Pengaruh pemberian gula, insulin dan lama istirahat sebelum pemotongan pada domba setelah pengangkutan terhadap kualitas daging
PENGAaUH PEMBERIAN GULA, INSULIN DAN LAMA
ISTIRAHAT SEBELUM PEMOTONGAN PADA
DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN
TERHADAP KUALITAS DAGING
SEKOLAH PASCASARJGNA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
SR[ HARTATI C N R A DEW. Pengaruh Pemberian Gula, Insulin dan Lama
Istirahat Sebelum Pernotongan pada Domba setelah Pengangkutan terhadap
Kualitas Daging. Dibimbing oieh EDDIE GURNADI, RUDY PRIYANTO dan
WASMEN MANALU.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian gula,
insulin dan lama istirahat sebelum pemotongan pada domba setelah transportasi
terhadap kuaIitas daging. Penelitian ini menggunakan 54 ekor domba betina
dengan kisaran umur antara 10 dan 12 bulan dan bobot hidup antara 14 dan 1 7 kg.
Domba yang digunakan berasaI dari Pasirangin, Megamendung, Bogor. Penelitian
ini menggunakan rztnmgan acak lengkap pola faktorial 2 x 3 ~ 3 .Faktor pertama
adalah pemberian gula dengm 2 level yaitu level 0 dan 6 @g dari bobot hidup.
Faktor kedua adalah pemberian insulin dengan 3 level yaitu 0, 0,3 dan 0,6 IU per
ekor. Faktor ketiga adalah lama istirahat sebelum pernotongan yang terdiri atas
3 level yaitu 2, 4 dan 6 jam. Masing-masing unit percobaan diulang 3 kali. Peubah
yang diamati pada penelitian ini adalah suhu rektal dan denyut jantung, penurunan
bobot hidup, persentase bobot karkas, kadar glukosa darah, kadar glikogen
daging, kadar asam laktat daging, pH, keempukan, daya mengikat air, smut masak
dan warm daging.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa domba setelah mengalami
penpgkutan suhu rektal, denyut jantung dm kadar glukosa meningkat, domba
yang disuplementasi dengan gula sesudah pengangha kadar glikogen daging
dm kadar asam laktat meningkat tetapi pH daging dan susut rnasak rendah.
Pernberian insulin menurunkrtn kadar glukusa d a d tetapi meningkatkan kadar
glikogen daging. Lama istirahat sebelum pemotongan menurunkm berat hidup
tetapi meningkatkan persentase karkas. Kadar glukosa darah menurun dengan
adanya pengistirahatm sebelum pemotongan. Daya mengikat air, keernpukan dan
warm daging (L, a, b) tidak krbeda nyata.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian gula, insulin dm lama
istirahat sebelum pemotongan pada domba dapt mengurangi p e n g a d negatif
dari stres karena pengangkutan terhadap kualitas daging.
Kata kunci : gda, insulin, periode istirahat, pengangkutan, kuaiit. daging, domba
ABSTRACT
SRI HARTATI CANDRA DEWI. The Effects of Sucrose Supplementation,
Insulin Injection, and Resting Period Prior to Slaughtering on Meat Quality in
Sheep Exposed to Stressful Transportation. Under the direction of EDDIE
GURNADI, RUDI PRIYANTO, and WASMEN MANALU.
An experiment was conducted to study the effects of sucrose
supplementation, insulin injection, and resting period prior to slaughtering on
meat quality in sheep exposed to stressf1.11transportation. FiRy four female local
sheep (10 to 12 months of age) with weight ranging from I4 to 17 kg. The
experimental sheep were assigned into a completely randomized design with a
2 x 3 ~ 3factorial arrangement with 3 replications. The first factor was sucrose
supplementation wih 2 leveb (0 and 6 @g body weight). The second factor was
insulin injection afkr transportation with 3 levels (0, 0,3 and 0-6ILTlkgBW). The
third factor was the duration of resting p e r i d with 3 levels (2,4 and 6 h prior to
slaughtering). Parameters measured were rectal temperature and heart rate, live
weight, carcass percentage, blood glucose concentration, meat glycogen
concentration, meat lactate concentration, meat pH, water holding capacity, meat
tenderness, cooking loss and meat color.
The results of the experiment indicated that sheep supplemented with
sucrose after transportation had higher meat glycogen and lactate concentration
but lower meat pH and cooking loss. Insulin injection decreased blood glucose
concentration but increased meat glycogen and lactate concentration. The longer
the resting period prior to slaughtering the lower the live weight but the higher
carcass percentage. B l d glucose concentration decreased with the increased
resting period prior to slaughtering. Water holding capacity, meat tenderness and
meat colour did nor show significant differences.
It was concluded that sucrose supplementation, insulin injection, and
resting period prior to slaughtering in sheep exposed to stressful transportation
could improve meat quality.
Key words : sucrose, insulin, resting prid, trzlnsprtatian, meat quality, sheep.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya berjudul "Pengaruh Pemberian
Gula, lnsulin dan Lama Jstirahat sebelum Pernotongan pada Domba setelah
Pengangkutan terhadap Kual itas Daging", belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar doktor pada suatu perguruan tinggi. Daiarn karya ini tidak pula
rnemuat karya orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan
dicantumkan dalarn daftar pustaka.
Sri Hartati ~ % r a Dewi
PENGARUH PEMBERIAN GULA, INSULIN DAN LAMA
ISTIRAHAT SEBELUM PEMOTONGAN PADA
DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN
TERHADAP KUALITAS DAGING
SRI HARTATI CANDRA DEW1
Dkrtasi
sebagai a d a h satu syant untuk memperoleh gehr
Doktor pada
Progrrua Studi nmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Disertasi
: Pengaruh Pembetian Gula, Insulin dan Lama Jstirahat
sebelurn Pernotongan pada Domba setelah Pengangkutan
terhadap Kualitas Daging
Nama
: Sri Hartati Candra Dewi
NRP
: 985042
Program Studi
: Ilmu Ternak
Menyetujui,
Prof. Dr. H.R.Eddie Gurnadi
Ketua
Prof. Dr. Wasmen Mmdu
2. Ketua Program Studi Ilmu T
m
Dr.Nahrowi. M.Sc.
Tanggal Ujian : 18 Mei 2004
Tanggal Lulus :
2 5 AUG 200k
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jogjakarta pa& tanggal I9 Mei 1962, sebagai anak
ke-6 dari delapan bersaudara dari pasangan Harto Utomo (alm.) dan Wasiyah
(almh.).
Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada Joejakarta, lulus pada tahun 1986. Panda tahun 1995 penuIis diterima di
Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ternak, Program Pascasajana
Instit ut Pertanian Bogor dengan biaya dari Universitas Wangsa Manggala
Jogjakarta, lulus pa&
tahun 1998. Pa& tahun 1998, mendapat kesempatan
melanjutkan ke program doktor pa& program studi dan perguman tinggi yang
sama dengan mendapath beasiswa dari Dikti (BPPS).
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Petemkan, Fakultas
Pertanian, Universitas Wangsa Manggala Jogjakarta, sejak 1988 sampai sekarang.
Penulis menikah dengan Sapto Amal Darnandari dan telah dikaruniai dua
orang putrdputri
(1 t tahun).
yaitu Dhito Megarmto (15 tahun) dan Whita Ratnasari
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat clan HidayahNya, sehingga disertasi ini berhasil
diselesaih. Terna yang dipiIih dalam penelitian ini ialah penan-
domba
setelah pengangkutan dengan judul "Pengaruh Pemberian Gula, Insulin dan Lama
Istirahat sebefum Pernotongan pada Domba setelah Pengangkutan terhabp
Kual itas Daging"
Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini tidak terlepas dari kerjasama
yang baik dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. H. R. Eddie Gurnadi seiaku ketua komisi pembimbing,
Bapak Dr. Rudy Priyanto dan Bapak Prof. Dr. Wasmen Manah, selaku anggota
komisi pembirnbing, yang telah banyak memberikan arahan clan tambahan ilmu
sehingga disertasi ini dapat selesai.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor, D e h
FakuItas Pertanian dan Ketua Jurusan Peternakan beserta stat Universitas Wangsa
Manggala yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dana penelitian,
sehingga penulis dapat menyelesai kan pendidikan di program doktor. PenuIis
mengucapkan terirna kasih kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasajana
beserta staf, Ketua Program Studi Ilmu Temk beserta staf yang ikut berpem
Mam penyelesaian studi doktor ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada PengeloIa Beasiswa BPPS Dirjen Dikti yang teIah memberikan beasiswa
kepada penulis selama mengihti pendihkan program doktor.
PenuIis j uga mengucapkan terima kasih kepada staf labc,ratoriurn
ruminansia besar, Fakultas Peternakan dan staf Iaboratorium fisiologi FKH, P B
yang telah memberi kesemptan d m fasilitas selama penulis melaksanakan
penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepda ibu Ida, ibu Sri,
bapak Cucu, bapak Eko dan bapak Arya yang telah membantu pelaksanaan
analisa daging clan darah di laboratorium, serta bapak Sastra, bapak Nur, bapak
Lilik dan bapak Udin yang tetah membantu pelaksanaan di lapangan. Rbeina, Udi,
Adi dan Anne yang telah bersarna-sarna dalam penelitian ini. Kepada Elis
Dihansih, Indyah Wahyuni, Hany Triely Uhi dan Dedi Rahmat, sahabat-sahabat
yang selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada pendis sehingga disertasi
ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Hartb Utomo
(aim.) dan Zbu (almh), Bapk dan Ibu Damandari (mertua), k a k a k - W u mbak
Mandayati, mbak Sri Wahyuni dan aIm. mas Agus K, mas Munadi W,Mas Budi
H, dan Mbak Sri Moch. Dasir beserta suami, adik-adikku Sri Saptorini K,
Senjawati K, lnira Dani, Human Yuri dan Trika Midasari, serta seluruh
keponakanku terutama Afi dan Wisnu. Yang tercinta suamiku Sapto Amal
Damandari dan anak-anakku Dhito Megananto d m Whita Ratnasari, yang selalu
penuh kesabaran dan kasih sayang memberikan dukungan moil clan rnaterii1
selama penulis menjalani pendidikan sampai selesainya penulisan disertasi ini.
Semoga Allah SWT mencatat amal bakti tersebut sebagai sdah satu
ibadah, dan semoga disertasi ini dapat memberikan informasi baru dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di dunia petemakan dan bemanfaat
bagi pembaca. Arnin.
Bogor,
Mei 2004
Sri J3artati Cmdra Dewi
DAFTAR IS1
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
PENDAEULUAN ....................................
-- .............................................
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................
. . ........................................................................
Kegunaan Penelltian
..
Hipotesis Penellban ........................................................................
xi
...
Xlll
1
1
3
3
4
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Pengangkutan Temak di Indonesia ..................................................
Stres Pengangkutan p d a Ternak ....................................................
Penanganan Temak sebelurn Pernotongan .....................................
Metabolisme Glikogen dan Glukosa ...............................................
..........
Peranan Insulin dan Mobilisasi Glukosa ........................... .
Sifat Fisi k dan Kimia Daging ..........................................................
W a r n Daging ..................................................................................
Keempukan Daging .........................................................................
Daya Mengikat Air Daging .............................................................
pH Daging ........................................................................................
Susut Masak Daging ........................................................................
Daging DFD ......................................................................................
METODE PENELLTIAN ..........................
.
.
.....................................
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
Materi ..............................................................................................
Metode .............................................................................................
HASLL DAN PEMBAEMSAN ...............................................................
Suhu Rektal dan Denyut Jantung ...................................................
Penurunan Bobot Hidup .................................................................
Persentase Bobot Karkas ...............................................................
Kadar Glukosa Darah ......................................................................
Kadar Glikogen Daging ...................................................................
Kadar Asam Laktat Daging ...............................................................
pH Daging .......................................................................................
Daya Mengikat Air .........................................................................
Keempukan Daging .......................................................................
Susut Masak ....................................................................................
W a r n Daging .................................................................................
Pembahasan Umum ...........................................................................
33
33
33
33
SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
Simpulan ..........................................................................................
Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................
DAFTAR TABEL
I Suhu rektal dan denyut jantung domba sebelurn dan setelah
pengangkutan ......................................................................................
2 Rataan penurunan bobot badan domba selarna pengangkutan
dan istirahat (%) ...................................................................................
3 Rataan persentase bobot karkas domba selama penelitian (%) ...........
4 Rataan kadar glukosa darah domba selarna penelitian (mgldl) ..........
5 Rataan kadar glukosa darah domba sebelum dipotong (rngldL) .........
6 Rataan kadar glikogen daging domba (%) ..........................................
7 Ratam kadar asam laktat daging domba (pmol/g ) .............................
8 Ra-n
nilai pH daging dornba ...........................................................
9 Rataan kadar air bebas &gng domba (%) ........................................
10 Rataan nilai shear force daging domba (kg/crn2} .............................
1 1 Rataan nilai susut masak daging domba (%) .....................................
1 2 Rataan nilai L warna daging domba .................................................
13 Rataan nilai a warm daging domba ..................................................
14 Rataan nilai b warm daglng domba ..................................................
15 Rataan nilai warna dagingdomba h i 1 uji skoring clan uji hedonik .
22 W a r n daging domba penelitian ...........................................................
69
23 Hubungan antara kadar glikogen clan asam laktat daging ....................
73
24 Hubungan antara krtdar glikogen dan pH daging domba .....................
74
25 Hubungan antara kadar asam Iaktat dan pH dagmg dornba .................
75
26 Hubungan antara pH dan susut mas& dagng domba ...........................
76
DAFTAR LAMPIRAN
Analisis ragarn pengaruh perlakuan pada penurunan bobot
badan domba ..................................................................
87
2 Analisis ragam penganrh perlakuan pada persentase b b o t karkas
domba ..........................................................................
87
3 A d i s i s ragam penganrh perlakuan pada glukosa darah
domba ..........................................................................
88
1
4
5
Analisis ragam pengaruh perlakuan pada glukosa darah domba
sebelurn dipotong .............................................................
88
Analisis ragam pengaruh perlakuan pa& glikogen daging
domba ..........................................................................
88
6 Analisis ragam pengaruh perlakuan pada asam laktat daging
domba ..........................................................................
89
7 Analisis ragam pengaruh perlakuan pada nilai pH daging
darnba ..........................................................................
89
8 Anal isis ragam pen&
perlakuan pada nilai daya mengikat
air daging domba .............................................................
90
9 Analisis mgam pengaruh perlakuan pada nilai keempukan daging
domba ............................................................................
90
f 0 Analisis ragam pengad perf akuan pada nilai susut masak dagmg
domba ...........................................................................
91
I f Analisis ragam pengaruh perlakuan pa& nilai kecerahan wama (L)
daging domba ..................................................................
91
12 Analisis ragam pengaruh perlakuan pada nilai kemerahan warm (a)
daging dombtt ...................................................................
92
13 Analisis ragam pengaruh perlakuan pixla nilai kekuningan (b)
dagmg domba ...................................................................
92
PENDAHULUAN
Latar Belnkaog
Meningkatnya daya beli konsurnen dsn berkembangnya segmen pasar
daging rnendorong permintam daging berkualitas semakin tinggi. Kualitas
daging yang dihasilkan dari seekor temak selain ditentukan oieh faktor on farm
seperti penggunaan mutu bibit ternak dan penggufiaan teknologi pakan, juga
oleh faktor of furm terutama penanenan temak pascapanen.
dipen&
Penanganan temk pascapanen antara lain meliputi transportasi, penyelaan pakan
dart rninum selama transportasi dan sebelum pemotongan tenzak, pengistirahatan
ternak dan penanganan ternak sebelum pemotongan. Penanenan ternak
pascapanen yang ti& baik merupakan faktor penyebab stres yang potensial bagi
ternak yang pa& akhirnya dapat menurunkan k 4 i t . m daging yang dihasilkan.
Pengangkutan temak dilakukan karena adanya jar& yang cukup jauh
antara sentra produksi ternak d e w rumah ptong hewan (RPH) yang ada di
lokasi konsumen. Hal ini disebabkan oleh kondisi wilayah dsn geografi Indonesia,
&rah&erah
sentra produksi ternak umumnya memiliki lokasi yang berjauhan
dengan konsurnen. Sebagai contoh permintaan daging sap], DKI Jakarta
merupakan daerah konsurnen dengan permintaan -ng
yang tinggi, namun tidak
dapat rnenunjang usaha produksi temk. OIeh sebab itu pernerintah daerah hams
mendatangkan ternak hidup dari daerah lain seperb Larnpung, Jawa Tengah,
Jawa Timur bahkan dari Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur, yang menyebabkan temak harus mengalami pengangkutan yang cukup
jauh dan melelahkan dengan waktu yang cukup lama.
SeIama pengangkutan, ternak berada dalam posisi berdiri clan tidak bebas
bergerak, sehingga akan mengalami stres. Kondisi ini rnenjadi semakin parah oleh
kekurangan air minum dan atau pakan selrtma transprtasi. Ternak yang resisten
terhadap stres mampu rnempertahankan temperatur normal tubuh dm kondisi
homeostatik dalam otot-ototnya, dengan mengorbankan cadangan glikogen.
Menurut Aberle et al. (2001), defisiensi glikogen terjadi apabiia temak yang
mengalami stres, seperti yang berkaitam dengan kelelahan, latihan, puasa dan
gelisah, atau yang langsung dipotong sebelum rnendapat istirahat yang cukup
untuk rnemulihkan cadangan glikogen ototnya. Defisiensi gIikogen otot pada
ternak &pat menyebabkan proses glikolisis pascarnati yang terbatas dm larnban,
sehingga daging yang dihasilkan mempunyai pH yang t i n e dengan warm merah
gelap atau dikenal dengan istilah W n g DFD (Dark Firm and Dry). Kasus daging
DFD di Iuar negeri cukup banyak yaitu Iebih d m 20% terjadi pada sapi jantan
muda, dan merupakan masalah yang penting dalam produksi daging. Daging DFD
sangat merugikan karena dengan pH akhir y q tinggi dan penampakan yang
kurang bagus akan menurunkan harga daging. Harga daging DFD &pat turun
sampai 25-30% dari h a r e dagng normal, sehingga sangat merugikan produsen
daging. Apbila sudah dikategorikan sebagai daging DFD, daging itu &an dijual
sebagai daging afkir yang tidak laku dijual sebagai daging segar, tetapi dijual
s e b a p daging olahan antara lain sosis kering, daging asap asin maupun didah
sebagai pakan hewan. Kasus daging DFD di Indonesia kemungkinan terjadi cukup
banyak mengingat ik1im yang tropis clan kondisi pengangkutan ternak yang belum
memadai, tetapi beIurn ada data tentang seberapa besar terjadinya kasus dagmg
DFD di negara ini.
Penanganan ternak setef ah pengangkutan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan ternak &lam mernulihkan cadangan glikogen ototnya, antara lain
dengan rnengistirahatkan ternak sebelum dipotong. Selain itu, untuk mempercepat
pemulihan kondisi tubuh temak tersebut adalah memberikan larutan gula.
Menurut Schaefer
ef
ai+ (19901, sapi yang diberi lamtan glukosa setelah
transportasi mempunyai hasil karkas 3-4% Iebih tinggi daripada sapi yang hmya
diberi air rninurn maupun yang tanpa air minum. Selama transportasi ternak
mengalami stres dan berupaya untuk mempertahankan kondisi fisiologis
tubuhnya, sehingga otot berkontraksi lebih cepat. Keadaan ini memerlukan laju
aliran darah yang meningkat dalam otot, kondisi ini menyebabkan peningkatan
mobilisasi glukosa. Hormon insulin merangsang pemasukan glukosa darah ke
dalam sel-seI target, yang &lam ha1 ini kernbali ke otot (Turner-Bagnara, 1976).
Berdasarkan masalah tersebut di atas tef ah dilakukan penelitian tentang pernberian
gula dan insulin, sert. lama istirahat untuk pemulihan kondisi domba setelah
mengalami pengangkutan sehingga daging yang dihasilkan berkualitas bai k.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masafah tersebut di atas, tujuan penelitian ini dab untuk
mempelajari pengarub guIa, insulin clan lama istirahat pada halitas daging domba
yang mengalami pengangkutan.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunairan sebagai infomasi ddarn penanganan
ternak setelah mengalami pengangkutan, untuk menghasiikan W n g berkualitas
baik.
Hipot~isPenelitian
1. Pemberian gula pada domba setelah pengangkutan akan menghasilkan kualitas
daging yang baik.
2. Pemberian insulin pa& domba setelah mengalami pengangkutan akan
mempercepat waktu pemulihan sehingga menghasilkan W n g dengan
kualitas yang baik.
3. Lama periode istirahat akan mempengaruhr kualitas dagmg domba.
4. Terdapat interaksi pengaruh antara pemberian gula, insulin dan lama istirahat
@a domba yang mengalami pengangkutan, mtuk menghasilkan daging yang
berkualitas baik.
TMJAUAN PUSTAKA
Pengangkutan Ternak di Indonesia
Pengangkutan ternak rnerupakan salah satu faktor yang penting &lam
penanganan ternak pascapanen, yang dapat mempengaruhi kualitas daging yang
dihasilkan. Pengangkutan temak diperlukan karena adanya jarak yang cukup jauh
antara sentra produksi ternak dengan rumah potong hewan (RPH) yang ada di
lokasi konsumen. Jarak antara pradusen clan konsumen yang jauh disebabkan
karena kondisi wilayah dan geografi daerah yang satu dengan Iainnya berbeda,
sehingga ada daerah yang tidak rnemungkinkan untuk dikembangkan usaha
peternakan tetapi konsumsi basil temak tinggi. Oleh karena itu, daerah komumen
hasil ternak perlu mendatangkan ternak hidup dari daerah lain. Salah satu contoh
adalah Daerah Khusus ibukota Jakarta dengan jumlah penduduk yang besar dan
kondisi perekonomian yang relatif lebih maju dibanding daerah lain, maka DKI
Jakarta menjadi daerah tujuan pengiriman ternak hidup @pi, k e h u , kambing,
domba dan ayam) dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut Candra (2002),
daIam rangka memenuhi konsumsi daging di wilayah DKI Jakarta, Tangerang
dan Bekasi, maka RPH PD Dharma Jaya mendatangkan ternak potong dan daerah
Lampung, Jawa Barat, J a m Tengah, Jawa Timur, Bali, Kupang dan Kalimantztn.
RPH Bogor mendatangkan sapi d m daerah Pati, Pekalongan, Madiun clan
Lampung, sedangkan ternak kerbau, domba, kambing dan babi dari daerah sekitar
Bogor ( H m i yadi 2000). Supriyadi (2003) menyatakan bahwa RPH TasikrnaIaya
mendatangkan sapi dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tata niaga ternak ptong di Indonesia dari daerah produsen ke daerah
kosumen memiliki jarak yang cukup jauh. Oleh karena itu pengangkutan
memegang peranan ymg sangat penting &lam
tataniaga ternak potong.
Pengangkutan ternak di Indonesia urnumnya menggunakan angkutan kereta api,
kendaraan truk clan kapal (Adoe 1981). Pengangkutan ternak hidup yang be-1
dari luar pdau Jawa menggunakan kapal laut, kemudian setelah sampai di
pelabuhan dipindahkan ke truk clan atau kereta api ke RPH Jakarta. Ternak yang
berasal dari puIau Jawa dan Bali diangkut ke Jakarta menggumkan tmk atau
kereta api . Truk merupkan jenis angkutan paling banyak digmakan, karena dapat
mencapai Iokasi petemakan di daerah terpencil dan Iebih ekonomis (Adoe 1981;
Lasmi 1988; Rusnadi 1995). Adoe (1981) menyatakan bahwa pa& sistem
pengangkutan ternak menggunakan kapal laut sering terjadi keterlarnbatan
pengaplan. Selain i tu, masih diperlukan angkutan tambahan dengan truk untuk
mengangkut ternak dari lokasi peternakan ke kapal, maupun dari kapal ke RPH,
yang mengakibatkan biaya pengangkutan yang lebih tinggi. Sistem pengangkutan
ternak menggunakan kereta api memerlukan waktu tempuh yang lebih panjang,
waktu kedatangan yang tidak tentu.
Satu gerbong kereta api dapat mengangkut sapi atau kerbau rata-rata
sebanyak 20 ekor (Ad=
1981) atau antara 18-21 ekor (Lasmi 1988).
Pengmgkutan dengan truk cocok untuk jarak dekat dan sedang. Truk engkel dapat
memuat 6-10 ekor sapi, tnrk tronton dapat memuat 18- 19 ekor sapi, dan tnrk
gandeng dapat memuat 33-34 ekor sapi (Lasmi 1 988).
S t m Pengangkutan pada Ternak
Selama dalam pengangkutan, temak pada umumnya berdiri dan tidak
bebas bergerak. Kondisi tersebut dapat rnenyebabkan stres pada ternak. Stres
dapat didefinisikan sebagai respons fisiologis, biohmia clan tingkah laku temak
terhadap berbagal faktor fisik, lumia dan lingkungan biologs (Yousef 1985).
Stres menunjukkan besarnya pengaruh luar terhadap sistem tubuh yang cenderung
menggantikan sistem tersebut dari istirahat atau keadaan basal. Pada ternak yang
diangkut dari ladang ternak untuk dipotong, penyebab stres merupakan gabungan
oleh ketiadaan air minum dan atau pakan, sires psikologi, fisiologi dan fisik, atau
gabungan dan faktor-faktor tersebut (Shorthose dan Whytes 1988).
Penyebab stres fisiologi yang timbul saat ternak diangkut ke tempat
pernotongan adalah pernuasaan, kelelahan, ketakutan dan kepadatan ternak
(Lawrie 1 99 1). Intensitas stres dipengaruhi oleh jarak clan lama perjaIanan,
tingkah
laku ternak, bentuk
pengangkutan, tingkat kepadatan waktu
pengangkutan, keadaan iklim, penanganan p d a saat perjaianan, keefektifan
istirahat setelah perjalanan dan sifat kerentanrtn terhadap stres (Lawrie 1991;
Fernandez et ul. 1996). Shorthose dan Wytes (1 988) menyatakan bahwa apabila
stres yang dialami hanya sebentar, dan tidak berkepanjangan, sebagian besar
ternak &pat menyesuaikan diri; apabila stres pa& ternak berlmgsung lama dan
berkepanjangan, ternak ti&
&pat menyesuaikan diri. Ternak yang tidak &pat
menyesuaikan tersebut menjadi kelelahan dan dapat mengakibatkan kernatian.
Manifestasi dari stres pengangkutan adalah p e n m kandungan
glikogen otot, penurumn b b o t badan, penurunan persentase karkas, luka memar,
kekurangan oksigen, clan pengeluaran darah yang kurang sempuma pada saat
pernotongan (Lawrie 1991; Shorthose dan Wythes 1988).
Tubuh ternak
mem punyai suatu pertahanan alami untuk mengatasi kondisi-kondisi yang
memgikan, misalnya stres pengangkutan sehingga dapat rnempertahankan kondisi
internal (herneostasis). Menurut Aberle et al. (2001) konsehensi-konsekuensi
dari cekaman dan penyesuaian rnetaboIik yang terkait akan mengakibatkan
peningkatan kontraksi otot. Selama kontraksi otot yang intensif, sistem sirkulasi
darah tidak dapat membawa oksigen dm glukosa ke otot dengan kecepatan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan otot yang tinggi untuk sintesis ATP (Akrle et
a/. 2001; Lehninger 1994a). Dalam ha1 ini, glikogen otot dipergunakan
sebagai bahan bakar cadangan dan dengan cepat diuraikan melalui glikolisis untuk
membentuk laktat dan menghasilkan ATP, yang merupakan sumber energi bagi
kontraksi otot.
Pada keadaan pasokan oksigen tidak mencukupi, ion hidrogen yang
dilepkan &lam glikalisis drtn siklus asam trikarboksilat tidak dapat bergabung
dengan oksigen dengan kecepatan yang cukup. Dengan demikian, ion hidrogen
cenderung berakumulasi Mam otot. Kelebihan hidrogen ini kemudian digunakan
untuk rnengkonversi asam piruvat menjadi asam laktat yang memberi peluang
bagi dikolisis unhk berlangsung p d a kecepatan tinggi (Gambar 1). Setiap
glukosa menghasilkan 3 molekul ATP &lam glikolisis, sehingga rnetabolisrne
anaerob &pat memasok energi untuk otot (Abede et al. 200 1).
Fernandez et al. (19%) rnenyatakan bahwa pengaruh lama pengangkutan
1 1 jam pa& kehilangan bobot hidup pedet adalah sebesar 3,64%. Dornba yang
mengalami pengangkutan selarna 14 jam mengalami penurunan bobot badm ratarata sebesar 6,7??per ekor (Knowles et al. 1993). Menurut KnowIes et al. (1995)
domba yang ditransportasikan selama 15 jam mengalami penurunan bobot badan
rata-rata sebesar 8%. Sapi Bali jantan yang mengalami pengangkutan s e l m
Iebi h kurang 48 jam dengan j arak tempuh lebih kurang 1200 km, mengalami
penunman bobot badan 8,33-12% dengan rata-rata 9,77% per ekor (Mas'ud 1999)
Gambar 1 . Diagram daur suplai energi di dalam otot. (Aberle et a(. 200 1).
Penurunan hbot badan sapi Bali jantan setelah pengangkutan terutama
disebabkan oleh terjadinya urinasi dan defekasi selama pejalanan, sehingga isi
saluran pencemaan dan kanhlng kemih berkurang. Di samping itu, penurunan
b b t badan tidak hanya disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh akibat sering
urinasi tetapi juga karena kehilangan cairan tubuh melalui pernapasan dan
keringat (Gortel et al. 1992).
Selain penurunan bubot badan, stres yang dsalami ternak juga
menyebabkan peningkatan suhu rektd, frekuensi permpasan dan denyut nadi.
Veigh dan Tarrant (1981) rnenyatakan bahwa sapi yang mengalami stres,
frekuensi denyut nadi meningkat dari 84 kalilmenit menjadi 135 kali/menit dan
suhu rektal meningkat dari 38,9 'C menjadi 40,7 OC. Frandson (1993) menyatakan
bahwa denyut nadi domba rat.-rata 70-80 kaIi.menit. Knowles et al. (1995)
menyatakan bahwa domba yang mengalami pengangkutan frekuensi denyut nadi
meningkat selama penganglcutan, pada awd pengangkutan 100 kaliimenit dan
meningkat tajarn menjadi 150 kalilmenit setelah 1,5-3 jam pertama perjalanan.
Setelah 9 jam perjalanan frekuensi denyut nadi menurun menjadi 80 kalilmenit.
Hernaman (2001) menyatakan bahwa suhu r e h l dan denyut nadi meningkat
setelah domba mengalami transportasi selama 4 jam.
transportasi sebesar 39,46
OC
meningkat menjadi 39,72
Suhu rektal sebelum
k setelah transportasi
dan denyut nad~ sebelum tmmportasi 133 kalilmenit meningkat menjadi
144 kalilmenit setelah transportasi.
Hood dan Joseph (1989) menyatakan bahwa domba yang diangkut rnelalui
daratan di Australia dengan jarak tempuh lebih dari 1000 km menghasilkan
kualitas daging yang lebih baik apabila domba diistidatkan selama 120 jam
sebelum pernotongan, dengan disediakan ransum dan air minum, dibandingkan
dengan domba yang dipotong setelah istirahat hanya selama 1 8 jam. Shorthose
clan Wythes (1988) menyatakan bahwa domba yang mengalami transportasi
selarna 4 jam, akan mengalami pengurangan glikogen otot yang cukup untuk
rneningkatkan nilai pH akhir otot. Knowles ef al. (1993) menyatakan bahwa
domba yang mengalami 14 jam trsnsporhsi, gIukosa damhnya meningkat dari
3,65 m o V l sebelum transportasi menjadi 4,06 mmoM. Knowles er al. (1995)
menyatakan bahwa glukosa darah nyata meningkat (6,5 mmoVI) setelah 3 jam
bnsprtasi, clan setelah 9 jam transportasi akan t&
kembali sarna dengan
sebelum ditransportasikan (4,5 mmoV1).
Kirton et al. (1972) mencatat penyusutan yang jauh lebih besar (5%) pa&
bobot karkas panas pedet (bobot hidup < 45 kg b b o t karkas > 10 kg) pada
pemuasaan 24 jam prapotong. Gortel et a2. (1992) menyatakan bahwa bobot
karkas panas Iebih
tins
p d a sapi yang diberi larutan eIektro1it selama
pengurungan setelah pengangkutan, dibandingkan dengan sapi yang hanya diberi
air saja, sdangkan Schaefer et al. (1990) menyatakan bahwa pemkrian glukosa
dan lamtan elektroiit tampak mengurangi jumlah penciutan karkas sampai 3%.
Pengangkutan dalam waktu yang lama, meskipun rnenyebabkan peningkatan
persentase karkas, menimbulkan pengaruh merugkan terhadap hasiI keseluruhan
(Fernandez et al. 1996).
Semua penyebab stres yang digertak oleh manajemen pada ternak adalah
ekspose, pemindahan, pengangkutan dan penan-
yang dianggap sebagai
penyebab yang paling potensial (Eichinger et a/.199 1). Secara ekonomi, fahor
pemasaran adaIah penting karena faktor ini clapat menu&
kuatitas dagng dan
rneningkatkan susut karkas (Shorthose dm Wythes, 1 988). Gurnadi (1 993)
menegaskan bahwa bagaimanapun baiknya mutu ternak potong, j i ka penanganan
sebelum pernotongan, saat dipotong dan sesudah dipotong kurang baik maka
daging yang difiasi1k.ntidak akan memenuhi standar rnutu yang baik pula. Oleh
karena itu ternak yang akan diptong perlu cukup istirahat, tidak mengalami stres
yang berlebihan pada waktu dipotong clan ditangani dengan baik setelah diptong-
Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegh terjadinya penyimpangan kualitas
daging seperti kasus daging yang pucat, lembek clan basah (Pale, So@ and
Excardative
=
PSE) maupun dagmg yang warnanya gelap, keras dan kering
( a r k , Firm and Dry = DFD).
Penanganan Ternak sebelum Pernotongan
Pengangkutan ternak dari tempt penggemukan ke tempat pernotongan
memerlukan waktu, dm ha1 ini dapat menyebabkan kelelahan dm stres pada
tern& tersebut. Menurut Crouse dan Smith (1986) kelelahan dan stres di
perjalanan yang dialami sapi-sapi tersebut mengakibatkan kehabisan cadangan
glikogen otot, sehingga meningkatkan kandungan asam laktat darah. Dornba yang
mengalami transprtasi selama 4 jam akan mengalami pen-
glikogen otot
yang cukup untuk meningkatkan nilai pH akhir otot (Shorthose dan Wythes
1988). Apabila sesampainya di m a h potong hewan (RPH) ternak tersebut
langsung dipotong akan dihasiIkan daging yang berwama gelap dan mempunyai
pH tinggi, sehingga sangat rnerugkan. Oieh karena itu dipdukan waktu istirahat
yang cukup untuk memulihkan kondisi ternak, sehingga dihasilkan daging yang
mempunyai kualitas yang baik.
Dalam rangka pemulihan kondisi tubuh temak akibat stres dan kele1ahan
selama pengangkutan diperlukan waktu istirahat yang cukup di t e m p t
penampungan sebelurn dipotong (Lawrie 1991; Gurnadi 1993). Pada umumnya
RPH yang besar mempunyai fasilitas kandang penampungan, yang digunakan
untuk mengistirahatkan ternak sebelum diptong. Periode istirahat pada ternak
sebe1um hpotong merupakan salah satu prosedur penanganan ternak di RPH.
Lama istirahat yang diterapkan bervariasi antara 8 sampai 24 jam sebelum temak
diptong. Namun demikian, ada beberapa RPH Daerah Tingkat U dm
pernotongan ternak di luar RPH yang belurn menerapkan periode istirahat
sebelum ternak dipotong meskipun RPH tersebut mempunyai fasilitas kandang
penampungan. RPH yang belum menerapkan penide istirahat antara lain RPH
Surakarta (Sudjajanto 1999) dan RPH Tasikmalaya (Supriyadi 2003), karena
ternak sampai di RPH beberapa saat menjeIang waktu pernotongam dimdai.
Ternak setelah mengalami pengangkutan, sesampainya di RPH mengalami
kelelahan dan otot-otot berkontraksi cepat. Aberle et a/.(200 1) menyatakan
bahwa apabila terjadi kontraksi otot yang cepat, sedangkan pasokan oksigen tidak
mencukupi, maka ion hidfogen
(myang dilepaskan dalam proses glikolisis dan
siklus TCA tidak dapt bergabung dengan oksigen (02)pa& kecepatan yang
cukup sehingga ion hidrogen cenderung berakumulasi dalam otot. Kelebihan
hidrogen ini kemudian digunakan untuk mengkonversi asam pimvat menjadi
asam laktat. Akurnulasi asam laktat dalarn otot ini akan mengakibatkan kelelahan
berkemhg d e w cept. Oleh karena itu diperlukan waktu pernulihan kondisi
otot dari k e l e l h . Pa& saat pemulihan ini asam laktat dirtngkut keluar dari otot
meldui aliran darah dan dikonversi lagi menjadi glukosa di Mam hati (Gambar
2). Proses pemulihan kembali ini berlangsung dengan cepat untuk kelelafian
ringan, namun dapat memerlukan periode waktu yang panjang apabila kelelahan
itu cukup berat. Glikogen dapat disimpan kembali dalam otot (sekitar 1% dari
bobot otot), apabila waktu dm nutrisi yang tersedia cukup memadai.
Gambar 2. Daur proses pembagian energi untuk kontraksi fungsi otot
(Aberle el ul. 200 I ).
Menurut Shorthose dan Wythes (19881, transportasi pa& ternak yang
diikut I dengan istirahat yang tidak cukup sebelum pernotongan, akan menurunkan
kadar glikogen otot yang cukup untuk rneningkatkan nilai pH akhir dari otot
domba. Kondisi penampungan dan penanganan prapotong yang baik,
mem perpanjang periode istirahat dengan menyediakan air rninum, atau pakan
dan air minum, akan mengumngi kemungkinan otot mempunyai niIai pH akhir
yang tinggi. Penanganan selama istirahat di kandang penampungan mempakan
tindakan yang penting untuk membantu pemulihan kondisi tubuh domba.
Penanganan tersebut antara lain pemberian air minum yang berupa air, larutan
gula maupun larutan elektrolit. Pemberiam air minum setelah pengangkutan dapat
digunakan untuk mengurangi stres yang dialarni selama penganglcutan, Gortel
et ul. (1 992) rnenyatakan bahwa akses terhadap cairan selarna pengunrngan sangat
penting untuk mempertahankan volume cairan ekstmeluler dan rnengurangi
pengaruh buruk dari stres pengangkutan. Sapi jantan yang diberi air minum
larutan elektrolit selama pengurungan menghasilkan bobot karkas panas yang
lebih tinggi daripada jantm yang hanya diberi perlakuan air saja. Sapi jantan yang
diberi larutan elektrolit kehilangam bobot dalam bagian-bagian yang bukan dari
karkas p a w , tetapi is1 saluran pencernaan dan lamtan elektrorit lebih mudah
diserap menembus dinding saluran pencernaan. Pemberian lamtan gldcosa pada
sapi selama pengurungan telah dilakukan oleh Schaefer el ul. (1990). Perlakuan
elektrolit dan glukosa mernberikan pengaruh yang positif terhadap warna daging
dan kualitas dagmg dengan grade yang baik. Pemberian Iarutan elektrolit atau
glukosa untuk konsumsi sebelum pernotongan akan mengurangi pen&
stres
pengangkutandan juga memperbaiki kualitas daging dan basil karkas.
Meta bolisme Glikogen dan Glukosa
Glikogen rnerupakan h t u k simpanan karbhidrat yang utama di dalam
tubuh hewan. Glikogen terutama terdapat di Mam hati sekitar 6% dan di dalam
otot sekitar 1% (Mayes 1 9991, sedan*
glikogen hati
menurut Preston dm Leng (1987)
sekitar 5 dl00 g dan pada otot 1-2 dl00 g. Setelah proses
penyerapan melalui dinding usus halus, sebagian besar monosakarida dibawa oleh
aliran darah ke hati (Wirahadikusumah 1985; Aberle et al. 2001). Di dalarn hati,
rnonosakan'da mengalami proses sintesis menghasilkan glikogen, oksidasi
menjadi COz dan HzO atau diIepaskan untuk dibawa melaiui aliran darah ke
bagan tubuh yang rnemerlukan
DARAH
HATI
Glikogen
Glikogen
T
li
1-
OTOT
Fruktosa
Fruktosa
4
Gdaktosa
Gdaktosa
Glukosa
T
I
,
Glukosa
Glukosa
A-
I.
A-
Piruvat
Piruvat
4
I
F
--
COz+Hz0
Lipida
Laktat
4
4
Pimvat
kT
**
COz + Hz0
Sterol
kolesterol
Gambar 3. Gambaran umum metabolisme karbohidrat : hubungan antara hati,
darah clan otot (Wirahadikusumah 1985).
Glikogen disintesis dan prekursor giukosa lainnya melalui lintasan
glikogenesis, Proses glikogenesis terjadi di ddam otot dan hati (Mayes 1995;
Lahninger 1994a). Glukosa akan mengalami fosforilastsi menjadi glukosa 6-fosfat
yang dikatalisis oleh enzim heksokinase di dalam otot dan enzim glukokinase
di &lam hati. Selanjutnya glukosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 1-fmfat dalarn
reaksi yang dikataIisis oleh enzim fosfo~ukomutase.Giuko~~
6-fosfat dan gIukos8
1 -fosfat merupkan senyawa antara proses glikogenesis (Wirahadikusumah 1985).
Glukosa 6-fosfat
GIukosa 1-fosfat.
S
Glukosa- 1-fosfat
A
I
k
PP1
UTP
Uridin
t d -
Uridin difosfat glukosa (UDPG)
Gambar 4. F e r n b e n t h uridin difosfat + glukosa (UDPG) dari glukosa,
rnelalui pembentukan glukosa 6-fosfat clan glukosa 1-fosfat
(W i r a h a d i k u s d 1985).
Selanjutnya senyawa glukosa I dosfat bereaksi dengan uridin trifosfat (UTP)
untuk membentuk uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa). Reaksi antmi glukosa
1 -fosfat dan uridin trifosfat dikatalisrtsi oleh enzim UDP-glukosa pirofosforilase
UTP + glukosa I -fosfat
+UDP-glukosa
+
Gambar 4 menyajikan lintasan pembentukan uri&n difosfat dari UDPglukosa yang merupakan donor langsung residu glukosa di dalam pemhtukan
enzimatik glikogen oIeh kej a glikogen sintase, yang menggiettkan pemindahan
residu glukosif dari UDP-glukosa ke ujung nonreduksi molekul glikogen
bercabang.
Glukosa- 1-fosfat
CHzOH
Uridin difosfat glukosa (UDPG)
CHZOH
Glikogen sintaae
OH
H
OH
VOP
Gam bar 5. Glikogenesis (pembentdcm glikogen oleh glikogen sintase)
(Lehninger 1994a; Wirahadikusumah 1985)
Glikogen yang terbentuk melalui Iintasan glikogenesis (Garnbar 5)
kemudian disimpan di &lam hati maupun di dalam otot, yang digunakan sebagai
bahan bakar cadangan dan diuraikan meIalui proses glikogenolisis. Pada kondisi
ternak stres, sistem
sirkular ti&
&pat membawa oksigen dan glukosa ke otot
kerangka dengan kecepatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan otot yang
demiluan tinggi terhadap ATP (khninger 1994a; AberIe et 01. 2001). DaIam
keadaan tersebut glikogen dengan cepat diuraikan melalui proses glikol isis untuk
membenhdc asarn Iaktat dan menghasilkan ATP, sebagai surnber energi tinggi.
Pada reaksi giikogenolisis (Gambar 6), tejadi proses pemecahan
(fosforolisis) ikatan-14 glikogen untuk menghasiikan glukosa 1-fosfat (Mayes
1999). Dengan dikatalisasi oleh enzim fosfo-glukomutme, glukosa 6-fosfat dapat
dikntuk dari glukosa 1-fosfat. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi g l u k w dengan
dikatalisis enzirn fosfatase sehingga memudahkan difusi glukosa dari sel ke dalam
darah yang menyebabkan kenaikan kadar giukosa darah.
Glikogen, (glukosa),,
CH20H
H
OH
Glukosa- I -fosfat
CHIOH
5
OH
Gtiaogen, (glukosa),1
Fosfoglukomutase
Garnbar 6 . Glikogenolisis (penguraim glikogen menghasilkan glukosa 6-fosfat)
(Wirahadikusumah 1985).
Secara ringkas proses glikogenesis dan glikogenolisis beserta enzimenzim
yang berperan dalam kedua proses tersebut dapat dilihat pad. Garnbar 7.
Keterangan :
Enzim : El
= fosforilase
€4
= glukokimx
Pi
= fosfat
anorgmik
E2
E5
= fosfoglukomutase
= pirofosfonlase
PPi = asam pirofosfkt
E3 = fosfatase;
E6 = glikogen sitltetase
Gambar 7.Jalan R&i glikogenesis dan glikogenolisis
(Wirahadikusumah 1985).
Glukosa darah tidak hanya berasal clan proses glikogenolisis saja, tetapi
dapat berasel dari berbagai senyawa glukogenik (Lehninger 1994a; Mayes 1999).
Senyawa glukogenik antam lain adalah asam laktat hasil dari oksidasi glukosa di
dalam otot. Mayes (1999) menyatakan bahwa laktat dibawa ke hati rnelalui
alimn darah untuk disintesis rnenjadi glukosa, sehingga giukosa tersedia lagi lewat
sirkulasi bagi oksidasi di dalam jaringan, proses ini dkenal sebagai siklus Cori
(Garnbar 8).
Gambar 8. Siklus Cori atau siklus asam laktat dan glukosa. (Mayes 1999).
Peranan Insulin dan Mobilbasi Glukosa
Insulin merupakan hornon yang dihasilh oleh padueas, yaitu sel-sel B
pulau Langerhans (Turner-Bagnara 1 976; Frandson 1993; Lehninger 1994a;
Ganong 1995).
Gambar 9. Urutan asam amino pada moIeku1 insulin sapi.
(Turner-Bagnara 1976; Lehninger 1994a).
Ditinjau dari struktur kimianya, insulin termasuk hormon protein
(Djojosoebagio 1990) dan terdiri d m rantai A yang mengandung 20-2 1 asam
amino serta rantai B yang mengandung 29-3 I asam amino (lihat Gambar 9).
InsuIin mempunyai pengaruh utama untuk memudahkstn pernakaian
glukosa oleh sel dm mencegah pemecahan glikogen (glikogenolisis) secara
berlebihan yang disimpan di dalam hati dan otot (Tumer-Bagnara 1976;
Djojoswbagio 1990; Fransond 1993; Murray et al. 1997).
Insulin mempunyai pengaruh pada transportmi lintas membran (Murray et
al. 1997), yaitu penambahan insulin rneningkatkan masuknya glukosa ke dalam
sel-se1 otot (Gambar 10).
-
Keterangm : ditambah insulin
tanpa p e n a d d m insulin
-
,
-------
Gambar 10. Masuknya glukosa ke &lam sel-sel otot (Murray et al. 1997).
Lebih lanjut dinyatakankan bahwa di dalam hati dan otot, insulin merangsang
konversi gIukosa menjadi glukosa-6-fosfat (dengan keja enzirn glukokinase)
yang kemudian mengalami isomerasi menjadi glukosa- 1-fosfat dan disatukan ke
dalam glikogen oleh enzirn glikogen sintetase yang aktivitmnya dirangsang oleh
insulin. Insulin disekresi oleh sel-sel B pada pulau-pulau Langerhans ke dalam
darah, terutama ditentukan oleh konsentrasi glukosa &lam darah (Lehninger
1 994b).
Genuth (1988) rnenyatakan bahwa ketika kadar gula darah naik, laju
sekresi insulin meningkat. Peningkatan kadar gula darah mempercepat masuknya
glukosa dari darah ke dalam hati clan otot, dimana glukosa tersebut sebagian besar
diubah rnenjadi gtikogen. lnsulin juga menghambat pengeluaran glukosa dan otot
dan hati (Garnbar 1 1).
Asam
amino
Asam keto
JARINGAN
ADIPOSE
Gambar 1 1. Efek insulin pada masuknya glukosa ke dalam otot (Genuth 1 988).
Penyuntikan insulin sebanyak 240 IU per ekor yang hsertai pemberian
glukosa pada sap1 jantan setelah dikenai stres menyebabkan hipoglikemia.
Namun, tidak mengurangi hilangnya glikogen otot selama stres dan tidak
mengganggu laju atau besarnya penimbunatl glikogen selama periode pemulihan
setelah stres (Tarrant dan Lacourt 1984). Pemberian insulin menuninkan
konsentrasi glukosa darah, baik pda sapi dam yang gemuk maupun yang kurus
( M c C m clan Reirners 1985) seperti y m g terI i hat @a Gambar 12.
Gambar 12 .Konsentrasi glukosa pa& stpi dara gemuk dan kurus sebelum
dstl sesudah pemberian insulin (McCann dan Reimers 1985).
Sitat Fisik dan Kimia Daging
Daging didefinisikan sebagai sernua jaringan hewan yang dapat digunakan
sebagai b a h makanan (Lawie 1995; Aberle et al. 2001). Definisi daging
tersebut sering diperluas dengan memasukkan organdrgm, seperti hati, ginjal,
otot dan jaringan lain yang &pat dimakan di m p i n g urat daging (hwrie 1995).
KuaIitas daging dipengamhi oleh f&or sebelum dan sesudah pernotongan
(Soeparno 1994).
Bagaimanapun baihya mutu dm kondisi sapi potong, jika penanganan
sebelum diputong, pada waktu dipotong dan setelah dipotong kurang memadai
maka daging yang dihasilhn tidak akan memenuhi standar mutu yang baik
(Gumadi 1993). Menurut Akrle et d.(2001), kualitas daging ditentukan oleh
warm, keempukan, daya mengikat air oleh protein, pH dan susut masak.
Warna Daging
W a r n daging dipengaruhi antara Iain oleh pakan, spesies, bangsa, umur,
jenis kelamin, stres, pH dan oksigen (Lawrie 1995). Menurut Aberle et al. (2001),
warna seperti yang terdeteksi oleh mata adalah hasil gabungan beberapa faktor.
Setiap warm tertentu memiIiki 3 ciri yaitu hue, c h r m h n value. Hue atau corak
menjelaskan tentang panjang gelombang radiasi cahaya, chromu rnenjelaskan
intensitas warm h
r dan value menjelaskan nilai suatu warna yang merupkan
petunjuk keseluruhan pantulan (kecermelangan) wama.
Konsentrasi pigmen daging mioglobin j u g menenthn wama daging.
T e d yang tingkat aktivitas fisik lebih tinggi, warna dagngnya lebih getap
daripada yang tingkat aktivitas fisiknya lebih rendah. Lawrie (1 995) menyatakan
bahwa daging yang mempunyai nilai pH akhir tinggi mengubah sifat-sifat
penyerapan mioglabin, sehingga permukaan daging menjadi lebih gelap. pH yang
tinggi perrnukaan dagmgnya ti&
menyebarkan cahaya h e m air daging terikat
kuat oleh protein daging.
Keempukao Daging
Keempukan daging &pat diuji b e r b r k a n sensory
test
dan shear test.
Sensoy test atau uji organoleptik adalah uji mengunyah sarnpel daging yang
dikontrol dengan sangat hati-hati yang dilakukan dengan uji panel. Shear test
adalah keempukan yang dinyatakan sebagai ksarnya tekanan yang dibutuhkan
untuk memotong sampel daging dengan alat Warner-Bratzler Shear. Keempukan
daging dipen-
oleh dua faktor, yaitu keliatan serat otot dan keliatan jaringan
ikat. Keliatan jaringan otot terutama berhubungan dengan tingkat kontraksi otot,
sedangkan keliatan j aringan ikat berhubungan dengan umur ternak (Whthes dan
Ramsay 1994). Menurut Soeparno (1994), faktor yang mempengaruhr keempukan
daging digolongkan menjadi dua faktor, antemortem dan postmortem. Faktor
antemortem meliputi bangsa, s p i e s , urnur, jenis kelamin, macam otot dan stres
yang dialami ternak. Faktor postmortem meliputi metde chilling, refrigerator dan
pelayuan. Lamanya waktu dan temperatur penyimpanan mempengaruhi
keempukan dagmg (Price dan Schwiegert 1986). Aryogi (2000) menyatakan
bahwa sapi yang sedang mengalami stres, tubuhnya mengalami gangguan
keseimbangan metabolisme sehingga ototnya mengalami kontraksi. Apabila
dalam kondisi ini langsung dipotong akan mengfiasilkan daging yang alot.
Pemberian gula aren pada sapi setelah transportasi, meningkatkan keempukan
daging dibandingkm dagmg yang krasal dari sapi yang langsung dipotong
setelah transportasi (Aryogi
ef a1.
1997; Aryogi 2000). Narnun, penelitian
Schaefer et 02. (1990) menyatakan bahwa ternyata keeinpukan daging berbeda
tidak nyata antara sapi yang dikri glukosa dan sapi yang tidak diberi glukosa.
Dayi Mengikat Air Daging
Daya mengkat air W n g atau Water-Holding Capacity (WHC)
didefinisikan sebagai kemampuam daging untuk menahan airnya selama aplikasi
daya eksternal seperti pernotongan, pemanasan atau pengepresan (Akrle et a2.
200 1 ). Wismer-Pderson (1986) dan Aberle et al. (2001) menyebutkan bahwa air
yang terikat di da
ISTIRAHAT SEBELUM PEMOTONGAN PADA
DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN
TERHADAP KUALITAS DAGING
SEKOLAH PASCASARJGNA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
SR[ HARTATI C N R A DEW. Pengaruh Pemberian Gula, Insulin dan Lama
Istirahat Sebelum Pernotongan pada Domba setelah Pengangkutan terhadap
Kualitas Daging. Dibimbing oieh EDDIE GURNADI, RUDY PRIYANTO dan
WASMEN MANALU.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian gula,
insulin dan lama istirahat sebelum pemotongan pada domba setelah transportasi
terhadap kuaIitas daging. Penelitian ini menggunakan 54 ekor domba betina
dengan kisaran umur antara 10 dan 12 bulan dan bobot hidup antara 14 dan 1 7 kg.
Domba yang digunakan berasaI dari Pasirangin, Megamendung, Bogor. Penelitian
ini menggunakan rztnmgan acak lengkap pola faktorial 2 x 3 ~ 3 .Faktor pertama
adalah pemberian gula dengm 2 level yaitu level 0 dan 6 @g dari bobot hidup.
Faktor kedua adalah pemberian insulin dengan 3 level yaitu 0, 0,3 dan 0,6 IU per
ekor. Faktor ketiga adalah lama istirahat sebelum pernotongan yang terdiri atas
3 level yaitu 2, 4 dan 6 jam. Masing-masing unit percobaan diulang 3 kali. Peubah
yang diamati pada penelitian ini adalah suhu rektal dan denyut jantung, penurunan
bobot hidup, persentase bobot karkas, kadar glukosa darah, kadar glikogen
daging, kadar asam laktat daging, pH, keempukan, daya mengikat air, smut masak
dan warm daging.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa domba setelah mengalami
penpgkutan suhu rektal, denyut jantung dm kadar glukosa meningkat, domba
yang disuplementasi dengan gula sesudah pengangha kadar glikogen daging
dm kadar asam laktat meningkat tetapi pH daging dan susut rnasak rendah.
Pernberian insulin menurunkrtn kadar glukusa d a d tetapi meningkatkan kadar
glikogen daging. Lama istirahat sebelum pemotongan menurunkm berat hidup
tetapi meningkatkan persentase karkas. Kadar glukosa darah menurun dengan
adanya pengistirahatm sebelum pemotongan. Daya mengikat air, keernpukan dan
warm daging (L, a, b) tidak krbeda nyata.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian gula, insulin dm lama
istirahat sebelum pemotongan pada domba dapt mengurangi p e n g a d negatif
dari stres karena pengangkutan terhadap kualitas daging.
Kata kunci : gda, insulin, periode istirahat, pengangkutan, kuaiit. daging, domba
ABSTRACT
SRI HARTATI CANDRA DEWI. The Effects of Sucrose Supplementation,
Insulin Injection, and Resting Period Prior to Slaughtering on Meat Quality in
Sheep Exposed to Stressful Transportation. Under the direction of EDDIE
GURNADI, RUDI PRIYANTO, and WASMEN MANALU.
An experiment was conducted to study the effects of sucrose
supplementation, insulin injection, and resting period prior to slaughtering on
meat quality in sheep exposed to stressf1.11transportation. FiRy four female local
sheep (10 to 12 months of age) with weight ranging from I4 to 17 kg. The
experimental sheep were assigned into a completely randomized design with a
2 x 3 ~ 3factorial arrangement with 3 replications. The first factor was sucrose
supplementation wih 2 leveb (0 and 6 @g body weight). The second factor was
insulin injection afkr transportation with 3 levels (0, 0,3 and 0-6ILTlkgBW). The
third factor was the duration of resting p e r i d with 3 levels (2,4 and 6 h prior to
slaughtering). Parameters measured were rectal temperature and heart rate, live
weight, carcass percentage, blood glucose concentration, meat glycogen
concentration, meat lactate concentration, meat pH, water holding capacity, meat
tenderness, cooking loss and meat color.
The results of the experiment indicated that sheep supplemented with
sucrose after transportation had higher meat glycogen and lactate concentration
but lower meat pH and cooking loss. Insulin injection decreased blood glucose
concentration but increased meat glycogen and lactate concentration. The longer
the resting period prior to slaughtering the lower the live weight but the higher
carcass percentage. B l d glucose concentration decreased with the increased
resting period prior to slaughtering. Water holding capacity, meat tenderness and
meat colour did nor show significant differences.
It was concluded that sucrose supplementation, insulin injection, and
resting period prior to slaughtering in sheep exposed to stressful transportation
could improve meat quality.
Key words : sucrose, insulin, resting prid, trzlnsprtatian, meat quality, sheep.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya berjudul "Pengaruh Pemberian
Gula, lnsulin dan Lama Jstirahat sebelum Pernotongan pada Domba setelah
Pengangkutan terhadap Kual itas Daging", belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar doktor pada suatu perguruan tinggi. Daiarn karya ini tidak pula
rnemuat karya orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan
dicantumkan dalarn daftar pustaka.
Sri Hartati ~ % r a Dewi
PENGARUH PEMBERIAN GULA, INSULIN DAN LAMA
ISTIRAHAT SEBELUM PEMOTONGAN PADA
DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN
TERHADAP KUALITAS DAGING
SRI HARTATI CANDRA DEW1
Dkrtasi
sebagai a d a h satu syant untuk memperoleh gehr
Doktor pada
Progrrua Studi nmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Disertasi
: Pengaruh Pembetian Gula, Insulin dan Lama Jstirahat
sebelurn Pernotongan pada Domba setelah Pengangkutan
terhadap Kualitas Daging
Nama
: Sri Hartati Candra Dewi
NRP
: 985042
Program Studi
: Ilmu Ternak
Menyetujui,
Prof. Dr. H.R.Eddie Gurnadi
Ketua
Prof. Dr. Wasmen Mmdu
2. Ketua Program Studi Ilmu T
m
Dr.Nahrowi. M.Sc.
Tanggal Ujian : 18 Mei 2004
Tanggal Lulus :
2 5 AUG 200k
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jogjakarta pa& tanggal I9 Mei 1962, sebagai anak
ke-6 dari delapan bersaudara dari pasangan Harto Utomo (alm.) dan Wasiyah
(almh.).
Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada Joejakarta, lulus pada tahun 1986. Panda tahun 1995 penuIis diterima di
Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ternak, Program Pascasajana
Instit ut Pertanian Bogor dengan biaya dari Universitas Wangsa Manggala
Jogjakarta, lulus pa&
tahun 1998. Pa& tahun 1998, mendapat kesempatan
melanjutkan ke program doktor pa& program studi dan perguman tinggi yang
sama dengan mendapath beasiswa dari Dikti (BPPS).
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Petemkan, Fakultas
Pertanian, Universitas Wangsa Manggala Jogjakarta, sejak 1988 sampai sekarang.
Penulis menikah dengan Sapto Amal Darnandari dan telah dikaruniai dua
orang putrdputri
(1 t tahun).
yaitu Dhito Megarmto (15 tahun) dan Whita Ratnasari
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat clan HidayahNya, sehingga disertasi ini berhasil
diselesaih. Terna yang dipiIih dalam penelitian ini ialah penan-
domba
setelah pengangkutan dengan judul "Pengaruh Pemberian Gula, Insulin dan Lama
Istirahat sebefum Pernotongan pada Domba setelah Pengangkutan terhabp
Kual itas Daging"
Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini tidak terlepas dari kerjasama
yang baik dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. H. R. Eddie Gurnadi seiaku ketua komisi pembimbing,
Bapak Dr. Rudy Priyanto dan Bapak Prof. Dr. Wasmen Manah, selaku anggota
komisi pembirnbing, yang telah banyak memberikan arahan clan tambahan ilmu
sehingga disertasi ini dapat selesai.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor, D e h
FakuItas Pertanian dan Ketua Jurusan Peternakan beserta stat Universitas Wangsa
Manggala yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dana penelitian,
sehingga penulis dapat menyelesai kan pendidikan di program doktor. PenuIis
mengucapkan terirna kasih kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasajana
beserta staf, Ketua Program Studi Ilmu Temk beserta staf yang ikut berpem
Mam penyelesaian studi doktor ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada PengeloIa Beasiswa BPPS Dirjen Dikti yang teIah memberikan beasiswa
kepada penulis selama mengihti pendihkan program doktor.
PenuIis j uga mengucapkan terima kasih kepada staf labc,ratoriurn
ruminansia besar, Fakultas Peternakan dan staf Iaboratorium fisiologi FKH, P B
yang telah memberi kesemptan d m fasilitas selama penulis melaksanakan
penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepda ibu Ida, ibu Sri,
bapak Cucu, bapak Eko dan bapak Arya yang telah membantu pelaksanaan
analisa daging clan darah di laboratorium, serta bapak Sastra, bapak Nur, bapak
Lilik dan bapak Udin yang tetah membantu pelaksanaan di lapangan. Rbeina, Udi,
Adi dan Anne yang telah bersarna-sarna dalam penelitian ini. Kepada Elis
Dihansih, Indyah Wahyuni, Hany Triely Uhi dan Dedi Rahmat, sahabat-sahabat
yang selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada pendis sehingga disertasi
ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Hartb Utomo
(aim.) dan Zbu (almh), Bapk dan Ibu Damandari (mertua), k a k a k - W u mbak
Mandayati, mbak Sri Wahyuni dan aIm. mas Agus K, mas Munadi W,Mas Budi
H, dan Mbak Sri Moch. Dasir beserta suami, adik-adikku Sri Saptorini K,
Senjawati K, lnira Dani, Human Yuri dan Trika Midasari, serta seluruh
keponakanku terutama Afi dan Wisnu. Yang tercinta suamiku Sapto Amal
Damandari dan anak-anakku Dhito Megananto d m Whita Ratnasari, yang selalu
penuh kesabaran dan kasih sayang memberikan dukungan moil clan rnaterii1
selama penulis menjalani pendidikan sampai selesainya penulisan disertasi ini.
Semoga Allah SWT mencatat amal bakti tersebut sebagai sdah satu
ibadah, dan semoga disertasi ini dapat memberikan informasi baru dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di dunia petemakan dan bemanfaat
bagi pembaca. Arnin.
Bogor,
Mei 2004
Sri J3artati Cmdra Dewi
DAFTAR IS1
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
PENDAEULUAN ....................................
-- .............................................
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................
. . ........................................................................
Kegunaan Penelltian
..
Hipotesis Penellban ........................................................................
xi
...
Xlll
1
1
3
3
4
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Pengangkutan Temak di Indonesia ..................................................
Stres Pengangkutan p d a Ternak ....................................................
Penanganan Temak sebelurn Pernotongan .....................................
Metabolisme Glikogen dan Glukosa ...............................................
..........
Peranan Insulin dan Mobilisasi Glukosa ........................... .
Sifat Fisi k dan Kimia Daging ..........................................................
W a r n Daging ..................................................................................
Keempukan Daging .........................................................................
Daya Mengikat Air Daging .............................................................
pH Daging ........................................................................................
Susut Masak Daging ........................................................................
Daging DFD ......................................................................................
METODE PENELLTIAN ..........................
.
.
.....................................
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
Materi ..............................................................................................
Metode .............................................................................................
HASLL DAN PEMBAEMSAN ...............................................................
Suhu Rektal dan Denyut Jantung ...................................................
Penurunan Bobot Hidup .................................................................
Persentase Bobot Karkas ...............................................................
Kadar Glukosa Darah ......................................................................
Kadar Glikogen Daging ...................................................................
Kadar Asam Laktat Daging ...............................................................
pH Daging .......................................................................................
Daya Mengikat Air .........................................................................
Keempukan Daging .......................................................................
Susut Masak ....................................................................................
W a r n Daging .................................................................................
Pembahasan Umum ...........................................................................
33
33
33
33
SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
Simpulan ..........................................................................................
Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................
DAFTAR TABEL
I Suhu rektal dan denyut jantung domba sebelurn dan setelah
pengangkutan ......................................................................................
2 Rataan penurunan bobot badan domba selarna pengangkutan
dan istirahat (%) ...................................................................................
3 Rataan persentase bobot karkas domba selama penelitian (%) ...........
4 Rataan kadar glukosa darah domba selarna penelitian (mgldl) ..........
5 Rataan kadar glukosa darah domba sebelum dipotong (rngldL) .........
6 Rataan kadar glikogen daging domba (%) ..........................................
7 Ratam kadar asam laktat daging domba (pmol/g ) .............................
8 Ra-n
nilai pH daging dornba ...........................................................
9 Rataan kadar air bebas &gng domba (%) ........................................
10 Rataan nilai shear force daging domba (kg/crn2} .............................
1 1 Rataan nilai susut masak daging domba (%) .....................................
1 2 Rataan nilai L warna daging domba .................................................
13 Rataan nilai a warm daging domba ..................................................
14 Rataan nilai b warm daglng domba ..................................................
15 Rataan nilai warna dagingdomba h i 1 uji skoring clan uji hedonik .
22 W a r n daging domba penelitian ...........................................................
69
23 Hubungan antara kadar glikogen clan asam laktat daging ....................
73
24 Hubungan antara krtdar glikogen dan pH daging domba .....................
74
25 Hubungan antara kadar asam Iaktat dan pH dagmg dornba .................
75
26 Hubungan antara pH dan susut mas& dagng domba ...........................
76
DAFTAR LAMPIRAN
Analisis ragarn pengaruh perlakuan pada penurunan bobot
badan domba ..................................................................
87
2 Analisis ragam penganrh perlakuan pada persentase b b o t karkas
domba ..........................................................................
87
3 A d i s i s ragam penganrh perlakuan pada glukosa darah
domba ..........................................................................
88
1
4
5
Analisis ragam pengaruh perlakuan pada glukosa darah domba
sebelurn dipotong .............................................................
88
Analisis ragam pengaruh perlakuan pa& glikogen daging
domba ..........................................................................
88
6 Analisis ragam pengaruh perlakuan pada asam laktat daging
domba ..........................................................................
89
7 Analisis ragam pengaruh perlakuan pada nilai pH daging
darnba ..........................................................................
89
8 Anal isis ragam pen&
perlakuan pada nilai daya mengikat
air daging domba .............................................................
90
9 Analisis mgam pengaruh perlakuan pada nilai keempukan daging
domba ............................................................................
90
f 0 Analisis ragam pengad perf akuan pada nilai susut masak dagmg
domba ...........................................................................
91
I f Analisis ragam pengaruh perlakuan pa& nilai kecerahan wama (L)
daging domba ..................................................................
91
12 Analisis ragam pengaruh perlakuan pada nilai kemerahan warm (a)
daging dombtt ...................................................................
92
13 Analisis ragam pengaruh perlakuan pixla nilai kekuningan (b)
dagmg domba ...................................................................
92
PENDAHULUAN
Latar Belnkaog
Meningkatnya daya beli konsurnen dsn berkembangnya segmen pasar
daging rnendorong permintam daging berkualitas semakin tinggi. Kualitas
daging yang dihasilkan dari seekor temak selain ditentukan oieh faktor on farm
seperti penggunaan mutu bibit ternak dan penggufiaan teknologi pakan, juga
oleh faktor of furm terutama penanenan temak pascapanen.
dipen&
Penanganan temk pascapanen antara lain meliputi transportasi, penyelaan pakan
dart rninum selama transportasi dan sebelum pemotongan tenzak, pengistirahatan
ternak dan penanganan ternak sebelum pemotongan. Penanenan ternak
pascapanen yang ti& baik merupakan faktor penyebab stres yang potensial bagi
ternak yang pa& akhirnya dapat menurunkan k 4 i t . m daging yang dihasilkan.
Pengangkutan temak dilakukan karena adanya jar& yang cukup jauh
antara sentra produksi ternak d e w rumah ptong hewan (RPH) yang ada di
lokasi konsumen. Hal ini disebabkan oleh kondisi wilayah dsn geografi Indonesia,
&rah&erah
sentra produksi ternak umumnya memiliki lokasi yang berjauhan
dengan konsurnen. Sebagai contoh permintaan daging sap], DKI Jakarta
merupakan daerah konsurnen dengan permintaan -ng
yang tinggi, namun tidak
dapat rnenunjang usaha produksi temk. OIeh sebab itu pernerintah daerah hams
mendatangkan ternak hidup dari daerah lain seperb Larnpung, Jawa Tengah,
Jawa Timur bahkan dari Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur, yang menyebabkan temak harus mengalami pengangkutan yang cukup
jauh dan melelahkan dengan waktu yang cukup lama.
SeIama pengangkutan, ternak berada dalam posisi berdiri clan tidak bebas
bergerak, sehingga akan mengalami stres. Kondisi ini rnenjadi semakin parah oleh
kekurangan air minum dan atau pakan selrtma transprtasi. Ternak yang resisten
terhadap stres mampu rnempertahankan temperatur normal tubuh dm kondisi
homeostatik dalam otot-ototnya, dengan mengorbankan cadangan glikogen.
Menurut Aberle et al. (2001), defisiensi glikogen terjadi apabiia temak yang
mengalami stres, seperti yang berkaitam dengan kelelahan, latihan, puasa dan
gelisah, atau yang langsung dipotong sebelum rnendapat istirahat yang cukup
untuk rnemulihkan cadangan glikogen ototnya. Defisiensi gIikogen otot pada
ternak &pat menyebabkan proses glikolisis pascarnati yang terbatas dm larnban,
sehingga daging yang dihasilkan mempunyai pH yang t i n e dengan warm merah
gelap atau dikenal dengan istilah W n g DFD (Dark Firm and Dry). Kasus daging
DFD di Iuar negeri cukup banyak yaitu Iebih d m 20% terjadi pada sapi jantan
muda, dan merupakan masalah yang penting dalam produksi daging. Daging DFD
sangat merugikan karena dengan pH akhir y q tinggi dan penampakan yang
kurang bagus akan menurunkan harga daging. Harga daging DFD &pat turun
sampai 25-30% dari h a r e dagng normal, sehingga sangat merugikan produsen
daging. Apbila sudah dikategorikan sebagai daging DFD, daging itu &an dijual
sebagai daging afkir yang tidak laku dijual sebagai daging segar, tetapi dijual
s e b a p daging olahan antara lain sosis kering, daging asap asin maupun didah
sebagai pakan hewan. Kasus daging DFD di Indonesia kemungkinan terjadi cukup
banyak mengingat ik1im yang tropis clan kondisi pengangkutan ternak yang belum
memadai, tetapi beIurn ada data tentang seberapa besar terjadinya kasus dagmg
DFD di negara ini.
Penanganan ternak setef ah pengangkutan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan ternak &lam mernulihkan cadangan glikogen ototnya, antara lain
dengan rnengistirahatkan ternak sebelum dipotong. Selain itu, untuk mempercepat
pemulihan kondisi tubuh temak tersebut adalah memberikan larutan gula.
Menurut Schaefer
ef
ai+ (19901, sapi yang diberi lamtan glukosa setelah
transportasi mempunyai hasil karkas 3-4% Iebih tinggi daripada sapi yang hmya
diberi air rninurn maupun yang tanpa air minum. Selama transportasi ternak
mengalami stres dan berupaya untuk mempertahankan kondisi fisiologis
tubuhnya, sehingga otot berkontraksi lebih cepat. Keadaan ini memerlukan laju
aliran darah yang meningkat dalam otot, kondisi ini menyebabkan peningkatan
mobilisasi glukosa. Hormon insulin merangsang pemasukan glukosa darah ke
dalam sel-seI target, yang &lam ha1 ini kernbali ke otot (Turner-Bagnara, 1976).
Berdasarkan masalah tersebut di atas tef ah dilakukan penelitian tentang pernberian
gula dan insulin, sert. lama istirahat untuk pemulihan kondisi domba setelah
mengalami pengangkutan sehingga daging yang dihasilkan berkualitas bai k.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masafah tersebut di atas, tujuan penelitian ini dab untuk
mempelajari pengarub guIa, insulin clan lama istirahat pada halitas daging domba
yang mengalami pengangkutan.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunairan sebagai infomasi ddarn penanganan
ternak setelah mengalami pengangkutan, untuk menghasiikan W n g berkualitas
baik.
Hipot~isPenelitian
1. Pemberian gula pada domba setelah pengangkutan akan menghasilkan kualitas
daging yang baik.
2. Pemberian insulin pa& domba setelah mengalami pengangkutan akan
mempercepat waktu pemulihan sehingga menghasilkan W n g dengan
kualitas yang baik.
3. Lama periode istirahat akan mempengaruhr kualitas dagmg domba.
4. Terdapat interaksi pengaruh antara pemberian gula, insulin dan lama istirahat
@a domba yang mengalami pengangkutan, mtuk menghasilkan daging yang
berkualitas baik.
TMJAUAN PUSTAKA
Pengangkutan Ternak di Indonesia
Pengangkutan ternak rnerupakan salah satu faktor yang penting &lam
penanganan ternak pascapanen, yang dapat mempengaruhi kualitas daging yang
dihasilkan. Pengangkutan temak diperlukan karena adanya jarak yang cukup jauh
antara sentra produksi ternak dengan rumah potong hewan (RPH) yang ada di
lokasi konsumen. Jarak antara pradusen clan konsumen yang jauh disebabkan
karena kondisi wilayah dan geografi daerah yang satu dengan Iainnya berbeda,
sehingga ada daerah yang tidak rnemungkinkan untuk dikembangkan usaha
peternakan tetapi konsumsi basil temak tinggi. Oleh karena itu, daerah komumen
hasil ternak perlu mendatangkan ternak hidup dari daerah lain. Salah satu contoh
adalah Daerah Khusus ibukota Jakarta dengan jumlah penduduk yang besar dan
kondisi perekonomian yang relatif lebih maju dibanding daerah lain, maka DKI
Jakarta menjadi daerah tujuan pengiriman ternak hidup @pi, k e h u , kambing,
domba dan ayam) dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut Candra (2002),
daIam rangka memenuhi konsumsi daging di wilayah DKI Jakarta, Tangerang
dan Bekasi, maka RPH PD Dharma Jaya mendatangkan ternak potong dan daerah
Lampung, Jawa Barat, J a m Tengah, Jawa Timur, Bali, Kupang dan Kalimantztn.
RPH Bogor mendatangkan sapi d m daerah Pati, Pekalongan, Madiun clan
Lampung, sedangkan ternak kerbau, domba, kambing dan babi dari daerah sekitar
Bogor ( H m i yadi 2000). Supriyadi (2003) menyatakan bahwa RPH TasikrnaIaya
mendatangkan sapi dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tata niaga ternak ptong di Indonesia dari daerah produsen ke daerah
kosumen memiliki jarak yang cukup jauh. Oleh karena itu pengangkutan
memegang peranan ymg sangat penting &lam
tataniaga ternak potong.
Pengangkutan ternak di Indonesia urnumnya menggunakan angkutan kereta api,
kendaraan truk clan kapal (Adoe 1981). Pengangkutan ternak hidup yang be-1
dari luar pdau Jawa menggunakan kapal laut, kemudian setelah sampai di
pelabuhan dipindahkan ke truk clan atau kereta api ke RPH Jakarta. Ternak yang
berasal dari puIau Jawa dan Bali diangkut ke Jakarta menggumkan tmk atau
kereta api . Truk merupkan jenis angkutan paling banyak digmakan, karena dapat
mencapai Iokasi petemakan di daerah terpencil dan Iebih ekonomis (Adoe 1981;
Lasmi 1988; Rusnadi 1995). Adoe (1981) menyatakan bahwa pa& sistem
pengangkutan ternak menggunakan kapal laut sering terjadi keterlarnbatan
pengaplan. Selain i tu, masih diperlukan angkutan tambahan dengan truk untuk
mengangkut ternak dari lokasi peternakan ke kapal, maupun dari kapal ke RPH,
yang mengakibatkan biaya pengangkutan yang lebih tinggi. Sistem pengangkutan
ternak menggunakan kereta api memerlukan waktu tempuh yang lebih panjang,
waktu kedatangan yang tidak tentu.
Satu gerbong kereta api dapat mengangkut sapi atau kerbau rata-rata
sebanyak 20 ekor (Ad=
1981) atau antara 18-21 ekor (Lasmi 1988).
Pengmgkutan dengan truk cocok untuk jarak dekat dan sedang. Truk engkel dapat
memuat 6-10 ekor sapi, tnrk tronton dapat memuat 18- 19 ekor sapi, dan tnrk
gandeng dapat memuat 33-34 ekor sapi (Lasmi 1 988).
S t m Pengangkutan pada Ternak
Selama dalam pengangkutan, temak pada umumnya berdiri dan tidak
bebas bergerak. Kondisi tersebut dapat rnenyebabkan stres pada ternak. Stres
dapat didefinisikan sebagai respons fisiologis, biohmia clan tingkah laku temak
terhadap berbagal faktor fisik, lumia dan lingkungan biologs (Yousef 1985).
Stres menunjukkan besarnya pengaruh luar terhadap sistem tubuh yang cenderung
menggantikan sistem tersebut dari istirahat atau keadaan basal. Pada ternak yang
diangkut dari ladang ternak untuk dipotong, penyebab stres merupakan gabungan
oleh ketiadaan air minum dan atau pakan, sires psikologi, fisiologi dan fisik, atau
gabungan dan faktor-faktor tersebut (Shorthose dan Whytes 1988).
Penyebab stres fisiologi yang timbul saat ternak diangkut ke tempat
pernotongan adalah pernuasaan, kelelahan, ketakutan dan kepadatan ternak
(Lawrie 1 99 1). Intensitas stres dipengaruhi oleh jarak clan lama perjaIanan,
tingkah
laku ternak, bentuk
pengangkutan, tingkat kepadatan waktu
pengangkutan, keadaan iklim, penanganan p d a saat perjaianan, keefektifan
istirahat setelah perjalanan dan sifat kerentanrtn terhadap stres (Lawrie 1991;
Fernandez et ul. 1996). Shorthose dan Wytes (1 988) menyatakan bahwa apabila
stres yang dialami hanya sebentar, dan tidak berkepanjangan, sebagian besar
ternak &pat menyesuaikan diri; apabila stres pa& ternak berlmgsung lama dan
berkepanjangan, ternak ti&
&pat menyesuaikan diri. Ternak yang tidak &pat
menyesuaikan tersebut menjadi kelelahan dan dapat mengakibatkan kernatian.
Manifestasi dari stres pengangkutan adalah p e n m kandungan
glikogen otot, penurumn b b o t badan, penurunan persentase karkas, luka memar,
kekurangan oksigen, clan pengeluaran darah yang kurang sempuma pada saat
pernotongan (Lawrie 1991; Shorthose dan Wythes 1988).
Tubuh ternak
mem punyai suatu pertahanan alami untuk mengatasi kondisi-kondisi yang
memgikan, misalnya stres pengangkutan sehingga dapat rnempertahankan kondisi
internal (herneostasis). Menurut Aberle et al. (2001) konsehensi-konsekuensi
dari cekaman dan penyesuaian rnetaboIik yang terkait akan mengakibatkan
peningkatan kontraksi otot. Selama kontraksi otot yang intensif, sistem sirkulasi
darah tidak dapat membawa oksigen dm glukosa ke otot dengan kecepatan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan otot yang tinggi untuk sintesis ATP (Akrle et
a/. 2001; Lehninger 1994a). Dalam ha1 ini, glikogen otot dipergunakan
sebagai bahan bakar cadangan dan dengan cepat diuraikan melalui glikolisis untuk
membentuk laktat dan menghasilkan ATP, yang merupakan sumber energi bagi
kontraksi otot.
Pada keadaan pasokan oksigen tidak mencukupi, ion hidrogen yang
dilepkan &lam glikalisis drtn siklus asam trikarboksilat tidak dapat bergabung
dengan oksigen dengan kecepatan yang cukup. Dengan demikian, ion hidrogen
cenderung berakumulasi Mam otot. Kelebihan hidrogen ini kemudian digunakan
untuk rnengkonversi asam piruvat menjadi asam laktat yang memberi peluang
bagi dikolisis unhk berlangsung p d a kecepatan tinggi (Gambar 1). Setiap
glukosa menghasilkan 3 molekul ATP &lam glikolisis, sehingga rnetabolisrne
anaerob &pat memasok energi untuk otot (Abede et al. 200 1).
Fernandez et al. (19%) rnenyatakan bahwa pengaruh lama pengangkutan
1 1 jam pa& kehilangan bobot hidup pedet adalah sebesar 3,64%. Dornba yang
mengalami pengangkutan selarna 14 jam mengalami penurunan bobot badm ratarata sebesar 6,7??per ekor (Knowles et al. 1993). Menurut KnowIes et al. (1995)
domba yang ditransportasikan selama 15 jam mengalami penurunan bobot badan
rata-rata sebesar 8%. Sapi Bali jantan yang mengalami pengangkutan s e l m
Iebi h kurang 48 jam dengan j arak tempuh lebih kurang 1200 km, mengalami
penunman bobot badan 8,33-12% dengan rata-rata 9,77% per ekor (Mas'ud 1999)
Gambar 1 . Diagram daur suplai energi di dalam otot. (Aberle et a(. 200 1).
Penurunan hbot badan sapi Bali jantan setelah pengangkutan terutama
disebabkan oleh terjadinya urinasi dan defekasi selama pejalanan, sehingga isi
saluran pencemaan dan kanhlng kemih berkurang. Di samping itu, penurunan
b b t badan tidak hanya disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh akibat sering
urinasi tetapi juga karena kehilangan cairan tubuh melalui pernapasan dan
keringat (Gortel et al. 1992).
Selain penurunan bubot badan, stres yang dsalami ternak juga
menyebabkan peningkatan suhu rektd, frekuensi permpasan dan denyut nadi.
Veigh dan Tarrant (1981) rnenyatakan bahwa sapi yang mengalami stres,
frekuensi denyut nadi meningkat dari 84 kalilmenit menjadi 135 kali/menit dan
suhu rektal meningkat dari 38,9 'C menjadi 40,7 OC. Frandson (1993) menyatakan
bahwa denyut nadi domba rat.-rata 70-80 kaIi.menit. Knowles et al. (1995)
menyatakan bahwa domba yang mengalami pengangkutan frekuensi denyut nadi
meningkat selama penganglcutan, pada awd pengangkutan 100 kaliimenit dan
meningkat tajarn menjadi 150 kalilmenit setelah 1,5-3 jam pertama perjalanan.
Setelah 9 jam perjalanan frekuensi denyut nadi menurun menjadi 80 kalilmenit.
Hernaman (2001) menyatakan bahwa suhu r e h l dan denyut nadi meningkat
setelah domba mengalami transportasi selama 4 jam.
transportasi sebesar 39,46
OC
meningkat menjadi 39,72
Suhu rektal sebelum
k setelah transportasi
dan denyut nad~ sebelum tmmportasi 133 kalilmenit meningkat menjadi
144 kalilmenit setelah transportasi.
Hood dan Joseph (1989) menyatakan bahwa domba yang diangkut rnelalui
daratan di Australia dengan jarak tempuh lebih dari 1000 km menghasilkan
kualitas daging yang lebih baik apabila domba diistidatkan selama 120 jam
sebelum pernotongan, dengan disediakan ransum dan air minum, dibandingkan
dengan domba yang dipotong setelah istirahat hanya selama 1 8 jam. Shorthose
clan Wythes (1988) menyatakan bahwa domba yang mengalami transportasi
selarna 4 jam, akan mengalami pengurangan glikogen otot yang cukup untuk
rneningkatkan nilai pH akhir otot. Knowles ef al. (1993) menyatakan bahwa
domba yang mengalami 14 jam trsnsporhsi, gIukosa damhnya meningkat dari
3,65 m o V l sebelum transportasi menjadi 4,06 mmoM. Knowles er al. (1995)
menyatakan bahwa glukosa darah nyata meningkat (6,5 mmoVI) setelah 3 jam
bnsprtasi, clan setelah 9 jam transportasi akan t&
kembali sarna dengan
sebelum ditransportasikan (4,5 mmoV1).
Kirton et al. (1972) mencatat penyusutan yang jauh lebih besar (5%) pa&
bobot karkas panas pedet (bobot hidup < 45 kg b b o t karkas > 10 kg) pada
pemuasaan 24 jam prapotong. Gortel et a2. (1992) menyatakan bahwa bobot
karkas panas Iebih
tins
p d a sapi yang diberi larutan eIektro1it selama
pengurungan setelah pengangkutan, dibandingkan dengan sapi yang hanya diberi
air saja, sdangkan Schaefer et al. (1990) menyatakan bahwa pemkrian glukosa
dan lamtan elektroiit tampak mengurangi jumlah penciutan karkas sampai 3%.
Pengangkutan dalam waktu yang lama, meskipun rnenyebabkan peningkatan
persentase karkas, menimbulkan pengaruh merugkan terhadap hasiI keseluruhan
(Fernandez et al. 1996).
Semua penyebab stres yang digertak oleh manajemen pada ternak adalah
ekspose, pemindahan, pengangkutan dan penan-
yang dianggap sebagai
penyebab yang paling potensial (Eichinger et a/.199 1). Secara ekonomi, fahor
pemasaran adaIah penting karena faktor ini clapat menu&
kuatitas dagng dan
rneningkatkan susut karkas (Shorthose dm Wythes, 1 988). Gurnadi (1 993)
menegaskan bahwa bagaimanapun baiknya mutu ternak potong, j i ka penanganan
sebelum pernotongan, saat dipotong dan sesudah dipotong kurang baik maka
daging yang difiasi1k.ntidak akan memenuhi standar rnutu yang baik pula. Oleh
karena itu ternak yang akan diptong perlu cukup istirahat, tidak mengalami stres
yang berlebihan pada waktu dipotong clan ditangani dengan baik setelah diptong-
Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegh terjadinya penyimpangan kualitas
daging seperti kasus daging yang pucat, lembek clan basah (Pale, So@ and
Excardative
=
PSE) maupun dagmg yang warnanya gelap, keras dan kering
( a r k , Firm and Dry = DFD).
Penanganan Ternak sebelum Pernotongan
Pengangkutan ternak dari tempt penggemukan ke tempat pernotongan
memerlukan waktu, dm ha1 ini dapat menyebabkan kelelahan dm stres pada
tern& tersebut. Menurut Crouse dan Smith (1986) kelelahan dan stres di
perjalanan yang dialami sapi-sapi tersebut mengakibatkan kehabisan cadangan
glikogen otot, sehingga meningkatkan kandungan asam laktat darah. Dornba yang
mengalami transprtasi selama 4 jam akan mengalami pen-
glikogen otot
yang cukup untuk meningkatkan nilai pH akhir otot (Shorthose dan Wythes
1988). Apabila sesampainya di m a h potong hewan (RPH) ternak tersebut
langsung dipotong akan dihasiIkan daging yang berwama gelap dan mempunyai
pH tinggi, sehingga sangat rnerugkan. Oieh karena itu dipdukan waktu istirahat
yang cukup untuk memulihkan kondisi ternak, sehingga dihasilkan daging yang
mempunyai kualitas yang baik.
Dalam rangka pemulihan kondisi tubuh temak akibat stres dan kele1ahan
selama pengangkutan diperlukan waktu istirahat yang cukup di t e m p t
penampungan sebelurn dipotong (Lawrie 1991; Gurnadi 1993). Pada umumnya
RPH yang besar mempunyai fasilitas kandang penampungan, yang digunakan
untuk mengistirahatkan ternak sebelum diptong. Periode istirahat pada ternak
sebe1um hpotong merupakan salah satu prosedur penanganan ternak di RPH.
Lama istirahat yang diterapkan bervariasi antara 8 sampai 24 jam sebelum temak
diptong. Namun demikian, ada beberapa RPH Daerah Tingkat U dm
pernotongan ternak di luar RPH yang belurn menerapkan periode istirahat
sebelum ternak dipotong meskipun RPH tersebut mempunyai fasilitas kandang
penampungan. RPH yang belum menerapkan penide istirahat antara lain RPH
Surakarta (Sudjajanto 1999) dan RPH Tasikmalaya (Supriyadi 2003), karena
ternak sampai di RPH beberapa saat menjeIang waktu pernotongam dimdai.
Ternak setelah mengalami pengangkutan, sesampainya di RPH mengalami
kelelahan dan otot-otot berkontraksi cepat. Aberle et a/.(200 1) menyatakan
bahwa apabila terjadi kontraksi otot yang cepat, sedangkan pasokan oksigen tidak
mencukupi, maka ion hidfogen
(myang dilepaskan dalam proses glikolisis dan
siklus TCA tidak dapt bergabung dengan oksigen (02)pa& kecepatan yang
cukup sehingga ion hidrogen cenderung berakumulasi dalam otot. Kelebihan
hidrogen ini kemudian digunakan untuk mengkonversi asam pimvat menjadi
asam laktat. Akurnulasi asam laktat dalarn otot ini akan mengakibatkan kelelahan
berkemhg d e w cept. Oleh karena itu diperlukan waktu pernulihan kondisi
otot dari k e l e l h . Pa& saat pemulihan ini asam laktat dirtngkut keluar dari otot
meldui aliran darah dan dikonversi lagi menjadi glukosa di Mam hati (Gambar
2). Proses pemulihan kembali ini berlangsung dengan cepat untuk kelelafian
ringan, namun dapat memerlukan periode waktu yang panjang apabila kelelahan
itu cukup berat. Glikogen dapat disimpan kembali dalam otot (sekitar 1% dari
bobot otot), apabila waktu dm nutrisi yang tersedia cukup memadai.
Gambar 2. Daur proses pembagian energi untuk kontraksi fungsi otot
(Aberle el ul. 200 I ).
Menurut Shorthose dan Wythes (19881, transportasi pa& ternak yang
diikut I dengan istirahat yang tidak cukup sebelum pernotongan, akan menurunkan
kadar glikogen otot yang cukup untuk rneningkatkan nilai pH akhir dari otot
domba. Kondisi penampungan dan penanganan prapotong yang baik,
mem perpanjang periode istirahat dengan menyediakan air rninum, atau pakan
dan air minum, akan mengumngi kemungkinan otot mempunyai niIai pH akhir
yang tinggi. Penanganan selama istirahat di kandang penampungan mempakan
tindakan yang penting untuk membantu pemulihan kondisi tubuh domba.
Penanganan tersebut antara lain pemberian air minum yang berupa air, larutan
gula maupun larutan elektrolit. Pemberiam air minum setelah pengangkutan dapat
digunakan untuk mengurangi stres yang dialarni selama penganglcutan, Gortel
et ul. (1 992) rnenyatakan bahwa akses terhadap cairan selarna pengunrngan sangat
penting untuk mempertahankan volume cairan ekstmeluler dan rnengurangi
pengaruh buruk dari stres pengangkutan. Sapi jantan yang diberi air minum
larutan elektrolit selama pengurungan menghasilkan bobot karkas panas yang
lebih tinggi daripada jantm yang hanya diberi perlakuan air saja. Sapi jantan yang
diberi larutan elektrolit kehilangam bobot dalam bagian-bagian yang bukan dari
karkas p a w , tetapi is1 saluran pencernaan dan lamtan elektrorit lebih mudah
diserap menembus dinding saluran pencernaan. Pemberian lamtan gldcosa pada
sapi selama pengurungan telah dilakukan oleh Schaefer el ul. (1990). Perlakuan
elektrolit dan glukosa mernberikan pengaruh yang positif terhadap warna daging
dan kualitas dagmg dengan grade yang baik. Pemberian Iarutan elektrolit atau
glukosa untuk konsumsi sebelum pernotongan akan mengurangi pen&
stres
pengangkutandan juga memperbaiki kualitas daging dan basil karkas.
Meta bolisme Glikogen dan Glukosa
Glikogen rnerupakan h t u k simpanan karbhidrat yang utama di dalam
tubuh hewan. Glikogen terutama terdapat di Mam hati sekitar 6% dan di dalam
otot sekitar 1% (Mayes 1 9991, sedan*
glikogen hati
menurut Preston dm Leng (1987)
sekitar 5 dl00 g dan pada otot 1-2 dl00 g. Setelah proses
penyerapan melalui dinding usus halus, sebagian besar monosakarida dibawa oleh
aliran darah ke hati (Wirahadikusumah 1985; Aberle et al. 2001). Di dalarn hati,
rnonosakan'da mengalami proses sintesis menghasilkan glikogen, oksidasi
menjadi COz dan HzO atau diIepaskan untuk dibawa melaiui aliran darah ke
bagan tubuh yang rnemerlukan
DARAH
HATI
Glikogen
Glikogen
T
li
1-
OTOT
Fruktosa
Fruktosa
4
Gdaktosa
Gdaktosa
Glukosa
T
I
,
Glukosa
Glukosa
A-
I.
A-
Piruvat
Piruvat
4
I
F
--
COz+Hz0
Lipida
Laktat
4
4
Pimvat
kT
**
COz + Hz0
Sterol
kolesterol
Gambar 3. Gambaran umum metabolisme karbohidrat : hubungan antara hati,
darah clan otot (Wirahadikusumah 1985).
Glikogen disintesis dan prekursor giukosa lainnya melalui lintasan
glikogenesis, Proses glikogenesis terjadi di ddam otot dan hati (Mayes 1995;
Lahninger 1994a). Glukosa akan mengalami fosforilastsi menjadi glukosa 6-fosfat
yang dikatalisis oleh enzim heksokinase di dalam otot dan enzim glukokinase
di &lam hati. Selanjutnya glukosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 1-fmfat dalarn
reaksi yang dikataIisis oleh enzim fosfo~ukomutase.Giuko~~
6-fosfat dan gIukos8
1 -fosfat merupkan senyawa antara proses glikogenesis (Wirahadikusumah 1985).
Glukosa 6-fosfat
GIukosa 1-fosfat.
S
Glukosa- 1-fosfat
A
I
k
PP1
UTP
Uridin
t d -
Uridin difosfat glukosa (UDPG)
Gambar 4. F e r n b e n t h uridin difosfat + glukosa (UDPG) dari glukosa,
rnelalui pembentukan glukosa 6-fosfat clan glukosa 1-fosfat
(W i r a h a d i k u s d 1985).
Selanjutnya senyawa glukosa I dosfat bereaksi dengan uridin trifosfat (UTP)
untuk membentuk uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa). Reaksi antmi glukosa
1 -fosfat dan uridin trifosfat dikatalisrtsi oleh enzim UDP-glukosa pirofosforilase
UTP + glukosa I -fosfat
+UDP-glukosa
+
Gambar 4 menyajikan lintasan pembentukan uri&n difosfat dari UDPglukosa yang merupakan donor langsung residu glukosa di dalam pemhtukan
enzimatik glikogen oIeh kej a glikogen sintase, yang menggiettkan pemindahan
residu glukosif dari UDP-glukosa ke ujung nonreduksi molekul glikogen
bercabang.
Glukosa- 1-fosfat
CHzOH
Uridin difosfat glukosa (UDPG)
CHZOH
Glikogen sintaae
OH
H
OH
VOP
Gam bar 5. Glikogenesis (pembentdcm glikogen oleh glikogen sintase)
(Lehninger 1994a; Wirahadikusumah 1985)
Glikogen yang terbentuk melalui Iintasan glikogenesis (Garnbar 5)
kemudian disimpan di &lam hati maupun di dalam otot, yang digunakan sebagai
bahan bakar cadangan dan diuraikan meIalui proses glikogenolisis. Pada kondisi
ternak stres, sistem
sirkular ti&
&pat membawa oksigen dan glukosa ke otot
kerangka dengan kecepatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan otot yang
demiluan tinggi terhadap ATP (khninger 1994a; AberIe et 01. 2001). DaIam
keadaan tersebut glikogen dengan cepat diuraikan melalui proses glikol isis untuk
membenhdc asarn Iaktat dan menghasilkan ATP, sebagai surnber energi tinggi.
Pada reaksi giikogenolisis (Gambar 6), tejadi proses pemecahan
(fosforolisis) ikatan-14 glikogen untuk menghasiikan glukosa 1-fosfat (Mayes
1999). Dengan dikatalisasi oleh enzim fosfo-glukomutme, glukosa 6-fosfat dapat
dikntuk dari glukosa 1-fosfat. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi g l u k w dengan
dikatalisis enzirn fosfatase sehingga memudahkan difusi glukosa dari sel ke dalam
darah yang menyebabkan kenaikan kadar giukosa darah.
Glikogen, (glukosa),,
CH20H
H
OH
Glukosa- I -fosfat
CHIOH
5
OH
Gtiaogen, (glukosa),1
Fosfoglukomutase
Garnbar 6 . Glikogenolisis (penguraim glikogen menghasilkan glukosa 6-fosfat)
(Wirahadikusumah 1985).
Secara ringkas proses glikogenesis dan glikogenolisis beserta enzimenzim
yang berperan dalam kedua proses tersebut dapat dilihat pad. Garnbar 7.
Keterangan :
Enzim : El
= fosforilase
€4
= glukokimx
Pi
= fosfat
anorgmik
E2
E5
= fosfoglukomutase
= pirofosfonlase
PPi = asam pirofosfkt
E3 = fosfatase;
E6 = glikogen sitltetase
Gambar 7.Jalan R&i glikogenesis dan glikogenolisis
(Wirahadikusumah 1985).
Glukosa darah tidak hanya berasal clan proses glikogenolisis saja, tetapi
dapat berasel dari berbagai senyawa glukogenik (Lehninger 1994a; Mayes 1999).
Senyawa glukogenik antam lain adalah asam laktat hasil dari oksidasi glukosa di
dalam otot. Mayes (1999) menyatakan bahwa laktat dibawa ke hati rnelalui
alimn darah untuk disintesis rnenjadi glukosa, sehingga giukosa tersedia lagi lewat
sirkulasi bagi oksidasi di dalam jaringan, proses ini dkenal sebagai siklus Cori
(Garnbar 8).
Gambar 8. Siklus Cori atau siklus asam laktat dan glukosa. (Mayes 1999).
Peranan Insulin dan Mobilbasi Glukosa
Insulin merupakan hornon yang dihasilh oleh padueas, yaitu sel-sel B
pulau Langerhans (Turner-Bagnara 1 976; Frandson 1993; Lehninger 1994a;
Ganong 1995).
Gambar 9. Urutan asam amino pada moIeku1 insulin sapi.
(Turner-Bagnara 1976; Lehninger 1994a).
Ditinjau dari struktur kimianya, insulin termasuk hormon protein
(Djojosoebagio 1990) dan terdiri d m rantai A yang mengandung 20-2 1 asam
amino serta rantai B yang mengandung 29-3 I asam amino (lihat Gambar 9).
InsuIin mempunyai pengaruh utama untuk memudahkstn pernakaian
glukosa oleh sel dm mencegah pemecahan glikogen (glikogenolisis) secara
berlebihan yang disimpan di dalam hati dan otot (Tumer-Bagnara 1976;
Djojoswbagio 1990; Fransond 1993; Murray et al. 1997).
Insulin mempunyai pengaruh pada transportmi lintas membran (Murray et
al. 1997), yaitu penambahan insulin rneningkatkan masuknya glukosa ke dalam
sel-se1 otot (Gambar 10).
-
Keterangm : ditambah insulin
tanpa p e n a d d m insulin
-
,
-------
Gambar 10. Masuknya glukosa ke &lam sel-sel otot (Murray et al. 1997).
Lebih lanjut dinyatakankan bahwa di dalam hati dan otot, insulin merangsang
konversi gIukosa menjadi glukosa-6-fosfat (dengan keja enzirn glukokinase)
yang kemudian mengalami isomerasi menjadi glukosa- 1-fosfat dan disatukan ke
dalam glikogen oleh enzirn glikogen sintetase yang aktivitmnya dirangsang oleh
insulin. Insulin disekresi oleh sel-sel B pada pulau-pulau Langerhans ke dalam
darah, terutama ditentukan oleh konsentrasi glukosa &lam darah (Lehninger
1 994b).
Genuth (1988) rnenyatakan bahwa ketika kadar gula darah naik, laju
sekresi insulin meningkat. Peningkatan kadar gula darah mempercepat masuknya
glukosa dari darah ke dalam hati clan otot, dimana glukosa tersebut sebagian besar
diubah rnenjadi gtikogen. lnsulin juga menghambat pengeluaran glukosa dan otot
dan hati (Garnbar 1 1).
Asam
amino
Asam keto
JARINGAN
ADIPOSE
Gambar 1 1. Efek insulin pada masuknya glukosa ke dalam otot (Genuth 1 988).
Penyuntikan insulin sebanyak 240 IU per ekor yang hsertai pemberian
glukosa pada sap1 jantan setelah dikenai stres menyebabkan hipoglikemia.
Namun, tidak mengurangi hilangnya glikogen otot selama stres dan tidak
mengganggu laju atau besarnya penimbunatl glikogen selama periode pemulihan
setelah stres (Tarrant dan Lacourt 1984). Pemberian insulin menuninkan
konsentrasi glukosa darah, baik pda sapi dam yang gemuk maupun yang kurus
( M c C m clan Reirners 1985) seperti y m g terI i hat @a Gambar 12.
Gambar 12 .Konsentrasi glukosa pa& stpi dara gemuk dan kurus sebelum
dstl sesudah pemberian insulin (McCann dan Reimers 1985).
Sitat Fisik dan Kimia Daging
Daging didefinisikan sebagai sernua jaringan hewan yang dapat digunakan
sebagai b a h makanan (Lawie 1995; Aberle et al. 2001). Definisi daging
tersebut sering diperluas dengan memasukkan organdrgm, seperti hati, ginjal,
otot dan jaringan lain yang &pat dimakan di m p i n g urat daging (hwrie 1995).
KuaIitas daging dipengamhi oleh f&or sebelum dan sesudah pernotongan
(Soeparno 1994).
Bagaimanapun baihya mutu dm kondisi sapi potong, jika penanganan
sebelum diputong, pada waktu dipotong dan setelah dipotong kurang memadai
maka daging yang dihasilhn tidak akan memenuhi standar mutu yang baik
(Gumadi 1993). Menurut Akrle et d.(2001), kualitas daging ditentukan oleh
warm, keempukan, daya mengikat air oleh protein, pH dan susut masak.
Warna Daging
W a r n daging dipengaruhi antara Iain oleh pakan, spesies, bangsa, umur,
jenis kelamin, stres, pH dan oksigen (Lawrie 1995). Menurut Aberle et al. (2001),
warna seperti yang terdeteksi oleh mata adalah hasil gabungan beberapa faktor.
Setiap warm tertentu memiIiki 3 ciri yaitu hue, c h r m h n value. Hue atau corak
menjelaskan tentang panjang gelombang radiasi cahaya, chromu rnenjelaskan
intensitas warm h
r dan value menjelaskan nilai suatu warna yang merupkan
petunjuk keseluruhan pantulan (kecermelangan) wama.
Konsentrasi pigmen daging mioglobin j u g menenthn wama daging.
T e d yang tingkat aktivitas fisik lebih tinggi, warna dagngnya lebih getap
daripada yang tingkat aktivitas fisiknya lebih rendah. Lawrie (1 995) menyatakan
bahwa daging yang mempunyai nilai pH akhir tinggi mengubah sifat-sifat
penyerapan mioglabin, sehingga permukaan daging menjadi lebih gelap. pH yang
tinggi perrnukaan dagmgnya ti&
menyebarkan cahaya h e m air daging terikat
kuat oleh protein daging.
Keempukao Daging
Keempukan daging &pat diuji b e r b r k a n sensory
test
dan shear test.
Sensoy test atau uji organoleptik adalah uji mengunyah sarnpel daging yang
dikontrol dengan sangat hati-hati yang dilakukan dengan uji panel. Shear test
adalah keempukan yang dinyatakan sebagai ksarnya tekanan yang dibutuhkan
untuk memotong sampel daging dengan alat Warner-Bratzler Shear. Keempukan
daging dipen-
oleh dua faktor, yaitu keliatan serat otot dan keliatan jaringan
ikat. Keliatan jaringan otot terutama berhubungan dengan tingkat kontraksi otot,
sedangkan keliatan j aringan ikat berhubungan dengan umur ternak (Whthes dan
Ramsay 1994). Menurut Soeparno (1994), faktor yang mempengaruhr keempukan
daging digolongkan menjadi dua faktor, antemortem dan postmortem. Faktor
antemortem meliputi bangsa, s p i e s , urnur, jenis kelamin, macam otot dan stres
yang dialami ternak. Faktor postmortem meliputi metde chilling, refrigerator dan
pelayuan. Lamanya waktu dan temperatur penyimpanan mempengaruhi
keempukan dagmg (Price dan Schwiegert 1986). Aryogi (2000) menyatakan
bahwa sapi yang sedang mengalami stres, tubuhnya mengalami gangguan
keseimbangan metabolisme sehingga ototnya mengalami kontraksi. Apabila
dalam kondisi ini langsung dipotong akan mengfiasilkan daging yang alot.
Pemberian gula aren pada sapi setelah transportasi, meningkatkan keempukan
daging dibandingkm dagmg yang krasal dari sapi yang langsung dipotong
setelah transportasi (Aryogi
ef a1.
1997; Aryogi 2000). Narnun, penelitian
Schaefer et 02. (1990) menyatakan bahwa ternyata keeinpukan daging berbeda
tidak nyata antara sapi yang dikri glukosa dan sapi yang tidak diberi glukosa.
Dayi Mengikat Air Daging
Daya mengkat air W n g atau Water-Holding Capacity (WHC)
didefinisikan sebagai kemampuam daging untuk menahan airnya selama aplikasi
daya eksternal seperti pernotongan, pemanasan atau pengepresan (Akrle et a2.
200 1 ). Wismer-Pderson (1986) dan Aberle et al. (2001) menyebutkan bahwa air
yang terikat di da