Verba ‛Potong’ Dalam Bahasa Batak Toba

(1)

VERBA

POTONG’ DALAM BAHASA BATAK TOBA

SKRIPSI

OLEH :

GIO VANI LUMBAN GAOL

NIM 100701021

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PERNYATAAN

Penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan penulis ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang penulis peroleh.

Medan, Juli 2014

Gio Vani Lumban Gaol NIM 100701021


(3)

VERBA ‛POTONG’ DALAM BAHASA BATAK TOBA

GIO VANI LUMBAN GAOL (Fakultas Ilmu Budaya USU)

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan kategorisasi dan makna verba POTONG dalam bahasa Batak Toba. Data yang digunakan adalah data lisan, data tulis, dan data intuitif. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode cakap dan metode simak. Kemudian, data dianalisis dengan metode agih dan hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Teori yang digunakan adalah teori MSA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba POTONG dikategorisasikan berdasarkan alat dan objek. Selanjutnya, makna verba POTONG dibentuk oleh dua makna asali MELAKUKAN dan TERJADI yang berkombinasi membentuk sintaksis makna universal ‛X melakukan sesuatu pada Y karena ini sesuatu terjadi pada Y.’

Kata kunci: verba POTONG, kategorisasi, makna verba, komponen semantis, dan sintaksis makna universal


(4)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan kemurahan-Nya sehingga penulis diberi kesehatan dan hikmat untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah menyediakan fasilitas pendidikan bagi penulis.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah mengarahkan penulis dalam menjalani perkuliahan dan membantu penulis dalam hal administrasi.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan informasi terkait perkuliahan kepada penulis.

4. Dr. Mulyadi, M.Hum., dosen pembimbing I, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab, memberikan nasihat, motivasi, saran dan ide kepada penulis, serta mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi. Terima kasih juga karena telah bersedia memeriksa keseluruhan skripsi ini sampai bagian-bagian terkecil dan telah meminjamkan buku dan referensi lainnya kepada penulis.


(5)

5. Dra. Salliyanti, M.Hum., Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Dra. Rosliana Lubis, M.Hum., dosen Penasihat Akademik, yang telah memberikan bimbingan serta perhatian kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis menjalani perkuliahan.

8. Kak Tika yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda J.K Lumban Gaol, SH dan Ibunda Medina Saragih, yang telah memberikan dukungan moral, material, dan kasih sayang tanpa batas kepada penulis dan doa yang tidak pernah berhenti untuk penulis .

10. Adik penulis Geby Agnes dan Abang Ben yang memotivasi dan mendoakan penulis selama mengikuti perkuliahan.

11.Saudara-saudara yang terkasih tante dan mak tua yang setia menemani penulis belajar, serta adik Ogest yang setia menemani penulis


(6)

mengunjungi informan. Terima Kasih atas doa dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

12.Para informan yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis menyediakan data penelitian.

13.BNI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga membuat penulis termotivasi untuk belajar.

14.Sahabat karib CNC (Raesita, Siska, Betti, dan Amelia), dan Rofinta yang telah memotivasi penulis dan selalu ada dalam suka dan duka.

15.Teman-teman stambuk 2010 terima kasih atas kebersamaan yang selama ini terjalin sangat baik.

16.KTB Laveria (Kak Gohanna, Misni, Rosita, Gio, dan Amelia) dan adik-adik PETRA (Devi, Putri, Wike, dan Tini) terima kasih buat doa dan motivasinya.

17.Teman-teman kos (Dame, Ka Desi dan Clara) yang selalu membantu penulis dan bersama dengan penulis, baik senang maupun sedih.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga berkat Tuhan melimpah bagi kita semua.


(7)

Medan, Juni 2014

Gio Vani Lumban Gaol NIM 10070102


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Konsep ... 10

2.2 Landasan Teori ... 11

2.3 Tinjauan Pustaka ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Sumber Data ... 25

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data ... 29

3.4.1 Metode Padan ... 29


(9)

3.5 Metode dan Hasil Penyajian Analisis Data ... 32

BAB IV VERBA POTONG BAHASA BATAK TOBA ... 33

4.1 Pengantar ... 33

4.2 Kategorisasi Verba POTONG berdasarka Alat yang digunakan ... 33

4.2.1 Subkategori sesuatu terjadi pada Y pada waktu yang sama ... 37

4.3 Makna verba POTONG ... 40

4.3.1 Makna Verba TABA ‛tebang’ ... 38

4.3.2 Makna Verba BOLAH ‛belah’ ... 43

4.3.3 Makna Verba RABBAS ‛babat’... 47

4.3.4 Makna Verba PONGGOL ‛patah’ ... 53

4.3.5 Makna Verba SEAT ‛potong’ ... 57

4.3.6 Makna Verba JALJALI ‛cincang’ ... 58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Simpulan ... 61

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN : ... 64

LAMPIRAN 1: LEKSIKON VERBA POTONG ... 64

LAMPIRAN 2: DAFTAR KLAUSA VERBA POTONG ... 65

LAMPIRAN 3: DAFTAR MAKNA VERBA POTONG ... 66

LAMPIRAN 4: DATA INFORMAN ... 74


(10)

VERBA ‛POTONG’ DALAM BAHASA BATAK TOBA

GIO VANI LUMBAN GAOL (Fakultas Ilmu Budaya USU)

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan kategorisasi dan makna verba POTONG dalam bahasa Batak Toba. Data yang digunakan adalah data lisan, data tulis, dan data intuitif. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode cakap dan metode simak. Kemudian, data dianalisis dengan metode agih dan hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Teori yang digunakan adalah teori MSA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba POTONG dikategorisasikan berdasarkan alat dan objek. Selanjutnya, makna verba POTONG dibentuk oleh dua makna asali MELAKUKAN dan TERJADI yang berkombinasi membentuk sintaksis makna universal ‛X melakukan sesuatu pada Y karena ini sesuatu terjadi pada Y.’

Kata kunci: verba POTONG, kategorisasi, makna verba, komponen semantis, dan sintaksis makna universal


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata dalam sebuah bahasa terikat oleh budaya penuturnya. Melalui bahasa masyarakat dapat mengetahui budayanya. Menurut Ohoiwutun (2002 dalam Aslinda, 2007: 4), pola-pola komunikasi yang dipengaruhi oleh kebudayaan dapat ditelusuri melalui pengamatan terhadap kecenderungan-kecenderungan berbahasa. Dapat dikatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan. Dalam pengertian lain, segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa.

Salah satu aktivitas budaya pada masyarakat Batak Toba berkaitan dengan pemotongan. Tindakan pemotongan penting dalam budaya Batak Toba karena mata pencaharian masyarakatnya pada umumnya adalah bertani. Itu sebabnya, dalam bahasa Batak Toba banyak butir leksikal yang bermakna POTONG, misalnya, pada saat membuka ladang digunakan verba seperti manaba

‛menebang’, manaha ‛membelah’, manallik menebas’, mangarambas

‛membabat’, manggotap ‛memotong’, manggorbang ‛memotong’, mangarambis

‛menebang’, maraprap ‛membabat (habis)’, maniptip ‛memotong (rata)’; pada saat menanam digunakan verba seperti manasapi ‛membabat’, manggotap

‛memotong’, manipulhon ‛mematahkan’; dan pada saat memanen digunakan verba seperti manabi ‛menyabit’, mamutik‛memetik’, dan maname‛memotong’.

Perlu diketahui bahwa verba POTONG dalam bahasa Batak Toba memiliki fitur semantis khusus untuk membedakan satu butir leksikal dengan butir leksikal lain. Perbedaan di antara butir-butir leksikal tersebut dapat ditunjukkan dengan


(12)

menggunakan komponen semantis. Dalam teori MSA komponen itu disebut perangkat makna asali (Wierzbicka, 1996: 31).

Verba POTONG tergolong unik karena ada kata-kata yang dianggap bersinonim terletak pada ranah yang berbeda. Misalnya, dalam bahasa Batak Toba terdapat kata manaltali ‛mencincang’ dan manjaljali ‛mencincang’ yang dipahami sebagai dua kata yang bersinonim. Namun, manaltali mempunyai ciri khusus, yaitu berobjek daging, sedangkan manjaljali mempunyai ciri khusus, yaitu berobjek tumbuhan. Hal ini tampak pada contoh di bawah ini.

(1a) ?Manaltali/manjaljali happa anggi. mencincang keladi adik ‛Adik mencincang keladi.’

(b) Manaltali/?manjaljali jagal anggi.

mencincang daging adik ‛Adik mencincang daging.’

Pada contoh (1) terlihat bahwa verba manjaljali ‛mencincang’ objeknya adalah keladi, sedangkan pada contoh (2) terlihat bahwa verba manaltali ‛mencincang’

objeknya adalah daging.

Dalam kaitan ini, Mulyadi (2012: 9) menjelaskan, ‛‛Setiap kategori verba emosi terdiri atas verba-verba yang berhubungan erat dan jika kategorisasinya dikerjakan dengan rapi, relasi semantis verba-verba itu akan terungkap dengan jelas”. Pernyataan ini bisa dihubungkan dengan verba POTONG dalam bahasa Batak Toba. Verba POTONG memiliki relasi semantis yang sangat rumit dan berputar-putar. Hal itu terlihat pada Kamus Bahasa Batak Toba (Wernicke, 2001). Misalnya, kata manaba ‛menebang’ bertalian dengan manallik ‛menebas’,


(13)

managil ‛memarang’, dan maneat ‛memotong’ (hlm. 327). Kemudian, maneat

‛memotong’ berelasi dengan manallik ‛menebas’ dan managil ‛memarang’ (hlm.330). Relasi semantisnya tampak pada ilustrasi berikut.

manallik maneat manaba

managil

Gambar 1.1

Relasi Semantis Verba POTONGdalam Bahasa Batak Toba

Semua anggota verba POTONG dapat ditempatkan ke dalam satu kategori, atau subkategori karena verba POTONG memiliki ciri makna yang berhubungan sehingga tidak ada satu verba POTONG pun yang dapat berdiri sendiri dari verba POTONGyanglain dalam satu ranah semantis. Misalnya, verba POTONG yang menggunakan alat adalah maneat ‛memotong’, mangkampak

‛mengampak’, managil ‛memarang’, manaha ‛membelah’, mangiris ‛mengiris’ dan verba POTONG tanpa penggunaan alat ialah manipulhon ‛mematahkan’,

manilbakkon ‛membelah’, dan mamutik ‛memetik’. Selanjutnya, verba POTONG

berdasarkan ukuran objek, yaitu yang berobjek kecil, misalnya mangiris

‛mengiris’, mamutik ‛memetik’, manipulhon ‛mematahkan’, mamutik ‛memetik’,

manilbakkon ‛membelah’dan yang berobjek besar, misalnya manaha‛membelah’


(14)

Tabel 1.1

Kategorisasi Verba POTONG Bahasa Batak Toba

Selanjutnya, tiap anggota verba POTONG dalam satu ranah mengandung konfigurasi makna yang berbeda. Hal ini tampak apabila verba-verba POTONG

yang berkerabat secara semantis ditempatkan pada sebuah kalimat. Verba manaha

‛membelah’ mensyaratkan bahwa objeknya adalah kayu, mambola2 ‛membelah’

objeknya kayu dan boleh juga hewan, tetapi hal itu tidak berlaku pada verba

manilbakkon ‛membelah’. Verba manilbakkon ‘membelah’ mensyaratkan

objeknya benda, buah, dan kayu yang sudah terbelah atau hampir patah. ??Manilbakkon

(2a) Manaha hau si Tio i pollak. Mambola2 kayu si Tio Prep ladang

Membelah

‛Si Tio membelah kayu di ladang.’

Manilbakkon

(b) ??Manaha lakkat ni durian anggi. ?Mambola2 kulit Pos durian adik

Membelah

‛Adik membelah durian.’

Hal yang sama juga terjadi pada verba mamonggol, manipulhon, dan

manggotap. Perhatikan contoh pada kalimat di bawah ini:

No. Kosa kata BT

Alat Objek Alat Tangan Besar Kecil

1. Maneat + - ± ±

2. Mengampak + - + -

3. Managil + - + -

4. Manipulhon - + - +

5. Manilbakkon - + - +

6. Mamutik - + - +

7. Manaha + - + -


(15)

manipulhon

mematahkan

(3a) Molo ?manggotap bunga on ikkon nenget-nenget.

KONJ memutuskan bunga DEM harus pelan-pelan

??mamonggol membelah (dua)

‛Kalau mematahkan/?memutuskan/??membelah (dua) bunga ini harus pelan- pelan.’

b. Manggotap

?Mamonggol tali hami.

??Manipulhon tali 1Jmk

‛Kami memutuskan/?mematahkan (dua)/??mematahkan tali.’ c. Mamonggol

?Manipulhon gadong hami. ??Manggotap singkong 1Jmk

‛Kami mematahkan (dua)/? mematahkan/??memutuskan singkong.’

Pada kalimat (3) di atas terlihat bahwa verba manipulhon ‛mematahkan’ objeknya berupa bunga, tetapi hal itu tidak berlaku pada verba manggotap

‛memutuskan’ dan mamongol ‛mematahkan (dua)’. Objek verba manggotap

‛memutuskan’ adalah tali, sedangkan objek verba mamonggol ‛membelah (dua)’ adalah singkong.

Lebih jauh, verba POTONG dalam bahasa Batak Toba memiliki properti temporal dengan tingkatan semantis yang berbeda walaupun termasuk dalam medan makna yang sama. Hal ini mengindikasikan perbedaan maknanya. Contohnya, manallik ‛menebas’ memiliki ciri pungtual pada maknanya, sedangkan maraprap ‛membabat habis’ dan maniptip ‛memotong rata’ memiliki ciri duratif pada maknanya. Perhatikan contoh (4a), (4b), dan (4c) di bawah ini:


(16)

manallik menebas

(4a) Hatop-hatop ibana ?maraprap hau gadong i .

cepat-cepat 2Tg membabat ( habis) kayusingkong DEM

??maniptip

memotong (rata)

‛Dia cepat-cepat menebas/?membabat (habis) /??memotong (rata) kayu itu.’

maraprap

(b) Leleng halak i maniptip bunga haddang i. lama orang DEM ?manallik bunga pagar DEM

‛Orang itu lama membabat (habis)/memotong (rata)/??menebas kayu yang besar itu.’

mangaraprap

(c) Halak i ?maniptip harangan. Orang DEM ??manallik hutan

‛Orang itumembabat (habis)/?memotong (rata)/??menebas hutan.’

Pada contoh (4c), perbedaan ciri maniptip ‛memotong (rata)’ dan

mangraprap ‛membabat (habis)’ terletak pada objeknya. Jelasnya, maniptip

berobjek tumbuhan dan kayu, sedangkan maraprap berobjek hutan dan kayu.

Verba POTONG dalam bahasa Batak Toba seperti mambola, manaha, dan

mamonggol ‛membelah’ memiliki makna yang kompleks sebab mambola2,

manaha, dan mamonggol ‛mematahkan’ memiliki fitur semantis yang mencakup

objek yang dipotong, alat yang digunakan, dan hasil yang diinginkan.

(5a) Mamakke parang amang mambola2 butuha horbo i.

AKT. pakai parang ayah AKT.belah perut kerbau DEM


(17)

(b) Mambola2 hau inong asa tarbola hau i.

AKT.belah kayu ibu supaya PAS.belah kayu DEM ‛Ibu membelah kayu supaya kayu itu terbelah.’

(c) ?? simangindo do ibaen among mambola butuha ni horbo.

tangan T PAS.buat ayah AKT.belah perut Pos kerbau ‛Ayah membelah perut kerbau dengan tangan.’

(6a) Manaha hau hami i pollak.

AKT.belah kayu 1Jmk P ladang ‛Kami membelah kayu di ladang.’

(b)?Manaha jagal hami.

AKT.belah daging 1Jmk ‛Kami membelah daging.’

(c) Mamakke kampak hami manaha hau asa tarbola hau i.

AKT.pakai kapak 1Jmk AKT.belah kayu agar PAS.belah kayu DEM ‛Kami memakai kapak membelah kayu agar kayu itu terbelah.’

(7a) Mamakke simangindo hami mamonggol dua gadong i.

AKT.pakai tangan 1Jmk AKT.patah dua singkong DEM

‛Kami mematahkan singkong itu menjadi dua memakai tangan.’

(b) ?Sari mamonggol onom gadong i.

Sari AKT.Patah menjadi enam singkong DEM ‛Sari mematahkan makanan itu menjadi enam.’ (c)??Sari mamonggol jagal.

Sari AKT.patah menjadi dua daging ‛Sari mematahkan daging menjadi dua.’

Pada contoh (5) mambola2 ‛membelah’ objeknya hewan dan kayu, alatnya

parang, dan hasilnya entitas terbelah. Pada contoh (6) manaha ‛membelah’ objeknya hanya kayu, alatnya kapak, hasilnya kayu terbelah. Pada contoh (7),


(18)

verba mamonggol ‛membelah’ objeknya umbi, alatnya pisau dan tangan, hasilnya umbi terbelah dua.

Penelitian verba POTONG sudah pernah dilakukan beberapa ahli. Misalnya, Gande (2000) meneliti verba POTONG dalam bahasa Manggarai dan Budiasa (2011) meneliti verba POTONG dalam bahasa Bali. Penelitian verba berdasarkan teori MSA juga pernah dilakukan oleh Mulyadi, yaitu struktur semantis verba bahasa Indonesia (2000), kategori dan peran semantis verba dalam bahasa Indonesia (2009), verba emosi statif dalam bahasa Melayu Asahan (2010), serta verba emosi bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Asahan (2012). Selain itu, Suciati Beratha (2000) meneliti verba ujaran bahasa Bali, Kartika (2007) meneliti konsep warna dalam bahasa Batak Toba, dan Agus Subiyanto (2008) meneliti verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kajian semantik verba POTONG pada bahasa Batak Toba belum pernah dilakukan. Dalam penelitian ini diperlihatkan bahwa semantik verba POTONG pada bahasa Batak Toba mencakup kategorisasi dan maknanya.

1.2Masalah

(1) Bagaimanakah kategorisasi verba POTONG dalam bahasa Batak Toba? (2) Bagaimanakah makna verbaPOTONGdalam bahasa Batak Toba?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mendeskripsikan pola-pola berbahasa penutur bahasa Batak Toba, khususnya pola-pola berbahasa tentang verba POTONG


(19)

sesuai dengan konsepsi dan persepsi penuturnya. Selanjutnya, tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan kategorisasi verba POTONG dalam bahasa Batak Toba dan (2) mendeskripsikan makna verba POTONG dalam bahasa Batak Toba.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini mencakup dua hal, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

Manfaat teoretis, antara lain, ialah:

(1) Menambah khazanah pengetahuan tentang makna asali dari verba POTONG dalam bahasa Batak Toba.

(2) Memperkaya penelitian semantik tentang makna verba POTONG dengan menggunakan teori MSA.

Manfaat praktis, antara lain, ialah:

(1) Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti lain, yang ingin membahas verbaPOTONGdalam bahasa-bahasa daerah, khususnya di sumatera utara. (2) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian


(20)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba POTONG, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk menghindari salah tafsir bagi pembaca.

Konsep verba pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Frawley (1992: 140-144) yang menyatakan bahwa verba mengacu pada peristiwa. Verba sebagai peristiwa mengimplikasikan perubahan waktu. Dengan demikian, ada keterkaitan peristiwa dengan perubahan dan temporalitas. Sebagai suatu peristiwa verba digolongkan atas verba keadaan, proses, dan tindakan (Givon, 1984 dalam Frawley, 1992: 140). Verba POTONG adalah subkelas verba tindakanyang secara khusus mengacu pada peristiwa memotong yang dibentuk oleh interaksi sebab akibat dari dua subperistiwa bdk. (Mulyadi, 2000: 50, 2009: 62).

Komponen semantis adalah perangkat makna yang dimiliki oleh sebuah butir leksikon (Frawley, 1992: 71). Mulyadi (2000: 40) mengatakan bahwa komponen semantis mencakup kombinasi dari perangkat makna seperti ‛seseorang’, ‛sesuatu’, ‛mengatakan’, ‛melakukan’, ‛terjadi’, ‛ini’, dan ‛baik’.

Kategorisasi adalah pengelompokan butir leksikal berdasarkan kesamaan komponen semantisnya (Mulyadi, 2010: 169). Misalnya, ‛ komponen X melakukan sesuatu dengan sesuatu’ memuat anggota verba manjaljali


(21)

‛mencincang’, managil ‛memarang’, dan mangarambas‛membabat’ yang terdapat dalam satu ranah semantis yang sama.

Makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali untuk setiap kata (Wierzbicka, 1996: 170). Konfigurasi yang dimaksud adalah kombinasi antara satu makna asali dengan makna asali yang lain yang membentuk sintaksis makna universal. Makna yang dikaji dalam penelitian ini adalah makna denotasi.

2.2Landasan Teori

Ada dua alasan peneliti memilih teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Pertama, teori MSA dapat menetapkan kategorisasi dan mengeksplikasi semua makna leksikal, gramatikal, ilokusi, dan pragmatik, termasuk aspek tata bahasa dan tipologi universal melalui seperangkat elemen sederhana. Sebagai bagian dari kategori leksikal, verba POTONG dapat dieksplikasi dengan teori MSA. Kedua, parafrase makna yang dihasilkan mudah dipahami oleh banyak orang, khususnya penuturjati bahasa yang dibicarakan sebab parafrasenya dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah (Mulyadi, 2012: 34).

Asumsi dasar teori MSA berhubungan dengan Prinsip Semiotik. Prinsip ini dikemukakan sebagai berikut.

‛‛A sign cannot be reduced to or analyzed in to any combination of

things which are not themselves signs, consequently, it is impossible to reduce meanings to any combination of things which

are not themselves meanings’’ (Wierzbicka, 1996: 10).

Prinsip di atas menyatakan bahwa makna tidak dapat dideskripsikan tanpa perangkat makna asali. Artinya, makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna


(22)

asali. Dengan pernyataan ini, analisis makna sekompleks apa pun dapat dijelaskan tanpa harus berputar-putar (Wierzbicka, 1996: 10). Terkait dengan hal itu, MSA tidak terlepas dari sejumlah konsep teoretis penting seperti makna asali (semantic

primitive/semantic prime), polisemi takkomposisi (non-compositional polysemy),

dan sintaksis makna universal (universal syntax).

Makna asali adalah seperangkat makna yang tidak berubah yang telah diwarisi oleh manusia sejak lahir. Dengan kata lain, makna asali merupakan makna pertama dari sebuah kata yang tidak mudah berubah walaupun ada perubahan kebudayaan (perubahan zaman). Makna asali merupakan refleksi dari pembentukan pikiran (Goddard, 1994: 2 dalam Mulyadi, 2000: 41). Makna asali dapat diuraikan dengan tuntas dari bahasa alamiah (ordinary language) yang merupakan satu-satunya cara menyajikan makna (Wierzbicka, 1996: 31). Uraian makna tersebut harus meliputi makna kata yang secara intuitif memiliki medan makna yang sama.

Berdasarkan hasil penelitian Wierzbicka (1996) ditemukan makna asali sejumlah bahasa di dunia, seperti bahasa Cina, Jepang, Aceh, Inggris, dan bahasa Aborigin di Australia. Pada tahun 1972, dia menemukan 14 buah makna asali, kemudian pada tahun 1980 menjadi 15 buah makna asali. Terakhir, Wierzbicka (1996) dan Goddard (2006) mengusulkan 63 buah makna asali seperti di bawah ini:

Tabel 2.1

Perangkat Makna Asali Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif I AKU, YOU KAMU, SOME ONE


(23)

ORANG, SOMETHING/THING

SESUATU/HAL, BODY TUBUH

Substantif Relasional KIND JENIS, PART BAGIAN

Pewatas THIS INI, THE SAME SAMA,

OTHER/ELSE LAIN

Penjumlah ONE SATU, TWO DUA, MUCH/MANY

BANYAK, SOME BEBERAPA, ALL

SEMUA

Evaluator GOOD BAIK, BAD BURUK

Deskriptor BIG BESAR, SMALL KECIL

Predikat Mental THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT

INGIN, FEEL RASA, SEE LIHAT,HEAR DENGAR

Ujaran SAY UJAR, WORDS KATA, TRUE

BENAR

Tindakan,peristiwa, gerakan, perkenaan DO LAKU, HAPPEN TERJADI, MOVE

GERAK, TOUCH SENTUH

Tempat, keberadaan, milik, dan

spesifikasi

BE (SOME WHERE), THERE IS/EXIST

ADA, HAVE PUNYA, BE

(SOMEONE/SOMETHING) ADALAH

(SESEORANG/SESUATU)

Hidup dan Mati LIVE HIDUP, DEAD MATI

Waktu WHEN/TIME BILA/WAKTU, NOW

SEKARANG, BEFORE SEBELUM,

AFTER SETELAH, A LONG TIME

LAMA, A SHORT TIME SINGKAT, FOR

SOME TIME SEBENTAR, MOMENT

SAAT

Ruang WHERE/PLACE (DI) MANA/TEMPAT,

HERE (DI) SINI, ABOVE (DI) ATAS,

BELOW (DI) BAWAH, FAR JAUH,

NEAR DEKAT, SIDE SISI, INSIDE (DI) DALAM

Konsep logis NOT TIDAK, MAYBE MUNGKIN, CAN

DAPAT, BECAUSE KARENA,IF JIKA

Augmentor intensifier VERY SANGAT, MORE LEBIH

Kesamaan LIKE/AS SEPERTI

Sumber : Mulyadi (2012: 38)

Konsep dasar kedua, yaitu polisemi, merupakan bentuk leksikon tunggal yang dapat mengekspresikan dua buah makna asali yang berbeda dan bahkan tidak memiliki hubungan komposisi (nonkomposisi) sebab masing-masing mempunyai kerangka gramatikal yang berbeda (Wierzbicka, 1996: 27-29).


(24)

Misalnya, dalam bahasa Yakunytjatjara konsep BERPIKIR dan MENDENGAR diwujudkan pada verba kulini (Wierzbicka, 1996: 25-26).

Menurut Wierzbicka (1996: 25-26 dalam Mulyadi, 2006: 71), ada dua hubungan nonkomposisi yang paling kuat, yakni hubungan pengartian

(entailment-like relationship) dan hubungan implikasi (implikasional). Hubungan

pengartian diilustrasikan pada MELAKUKAN/TERJADI dan MELAKUKAN PADA/TERJADI. Contoh: jika X MELAKUKAN SESUATU PADA Y, SESUATU TERJADI PADA Y. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen TERJADI dan MERASAKAN. Contoh: jika X MERASAKAN SESUATU, SESUATU TERJADI PADA X.

Konsep dasar yang ketiga, yaitu sintaksis makna universal, dikembangkan oleh Anna Wierzbicka pada akhir tahun 1980-an sebagai perluasan dari sistem makna asali (Goddard, 1998: 24). Dalam teori MSA, makna memiliki struktur yang sangat kompleks, terdiri atas komponen yang berstruktur seperti ‛aku menginginkan sesuatu’, ‛ini baik’, atau ‛ kau melakukan sesuatu yang buruk’. Kalimat seperti ini disebut sintaksis makna universal. Jadi, sintaksis makna universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya (Mulyadi dan Siregar, 2006: 71).

Unit dasar sintaksis universal dapat disamakan dengan ‛ klausa’, yang dibentuk oleh substantif dan predikat serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan ciri predikatnya (Mulyadi dan Siregar, 2006: 71). Contoh pola sintaksis makna universal dapat ditunjukkan seperti di bawah ini:


(25)

Makna asali Makna k

(8) Aku memikirkan sesuatu yang baik.

(9) Sesuatu yang buruk terjadi padamu.

(10) Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang baik tentang aku.

(11) Aku tahu bahwa kamu orang baik.

(12) Aku melihat sesuatu terjadi di sana.

(13) Aku mendengar sesuatu yang baik.

Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis makna universal mengimplikasikan gagasan valensi. Contohnya, elemen MELAKUKAN, selain memerlukan ‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib (seperti ‛ seseorang melakukan sesuatu’), juga memerlukan ‛‛pasien” (seperti ‛seseorang melakukan sesuatu kepada seseorang’. Begitu pula, MENGATAKAN, di samping memerlukan ‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib (seperti ‛seseorang mengatakan sesuatu’), juga memerlukan ‛‛pesapa” (seperti ‛ seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu’) (Mulyadi dan Siregar, 2006: 71). Hubungan ketiga konsep dasar tersebut dapat diringkas dalam gambar di bawah ini:

Makna asali

Polisemi Sintaksis Makna Universal

Gambar 2.1

Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna (Sumber: Mulyadi dan Siregar, 2006: 71)


(26)

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa gabungan dari dua makna asali berkombinasi untuk membentuk polisemi. Polisemi merupakan kunci untuk mengetahui makna dan dasar pembentukan sintaksis makna universal yang melalui skenario pada sintaksis makna universal persamaan dan perbedaan makna dapat diungkapkan dengan tuntas dan tidak berputar-putar.

2.3Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap verba sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli. Berikut akan dijelaskan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

Budiasa (2011) dalam artikelnya meneliti verba yang bermakna POTONG dalam bahasa Bali. Ia membahas jumlah verba yang bermakna POTONGdalam bahasa bali, tipe-tipe, dan strukturnya. Teori yang digunakan adalah Teori MSA (Metabahasa Semantik Alami). Teori ini dipakai untuk menentukan tipe-tipe makna verba POTONG dan struktur semantis verba tersebut. Untuk memperoleh data digunakan metode simak dan didukung oleh teknik catat. Data verba POTONG dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih, sedangkan untuk penyajian hasil analisis data digunakan metode informal dan formal. Hasil kajian Budiasa menunjukkan bahwa verba yang bermakna POTONG dalam bahasa Bali berjumlah 29 butir leksikal, memiliki satu tipe makna asali, yaitu melakukan: terpotong. Dalam struktur semantis MSA, tipe ini memiliki pola sintaksis ‛X melakukan sesuatu pada Y’ dan ‛Y terpotong oleh X’.


(27)

Penelitian Budiasa mempunyai kelemahan karena elemen sintaksis yang digunakan tidak sesuai dengan perangkat makna asali. Jelasnya, tidak ada elemen

TERPOTONG pada makna asali yang diusulkan dalam Teori MSA. Pada verba

POTONG kemungkinan yang terjadi ialah kombinasi antara elemen MELAKUKAN dan elemen TERJADI dan kombinasi ini dalam Teori MSA disebut hubungan pengartian. Walapun demikian, penelitiannya banyak memberikan kontribusi berupa metode analisis, teori, dan data.

Selanjutnya, Gande (2012) menerapkan teori MSA dalam artikelnya yang berjudul ‛‛Tipologi Leksikal Verba ‛‛POTONG” dalam bahasa Manggarai : A

Natural Semantic Metalanguage (MSA)”. Gande membahas realisasi leksikal

verba ‛‛ memotong”, struktur semantik verba ‛‛memotong”, dan fitur-fitur pembeda struktur semantis verba ‛‛memotong” dalam bahasa Manggarai. Data dikumpulkannya dengan cara observasi lapangan, metode wawancara, metode eksploratif, metode introspeksi, dan metode deskripsi. Data dianalisis dengan mengikuti langkah-langkah berikut: kualifikasi data, klasifikasi data, menganalisis struktur semantik verba ‛‛memotong”, formulasi verba ‛‛memotong”, melalui pemetaan eksponen, dan subeksponen berdasarkan kategori leksiko-sintaksis, motivasi prototipikal, alat yang digunakan, cara memotong, dan hasil yang diinginkan.

Hasil kajiannya menunjukkan bahwa realisasi leksikal verba POTONG dalam bahasa Manggarai terdiri atas 86 leksikon yang diklasifikasikan atas beberapa bagian, yaitu (1) memotong pada manusia (mis., longke, poro, dan kuir) (2) memotong pada hewan (mis., mbele, paki, lecap, ndota, ca’e, dawo, ciang,


(28)

ropo, dan kuntir) (3) memotong pohon (mis., poka, keto, campi, wancing,

we’ang, rucik, dan coco) (4) memotong rumput (mis., ako, arep, peketo, babar,

dan sasap) (5) memotong daun (mis., ciak, sarit, lata, koer, dan rekut) (6)

memotong buah (mis., pu’a, lesep, kasi, pu’ik, kengket, ro’e, dan wegek) (7) memotong tali (mis., wingke, wicok, wete, kere, kandit) dan (8) memotong kain (mis., wirot, rotas, kerek, gunting). Gande mengusulkan struktur semantis verba

POTONG dalam bahasa Manggarai adalah ‛X melakukan sesuatu pada Y’,

‛sesuatu terjadi pada Y’. Kemudian, fitur pembeda untuk verba POTONG bergantung pada usia, motivasi, objek, alat, cara, dan hasil yang diinginkan.

Penelitian Gande memberi banyak masukan dari segi teori dan cara menganalisis verba POTONG. Masukan dari segi teori terlihat pada fitur-fitur pembeda dan pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut. Kemudian, masukan dari segi cara menganalisis verba POTONG tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali. Kontribusi Gande ini akan dikembangkan pada penelitian verba POTONG dalam bahasa Batak Toba.

Subiyanto (2008) mengkaji verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa. Ia membahas komponen semantis dan struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa. Dalam hal ini, teori MSA digunakan untuk menjelaskan komponen semantis dan struktur semantik. Data yang digunakan adalah data lisan dan data tulisan yang diperoleh melalui wawancara dan observasi terhadap informan kunci dengan teknik elisitasi dan teknik catat. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih.


(29)

Berdasarkan hasil penelitiannya, komponen semantis verba bukan agentif bahasa Jawa memiliki ciri [+dinamis], [-kesengajaan], [+/- kepungtualan], [+/- telik], dan [- kinesis]. Di samping itu, verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa memiliki komponen semantis [kesengajaan], artinya verba tidak dikontrol oleh agen. Selanjutnya, struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa ada dua, yaitu (1) berdasarkan arah gerakan, struktur semantisnya ialah BERGERAK dan MELAKUKAN dan (2) berdasarkan kualitas gerakan struktur semantisnya MELAKUKAN dan TERJADI.

Penelitian Subiyanto memberikan kontribusi pada komponen semantis arah gerakan (mis. ‛X bergerak horizontal’ dan ‛ X melakukan beberapa kali’). Komponen semantis yang diusulkannya diterapkan dan dikembangkan dalam penelitian ini untuk menganalisis komponen makna verba POTONG dalam bahasa Batak Toba.

Selanjutnya, Mulyadi (2000) dalam artikelnya yang berjudul ‛‛Struktur Semantis Verba dalam bahasa Indonesia”, membahas masalah klasifikasi verba bahasa Indonesia, formulasi struktur semantis verba bahasa Indonesia, dan persamaan dan perbedaan struktur semantis verba bahasa Indonesia. Dia menggunakan metode simak yang didukung dengan teknik catat. Data dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih dan teori yang digunakan adalah Metabahasa Semantik Alami. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa verba bahasa Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu verba keadaan, proses, dan tindakan. Verba keadaan mempunyai kelas kognisi, pengetahuan, emosi, dan persepsi. Verba proses mempunyai kelas kejadian, proses badaniah, dan gerakan bukan


(30)

agentif. Verba tindakan mempunyai kelas gerakan agentif, ujaran, dan perpindahan. Kemudian, struktur semantis verba bahasa Indonesia diformulasikan dari sejumlah polisemi dan dari kombinasi makna asali ini terlihat persamaan dan perbedaan struktur semantisnya.

Cara kerja teori MSA dalam penelitian Mulyadi menjadi acuan untuk menerapkan teori MSA pada verba POTONG bahasa Batak Toba. Pembagian verba berdasarkan property temporal memberi inspirasi dalam mengategorisasikan verba POTONG dalam bahasa Batak Toba.

Sidabutar (2007) dalam skripsinya yang berjudul ‛‛Konsep Warna dalam Bahasa Batak Toba” membahas kategorisasi warna dan makna warna dalam bahasa Batak Toba. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing. Data dianalisis dengan metode padan dengan teknik pilah unsur penentu dan metode distribusional. Teori MSA digunakan untuk megetahui kategorisasi dan makna warna dalam bahasa Batak Toba.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kategori warna dalam bahasa Batak Toba ada dua, yaitu (1) warna dasar yang terdiri atas hitam, putih, dan merah (2) warna turunan yang terdiri atas hijau, kuning, biru, dan coklat. Makna warna dapat berupa objek (benda), perasaan, sifat objek. Makna warna dasar dalam Bahasa Batak Toba adalah warna birong ‛hitam’ yang bermakna ‛arang’, ‛kebijaksanaan’, dan ‛neraka’; warna bontar ‛putih’ yang bermakna ‛kapas’, ‛kesucian’, dan ‛surga’; warna rara ‛merah’ yang bermakna ‛darah’, ‛semangat’, dan ‛bumi’. Warna turunan adalah sebagai berikut: warna rata ‛hijau’ yang bermakna ‛rumput’ dan ‛sayuran hijau’; warna hunik ‛kuning’ yang bermakna


(31)

kunyit; warna balau ‛biru’ yang bermakna ‛belau’ (pewarna pakaian); dan warna

gara‛coklat’ yang bermakna ‛tanah’.

Penelitian Sidabutar memperluas wawasan peneliti tentang penerapan teori MSA dalam bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori MSA. Penelitian ini juga mendorong peneliti untuk meneliti verba POTONG dalam bahasa Batak Toba.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Perkembangan bahasa Batak Toba dipengaruhi oleh jumlah penutur bahasa Batak Toba. Penutur bahasa ini sekitar lima juta orang (Badan Statistik Kabupaten Toba Samosir 2013). Secara geografis penutur bahasa Batak Toba tinggal di Kab.Tapanuli Utara, Kab. Samosir, Kab. Humbang Hasundutan, dan Kab. Toba Samosir yang berada di bagian tengah wilayah Provinsi Sumatera Utara, yakni di punggung Bukit Barisan yang terletak di antara 10 20’ – 204’ LU

dan 98010’ – 90035’BT.

Berdasarkan keempat kabupaten tersebut,penelitian ini dilakukan di Desa Bonan Dolok III Kec. Balige, Kab. Toba Samosir. Desa Bonan Dolok III berbatasan dengan Desa Bonan Dolok I dan II di sebelah Utara, di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Haunatas Kec. Laguboti, di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hutagaol Pea Taum, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Matio dan Barwara. Desa Bonan Dolok III dibagi atas 4 dusun, yaitu Sihobuk I, Sihobuk II, Lumban gala-gala I, dan Lumban Gala-Gala II.

Desa Bonan Dolok III memiliki luas 339 ha (termasuk persawahan, pertanian, pemukiman, dan pekuburan). Jarak antara Desa Bonan Dolok III ke ibukota kecamatan 7 km, dan jarak antara Desa Bonan Dolok III ke ibukota kabupaten 8 km. Perjalanan dari ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan ke Desa Bonan Dolok III dapat ditempuh dengan transportasi darat, seperti angkutan umum, mobil, sepeda motor, dan kendaraan roda tiga. Waktu tempuh dari ibu kota


(33)

kabupaten ke Desa Bonan Dolok III adalah 70 menit dan dari ibukota kecamatan adalah 60 menit (Badan Pusat Statistik 2013).

Letak Desa Bonan Dolok III dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(34)

Gambar 3.2 Desa Bonan Dolok III

Penduduk Desa Bonan Dolok III berjumlah 543 orang, dan terdiri atas 299 perempuan, dan 286 laki-laki. Pekerjaan Desa Bonan Dolok dapat dilihat dalam tabel berikut (Badan Pusat Statistik, 2013).

Tabel 3.1 Pekerjaan Penduduk

Pekerjaan Jumlah/jiwa

Petani 120

PNS 15

Wiraswasta 16

Pensiunan 6

Perlu diketahui bahwa Desa Bonan Dolok III belum termasuk desa yang maju. Desa ini memang sudah menggunakan listrik, tetapi belum menggunakan air bersih (PAM). Desa Bonan Dolok didiami oleh suku Batak Toba. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan penduduk Desa Bonan Dolok III adalah bahasa Batak Toba. Kemungkinan terjadi interferensi dari bahasa lain kecil. Atas pertimbangan inilah Desa Bonan Dolok III dipilih sebagai lokasi penelitian.


(35)

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan. Pengumpulan data dilakukan selama dua minggu, pengelolahan data dilakukan selama satu bulan, dan pengkosepan skripsi dikerjakan selama tiga minggu (lihat Lamp. 1).

3.2 Sumber Data

Data penelitian ini ada dua yaitu, data lisan dan data tulis. Data lisan diperoleh dari penutur bahasa Batak Toba yang ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini.

1. Berjenis kelamin pria atau wanita. 2. Berusia 25-65 tahun.

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.

4. Berstatus sosial menengah.

5. Memiliki kebanggan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya. 6. Sehat jasmani dan rohani (Mahsun, 1995: 106).

Informan penelitian ini direncanakan berjumlah tiga orang, terdiri atas dua perempuan dan satu laki-laki. Dari ketiga informan itu satu orang merupakan informan kunci dapat dilihat pada gambar berikut.


(36)

Gambar 3.3 Informan kunci

Wawancara dilakukan pada siang hari sekitar pukul 19.00-22.00 WIB dan pada hari kamis, sabtu, dan minggu.Biasanya wawancara dilakukan di rumah informan.Pada saat penelitian, ada beberapa hambatan, yakni

1. Peneliti kesulitan menyesuaikan waktu dengan informan. Informan biasanya bekerja di ladang dari pagi sampai sore. Akibatnya, waktu melakukan wawancara terbatas.

2. Masyarakat memandang peneliti secara negatif. Hal ini terjadi karena tingginya intensitas penelitian ke rumah informan.

Data tulis diperoleh dari Kamus Bahasa Batak Toba (Wernicke, 2001) dan buku Jambar Hata Tu Ulaon Adat (Sihombing, 1989). Pemilihan sumber itu didasarkan syarat kebahasaannya sesuai dengan kaidah. Data intuitif juga digunakan sebagai data pelengkap. Tujuannya untuk melengkapi data yang sudah


(37)

ada dan data intuisi juga digunakan untuk menguji keberterimaan yang disediakan oleh narasumber.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode simak dan metode cakap (Sudaryanto, 1993: 133-137). Data lisan dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, yaitu peneliti terlibat langsung dalam dialog dengan narasumber. Pada topik pembicaraan peneliti berusaha memunculkan calon data sambil merekam pembicaraan (Sudaryanto, 1993: 133).

Pada teknik simak bebas libat cakap, peneliti tidak terlibat dalam dialog peneliti hanya sebagai pemerhati yang menyimak pembicaraan orang-orang yang sedang berdialog. Teknik simak bebas libat cakap juga efektif digunakan untuk menjaring data tulis. Di sini pencatatan berperan penting untuk menjaring data. Teknik simak bebas libat cakap didukung dengan teknik rekam dan teknik catat (Sudaryanto, 1993: 133-135).

Selanjutnya, metode cakap dengan teknik dasar teknik pancing. Dengan teknik pancing, peneliti memancing narasumber untuk memunculkan data yang diinginkan. Penerapan teknik pancing didukung teknik cakap semuka, teknik cakap tansemuka, teknik rekam, dan teknik catat.

Teknik cakap semuka diterapkan dengan cara peneliti melakukan percakapan langsung dan bertatap muka ataupun berbicara langsung melalui telepon dengan narasumber. Dalam hal ini, peneliti mengarahkan topik


(38)

pembicaraan sesuai dengan kepentingan untuk memperoleh data yang diharapkan sambil merekam pembicaraan.

Teknik cakap tansemuka juga diterapkan untuk mengumpulkan data dengan menyediakan kuesioner yang berisi daftar kalimat yang mengandung verba POTONG yang akan diterjemahkan oleh informan ke dalam bahasa Batak toba pada kolom yang telah disediakan.

Data verba POTONG yang telah dikumpulkan dikelompokkan berdasarkan alat, temporal, dan objeknya. Tahapan-tahapan pengelompokan data ialah sebagai berikut.

1. Mengelompokkan data yang termasuk verba POTONG.

2. Mengelompokkan data yang termasuk verba POTONG berdasarkan alat, temporal, objek, dan cara melakukan tindakan memotong.

3. Data yang memiliki ciri semantis yang sama dikelompokkan pada komponen semantis yang sama.

4. Mengidentifikasi ciri-ciri khusus verba POTONG yang berada komponen semantis yang sama.

Verba POTONG dalam bahasa Batak Toba dikelompokkan berdasarkan ciri semantisnya. Misalnya, manaha ‛membela’, mangarambis ‛menebang’, dan

mambola2 ‛membelah’ mempunyai ciri semantis yang sama menggunakan alat

dan berobjek besar, sedangkan verba POTONG yang memiliki ciri semantis dengan menggunakan tangan dan berobjek kecil, misalnya mamutik ‛memetik’,

mambola1‛membelah’, dan manipulhon‛mematahkan’, seperti yang diilustrasikan


(39)

Tabel 3.2

Kategorisasi Verba POTONG dalam Bahasa Batak Toba

No.

Kosa kata bahasa Batak Toba

Alat Objek

Alat Tangan Besar Kecil

1. Manaha + - + -

2. Mangarambis + - + -

3. Mambola2 + - ± -

4. Mamutik - + - +

5. Mambola1 - + - +

6. Manipulhon - + - +

3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data

Setelah semua data terkumpul dilakukan analisis data yang merupakan langkah terpenting untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang ingin dipecahkan. Data dianalisis dengan menggunakan metode agih yang didukung dengan metode padan terutama dalam menentukan makna verba (Sudaryanto, 1993: 13-31). Cara kerja kedua metode tersebut dapat diringkas seperti di bawah ini.

3.4.1 Metode Padan

Dalam metode padan, alat penentunya adalah di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan berguna untuk mengidentifikasi butir-butir leksikal yang secara intuitif tergolong verba POTONG untuk menetapkan kategorisasi verba POTONG. Butir-butir leksikal yang termasuk verba POTONG dikumpulkan dan verba POTONG tersebut dikelompokkan berdasarkan ciri semantisnya.


(40)

Verba POTONG yang memiliki ciri yang sama dikelompokkan pada komponen semantis yang sama dengan menggunakan teknik hubung banding sama. Contoh: mamutik ‛memetik’, manipulhon ‛mematahkan’, dan mambola2

‛membela’ berada pada kategori yang sama sebab mengacu pada peristiwa yang sama, yaitu ‛‛peristiwa verba POTONG yang menggunakan tangan”. Dari ciri-ciri itu dirumuskan komponen ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang kecil dengan sesuatu (tangan)’.

Verba POTONG yang berada pada komponen semantis yang sama dibandingkan dengan menggunakan teknik hubung banding beda untuk mengungkapkan ciri-ciri khusus yang membangun kategorisasi verba POTONG. Contoh: mamutik ‛memetik’, manipulhon ‛mematahkan’, dan mambola2

‛membelah’ meskipun merupakan jenis peristiwa yang sama ‛‛melakukan sesuatu dengan sesuatu (tangan)” mengandung ciri khusus sebagai unsur pembedanya. Ciri-ciri itu berhubungan dengan temporal, ukuran, dan wujud.

3.4.2 Metode Agih

Alat penentu dalam metode agih adalah unsur bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993: 15). Metode agih berperan penting dalam menganalisis dan membandingkan makna. Teknik analisis yang digunakan ialah teknik ganti untuk menguji perilaku verba POTONG di dalam kalimat dan teknik parafrase. Misalnya, untuk mengetahui makna mangiris, ‛mengiris’ dibandingkan dengan kata-kata lain dalam satu ranah semantis, yaitu verba POTONG yang menggunakan alat misalnya, manjaljali ‛mencincang’ dan mananggoi ‛menyayat’, seperti pada contoh di bawah ini.


(41)

mangiris

mengiris

(14a) Mamakke raut do hami ??manjaljali jagal i.

AKT.pakai pisau T 1Jmk mencincang daging DEM mananggoi

menyayat ‛Kami memakai pisau mengiris/ menyayat daging itu.’

manjaljali

(b) Mamakke piso do hami ??mangiris happa i.

AKT.pakai pisau T 1Jmk ?mananggoi keladi DEM

‛Kami memakai pisau mencincang keladi itu.’ mangiris

(c) Mamakke raut do hami ??mananggoi bawang i.

AKT.pakai pisau T 1Jmk ?manjaljali bawang DEM

‛Kami memakai pisau mengiris bawang itu.’

Pada kalimat (14) terlihat jelas bahwa berdasarkan alat yang digunakan verba mangiris ‛mengiris’, manjaljali ‛mencincang’, mananggoi ‛menyayat’

menggunakan pisau. Berdasarkan objeknya verba mangiris ‛mengiris’ objeknya

daging, tumbuhan dan umbi, verba manjaljali ‛mencincang’ objeknya tumbuhan,

dan verba mananggoi‛menyayat’ objeknya daging. Setelah ditemukan komponen semantis yang terkandung pada verba POTONG, dilakukan parafrase pada makna. Sebagai ilustrasi verba mangiris ‛mengiris’, manjaljali ‛mencincang’, dan


(42)

(15) Mangiris ‛mengiris’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu ( bawang) Y )

dengan sesuatu (pisau)Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong halus-halus) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini. (16) Manjaljali ‛mencincang’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (keladi)Y ) dengan sesuatu (pisau)Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong kecil-kecil)

X menginginkan ini X melakukan seperti ini.

(17) Mananggoi ‛menyayat’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (daging)Y ) dengan sesuatu (pisau)Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong tipis-tipis). X menginginkan ini

X melakukan seperti ini.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil penelitian data disajikan dengan dua metode informal dan formal (Sudaryanto, 1993: 145). Metode informal adalah perumusan hasil analisis dengan kata-kata biasa, sedangkan penyajian metode formal diwujudkan melalui penggunaan tanda-tanda atau lambang-lambang. Tanda yang dimaksud di antaranya: tanda tambah (+), tanda kurang (-), tanda kurung biasa (( )), tanda bintang (*) dan tanda Tanya (?), tanda kurung kurawal ({}), tanda kurung siku ([ ]). Untuk menyampaikan hasil kajian dalam penilitian ini akan dimanfaatkan kedua metode tersebut. Penggunaan tanda-tanda itu disebut teknik dasar, memperjelas contoh-contoh data.


(43)

BAB IV

VERBA POTONG BAHASA BATAK TOBA

4.1 Pengantar

Verba POTONG dalam bahasa Batak Toba dikelompokkan berdasarkan ciri semantisnya. Berdasarkan ciri semantisnya verba POTONG dibagi menjadi tiga kategori, yaitu (1) berdasarkan alat misalnya, menggunakan alat atau tangan, (2) berdasarkan waktu seperti pungtual dan duratif, (3) berdasarkan cara ada dua yaitu vertikal dan horizontal.

4.1.1 Kategori Verba POTONG Berdasarkan Alat yang Digunakan

Kategori verba POTONG didasari oleh kesamaan pada ciri semantisnya. Verba POTONG yang memiliki ciri yang sama berada pada medan makna yang sama. Melalui perangkat makna pada komponen, informasi semantis sebuah verba dapat diungkapkan dengan jelas.

Dalam beberapa artikel disebutkan bahwa verba POTONG mempunyai dua ciri dasar, yaitu verba POTONG yang menggunakan alat dan verba POTONG yang menggunakan tangan dalam melakukan tindakannya (lihat Gande, 2012: 4; Budiasa, 2000: 6)

Kategorisasi Verba POTONG yang mengacu pada penggunaan alat. Verba POTONG seperti manaha ‛membelah’, mangkampak ‛mengampak’, mamonggol ‛mematahkan’, dan manilbakkon ‛membelah’ terikat dengan alat yang digunakan. Manaha ‛membelah’ dan mangkampak ‛mengampak’ menggunakan alat berupa


(44)

parang, pisau, dan kampak sedangkan mamonggol ‛mematahkan’ dan

manilbakkon ‛membelah’ menggunakan tangan. Dengan pemahaman seperti ini

verba POTONG dibagi atas dua subkategori, yaitu verba POTONG yang menggunakan alat dan verba POTONG yang menggunakan tangan. Kategorisasi verba POTONG berdasarkan alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

mambola‛membelah’

managil‛memarang’ manilbakkon‛membelah’

manaha‛membelah’ mananggoi‛menyayat’

mangkampak‛mengampak’ manggusting‛menggunting’

manggargaji‛menggergaji’ mangaritik‛memotong’

mamonggol‛mematahkan’

mangaribak‛merobek’

mamutik ‛memetik’

Gambar 4.1 Kategorisasi verba POTONG berdasarkan alat

Pada Gambar 4.1 Kategorisasi verba POTONG berdasarkan alat yang digunakan dibagi menjadi dua subkategori, yaitu (1) verba POTONG yang menggunakan alat

(managil ‛memarang’) dan sub-subkategorinya ‛X melakukan sesuatu dengan

sesuatu pada sesuatu yang besar’ terdiri dari manaha ‛membelah’, mangkampak

mengampak’, dan manggargaji ‛menggergaji’ menggunakan alat berupa pisau, parang, kampak, dan gergaji dan sub-subkategorinya ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang kecil’ terdiri dari mananggoi ‛menyayat’, manggusting


(45)

‛menggunting’, dan mangaritik ‛memotong’. (2) verba POTONG yang menggunakan tangan (manilbakkon ‛membelah’) hanya mempunyai satu sub-subkategori ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang kecil’ misalnya,

manilbakkon‛membelah’ mangaribak‛mengoyak’, dan mamutik ‛memetik’.

(18a) Gulok do ibahen among managil hau i.

Mesin T PASbuat Ayah membelah kayu DEM ‛Ayah memarang kayu dengan parang.’

(b) ?? Simangido do ibahen among managil hau i.

Tangan T PAS.buat Ayah memarang kayu DEM ‛Ayah memarang kayu itu dengan tangan.’

(19a) Simangido mi ma bahen manilbakkon hau i !

Tangan 2Jm PART buat memetikkan bunga DEM INTERJ ‛Gunakan tanganmu membelah kayu itu!’

(b) ?? Gulok i mabaen manilbakkon hau i !

Parang DEM gunakan memetikan bunga DEM INTERJ ‛Gunakan Parang membelah kayu itu!’

Pada contoh (18a) dan (18b) terlihat jelas bahwa verba managil

‛memarang’ menggunakan alat berupa parang bukan dengan tangan sedangkan pada contoh (19a) dan (19b) terlihat bahwa verba manilbakkon ‛membelah’ alat yang digunakan adalah tangan.

Ciri utama yang membedakan verba POTONG yang menggunakan alat dan verba POTONG yang menggunakan tangan yaitu alat yang digunakan selain itu ukuran objeknya.Verba POTONG yang menggunakan alat menggunakan alat berupa parang, kampak, pisau, bambu tajam, tombak ataupun benda tajam lainnya


(46)

sedangkan verba POTONG yang menggunakan tangan hanya menggunakan tangan dalam melakukan tindakannya.

Tabel 4.1

Komponen Semantis Verba POTONG

Verba POTONG menggunakan alat Verba POTONG menggunakan tangan Seseorang (X) melakukan sesuatu pada

sesuatu yang besar/kecil(Y)

Seseorang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu kecil(Y)

Dengan sesuatu (Z) Dengan tangan

Karena ini sesuatu terjadi pada Y Karena ini sesuatu terjadi pada Y X menginginkan ini X menginginkan ini

X melakukan seperti ini X melakukan seperti ini

Pada Tabel 4.1 menyajikan gambaran umum komponen semantis verba POTONG yang menggunakan alat dan verba POTONG yang menggunakan tangan. Kategorisasi verba POTONG mensyaratkan kombinasi antar komponen semantis yang akan membentuk sebuah kalimat sintaksis makna universal.

Verba POTONG yang menggunakan alat

X melakukan sesuatu pada sesuatu yang besar/kecil dengan sesuatu Y Karena ini sesuatu terjadi pada Y

Verba POTONG yang menggunakan tangan

X melakukan sesuatu pada sesuatu yang kecil dengan tangan Karena ini sesuatu terjadi pada Y

Lebih jauh, Kategori verba POTONG berdasarkan alat dibatasi oleh kedua komponen semantis di atas. Misalnya mangkampak ‛mengampak’, manaha


(47)

‛membelah’ dan manggargaji ‛menggergaji’ adalah verba POTONG yang menggunakan alat berobjek besar sebab ketiganya secara semantis berkorelasi dengan sub-subkomponen ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang besar dengan sesuatu’ bukan dengan sub-subkomponen ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang kecil dengan sesuatu’. Contoh:

(20a) X melakukan mangkampak/manaha/manggraji pada sesuatu yang besar dengan sesuatu.

(b) ?? X melakukan manaba/manaha/mangalapa pada sesuatu yang kecil dengan sesuatu.

Pada contoh (20a) dan (20b) verba mangkampak ‛mengampak’, manaha

‛membelah’ dan manggargaji‛menggergaji’ menggunakan alat dalam melakukan tindakannya sehingga sangat tepat berkorelasi dengan sub-subkomponen ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang besar dengan sesuatu’

Verba mamonggol ‛mematahkan’, mamutik ‛memetik’ dan mangaribak

‛merobek’ lebih tepat dikategorikan sebagai verba POTONG yang menggunakan tangan dan berobjek kecil karena itu lebih tepat berpasangan dengan sub-subkomponen ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu dengan tangan.’ Contoh:

(21a) X mamonggol/mangaribak/mamutik sesuatu yang kecil dengan tangan.

(b) ?? X mamonggol/mangaribak/mamutik sesuatu yang besar.

Pada contoh (21a) dan (21b) dapat diketahui bahwa verba


(48)

‛memetik’ mencakup dua ciri yaitu berobjek kecil dan menggunakan tangan dalam melakukan tindakan memotong.

4.1.1.1 Subkategori ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu dengan sesuatu’

Komponen ‛X melaku kan sesuatu pada sesuatu dengan sesuatu’ menggambarkan suatu ‛‛peristiwa verba POTONG menggunakan alat’’. Komponen ini membatasi verba POTONG ‛‛yang menggunakan alat”. Butir leksikalnya anatara lain manaha ‛membelah’, manggargaji ‛menggergaji’,

manggusting ‛menggunting’, dan mangaritik ‛memotong’. Contoh:

(22a) manaha membelah

Sari ??manggargaji hau dohot kampak sari menggergaji kayu KONJ kampak ??mangaritik

memotong

‛Sari membelah/??menggergaji/??memotong kayu dengan kampak.’

??manaha (b) Nasida ??manggargaji same dohot sasabi 1 Jm mangaritik padi KONJ kampak

‛Mereka ??membelah/??menggergaji/memotong padi dengan sabit.’

?manaha

(c) Sari manggargaji hau dohot gargaji sari ??mangaritik kayu KONJ gergaji


(49)

Pada contoh (22) terlihat jelas bahwa manaha dan manggargaji memiliki objek yang sama yaitu kayu tetapi memiliki alat yang berbeda manaha menggunakan alat berupa kampak dan parang sedangkan managgargaji memiliki alat yang khusus yaitu gergaji, berbeda dengan mangaritik ‛memotong’ memiliki objek khusus yaitu padi yang baru ditanam dan alat yang digunakan adalah sabit.

4.1.1.1.1 Sub-subkategori ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang besar dengan sesuatu’

Salah satu ciri verba POTONG selain menggunakan alat juga berobjek besar sehingga membentuk sub-subkomponen semantis ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang besar dengan sesuatu ’. Butir leksikalnya, antara lain,

manaha ‛membelah’, mangkampak ‛mengampak’, dan manggargaji

‛menggergaji’.

Verba mirip manaha, mangkampak dan manggargaji dapat diidentifikasi berdasarkan ciri semantis berikut: objeknya besar dan keras, alat yang digunakan benda tajam, contoh:

(22a) Maol do manaha/mangkampak hau na balga jala pir i

Susah T membelah/mengampak kayu KONJ besar dan keras DEM dohot kampak.

dengan kampak

‛Membelah/mengkampak kayu yang besar dan keras itu dengan kampak susah.’


(50)

(b) ??Ura do manaha/mangkampak hau na

Gampang T membelah/mengampak kayu KONJ

balga jala pir i.

besar dan keras DEM

‛Membelah/mengampak kayu yang besar dan keras itu gampang.’ Pada contoh (22a) dan (22b) terlihat bahwa verba manaha dan mangkampak memiliki ciri objek besar, keras, dan menggunakan alat.


(51)

4.1.2 Kategorisasi verba POTONG berdasarkan waktu 4.1.3 Kategorisasi verba POTONG berdasarkan cara

4.2 Makna

Makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali untuk setiap kata (Wierzbicka, 1996: 170). Konfigurasi yang dimaksud adalah kombinasi antara satu makna asali dengan makna asali lain yang membentuk sintaksis makna universal. Kombinasi makna asali yang membentuk verba POTONG yaitu kombinasi makna asali MELAKUKAN dan TERJADI yang membentuk sintaksis makna universal ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu (Y) karena ini sesuatu terjadi pada Y’. Lebih lanjut akan dibahas pada subbab berikut ini.

4.2.1 Makna Verba ‛X melakukan sesuatu dengan sesuatu’

Makna verba POTONG ‛X melakukan sesuatu dengan sesuatu’ mencakup ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang besar dengan sesuatu’ dan ‛X melakukan sesuatu pada sesuatu kecil dengan sesuatu’. Sekalipun terletak pada ranah semantis yang sama, tetapi tiap verba memiliki perbedaan halus. Misalnya,

mamangkas ‛memangkas’, dibandingkan dengan kata-kata lain yang berada pada

satu ranah semantis yang sama seperti mangguddul ‛menggundul’ dan manukkur


(52)

(18a) ?mamangkas

memangkas

?mangguddul mise amang dohot silet menggundul kumis ayah KONJ silet

manukkur

mencukur

‛Ayah ?memangkas/?mengundul/mencukur kumis dengan silet.’

(18b) Mamangkas

? Mangguddul obut ibana dohot gusting ??Manukkur rambut 3Tg KONJ gunting ‛Dia memangkas/?menggundul/mencukur rambut dengan gunting.’

(18c) Manggudul

?Mamangkas uluni si Roy among dohot gusting

??Manukkur kepala si Roy ayah KONJ gunting

‛Ayah menggundul/memangkas/mencukur kepala Roy dengan gunting.’

mamangkas ‛memangkas’ objeknya rambut dan tumbuhan, mangguddul

‛menggundul’ objeknya adalah kepala, manukkur ‛mencukur’. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan halus yang terkandung pada verba mamangkas

‛memangkas’, mangguddul ‛menggundul’, dan manukkur ‛mencukur’ dilakukan

parafrase makna seperti ilustrasi di bawah ini. (19) Mangguddul ‛menggundul’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (rambut)Y) Dengan sesuatu (gunting)Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong habis) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini.

(20) Mamangkas ‛memangkas’


(53)

Dengan sesuatu (pisau cukur)Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong rapi) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini. (21) Manukkur ‛mencukur’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (kumis)Y) Dengan sesuatu (pisau silet dan pisau cukur) Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong pendek) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini.

Pada contoh (19) mangguddul ‛menggundul’ memiliki ciri khusus yang

membedakannya dengan ketiga verba tersebut. Berdasarkan hasil potongannya verba mangguddul ‛menggundul’ objeknya terpotong habis akibatnya entitas

menjadi botak sedangkan pada contoh (20) mamangkas ‛memangkas’ hasilnya

entitas terpotong rapi sedangkan pada contoh (21) manukkur‛mencukur’ hasilnya entitas terpotong pendek.

4.2.2 Makna verba ‛X melakukan sesuatu dengan tangan’

Inti makna dari verba X melakukan sesuatu dengan tangan menyangkut peristiwa ‛‛melakukan sesuatu dengan tangan terhadap objek yang kecil”. Misalnya, verba manipulhon ‛mematahkan’, mamutik ‛memetik’, mamonggol

‛mematahkan’ dan manilbakkon ‛membelah’ berada pada satu ranah semantis akan tetapi setiap verba tersebut memiliki perbedaan halus yang membedakan antara satu verba dengan verba lainnya. Perilaku keempat verba tersebut dapat kita lihat pada contoh di bawah ini.

manipulhon

mematahkan


(54)

Tangan T buat 3Jm mematahkan kayu DEM

??mamutik

Memetik

?mamonggol

mematahkan

‛Kami mematahkan/?memetik ranting kayu dengan tangan.’

(b) ?Manipulhon

?Manilbakkon rabbutan anggi dohot simangindo

Mamutik rambutan adik KONJ tangan

??Mamonggol

‛Adik ?mematahkan/memetik rambutan dengan tangan.’

?manipulhon

(c) Mamakke simangindo do inong ??manilbakkon jagung i

AKT.Pakai tangan T ibu mamutik jagung DEM

mamonggol

‛Ibu memakai tangan ?mematahkan/mematahkan/memetik jambu.’

(d) Manipulhon

?? Manilbakkon tukkot ni oppung doli akka dakdanak

??Mamonggol tongkat Pos Kakek anak-anak

??Mamutik

‛Anak-anak mematahkan/memetik tongkat.’

Pada contoh (22) manilbakkon‛membelah’ mensyaratkan objeknya entitas

yang hampir terbelah seperti kayu dan buah-buahan sedangkan verba manipulhon


(55)

mamutik ‛memetik’ berobjek bunga dan buah-buahan dan verba mamonggol

‛mematahkan’ berobjek khusus umbi-umbian dan kue. Selanjutnya akan dijelaskan perbedaan halus keempat verba tersebut pada contoh di bawah ini:

(23) Manipulhon ‛mematahkan’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (ranting kayu)Y) Dengan sesuatu (tangan)Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong menjadi beberapa bagian)

X menginginkan ini X melakukan seperti ini.

(24) Manilbakkon ‛mematahkan’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (ranting kayu)Y) Dengan sesuatu (tangan)Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terbelah dua ) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini. (25) Mamutik ‛memetik’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (tumbuhan)Y) Dengan sesuatu (tangan) Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpisah dari tangkainya) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini. (26) Mamonggol ‛mematahkan’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (kayu)Y) Dengan sesuatu (tangan) Z)

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y patah menjadi dua) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini.

Pada contoh (23), (24), (25), dan (26) manipulhon‛mematahkan’ memiliki

ciri khusus yang membedakannya dengan ketiga verba tersebut yaitu berdasarkan hasil potongannya verba manipulhon ‛mematahkan’ terpotong menjadi beberapa bagian, tetapi hal itu tidak berlaku pada verba manilbakkon ‛membelah’ hasil potongan verba manilbakkon ‛membelah’, yaitu entitas terbelah dua sedangkan


(56)

mamonggol ‛mematahkan’ entitas patah menjadi dua, mamutik ‛memetik’

entitasnya terpisah dari tangkainya.

4.2.3 Makna X melakukan sesuatu dalam waktu yang cepat

Komponen X melakukan sesuatu dengan sesuatu berhubungan dengan peristiwa ‛‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang besar dalam waktu yang pungtual” dan ‛‛X melakukan sesuatu pada sesuatu yang kecil dalam waktu yang pungtual”. Misalnya, mangotom ‛mengetam’, manura ‛menikam’, mangarujak

‛merobek’, manampuki ‛mematahkan’, berada pada satu ranah karena memiliki ciri yang sama yaitu ciri pungtual ditandai dengan penggunan frasa hatop-hatop

‛cepat-cepat’, gira ‛cepat’, satokkin ‛sebentar’, dan sihob ‛sebentar’ seperti pada

contoh (26). Mangotom ‛mengetam’ objeknya adalah kayu, manura ‛menikam’

objeknya manusia, sedangkan manullang ‛menikam’ dan mangarujak ‛merobek’ objeknya adalah binatang buas, lebih jelas lagi dapat diperhatikan contoh di bawah ini:

(26a) Mangotom mengetam

??Manura papan partukkang hatop-hatop

menikam papan tukang cepat-cepat

??Manullang menikam

??Mangarujak


(57)

‛Tukang mengetam/??menikam/??menikam/??merobek papan.’

??mangotom

(b) Sihob do ibana manura panamun i Sebentar T 3Tg ?manullang pencuri DEM

??mangarujak

‛Dia sebentar mengetam/menikam/menikam/merobek pencuri itu.’

??mangotom

(c) Gira do among ?manura aili i Cepat T ayah manullang babi hutan DEM

mangarujak

‛Bapak ??mengetam/?menikam/menikam/menusuk babi hutan itu dengan cepat.’

??mangotom

(d) Satokkin do akkang manura harimokkar i

Sebentar Part abang manullang kucing hutan DEM

mangarujak

‛Kakak sebentar ??mengetam/menikam/menikam/menusuk macan itu’

Perbedaan keempat verba ini dapat kita lihat pada ilustrasi parafrase berikut.

(27) Mangotom ‛mengetam’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (kayu(Y) Dengan waktu yang cepat

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong halus-halus) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini.

(28) Manura‛menikam’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (manusia (Y) Dengan waktu yang cepat


(58)

X menginginkan ini X melakukan seperti ini.

(29) Mangarujak‛menusuk’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (binatang buas (Y) Dengan waktu yang cepat

Karena dendam, sesuatu terjadi pada Y (perut Y tertusuk dan robek menjadi dua)

X menginginkan ini X melakukan seperti ini.

(30) Manullang‛menikam’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (binatang buas (Y) Dengan waktu yang cepat

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y tertusuk) X menginginkan ini

X melakukan sepertiini.

Pada contoh (27), (28), (29), dan (30) mangotom ‛mengetam’ hasil potongannya halus-halus, manura ‛menikam’ hasil potongannya perut entitas tertusuk, sedangkan mangarujak ‛menusuk’ hasil potongannya perut entitas tertusuk dan robek menjadi dua akan tetapi dari segi motivasi manura‛menikam’

dan mangarujak ‛menusuk’ memiliki motivasi yang sama yaitu dendam.

Manullang ‛menikam’ hasil potongannya entitas tertusuk. Perbedaan antara

manullang ‛menikam’ dan mangarujak ‛menusuk’ terletak pada bagian yang

ditusuk mangarujak‛menusuk’ bagian yang ditusuk adalah bagian perut binatang buas sedangkan manullang ‛menikam’ bagian yang ditikam bisa berupa bagian tubuh hewan seperti punggung, perut, kaki ataupun kepala dan alat yang digunakan seperti tombak, besi, bambu ataupun benda tajam lainnya.

4.2.4 Makna verba POTONG X melakukan sesuatu dalam waktu yang duratif


(59)

Komponen X melakukan sesuatu dalam waktu yang duratif menerangkan dua peristiwa. Pertama, peristiwa melakukan sesuatu kepada sesuatu yang besar dengan jangka waktu yang duratif. Kedua, peristiwa melakukan sesuatu kepada sesuatu yang kecil dengan jangka waktu duratif. Misalnya, Manggargaji

‛menggergaji’, maragat ‛mengiris’, managil ‛memarang’, dan memotong’ berada pada ranah semantis yang sama yaitu memiliki jangka waktu yang duratif ditandai oleh frasa leleng ‛lama’, nenget-nenget ‛pelan-pelan’ dan manat hian ‛hati-hati sekali’ seperti pada contoh (30). keempat verba tersebut memiliki perbedaan ciri.

Manggargaji ‛menggergaji’ dan managil ‛memarang’ memiliki objek kayu akan

tetapi manggargaji ‛menggergaji’ memiliki durasi waktu yang lebih panjang

daripada managil ‛memarang’. Maragat ‛mengiris’ memiliki objek pohon tuak,

dan mangarabi ‛memotong’ mensyaratkan objeknya adalah dahan bambu dan

juga menggunakan alat khusus seperti sabit yang tangkainya panjang, seperti terlihat pada contoh berikut.

?managil

memarang

(30a) Leleng do ibana na ??manggargaji bona ni tuak i

Lama Part 3Tg KONJ menggergaji pohon Pos tuak DEM maragat

mengiris ??mangarabi

memotong


(60)

??mangarabi

(b) Boasa leleng anggi i manggargaji hau ? Mengapa lama adik DEM managil kayu INTRO

??maragat

‛Mengapa adik lama ??memotong/menggergaji/memarang/mengiris kayu itu?’

??Maragat

(c) Mangarabi dakka buluh ikkon do nenget-nenget

?Manggargaji dahan bambu harus T pelan-pelan

?Managil

‛??mengiris/memotong/?menggergaji/?memarang dahan bambu harus pelan- pelan.’

managil

(d) Manat hian au ??manggargaji soban i

Hati-hati sekali 1Tg maragat kayu bakar DEM ??mangarabi

‛Aku memarang/??menggergaji/mengiris/??memotong kayu bakar itu dengan hati-hati sekali.’

Lebih lanjut perbedaan keempat verba tersebut dapat dililihat dari ilustrasi di bawah ini.

(31) managil ‛memarang’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (kayu(Y) Dengan waktu yang lama

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y terpotong menjadi beberapa bagian) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini.

(32) manggargaji ‛menggergaji’

Orang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (kayu(Y) Dengan waktu yang lama

Karena ini sesuatu terjadi pada Y (Y patah menjadi dua bagian) X menginginkan ini

X melakukan seperti ini.


(1)

LAMPIRAN II : DAFTAR KLAUSA

No. Data Bahasa Indonesia Terjemahan dalam Bahasa Batak Toba

1. Ayah membelah perut kerbau dengan parang.

Among mamakke golok mangalapa butuha ni horbo. 2. Ibu membelah durian dengan tangan. Simangindo do ibahen

dainang mambolah durian. 3. Bibi, sini biar kukampak kayunya! Namboru, dia asa hutaha hau

i!

4. Ibu mengkampak kayu berulang-ulang. Inong manaha soban marulak-ulak.

5. Tetangga kami menebang pohon beringin dengan mesin.

Hobbar jabu name manaba hau baringin dohot masin. 6. Cepat sekali kamu menebas pohon itu? Hatop ma ho manallik hau i? 7. Kami membelah kayu itu dengan gerakan

lurus.

Tigor do itaha hami hau i mangihuthon rimanna.

8. Kami memakai kampak membelah kayu itu agar kayu itu terbelah dua.

Mamakke kampak do hami manaha hau i asa tarbola dua hau i.

9. Kami sengaja memotong dahan bambu itu Marsitutu hami mangarabi dakka ni bulu i.

10. Memotong dahan bambu harus pelan-pelan Mangarabi dakka ni bulu on ikkon do nenget-nenget.

11. Ayah mencukur kumis dengan silet Manukkur mise do among dohot silet.

12. Ayah mencukur kumis pelan-pelan

Nenget-nenget do among manukkur mise.

13. Ibu menebas pohon pisang dengan cepat. Hatop do inong manallik gaol i.

14. Pohon Pisang itu sekali tebas langsung tumbang

Sahali tallik do bona ni gaol i pittor maruppak.

15. Dia memangkas rambut dengan gunting. Mamangkas obut ibana dohot gusting.

16. Supaya rapi, kami memangkas bunga pagar itu.

Hupangkas hami do bunga haddang i asa uli idaon.

17. Ayah menggergaji kayu berulang-ulang. Among manggargaji hau marulak-ulak

18. Abang menggergaji papan dengan gerakan lurus.

Tigor-tigor do i gargaji haha papan i.


(2)

No. Data Bahasa Indonesia Data Terjemahan Bahasa Batak Toba

19. Tukang mengetam papan cepat-cepat. Mangotom papan partukkang hatop-hatop.

20. Ayah mengetam kayu dengan gerakan lurus ke depan.

Among mangotom hau i tigor-tigor tu jolo.

21. Iriskan dulu bawang itu tipis-tipis! Irishon jo baowang i tipis-tipis.

22. Kami mengiris bawang dengan pisau. Hami mamakke raut mangiris baowang.

23. Kami memotong testis babi dengan silet. Hami makkasim pinahan dohot silet.

24. Kakek ahli memotong testis anjing. Oppung doli do malo makkasim pinahan.

25. Ibu mencincang keladi kecil-kecil. Inong manjaljali happa gelleng-gelleng.

26 Adik mencincang keladi. Manjaljali happa anggi. 27. Adik mencincang daging. Manalltali jagal anggi. 28. Ibu mencincang daging kecil-kecil dengan

gerakan lurus.

Inong manjaljali jagal mansai Gelleng dohot tigor-tigor.

29. Dia menikam pencuri itu dengan cepat. Sihobdo ibana manura panamun i.

30. Penjahat itu menikam adik dengan gunting.

Panjahit i manikkam butuha Ni anggi dohot gusting. 31. Dia menyayat daging dengan parang di

pesta.

Ibana mananggoi jagal dohot Parang i pesta.

32. Mengapa Ibu menanggoi daging i lama-lama?

Boasa leleng inong mananggoi jagal i?

33. Kakak menusuk perut kerbau dengan belati.

Balati do ibahen akkang manullang butuha ni horbo. 34. Abang begitu cepat menusuk perut hewan

itu.

Hatop hian do Haha manullang butuha ni binatang i.

35. Sari mengoyak kertas. Mangaribak karotas si sari. 36. Dia mengoyak kertas menjadi dua. Ibana mangaribak karotas

gabe ribak dua.

37. Kenapa kalian mencabik-cabik kertas itu? Boasa i rigati hamu karotas i 38. Anak kecil itu mencabik kertas itu

kecil-kecil.

Gelleng-gelleng i rigati akka dakdanaki karotas i.


(3)

No. Data Bahasa Indonesia Data Terjemahan Bahasa Batak Toba

39. Memotong rata tanaman membutuhkan waktu yang lama.

Maniptip suan-suanan mangallang tikki na leleng 40. Kami harus memotong rata tanaman pagar

itu agar rapi.

Hami ikkon maniptip bunga hadang i asa uli

41. Putuskan dulu tali itu dengan tanganmu! Gotaphon jolo tali i dohot simangindo mi!

42. Ketika memotong benih padi supaya ukurannya sama rata badan terasa lelah.

Loja do mangaritik same asa dosdos.

43. Kami memotong benih padi di sawah. I hauma do hami mangaritik same.

44. Kami memotong ayam dengan pisau. Raut do ibahen hami maneat manuk i.

45. Kami akan menyembelih kerbau dengan parang tajam.

Golok na tajom do naeng ibahen hami maneat horbo i. 46. Kakak membela durian tetapi kulit

duriannya tidak terpisah.

Manilbakkon durian do akkang alai lakkat ni durianna dang sirang.

47. Kami mematahkan kayu itu dengan tangan.

Simangindo do ibahen hami manilbakkon hau i.

48. Hebat sekali mematahkan kayu menjadi dua tanpa alat.

Tung gogo do ho mamonggolhon hau i so pola marhite ala-ala.

49. Kami mematahkan singkong Mamonggol gadong do hami. 50. Anak-anak pergi memetik kopi. Akka dakdanak laho mamutik

kopi.

51. Adik memetik rambutan dengan tangan. Mamutik rabbutan anggi dohot simangindo.

52. Abang menusuk perut babi hutan itu. Haha do na mangarujak aili i. 53. Tono menusuk kucing hutan itu dengan

tombak.

Tombak do ibahen Tono mangarujak harimokkar i.

54. Ayo kita belah dua kue itu dengan tangan! Tanganta ma tabahen mambola roti i!

55. Kemarin memotong rambut aku dengan gunting.

Nattuari au mamangkas obuk dohot gusting.

56. Supaya rapi, kami memangkas bunga bongsai itu.

Hupangkas hami do bunga haddang i asa uli indahon. 57. Ma, si Budi memarut kelapa! Mamarut harambir do si Budi

Inong! 58. Memarut kelapa sampai halus membuatku

letih.

Gabe loja do huilala ala manhurhur harambir gabe lamok.


(4)

No. Data Bahasa Indonesia Data Terjemahan Bahasa Batak Toba

59. Babat dulu rumput itu lambok sampai pendek!

Rabbas jo duhut-duhut i lambok gabe jeppek!

60. Cara membabat lalang dengan gerakan sesuka hati.

Molo magarabbasi ri boi do lomo-lomo.

61. Kami mengiris pohon tuak. Maragat tuak hami. 62. Mengiris pohon tuak membutuhkan waktu

yang lama.

Maragat tuak mangallang tikki na leleng.

63. Orang asing membabat habis hutan itu. Jolma na so itadda mangaraprap harangan i.

64. Membabat habis hutan dapat merusak ekosistem.

Mangaraprap harangan manegai ekosistem.

65. Paman mematahkan ranting-ranting kayu. Manipulhon akka dakka ni hau do tulang.

66. Anak-anak itu mematahkan tongkat kakek. Manipulhon tukkot ni oppung doli akka dakdanak.

67. Mereka memotong padi ke sebelah kiri. Dompak habbirang do nasida mangaritik same i.

68. Abang membelah perut kerbau dari sebelah kanan.

Mangalapa butuha ni lobbu do haha sian siamun.

69. Dia menebang kayu dari sebelah kiri. Hu sabolah habbirang do ibana na manaba hau i.

70. Bidan memotong tali pusat si ucok dari arah sebelah kanan.

Sian siamun do bidan i manambilu tali pusok ni si ucok.

71. Abang membelah durian dari atas. Sian gijjang do haha na mambola durian i.

72. Dia lama mengiris tuak itu. Leleng do ibana na maragat bona ni tuak i.

73. Ayah membelah kayu itu dari atas ke bawah.

Among do manaha hau i sian gijjang tu toru.

74. Dia memotong rambut dengan gunting. Mamangkas obut ibana dohot gusting.


(5)

LAMPIRAN III: DATA INFORMAN

1. Nama : Minar Saragih Umur : 63 Tahun Pekerjaan : Petani Pendidikan : SMA

Alamat : Jl.Lagu Boti, No.81 Bonan Dolok 3

2. Nama : Bonitan Simanjuntak Umur : 65 Tahun

Pekerjaan : Petani Pendidikan : SMP

Alamat : Jl. Lumban Gala-Gala, No.1 Desa Bonan Dolok 3

3. Nama : Pasma Uli Saragih Umur : 47 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA


(6)