23
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba
POTONG
, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Konsep-konsep
tersebut perlu dibatasi untuk menghindari salah tafsir bagi pembaca. Konsep verba pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Frawley
1992: 140-144 yang menyatakan bahwa verba mengacu pada peristiwa. Verba sebagai peristiwa mengimplikasikan perubahan waktu
. Dengan demikian, ada
keterkaitan peristiwa dengan perubahan dan temporalitas. Sebagai suatu peristiwa verba digolongkan atas verba keadaan, proses, dan tindakan Givon, 1984 dalam
Frawley, 1992: 140. Verba
POTONG
adalah subkelas verba tindakan yang secara
khusus mengacu pada peristiwa memotong yang dibentuk oleh interaksi sebab akibat dari dua subperistiwa bdk. Mulyadi, 2000: 50, 2009: 62.
Komponen semantis adalah perangkat makna yang dimiliki oleh sebuah butir leksikon Frawley, 1992: 71. Mulyadi 2000: 40 mengatakan bahwa
komponen semantis mencakup kombinasi dari perangkat makna seperti ‛seseorang’, ‛sesuatu’, ‛mengatakan’, ‛melakukan’, ‛terjadi’, ‛ini’, dan ‛baik’.
Kategorisasi adalah pengelompokan butir leksikal berdasarkan kesamaan komponen semantisnya Mulyadi, 2010: 169. Misalnya,
‛ komponen X melakukan sesuatu dengan sesuatu’ memuat anggota verba manjaljali
Universitas Sumatera Utara
24 ‛mencincang’, managil ‛memarang’, dan mangarambas ‛membabat’ yang terdapat
dalam satu ranah semantis yang sama. Makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali untuk setiap kata
Wierzbicka, 1996: 170. Konfigurasi yang dimaksud adalah kombinasi antara satu makna asali dengan makna asali yang lain yang membentuk sintaksis makna
universal. Makna yang dikaji dalam penelitian ini adalah makna denotasi.
2.2 Landasan Teori
Ada dua alasan peneliti memilih teori Metabahasa Semantik Alami
MSA. Pertama, teori MSA dapat menetapkan kategorisasi dan mengeksplikasi semua makna leksikal, gramatikal, ilokusi, dan pragmatik, termasuk aspek tata
bahasa dan tipologi universal melalui seperangkat elemen sederhana. Sebagai bagian dari kategori leksikal, verba
POTONG
dapat dieksplikasi dengan teori MSA. Kedua, parafrase makna yang dihasilkan mudah dipahami oleh banyak
orang, khususnya penuturjati bahasa yang dibicarakan sebab parafrasenya dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah
Mulyadi, 2012: 34. Asumsi dasar teori MSA berhubungan dengan Prinsip Semiotik. Prinsip
ini dikemukakan sebagai berikut. ‛‛A sign cannot be reduced to or analyzed in to any combination of
things which are not themselves signs, consequently, it is impossible to reduce meanings to any combination of things which
are not themselves meanings’’ Wierzbicka, 1996: 10. Prinsip di atas menyatakan bahwa makna tidak dapat dideskripsikan tanpa
perangkat makna asali. Artinya, makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna
Universitas Sumatera Utara
25 asali. Dengan pernyataan ini, analisis makna sekompleks apa pun dapat dijelaskan
tanpa harus berputar-putar Wierzbicka, 1996: 10. Terkait dengan hal itu, MSA tidak terlepas dari sejumlah konsep teoretis penting seperti makna asali semantic
primitivesemantic prime, polisemi takkomposisi non-compositional polysemy, dan sintaksis makna universal universal syntax.
Makna asali adalah seperangkat makna yang tidak berubah yang telah
diwarisi oleh manusia sejak lahir. Dengan kata lain, makna asali merupakan makna pertama dari sebuah kata yang tidak mudah berubah walaupun ada
perubahan kebudayaan perubahan zaman. Makna asali merupakan refleksi dari pembentukan pikiran Goddard, 1994: 2 dalam Mulyadi, 2000: 41. Makna asali
dapat diuraikan dengan tuntas dari bahasa alamiah ordinary language yang merupakan satu-satunya cara menyajikan makna Wierzbicka, 1996: 31. Uraian
makna tersebut harus meliputi makna kata yang secara intuitif memiliki medan makna yang sama.
Berdasarkan hasil penelitian Wierzbicka 1996 ditemukan makna asali sejumlah bahasa di dunia, seperti bahasa Cina, Jepang, Aceh, Inggris, dan bahasa
Aborigin di Australia. Pada tahun 1972, dia menemukan 14 buah makna asali, kemudian pada tahun 1980 menjadi 15 buah makna asali. Terakhir, Wierzbicka
1996 dan Goddard 2006 mengusulkan 63 buah makna asali seperti di bawah ini:
Tabel 2.1 Perangkat Makna Asali Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI
Substantif I AKU, YOU KAMU, SOME ONE
SESEORANG PEOPLEPERSON,
Universitas Sumatera Utara
26
ORANG , SOMETHINGTHING
SESUATUHAL , BODY TUBUH
Substantif Relasional KIND JENIS, PART BAGIAN
Pewatas THIS INI, THE SAME SAMA,
OTHERELSE LAIN
Penjumlah ONE SATU, TWO DUA, MUCHMANY
BANYAK , SOME BEBERAPA, ALL
SEMUA
Evaluator GOOD BAIK, BAD BURUK
Deskriptor BIG BESAR, SMALL KECIL
Predikat Mental THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT
INGIN , FEEL RASA, SEE LIHAT,HEAR
DENGAR
Ujaran SAY UJAR, WORDS KATA, TRUE
BENAR
Tindakan,peristiwa, gerakan, perkenaan DO LAKU, HAPPEN TERJADI, MOVE
GERAK , TOUCH SENTUH
Tempat, keberadaan, milik, dan
spesifikasi
BE SOME WHERE, THERE ISEXIST ADA, HAVE PUNYA, BE
SOMEONESOMETHING ADALAH SESEORANGSESUATU
Hidup dan Mati LIVE HIDUP, DEAD MATI
Waktu WHENTIME BILAWAKTU, NOW
SEKARANG , BEFORE SEBELUM,
AFTER SETELAH, A LONG TIME LAMA
, A SHORT TIME SINGKAT, FOR SOME TIME SEBENTAR, MOMENT
SAAT
Ruang WHEREPLACE DI MANATEMPAT,
HERE DI SINI, ABOVE DI ATAS, BELOW DI BAWAH, FAR JAUH,
NEAR DEKAT, SIDE SISI, INSIDE DI DALAM
Konsep logis NOT TIDAK, MAYBE MUNGKIN, CAN
DAPAT , BECAUSE KARENA, IF JIKA
Augmentor intensifier VERY SANGAT, MORE LEBIH
Kesamaan LIKEAS SEPERTI
Sumber : Mulyadi 2012: 38 Konsep dasar kedua, yaitu polisemi, merupakan bentuk leksikon tunggal
yang dapat mengekspresikan dua buah makna asali yang berbeda dan bahkan tidak memiliki hubungan komposisi nonkomposisi sebab masing-masing
mempunyai kerangka gramatikal yang berbeda Wierzbicka, 1996: 27-29.
Universitas Sumatera Utara
27 Misalnya, dalam bahasa Yakunytjatjara konsep BERPIKIR dan MENDENGAR
diwujudkan pada verba kulini Wierzbicka, 1996: 25-26. Menurut Wierzbicka 1996: 25-26 dalam Mulyadi, 2006: 71, ada dua
hubungan nonkomposisi yang paling kuat, yakni hubungan pengartian entailment-like relationship dan hubungan implikasi implikasional. Hubungan
pengartian diilustrasikan pada MELAKUKANTERJADI dan MELAKUKAN PADATERJADI. Contoh: jika X MELAKUKAN SESUATU PADA Y,
SESUATU TERJADI PADA Y. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen TERJADI dan MERASAKAN. Contoh: jika X MERASAKAN SESUATU,
SESUATU TERJADI PADA X. Konsep dasar yang ketiga, yaitu sintaksis makna universal, dikembangkan
oleh Anna Wierzbicka pada akhir tahun 1980-an sebagai perluasan dari sistem makna asali Goddard, 1998: 24. Dalam teori MSA, makna memiliki struktur
yang sangat kompleks, terdiri atas komponen yang berstruktur seperti ‛aku
menginginkan sesuatu’, ‛ini baik’, atau ‛ kau melakukan sesuatu yang buruk’.
Kalimat seperti ini disebut sintaksis makna universal. Jadi, sintaksis makna universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk
proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya Mulyadi dan Siregar, 2006: 71.
Unit dasar sintaksis universal dapat disamakan dengan ‛ klausa’, yang
dibentuk oleh substantif dan predikat serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan ciri predikatnya Mulyadi dan Siregar, 2006: 71. Contoh pola sintaksis
makna universal dapat ditunjukkan seperti di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
28 Makna asali
Makna k
8 Aku memikirkan sesuatu yang baik. 9 Sesuatu yang buruk terjadi padamu.
10 Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang baik tentang aku.
11 Aku tahu bahwa kamu orang baik. 12 Aku melihat sesuatu terjadi di sana.
13 Aku mendengar sesuatu yang baik. Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis makna universal
mengimplikasikan gagasan valensi. Contohnya, elemen MELAKUKAN, selain memerlukan
‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib seperti ‛ seseorang melakukan sesuatu’, juga memerlukan
‛‛pasien” seperti ‛seseorang melakukan sesuatu kepada seseorang’. Begitu pula, MENGATAKAN, di samping memerlukan
‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib seperti ‛seseorang mengatakan sesuatu’, juga memerlukan
‛‛pesapa” seperti ‛ seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu’ Mulyadi dan Siregar, 2006: 71. Hubungan ketiga konsep dasar
tersebut dapat diringkas dalam gambar di bawah ini:
Makna asali Polisemi
Sintaksis Makna Universal
Gambar 2.1 Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna
Sumber: Mulyadi dan Siregar, 2006: 71
Universitas Sumatera Utara
29 Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa gabungan dari dua makna asali
berkombinasi untuk membentuk polisemi. Polisemi merupakan kunci untuk mengetahui makna dan dasar pembentukan sintaksis makna universal yang
melalui skenario pada sintaksis makna universal persamaan dan perbedaan makna dapat diungkapkan dengan tuntas dan tidak berputar-putar.
2.3 Tinjauan Pustaka