Peran Semantis Verba Bahasa Batak Toba

(1)

PERAN SEMANTIS VERBA BAHASA BATAK TOBA

SKRIPSI

OLEH

JUNITA R. BUTAR-BUTAR NIM 030701036

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERAN SEMANTIS VERBA BAHASA BATAK TOBA

Oleh

Junita Rosayanti Butar-butar NIM 030701036

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Ida Basaria, M.Hum. Dra. Mascahaya, M.Hum NIP 131659303 NIP 131570491

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum NIP 131676481


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untauk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Januari 2008 Penulis


(4)

PERAN SEMANTIS VERBA BAHASA BATAK TOBA

JUNITA ROSAYANTI BUTAR-BUTAR

ABSTRAK

Penelitian ini bermaksud mengungkapkan peran semantik verba bahasa Batak Toba. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak. Pada pengkajian data digunakan metode padan dan metode agih. Metode agih digunakan dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung, dengan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik sisip, teknik balik, teknik perluas, teknik ganti, teknik ubah wujud. Peran - peran tersebut sangat bergantung pada klasifikasi verba secara semantik. Disimpulkan bahwa verba keadaan memiliki peran pelaku sebagai lokatif, penderita sebagai tema, pemengaruh kecuali verba persepsi sengaja memiliki peran pelaku sebagai agen, dan penderitanya sebagai tema. Verba proses hanya memiliki peran penderita yang berperan sebagai pasien. Verba tindakan memiliki peran pelakunya sebagai agen, pemengaruh dan penderitanya sebagai lokatif, tema, pasien.


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A.,Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Sastra USU. 2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai Ketua Departemen Sastra

Indonesia Fakultas Sastra USU.

3. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU, sekaligus sebagai pembimbing II dan sebagai dosen wali saya. Terima kasih atas kesabaran dan kesediaan ibu dalam meluangkan waktu untuk membimbing saya serta telah memberikan banyak sumbangan pikiran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dra. Ida Basaria, M.Hum., sebagai Pembimbing I yang telah banyak membantu, memberi perhatian dan petunjuk, memberikan arahan, bimbingan, dorongan dan masukan kepada penulis sejak penulisan proposal sampai penulisan skripsi ini. Terima kasih atas perhatian, dukungan, kesabaran dan kesediaan ibu dalam meluangkan waktu untuk membimbing saya serta memberikan banyak sumbangan pikiran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Staff Pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU, yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis kuliah.


(6)

6. Kak Fitri yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda S. Butar-butar dan Ibunda M. Manurung atas dukungan moral dan material serta doa yang telah diberikan kepada penulis.

8. Saudara penulis, Marlon, Mega dan Antonius yang memberikan dorongan semangat, doa, dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Desember 2007 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN

ABSTRAK ...………….i

PRAKATA... …………ii

DAFTAR ISI ... …………iv

DAFTAR SINGKATAN...………….vii

BAB I PENDAHULUAN... ………….1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ...1

1.1.1 Latar Belakang ...1

1.1.2 Masalah...7

1.2 Batasan Masalah ...7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...8

1.3.1 Tujuan Penelitian ...8

1.3.2 Manfaat Penelitian ...8

1.4 Metode Penelitian ...8

1.4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...8

1.4.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data...10

1.5 Landasan Teori ...13

1.5.1 Klasifikasi Verba ...13

1.5.2 Peran Semantis Verba ...15

1. Pelaku dan Penderita ...16


(8)

3. Pemengaruh...17

4. Tema ...18

5. Lokatif ...19

6. Pasien...20

BAB II PERAN SEMANTIS VERBA BAHASA BATAK TOBA ...21

2.1 Klasifikasi Verba dalaml Bahasa Batak Toba ...21

2.1.1 Konsep Verba sebagai Peristiwa ...21

2.1.2 Verba Keadaan ...24

2.1.2.1Verba Kognisi ...25

2.1.2.2Verba Pengetahuan ...26

2.1.2.3Verba Emosi ...27

2.1.2.4Verba Persepsi ...27

2.1.2.5Verba Mempunyai ...29

2.1.3 Verba Proses...30

2.1.3.1Verba Proses Kejadian ...31

2.1.3.2Verba Proses Badaniah ...32

2.1.3.3Verba Gerakan bukan Agentif ...32

2.1.4 Verba Tindakan ...33

2.1.4.1Verba Gerakan ...34

2.1.4.2Verba Ujaran ...36

2.1.4.3Verba Perpindahan ...37

2.2 Bentuk Peran Semantis Verba dalam Bahasa Batak Toba ...38

2.2.1 Verba Keadaan ...38


(9)

2.2.1.2Verba Pengetahuan ...39

2.2.1.3Verba Emosi ...40

2.2.1.4Verba Persepsi ...41

2.2.1.5Verba Mempunyai ...42

2.2.2 Verba Proses...42

2.2.2.1Verba Kejadian ...42

2.2.2.2Verba Proses Badaniah ...43

2.2.2.3Verba Gerakan bukan Agentif ...44

2.2.3 Verba Tindakan ...45

2.2.3.1Verba Gerakan ...45

2.2.3.2Verba Ujaran ...46

2.2.3.3Verba Melakukan ...47

BAB III SIMPULAN DAN SARAN ...50

3.1 Simpulan ...50

3.2 Saran ...52


(10)

DAFTAR SINGKATAN

Daftar Singkatan

Pel Pelaku Pend Penderita Ps Pasien Pem Pemengaruh Ag Agen

Lok Lokatif V Verba

TBBT Tata Bahasa Batak Toba DTUA Dongan Tu Ulaon Adat


(11)

PERAN SEMANTIS VERBA BAHASA BATAK TOBA

JUNITA ROSAYANTI BUTAR-BUTAR

ABSTRAK

Penelitian ini bermaksud mengungkapkan peran semantik verba bahasa Batak Toba. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak. Pada pengkajian data digunakan metode padan dan metode agih. Metode agih digunakan dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung, dengan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik sisip, teknik balik, teknik perluas, teknik ganti, teknik ubah wujud. Peran - peran tersebut sangat bergantung pada klasifikasi verba secara semantik. Disimpulkan bahwa verba keadaan memiliki peran pelaku sebagai lokatif, penderita sebagai tema, pemengaruh kecuali verba persepsi sengaja memiliki peran pelaku sebagai agen, dan penderitanya sebagai tema. Verba proses hanya memiliki peran penderita yang berperan sebagai pasien. Verba tindakan memiliki peran pelakunya sebagai agen, pemengaruh dan penderitanya sebagai lokatif, tema, pasien.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang ditetapkan oleh pemerintah di negara kita sebagai alat komunikasi resmi. Selain bahasa Indonesia masyarakat juga masih menggunakan bahasa daerah, misalnya, bahasa Batak Toba. Bahasa Batak Toba sebagai bahasa ibu sekaligus bahasa sehari-hari sering dipakai dalam hubungan formal maupun tidak formal. Namun, sering juga bahasa Batak Toba digunakan dalam situasi resmi atau dinas, seperti di kantor-kantor pemerintahan dan di sekolah-sekolah. Sebagai bukti, dalam dunia pendidikan formal di Sekolah Dasar mulai dari kelas satu sampai kelas tiga dibimbing dengan menggunakan bahasa daerah.

Bahasa daerah merupakan salah satu puncak kebudayaan daerah yang harus dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia. Bahasa Batak Toba termasuk aset kekayaan linguistik kebudayaan Indonesia. Bahasa ini mempunyai peranan dan tugas yang sama dengan bahasa daerah lain terhadap perkembangan bahasa Indonesia, baik sebagai faktor penunjang maupun sebagai sumber bahan khususnya untuk menambah kosakata bahasa Indonesia.

Perkembangan bahasa Batak Toba juga dipengaruhi besarnya jumlah penutur bahasa Batak Toba. Penutur bahasa ini diperkirakan sekitar lima juta orang (Biro Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir, 2006). Namun, perlu dipertegas bahwa penutur bahasa Batak Toba adalah semua masyarakat suku


(13)

Batak Toba dan masyarakat suku lain yang tinggal di Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Samosir.

Secara geografis masyarakat penutur bahasa Batak Toba terletak pada Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara, Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir, Kabupaten Daerah Tingkat II Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Daerah Tingkat II Samosir yang berada di bagian tengah wilayah Provinsi Sumatera Utara, yakni di punggung Bukit Barisan yang terletak antara 10

20’ – 20

4’ Lintang Utara dan 98010’ – 90035’Bujur Timur (Biro Pusat Statistik Kabupaten

Toba Samosir, 2006).

Keempat kabupaten yang didiami oleh masyarakat Batak Toba ini berbatasan dengan tujuh Kabupaten Daerah Tingkat II di Provinsi Sumatera Utara dan satu Kabupaten Daerah Tingkat II di Provinsi D I Aceh. Di sebelah Utara, Kabupaten Daerah Tingkat II berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, Kabupaten Daerah Tingkat II Karo, Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun; di sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Asahan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu; di sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan; dan di sebelah barat, berbatasan dangan Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Selatan (Biro Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir, 2006). Berdasarkan keempat Kabupaten tersebut, lokasi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berada di Daerah Tampubolon, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir.

Peran semantis merupakan peran yang terdapat pada argumen predikat, yang menawarkan pelaku dan penderita untuk menerangkan relasi semantis diantara predikat dan argumennya. Pelaku adalah argumen yang mengekspresikan


(14)

partisipan yang membentuk, mempengaruhi, atau mengendalikan situasi yang dinyatakan predikat, sedangkan penderita adalah argumen yang mengekspresikan partisipan yang tidak membentuk, tidak mengawali, tidak mengendalikan situasi, tetapi dipengaruhi oleh tindakan verbanya. Pelaku dan penderita merupakan peran umum yang di dalamnya terlibat peran-peran khusus seperti agen, pasien, pemengaruh, lokatif, dan tema. Kedua peran ini tidak akan berubah meskipun manifestasi sintaksisnya berbeda (Foley dan Van Valin, dalam Mulyadi, 1998).

Agen merupakan pelaku dan pelaksana dari sebuah tindakan, ada unsur kendali atau kesengajaan. Tema merupakan entitas yang tidak dikenai pekerjaan, yang dapat ditempatkan dan mengalami perubahan lokasi. Perubahan yang terjadi pada tema bukan atas kehendak dari entitas itu sendiri. Pemengaruh merupakan entitas yang mempunyai karakteristik yang sama dengan agen, bedanya adalah agen bertindak secara langsung mengenai penderita, sedangkan pemengaruh tidak. Lokatif merupakan entitas yang menerangkan tempat atau lokasi di mana sebuah peristiwa tejadi. Pasien merupakan sasaran yang dikenai oleh agen sebagai pelaku (Foley dan Van Valin, dalam Defri Yenni,1999:31-34).

Penelitian terhadap bahasa Batak Toba telah banyak dilakukan oleh para ahli bahasa. Beberapa diantaranya yaitu Marlinang Sibuea (1979) Morfologi

Bahasa Batak Toba Dialek Uluan yang memberikan gambaran tentang morfem,

reduplikasi, dan persenyawaan bahasa Batak Toba. Sibarani (1997) dalam bukunya Sintaksis Bahasa Batak Toba yang membahas tentang frase, klausa, dan kalimat bahasa Batak Toba. Sinaga (2002) dalam bukunya Tata Bahasa Batak

Toba membahas kata kerja bahasa Batak Toba serta pembentukan kata kerja di


(15)

Dendy Sugono (1994) dalam bukunya Verba dan Komplementasinya mendefenisikan verba dari segi maknanya, yaitu kata yang menyatakan suatu perbuatan (tindakan atau gerak), proses, dan keadaan. Misalnya, verba ‘melempa-, rkan’ mengandung pengertian gerakan yang ditimbulkan oleh tindakan seseorang yang ditujukan kepada orang atau sesuatu yang lain, dan sifatnya aktif, sedangkan verba ‘layu’, mengandung pengertian tidak segar lagi dan pucat yang merupakan suatu proses yang memberikan perubahan dari satu keadaan menjadi keadaan yang lain. Berbeda dengan verba ‘sakit’ yang mengandung pengertian penderitaan atau menderita sesuatu yang mendatangkan perasaan tidak nyaman pada tubuh atau bagian tubuh hingga tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002).

Peran semantis verba sudah banyak diteliti oleh para ahli bahasa. Misalnya, penelitian yang pernah dilakukan oleh Mulyadi (1997) yang berjudul

Struktur Semantis Verba Tindakan Bahasa Indonesia menyatakan bahwa setiap

bahasa memiliki ribuan kosakata yang dapat diklasifikasikan ke dalam sejumlah kategori atau kelas gramatikal. Anggota dari setiap kategori biasanya diberi nama yang sama karena adanya persamaan perilaku semantis yang merefleksikan makna secara umum. Dalam arti bahwa bahasa itu memiliki banyak kosakata yang dapat digolongkan ke dalam kelas kata yang berbeda, misalnya, kelas kata verba, kelas kata benda, kelas kata sifat. Salah satunya dapat dilihat pada kategori verba. Dalam kategorisasi itu verba bahasa Indonesia digolongkan menjadi tiga kelas yaitu tindakan, proses dan keadaaan. Verba tindakan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan. Verba proses menyatakan adanya suatu perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Verba keadaan merupakan verba yang paling dasar


(16)

dibandingkan dengan verba proses dan verba tindakan yang menyatakan sifat atau perihal yang dirasakan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, kategori verba dimanifestasikan pada verba tindakan, misalnya, berenang dan berjalan, verba

proses, misalnya, tenggelam dan patah dan verba keadaan, misalnya, marah dan

percaya (Tampubolon dalam Mulyadi,1998).

Mulyadi (1998) yang berjudul Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia yang mengkaji verba bahasa Indonesia. Dia menggolongkan verba bahasa Indonesia atas keadaan, proses, dan tindakan. Ketiganya mempunyai kelas bawahan tersendiri. Relasi semantis verba keadaan ialah lokatif – tema, kecuali verba persepsi yang sengaja, yang memiliki relasi agen – tema. Partisipan pada verba proses berperan sebagai penderita, dan peran ini diderivasi menjadi pasien dan tema. Pada verba tindakan, pelaku berperan sebagai agen, sementara penderita diderivasi menjadi lokatif, tema dan pasien.

Defri Yenni (1999) dalam skripsinya Peran Semantis Verba Bahasa

Minangkabau mengatakan bahwa klasifikasi struktur semantisnya verba bahasa

Minangkabau dibagi menjadi tiga bagian yaitu verba keadaan, verba proses dan verba tindakan. Dia juga menggambarkan bagaimana relasi semantis verba bahasa Minangkabau.

Struktur dan Peran Semantis Verba Ujaran Bahasa Bali oleh Beratha

(2000) mengemukakan bahwa teori macro-role digunakan untuk menjelaskan peran umum yang dimiliki oleh argumen-argumen verba, dan peran umum ini dapat memiliki peran-peran khusus. Dia juga mengatakan bahwa Peran Semantis Verba Ujaran Bahasa Bali yang dapat memiliki peran khusus seperti agen,


(17)

pemengaruh, atau lokatif adalah pelaku, sedangkan yang mempunyai peran khusus sebagai pasien, tema, atau lokatif adalah penderita.

Selain itu, terdapat juga peneliti lain seperti Masreng (2002) dengan judul

Struktur dan Peran Semantis Verba Duduk dalam Wacana Kebudayaan Kei yang

mengemukakan bahwa verba duduk dalam bahasa Kei memiliki peran semantis agen, tema, dan pasien. Dia juga mengatakan bahwa struktur semantis verba duduk dalam bahasa Kei mengalami perubahan makna sesuai dengan konteks wacana kebudayaan dimana verba tersebut digunakan.

Verba Bahasa Bali Sebuah Kajian Peran Semantik oleh Sudipa (2005)

mengemukakan bahwa di dalam penelitiannya ditemukan adanya peran semantik yang berlapis, terutama pada verba tindakan, tipe melakukan yang berpolisemi dengan perpindahan.

Bahasa Indonesia dalam kajian semantiknya menempatkan verba sebagai sesuatu yang bersifat sentral. Dikatakan demikian karena secara semantik verba selalu hadir dalam tuturan berdasarkan fitur semantisnya. Verba dalam bahasa Indonesia menentukan kehadiran argumen dan memiliki kewenangan menentukan peran-peran semantis yang ada pada setiap argumen yang menyertainya (Sudipa, 2005). Maksudnya ketika kita mengetahui jenis verba yang ada, maka kita langsung dapat menentukan bentuk peran semantisnya. Jelaslah sebuah verba berperan sentral dalam kalimat dan tipe verbanya menentukan peran semantis partisipan yang mendampinginya.

Berdasarkan uraian di atas, sejauh pengamatan peneliti sampai saat ini belum ada ahli bahasa yang membahas peran semantis verba dalam bahasa Batak Toba. Hal yang menarik bagi peneliti sendiri, dalam bahasa Batak Toba terdapat


(18)

kata yang memiliki makna yang sama, namun penggunaannya berbeda, khususnya pada bunyi a dan bunyi i, yang terdapat pada kata ‘manaba’ dan ‘manabi’ dan memiliki makna yang sama yaitu ‘memotong’. Di samping itu, teori ini masih merupakan teori baru dalam pembelajaran linguistik Indonesia. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang peran semantis verba dalam bahasa Batak Toba, sehingga diketahui bagaimana bentuk peran semantis verba yang terdapat pada verba tindakan, verba proses, dan verba keadaan dalam kajian bahasa Batak Toba. Adapun penelitian ini berjudul Peran Semantis Verba Bahasa Batak Toba.

1.1.2 Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah klasifikasi verba dalam bahasa Batak Toba berdasarkan kajian semantik?

2. Bagaimanakah bentuk peran semantis verba dalam bahasa Batak Toba?

1.2 Batasan Masalah

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini terbatas pada klasifikasi verba berdasarkan semantik dan bentuk peran semantik yang terdapat dalam kalimat tunggal bahasa Batak Toba. Dalam menentukan bentuk peran semantik verba bahasa Batak Toba dikaji berdasarkan peran dari agen, pemengaruh, tema, lokatif, dan pasien dengan cara menentukan kelas verba yang dilekatinya.


(19)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitan 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua tujuan yakni:

1. Mendeskripsikan klasifikasi verba bahasa Batak Toba berdasarkan kajian semantik.

2. Mendeskripsikan bentuk peran semantis verba bahasa Batak Toba.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

1. Secara teoretis hasil penelitian ini dapat menambah khazanah penerapan teori semantik dalam bahasa Batak Toba.

2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan mengenai peran semantis verba baik oleh penutur bahasa Batak Toba maupun penutur bahasa lainnya yang menggunakan bahasa Batak Toba.

3. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan peneliti mengenai peran semantis yang terdapat dalam bahasa Batak Toba.

1.4 Metode Penelitian

1.4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh data yang benar dan terjamin kesahihannya. Dalam pengumpulan data diperoleh data lisan dan data tulis. Data tulis yaitu mencari buku-buku yang menjadi sumber data, terutama yang berhubungan dengan kata kerja. Dalam pengumpulan data lisan digunakan metode wawancara. Pengumpulan data lisan


(20)

ini akan dilakukan di Desa Tampubolon, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir. Dengan metode ini peneliti terlibat langsung dalam percakapan dengan narasumber (penutur bahasa Batak Toba). Teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data lisan adalah dengan menggunakan teknik sadap, yaitu peneliti menggunakan segenap kemampuannya untuk menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang yang menggunakan Bahasa Batak Toba (Sudaryanto 1993 :133). Pemilihan narasumber didasarkan pada persyaratan-persyaratan yang dikemukakan Mahsun (1995:106) sebagai berikut.

1. Berusia antara 25-65 tahun.

2. Lahir dan dibesarkan di daerah penelitian.

3. Berpendidikan maksimal tamatan pendidikan dasar (SD-SLTP). 4. Memiliki kemampuan menggunakan bahasa daerahnya.

5. Dapat berbahasa Indonesia.

6. Sehat jasmani (tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang baik) dan sehat rohani (tidak gila atau pikun).

Untuk mendapatkan data tulis digunakan metode simak (Sudaryanto, 1993: 133-136) yaitu peneliti menyimak atau memperhatikan penggunaan bahasa Batak Toba. Sumber data tertulis dalam penelitian ini bersumber dari buku

Dongan tu Ulaon Adat (Sihombing 1989); Tata Bahasa Batak Toba (Sinaga,

2002); Sintaksis Bahasa Batak Toba (Sibarani, 1997); dan Kamus Bahasa Batak

Toba-Indonesia (Warneck, 2001).

Metode simak ini didukung oleh teknik catat yaitu teknik yang dilakukan dengan cara mencatat data tertulis dan data lisan yang didapat dari berbagai metode yang digunakan. Data yang dianggap relevan dicatat kemudian dipilah untuk mempermudah identifikasi dan analisis. Selain itu, peneliti sebagai penutur asli bahasa Batak Toba, juga menggunakan data intuitif, yaitu data yang berasal dari pengetahuan peneliti sendiri.


(21)

Misalnya :

(1) Malandit dalan dung ro udan. Beta hita borhat, unang sai majongjong.

(TBBT:21)

’Jalan menjadi licin sesudah datang hujan. Mari kita berangkat,jangan terus berdiri’.

(singkatan di belakang kalimat merujuk pada sumber data dan angka mengacu nomor halaman)

(2) Ahu mangarimpu ibana do na manangko hepeng ni donganna i. ‘Aku menduga bahwa dialah yang mencuri uang temannya itu’.

Data tersebut dipilah menjadi

(1) a. Malandit dalan dung ro udan. ‘Jalan menjadi licin sesudah datang hujan.’ b. Beta hita borhat, unang sai majongjong. ‘Mari kita berangkat, jangan terus

berdiri.’

1.4.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data

Pada tahap pengkajian data digunakan dua metode yaitu metode padan dan metode agih (Sudaryanto, 1993:13-16). Pertama, metode padan yang digunakan itu berdasarkan referen bahasa itu sendiri khususnya dalam hal menentukan klasifikasi verba dalam bahasa Batak Toba. Misalnya, verba tindakan, verba

manampathon ‘melemparkan’, verba proses, verba maropuk ‘hancur’, dan verba

keadaan, verba muruk, ‘marah’ diklasifikasikan ke dalam kelas yang berbeda sebab ekspresi verba tersebut mengacu pada peristiwa yang berbeda.


(22)

(3) Manampathon bola si Togar. ‘Melemparkan bola si Togar’ Si Togar melemparkan bola. (4) Marobur artana. (TBBT :19) ‘Hancur hartanya’

Hartanya hancur.

(5) Muruk inongna tu ahu. ‘marah ibunya pada aku’

Ibunya marah padaku..

Contoh (3) di atas dapat kita kelompokkan ke dalam satuan-satuan lingual yaitu, verba manampathon ‘melemparkan’ tergolong verba tindakan yang sekaligus menduduki fungsi sebagai predikat. Bola menduduki fungsi sebagai objek, sedangkan si Togar menduduki fungsi sebagai subjek. Contoh (4) yaitu, verba marobur ‘hancur’ tergolong verba proses yang sekaligus menduduki fungsi sebagai predikat, sedangkan verba artana ‘hartanya’ menduduki fungsi sebagai subjek. Demikian juga contoh (5) yaitu verba muruk ‘marah’ tergolong verba keadaan yang sekaligus menduduki fungsi sebagai predikat, sedangkan kata

inongna ‘ibunya’ menduduki fungsi sebagai subjek. Kedua, metode agih yakni

metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mengagihkan atau mengelompokkan kata ke dalam satuan-satuan lingual. Metode ini menggunakan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung, dan teknik lanjutan berupa teknik sisip, teknik perluas, teknik ubah wujud, teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik.


(23)

Teknik lesap digunakan untuk melesapkan unsur tertentu agar diketahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Misalnya, marlangan bohina ‘mukanya pucat’, apabila dilesapkan menjadi marlangan ‘pucat’, maka bentuknya menjadi tidak gramatikal.

Teknik perluas dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang bersangkutan dengan menggunakan unsur tertentu. Misalnya, manampathon bola

si Togar ‘melemparkan bola si Togar’, dapat diperluas dengan kata sangajo ‘dengan sengaja’ menjadi sangajo manampathon bola si Togar ‘dengan sengaja si

Togar melemparkan bola. Struktur seperti ini dapat berterima secara sintaksis dan semantik dalam bahasa Batak Toba. Akan tetapi penggunaan kata sangajo ‘sengaja’ pada kalimat di bawah ini tidak berterima secara semantis karena adanya verba mangintip ‘mengintip’, sebab verba mangintip ‘mengintip’ sudah menyatakan tindakan yang dilakukan secara sengaja. Sehingga tidak perlu lagi diperluas dengan kata sangajo ‘sengaja’. Misalnya, *Sangajo do ibana mangintip

na maridi i ‘sengaja dia mengintip orang yang mandi itu’.

Teknik ubah wujud yaitu berubahnya wujud salah satu atau beberapa unsur satuan lingual yang bersangkutan. Misalnya, manaba hau ibana i pollak

‘menebang kayu dia di kebun’, dapat diubah wujudnya menjadi hau i taba ibana i pollak ‘kayu ditebang dia di kebun’.

Teknik balik dilakukan dengan membalik unsur satuan lingual data. Jika penggunaannya berupa tuturan gramatikal maka informasi yang disampaikan pun tidak akan berubah. Misalnya, manaba hau ibana i pollak ‘menebang kayu dia di kebun’, dapat dibalik menjadi i pollak ibana manaba hau ‘di kebun dia menebang kayu’.


(24)

Teknik ganti dilakukan dengan mengganti satuan lingual yang menjadi pokok perhatian dengan satuan lingual pengganti. Misalnya, Johan marnida na

masa i ’Johan melihat kejadian itu’. Kata marnida’melihat’ dapat diganti menjadi mamereng ‘melihat’ yaitu Johan mamereng na masa i.

Teknik sisip adalah teknik yang digunakan dengan cara menyisipkan satuan lingual ke dalam kalimat. Misalnya, Amanta i mandampol pat ni si Tagor

‘Bapak itu mengkusut kaki si Tagor’, dapat disisipkan dengan kata dope ‘masih’

yang menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan sedang berlangsung, menjadi

Amanta i mandampol pat ni si Tagor dope ‘Bapak itu sedang mengkusut kaki si

Tagor’.

1.5 Landasan Teori 1.5.1 Klasifikasi verba

Frawley, (1992 dalam Mulyadi, 1998:20) menyatakan bahwa para linguis tradisional membatasi verba sebagai kategori gramatikal yang menyatakan tindakan dalam kalimat. Faktanya tidak semua verba berperilaku demikian sebab realisasi verba sebagai suatu tindakan hanyalah suatu kecenderungan dan tidak mengungkapkan karakter verba secara keseluruhan (Mulyadi, 1998:20-24). Hal ini terlihat dalam bahasa Indonesia, seperti verba ‘sakit’, dan verba ‘percaya’.

Dalam penelitian ini verba diperlakukan sebagai peristiwa. Esensi verba sebagai peristiwa mengimplikasikan suatu perubahan dan perubahan itu diukur melalui waktu (Frawley, 1992:142 dalam Mulyadi, 1998:24).

Sebagai contoh, misalnya verba ‘melempar’, ‘membunuh’ dan ‘marah’ digolongkan verba karena menyatakan suatu peristiwa. Namun ada perbedaan


(25)

ketiga verba itu yang bertalian dengan perubahan temporal. Verba ‘menendang’ dan ‘menembak’ mengekspresikan perubahan temporal, sedangkan ‘melihat’ tidak menyiratkan perubahan temporal, dan kalaupun ada perubahannya berlangsung lambat .

Tampubolon, dkk (1979 dalam Mulyadi, 1998:2) mengatakan bahwa verba memiliki tiga kelas utama yaitu verba keadaan, verba proses, dan verba aksi (perbuatan). Klasifikasi verba keadaan (stabil), verba proses (kurang stabil), dan verba tindakan (tidak stabil). Ketiga klasifikasi verba tersebut diuraikan sebagai berikut.

Gambar 1. Klasifikasi Verba

KEADAAN……….PROSES………….TINDAKAN ……….. Stabil kurang stabil tidak stabil

Sumber : Givon dalam Mulyadi 1998:25

Berdasarkan gambar di atas maka verba digolongkan menjadi tiga kelas yaitu verba keadaan, verba proses, dan verba tindakan. Perbedaan ketiga verba tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan waktu sebagai parameternya yang terdapat kedinamisan gerak verba terhadap acuannya. Verba keadaan paling stabil waktunya, dalam arti bahwa verba ini tidak mengalami perubahan waktu, misalnya ‘mengetahui’ dan ‘percaya’. Verba proses kurang stabil waktunya karena bergerak dari suatu keadaan menuju keadaan lain, misalnya, ‘terbit’ dan ’pecah’. Verba tindakan tidak stabil waktunya, misalnya ‘melemparkan’ dan ‘pergi’.


(26)

1.5.2 Peran Semantis Verba

Peran semantis verba ialah peran yang diberikan pada argumen predikat yang secara tipikal verba. Konsep peran semantis yang digunakan mengikuti gagasan Foley dan Van Valin (1984, dalam Mulyadi, 1998:29) yang menawarkan label pelaku (actor) dan penderita (undergoer) untuk menerangkan relasi semantis antara predikat dan argumennya. Pelaku adalah argumen yang mengekspresikan partisipan yang melakukan, mempengaruhi, atau mengendalikan situasi yang dinyatakan oleh predikat, sedangkan penderita ialah argumen yang mengekspresikan partisipan yang tidak melakukan, mengawali, atau mengendalikan situasi, tetapi argumen itu dipengaruhi oleh aktor dengan berbagai cara (Foley dan Van Valin, 1984:29, dalam Mulyadi, 1998).

Pelaku dan penderita merupakan peran umum (macroroles) yang di dalamnya terlibat peran-peran khusus, seperti agen, pasien, tema, lokatif, dan pemengaruh. Sebuah hierarki tematis yang dikemukakan oleh Foley dan Van Valin menerangkan seluruh peran yang kemungkinan terlibat dalam pemetaan argumen. Adapun hierarkinya adalah sebagai berikut.

Gambar 2. Hierarki Pelaku dan Penderita

PELAKU : Agen

Pemengaruh Lokatif

Tema


(27)

Hierarki pelaku dimulai dari atas ke bawah, sedangkan hierarki penderita dari bawah ke atas. Hal ini mengindikasikan bahwa pilihan pertama untuk pelaku adalah agen, sementara untuk penderita adalah pasien. Peran semantis yang lain terletak di antara keduanya. Pelaku dan penderita juga mempunyai relasi turunan. Pelaku sebagai relasi dasar dapat menduduki peran agen, pemengaruh, lokatif, pemengaruh tetapi tidak dapat menduduki peran pasien, sedangkan penderita menduduki peran pasien, tema, lokatif, dan pemengaruh, tetapi tidak dapat menduduki peran agen.

Bentuk peran semantis verba tersebut antara lain: 1. Pelaku dan Penderita

Foley Van Valin 1984 (dalam Mulyadi 1998:68) menyatakan bahwa salah satu ciri terpenting pelaku dan penderita adalah bahwa keduanya tidak mempunyai isi semantik yang konstan. Dikatakan demikian karena pelaku bisa sebagai agen, pemengaruh, lokatif, sedangkan penderita bisa sebagai pasien, tema, dan lokatif. Penentuan peran semantik tersebut bergantung pada ciri semantis verba yang bersesuaian dengannya. Pelaku dapat menduduki verba keadaan dan verba tindakan, karena pada verba tersebut pelaku mempengaruhi argumennya, sedangkan verba proses hanya menduduki peran sebagai penderita saja karena verba tersebut dipengaruhi oleh pelakunya bukan mempengaruhi.

2. Agen

Peringkat pertama pada hierarki pelaku adalah agen. Di sini agen merupakan pelaku dan pelaksana dari sebuah tindakan. Satu hal yang menjadi keunikan peristiwa ini adalah bahwa agen tidak pernah sebagai penderita, tetapi hanya dapat menduduki sebagai pelaku.


(28)

Contoh :

(6) Dia melemparkan

Pel: Ag V Pend: tema batu itu.

(7) Abang menangkap rusa

Pel: Ag V Pend: Ps .

Contoh (6), menjelaskan bahwa ’dia’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai agen, sebab partisipan ini yang mengekspresikan partisipan melakukan suatu tindakan yang dinyatakan oleh predikatnya, sedangkan ’batu itu’ berperan sebagai penderita sekaligus sebagai tema, sebab pada partisipan ini dikenai oleh pelaku sehinga mengalami penderitaan pada yang dikenainya. Pada contoh (7), menjelaskan ’abang’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai agen, sebab partisipan ini melakukan suatu tindakan dengan sengaja terhadap objeknya, sedangkan ’rusa’ berperan sebagai penderita sekaligus sebagai pasien, sebab partisipan ini dikendalikan oleh si pelaku sehingga pasien tersebut mengalami penderitaan akibat perbuatan si pelaku.

3. Pemengaruh

Pemengaruh merupakan setingkat di bawah agen. Foley Van Valin 1984:81 (dalam Yenni 1999:32) mengatakan bahwa pemengaruh (effector) adalah semua entitas yang mempunyai karakteristik yang sama dengan agen. Perbedaannya terletak pada agen bertindak secara langsung mengenai penderita, sedangkan pemengaruh tidak. Selain itu pemengaruh juga berupa inanimat (tidak bernyawa).


(29)

(8) Banjir sudah menewaskan banyak korban jiwa Pel: Pem V Pend: Ps

.

Contoh (8), menjelaskan bahwa ’banjir’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai pemengaruh, sebab partisipan ini yang mempengaruhi yang dinyatakan oleh predikatnya, sedangkan ’banyak korban jiwa’ berperan sebagai penderita sekaligus sebagai pasien, sebab partisipan ini yang dipengaruhi oleh pelakunya secara keseluruhan.Verba ’menewaskan’ menyatakan tindakan yang dilakukan secara tidak langsung oleh partisipannya. Partisipan yang melakukan itu adalah entitas yang tidak bernyawa, akan tetapi dapat memberikan pengaruh yang buruk sehingga menyebabkan kematian. Dikatakan demikian karena partisipan tersebut tidak langsung menewaskan banyak orang, itu terjadi kemungkinannya karena hujan yang datang terus-menerus dan menyebabkan selokan tersumbat yang mengakibatkan saluran air tidak lancar sehingga menyebabkan banjir dan akibatnya menewaskan banyak orang.

4. Tema

Foley Van Valin 1984:51-52 (dalam Yenni 1999:35) mengemukakan bahwa tema adalah semua entitas yang dapat ditempatkan dan mengalami perubahan lokasi, Perubahan yang terjadi pada tema bukan atas kehendak dari entitas itu sendiri. Tema dapat disebut juga sebagai pokok pikiran/inti dari sesuatu topik yang dibicarakan.

Contoh :

(9) Adik menyepak

Pel: Ag V Pend: tema bola.


(30)

Contoh (9), menjelaskan bahwa ‘adik’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai agen, sebab partisipan ini yang melakukan suatu tindakan pada bendanya, sedangkan ‘bola’ berperan sebagai penderita sekaligus sebagai tema, karena bola tersebut mengalami perubahan yaitu terjadi perpindahan pada bola itu. Hal ini disebabkan karena adanya tindakan adik yang melakukan sehingga posisi bolanya berpindah , maka kalimat di atas digolongkan sebagai verba tindakan

5. Lokatif

Entitas yang menerangkan tempat atau lokasi dimana sebuah peristiwa terjadi.

Misalnya :

(10) Aku percaya berita Pel: lok V Pend: tema

itu.

(11) Aku mengetahui

Pel: Lok V Pend: tema kejadian itu.

Contoh (10), menjelaskan bahwa ‘aku’ berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai lokatif, sebab partisipan ini yang mengekspresikan partisipan melakukan yang dinyatakan oleh predikatnya, sedangkan ‘berita itu’ berperan sebagai penderita dan tema, sebab partisipan ini tidak melakukan tetapi dipengaruhi oleh pelakunya. Maka verba ‘percaya’ dan ‘mengetahui’ di atas digolongkan sebagai verba keadaan.


(31)

6. Pasien

Mempunyai pengertian yang terbalik dari agen, pasien merupakan sasaran yang dikenai oleh agen sebagai pelaku. Entitas ini tidak mengawali dan mengendalikan peristiwa justru dipengaruhi pelaku dengan berbagai cara.

Contoh :

(12) Hartanya hancur Pend: Ps V

. (TBBT: 19)

(13) Ban mobilnya pecah Pend: Ps V

.

Contoh (12 dan 13) di atas, menjelaskan bahwa ’hartanya’ dan ’ban mobilnya’ sama-sama berperan sebagai penderita karena adanya suatu peristiwa yang terjadi dan peristiwa itu terjadi secara tidak disengaja. Verba ’hancur’ dan verba ’pecah’ digolongkan sebagai penderita sekaligus sebagai pasien sebab partisipan tersebut tidak mengendalikan adanya suatu peristiwa. Kalimat di atas digolongkan sebagai verba proses. Peristiwa itu terjadi karena ada yang menyebabkan, sehingga mengakibatkan sesuatu terjadi. Misalnya adanya banjir sehingga mnyebabkan hartanya menjadi hancur dan ban mobilnya pecah mungkin bannya kena paku atau disebabkan sudah rusak.


(32)

BAB II

PERAN SEMANTIS VERBA BAHASA BATAK TOBA

2.1 Klasifikasi Verba dalam Bahasa Batak Toba

Dilihat dari segi maknanya ada tiga kelas utama verba dalam Bahasa Batak Toba, yaitu verba keadaan, verba proses, dan verba tindakan. Ketiga kelas verba ini masing-masing memiliki kelas tersendiri.

Chafe (1970:95-104 dalam Chaer 1995:22) mengklasifikasikan verba menjadi lima tipe utama dan empat tipe lainnya sebagai tambahan, yaitu (a) verba keadaan, (b) verba proses, (c) verba aksi, (d) verba aksi proses, (e) verba ambien, (f) verba pengalaman, (g) benefaktif, (h) verba pelengkap, (i) verba lokatif, sedangkan Givon (1981:87 dalam Wedhawati 1990:10) mengklasifikasikan verba menjadi tiga wilayah makna pada tataran tertinggi, yaitu (a) verba keadaan, (b) verba peristiwa (proses), (c) verba perbuatan. Berdasarkan klasifikasi verba di atas, klasifikasi yang dikemukakan oleh Givon lebih sesuai dalam bahasa Batak Toba karena ketiga klasifikasi tersebut sudah mewakili dari sembilan verba di atas.

2.1.1 Konsep Verba Sebagai Peristiwa

Menurut Frawley (1992:143-145 dalam Mulyadi 1998:44) secara umum peristiwa dimaksudkan untuk membedakan verba dengan adjektiva, secara khusus peristiwa dimaksudkan untuk menentukan keanggotaan kelas verba sesuai dengan jenis ekspresi peristiwanya. Dia juga mengatakan bahwa perubahan mengacu pada relasi suatu peristiwa dengan tingkat kepekaan temporal yang berbeda-beda.


(33)

Peristiwa memiliki dua ekspresi dasar yaitu ekspresi aktif dan ekspresi statif. Peristiwa aktif gambaran dari tindakan, sedangkan peristiwa statif gambaran dari keadaan.

Dalam bahasa Batak Toba peristiwa aktif dan statif dibedakan dengan pemarkah afiks. Peristiwa aktif dimarkahi dengan pemarkah ma dan mar, sedangkan peristiwa statif dimarkahi dengan pemarkah tar seperti yang terdapat dalam contoh berikut ini.

(14) a. manipak

‘menendang bola si tigor’.

bola si tigor.

Si Tigor menendang bola. b. nunga marobur

‘Sudah hancur hartanya’.

artana. (TBBT:19)

Hartanya sudah hancur. c. Tarsonggot

‘Terkejut dia’

ibana. (TBBT:47)

Dia terkejut.

Verba tarsonggot ‘terkejut’ pada kalimat di atas tergolong peristiwa statif karena mengekspresikan keadaan mental, sedangkan verba manipak ‘menendang’ termasuk peristiwa aktif sebab menyatakan tindakan yang dilakukan, akan tetapi verba marobur ‘hancur’ pada kalimat di atas tidak bisa ditempatkan di bawah label statif dan aktif disebabkan verba marobur ‘hancur’ memiliki makna yang menyatakan adanya perubahan keadaan dari entitasnya yang semula, sehingga verba marobur ‘hancur’ lebih tepat di golongkan sebagai verba proses.


(34)

Perbedaan ekspresi peristiwa dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini. Peristiwa

Statif aktif Keadaan proses tindakan Sumber: Frawley 1992:156 dalam 1998:46

Peristiwa ini dapat diidentifikasi dengan mengungkapkan properti temporalnya. Peristiwa aktif bertalian dengan perubahan waktu dan lebih dinamis sementara peristiwa statif bersifat tetap tidak berkembang waktunya. Berdasarkan ketiga contoh di atas maka verba tarsonggot ‘terkejut’ dianggap lebih stabil waktunya daripada verba marobur ‘hancur’, akan tetapi verba marobur ‘hancur’ lebih stabil dari pada verba manipak ‘menendang’. Ketiga verba itu menunjukkan, ciri temporal yang berbeda-beda sehingga ditempatkan dalam skala kestabilan waktu.

Salah satu kategori gramatikal yang bertalian dengan properti temporal verba ialah aspek. Aspek adalah cara memandang struktur temporal internal suatu situasi (Djajasudarma 1935:61-62). Cara pandang ini menghasilkan tafsiran terhadap suatu situasi atau peristiwa apakah bersifat statis atau dinamis, misalnya

Ibana nunga lao ‘Dia sudah pergi’, Ibana lao dope ‘Dia lagi pergi’. Kedua contoh

tersebut menyangkut perbedaan aspektual, yang pertama memandang situasinya secara keseluruhan (perfektif), yang terakhir memandang situasinya sedang berlangsung (imperfektif). Peristiwa itu terjadi dalam suatu rentang waktu atau periode waktu, hanya saja tiap peristiwa memiliki durasi yang berbeda-beda. Ada


(35)

peristiwa yang berdurasi singkat atau pungtual, tetapi ada pula yang berdurasi lebih lama.

Konsep perfektif dan imperfektif sering dimaknai secara berbeda. Perfektif merepresentasikan tindakan yang sudah selesai, sedangkan imperfektif belum selesai (Comrie, 1976 dalam Mulyadi 1998:50). Perfektif mengimplikasikan batas akhir, sedangkan imperfektif tidak memiliki ciri ini. Pada perfektif, gagasan ini mengimplikasikan dua hal : Pertama, penderita dipengaruhi sepenuhnya oleh tindakan pelaku dan kedua pelaku adalah penyebab yang sengaja, langsung dan efektif. Properti temporal verba bahasa Batak Toba diuji dengan ciri dinamis, perfektif, dan pungtual. Ciri dinamis ini berhubungan dengan perkembangan temporal sebuah verba misalnya nunga binsar mataniari ‘Matahari sudah terbit’ menyatakan adanya suatu perubahan dari keadaan menjadi keadaan yang lain. Perubahan ini menunjukkan adanya kedinamisan verba proses. Perfektif menyatakan bahwa tindakan sudah selesai dan (mempengaruhi penderita), misalnya Bapak mamuruki adek ‘Bapak memarahi adik’. Pungtual bermakna bahwa suatu tindakan terjadi dalam durasi yang singkat dan (mempengaruhi penderita), misalnya Ahu manggora oma ‘Aku memanggil ibu’. Ciri temporal pada ketiga klasifikasi verba bahasa Batak Toba, yakni verba keadaan, verba proses dan verba tindakan. Verba keadaan dan verba proses tergolong imperfektif dan tak pungtual, tetapi verba proses bersifat dinamis, sedangkan verba tindakan memenuhi semua properti semantis tersebut.

2.1.2 Verba Keadaan

Verba keadaan merupakan verba yang paling dasar dibandingkan dengan verba proses dan verba tindakan karena menyatakan keadaaan yang dirasakan dan


(36)

berada dalam situasi tertentu. Selain itu pada dasarnya verba keadaan itu bersifat statis yakni situasi yang keberlangsungannya bersifat tetap dan tanpa disertai pergeseran.

Contoh:

(15) a. Tarbege

‘Terdengar suaranya’.

suaranya.

Suaranya terdengar. b. Ahu mamereng

‘Saya melihat kejadian itu’

na masa i.

Saya melihat kejadian itu.

Verba Keadaan dapat dibedakan atas: 2.1.2.1 Verba Kognisi

Verba ini merupakan kelas bawahan verba keadaan, yang sangat berhubungan dengan pemikiran. Verba ini meliputi verba marpingkir ‘berpikir’, verba mangarimpu ‘menduga’, verba porsea ‘parhatutu’, verba marangan-angan ‘melamun’, verba mamparohaon ‘menyimak’, verba mangido ‘meminta’, verba

manghasiholkan ‘mendambakan’.

Misalnya: (16) marpingkir

‘Berpikir masih dia’

dope ibana. (DTUA:297)

Dia masih berpikir. (17) Marangan-angan

’Melamun kakak di kamar’

kakak i kamar.


(37)

Verba marpingkir ‘berpikir’ dan verba marangan-angan ‘melamun’ di atas menyatakan keadaan yang sudah ada. Dikatakan verba keadaan karena tergolong statif, tidak mengalami pergeseran waktu.

2.1.2.2 Verba Pengetahuan

Verba pengetahuan merupakan kelas bawahan verba keadaan yang berhubungan dengan pengetahuan. Verba pengetahuan juga sangat berkaitan dengan pemikiran. Verba pengetahuan meliputi verba mangantusi ‘mengerti’, verba mangetong ‘menghitung’, verba mananda ‘mengenal’, verba mamboto ‘mengetahui’, verba taringot ‘teringat’. Verba tersebut dapat dilihat dalam contoh berikut ini.

(18) Mangetong

’Menghitung uangnya masih dia’

hepengna dope ibana.

Dia masih menghitung uangnya. (19) Si tagor do na mananda

‘Si tagor lah yang mengenal pencuri itu’

panangko i.

Si tagor lah yang mengenal pencuri itu. (19) a. *Si tagor dope na mananda

Si tagor masih yang mengenal pencuri itu.

panangko i.

Si tagor yang masih mengenal pencuri itu.

Verba mangetong ‘menghitung’ di atas menyatakan keadaan yang sudah ada. Verba mangetong ‘menghitung’ pada kalimat di atas menerima pemarkah progresif yaitu kata dope ‘masih’. Diterimanya pemarkah progresif pada kalimat di atas menggambarkan suatu usaha atau kekuatan dan menyatakan suatu


(38)

peristiwa pada verba tersebut. Berbeda dengan verba mananda ‘mengenal’ di atas gagal menerima permarkah progresif karena kalimat tersebut sudah menyatakan peristiwa keadaan yang masih berlangsung atau keadaan yang sudah ada.

2.1.2.3 Verba Emosi

Verba emosi merupakan verba yang menyatakan perasaan. Perasaan yang dialami seseorang tersebut tergantung pada keadaan yang sedang dihadapinya. Verba emosi ini meliputi verba longang ‘kagum’, verba marlas ni roha ‘gembira’, verba sonang ‘senang’, verba lungun ‘sedih’, verba maila ‘malu’, verba muruk ‘marah’, verba tarsonggot ‘terkejut’, verba loja ‘lelah’, verba bonosan ‘bosan’. Perhatikan contoh berikut.

(20) Malungun rohana

‘Bersedih hatinya karena di tinggal ibunya’

ala di tinggal inongna.

Dia bersedih di tinggal ibunya. (21) Marlas ni roha

‘Bergembira mereka di pesta itu’

nasida di pesta i.

Mereka bergembira di pesta itu.

Verba malungun rohana ‘bersedih hatinya’ menyatakan perasaan sedih yang dialami seseorang, sedangkan verba marlas ni roha ‘bergembira’ menyatakan perasaan senang yang dirasakan seseorang.

2.1.2.4 Verba Persepsi

Verba persepsi ini memiliki ciri semantis yang berhubungan dengan panca indera manusia. Verba persepsi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu verba persepsi sengaja dan verba persepsi tidak sengaja. Verba persepsi sengaja meliputi, verba


(39)

verba manonton ‘menonton’, verba maningkir ‘melayat’, verba mambegehon ‘mendengarkan, sedangkan verba persepsi tidak disengaja meliputi, verba

mambege ‘mendengar’, verba tarbege ‘terdengar’, verba tarida ‘terlihat’, verba mamereng ‘melihat’.

Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut. (22) Manonton

‘Menonton film si tigor’

film si tigor.

Si tigor menonton film. (23) Parjahat i manjonggor

‘Penjahat itu memelototi anak-anak itu’

danak-danak i.

Penjahat itu memelototi anak-anak itu. (24) Johan mamereng

’Johan melihat kejadian itu’

na masa i.

Johan melihat kejadian itu.

Verba manonton ‘menonton’ dan verba manjonggor ‘memelototi’ menyatakan verba keadaan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja dan dilakukan oleh indera penglihatan. Berbeda dengan verba mamereng ‘melihat’ pada kalimat di atas, kalimat di atas menerangkan verba keadaan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak sengaja, kemungkinannya bisa terjadi pada waktu Johan sedang berjalan di pasar, tiba-tiba ia melihat peristiwa kecelakaan yang terjadi saat itu, dan Johan secara langsung melihat peristiwa itu, sehingga kejadian itu dilihat Johan secara tidak sengaja.

(25) Ahu mamparohaon

’Aku menyimak siaran radio’

siaran radio.


(40)

(26) Inong mambege

Ibu mendengar perkelahian itu.

parbadaan i.

Ibu mendengar perkelahian itu.

Verba mamparohaon ‘menyimak’ di atas menyatakan verba keadaan yang dilakukan secara sengaja, dimana seseorang tersebut sengaja menyimak siaran radio yang sedang hidup. Kemungkinannya seseorang itu sedang menyimak pembicaraan yang sedang diperbincangkan. Berbeda dengan verba mambege ‘mendengar’ pada kalimat (26) di atas menyatakan verba persepsi yang tidak disengaja, kemungkinannya bisa terjadi pada waktu ibu pergi ke pasar dan ibu mendengar pembicaraan orang-orang yang berada di sana tentang perkelahinan yang telah terjadi itu.

2.1.2.5 Verba Mempunyai

Verba ini memiliki ciri semantis yang menyatakan kepemilikan. Verba ini meliputi verba marnampuna ‘memiliki’, verba mandapot ‘mendapat’, verba

manjalo ‘memperoleh’.

Perhatikan contoh berikut.

(27) Manjalo

’Memperoleh uang kakak dari ibu.

hepeng kakak sian oma.

Kakak memperoleh uang dari ibu. (28) Saripe i mandapot

’Keluarga itu mendapat berkat dari Tuhan’

pasu-pasu sian Tuhan.


(41)

2.1.3 Verba Proses

Verba proses menyatakan adanya perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Perubahan itu juga nampaknya terjadi karena faktor luar dan tidak adanya unsur kesengajaan kecuali terjadi akibat tindakan diri sendiri.Verba yang mengandung makna proses dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan. Apa yang sedang terjadi pada subjek, dan verba proses ini tidak semuanya dapat dipakai untuk membentuk kalimat perintah.

Misalnya :

(29) a. Naeng mapultak

’akan meletus gunung itu’

dolok i. (KBBT :23)

Gunung itu akan meletus. b. Aha na masa tu dolok i?

Apa yang terjadi pada gunung itu? (30) nunga mabola

’sudah pecah kaca jendela itu’

kaca ni jandela i

Kaca jendela itu sudah pecah.

Verba mapultak ‘meletus’, mabola ‘pecah’, dikategorikan verba proses karena menyatakan perubahan dari satu keadaan menjadi keadaan yang lain. Bisa dikatakan bahwa verba proses ini bukanlah keadaan tetapi perubahan yang dialami oleh suatu entitas. Perubahan ini juga menunjukkan kedinamisan verba proses dengan pemarkah progresif dan perfektif.

Misalnya :

(31) nunga mapultak

’sudah meletus gunung itu’

dolok i


(42)

(32) nunga maropuk

sudah hancur mobil itu.

motor i.

Mobil itu sudah hancur. (33) Martumbur bungana

’Bertunas bunganya sedang’

dope.

Bunganya sedang bertunas.

Verba proses dalam bahasa Batak Toba menghasilkan makna yang disebut dengan inkoatif yaitu proses penurunan yang menghasilkan makna yang mengacu pada permulaan keadaan. Misalnya marrara ’menguning’, marbirong ’menghitam’.

(34) marbirong

‘Menghitam kulitnya’.

bohina.

Kulitnya menghitam. (35) Nunga marrara

Sudah menguning padinya.

emena.

Padinya sudah menguning.

Verba proses dapat dibedakan atas: 2.1.3.1 Verba Proses Kejadian

Verba Proses Kejadian adalah semua verba yang menyatakan proses terjadinya suatu kejadian atau peristiwa. Anggota verba ini meliputi verba

mapultak ‘meletus’, verba maropuk ‘hancur’, verba marbalga ‘membesar’,verba martumbur ‘bertunas’, verba martuling ‘rebah, verba melos ’layu’, verba maponggol ‘patah’, verba madabu ‘jatuh’, verba maup ‘hanyut’, verba tubu

’tumbuh’, verba songgop ’mendarat’, verba mabola ’pecah’. Contoh :


(43)

(36) nunga melos

’Sudah layu bunga kita disebabkan tidak pernah hujan’

bunganta ala ndang hea udan.

Bunga kita sudah layu disebabkan kemarau. (37) nunga maponggol

’Sudah patah kakinya disebabkan kecelakaan itu’

patna dibahen kecelakaan i.

Kakinya sudah patah disebabkan kecelakaan itu.

2.1.3.2 Verba Proses Badaniah

Verba proses badaniah adalah verba yang berhubungan dengan perubahan badaniah. Perubahan ini juga menyatakan keadaan yang dialami oleh entitasnya. Anggota verba ini meliputi verba marsahit ‘sakit’, verba mangae ‘mengidam’,verba tarhinos ‘pingsan’, verba tenggen ‘mabuk’, verba mardenggan

pamatang ‘mengandung’, verba tok ’pusing’.

Contoh: (38) mangae

’Mengidam masih ibunya’

dope inongna.

Ibunya masih mengidam. (39) Marsahit

’Sakit adik di rumah sakit.

adek di rumah sakit.

Adik sakit di rumah sakit.

2.1.3.3 Verba Gerakan bukan Agentif

Verba gerakan bukan agentif artinya partisipan ini melakukan suatu tindakan yang tidak disengaja. Anggota verba ini meliputi verba binsar ’terbit’,verba ruppak’“tumbang’,verba lonong ‘tenggelam’, verba tarsiram


(44)

‘tersiram’, verba manampal ‘terhempas, verba martuling ‘rebah’, verba marurus ’berguguran’.

Misalnya: (40) martuling

’berebah bunga dihembus angin’

bunga diombus alogo. (TBBT:31)

Bunga berebah di hembus angin. (41) nunga binsar

’Sudah terbit matahari’

mata ni ari .

Matahari sudah terbit.

2.1.4 Verba Tindakan

Verba tindakan ini memiliki sifat yang dinamis yang berarti verba tindakannnya dapat diperluas. Verba ini juga mengharuskan entitas yang bernyawa. Untuk mengetahui verba tindakan ini dapat dilihat dengan menggunakan pertanyaan apa yang dilakukan oleh subjek.

Misalnya : (42) marlojong

‘berlari masih dia’

dope ibana.

Dia masih berlari. (43) Mangalompat

‘Melompat pagar abang’

pagar abang.

Abang melompat pagar.

Gambaran semantis lain dari verba tindakan ini yaitu memiliki sifat kepungtualannya.


(45)

(44) Mandanggurhon

’Melemparkan batu dia’

batu ibana.

Dia melemparkan batu.

Verba mandanggurhon ’melemparkan’ merupakan verba yang mempunyai peristiwa yang berdurasi singkat bahkan hampir tidak mempunyai interval waktu.

Disamping kepungtualannya, verba tindakan juga mensyaratkan ke perfektifannya. Verba tindakan ini dapat dilihat pada contoh berikut.

(45) Parjahat i mamunuh

’Penjahat itu membunuh temannya’

donganna.

Penjahat itu membunuh temannya. a. Parjahat i nungnga mamunuh

’Penjahat itu sudah membunuh temannya’

donganna.

Penjahat itu sudah membunuh temannya.

Pemarkah perfektif dapat berterima pada kalimat di atas. Kata nungnga ’sudah’ membuktikan bahwa verba tersebut menyatakan suatu pekerjaan yang sudah selesai.

Verba Tindakan dapat dibedakakan atas: 2.1.4.1. Verba Gerakan

Verba gerakan ini merupakan verba tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh pelakunya. Verba gerakan ini disebut gerakan agentif. Verba gerakan ini meliputi verba mangalompat ’melompat’, verba mandanggur ’melempar’, verba manghunti ’menjunjung’.

Contoh (46) Manaba

‘Menebang kayu masih tulang’

hau dope tulang.


(46)

(47) Manampathon

‘Melemparkan bola masih dia’

bola dope ibana.

Dia masih melemparkan bola.

Tulang ‘paman’, dan ibana ’dia’ merupakan pelaku dari suatu tindakan

pada kalimat di atas, yaitu verba manaba ’menebang; dan manghunti ’menjunjung’. Verba manaba ‘menebang’, dan verba manghunti ’menjunjung’ termasuk verba gerakan yakni bergeraknya organ tubuh si pelaku mengenai penderita. Kedua verba di atas kalimat aktif transitif yakni tindakan yang dilakukan pelaku yang memerlukan kehadiran objek.

Dalam bahasa Batak Toba verba manaba ‘menebang’ dan verba manabi ‘menyabit’ memiliki makna yang sama yaitu memiliki makna ‘memotong’ akan tetapi penggunaannya yang berbeda. Perbedaannya dapat dilihat pada contoh berikut.

(48) a. Manaba

‘Menebang kayu masih tulang’

hau dope tulang.

Paman masih menebang kayu. b. Manabi

‘Menyabit rumput masih mereka’

duhut dope nasida.

Mereka masih menyabit rumput.

Bunyi a pada verba manaba ‘menebang’ menyatakan sesuatu yang besar yaitu benda yang besar, sedangkan bunyi i pada verba manabi ‘menyabit’ menyatakan sesuatu yang kecil atau benda yang kecil. Hal ini yang menjadi keunikan dalam bahasa Batak Toba.


(47)

(49) a. Ibana mangalangkati

‘Dia menguliti ubi jalar itu’

gadong juhur i.

Dia menguliti ubi jalar itu.

b. Hancitan do ibana mangalingkiti

‘Kesakitan dia menguliti luka kudisnya itu’

bugang ni barona i.

Dia kesakitan menguliti luka kudisnya itu.

Contoh (49) verba mangalangkati dan verba mangalingkiti menyatakan makna menguliti ataupun mengupas kulit. Sama halnya dengan contoh (45) di atas bunyi a pada kata ‘mangalangkati’ menyatakan sesuatu untuk benda yang besar, seperti ubi, pisang, kelapa dan lain-lain, sedangkan bunyi i pada kata ‘mangalingkiti’ dinyatakan untuk benda yang kecil misalnya bawang, kacang, jeruk.

2.1.4.2 Verba Ujaran

Verba ujaran merupakan verba yang berhubungan dengan alat ucap manusia, yang termasuk verba ujaran yaitu verba mangorai ‘memarahi’, verba

manjou ‘memanggil’, verba manonggak ‘membentak’ dan verba manganju ‘membujuk’, verba manggora ‘meneriakkan’, verba manorui ‘memfitnah’.

Perhatikan contoh berikut (50) Kenek i manonggak

’Kernet itu membentak aku’

ahu.

Kernet itu membentak aku. (51) Manjou

‘Memanggil adik masih si duma’

anggi dope si duma.


(48)

Verba manonggak ‘membentak’ dan verba manjou ‘memanggil’ merupakan verba tindakan berupa verba ujaran yang diucapakan oleh alat ucap manusia.

2.1.4.3 Verba Perpindahan

Verba ini menerangkan terjadinya perpindahan bagian tubuh untuk melakukan kontak fisik dengan entitas yang lain, yang termasuk verba perpindahan yaitu verba mangompa ‘menggendong’, verba manghunti ‘menjunjung’.

Misalnya : (52) mangompa

‘menggendong adek abang’

adek abang.

Abang menggendong adek. (53) Manghunti

‘Menjunjung air masih kami’

tapian dope hami.

Kami masih menjunjung air.

Verba mangompa ‘menggendong’, dan verba manghunti ‘menjunjung’ termasuk verba tindakan yang berupa perpindahan yaitu adanya entitas yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Peristiwa mangompa

‘menggendong’ dan manghunti ‘menjunjung’ menggambarkan peristiwanya


(49)

2.2 Bentuk Peran Semantis Verba dalam Bahasa Batak Toba 2.2.1 Verba Keadaan

2.2.1.1 Verba Kognisi

Verba kognisi merupakan kelas bawahan dari verba keadaan yang mempunyai ciri semantis yang berhubungan dengan pemikiran. Pada umumnya verba ini memiliki dua partisipan yaitu pelaku sebagai lokatif dan penderita sebagai tema, tetapi apabila verba ini hanya memiliki satu partisipan maka yang hadir hanya relasi pelaku sebagai lokatif.

Contoh:

(54) marpingkir dope ibana V Pel:Lok

. (DTUA:297) ‘Berpikir masih dia’

Dia masih berpikir.

(55) Ahu mangarimpu ibana Pel:Lok V Pend:Tema

.

‘Aku menduga dia’ Aku menduga dia.

Verba marpingkir ‘berpikir’ menyatakan seseorang sedang memikirkan sesuatu hal, mungkin seseorang itu sedang ada masalah, sehingga seseorang tersebut menggunakan pikirannya untuk mencari jalan keluarnya. Pikiran dari orang yang sedang memikirkan itu merupakan lokasi atau tempat seseorang itu berpikir. Demikian juga dengan verba mangarimpu ‘menduga’ yang menyatakan seseorang memikirkan sesuatu yang kemungkinannya bisa terjadi. Seseorang itu bisa berpikir demikian karena orang itu melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, bisa saja orang tersebut memiliki bukti yang kuat sehingga orang


(50)

tersebut dengan berani menyatakannya. Seseorang yang memikirkan itu merupakan lokasi, sedangkan seseorang yang dipikirkannya itu merupakan tema.

2.2.1.2 Verba Pengetahuan

Verba ini sangat berhubungan dengan pengetahuan. Pada umumnya verba ini menghadirkan dua partisipan yang mempunyai relasi pelaku sebagai lokatif dan penderita sebagai tema.

Misalnya:

(56) Halak na mangantusi andung Pel:lok V Pend:tema

. (DTUA:311) ’Orang yang mengerti ratap tangis’

Orang yang mengerti ratap tangis. (57) Inong mangetong hepengna Pel:lok V Pend:tema

.

’Ibu menghitung uangnya’ Ibu menghitung uangnya.

Verba mangantusi ’mengerti’ menyatakan seseorang yang mengetahui sesuatu. Seseorang yang mengetahui itu disebabkan mungkin karena orang tersebut mempelajarinya sehingga orang tersebut mengerti. Kata andung ‘ratap tangis’ pada kalimat di atas bagi masyarakat Batak Toba mempunyai arti orang yang menyanyikan dengan berirama dan bersyair kepada orang yang sudah meninggal dan tidak semua orang bisa melakukan hal itu. Seseorang yang mengerti itu merupakan lokasi, sedangkan sesuatu yang dimengerti itu merupakan tema. Verba mangetong ’menghitung’, menyatakan seseorang yang mengetahui sesuatu, sehingga orang tersebut mampu melakukannya. Seseorang yang


(51)

mengetahui sesuatu itu berperan sebagai lokatif, sedangkan sesuatu yang dilakukannya itu merupakan tema.

2.2.1.3 Verba Emosi

Verba emosi adalah verba yang menyatakan perasaan, perasaan marlas ni

roha ’gembira’, sonang ’senang’, atau pun perasaan lungun ’sedih’. Apa yang

telah kita rasakan itu semua berada dalam pemikiran. Seseorang yang merasakan sesuatu yang baik akan merasakan perasaan bahagia, bangga dan senang, akan tetapi seseorang yang merasakan sesuatu yang buruk akan merasa sedih dan kecewa.

Misalnya :

(58) marsak ibana ala ndang lulus SMA V Pel:lok Pend :pem

. ’bersedih dia karena tidak lulus SMA’ Dia bersedih karena tidak lulus SMA.

(59) Tarsonggot ibana di bahen ronggur V Pel:lok Pend :pem

. (TBBT :47)

’kaget dia di buat petir’ Dia kaget disebabkan petir.

Verba marsak ’sedih’ pada kalimat di atas menyatakan perasaan, seseorang yang merasakan sesuatu yang buruk sehingga mengakibatkan orang tersebut merasa sedih. Seseorang yang merasakan kesedihan tentunya akan menggunakan perasaannnya. Perasaan dari orang yang bersedih itu merupakan lokasi dan sesuatu yang membuat perasaannya bersedih itu merupakan pemengaruh bagi orang tersebut. Demikian juga pada kalimat (63) di atas verba


(52)

mengendalikan situasi. Seseorang yang merasakan sesuatu karena ada yang mengakibatkan. Seseorang yang merasakan terkejut merupakan lokasi, sedangkan sesuatu yang mengakibatkan itu terjadi merupakan pemengaruh karena mengakibatkan seseorang itu menjadi terkejut.

2.2.1.4 Verba Persepsi

Verba ini mempunyai ciri semantis yang berhubungan dengan penglihatan. Verba persepsi memiliki dua kelas yaitu persepsi sengaja dan persepsi tidak sengaja. Ciri verba persepsi ini berhubungan dengan rangsangan dan panca indera. Misalnya

(60) Tarbege

V Pel:lok

soarana

‘Terdengar suaranya’ Suaranya terdengar.. (61) maningkir dope oma V Pel:ag

. ‘melayat masih ibu’ Ibu masih melayat.

Verba tarbege ’terdengar’ pada kalimat di atas menerangkan perbuatan yang tidak disengaja. Verba ini berhubungan dengan rangsangan dan panca indera. Sebaliknya pada kalimat verba maningkir ’melayat’ merupakan suatu tindakan yang disengaja, seseorang melakukan sesuatu karena adanya sesuatu yaitu oma maningkir “Ibu melayat”, karena ada sesuatu yang terjadi pada orang lain dan itu merupakan suatu tindakan yang disengaja. Verba maningkir ‘melayat’ dilakukan untuk menghibur seseorang yang sedang berduka karana telah


(53)

ditinggalkan oleh orang yang disayanginya. Oleh karena verba maningkir ‘melayat’ merupakan perbuatan yang disengaja maka peran semantisnya berbeda dengan verba tarbege ‘ terdengar’ di atas. Verba maningkir ‘melayat’ menerangkan bahwa pelakunya melakukan suatu tindakan yaitu agen, sedangkan pada kalimat (61) pelakunya adalah lokatif.

2.2.1.5 Verba Mempunyai

Verba ini memiliki ciri semantis yang berhubungan dengan kepemilikan. Misalnya :

(62) mararta na godang do ibana. V Pend:tema Pel: lok

(TBBT:28)

’Mempunyai harta yang banyak dia’ Dia mempunyai harta yang banyak.

Verba mararta ’mempunyai harta’ menyatakan memiliki harta yang banyak, orang yang memiliki harta itu merupakan lokasi sedangkan jumlah dari kepemilikan harta itu merupakan tema.

2.2.2 Verba Proses 2.2.2.1 Verba Kejadian

Verba kejadian ini merupakan suatu gambaran peristiwa yang terjadi. Verba ini memiliki satu partisipan karena verba ini mengalami satu perubahan keadaan dan bukan pengendali dari tindakan.

Misalnya :

(63) lam marbalga do ballon V Pend:Ps


(54)

Balon itu membesar. (64) Nunga mahiang emena V Pend:Ps

. (TBBT:19) ’Sudah mengering padinya.

Padinya sudah mengering.

Verba lam marbalga ’membesar’ menyatakan suatu perubahan keadaan yang dulunya kecil sekarang menjadi besar, terjadinya peristiwa ini karena adanya unsur lain yang menyebabkan itu terjadi, sehingga verba tersebut memiliki peran sebagai penderita dan sebagai pasien. Demikian juga verba mahiang ’mengering menyatakan suatu perubahan, perubahan itu terjadi pada penderita yaitu eme ’padi’. Tadinya padi itu basah, sekarang menjadi kering karena ada pengaruh dari luar yaitu matahari yang menyebabkan padi itu menjadi kering.

2.2.2.2 Verba Proses Badaniah

Verba ini menyatakan suatu peristiwa yang terjadi pada seseorang, dan seseorang itu merasakan sesuatu yang buruk yang diberi peran sebagai pasien. Contoh:

(65) Tarhinos ibana V Pend:Ps

nantoari.

’Pingsan dia semalam’ Dia pingsan semalam. (66) Mangae dope

V Pend:Ps

inongna.

’Mengidam masih ibunya’ Ibunya masih mengidam.


(55)

Verba tarhinos ’pingsan’ menyatakan peristiwa yang terjadi pada seseorang. Seseorang mengalami itu karena disebabkan sesuatu, mungkin tidak makan sehingga pusing, dan daya tahan tubuhnya berkurang sehingga menjadi pingsan. Begitu juga dangan verba mangae ’mengidam’ merupakan hal yang dirasakan dan terjadi pada diri seseorang yang sudah menikah. Apa yang dirasakan seseorang itu akibat dari perbuatan orang lain, sehingga orang tersebut mengalami penderitaan dan orang tersebut berperan sebagai pasien.

2.2.2.3 Verba Gerakan

Verba gerakan pada verba proses ini adalah adanya gerakan yang tidak disengaja. Pada verba gerakan ini ada dua yang mengalami pergerakan entitas bernyawa dan entitas tidak bernyawa.

Contoh :

(67) manampal ibana V Pend:tema

tu batu. (TBBT :21)

’terhempas dia ke batu. Dia terhempas ke batu.

(68) Nunga maturtur tano V Pend:tema

i.

’sudah longsor tanah itu’ Tanah itu sudah longsor.

Verba manampal ’terhempas’ menyatakan suatu gerakan yang tidak disengaja, dan tidak dikendalikan oleh seseorang, kemungkinan mengalami perubahan atau perpindahan tempat. Seseorang yang mengalami perubahan itu berperan sebagai tema. Demikian juga dengan verba maturtur ’longsor’


(56)

menyatakan suatu gerakan yang menyebabkan adanya perubahan pada entitasnya. Kemungkinan perubahan yang terjadi pada sesuatu yang bergerak itu posisinya tidak seperti semula lagi.

2.2.3 Verba Tindakan 2.2.3.1 Verba Gerakan

Ciri semantis verba gerakan ini adalah entitas itu yang mengendalikan terjadinya suatu peristiwa dan adanya unsur kesengajaan. Pada verba gerakan ini menghendaki adanya entitas yang bernyawa.

Contoh:

(69) mardalan ibana di onan V Pel:ag Pend:lok

. (TBBT:67) ‘Berjalan dia di pasar’

Dia berjalan di pasar. (70) Mangaranto abang V Pel:ag

. ‘Merantau abang’ Abang merantau.

(71) Marlange adek di kolam renang V Pel:ag Pend:lok

. ’Berenang adik di kolam renang’ Adik berenang di kolam renang.

(72) Oma mamboan siallangon Pel:ag V Pend:tema

. ’Ibu membawa makanan’ Ibu membawa makanan.


(57)

Verba mardalan ’berjalan’ pada kalimat di atas menyatakan gerakan yang dilakukan seseorang dengan sengaja untuk mencapai satu tujuan. Seseorang yang bergerak itu berperan sebagai agen, sedangkan keterangan lainnya berperan sebagai lokasi atau lokatif. Demikian juga dengan verba marlange ’berenang’, verba mangaranto “merantau”, menyatakan suatu perubahan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja. Sebaliknya verba mamboan ’membawa’ menyatakan pergerakan yang dilakukan seseorang dan berperan sebagai agen. Pada kalimat tersebut mengharuskan hadirnya objek sebagai penderita yang berperan sebagai tema.

2.2.3.2 Verba Ujaran

Verba ini memiliki ciri semantis yang berhubungan dengan alat ucap manusia. Seseorang yang mengatakan sesuatu kepada orang lain.

Misalnya :

(73) Bapak mamuruki oma Pel:ag V Pend:lok

. ’Bapak memarahi ibu. Bapak memarahi ibu. (74) Inong manggora

Pel:ag V Pend:lok

anakna.

’Ibu memanggil anaknya’ Ibu memanggil anaknya.

Verba mamuruki ’memarahi’, dan verba manggora ’memanggil’ menyatakan sesuatu kepada orang lain, seseorang yang mengatakan sesuatu itu adalah agen, sedangkan sasaran yang dikenainya berperan sebagai lokatif.


(58)

2.2.3.3 Verba Melakukan

Ciri semantis verba ini adalah seseorang melakukan suatu tindakan dengan adanya suatu perpindahan pada entitasnya.

Misalnya:

(75) manuhor mangga oma V Pend:tema Pel:ag

. ’Membeli mangga ibu. Ibu membeli mangga.

(76) Manghaol adek bapak V Pend:lok Pel:ag

. ‘Memeluk adek bapak. Bapak memeluk adek. (77) Ibana maniham babi Pel:ag V Pend:ps

i. (TBBT:21)

‘Dia membunuh babi itu’ Dia membunuh babi itu.

(78) Tsunami nunga pamatehon godang jolma Pel:Pem V Pend:Ps

. ‘Tsunami sudah menewaskan banyak manusia’ Tsunami sudah menewaskan banyak korban jiwa.

Verba di atas menyatakan suatu tindakan yang dilakukan oleh partisipan kepada seseorang secara langsung. Verba manuhor ‘membeli’ pada kalimat di atas menerangkan adanya suatu perpindahan suatu benda yang dilakukan seseorang kepada orang lain, sehingga orang yang melakukan sesuatu itu berperan sebagai agen, sedangkan sesuatu yang diterimanya itu berperan sebagai tema. Demikian


(59)

juga dengan verba manghaol ‘memeluk’ adanya tindakan yang dilakukan seseorang kepada orang lain dan kedua orang tersebut memiliki hubungan yang erat dan seseorang yang dikenai orang tersebut berperan sebagai lokatif, sedangkan verba maniham ‘membunuh’ menerangkan adanya tindakan yang dilakukan seseorang kepada sesuatu dengan sengaja, sehingga yang dikenai itu mengalami penderitaan dan mengakibatkan kematian. Seseorang yang melakukan itu berperan sebagai agen, sedangkan yang dikenai itu berperan sebagai pasien. Berbeda halnya dengan kalimat (78), verba ini menerangkan entitasnya melakukan sesuatu kepada orang lain secara tidak langsung. Partisipan yang melakukan ini secara tidak langsung telah melakukan sesuatu kepada seseorang. Partisipan ini berperan sebagai pemengaruh karena memang mempengaruhi secara keseluruhan, sedangkan seseorang yang dipengaruhi itu mengalami penderitaan dan berperan sebagai pasien.

Berikut relasi semantis verba dalam bahasa Batak Toba Gambar 4. Peran Semantis Verba dalam Bahasa Batak Toba

No Kelas Verba Peran Semantis 1. Keadaan

a. Kognisi Pel = lokatif Pend = tema b. Pengetahuan Pel = lokatif Pend = tema

c. Emosi Pel = lokatif Pend = pemengaruh d. Persepsi

- tak sengaja Pel = lokatif Pend = tema - sengaja Pel = agen Pend = tema


(60)

e. Mempunyai Pel = lokatif Pend = tema 2. Proses

a. Kejadian Pend = pasien b. Proses Badaniah Pend = pasien c. Gerakan Pend = tema 3. Tindakan

a. Gerakan Pel = agen

Pel = agen Pend = lokatif Pel = agen Pend = tema b. Ujaran Pel = agen Pend = lokatif c. Perpindahan/Melakukan Pel = agen Pend = tema

Pel = agen Pend = pasien Pel = agen Pend = lokatif Pel = pemengaruh Pend = pasien


(61)

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian ini maka dapat ditarik simpulan, yaitu:

1. Verba dalam bahasa Batak toba dapat digolongkan atas tiga bagian yaitu verba keadaan, verba proses, dan verba tindakan. Ketiga verba tersebut juga memiliki kelas bawahan tersendiri. Verba keadaan memiliki kelas bawahan yaitu verba kognisi, verba pengetahuan, verba emosi, dan verba persepsi. Verba proses kelas bawahannya yaitu verba kejadian, verba proses badaniah, dan verba gerakan (bukan agentif), dan verba tindakan memiliki kelas bawahannya yaitu verba ujaran, verba gerakan (agentif), dan verba perpindahan.

2. Hubungan semantis verba tersebut, yaitu verba keadaan memiliki peran sebagai lokatif dan tema, kecuali verba persepsi yang sengaja, memiliki peran sebagai agen dan tema. Pada verba proses berperan sebagai penderita dan peran ini digolongkan menjadi pasien dan tema. Sedangkan pada verba tindakan, pelaku berperan sebagai agen dan pemengaruh, sebaliknya penderita berperan sebagai lokatif, tema dan pasien. Untuk lebih jelasnya hubungan semantis tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.


(62)

No Kelas Verba Peran Semantis 1. Keadaan

a. Kognisi Pel = lokatif Pend = tema b. Pengetahuan Pel = lokatif Pend = tema

c. Emosi Pel = lokatif Pend = pemengaruh d. Persepsi

- tak sengaja Pel = lokatif Pend = tema - sengaja Pel = agen Pend = tema e. Mempunyai Pel = lokatif Pend = tema 2. Proses

a. Kejadian Pend = pasien b. Proses Badaniah Pend = pasien c. Gerakan Pend = tema 3. Tindakan

a. Gerakan Pel = agen

Pel = agen Pend = lokatif Pel = agen Pend = tema b. Ujaran Pel = agen Pend = lokatif c. Perpindahan/Melakukan Pel = agen Pend = tema

Pel = agen Pend = pasien Pel = agen Pend = lokatif Pel = pemengaruh Pend = pasien


(63)

3.2 Saran

Penelitian ini menjelaskan klasifikasi verba bahasa Batak Toba serta peran semantis verba yang melekat pada kelas verba tersebut. Apa yang telah dibicarakan masih sangat terbatas hanya pada ketiga kelas verba saja. Untuk itu perlu dilakukan penelitian selanjutnya, dengan menggunakan makna asali atau teori NSM sehingga diperoleh manfaat yang besar bagi perkembangan ilmu bahasa, terutama bagi pengembangan kajian semantik dalam bahasa Batak Toba.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Beratha, N.L. Sutjiati. 2000. Struktur dan Peran Semantis Verba Ujaran Bahasa Bali. Dalam Kajian Serba Linguistik. Kaswanti Purwa (Peny.). Jakarta:PT Penerbit BPK Gunung Mulia.

Biro Pusat Statistik. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Toba Samosir, Balige: Sumatera Utara.

Mahsun, 1995. Dialektologi Diakronis Suatu Pengantar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Masreng, Robert. 2002. Struktur dan Peran Semantis Verba Duduk dalam

Wacana Kebudayaan Kei.Linguistika.

Mulyadi, 1997. Struktur Semantis Verba Tindakan Bahasa Indonesia (Karya Ilmiah)

Medan. USU Press.

Mulyadi, 1998. Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia. (Tesis) Denpasar : Program Magister Linguistik Universitas Udayana.

Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Sibuea, Marlinang. 1979. Morfologi Bahasa Batak Toba Dialek Uluan:(Skripsi). Universitas Sumatera Utara.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Beratha, N.L. Sutjiati. 2000. Struktur dan Peran Semantis Verba Ujaran Bahasa Bali. Dalam Kajian Serba Linguistik. Kaswanti Purwa (Peny.). Jakarta:PT Penerbit BPK Gunung Mulia.

Biro Pusat Statistik. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Toba Samosir, Balige: Sumatera Utara.

Mahsun, 1995. Dialektologi Diakronis Suatu Pengantar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Masreng, Robert. 2002. Struktur dan Peran Semantis Verba Duduk dalam

Wacana Kebudayaan Kei.Linguistika.

Mulyadi, 1997. Struktur Semantis Verba Tindakan Bahasa Indonesia (Karya Ilmiah)

Medan. USU Press.

Mulyadi, 1998. Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia. (Tesis) Denpasar : Program Magister Linguistik Universitas Udayana.

Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Sibuea, Marlinang. 1979. Morfologi Bahasa Batak Toba Dialek Uluan:(Skripsi). Universitas Sumatera Utara.


(66)

Sihombing, T.M. 1989. Jambar Hata Dongan Tu Ulaon Adat. Medan: CV Tulus Jaya

Sinaga, Anicetus.B. 2002. Tata Bahasa Batak Toba: Meresapkan Jiwa dan Darah

Batak. Medan: Bina Media.

Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudipa, I Nengah. 2005. Verba Bahasa Bali Sebuah Kajian Peran Semantik. Dalam Bahasa Sastra dan Budaya dalam Untaian Karya. Medan:USU Press.

Sugono, Dendy. 1994. Verba dan Komplementasinya. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Wedhawati, et al. 1990. Tipe-tipe Semantik Verba Bahasa Jawa. Yogyakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Yenni, Defri 1999. Peran Semantis Verba Bahasa Minangkabau. (Skripsi) Medan: Program Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Sumber Data

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa

Indonesia.(Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Warneck, J. 2001. Kamus Batak Toba Indonesia. Penerjemah: P. Leo Joosten OFM Cap. Medan: Bina Media.


(1)

No Kelas Verba Peran Semantis 1. Keadaan

a. Kognisi Pel = lokatif Pend = tema b. Pengetahuan Pel = lokatif Pend = tema

c. Emosi Pel = lokatif Pend = pemengaruh d. Persepsi

- tak sengaja Pel = lokatif Pend = tema - sengaja Pel = agen Pend = tema e. Mempunyai Pel = lokatif Pend = tema 2. Proses

a. Kejadian Pend = pasien

b. Proses Badaniah Pend = pasien

c. Gerakan Pend = tema

3. Tindakan

a. Gerakan Pel = agen

Pel = agen Pend = lokatif Pel = agen Pend = tema b. Ujaran Pel = agen Pend = lokatif c. Perpindahan/Melakukan Pel = agen Pend = tema

Pel = agen Pend = pasien Pel = agen Pend = lokatif Pel = pemengaruh Pend = pasien


(2)

3.2 Saran

Penelitian ini menjelaskan klasifikasi verba bahasa Batak Toba serta peran semantis verba yang melekat pada kelas verba tersebut. Apa yang telah dibicarakan masih sangat terbatas hanya pada ketiga kelas verba saja. Untuk itu perlu dilakukan penelitian selanjutnya, dengan menggunakan makna asali atau teori NSM sehingga diperoleh manfaat yang besar bagi perkembangan ilmu bahasa, terutama bagi pengembangan kajian semantik dalam bahasa Batak Toba.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Beratha, N.L. Sutjiati. 2000. Struktur dan Peran Semantis Verba Ujaran Bahasa Bali. Dalam Kajian Serba Linguistik. Kaswanti Purwa (Peny.). Jakarta:PT Penerbit BPK Gunung Mulia.

Biro Pusat Statistik. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Toba Samosir, Balige: Sumatera Utara.

Mahsun, 1995. Dialektologi Diakronis Suatu Pengantar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Masreng, Robert. 2002. Struktur dan Peran Semantis Verba Duduk dalam Wacana Kebudayaan Kei.Linguistika.

Mulyadi, 1997. Struktur Semantis Verba Tindakan Bahasa Indonesia (Karya Ilmiah)

Medan. USU Press.

Mulyadi, 1998. Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia. (Tesis) Denpasar : Program Magister Linguistik Universitas Udayana.

Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Sibuea, Marlinang. 1979. Morfologi Bahasa Batak Toba Dialek Uluan:(Skripsi). Universitas Sumatera Utara.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Beratha, N.L. Sutjiati. 2000. Struktur dan Peran Semantis Verba Ujaran Bahasa Bali. Dalam Kajian Serba Linguistik. Kaswanti Purwa (Peny.). Jakarta:PT Penerbit BPK Gunung Mulia.

Biro Pusat Statistik. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Toba Samosir, Balige: Sumatera Utara.

Mahsun, 1995. Dialektologi Diakronis Suatu Pengantar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Masreng, Robert. 2002. Struktur dan Peran Semantis Verba Duduk dalam Wacana Kebudayaan Kei.Linguistika.

Mulyadi, 1997. Struktur Semantis Verba Tindakan Bahasa Indonesia (Karya Ilmiah)

Medan. USU Press.

Mulyadi, 1998. Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia. (Tesis) Denpasar : Program Magister Linguistik Universitas Udayana.

Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Sibuea, Marlinang. 1979. Morfologi Bahasa Batak Toba Dialek Uluan:(Skripsi). Universitas Sumatera Utara.


(5)

Sihombing, T.M. 1989. Jambar Hata Dongan Tu Ulaon Adat. Medan: CV Tulus Jaya

Sinaga, Anicetus.B. 2002. Tata Bahasa Batak Toba: Meresapkan Jiwa dan Darah Batak. Medan: Bina Media.

Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudipa, I Nengah. 2005. Verba Bahasa Bali Sebuah Kajian Peran Semantik. Dalam Bahasa Sastra dan Budaya dalam Untaian Karya. Medan:USU Press.

Sugono, Dendy. 1994. Verba dan Komplementasinya. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Wedhawati, et al. 1990. Tipe-tipe Semantik Verba Bahasa Jawa. Yogyakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Yenni, Defri 1999. Peran Semantis Verba Bahasa Minangkabau. (Skripsi) Medan: Program Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Sumber Data

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.(Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Warneck, J. 2001. Kamus Batak Toba Indonesia. Penerjemah: P. Leo Joosten OFM Cap. Medan: Bina Media.


(6)

LAMPIRAN Informan

1. Nama : B. Siahaan Usia : 53 Tahun

Alamat : Jl. Gereja HKBP Tampubolon Kabupaten Tobasa Suku : Batak-Toba

2. Nama : P. Tampubolon Usia : 47 Tahun

Alamat : Jl. Gereja HKBP Tampubolon Kabupaten Tobasa Suku : Batak-Toba

3. Nama : S.H. Hutagaol Usia : 66 Tahun

Alamat : Jl. Pematang Siantar Kec. Balige Kab. Tobasa Suku : Batak-Toba

4. Nama : Tumpak Hutagaol Usia : 32 Tahun

Alamat : Jl. Pematang Siantar Kec. Balige Kab. Tobasa Suku : Batak-Toba