tidak pernah menderita DM sebelum kehamilannya, DM Gestasional berbeda dengan DM lainnya dimana gejala penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir di
Indonesia insiden DMG sekitar 1,9-3,6 dan sekitar 40-60 wanita yang pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap DM atau
gangguan toleransi glukosa Soewondo, 2006. e.
Riwayat Lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah BBLR 2,5 Kg Bayi yang lahir dengan berat badan rendah tentunya memiliki organ yang
internal yang kecil. Organ internal akhirnya membuat si anak tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuhnya. Jika berat badan kecil maka pankreasnya juga kecil
dan tidak sempurna, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan insulin tubuh. Ketika anak ini bertumbuh dan dewasa anak yang lahirnya kecil untuk jadi bertambah
besar ketika sudah masuk usia anak-anak dan remaja. Ini semakin membuat organ tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuhnya, akhirnya akan berisiko penyakit-
penyakit berbahaya seperti diabetes Jhonson, 2008.
2.2.6.2. Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi
a. Berat Badan Lebih Indek Massa TubuhIMT 25 kgm2
Kelebihan Berat Badan BB merupakan salah satu faktor risiko DM. cara sederhana untuk mengetahui kelebihan BB adalah dengan mengukur Indeks Masa
Tubuh IMT. Penggunaan IMT disini hanya untuk orang dewasa 18 tahun, PERKENI 2011, Berdasarkan WHOWPRIASOIOTF dalam The Asia-
Pacific Perspective:Redefining Obesity and its Treatment IMT berat badan seseorang
dibagi menjadi 6 kelompok yaitu BB Kurang, BB Normal, BB Lebih, BB dengan
Universitas Sumatera Utara
Risiko, Obesitas I, dan Obesitas 2. dan obesitas menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh, ditandai dengan peningkatan nilai masa indeks
tubuh diatas normal, orang yang mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dalam jangka waktu yang lama akan menjadi risiko tinggi DM Indeks Massa Tubuh
IMT dengan rumus : ��� =
�� �� ��
2
�
Depkes RI 2008, Batas Ambang IMT untuk orang Indonesia dikategorikan merujuk FAOWHO yang telah dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil
penelitian di beberapa negara berkembang, sebagai berikut :
Tabel 2.4. Katagori Nilai IMT Indeks Masa Tubuh Indonesia Katagori
IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat
17,0 Kekurangan BB tingkat ringan
17,0 – 18,4 Normal
18,5 -25,0 Kegemukan
Kelebihan BB tingkat ringan 25,0 – 27,0
Kelebihan BB tingkat berat 27,0
Sumber : Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko DM, Depkes RI, 2008 Penelitian oleh National Health and Nutrition haminations Surveys
NHANES tahun 1992-2002 didapatkan 80 dari responden dengan IMT ≥ 18,5
kgm
2
menderita DM dibanding dengan responden dengan IMT 18,5 kgm
2
ADA, 2011. DM Tipe II cenderung meningkat seiring dengan peningkatan lemak yang
diukur dengan IMT, setiap peningkatan 1 kg berat badan meningkatkan risiko sebesar 4,5 untuk menderita DM tipe 2 Webber, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Kaban, dkk 2005 hubungan obesitas dengan DM diperoleh nilai p;0,000 dengan nilai OR=4,6 yang artinya orang yang obesitas kemungkinan 4,6
kali menderita DM Tipe II dibandingkan dengan yang tidak. b.
Kurangnya Aktivitas Fisik Kebugaran jasmani dapat mengambarkan kondisi fisik seseorang untuk
mampu melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari, makin tinggi kemampuan fisik seseorang maka makin tinggi pula produktifitasnya. Aktivitas
fisik mengakibatkan meningkatnya sensitivitas dari reseptor dan insulin semakin meningkat sehingga glukosa darah yang dipakai untuk metabolisme energy semakin
baik. Setelah berolahraga selama 10 menit, kebutuhan glukosa darah akan meningkat sampai 15 kali jumlah kebutuhan pada saat biasa, setelah berolahraga 60 menit
kebutuhan glukosa darah dapat meningkat sampai 35 kali Depkes RI, 2008. Menurut Chaveau dan kaufman dalam Depkes RI 2008, latihan
fisikolahraga pada diabetesi dapat menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif sehingga latihan fisikolahraga secara langsung dapat
menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh, mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan stress dan mencegah terjadinya DM
Tipe II pada penderita gangguan toleransi glukosa.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Contoh Aktivitas Fisik dan Kalori yang Dikeluarkan No
Aktivitas Fisik Kalori yang dikeluarkan
1. Cuci Baju
3,58 Kcalmenit 2.
Mengemudi mobil 2,8 Kcalmenit
3. Mengecat rumah
3,5 Kcalmenit 4.
Potong kayu 3,8 Kcalmenit
5. Menyapu rumah
3,9 Kcalmenit 6.
Jalan kaki 3,5 miljam 5,6-7 Kcalmenit
7. Membersihkan jendela
3,7 Kcalmenit 8.
Berkebun 5,6 Kcalmenit
9. Menyeterika pakaian
4,2 Kcalmenit Sumber : Perkeni, 2011
Aktivitas Fisik yang dianjurkan : 1.
Lakukan sekurang–kurangnya 30 menit perhari secara rutin dan teratur agar bermamfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh, misalnya :
a. Turun bus lebih awal menuju tempat kerja yang kira kira menghabiskan 20
menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan kira-kira 10 menit berjalan kaki menuju rumah.
b. Membersihkan rumah selama 10 menit dua kali dalam sehari ditambah
bersepeda selama 10 menit. 2.
Lakukan secara bertahap hingga mencapai 30 menit minimal setiap harinya. 3.
Lakukan dimana saja, dengan memperhatikan lingkungan yang aman dan nyaman, bebas polusi, tidak menimbulkan cedera, misalnya di sekolah, di rumah,
di tempat kerja, taman dan tempat rekreasi. 4.
Aktivitas fisik dapat dimulai dari usia muda hingga usia lanjut. 5.
Olahraga sedang sebaiknya dilakukan 3-4 kali seminggu dengan durasi minimal 30 menit dan tidak berselang lebih dari 3 hari.
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan fisik yang dilakukan dengan terencana dan terstruktur, berulang dan tujuannya memperbaiki atau menjaga
kesegaran jasmani, kesegaran jasmani berkaitan dengan kesehatan mengacu pada beberapa aspek fungsi fisiologi dan psikologis yang dipercaya memberikan
perlindungan kepada seseorang dalam melawan beberapa tipe penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, obesitas dan kelainan muskuloskeletal Ganlay,
2000. Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217 dokter USA selama 5 tahun
kohort study menemukan bahwa kasus DM Tipe II lebih tinggi pada kelompok yang melakukan aktivitas fisik kurang dari 1 kali perminggu dibanding dengan kelompok
yang melakukan olah raga 5 kali seminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olah raga ditemukan penurunan
risiko penyakit DM Tipe II sebesar 3370 orang Soegondo dkk, 2009. Aktivitas fisik olahraga sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi
darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah
terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik DM Niemann, 1995. Olahraga menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif
terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini dapat
berlanjut beberapa jam setelah melakukan olah raga.
Universitas Sumatera Utara
Lamanya manfaat olahraga akan hilang bila berhenti 3 hari, hal ini menekankan pentingnya olahraga secara teratur dan berkesinambungan, agar benar-
benar bermanfaat olahraga dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, berkesinambungan dan dalam jangka waktu yang panjang Suhartono, 2004. Olahraga selama 30-40
menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa kedalam sel sebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olahraga, Olahraga yang tepat untuk diabetesi adalah jalan,
jogging, renang, bersepeda aerobik Soewondo, 2006. Hasil penelitian Wardani 2009, aktivitas fisik rendah memiliki risiko DM
Tipe II sebanyak 3,2 kali lebih besar dari yang melakukan aktivitas fisik yang baik. c.
Tekanan Darah Tinggi ≥ 14090 mmhg Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding- dinding arteri ketika
darah tersebut dipompa dari jantung kejaringan, tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah, tekanan ini paling tinggi ketika
ventrikel berkontraksi tekanan sistolik dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi tekanan diastolik Hull, 1996.dan dapat diukur pada arteri brachialis di
lengan atas Depkes RI, 2008. Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding
pembuluh darah, mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah yang tidak normal, penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis merupakan gejala
awal yang umum terjadi pada hipertensi, karena arteri-arteri terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi
sulit, ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis darah memaksa
Universitas Sumatera Utara
melewati jalan yang sempit, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi Hull, 1996.
Menurut JNC 7 Joint National Commite 2003 bila tekanan darah ≥14090mmhg dinyatakan sebagai hipertensi, hipertensi atau darah tinggi adalah
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis, hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri,
satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati 2009 dengan kasus kontrol study, kontribusi hipertensi dengan terjadinya DM komplikasi stroke diperoleh hasil
OR=8,574. JNC Joint National Commite membuat kategori tekanan darah sebagai
berikut:
Tabel 2.6. Klasilikasi Tekanan Darah pada Dewasa menurut JNC Joint National Commite VII
Kategori Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Normal Pre-Hipertensi
Stadium Satu Stadium Dua
120 mmhg 121 -139 mmhg
140- 159 mmhg ≥ 160 mmhg
dan 80 mmhg atau 81 - 90 mmhg
atau 91 - 99 mmhg atau
≥ 100 mmhg Sumber: JNC-VII 2003 dalam Depkes RI 2008
Belum ada penelitian yang mengatakan penyebab langsung terjadinya hipertensi terhadap DM namun masih merupakan faktor risiko yang berpotensi
terhadap tingginya kasus DM, hipertensi sebagai faktor risiko DM artinya semakin
Universitas Sumatera Utara
tinggi angka hipertensi di suatu daerah maka semakin besar risiko untuk menjadi penderita DM di daerah tersebut, seorang yang memiliki hipertensi maka lebih
berisiko dirinya mengalami DM dibanding orang yang tidak hipertensi, arti lainnya juga bahwa tidak semua penderita hipertensi akan menjadi penderita DM, belum ada
teori yang benar-benar tegas menerangkan bagaimana hipertensi membuat seseorang menjadi DM karenanya hipertensi bukan faktor penyebab tetapi adalah faktor risiko.
Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses terjadi keduanya yaitu melalui suatu keadaan yang disebut sindroma metabolik satu
penelitian memperoleh hasil dimana dari sejumlah total 427 pasien hipertensi yang diteliti, 46 persen diantaranya adalah pasien DM, pasien cenderung berusia lebih tua,
indeks masa tubuh yang lebih tinggi dan hiperlipidemia, cenderung akan mengalami komplikasi kardiovaskular dan gagal ginjal, opname lebih lama di Rumah Sakit
Webber, 2009. Prevalensi hipertensi pada penderita DM secara keseluruhan adalah 70,
Pada laki laki 32, wanita 45 pada masyarakat India Puma sebesar 49, pada kulit putih sebanyak 37 dan pada orang asia sebesar 35, hal ini menggambarkan bahwa
hipertensi pada DM akan sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa diabetes Weir et al. 1999.
Penelitian Kaban dkk 2005 disain kasus kontrol dengan sebanyak 45 responden yang diteliti hasil yang didapatkan tidak ada hubungan hipertensi dengan
kejadian DM dimana diperoleh nilai chi square nilai p=0,073 P 0,05.
Universitas Sumatera Utara
d. Obesitas AbdominalSentral Lingkar Perut untuk Pria 90 cm, Wanita 80cm
Pada Obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas FFAFree Fatty Acid dan oksidasinya. FFA
menyebabkan ganguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif maupun non- oksidatif sehingga menggangu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Peningkatan
jumlah lemak viseral abdominal mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitifitas insulin. Obesitas abdominalsentral dapat
diketahui dengan pengukuran lingkar perut. Pada pria Asia dikatakan obesitas abdominal bila hasil pengukuran 90 cm dan pada wanita 80 cm, Jenis obesitas ini
sangat berpengaruh terhadap kasus DM Depkes RI, 2008. Penelitian Kaban, dkk 2005 hubungan obesitas dengan DM diperoleh nilai
p:0,000 dengan nilai OR= 4,6 yang artinya orang yang obesitas kemungkinan 4,6 kali menderita DM Tipe II dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas,
Peningkatan IMT adalah membuat pertambahan jaringan lemak ditubuh, hal ini akan membuat pankreas akan bekerja lebih banyak untuk menghasilkan insulin yang akan
diberikan bagi lemak yang bertambah, jika badan dalam keadaan berat badan normal, insulin yang dihasilkan pankreas dapat secara normal memberikan pada jaringan
tubuh tanpa harus bekerja keras untuk menghasilkan tambahan insulin. e.
Dislipidemia, Kadar Lipid Kolesterol HDL = 35 mgdl dan atau Trigliserida 250 mgdl
Merupakan suatu keadaan dimana kadar lemak dalam darah meningkat diatas batas normal, lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida
Universitas Sumatera Utara
salah satu partikel yang mengangkut lemak dari sekitar tubuh atau dapat keduanya, berbagai penelitian membuktikan bahwa keadaan dislipidemia dan hiperglikemia
yang berlangsung lama merupakan faktor penting dalam terjadinya komplikasi PJK Penyakit Jantung Koroner pada DM Tipe II, studi Finnish membuktikan bahwa
peningkatan kadar trigliserid dan rendahnya kolesterol HDL High Density Lypoprotein merupakan faktor risiko PJK Penyakit Jantung Koroner pada DM
Tipe II Niemann, 2005. f.
Diet Tidak Seimbang Unhealthy Diet dengan Tinggi Gula dan Rendah Serat Depkes RI 2008, Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan
rendah serat juga merupakan faktor risiko DM, perencanaan makanan yang dianjurkan seimbang dengan komposisi energi yang dihasilkan oleh karbohidrat,
protein, dan lemak adalah 45-65 : 10-20 : 20-25. Secara sederhana dapat diukur dengan food model atau makanan dalam piring. Dengan prinsipnya adalah makan
yang teratur dalam Jadwal, Jumlah dan Jenisnya 3J. Contoh ini dapat dilihat di puskesmas sedangkan contoh proporsi makanan dalam bentuk tabel dan piramida
dapat dilihat bawah ini :
Tabel 2.7. Contoh Gizi Seimbang Bahan Makanan
Kebutuhan Keterangan 1 Porsi
Makanan Pokok 3-4 porsi
- ¾ gelas sedang nasi 100 gr, atau
- 1 gelas mie kering 50 gr, atau
- 3 iris roti putih 70 gr
Lauk pauk Hewani
2-3 porsi -
1 potong sedang daging sapi 30 gr, atau -
1 butir telur ayam kampung 55 gr, atau -
1 ekor sedang ikan segar 40 gr
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 Lanjutan Bahan Makanan
Kebutuhan Keterangan 1 Porsi
Lauk pauk nabati 2-3 porsi
- 2 potong sedang tempe 50 gr, atau
- 1 potong besar tahu 110 gr, atau
- 2 sendok makan kacang tanah 15 gr
Sayur-sayuran 3-4 porsi
- 1 gelas setelah dimasak dan ditiriskan
100gr Buah- buahan
3-5 porsi -
1 buah kecil pisang ambon 50 gr, atau -
1 buah sedang jeruk garut115 gr, atau -
1 potong besar pepaya 190 gr Gula Pasir
2-3 porsi -
1 sendok makan Minyak
5-6 porsi -
1 sendok the Garam
1 porsi -
1 sendok the Air minum
2 liter -
= 8 gelas Sumber : Depkes RI, 2008
Tingginya serat dalam makanan menimbulkan turunnya absorsi beberapa elemen mineral Mg, Ca, Zn dan Fe. Terdapat batasan pemberian serat maksimal 20-
30 g per hari untuk meminimalkan reaksi samping, karena bila kelebihan atau kekurangan serat dalam makanan yang dikonsumsi menyebabkan ganguan proses
pencernaan serta pembentukan feases Departemen Gizi dan Kes Mas UI, 2012 Penelitian Hartati 2004 yang dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang
menjelaskan ada pengaruh asupan serat makanan terhadap kadar gula darah DM Tipe II dengan hasil nilai p value 0,005, hasil penelitian Riskesdas 2007 faktor risiko
DM yang makan buah dan sayur pada kelompok umur 25-64 tahun responden terhadap terjadinya DM mempunyai nilai odd rasio 1,04 kali dari yang tidak makan
buah dan sayur Balitbang, Kemenkes RI, 2013. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya gula darah adalah Indeks Glikemik
yaitu ukuran kecepatan makanan diserap menjadi gula darah, semakin tinggi indeks
Universitas Sumatera Utara
glikemik suatu makanan, semakin cepat dampaknya terhadap kenaikan gula darah, Indeks glikemik di atas 70 termasuk tinggi, antara 56 sampai dengan 69 sedang dan
55 ke bawah adalah rendah Ostman, 2001. Makanan yang sedikit atau tidak mengandung karbohidrat seperti daging,
keju, memiliki indeks glikemik mendekati nol. Selain GI dilihat juga Glycemic Load GL berbeda dengan GI, GL tidak hanya menilai seberapa cepat glukosa dari suatu
makan memasuki peredaran darah tetapi juga menilai seberapa banyak glukosa yang terkandung dari makanan tersebut sehingga GL lebih menilai secara keseluruhan the
whole package, semakin rendah GL semakin kecil suatu makanan yang disajikan memicu peningkatan gula darah secara berlebih, berikut parameter dari GL: Tinggi
GL 20 atau lebih, sedang GL I l-19 dan rendah GL l0 atau kurang Ostman, 2001. GL dapat dihitung dengan cara mengkalikan GI dengan jumlah karbohidrat
yang terkandung dari suatu makanan lalu dibagi seratus, sebagai contoh kita ambil wortel, wortel sebanyak 50 gram memiliki kandungan 5,3 gram karbohidrat telah
diketahui di atas bahwa GI wortel adalah 7l, jadi nilai GL nya adalah: 71 x 5.3:100 =3,76 Jadi wortel yang dikatakan memiliki GI yang tinggi ternyata memiliki GL yang
rendah Thompson, 2006. Karbohidrat setiap gramnya menghasilkan 4 kalori, karbohidrat lebih banyak
dikonsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, satu porsi nasi setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal, kebutuhan kalori
berbeda dilihat dari jenis kelamin dan usia, untuk wanita usia 40-45 tahun 2200 kkal, usia 46-59 tahun 2100 kkal, 60 tahun keatas 1850 kkal sedangkan untuk jenis kelamin
Universitas Sumatera Utara
pria usia 40-45 tahun 2800 kkal, usia 46-59 tahun 2500 kkal dan usia diatas 60 tahun 2200 kkal, sedangkan kebutuhan karbohidrat adalah 60-70 dari energi total
Almatsier, 2006. Penelitian Nyoman 2009 di Tanaban Bali yang meneliti konsumsi
karbohidrat mendapatkan hasil p value 0.000 menyatakan ada pengaruh bermakna konsumsi karbohidrat dengan kejadian DM Tipe II dengan hasil OR 10,8.
g. Memiliki Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu TGT setelah Pemeriksaan
TTGO didapatkan Glukosa Plasma 2 jam setelah Pembebanan Glukosa antara 140-199 mgdl atau Gula Darah Puasa Terganggu GDPT 100-125 mgdl
Seseorang dengan TGT atau GDPT juga disebut sebagai gangguan intoleransi glukosa atau prediabetes yang merupakan tahapan sementara menuju DM. orang
dengan prediabetes mempunyai kadar glukosa darah puasa dan atau glukosa 2 jam setelah pembebanan glukosa TTGO standar melebihi normal, namun belum masuk
kategori DM. h.
Merokok Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 faktor risiko seperti merokok,
polusi udara di dalam maupun di luar ruangan merupakan onset awal terjadinya penyakit biasanya pada usia pertengahan dan tidak hilang dengan pengobatan, Rerata
batang rokok yang dihisap per hari per orang di Indonesia adalah 12,3 batang setara satu bungkus. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun
sebesar 33,4 persen, umur 35-39 tahun 32,2 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan 47,5
Universitas Sumatera Utara
banding 1,1. Berdasarkan jenis pekerjaan, petaninelayanburuh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar 44,5 dibandingkan kelompok pekerjaan
lainnya. Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.
Konsumsi rokok dan tembakau merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke, kanker,
kelainan kehamilan dan merupakan penyebab kematian utama didunia temasuk negara kita Indonesia Depkes RI, 2008.
Sebatang rokok dapat menurunkan khasiat insulin tubuh berkurang sampai 15 dan setelah 10-12 jam baru bisa pulih seperti semula Tandra, 2014. Kebiasaan
merokok menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan risiko terkena DM Wicaksono, 2011.
Nikotin merupakan komponen utama rokok, terbukti meningkatkan vasopressin dan hormon adrenokortikotropik. Nikotin mempunyai efek langsung
meningkatkan pelepasan katekolamin dari tempat penyimpanannya di jantung, juga meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Epinefrin disimpan dalam
granula kromafin dan dilepaskan sebagai respon terhadap hipoglikemi, stress dan faktor lainnya Dorlan, 1995.
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak perhari, terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu :
1. Perokok Ringan, apabila seorang menghisap kurang dari 10 batang rokok perhari
2. Perokok Sedang, apabila seseorang menghisap 10-20 batang rokok perhari
Universitas Sumatera Utara
3. Perokok Berat, apabila seseorang merokok lebih dari 20 batang rokok perhari
Bustan, 2007. Depkes RI, 2008, Nikotin dapat menyebabkan pengurangan sensitivitas
insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin, pada kondisi hiperglikemi nikotin dan karbonmonoksida mempercepat terjadinya pengumpalan darah sebagai
faktor penyebab sumbatan pada pembuluh darah. Merokok menyebabkan kekejangan dan penyempitan pembuluh darah. Para
peneliti menyatakan bahwa merokok juga dapat menyebabkan kondisi yang tahan terhadap insulin. Orang yang merokok
≥ 20 batanghari memiliki insidens DM lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok dengan OR 2,66 Gabrielle, Capri, et.al,
dalam Widiastuty 2013, dan Penelitian yang dilakukan Widiastuty didapat hubungan antara merokok dengan kejadian DM dengan OR 3,54. Widiastuty, 2013.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Landasan Teori
Pendekatan akan timbulnya Kasus Diabetes Melitus dilakukan dengan menggunakan bagan kerangka teori menurut PERKENI 2011, Depkes RI 2008,
yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Sumber: PERKENI, 2011; Depkes RI 2008
Faktor Risiko yang tidak dapat Dimodifikasi: 1.
RasSukuEtnik 2.
Riwayat keluarga dengan DM 3.
Umur 4.
Jenis kelamin 5.
Riwayat melahirkan bayi 4 kg 6.
Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah 2,5 kg
Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi:
1. Berat Badan Lebih IMT 25kgm2
2. Kurangnya aktivitas fisikolahraga
3. Tekanan darah tinggi 14090mmhg
4. Dislipidemia 35 mg dan atau Trigliserida
250 mgdl 5.
Diet yang tidak sehat unhealthy Diet 6.
Prediabetes 7.
Obesitas abdominalsentral 8.
Kebiasaan merokok
Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko DM
1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome PCOS
atau penderita resistensi insulin 2.
Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa tergangu TGT atau glukosa
darah puasa tergangu GDPT sebelumnya. 3.
Riwayat penyakit kardiovaskuler, stroke,PJK, atau PAD
4. Faktor sosial ekonomi, budaya, politik, dan
lingkungan seperti perkembangan pasar, kebijakan public, saranaprasarana yankes.
Kasus Diabetes Melitus
Universitas Sumatera Utara