Tahap Pertama : Al ’ahdu perjanjian yaitu pernyataan dari

23 huruf jar bi, kata al’ahdi dan hi yakni dhomir atau kata ganti dalam hal ini yang kita bahas kata al ‘ahdi oleh Team penerjemah Departemen Agama RI diartikan janji. 15 Menurut Fathurrahman Djamil, istilah al ‘agdu ini dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUHPerdata. 16 Sedangkan istilah al ‘ahdu bisa disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain. 17 Kesepakatan Ahli Hukum Islam Jumhur Ulama mendefinisikan akad adalah suatu perikatan antara ijab dan qobul dengan cara yang di benarkan syar’i yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada obyeknya. 18 Menurut Abdurrauf, al ‘agdu Perikatan Islam bisa terjadi dengan melalui tiga tahap, yaitu :

1. Tahap Pertama : Al ’ahdu perjanjian yaitu pernyataan dari

seseorang untuk melakukan sesuatu dan tidak untuk melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain. 15 Ibid., hlm. 88 16 Fathurrahman Djamil, HukumPerjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman, Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan Pertama,2001, hlm. 75 17 Ibid., hlm. 248. 18 Ahmad Azhar Basyir, 2000, Asas-AsasHukum Muamalat Hukum Perdata Islam, Yogyakarta : UII Press, Edisi Revisi, hlm. 65 24

a. Syarat sahnya suatu al ‘ahdu perjanjian adalah :

Tidak menyalahi hukum syari’ah yang disepakati adanya. Maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang melawan hukum syari’ah, sebab perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum syari’ah adalah tidak sah, dan dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi masing- masing pihak untuk menempati atau melaksanakan perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain apabila isi perjanjian itu merupakan perbuatan yang melawan hukum syari’ah, maka perjanjian yang diadakan dengan sendirinya batal demi hukum. Dasar Hukum tentang batalnya suatu perjanjian yang melawan hukum ini dapat dirujuki ketentuan hukum yang terdapat dalam hadist Rosulullah SAW : “ Kullu Syarthin laisa fi kitabillah hukmillah fahuwa baathilun, wa in kaana maaitu syarthin HR Al Bukhori”. “Segala bentuk persyaratan yang tidak ada dalam Kitab Allah Hukum Allah adalah batal, sekalipun sejuta syarat HR Bukhori ”. 19 19 Sayyid Sabiq, 1983, Fiqhussunah, Jilid III, Beirut : Darul Fikri, Cetakan Keempat, hlm. 101. 25

b. Harus sama ridho dan ada pilihan

Maksudnya akad yang diadakan oleh para pihak haruslah didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-- masing pihak ridhorela akan isi akad tersebut, atau dengan perkataan lain harus merupakan kehendak bebas masing- masing pihak. Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, dengan sendirinya akad yang diadakan tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak didasarkan pada kehendak bebas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

c. Harus Jelas dan Gamblang

Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang tentang apa yang menjadi isi akad, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah mereka perjanjikan dikemudian hari. 20

2. Tahap Kedua : Persetujuan pernyataan setuju dari pihak kedua