai konstruksi media, serta melalui penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi peneliti lebih lanjut tentang konstruksi media dan mampu dijadikan sebagai referensi bagi penelitian serupa dikemudian hari.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang proses konstruksi yang dilakukan media massa, khususnya harian Jawa Pos dalam penulisan berita surat kabar.


(29)

9 E. Tinjauan Pustaka

1. Surat Kabar Sebagai Salah Satu Bentuk Media Massa

Komunikasi Massa menurut Rahmat dalam Winarni (2003: 6) adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim, melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Berdasarkan pengertian tersebut, Winarni (2003: 17) dalam bukunya menunjukkan bahwa agar komunikasi massa dapat berlangsung diperlukan saluran yang memungkinkan disampaikannya pesan kepada khalayak yang dituju. Saluran tersebut adalah media massa, yaitu sarana teknis yang memungkinkan terlaksananya proses komunikasi massa. Saluran media massa ini, dilihat dari bentuknya dapat dikelompokkan atas:

a. Media cetak (printed media), yang mencakup surat kabar, majalah, buku, pamflet, brosur, dan sebagainya.

b. Media elektronik, seperti radio, televisi, film, slide, video, dan lain-lain. Menurut Assegaf (1983:140), surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-berita, karangan-karangan, dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap atau periodik dan dijual untuk umum.

Karakteristik surat kabar sebagai media massa, menurut Effendy (1981) dalam Winarni (2003: 32-33), mencakup:

a. Publisitas

Adalah penyebaran pada publik atau khalayak. Semua aktivitas manusia dari aspek apapun selama menyangkut kepentingan umum dan atau menarik untuk umum adalah layak untuk disebarluaskan.


(30)

10 b. Periodisitas

Menunjuk pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan, atau dwi mingguan.

c. Universalitas

Menunjuk kepada kesemestaan isinya, aneka ragam dari seluruh dunia. Pesan atau isi surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, seperti masalah sosial, ekonomi, budaya, agama, pendidikan, keamanan, dan lain-lain.

d. Aktualitas

Menunjuk pada “kekinian” atau “terbaru” dan “masih hangat”. Fakta atau peristiwa penting atau menarik setiap hari berganti dan perlu untuk dilaporkan, sementara khalayak memerlukan informasi yang paling baru.

Surat kabar dapat dibedakan atas periode terbit, ukuran, dan sifat penerbitannya. Dari segi periode terbit ada surat kabar harian dan ada surat kabar mingguan. Surat kabar harian adalah surat kabar yang terbit setiap hari baik dalam bentuk edisi pagi maupun edisi sore, sementara surat kabar mingguan ialah surat kabar yang terbit paling sedikit satu kali dalam seminggu.

Dari segi ukurannya, ada yang terbit dalam bentuk plano dan ada pula yang terbit dalam bentuk tabloid. Sementara itu, isinya dapat dibedakan atas dua macam, yakni surat kabar yang bersifat umum yang isinya terdiri atas berbagai macam informasi untuk masyarakat umum, sedangkan surta kabar yang bersifat khusus, isinya memilki ciri khas tertentu dan memiliki pembaca tertentu pula, misalnya surat kabar untuk pedesaan, surat kabar untuk wanita, dan semacamnya. Surat kabar dan majalah lebih banyak ditunjang oleh iklan sepeti halnya radio dan


(31)

11 TV. Boleh dikatakan hanya sepertiga pendapatan surat kabar berasal dari harga jual surat kabar itu sendiri, selebihnya dua pertiga berasal dari iklan.

Salah satu kelebihan surat kabar ialah mampu memberikan informasi yang lebih lengkap, bisa dibawa kemana-mana, terdokumentasi sehingga mudah diperoleh bila diperlukan (Cangara, 2008: 127). Namun, menurut Effendy (1992: 60) dalam bukunya menyebutkan kelebihan surat kabar adalah bahwa berita yang disiarkannya dapat dibaca kapan saja dan secara berulang-ulang, selain dapat dijadikan sebagai bukti otentik.

2. Media Massa Dan Konstruksi Realitas

Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonsrtuksikan realitas (proses produksi makna lewat bahasa yang dilakukan oleh pekerja media itu sendiri). Isi media adalah hasil praktisi media mengkonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya berdasarkan ideologi dan kognisi sosial wartawan. Ciri utama pekerjaan media adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksi. Pembuatan berita di media massa pada dasarnya tak lebih dari penyusunan kepingan-kepingan realitas hingga membentuk sebuah cerita (Sobur, 2002: 88). Atau dapat dikatakan bahwa konstruksi realitas media merupakan suatu upaya menyusun realitas dari sejumlah peristiwa, keadaan yang semula acak menjadi sistematis hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang memiliki makna.

Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sementara bahasa bukan saja alat merepresentasikan


(32)

12 realitas namun lebih dari itu, bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa lewat realitas tersebut.

Begitu pula dengan profesi wartawan, pekerjaan utama wartawan mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak berupa pesan (berita) yang sudah terangkai pemaknaannya dan sesuai dengan muatan ideologi media tersebut yang tersaji pada teks berita (news), karangan khas (feature) atau gabungan dari keduanya. Karena menceritakan berbagai kejadian atau peristiwa itulah maka tidak berlebihan bila dikatakan seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksi. Dengan demikian, benarlah apa yang dikatakan Tuchman bahwa berita pada dasarnya realitas yang telah dikonstruksi (Sudibyo, dkk. 2001: 65).

3. Kekuasaan Media Dalam Mengkonstruksi Realitas

Kekuasaan media massa ternyata cukup besar. Media mengkonstruksi realitas dalam teks berita berdasarkan pemahaman yang tidak pernah vakum dari kepentingan, keberpihakan, dan nilai-nilai. Khalayak (pembaca dan pendengar) dengan setia memahaminya tanpa menyaring dan memilihnya terlebih dahulu, seolah sebagai realitas yang senyatanya. Khalayak digiring ke dalam bingkai (frame) yang dipasang oleh media dan melihat realitas seperti realitas yang dipahami media. Sadar atau tidak, mereka telah terperangkap oleh pola konstruksi media.

Kekuasaan media massa dalam mengkonstruksi realitas diasumsikan bahwa media massa ternyata tidak hanya menginformasikan sesuatu tetapi juga memaknakan sesuatu lewat berita-berita yang disuguhkan kepada khalayak (pembaca atau pendengar). Seperti yang diungkapkan Denis McQuail (1994:


(33)

13 277), bahwa ada dua konsep pokok kekuasaan media, yaitu pertama, keefektifan media sebagai sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan tertentu. Kedua, kekuasaan “siapa” yang digunakan media, apakah kekuasaan masyarakat secara keseluruhan, kelas kekuasaan atau kelompok kepentingan tertentu, atau kekuasaan komunikator secara individu.

Karena berbagai alasan, tampaknya media cenderung lebih berfungsi untuk melindungi atau menonjolkan kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan ekonomi atau politik yang lebih besar dalam internal media itu sendiri. Tetapi, bukan berarti kekuasaan media hanya berasal dari kelas dominan tersebut, melainkan bisa berasal dari kekuasaan sosial yang lebih luas lagi dalam masyarakat.

4. Media Dan Berita Dalam Paradigma Konstruksionis

Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan pertama kali oleh sosiologi interpretatif, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, juga bukan merupakan sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Akan tetapi ia dibentuk dan dikonstruksikan. Realitas dipandang berwajah ganda / plural. Dalam artian, setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas, berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan dan lingkungan sosial, yang dimiliki masing-masing individu (Eriyanto, 2002:15-16)

Dalam pandangan konstruksionis, media merupakan agen konstruksi pesan yang berarti media bukan sebagai saluran bebas, tetapi juga sebagai subyek yang mengkonstruksi realitas. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi


(34)

14 realitas sosial yang mendefinisikan realitas (Tony Bennett, 1999: 20 dalam Eriyanto, 2002: 23).

Lebih lanjut, gagasan Berger mengenai konteks berita harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Setiap wartawan mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda atas suatu peristiwa. Hal ini dapat dilihat bagaimana wartawan mengonstruksi peristiwa dalam pemberitaannya. Menurut Herbert J. Gans dalam Eriyanto (2002:19), bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subyektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subyektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan.

Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukan merupakan fakta yang riil. Berita adalah produk interaksi wartawan dengan fakta. Realitas sosial tidak begitu saja menjadi berita tetapi melalui proses. Diantaranya proses internalisasi,

dimana wartawan dilanda oleh realitas yang ia amati dan diserap dalam kesadarannya. Kemudian proses selanjutnya adalah eksternalisasi, dimana dalam proses ini wartawan menceburkan diri dalam memaknai realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektikanya.

Jadi berita bukanlah “mirror of reality”. Berita yang ada di media juga bukan representasi realita, melainkan produk yang telah dibingkai oleh media. Dan media tidak hanya sebagai “saluran” pesan yang memberitakan tentang sesuatu hal secara netral dan objektif, akan tetapi merupakan “agen konstruksi”. Karena media adalah tempat bertemunya berbagai kepentingan, baik yang bersifat


(35)

15 faktor eksternal ini seperti pemilik modal, pemerintah atau nilai-nilai masyarakatnya.

Menurut Eriyanto (2002: 19-36), perspektif atau cara pandang dalam realitas juga mempengaruhi terhadap penilaian suatu realitas. Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Penilaian tersebut meliputi:

1. Fakta / peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Disini tidak ada realitas yang objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.

2. Media adalah agen konstruksi. Kaum konstruksionis memandang bahwa media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefiniskan realitas.

3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanya konstruksi dari realitas. Bagi Kaum konstruksionis berita itu ibaratnya seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi merupakan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Menurut kaum kostruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Bagaimana realitas itu dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai.


(36)

16 4. Berita bersifat subjektif / Konstruksi atas realitas. Pemaknaan seseorang

terhadap suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan realitas yang berbeda pula. Kaum konstruksionis memandang bahwa berita mempunyai sifat subjektif, hal ini dikarenakan berita adalah hasil konstruksi realitas yang dilakukan oleh wartawan dengan menggunakan subjektivitasnya.

5. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas. Kaum konstruksionis menilai wartawan sebagai aktor/agen konstruksi, dimana pekerjaannya bukan sebatas melaporkan sebuah fakta, tapi juga turut mengkonstruksi fakta yang didapatkannya untuk kemudian dijadikan berita yang nantinya akan mempengaruhi citra dan isi media yang ia produksi. 6. Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang

integral dalam produksi berita. Kaum konstruksionis menilai bahwa aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Sisi subjektifitas dan penilaian atas fakta membuat wartawan memiliki posisi untuk terlibat dalam penuangan unsur moral, etika juga keberpihakan ketika ia mengkonstruksi realitas.

7. Nilai, Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam penelitian. Kaum konstruksionis memandang bahwa peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai, karena itulah etika dan moral serta keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian. Peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan menghasilkan temuan yang berbeda pula.


(37)

17 8. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Bahwa khalayak

bukanlah subjek yang pasif, melainkan subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca, ditonton ataupun didengar.

5. Politik Pada Media Massa

Politik dan media memang ibarat dua sisi dari satu mata uang. Media memerlukan politik sebagai makanan yang sehat. Media massa, khususnya harian dan elektronik, memerlukan karakteristik yang dimiliki oleh ranah politik praktis: hingar bingar, cepat, tak memerlukan kedalaman berpikir, dan terdiri dari tokoh-tokoh antagonis dan protagonis.

Politik juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang hendak diciptakan. Tidak ada gerakan sosial yang tidak memiliki divisi media. Apapun bidang yang digeluti oleh sebuah gerakan, semuanya memiliki perangkat yang bertugas untuk menciptakan atau berhubungan dengan media.

Menurut McQuaildalam bukunya Mass Communication Theories (2000 : 66), pada hakekatnya, terdapat enam perspektif dalam hal melihat peran media, yaitu:

1. Melihat media massa sebagai window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.

2. Media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society andthe world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di


(38)

18 masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan

framing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.

3. Memandang media massa sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih

issue, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Di sini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian.

4. Media massa acapkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau

interpreter, yang menterjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang beragam.

5. Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.

6. Media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

Dunia politik sadar betul bahwa tanpa kehadiran media, aksi politiknya menjadi tak berarti apa-apa. Dalam kaitannya dengan politik, oleh beberapa


(39)

19 oknum tertentu media dijadikan sebagai alat untuk menyembunyikan fakta sebenarnya kepada masyarakat. Alat yang dijadikan perantara untuk memutar balikkan fakta yang ada. Dalam hal ini, pihak yang terlibat bekerja sama dengan media untuk kepentingan-kepentingan yang menyangkut dirinya. Menyulap media seakan-akan tidak ada pihak yang bersalah atau bahkan sebaliknya menyalahkan dan memojokkan seseorang. Media digunakan sebagai tameng untuk melindungi kejelekannya dari masyarakat. Tidak tanggung-tanggung pemberitaan media menjadi ajang bisnis para pelaku politik media. Kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak disorot media. Ada dua penyebab, para pelaku politik melibatkan media massa sebagai saluran komunikasi politiknya. Pertama, dari segi luas jangkauan media dalam menyebarkan berbagai pesan dan pembicaraan politik beserta fungsinya masing-masing. Kedua, aspek campur tangan media dalam menyajikan realitas politik melalui suatu proses yang disebut sebagai proses konstruksi realitas (Hamad. 2004: 10).

Terdapat 3 (tiga) pelaku dalam politik media, ialah politisi, jurnalis, dan orang-orang yang digerakkan oleh dorongan (kepentingan) khusus. Bagi politisi, tujuan dari politik media adalah dapat menggunakan komunitas massa untuk memobilisasi dukungan publik yang mereka perlukan untuk memenangkan pemilihan umum dan memainkan program mereka ketika duduk di ruangan kerja. Bagi jurnalis, tujuan politik media adalah untuk membuat tulisan yang menarik perhatian banyak orang dan menekankan apa yang disebutnya dengan “suara yang independen dan signifikan dari para jurnalis”. Bagi masyarakat, tujuannya adalah untuk keperluan mengawasi politik dan menjaga politisi agar tetap akuntabel, dengan menggunakan basis usaha yang minimal.


(40)

20 Tujuan tersebut merupakan sumber ketegangan konstan yang ada di ketiga aktor tadi. Politisi menghendaki para jurnalis untuk bertindak sebagai pembawa berita yang netral dalam statemen mereka dan dalam rilis pers. Sementara para jurnalis tidak ingin menjadi tangan kanan pihak lain, mereka lebih berharap untuk bisa membuat kontribusi jurnalistik khusus untuk berita, dimana mereka dapat menyempurnakannya dengan menggunakan berita terkini, investigasi, dan analisis berita yang sangat dibenci oleh kalangan politisi.

6. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa” (what), analisis wacana lebih melihat pada “bagaimana” (how) dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora macam apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks (Eriyanto, 2001: xv).

Bila dikatakan sebagai alternatif, bukan berarti analisis wacana lebih baik dari analisis isi kuantitatif, tetapi untuk menunjukkan bahwa analisis wacana dapat melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis kuantitatif. Karena setiap metode mempunyai karakteristik tersendiri, kelebihan dan kekurangan tersendiri, jadi apa yang dilakukan analisis wacana berbeda dengan yang dilakukan analisis isi kuantitatif (Eriyanto, 2001: 337-341), antara lain:


(41)

21 a. Analisis wacana dalam analisisnya lebih bersifat kualitatif dibandingkan

dengan analisis isi yang umumnya kuantitatif. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks dari pada penjumlahan unit kategori seperti dalam anlisis isi. Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks pada dasarnya bisa dimaknai secara berbeda dan dapat ditafsirkan secara beraneka ragam. b. Analisis isi kuantitatif pada umumnya hanya dapat digunakan untuk

membedah muatan teks komunikasi yang bersifat nyata (manifest), sedangkan analisis wacana justru berpretensi memfokuskan pada pesan yang tersembunyi (latent). Banyak sekali teks komunikasi disampaikan secara implisit. Dengan banyaknya teks komunikasi yang disajikan secara implisit, maka makna suatu pesan tidak bisa hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak nyata dalam teks, namun harus dianalisis dari makna yang tersembunyi. Pretensi analisis wacana adalah pada muatan, nuansa, dan makna yang laten dalam teks media.

c. Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki “bagaimana ia dikatakan” (how). Dalam kenyataannya, yang penting bukan apa yang dikatakan oleh media, akan tetapi bagaimana dan dengan cara apa pesan disampaikan. Hal ini disebabkan analisis wacana bukan sekedar bergerak dalam level makro (isi dari suatu teks), tetapi juga pada level mikro yang menyusun suatu teks, seperti kata, kalimat, ekspresi, dan retoris. Dalam analisis wacana, bukan hanya kata atau aspek isi lainnya yang dapat dikodekan, tetapi struktur wacana yang komplekspun dapat diambil pada berbagai tingkatan deskripsi.


(42)

22 d. Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi. Hal ini berbeda

dengan analisis isi yang bertujuan melakukan generalisasi, bahkan melakukan prediksi. Analisis wacana tidak bertujuan melakukan generalisasi dengan asumsi bahwa setiap peristiwa pada dasarnya bersifat unik, karena itu tidak dapat diperlukan prosedur yang sama yang diterapkan untuk isi dan kasus yang berbeda.

7. Model Analisis Theo Van Leeuwen

Analisis wacana menekankan bahwa wacana adalah bentuk interaksi. Menurut Theo Van Leeuwen, analisis wacana digunakan untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaannya, sementara kalompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk (Eriyanto, 2001: 171).

Analisis Van Leeuwen secara umum menggambarkan bagaimana aktor (seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Menurutnya, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang di keluarkan dalam pemberitaan dan strategi wacana apa yang di pakai untuk itu. Proses pengeluaran ini secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman khalayak akan suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman tertentu.


(43)

23 2. Proses pemasukan (inclusion). Proses ini berhubungan dengan pertanyaan

bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan lewat pemberitaan.

Secara umum, apa yang ingin dilihat dari model Van Leeuwen ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Model Theo Van Leeuwen

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Exclusion

Inclusion

Apakah ada aktor (sesorang / kelompok sosial) yang dihilangkan atau disembunyikan dalam pemberitaan.

Bagaimana strategi yang dilajukan untuk menyembunyikan atau menghilangkan aktor sosial tersebut?

Dari aktor sosial yang disebut dalam berita, bagaimana mereka ditampilkan? Dan dengan strtegi apa pemarjinalan atau pengucilan itu dilakukan?

Sumber, Eriyanto. 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis. Hal.192-193

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif interpretatif dengan dasar analisis wacana. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit kategori seperti dalam analisis isi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).


(44)

24 Dasar analisis wacana adalah interpretasi karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Jadi teks yang dianalisis dapat diamaknai secara berbeda dan dapat ditafsirkan secara beragam oleh peneliti (Sobur, 2006: 70).

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah data penelitian yang terdapat dalam teks media terhadap pemberitaan tentang Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan di harian Jawa Pos edisi April 2010. Berdasarkan pengumpulan dan penyusunan data yang telah dianalisis, hasil analisis yang ditemukan oleh peneliti adalah sebanyak 9 teks berita dan akan diteliti sesuai teknik analisis data penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti lebih menganalisis pada teks berita dan melihat kalimat atau kata yang mengandung makna dengan menggunakan metode analisis wacana Theo Van Leeuwen.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer, diperoleh dengan cara mengumpulkan data yaitu berita-berita yang ada di harian Jawa Pos periode April 2010 yang terkait dengan Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan yang telah dipilih sesuai ruang lingkup penelitian.

b. Data Sekunder, diperoleh dengan riset kepustakaan (studi literatur) dan mengumpulkan bahan-bahan referensi lain yang sesuai dengan konteks


(45)

25 permasalahan penelitian, serta dibantu dengan media online yang relevan guna melengkapi referensi untuk memperkuat dan menunjang kelengkapan data.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dari penelitian ini menggunakan analisis wacana dengan mengacu pada analisis wacana model Theo Van Leeuwen. Yaitu untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaannya, sementara kalompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk.

a. Exclusion

Ada beberapa strategi bagaimana suatu aktor (seseorang atau kelompok) dikeluarkan dalam pembicaraan. Diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Pasivasi

Eksklusi adalah Suatu isu yang sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya ini adalah proses bagaimana satu kelompok atau aktor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pembicaraan atau wacana. Penghilangan aktor sosial ini untuk melindungi dirinya. Salah satu cara adalah dengan membuat kalimat dalam bentuk pasif.

2. Nominalisasi

Strategi wacana lain yang sering dipakai untuk menghilangkan kelompok atau aktor sosial tertentu adalah lewat nominalisasi. Strategi ini berhubungan


(46)

26 dengan mengubah kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Umumnya dilakukan dengan memberi imbuhan “pe-an”.

3. Penggantian anak kalimat

Pergantian subyek juga dapat dilakukan dengan memakai anak kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai pengganti aktor.

b. Inclusion

Ada beberapa macam strategi wacana yang dilakukan ketika sesuatu, seseorang, atau kelompok ditampilkan dalam teks. Diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Diferensiasi-Indiferensiasi

Suatu peristiwa atau seorang aktor sosial bisa ditampilkan dalam teks secara mandiri, sebagai suatu peristiwa yang unik atau khas, tetapi bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan peristiwa atau kelompok atau aktor lain dalam teks.

2. Objektivasi-Abstraksi

Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi mengenai suatu peristiwa atau aktor sosial ditampilkan dengan member petunjuk yang konkret ataukah yang ditampilkan adalah abstraksi.

3. Nominasi-Kategorisasi

Dalam suatu pemberitaan mengenai aktor (seseorang/kelompok) atau mengenai suatu permasalahan, seringkali terjadi pilihan apakah aktor tersebut ditampilkan apa adanya, ataukah yang disebut adalah kategori dari aktor sosial tersebut. Kategori ini bisa macam-macam, yang menunjukkan ciri penting dari seseorang: bisa berupa agama, status, bentuk fisik, dan sebagainya.


(47)

27 4. Nominasi-Identifikasi

Strategi wacana ini hampir mirip dengan kategorisasi, yakni bagaimana suatu kelompok, peristiwa, atau tindakan tertentu didefinisikan. Bedanya dalam identifikasi, proses pendefinisian itu dilakukan dengan memberi anak kalimat sebagai penjelas.

5. Determinasi-Indeterminasi

Dalam pemberitaan sering kali aktor atau peristiwa disebutkan secara jelas, tetapi sering kali juga tidak jelas (anonim). Ini bisa dikarenakan pemberitaan tersebut belum jelas atau mendapat bukti yang cukup. Tetapi bisa juga karena ada ketakutan struktural sehingga aktor tidak disebutkan secara jelas.

6. Asimilasi-Individualisasi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor sosial yang diberitakan ditunjukkan dengan jelas kategorinya atau tidak. Asimilasi terjadi ketika dalam pemberitaan bukan kategori aktor sosial yang spesifik disebut dalam berita tetapi komuniktas atau kelompok sosial dimana seseorang tersebut berada.

7. Asosiasi-Disosiasi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor atau suatu pihak ditampilkan sendiri ataukah ia dihubungkan dengan kelompok lain yang lebih besar.


(1)

22 d. Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi. Hal ini berbeda

dengan analisis isi yang bertujuan melakukan generalisasi, bahkan melakukan prediksi. Analisis wacana tidak bertujuan melakukan generalisasi dengan asumsi bahwa setiap peristiwa pada dasarnya bersifat unik, karena itu tidak dapat diperlukan prosedur yang sama yang diterapkan untuk isi dan kasus yang berbeda.

7. Model Analisis Theo Van Leeuwen

Analisis wacana menekankan bahwa wacana adalah bentuk interaksi. Menurut Theo Van Leeuwen, analisis wacana digunakan untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaannya, sementara kalompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk (Eriyanto, 2001: 171).

Analisis Van Leeuwen secara umum menggambarkan bagaimana aktor (seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Menurutnya, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang di keluarkan dalam pemberitaan dan strategi wacana apa yang di pakai untuk itu. Proses pengeluaran ini secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman khalayak akan suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman tertentu.


(2)

23 2. Proses pemasukan (inclusion). Proses ini berhubungan dengan pertanyaan

bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan lewat pemberitaan.

Secara umum, apa yang ingin dilihat dari model Van Leeuwen ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Model Theo Van Leeuwen

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Exclusion

Inclusion

Apakah ada aktor (sesorang / kelompok sosial) yang dihilangkan atau disembunyikan dalam pemberitaan.

Bagaimana strategi yang dilajukan untuk menyembunyikan atau menghilangkan aktor sosial tersebut?

Dari aktor sosial yang disebut dalam berita, bagaimana mereka ditampilkan? Dan dengan strtegi apa pemarjinalan atau pengucilan itu dilakukan?

Sumber, Eriyanto. 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis. Hal.192-193

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif interpretatif dengan dasar analisis wacana. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit kategori seperti dalam analisis isi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).


(3)

24 Dasar analisis wacana adalah interpretasi karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Jadi teks yang dianalisis dapat diamaknai secara berbeda dan dapat ditafsirkan secara beragam oleh peneliti (Sobur, 2006: 70).

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah data penelitian yang terdapat dalam teks media terhadap pemberitaan tentang Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan di harian Jawa Pos edisi April 2010. Berdasarkan pengumpulan dan penyusunan data yang telah dianalisis, hasil analisis yang ditemukan oleh peneliti adalah sebanyak 9 teks berita dan akan diteliti sesuai teknik analisis data penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti lebih menganalisis pada teks berita dan melihat kalimat atau kata yang mengandung makna dengan menggunakan metode analisis wacana Theo Van Leeuwen.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer, diperoleh dengan cara mengumpulkan data yaitu berita-berita yang ada di harian Jawa Pos periode April 2010 yang terkait dengan Kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan yang telah dipilih sesuai ruang lingkup penelitian.

b. Data Sekunder, diperoleh dengan riset kepustakaan (studi literatur) dan mengumpulkan bahan-bahan referensi lain yang sesuai dengan konteks


(4)

25 permasalahan penelitian, serta dibantu dengan media online yang relevan guna melengkapi referensi untuk memperkuat dan menunjang kelengkapan data.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dari penelitian ini menggunakan analisis wacana dengan mengacu pada analisis wacana model Theo Van Leeuwen. Yaitu untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaannya, sementara kalompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk.

a. Exclusion

Ada beberapa strategi bagaimana suatu aktor (seseorang atau kelompok) dikeluarkan dalam pembicaraan. Diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Pasivasi

Eksklusi adalah Suatu isu yang sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya ini adalah proses bagaimana satu kelompok atau aktor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pembicaraan atau wacana. Penghilangan aktor sosial ini untuk melindungi dirinya. Salah satu cara adalah dengan membuat kalimat dalam bentuk pasif.

2. Nominalisasi

Strategi wacana lain yang sering dipakai untuk menghilangkan kelompok atau aktor sosial tertentu adalah lewat nominalisasi. Strategi ini berhubungan


(5)

26 dengan mengubah kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Umumnya dilakukan dengan memberi imbuhan “pe-an”.

3. Penggantian anak kalimat

Pergantian subyek juga dapat dilakukan dengan memakai anak kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai pengganti aktor.

b. Inclusion

Ada beberapa macam strategi wacana yang dilakukan ketika sesuatu, seseorang, atau kelompok ditampilkan dalam teks. Diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Diferensiasi-Indiferensiasi

Suatu peristiwa atau seorang aktor sosial bisa ditampilkan dalam teks secara mandiri, sebagai suatu peristiwa yang unik atau khas, tetapi bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan peristiwa atau kelompok atau aktor lain dalam teks.

2. Objektivasi-Abstraksi

Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi mengenai suatu peristiwa atau aktor sosial ditampilkan dengan member petunjuk yang konkret ataukah yang ditampilkan adalah abstraksi.

3. Nominasi-Kategorisasi

Dalam suatu pemberitaan mengenai aktor (seseorang/kelompok) atau mengenai suatu permasalahan, seringkali terjadi pilihan apakah aktor tersebut ditampilkan apa adanya, ataukah yang disebut adalah kategori dari aktor sosial tersebut. Kategori ini bisa macam-macam, yang menunjukkan ciri penting dari seseorang: bisa berupa agama, status, bentuk fisik, dan sebagainya.


(6)

27 4. Nominasi-Identifikasi

Strategi wacana ini hampir mirip dengan kategorisasi, yakni bagaimana suatu kelompok, peristiwa, atau tindakan tertentu didefinisikan. Bedanya dalam identifikasi, proses pendefinisian itu dilakukan dengan memberi anak kalimat sebagai penjelas.

5. Determinasi-Indeterminasi

Dalam pemberitaan sering kali aktor atau peristiwa disebutkan secara jelas, tetapi sering kali juga tidak jelas (anonim). Ini bisa dikarenakan pemberitaan tersebut belum jelas atau mendapat bukti yang cukup. Tetapi bisa juga karena ada ketakutan struktural sehingga aktor tidak disebutkan secara jelas.

6. Asimilasi-Individualisasi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor sosial yang diberitakan ditunjukkan dengan jelas kategorinya atau tidak. Asimilasi terjadi ketika dalam pemberitaan bukan kategori aktor sosial yang spesifik disebut dalam berita tetapi komuniktas atau kelompok sosial dimana seseorang tersebut berada.

7. Asosiasi-Disosiasi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor atau suatu pihak ditampilkan sendiri ataukah ia dihubungkan dengan kelompok lain yang lebih besar.


Dokumen yang terkait

KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KASUS KEMATIAN AKTIVIS HAM MUNIR Analisis Framing Pada Harian Jawa Pos dan RepublikaEdisi 28 Maret­ 6 April 2005

0 6 2

KONSTRUKSI MEDIA DALAM PEMBERITAAN TENTANG KEKERASAN TKI di MALAYSIA (Analisis Framing pada harian Jawa Pos dan Kompas periode September 2010)

3 17 41

Analisis framing pemberitaan kasus gayus tambunan di Republika dan Media Indonesia periode November 2010

0 19 141

KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAMPEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAM PEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Berita Kasus Mafia Pajak Gayus Hal

0 2 18

PENDAHULUAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAM PEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Berita Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan P Tambunan Ditinjau dari Kualitas Isi Berita pada Surat Kabar Harian Kompas dan Koran

0 4 33

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAM PEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Berita Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan P Tambunan Ditinjau dari Kualitas Isi Berita pada Surat Kabar Harian K

0 3 16

KESIMPULAN DAN SARAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAM PEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Berita Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan P Tambunan Ditinjau dari Kualitas Isi Berita pada Surat Kabar Harian Kompas

0 2 97

PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS.

0 0 89

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP MAKELAR KASUS PAJAK PASCA PEMBERITAAN GAYUS TAMBUNAN DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Sikap Masyarakat Terhadap Makelar Kasus Pajak Pasca Pemberitaan Gayus Tambunan Di Surat Kabar Jawa Pos).

1 2 96

PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS SKRIPSI

0 0 24