Mekanik, optik, kimia, elektronik, dinamik, termik Secara umum, semua bangunan sipil dirancang untuk sesuai dengan fungsi
tujuan dengan mengindahkan persyaratan- persyaratan kekuatan, kekakuan, kestabilan, daktalitas dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan. Namun setelah
bangunan berdiri, terjadi kerusakan yang berakibat persyaratan- persyaratan tersebut tidak terpenuhi lagi. Jika bangunan tidak segera ditangani perbaikan atau
perkuatannya, kerusakan dapat berlanjut lebih parah lagi. Agar bangunan yang sudah rusak dapat terus difungsikan, diperlukan tindakan
rehabilitasi yang dapat berupa perbaikan retrofit atau perkuatan strengthening . Dengan dilaksanakannya repair pada bangunan tersebut diharapkan bangunan dapat
berfungsi dengan baik selama umur layanan dan dapat bertahan untuk waktu yang relatif lama, dengan catatan bangunan harus selalu diperhatikan dan dipelihara dengan
baik termasuk pemeliharaan lingkungan disekitarnya.
2.3.3 Kegagalan Bangunan Jalan dan Jembatan
1 Pendahuluan Tuntutan masyarakat akan layanan transportasi semakin meningkat terus
sebagai akibat langsung dari mobilitas manusia dan barang yang meningkat hari demi hari, efektifitas layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana dan
prasarana transportasi itu sendiri. Prasarana transportasi jalan dan jembatan merupakan salah satu produk dari kegiatan jasa konstruksi sehingga proses
pembangunan prasarana transportasi harus mengacu Undang-Undang yang berlaku. Kegagalan bangunan jalan dan jembatan akan menghambat pelayanan
transportasi sehingga keempat unsur yang terkait dengan pembangunan perencana, pengawas, pelaksana dan pengguna harus dapat diminta pertanggung jawabnya
sesuai dengan tugas dan kewenangannya, maka untuk itu perlindungan terhadap kegagalan bangunan sangatlah diperlukan.
2 Definisi Kegagalan Bangunan Menurut Undang-Undang no.18 tahun 1999 dan PP 29 tahun 2000, Definisi
Kegagalan Bangunan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat,
keselamatan dan kesehatan kerja danatau keselamatan umum, sebagai akibat
kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Jalan dan jembatan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu lintas. Dengan demikian jalan dan jembatan direncanakan agar dapat memberi
pelayanan terhadap perpindahan kendaraan dari suatu tempat ketempat lain dengan waktu yang sesingkat mungkin dengan persyaratan nyaman dan aman comfortable
and safe. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan speed adalah merupakan faktor yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai apakah suatu
jalanjembatan mengalami kegagalan fungsi bangunan atau tidak. Secara khusus definisi kegagalan bangunan untuk jalan dan jembatan adalah
suatu kondisi dimana bangunan jalan dan jembatan tidak mampu melayani pengguna jalan sesuai dengan kecepatan rencana secara nyaman dan aman.
3 Penanggung Jawab Kegagalan Bangunan Kegagalan bangunan dari segi tanggung jawab dapat dikenakan kepada
institusi maupun orang perseorangan, yang melibatkan keempat unsur yang terkait yaitu :
a Menurut Undang-undang No. 18 tahun 1999, pasal 26, ketiga unsur utama proyek yaitu: Perencana, Pengawas dan Kontraktor pembangun.
b Menurut pasal 27, jika disebabkan karena kesalahan pengguna jasabangunan dalam pengelolaan dan menyebabkan kerugian pihak lain, maka pengguna
jasabangunan wajib bertanggung-jawab dan dikenai ganti rugi. Penyebab kegagalan perencana umumnya disebabkan oleh :
a Tidak mengikuti TOR, b Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang berlaku,
c Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik, d Kesalahan atau kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data
perencanaan dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu komponen konstruksi,
e Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup dan akurat,
f Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana misalnya beban rencana dalam perencanaan,
g Terjadi kesalahan perhitungan arithmatik h Kesalahan gambar rencana.
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar, b Tidak mengikuti TOR,
c Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, d Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode
konstruksi yang benar, e Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung perhitungan teknis.
Penyebab kegagalan pelaksana umumnya disebabkan oleh: a Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak,
b Salah mengartikan spesifikasi, c Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar,
d Tidak menggunakan material yang benar, e Salah membuat metode kerja,
f Salah membuat gambar kerja, g Pemalsuan data profesi,
h Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah.
Penyebab kegagalan pengguna bangunan umumnya disebabkan oleh : a Penggunaan bangunanan yang melebihi kapasitas rencana,
b Penggunaan bangunan di luar dari peruntukan rencana, c Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program pemeliharaan yang
sudah ditetapkan, d Penggunaan bangunan yang sudah habis umur rencananya.
4 Elemen-lemen Bangunan Yang Potensial Memberi Kontribusi Terhadap Kegagalan Bangunan
Kekurang memadainya elemen-elemen dari jalan dan jembatan yang secara langsung akan mempengaruhi mutu pelayanan dan kinerja dari prasarana tranportasi
yang akan mememberi konstribusi terhadap kegagalan bangunan. Secara umum konstruksi dari Jalan sedikit berbeda dengan Jembatan, sehingga pengelompokan
elemen elemen yang berpengaruh terhadap kecepatan berbeda pula.
5 Kegagalan Bangunan Jalan a Geoteknik
Kegiatan di bidang geoteknik mencakup mulai dari pemilihan trace jalan, penyiapan badan jalan, timbunan, galian sampai pada penyiapan tanah dasar
subgrade. Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa : Longsoran badan jalan sebagai akibat salah pemilihan trase jalan pada daerah
yang labil dari segi geologi, Longsoran lereng timbunan embankment slope,
Longsoran tebing galian cutting slope,
Penurunan atau kegagalan daya dukung tanah dasar, dan sebagainya.
b Geometrik Kegiatan di bidang geometrik mencakup perencanaan alinyemen baik vertikal
maupun horizontal. Semua besaran dari elemen elemen geometrik sangat tergantung dari kelas jalan tersebut yang akan mempengaruhi besaran kecepatan
rencana design speed. Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa : Lebar lajur lalu lintas yang terlalu sempit,
Jari jari tikungan yang terlalu kecil, Jarak pandang henti dan menyiap terlalu pendek,
Superelevasi yang tidak memadai, Landai kritis yang terlalu besar,
Cross fall yang tidak memenuhi syarat, Bahu yang terlalu sempit,
dan sebagainya.
c Perkerasan Kegiatan di bidang perkerasan mencakup mulai dari pemilihan bahan lapis
pondasi bawah, lapis pondasi atas dan lapis penutup sub base, base and wearing course, juga mencakup perhitungan tebal perkerasan tebal masing masing
lapisan berdasarkan perkiraan beban rencana untuk suatu umur rencana tertentu. Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa :
Stripping, Differential settlement,
Pothole, Permanent deformation,
Cracks, Polishing,
Rutting, dan sebagainya.
Besaran dari semua faktor diatas adalah mutu dari permukaan jalan riding quality dalam bentuk parameter “Kekasaran” Roughness dan “Kekesatan” Skid
Resistance.
d Drainase dan Perlengkapan Jalan
Kegiatan di bidang drainase dan meliputi pembuatan saluran samping, gorong gorong, guide post, guard rail, rambu lalu-lintas dll. Dengan demikian kegagalan
bangunan di bidang ini dapat berupa : Saluran samping tidak mampu memuat debit air sehingga jalan terendam air
untuk suatu perioda tertentu, Gorong gorong terlalu kecil sehingga air melimpas lewat perkerasan
Guard rail yang tidak memadai atau tidak ada pada tempat yang membutuhkan,
Guide post yang tidak memadai atau tidak pada tempat yang membutuhkan, Rambu lalu lintas yang tidak memadai baik dari segi jumlah maupun dari segi
ketepatan jenis rambu lalu lintas yang dibutuhkan, dan sebagainya.
6 Kegagalan Bangunan Jembatan a Bangunan Bawah
Pondasi adalah merupakan bagian yang paling penting dari bangunan bawah struktur jembatan yang harus meneruskan beban kendaraan serta bagian-bagian
diatasnya ke lapisan tanah. Kegagalan bangunan bawah pilar atau abutmen terjadi apabila keruntuhan atau amblasnya bangunan bawah tersebut dan atau
terjadi keretakan struktural yang berpengaruh terhadap fungsi struktur bangunan atas. Kegagalan pondasi dibagi sesuai dengan jenis pondasi yaitu:
Pondasi Langsung, kegagalan pada pondasi langsung secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami:
Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah daripada elevasi rencana.
Miring, berarti posisi pondasi langsung tersebut tidak sesuai dengan posisi vertikal rencana.
Puntir, berarti terjadinya suatu amblas yang disertai posisi miring yang tidak beraturan .
Pondasi sumuran, kegagalan pondasi sumuran secara fisik sama dengan Pondasi Langsung.
Pondasi Tiang Pancang Beton Baja, kegagalan pondasi tiang pancang beton baja secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami:
Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah daripada elevasi rencana.
Patah, yaitu kondisi dimana tidak ada kesatuan antara tiang dan poor bangunan bawah yang mengakibatkan tiang pancang tidak berfungsi, atau
tiang pancang beton mengalami retak struktural.
b Bangunan Atas Kegagalan Bangunan Atas Jembatan dapat dibagi sesuai dengan jenis bangunan
atas yaitu: Retak Struktural
Unsur retak akan mempengaruhi kekuatan struktur adalah lebarnya dan kedalaman retak yang terjadi. Lebar retak yang berlebihan, disamping akan
secara langsung mengurangi kekuatan struktur juga akan memberikan peluang udara dan air yang akan mengakibatkan terjadinya korosi yang pada akhirnya
juga mengurangi kekuatan struktrur. Maka oleh karena itu lebar maksimum dan kedalaman retak harus dibatasi. Besarnya kedalaman maksimum retak
yang diizinkan adalah proporsional dengan tebal struktur itu sendiri. Lendutan
Lendutan yang berlebihan, disamping akan mempengaruhi kekuatan struktur juga mempunyai dampak psikologis bagi sipengendara. Besarnya lendutan
maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan bentang jembatan yang bersangkutan.
Getaran Goyangan Amplitudo getaran harus dibatasi sedemikian rupa, baik akibat angin maupun
pergerakan lalu lintas disamping sehingga masih memenuhi persyaratan baik dari segi stabilitas struktur maupun dari dari kenyamanan sipengendara.
Besarnya amplitudo getaran maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan bentang jembatan yang bersangkutan.
Kerusakan Lantai Kendaraan Kerusakan lantai kendaran berupa retak, terkelupas dan atau pecah akan
berpengaruh secara langsung terhadap riding quality lantai kendaraan yang menyebabkan kenyaman sipengendara akan berkurang. Maka. luas kerusakan
dibatasi tidak boleh melebihi angka yang dipersyaratkan yaitu persentase luas yang rusak terhadap suatu luas segmen yang ditinjau.
Tumpuan Bearing Kerusakan tumpuan pada derajat tertentu akan mempengaruhi sistem
pendukungan tumpuan terhadap beban yang pada akhirnya sistem distribusi beban berubah. Oleh sebab itu tingkat kerusakan tumpuan ini harus dibatasi
sehinga tidak sampai merubah sistem pembebanan original. Besarnya tingkat kerusakan maksimum yang diizinkan tergantung dari jenis tumpuan itu
sendiri. Expansion Joint
Kerusakan expansion joint yang berupa robek atau terkelupasnya joint sealantnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan struktur. Namun akan
sangat berbahaya jika lubang yang yang terjadi cukup besar yang dapat mengakibatkan bahaya bagi kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Oleh karena itu tingkat kerusakan expansion joint ini harus sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kepada pengendara kendaraan.
7 Acuan Standar Standar yang dipergunakan adalah standar yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
Republik Indonesia yang sudah mendapat status “Standar Nasional Indonesia” SNI, Rancangan Standar Nasional Indonesia RSNI dan Standar standar yang
telah dikeluarkan oleh Dit.Jen. Prasarana Wilaya Dit.Jen. Binamarga yang masih dalam proses menuju RSNI dan SNI. Khusus untuk pekerjaan Jalan dan Jembatan,
SNI maupun RSNI yang sudah ada sebagian besar merujuk kepada Standar- standar yang sudah dikenal secara internasional world wide mis. AASHTO,
ASTM , BS, NAASRA dll. Standar standar tersebut dapat berupa “Metoda”, “Tata Cara” dan “Spesifikasi”.
8 Parameter Yang Diukur dan Persyaratannya Persyaratan spesifikasi yang diperlukan oleh parameter-parameter dari elemen
elemen yang potensial terhadap kegagalan bangunan dapat bersifat sangat relatif, untuk jalan tergantung dari kecepatan rencana dan volume kendaraan yang lewat
LHR yang akan menentukan kelas jalan tersebut, dan untuk jembatan tergantung dari jenis dan tipe jembatan, dimana jenis dan tipe ini dapat dipengaruhi oleh
panjang bentang jembatan tersebut. Persyaratan dalam bentuk nilai nominal parameter parameter dari Elemen Elemen
Bangunan Jalan dan Jembatan yang potensial memberi kontribusi terhadap Kegagalan Bangunan beserta Acuan Standar sedang dalam proses penyusunan.
2.3.4 Contoh Kasus