Kondisi La Nina 1988–1989 Analisis

23

4.3.2 Kondisi La Nina 1988–1989

Keberadaan gelombang Kelvin dilakukan dengan membandingkan osilasi simetris angin zonal Gambar 14a dengan osilasi simetris angin meridional Lampiran 3b. Pada periode SON 1988 di tropopause benua Amerika bagian timur tidak terdapat gelombang Kelvin karena terdapat osilasi angin meridional. Sementara itu, di atas Samudra Pasifik pada periode yang sama terdapat osilasi angin meridional yang sangat kecil dibandingkan dengan osilasi angin zonal, sehingga di atas Samudra Pasifik terdapat gelombang Kelvin. Pada periode DJF 1989 di atas Samudra Pasifik bagian tengah sekitar 150 o BB tidak terdapat gelombang Kelvin karena terdapat osilasi angin meridional pada wilayah yang sama. Tidak adanya gelombang Kelvin ditandai dengan kotak hitam pada Gambar 14a. Secara umum saat Kondisi La Nina energi gelombang Kelvin kuat di atas kepulauan Indonesia. Kuatnya energi gelombang Kelvin di atas Indonesia bersesuaian dengan pusat keawanan yang tinggi OLR rendah Lampiran 1b. Hal ini mengindikasikan bahwa di tropopause gelombang Kelvin dapat dibangkitkan oleh awan-awan konvektif. Selain di atas wilayah Indonesia, energi gelombang Kelvin juga kuat di atas Samudra Pasifik. Distribusi spasial OLR menunjukkan bahwa keawanan di atas Samudra Pasifik jauh lebih kecil dibanding wilayah Indonesia, tetapi terdapat energi gelombang Kelvin yang relatif kuat. Untuk menganalisis hal ini perlu kajian yang lebih mendalam secara kuantitatif dengan mempertimbangkan gaya pembangkit dari gelombang Kelvin. STSA menunjukkan bahwa terdapat aktivitas gelombang Kelvin pada frekuensi 0.05–0.1 siklus perhari dan jumlah gelombang zonal 1–2. Nilai STSA ini menunjukkan aktivitas gelombang Kelvin dalam satu pita tropik keliling bumi. Aktivitas gelombang Kelvin pada periode SON 1988 lebih besar dibanding periode DJF 1989 Lampiran 7. Gambar 13a dan 14a menunjukkan pada periode SON energi gelombang Kelvin saat kondisi Normal menguat di atas kepulauan Indonesia bagian barat dan timur serta di Samudra Atlantik. Pada kondisi La Nina energi gelombang Kelvin di atas wilayah Indonesia bagian tengah lebih kuat dibandingkan dengan kondisi Normal. Distribusi OLR menunjukkan bahwa tingkat keawanan di atas wilayah Indonesia pada kondisi La Nina lebih tinggi dibandingkan saat kondisi Normal. Di atas Samudra Pasifik bagian tengah energi gelombang Kelvin relatif kuat saat kondisi La Nina, sedangkan saat Normal di wilayah tersebut energi gelombang Kelvin lemah. a b Gambar 14 Gelombang Kelvin pada level a 100 mb dan b 50 mb saat kondisi La Nina 1988– 1989 kotak hitam menandakan bukan gelombang Kelvin. 24 Pada periode DJF energi gelombang Kelvin kuat di atas wilayah Indonesia dan Samudra Hindia saat kondisi Normal maupun La Nina. Di samping itu, saat kondisi La Nina energi gelombang Kelvin juga kuat di atas Samudra Pasifik yang tidak terdapat saat kondisi Normal. Secara umum, karakteristik energi gelombang Kelvin di tropopause saat kondisi La Nina hampir sama dengan saat kondisi Normal, yaitu menguat di atas wilayah sekitar kepulauan Indonesia, tetapi pada saat La Nina energi gelombang Kelvin juga menguat di atas Samudra Pasifik. Keberadaan gelombang Kelvin di lapisan stratosfer-bawah 50 mb dilakukan dengan membandingkan Lampiran 2b dan Gambar 14b. Kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa osilasi angin meridional sangat kecil dibandingkan dengan osilasi angin zonal dan osilasi angin zonal meluruh seiring semakin menjauh dari ekuator. Oleh karena itu, saat kondisi La Nina terdapat aktivitas gelombang Kelvin di lapisan stratosfer-bawah. Hasil STSA Lampiran 6 juga menunjukkan bahwa terdapat aktivitas gelombang Kelvin saat La Nina pada frekuensi 0.05–0.1 siklus perhari dengan jumlah gelombang zonal 1–2 ditandai dengan nilai spektrum daya yang relatif tinggi kontur berwarna hijau. Energi gelombang Kelvin di tropopause lebih kuat daripada stratosfer-bawah karena lapisan tropopause lebih dekat dengan sumber pemicu dan merupakan lapisan yang stabil. Fase baratan QBO di level 50 mb terjadi sejak awal tahun 1988 Gambar 9a, sehingga pada periode SON 1988–DJF 1989 di bawah level 50 mb didominasi oleh fase baratan QBO. Berdasarkan hasil penelitian Yang et al. 2011, 2012 aliran QBO baratan akan memfilter perambatan ke atas dari energi gelombang Kelvin, sehingga energi gelombang Kelvin yang sampai di level 50 mb pada periode SON 1988–DJF 1989 Gambar 14 b lebih kecil dari pada periode MAM 1990–JJA 1990 Gambar 13b. 4.3.3 Kondisi El Nino 1997–1998 Untuk menguji keberadaan gelombang Kelvin saat kondisi El Nino dengan membandingkan Gambar 15a dan Lampiran 3c. Pada periode SON 1997 di atas Samudra Pasifik bagian tengah sampai Benua Amerika tidak terdapat gelombang Kelvin karena osilasi angin zonal tidak meluruh secara meridional seiring menjauh dari ekuator. Begitu juga pada saat periode DJF 1998 karena osilasi angin zonal tidak meluruh maka di atas Samudra Pasifik dan Benua Amerika bagian timur tidak terdapat gelombang Kelvin. Tidak terdapatnya gelombang Kelvin ditandai dengan kotak hitam pada Gambar 15a. Energi gelombang Kelvin dalam satu pita tropik pada periode SON 1997 tidak terlalu kuat. Di samping itu, energi gelombang Kelvin di atas Indonesia lemah, sedangkan energi gelombang Kelvin yang relatif lebih kuat berada di atas Samudra Hindia, Pasifik bagian barat, dan Samudra Atlantik. Pada periode DJF 1998 energi gelombang Kelvin dalam satu pita tropik lebih kuat dari periode SON 1997. Energi gelombang Kelvin di atas wilayah Indonesia lemah, sedangkan energi gelombang Kelvin yang kuat berada di Samudra Hindia, Pasifik bagian barat, Benua Amerika, dan Samudra Atlantik. Energi gelombang Kelvin yang kuat bersesuaian dengan pusat awan konvektif ditandai oleh OLR rendah pada distribusi OLR Lampiran 1c. Saat kondisi El Nino pusat awan konvektif berpindah dari kepulauan Indonesia ke wilayah Pasifik dan umumnya wilayah Indonesia mengalami kekeringan. Faktor pemicu gelombang atmosfer berupa awan konvektif yang pindah ke Pasifik bersesuaian dengan energi gelombang Kelvin kuat yang pindah ke wilayah yang sama. Karakteristik gelombang Kelvin di tropopause saat kondisi El Nino berbeda dibanding saat kondisi Normal. Saat kondisi Normal energi gelombang yang kuat berada di atas kepulauan Indonesia, sedangkan saat kondisi El Nino energi gelombang Kelvin yang kuat lebih bergeser ke timur dibandingkan saat kondisi Normal, berpindah ke wilayah Pasifik bagian barat mengikuti pusat awan konvektif. Hasil STSA di tropopause menunjukkan adanya aktivitas gelombang Kelvin dengan frekuensi 0.05–0.1 siklus perhari dan jumlah gelombang zonal 1–2 ditunjukkan oleh nilai spektrum daya yang tinggi ditandai dengan kontur berwarna hijau Lampiran 9. Gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa aktivitas gelombang Kelvin pada periode DJF 1998 lebih besar dibanding SON 1997. Keberadaan gelombang Kelvin di level 50 mb saat kondisi El Nino dapat diuji dengan membandingkan Gambar 15b dan Lampiran 2c. Kedua gambar tersebut memperlihatkan osilasi angin meridional jauh lebih lecil dibandingkan dengan osilasi angin zonal. Di samping itu, osilasi angin zonal meluruh seiring dengan semakin menjauh dari ekuator. 25 a b Gambar 15 Gelombang Kelvin pada level a 100 mb dan b 50 mb saat kondisi El Nino 1997– 1998 kotak hitam menandakan bukan gelombang Kelvin. Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, terdapat aktivitas gelombang Kelvin di stratosfer-bawah saat kondisi El Nino dalam satu pita tropik. Hasil STSA Lampiran 8 menunjukkan bahwa terdapat aktivitas gelombang Kelvin pada frekuensi 0.05–0.1 siklus perhari dengan jumlah gelombang zonal 1–2 ditandai dengan nilai spektrum daya yang relatif tinggi warna hijau. Selain itu, dalam satu pita tropik aktivitas gelombang Kelvin pada periode SON 1997 lebih besar daripada periode DJF 1998. Gambar 15a dan 15b menunjukkan bahwa energi gelombang Kelvin pada lapisan tropopause lebih kuat daripada lapisan stratosfer-bawah disebabkan lapisan tropopause lebih dekat dengan sumber pemicu dan merupakan lapisan yang stabil. Saat kondisi El Nino fase baratan QBO dimulai sejak periode JJA 1997 Gambar 11a. Perambatan QBO ke bawah dengan laju 1 kmbulan menyebabkan penyerapan fluks momentum gelombang Kelvin oleh aliran dasar baratan pada periode SON 1997 terjadi di bawah level 50 mb, sehingga energi gelombang Kelvin yang sampai pada level 50 mb pada periode SON 1997–DJF 1998 lebih kecil dari periode MAM 1990–JJA 1990. 4.4 Analisis Struktur Vertikal Gelombang Kelvin Telah ditunjukkan dari subbab 4.3 bahwa energi gelombang Kelvin di tropopause lebih kuat daripada stratosfer-bawah karena tropopause merupakan level yang stabil dan dekat dengan sumber pemicu. Gelombang Kelvin merambatkan energinya dalam arah vertikal ke atas, sehingga analisis dilakukan pada level 100 mb dan 50 mb. Analisis struktur vertikal gelombang Kelvin menggunakan cross spectrum spektrum silang untuk menganalisis perambatan fase dan energi gelombang Kelvin secara vertikal. Dengan menggunakan nilai koherensi squared coherency dan spektrum fase phase spectrum diharapkan dapat menganalisis struktur vertikal gelombang Kelvin. Koherensi hampir mirip dengan korelasi dengan batas nilai 0 sampai 1. Nilai 1 menunjukkan korelasi positif yang sempurna, sedangkan nilai 0 menunjukkan korelasi yang lemah. Nilai spektrum fase menunjukkan perambatan fase gelombang Kelvin. Nilai negatif dari spektrum fase mempunyai arti fase gelombang secara vertikal merambat ke bawah tanda bahwa energi dirambatkan ke atas. Pengujian dilakukan di beberapa titik di ekuator yang energi gelombang Kelvin di titik-titik tersebut cukup kuat gambar 13–15.

4.4.1 Kondisi Normal 1990