Hutang / Pinjaman BMT

Hutang / Pinjaman BMT
Penanya:
Soedjarwo,
Desa Randu, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Pertanyaan:
Seseorang warga Muhammadiyah merintis BMT dengan modal Rp 2.000.000,00 (dua
juta rupiah). Uang tersebut dipinjamkan kepada para pedagang kecil di pasar desa yang hari
pasarannya Pon dan Kliwon. Rata-rata para pedagang meminjam uang Rp 100.000,00 (seratus
ribu rupiah). Untuk menghindari riba, dia tidak menentukan jasa dengan prosentase, tetapi hanya
terserah peminjam dengan sukarela, sehingga ada yang memberikan sebahagian keuntungannya
Rp 1.000,00 (seribu rupiah) dan ada yang memberikan Rp 500,00 (lima ratus rupiah) setiap
pasaran, bahkan ada yang tidak memberikan keuntungan. Namun setelah dihitung dalam satu
bulan, keuntungan yang masuk justru lebih banyak jika dibandingkan dengan pinjam uang di
BRI yang bunganya 2 % setiap bulan. Apakah usaha seperti ini tidak haram, sedangkan bunga
Bank Pemerintah yang rendah saja masih syubhat menurut HPT? Mohon penjelasan!
Jawaban:
Memberi pinjaman atau hutang kepada orang yang sedang membutuhkan merupakan
salah satu bentuk pemberian pertolongan kepada orang lain, sehingga dapat dimasukkan sebagai
amal kebajikan. Dalam hadits disebutkan:

‫ع ْن أبي ه ْي رضي ه ع ْه ق ق رسو ه ص ّ ه ع يْه س ّم م ْن نفّس ع ْن م ْؤمن ُ ْ ب‬

‫م ْن ُ ال ّدنْي نفّس ه ع ْه ُ ْ ب م ْن ُ ي ْو ْالقي م م ْن ي ّس ع معْس ي ّس ه ع يْه في‬
‫ال ّدنْي اْآخ م ْن ست م ْس ست ه في ال ّد ْني اْآخ ه في ع ْو ْالع ْد م ُ ْالع ْد في‬
.]‫ [ر ا مس م‬.‫ع ْو أخيه‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa yang melapangkan nafas seorang mukmin dari suatu kesusahan di antara
kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan melapangkan nafas orang itu dari suatu
kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari akhirat; dan barangsiapa yang mempermudah
bagi orang yang mendapat kesukaran, maka Allah akan memudahkan orang itu di dunia dan
akhirat; dan barangsiapa yang menutup cela seorang muslim, maka Allah akan menutup cela
(kesalahan)nya di dunia dan di akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hambaNya selalu menolong saudaranya.” [HR. Muslim].

ّ ‫ق ْ ض م ّ َيْن ِا‬

‫م ْس‬

‫م م ْن م ْس م ي ْق‬

‫ي ص ّ ه ع يْه س ّم ق‬
ّ ّ ‫عن ابْن مسْعو أ ّ ال‬
.]‫ [ر ا ابن م جه‬. ّ ‫ُ ُ دقت م‬


Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud, bahwa Nabi saw bersabda: Tidak ada seorang
muslim yang memberi hutang kepada orang Islam yang lain sebanyak dua kali, kecuali
perbuatannya itu seperti shadaqah satu kali.” [HR. Ibnu Majah].

Demikian halnya orang yang berhutang dianjurkan agar melebihkan dari hutangnya di
kala melakukan pembayaran atau pelunasan. Dalam hadits disebutkan:

‫ع ْن أبي ه ْي رضي ه ع ْه ق ُ ل جل ع ال ّ ّي ص ّ ه ع يْه س ّم س ّن م ْن ْاإبل‬
‫فج ء يتق ض فق أ ْعطو فط وا س ّه ف ْم يجد ا له ِاّ س ّ ف ْوق فق أ ْعطو فق أ ْ فيْت ي‬
.]‫ [ر ا ال ر مس م‬.‫أ ْ ف ه بك ق ال ّ ّي ص ّ ه ع يْه س ّم ِ ّ خي رُ ْم أحْ س ْم قض ء‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Seorang laki-laki memiliki piutang
terhadap Nabi saw seekor unta muda. Ia mendatangi Nabi saw dan menagih pelunasannya.
Kemudian Nabi saw bersabda: Berikan pelunasan kepada orang itu. Kemudian para shahabat
mencari unta muda milik Nabi saw, namun tidak mendapatkannya kecuali unta yang lebih tua
(besar). Kemudian Nabi saw bersabda: Berikan kepadanya. Ia berkata: Engkau telah berbuat
yang sangat sempurna terhadapku, semoga Allah selalu memberikan kesempurnaan kepada
anda. Nabi saw bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang berbuat baik
dalam melunasi hutang.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].


‫ [ر ا‬.‫ا ني‬

‫لي ع يْه ي ٌْن فقض ني‬

ُ ‫ي ص ّ ه ع يْه س ّم‬
ّ ّ ‫ع ْن ج ب ق أَيْت ال‬
.]‫ال ر مس م‬

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir ra, ia berkata: Saya mendatangi Nabi saw dan beliau
mempunyai hutang terhadapku, kemudian beliau melunasi dan memberi tambahan kepadaku.”
[HR. al-Bukhari dan Muslim].
Berdasarkan ajaran Rasulullah saw di atas para ulama sepakat mengkategorikan hutang
piutang sebagai akad tabarru’, yaitu akad yang semata-mata bertujuan untuk mengharap ridla
Allah Swt, tidak untuk mencari keuntungan materi sedikit pun. Dengan kata lain akad yang
semata-mata berorientasi kepada sosial bukan berorientasi kepada profit atau keuntungan.
Menyimak pertanyaan yang saudara ajukan, tampaknya pemberian hutang yang
dilakukan seseorang warga Muhammadiyah yang saudara sebutkan, tidak termasuk kepada akad
tabarru’ ini. Oleh karena itu jika orang tersebut ingin merintis mendirikan BMT, pinjaman
tersebut hendaknya dilakukan secara transparan yakni dengan akad yang jelas, yang dalam hal
ini dapat diwujudkan dengan akad mudlarabah (bagi hasil).

Akad mudlarabah ialah akad yang dilakukan oleh dua pihak atau dua orang dimana salah
satu pihak atau salah seorang menyerahkan sejumlah uang kepada pihak atau orang lain untuk
dijadikan modal dalam berusaha (berdagang) dengan keuntungan dibagi untuk mereka berdua
berdasarkan kesepakatan; dan jika terjadi kerugian ditanggung pemilik modal. (Lihat as-Sayid
‘Ali Fikri, al-Mu’amalah al-Madiyah wa al-Adabiyah, Juz I, halaman 179). Dengan ungkapan
lain dapat dikatakan bahwa mudlarabah adalah akad kerjasama untuk melakukan usaha (dagang)
antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal (shahibul mal),
sedang pihak kedua menjadi pengelolanya (mudlarib). Keuntungan dari usaha yang dilakukan
pihak kedua, dibagi menurut kesepakatan sesuai yang tertuang pada waktu akad. Sedangkan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kecurangan,
kelalaian, keteledoran atau kecerobohan pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena

kecurangan, kelalaian, keteledoran atau kecerobohan pengelola, maka pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut (lihat: Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari
Teori ke Praktek, halaman 90).
Wallahu a‘lam bish-shawab. *dw)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com