Prolog Bagian Pertama Sihir - Masa Lalu. Bagian Kedua – Persimpangan. Bagian Ketiga – Lompatan waktu.

xxxiii menyebabkan tokoh utama, Abdullah Sattar alias Jarot, mengalami perubahan dalam kehidupannya. Pembagian Bab

1. Prolog

Prolog merupakan bagian pembukaan yang terdapat pada sandiwara, musik, pidato dan sebagainya Hasan, et.al.2005: 898. Prolog berjudul Prawayang merupakan isi Lontar Lokapala dari Wisrawana kepada ayahnya, Begawan Wisrawa. Prolog tersebut bermuatan Sastra Gendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

2. Bagian Pertama Sihir - Masa Lalu.

Bagian ini menceritakan pergulatan Jarot dalam mencari jati dirinya. Kehidupan masa kecil di pesantren, membuatnya menjadi sosok yang agamis. Tetapi ketika beranjak remaja, Jarot mulai senang mempelajari klenik. Hal ini pernah menyebabkan Jarot berkelahi dengan ayahnya. Ketika memasuki sekolah negeri adalah masa pemberontakan Jarot di mulai karena dari seluruh keluarga besarnya tidak ada yang mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Perjalanan 10 km ke sekolah negeri pun di lewatinya dengan senang. Masa-masa inilah Jarot mulai mengenal cinta dan klenik.

3. Bagian Kedua – Persimpangan.

Bagian Kedua merupakan kebingungan Jarot akan dirinya untuk memutuskan antara pilihan yang buruk. Jarot mulai mengidentifikasikan diri mirip dengan Wisrawa. Padahal Jarot xxxiv diharapkan ayahnya untuk meneruskan tongkat kepemimpinan pondok pesantren sepeninggal Mbah Adnan.

4. Bagian Ketiga – Lompatan waktu.

Bagian Ketiga merupakan cerita pencarian Aida tentang asal-usul ayahnya. Aida menuju ke Surabaya untuk bertemu dengan Teguh, sahabat ayahnya semasa kuliah. Teguh menceritakan awal perkenalannya dengan Jarot kepada Aida sampai akhirnya mereka berdua berpisah. Aida bertemu Jabir ketika berkunjung ke Desa Tanah Abang. Jabir bercerita tentang masa kecil Jarot sehingga Aida mengetahui masa kecil Jarot di pondok pesantren. Jarot kecil sudah dikenal sebagai pemberontak. Keingintahuan tentang budaya klenik Jawa menyebabkan Jarot kehilangan jati diri sebagai orang yang dibesarkan di lingkungan pesantren.

5. Epilog