Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

(1)

TESIS

Oleh

RIKA MURSYIDA 117032201/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THESIS

By

RIKA MURSYIDA 117032201/IKM

MASTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIKA MURSYIDA 117032201/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI JUMLAH ANAK DI DESA PUSONG

KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Rika Mursyida

Nomor Induk Mahasiswa : 117032201

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 06 Februari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

2. Ir. Etty Sudaryati, M.K.M, Ph.D 3. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI JUMLAH ANAK DI DESA PUSONG KECAMATAN BANDA SAKTI

KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, November 2014

Rika Mursyida 117032201/IKM


(7)

ABSTRAK

Jumlah anak adalah banyaknya hitungan anak yang dimiliki, biasanya dalam bentuk besar keluarga yang diinginkan. Besar keluarga akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah anak, karena setiap keluarga berupaya untuk mencapai jumlah anak dengan cara tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi jumlah anak yaitu faktor usia ibu, pendapatan keluarga, nilai anak melalui umur pertama melakukan hubungan seksual terhadap jumlah anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014.

Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang. Populasi adalah seluruh istri PUS yang bertempat tinggal di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada bulan Januari 2014 sebanyak 246 orang. Sampel berjumlah 95 orang yang dilakukan secara acak sederhana menggunakan tabel acak. Analisis data menggunakan analisis jalur (path analysis).

Hasil penelitian menunjukkan besaran pengaruh secara simultan usia istri, pendapatan keluarga, nilai anak dan umur pertama melakukan hubungan seksual terhadap jumlah anak sebesar 24,9%. Dari tiga variabel sebagai variabel bebas maka variabel umur umur pertama melakukan hubungan seksual yang berpengaruh terhadap jumlah anak (p=<0,001) dengan besaran pengaruh 24,9% dan sisanya 75,1% dipengaruhi oleh faktor lain seperti KB, pendidikan dan pekerjaan ibu.

Disanrankan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama Desa Pusong Kota Lhokseumawe sebagai ketua “tuha peut gampong” agar dapat meluruskan pemahaman negatif tentang penggunaan alat kontrasepsi sehingga masyarakat yakin bahwa alat kontrasepsi halal / dapat digunakan oleh istri pasangan usia subur guna mengatur jumlah anaknya.

Kata kunci: Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual, Jumlah Anak


(8)

ABSTRACT

The number of children means how many children owned by someone, usually in the form of the intended family size. Family size will be increased, along with the increase in the number of children because each family attempts to get the number of children by their own way. The objective of the research was to find out some factors influenced the number of children such as the factors of mother’s age, family income, and child value through the first age at exposure to sexual intercourse at Pusong Village, Banda Sakti Subdistrict, City of Lhokseumawe, in 2014.

The research was observational with cross sectional design. The population was 246 wives of PUS (Fertile Age Couple) at Pusong Village, Banda Sakti Subdistrict, City of Lhokseumawe in January, 2014, and 95 of them were used as the samples, using simple random sampling technique. The data were analyzed by using path analysis.

The result of the research showed that simultaneously wife’s age, family

income, child value, and the first age at exposure to sexual intercourse influenced the number of children of 24.9%. Of the three independent variables, the variable of the first age at exposure to sexual intercourse influenced the number of children (p < 0.001) with the amount of influence was 24.9%, and the rest (75.1%) was influenced

by other factors such as Family Planning, education, and mother’s job.

It is recommended that community and religious leader at Pusong Village,

City of Lhokseumawe, as the head of “tuha peut gampong’ should correct negative

perception about the use of contraception device so that the community will believe that contraception device is halal (legitimate) and can be used by the wives of fertile age couple arranging their number of children.

Keywords: Wife’s Age, Family Income, Child value, The First Age at Exposure to Sexual Intercourse, Number of Children


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si, selaku Ketua Program Studi dan Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(10)

Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes dan Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari pengajuan judul hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Ir. Etty Sudaryati, MKM, Ph.D dan Drs. Abdul Jalil AA, M.Kes selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Rosmaniar, AM.Keb, S.K.M, selaku Kepala Puskesmas Mon Geudong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe beserta seluruh staf pegawai yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

7. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda H. Nasruddin dan Ibunda Hj. Murniaty serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan. 9. Teristimewa buat suami tercinta H. Abdul Ghani Lc. MA, dan anakku Nabila

Izzatunnisa berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.


(11)

10.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2015 Penulis

Rika Mursyida 117032201/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rika Mursyida, lahir pada tanggal 20 Agustus 1987 di Desa Krueng Geukueh Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh, beragama Islam, bertempat tinggal di Jalan Teuku di Balee No.1 Desa Ulee Reuleung Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Penulis merupakan anak dari pasangan ayahanda H. Nasruddin dan ibunda Alm. Hj. Murniaty, anak pertama dari Lima bersaudara.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Al- Alaq YPAA (1999), SMP Negri 6 Dewantara (2002 ), SMU Negri 1 Lhokseumawe (2005), Diploma III Kebidanan Pemda Aceh Tengah (2005), Program Studi D-IV Bidan Pendidik di STIKes Darussalam Lhokseumawe (2010) dan tahun 2011 – 2014 Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis bekerja sebagai dosen pengajar beserta staf pegawai swasta pada STIKes Bumi Persada Lhokseumawe sejak tahun 2008 sampai saat ini.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengertian Jumlah Anak ... 10

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak ... 11

2.2.1 Usia Ibu ... 13

2.2.2 Pendidikan Ibu ... 15

2.2.3 Status Pekerjaan Ibu ... 17

2.2.4 Pendapatan Keluarga ... 19

2.2.5 Nilai Anak ... 20

2.2.6 Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual ... 24

2.3 Landasan Teori ... 27

2.4 Kerangka Konsep ... 27

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 29

3.3.1 Populasi ... 29

3.3.2 Sampel ... 29

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4.1 Data Primer ... 31

3.4.2 Data Sekunder... 31

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31

3.5.1 Validitas ... 32


(14)

3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 33

3.6.1 Variabel Independen ... 33

3.6.2 Variabel Dependen ... 34

3.7 Metode Pengukuran ... 34

3.7.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen ... 34

3.7.2 Metode Pengukuran Variabel Independen ... 34

3.7.3 Metode Pengukuran Variabel Antara ... 35

3.8 Metode Analisis Data ... 35

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 36

4.1 Deskripsi Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ... 37

4.2 Analisis Univariat ... 37

4.2.1 Karakteristik Responden ... 38

4.2.2 Uji Normalitas ... 38

4.2.3 Gambaran Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual Dan Jumlah Anak ... 39

4.3 Analisis Bivariat ... 42

4.4 Pengujian Hipotesis ... 44

4.5 Parameter Estimasi Model ... 45

4.6 Diagram Jalur Pengaruh Langsung Umur Istri, Pendapan Keluarga, Nilai Anak dan Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual terhadap Jumlah Anak... ... 47

BAB 5. PEMBAHASAN ... 49

5.1 Pengaruh Usia Istri, Pendapatan Keluarga dan Nilai Anak terhadap Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 49

5.2 Pengaruh Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak dan Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual terhadap Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 53

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Nilai Anak ... 33 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 35 4.1 Distribusi Karakteristik (Agama, Pendidikan, Pekerjaan dan Suku)

Istri PUS di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 37 4.2 Uji Normalitas Variabel Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai

Anak, Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual dan Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 38 4.3 Gambaran Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur

Pertama Melakukan Hubungan Seksual dan Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 . 39 4.4 Distribusi Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual dan

Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 40 4.5 Distribusi Frekuensi Jawaban Istri Tentang Nilai Anak di Desa

Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014. 41 4.6 Hubungan Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur

Pertama Melakukan Hubungan Seksual denag Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 42 4.7 Hasil Hipotesis ... 44 4.8 Pengaruh Langsung Umur Istri, Pendapatan Keluarga dan Nilai

Anak terhadap Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 46 4.9 Pengaruh Tidak Langsung Umur Istri, Pendapatan Keluarga dan

Nilai Anak terhadap Jumlah Anak Melalui Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014 ... 46


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 27 4.1 Diagram Analisis Jalur Penelitian ... 47


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Lembar Penjelasan Kepada Responden ... 66

2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden... 67

3 Lembar Kuesioner Penelitian ... 68

4 Master Tabel ... 70

5 Hasil Uji Statistik ... 73

6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 83


(18)

ABSTRAK

Jumlah anak adalah banyaknya hitungan anak yang dimiliki, biasanya dalam bentuk besar keluarga yang diinginkan. Besar keluarga akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah anak, karena setiap keluarga berupaya untuk mencapai jumlah anak dengan cara tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi jumlah anak yaitu faktor usia ibu, pendapatan keluarga, nilai anak melalui umur pertama melakukan hubungan seksual terhadap jumlah anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014.

Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang. Populasi adalah seluruh istri PUS yang bertempat tinggal di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada bulan Januari 2014 sebanyak 246 orang. Sampel berjumlah 95 orang yang dilakukan secara acak sederhana menggunakan tabel acak. Analisis data menggunakan analisis jalur (path analysis).

Hasil penelitian menunjukkan besaran pengaruh secara simultan usia istri, pendapatan keluarga, nilai anak dan umur pertama melakukan hubungan seksual terhadap jumlah anak sebesar 24,9%. Dari tiga variabel sebagai variabel bebas maka variabel umur umur pertama melakukan hubungan seksual yang berpengaruh terhadap jumlah anak (p=<0,001) dengan besaran pengaruh 24,9% dan sisanya 75,1% dipengaruhi oleh faktor lain seperti KB, pendidikan dan pekerjaan ibu.

Disanrankan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama Desa Pusong Kota Lhokseumawe sebagai ketua “tuha peut gampong” agar dapat meluruskan pemahaman negatif tentang penggunaan alat kontrasepsi sehingga masyarakat yakin bahwa alat kontrasepsi halal / dapat digunakan oleh istri pasangan usia subur guna mengatur jumlah anaknya.

Kata kunci: Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual, Jumlah Anak


(19)

ABSTRACT

The number of children means how many children owned by someone, usually in the form of the intended family size. Family size will be increased, along with the increase in the number of children because each family attempts to get the number of children by their own way. The objective of the research was to find out some factors influenced the number of children such as the factors of mother’s age, family income, and child value through the first age at exposure to sexual intercourse at Pusong Village, Banda Sakti Subdistrict, City of Lhokseumawe, in 2014.

The research was observational with cross sectional design. The population was 246 wives of PUS (Fertile Age Couple) at Pusong Village, Banda Sakti Subdistrict, City of Lhokseumawe in January, 2014, and 95 of them were used as the samples, using simple random sampling technique. The data were analyzed by using path analysis.

The result of the research showed that simultaneously wife’s age, family

income, child value, and the first age at exposure to sexual intercourse influenced the number of children of 24.9%. Of the three independent variables, the variable of the first age at exposure to sexual intercourse influenced the number of children (p < 0.001) with the amount of influence was 24.9%, and the rest (75.1%) was influenced

by other factors such as Family Planning, education, and mother’s job.

It is recommended that community and religious leader at Pusong Village,

City of Lhokseumawe, as the head of “tuha peut gampong’ should correct negative

perception about the use of contraception device so that the community will believe that contraception device is halal (legitimate) and can be used by the wives of fertile age couple arranging their number of children.

Keywords: Wife’s Age, Family Income, Child value, The First Age at Exposure to Sexual Intercourse, Number of Children


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya (Manuaba, 2009). Sebagian besar orang tua menginginkan anak dalam jumlah sedang (3-5 orang anak). BkkbN, (2012) menyatakan bahwa untuk menuju keluarga yang bahagia, sejahtera dan berkualitas tidak perlu membentuk keluarga besar dengan jumlah anak yang banyak, jika tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya kebutuhan pangan, namun terdapat kebutuhan lain seperti sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan masa depan anak.

Menurut Manuaba, (2009), Pemerintah Republik Indonesia menganjurkan setiap keluarga mempunyai jumlah anak dua orang saja sudah cukup, demi mencapai kualitas keluarga yang sehat dan memiliki kesehatan reproduksi yang aman dimana pada saat merencanakan kehamilan yang harus dihindari antara lain empat T yaitu terlalu muda untuk hamil (<20 tahun), terlalu tua untuk hamil (> 35 tahun), terlalu sering hamil (anak > 3 orang berisiko tinggi) dan terlalu dekat jarak kehamilannya (>2 tahun).

Menurut Badan Pusat Statistik, BkkbN, dan Macro Internasional (2013), yang memuat tentang data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,


(21)

rata-rata wanita Indonesia akan mempunyai 2,6 anak selama hidupnya. Data menunjukkan bahwa wanita yang tinggal di perkotaan mempunyai Total Fertility Rate (TFR) 0,4 lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tinggal di perdesaan. Namun angka kelahiran menurut kelompok umur pada kelompok umur 25-29, 30-34, dan 40-44 tahun di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding di daerah perdesaan.

Untuk mengetahui jumlah anak, wanita berstatus kawin dalam survei demografi kesehatan indonesia (SDKI) 2012 ditanya tentang keinginan mempunyai anak pada masa mendatang, keinginan menambah jumlah anak, menjarangkan kelahiran anak berikutnya, dan membatasi kelahiran. Memperlihatkan bahwa 47 % wanita kawin tidak ingin menambah jumlah anak lagi dan 3 persen menyatakan telah dioperasi sterilisasi. Dari 44% wanita kawin diantaranya 15 % ingin menambah jumlah anak dalam waktu dua tahun, 23 % ingin menunda kelahiran berikutnya dua tahun atau lebih, dan 6 % menyatakan belum dapat menentukan waktunya. Tiga dari empat wanita yang sudah kawin ingin menjarangkan kelahiran berikutnya atau tidak ingin mempunyai anak lagi. Angka ini menggambarkan proporsi wanita yang secara potensial memerlukan pelayanan keluarga berencana (KB). Data juga memperlihatkan bahwa keinginan membatasi kelahiran meningkat secara cepat sejalan dengan banyaknya anak lahir hidup yakni 84 % wanita yang tidak mempunyai anak ingin mempunyai anak lagi dibandingkan dengan 7 % wanita dengan dua anak. Di sisi lain, proporsi wanita yang tidak ingin mempunyai anak lagi meningkat dari 11 % pada wanita yang mempunyai satu anak menjadi 58 % pada wanita yang


(22)

mempunyai dua anak, dan 80 % atau lebih pada wanita yang mempunyai lima orang anak atau lebih (BkkbN, 2012).

Hasil Sensus Penduduk 2010, menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta jiwa, yang terdiri dari 119,6 juta laki-laki dan 118,0 juta perempuan. Dari jumlah tersebut, sekitar satu diantara tiga penduduk Indonesia yakni 81,4 juta orang atau sekitar 34,2 % diantaranya adalah anak, yang menarik untuk diamati adalah adanya peningkatan proporsi penduduk berumur 0 tahun dari 4,7 persen pada tahun 2000 menjadi 5,4 % pada tahun 2010 (Profil Anak Indonesia, 2012).

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan bagian dari negara Indonesia memiliki jumlah penduduk yaitu 4.597.308 orang dimana jumlah laki-laki yaitu 2.300.442 orang sedangkan perempuan berjumlah 2.296.866 orang terdapat 20,4 % diantaranya adalah anak - anak yaitu 938.300 orang (Dinkes Aceh, 2011)

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2012, jumlah penduduk kota Lhokseumawe sementara adalah 170.504 orang, yang terdiri atas 84.893 laki-laki dan 85.611 perempuan. Dalam hasil Sensus Penduduk tahun 2010 tersebut tampak bahwa penyebaran penduduk Lhokseumawe masih bertumpu di Kecamatan Banda Sakti yakni 42,92% , dimana di Desa Pusong merupakan bagian dari kecamatan ini yang memiliki jumlah penduduk 1175 KK, dengan jumlah anak 347 orang tahun 2010, meningkat menjadi 354 orang anak pada tahun 2011 dan 367 orang anak pada tahun 2012 (Badan Pusat Statistik, 2013)


(23)

Menurut Todaro dan Smith (2008), mekanisme yang terkandung dalam teori ekonomi fertilitas berlaku di negara-negara berkembang khusus untuk anak tambahan (marginal children), atau anak keempat dan seterusnya, yang secara umum dianggap sebagai suatu bentuk investasi. Dalam memutuskan perlu tidaknya tambahan anak, para orang tua diasumsikan akan selalu memperhitungkan untung ruginya secara ekonomis.

Bentuk keuntungan utama yang paling diharapkan adalah pendapatan yang diperkirakan dapat dihasilkan dari tenaga kerja si anak bila ia bekerja di kebun atau sawah keluarga, serta jaminan keuangan bagi ayah dan ibu di hari tua. Dilain pihak ada dua bentuk utama kerugian atau biaya yang senantiasa diperhitungkan.Pertama adalah biaya oportunitas berupa waktu sang ibu yang habis untuk memelihara si anak sehingga ia tidak sempat melakukan kegiatan-kegiatan lain yang produktif. Adapun yang kedua adalah biaya pendidikan anak (baik biaya aktual maupun biaya oportunitas).

Disini orang tua menghadapi dilema. Jika anaknya sedikit, maka mereka bisa di sekolahkan sampai setinggi mungkin sehingga potensi mereka untuk mencetak penghasilan akan tinggi. Ini berarti kepentingan jangka panjang akan terjamin, sedangkan kepentingan jangka pendek terhadap anak harus dilupakan. Dilain pihak, jika anak mereka banyak, maka mereka bisa memperoleh tambahan tenaga kerja yang berarti. Namun, kemungkinan untuk menyekolahkan mereka sampai setinggi-tingginya sulit sehingga masing-masing anak mungkin hanya menerima pendidikan dasar saja. Akibatnya, potensi mereka sebagai pencetak penghasilan yang potensial di


(24)

masa mendatang tidak bisa terlalu di harapkan.Itu berarti kepentingan jangka panjang harus di korbankan (Todaro dan Smith, 2008).

Hasil survei awal yang dilakukan di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe terhadap 10 orang ibu yang sudah menikah dan mempunyai anak, jumlah anak yang mereka miliki 2 – 7 orang anak. Ketika ditanya alasannya memiliki anak banyak karena bagi mereka mempunyai anak banyak akan memiliki banyak rezeki, anak juga menjadi tenaga kerja tambahan dalam memenuhi kebutuhan keluarga, dengan rata – rata ibu berpendidikan dasar sehingga sulit menerima informasi tentang KB dan menganggap KB itu tidak boleh dalam agama sehingga mereka cenderung menambah jumlah anak 2 sampai 3 orang anak lagi karena meyakini anak bisa mencari upah sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sehingga tidak menjadi beban keluarga. Namun ada juga keluarga yang memiliki anak pada jumlah 2 orang saja, dikarenakan faktor kesehatan ibu yang tidak mampu melanjutkan penambahan jumlah anak karena sudah melakukan sterilisasi.

Pendapatan keluarga di Pusong mayoritas rendah cukup untuk kebutuhan pokok saja namun jumlah anak tidak menjadi masalah bagi mereka karena semakin banyak jumlah anak semakin banyak yang menopang ekonomi keluarga.Sedangkan pada 4 orang (26,7 persen) ibu yang berusia diatas 35 tahun dan memiliki anak >2 orang mengatakan tidak akan membatasi jumlah anak hanya saja akan merencanakan jarak kehamilannya, walaupun rata-rata anak hanya mampu disekolahkan sampai selesai SD dan SMP karena keterbatasan ekonomi yang selanjutnya mengikuti kebiasaan pekerjaan ayah dan ibunya sebagai nelayan dan penjemur ikan. Orang tua


(25)

menganggap kebutuhan anak hanya pokok saja sementara kasih sayang, kebahagiaan, penghargaan, rekreasi, sama sekali tidak diperhatikan.

Selanjutnya Desa Pusong juga merupakan bagian dari Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe yang berkawasan padat penduduk dan berpemukiman kumuh dengan mata pencaharian 95% adalah nelayan dan penjemur ikan, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah memiliki banyak anak merupakan sumber infestasi yang dapat membantu meringankan beban finansial keluarga, setiap anak memiliki rezekinya masing – masing, berapapun jumlah anak mereka beranggapan anak adalah rezeki yang harus disyukuri serta pemahaman bahwa setiap keluarga harus memiliki anak laki – laki sebagai garis keturunan yang melanjutkan gelar “Teungku, Sayed, Ampon” dari garis keturunan orang tua laki – laki. Apabila tidak memiliki anak laki – laki maka gelar keturunan tersebut putus dan berakhir pada anak perempuan dengan gelar keturunan “cut”. Keadaan ini merupakan keyakinan budaya yang memengaruhi jumlah anak dalam sebuah keluarga.

Menurut Davis dan Blake (1974), faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Muchtar dan Purnomo (2009), menyatakan terdapat faktor komposisional yang terdiri dari umur ibu, pendidikan ibu,pekerjaan ibu,jumlah anak, indeks kekayaan kuantil, pendidikan suami,pekerjaan suami, agama, jumlah anak sekarang dan tempat tinggal.

Diana (2007) dalam Siregar (2011) mengatakan setiap keluarga perlu mengukur berbagai faktor yang memengaruhi jumlah anak. Dari aspek sosial, kesehatan, finansial hingga adat dan budaya. Dari sisi finansial, sebuah keluarga


(26)

dapat mengukur kemampuan pendapatan yang dikomparasikan dengan rencana pendidikan serta biaya pemenuhan kebutuhan dan kesehatan bagi anak yang akan dilahirkan. Anak yang direncanakan hendaknya memiliki kualitas pendidikan dan kehidupan yang terjamin. Dari sisi sosial, jumlah anak dapat disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat, keluarga, dan berbagai faktor psikologis. Mulai dari keinginan pribadi, kemampuan membagi waktu untuk anak, hingga daya dukung lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak.

Berdasarkan hasil penelitian Muchtar dan Purnomo (2009), wanita yang bekerja mempunyai fertilitas sedikit lebih tinggi dibanding wanita yang tidak bekerja (2,5 dibanding 2,3 anak), dan pengaruh pekerjaan terhadap fertilitas signifikan (p<0,05). Bila dilihat menurut kelompok jumlah anak lahir hidup menunjukkan bahwa umumnya wanitayang bekerja mempunyai jumlah anak lahir hidup 3 anak atau lebih, sedangkan wanita yang tidak bekerja umumnya belum mempunyai anak dan mempunyai antara 1-2 anak.

Siregar (2003) menyatakan bahwa latar belakang sosial yang berbeda tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan suafu kelompok sosial serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan, menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai anak. Persepsi orang tua terhadap nilai anak berpengaruh terhadap jumlah anak yang diinginkan (demand for children). Bulatao dan Lee (1983) menemukan hubungan positif antara nilai anak dan jumlah anak yang diinginkan. Ketika anak dipersepsikan memiliki kegunaan dan manfaat yang besar maka orang tua menginginkan jumlah anak yang lebih banyak. Sementara itu, ketika orang tua


(27)

berpersepsi bahwa biaya atau beban karena memiliki anak lebih besar, maka orang tua mengiginkan anak yang lebih sedikit.

Selanjutnya menurut Muchtar dan Purnomo (2009), umur kumpul pertama sangat berkaitan dengan tingkat fertilitas, karena umur kumpul pertama menandakan dimulainya masa reproduksi wanita. Oleh karena itu semakin muda wanita mulai aktif secara seksual, maka semakin panjang masa reproduksinya, dan pada akhirnya makinbesar pula kemungkinan mempunyai anak yang banyak. Umur kumpul pertama dikelompokkanmenjadi, ≤15 tahun, 16-17 tahun, 18-19 tahun, 20-29 tahun, dan 30+ tahun.

Berdasarkan uraian tentang faktor – faktor yang memengaruhi jumlah anak diatas dan hasil survei yang telah dilakukan, maka dirasa perlu dilakukan penelitian tentang faktor – faktor apa saja yang memengaruhi jumlah anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014.

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor-faktor yang memengaruhi jumlah anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe tahun 2014?.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi jumlah anak yaitu umur istri, pendapatan keluarga dan nilai anak melalui umur pertama melakukan hubungan


(28)

seksual terhadap jumlah anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh umur istri, pendapatan keluarga dan nilai anak melalui umur pertama melakukan hubungan seksual terhadap jumlah anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi khususnya tentang jumlah anak yang ideal dalam sebuah keluarga dan sebagai bahan studi lebih lanjut bagi penelitian selanjutnya.

b. Untuk menjadi bahan masukan bagi para penentu kebijakan dalam mengendalikan angka kelahiran guna menciptakan keluarga kecil bahagia, sejahtera dan memiliki penerus bangsa yang cerdas dimasa yang akan datang.

c. Bagi responden, sebagai tambahan informasi tentang manfaat jumlah anak demi tercapainya keluarga sehat dan sejahtera.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jumlah Anak

Jumlah memiliki arti banyaknya bilangan atau sesuatu yang dikumpulkan menjadi satu, sedangkan pengertian anak secara umum adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu (Poerdarminta, 2003) Sedangkan menurut Undang – Undang no.4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Jumlah anak adalah banyaknya hitungan anak yang dimiliki. Jumlah anak menuju pada kecenderungan dalam membentuk besar keluarga yang diinginkan. Dengan demikian, besar keluarga akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah anak, karena setiap keluarga berupaya untuk mencapai jumlah anak dengan menggunakan caranya tersendiri (Bulatao dan Lee, 1983).

Singarimbun (1974) dalam Siregar (2003) melakukan penelitian pada penduduk di sekitar Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah anak yang dianggap ideal 4 dan 5 orang anak. Motivasi untuk mempunyai jumlah anak yang sedikit dan nilai-nilai tentang anak merupakan aspek yang penting. Kadang-kadang jumlah anak yang diinginkan lebih besar daripada jumlah anak yang mampu dirawat dengan baik.

Jumlah anak yang diinginkan dikategorikan berdasarkan jumlah anak lahir hidup yang mendasari besar keluarga. Keluarga dikatakan sebagai keluarga kecil, jika maksimal memiliki dua anak. Dengan demikian, pengkategorian jumlah anak yang


(30)

diinginkan menjadi: 1) sedikit, jika keluarga menginginkan sebanyak banyaknya memiliki dua anak; 2) sedang, jika keluarga menginginkan anak sebanyak tiga hingga lima anak; 3) banyak, jika keluarga menginginkan sedikitnya memiliki enam anak (BPS, 2013). Berbeda dengan pengkategorian yang dilakukan Muchtar dan Purnomo (2009) yaitu bahwa jumlah anak sedikit adalah jika memiliki 1-2 anak, dan jumlah anak banyak jika memiliki > 2 anak.

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak

Menurut Hartoyo dkk (2011), faktor - faktor yang memengaruhi jumlah anak yaitu usia ibu, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan nilai anak. Muchtar dan Purnomo (2009) menyatakan terdapat faktor komposisional yang terdiri dari umur ibu, pendidikan ibu,pekerjaan ibu,jumlah anak, indeks kekayaan kuantil, pendidikan suami,pekerjaan suami, agama, jumlah anak sekarang dan tempat tinggal.

Menurut Davis dan Blake (1956), faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Davis and Blake (1996) juga mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables). Ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:

I. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercouse variables):


(31)

A. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin : 1. Umur mulai hubungan seksual

2. Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin

3. Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubungan kelamin: a. Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah

b. Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal dunia B. Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin

1. Abstinensi sukarela

2. Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara) 3. Frekuensi hubungan seksual

II. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya konsepsi (conception variables): 1. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak

disengaja

2. Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi: a. Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia b. Menggunakan cara-cara lain

3. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)

III. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation variables) 1. Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja 2. Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja


(32)

2.2.1 Usia Ibu

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Jika dilihat dari sisi biologis, usia 20-35 tahun merupakan saat terbaik untuk hamil dan bersalin dengan tujuan memiliki anak. Karena pada usia ini biasanya organ-organ tubuh berfungsi dengan baik dan belum ada penyakit-penyakit degeneratif seperti darah tinggi, diabetes, dan lain serta daya tahan tubuh masih kuat. (Manuaba, 1999)

Faktor usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi ibu terhadap jumlah anak, dimana pada saat merencanakan kehamilan yang harus dihindari antara lain empat T yaitu (Manuaba, 2009):

1. Terlalu muda untuk hamil (< 20 tahun). 2. Terlalu tua untuk hamil (> 35 tahun).

3. Terlalu sering hamil (anak > 3 orang berisiko tinggi). 4. Terlalu dekat jarak kehamilannya (> 2 tahun).

Menurut Mantra (2000), umur merupakan karakteristik penduduk yang penting karena struktur umur dapat mempengaruhi perilaku demografi maupun sosial ekonomi rumahtangga. Perilaku demografi yang dimaksud yaitu meliputi jumlah, pertambahan, dan mobilitas penduduk (anggota rumahtangga), sedangkan yang termasuk ke dalam indikator sosial ekonomi rumahtangga meliputi tingkat pendidikan, angkatan kerja, pembentukan dan perkembangan keluarga. Usia muda yang dominan berpengaruh secara nyata terhadap perilaku demografi terutama tentang jumlah dan pertambahan penduduk melalui fertilitas.


(33)

Menurut Angeles, et.al (2001), melalui penelitian tentang fertilitas dan preferensi secara Meta- Analysis di 14 negara Asia dan Afrika termasuk Indonesia menunjukkan bahwa faktor struktur umur terutama umur wanita berpengaruh negatif terhadap fertilitas. Artinya, semakin tua umur maka tingkat produktivitas dan fertilitas individu semakin rendah atau menurun.

Hal ini juga sejalan menurut Muchtar dan Purnomo (2009), bahwa pada umumnya semakin tua umur wanita, maka semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan. Selain itu umumnya wanita mengalami masa reproduksi pada umur 15-49 tahun dan bervariasi antara wanita satu dengan lainnya. Umur dalam analisis dikelompokkan dalam lima tahunan.

Dari hasil penelitian Muchtar dan Purnomo (2009) diketahui bahwa terdapat hubungan antara umur wanita dengan tingkat kelahiran menunjukkan hubungan positip, yakni semakin tua umur semakin banyak kelahiran. Ibu berumur di bawah 24 tahun memiliki rata-rata anak lahir hidup satu anak, sedangkan ibu berumur 35-39 tahun rata-rata anak lahirhidup 3 anak, dan meningkat menjadi 4 anak pada ibu berumur di atas 45 tahun.

Selanjutnya dari hasil SDKI 2012, yang mencatat Total Fertility Rate atau TFR bahwa rata-rata wanita Indonesia akan mempunyai 2,6 anak selama hidupnya. Angka kelahiran menurut kelompok umur pada kelompok umur paling banyak pada kisaran 25-29, 30-34, dan 40-44 tahun.

Hubungan umur ibu dengan jumlah anak yang diinginkan didapatkan hasil yang signifikan. Ada kecenderungan semakin muda usia ada kecenderungan


(34)

menginkan jumlah anak yang sedikit (≤ 2 anak). Selain berhubungan signifikan, dalam analisis multivariate multilevel diperoleh informasi bahwa variable umur ibu juga merupakan variable komposisional yang paling besar/paling dominant mempengaruhi jumlah anak yang diingkan. Hasil nilai OR didapatkan 1,7 artinya umur ibu muda (≤ 2 anak) artinya wanita yang berumur muda mempunyai peluang mengingkan jumlah anak (≤ 2 anak) , 1,7 lebih tinggi dibandingkan wanita berumur tua (Hastono, 2009).

2.2.2 Pendidikan Ibu

Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi dasar keberhasilan dalam bisnis atau bidang profesi, yang akan membuka jalan bagi individu bersangkutan untuk menjalin hubungan dengan orang yang statusnya lebih tinggi. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan hidup manusia akan semakin berkualitas (Hurlock, 1999).

Pendidikan tinggi bagi ibu diharapkan akan meningkatkan lebih besar keterlibatnnya dalam program KB, memiliki pemahaman yang lebih baik tentangkesehatan. Selain itu dengan pendidikan tingggi diharapkan punya kesadaran yang lebih tinggi dalam menangani masalah-masalh kesehatan. Kesadaran yang baik ini tentunya dapat mengerakkan motivasi untuk ambil bagian dalam program kesehatan, terutama ikut program KB. Kondisi ini nampaknya sejalan dengan hasil analisis data SDKI 2007 yang menunjukkan pada tahap analisis bivariat maupun multivariat didapatkan hasil bahwa pendidikan ibu berhubungan signifikan dengan


(35)

jumlah anak yang diinginkan. Hasil analisis bivariat hubungan antara pendidikan ibu dengan jumlah anak yang diinginkan diperoleh bahwa, persentase ibu yang menginginkan anak ≤ 2 semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya pendidikan ibu. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,0005 maka dapat disimpulkan ada perbedaan persentase jumlah anak yang diinginkan antar tingkat pendidikan ibu dengan hasil ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan jumlah anak yang diinginkan (Hastono, 2009).

Peran para ibu sangat berarti dalam pembentukan generasi, semakin tinggi pendidikan ibu diharapkan akan mampu membimbing dan membentuk generasi yang bermutu. Wanita yang kawin/pernah kawin di Provinsi Aceh mempunyai tingkat pendidikan yang beragam, ini tercermin dari ijazah yang dimilikinya. Dari hasil penelitian sebanyak 31,14 persen wanita kawin/ pernah kawin tidak tamat SD/ belum memiliki ijazah, kemudian tamatan SD sederajat sebanyak 29,97 persen. Sedangkan wanita kawin/pernah kawin tamatan pendidikan perguruan tinggi (DIV,S1,S2&S3) sebesar 2,4 persen. Dan jika dibandingkan pendidikan wanita kawin/pernah kawin berdasarkan jumlah tambahan anak setelah rumahtangga wanita kawin/pernah kawin tersebut mempunyai dua anak, sebanyak 40 persen lebih wanita kawin/pernah kawin didapatkan pendididikannya SMP/Sederajat sampai perguruan tinggi ingin menambahkan anak sebanyak 1 orang, sedangkan pada wanita kawin/pernah kawin yang pendidikan tidak tamat SD/ belum memiliki ijazah kurang dari 25 persen (Nasir, 2012).


(36)

Menurut Muchtar dan Purnomo (2009),faktor pendidikan sangat erat kaitannya dengan sikap dan pandangan hidup suatu masyarakat. Pendidikan jelas memengaruhi usia kawin, dengan sekolah maka wanita akan menunda perkawinannya, yang kemudian berdampak pada penundaan untuk memiliki anak. Tingkat pendidikan disini adalah pendidikan yang ditamatkan, yang dalam analisisdikelompokkan menjadi lima, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMTA, dan SMTA+.

Berdasarkan hasil penelitian Muchtar dan Purnomo (2009), diketahui bahwa Hubungan antara tingkat pendidikan dan fertilitas menunjukkan hubungan yang negatif, semakin tinggi pendidikan fertilitas semakin rendah. Wanita pernah kawin yang tidak pernahsekolah mempunyai rata-rata jumlah anak lahir hidup 3,7anak, sedangkan wanita tamat SD mempunyai 2,4 anak dan wanita yang berpendidikan tamat SMA atau lebih mempunyai 1,9 anak. Pengaruh pendidikan terhadap fertilitas signifikan (p<0,005)

Peningkatan partisipasi pasangan di bidang pendidikan akan berdampak pada pembatasan jumlah anak yang dilahirkan, terutama disebabkan meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab dalam hidup berumah tangga umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.

2.2.3 Status Pekerjaan Ibu

Menurut Labor Force Consept,yang digolongkan bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka bekerja penuh maupun tidak.


(37)

Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mendapatkan nafkah (Hardywinoto, 2007).

Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari ibu dengan maksud untuk memperoleh penghasilan.Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan itu memerlukan kekuatan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang melakukan.Beban ini dapat berupa fisik, beban mental, ataupun beban sosial, sesuai dengan jenis pekerjaan ibu.Kemampuan kerja pada umunya diukur dari ketrampilan dalm melaksanakan pekerjaan.Semakin tinggi ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja,

semakin efesien badan, tenaga dan pemikiran dalam melaksanakan pekerjaan (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Muchtar dan Purnomo (2009), wanita yang bekerja mempunyai fertilitas sedikit lebih tinggi dibanding wanita yang tidakbekerja (2,5 dibanding 2,3 anak), dan pengaruh pekerjaan terhadap fertilitas signifikan (p<0,05).Bila dilihat menurut kelompok jumlah anak lahir hidup menunjukkan bahwa umumnya wanita yang bekerja mempunyai jumlah anak lahir hidup 3 anak atau lebih, sedangkan wanita yangtidak bekerja umumnya belum mempunyai anak dan mempunyai antara 1-2 anak.

Partisipasi wanita kawin/ pernah kawin berstatus bekerja secara persentase tertinggi terdapat pada wanita yang mempunyai tambahan anak yang dilahirkan 13 orang di bandingkan wanita kawin/ pernah kawin tidak bekerja, yang tertinggi kedua terdapat pada tambahan anak 8 orang. Dari hasil penelitian juga didapatkan secara


(38)

umum wanita kawin/ pernah kawin di Provinsi Aceh status bekerja, persentase lebih dari 50 persen pada setiap tambahan anak yang dilahirkan (Nasir, 2012).

2.2.4 Pendapatan Keluarga

Menurut Todaro & Smith (2008), tingkat pendapatan yang rendah akan mendorong keluarga miskin untuk menambah anak, karena anak dianggap sebagai tenaga kerja yang murah dan dapat dijadikan sandaran hidup di hari tua. Pendapatan adalah besarnya pendapatan yang dibawa pulang ke rumah baik oleh suami maupun istri yang bekerja. Pendapatan tertinggi oleh kebanyakan keluarga dikonsepsikan berdasarkan atas perbandingan dengan pendapatan orang tua atau pendapatan keluarga sekitarnya (pergaulan). Pendapatan mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah anak.

Apabila pendapatan sebuah keluarga dinilai belum mampu untuk menanggung seluruh biaya sandang, pangan, papan dan pendidikan anak nantinya maka mempengaruhi jumlah anak dalam sebuah keluarga, perhitungan pendapatan keluarga yang tidak direncanakan terutama soal penyiapan dananya bisa juga berakibat fatal terhadap masa depan anak. Oleh karena itu persiapan pasangan dari segi kemampuan pendapatan perkapita keluarga sangatlah penting terhadap jumlah anak pada pasangan usia subur. Banyak wanita yang mempunyai beban tugas yang berat walaupun mereka hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, karena mereka harus mengurus anak yang jumlahnya banyak (Hurlock, 1999)

Semakin besar pendapatan rumahtangga maka semakin kecil Persentase rumahtangga yang memiliki anak lebih dari dua orang. Rumahtangga yang memiliki


(39)

anak kurang dari dua orang mempunyai pola persentase tak jauh berbeda dengan dengan rumahtangga yang memiliki anak lebih dari dua (Nasir, 2012).

2.2.5 Nilai Anak

Menurut Siregar (2003), anak memiliki nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor sosio kultural dan lain-lain. Yang dimaksud denganpersepsi nilai anak oleh orang tua adalah merupakan tanggapan dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantarapilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar.

Pendefinisian nilai anak juga beragam dan tergantung pada lingkup keilmuan. Salah satu definisi yang banyak diacu dikemukakan oleh Arnold et al (1975) dalam Hartoyo (2011) yang menyebutkan nilai anak sebagai nilai keseluruhan dari seorang anak yang terdiri dari nilai positif dan nilai negatif. Nilai positif merupakan kepuasan atau kegunaan yang dirasakan orang tua, sementara itu nilai negatif merupakan biaya atau beban yang ditimbulkan oleh keberadaan seorang anak. Manfaat/kepuasan dan biaya/beban tersebut tidak semata-mata aspek finansial (monetary), tetapi juga aspek psikologis dan sosial.

Nilai anak direpresentasikan sebagai kepuasan psikologis yang diberikan anak kepada orang tuanya (Hoffman, dkk, 1978). Dari kesembilan dimensi nilai anak yang diteliti, dimensi nilai anak yang paling banyak dinyatakan keluarga adalah dimensi manfaat ekonomi dan jaminan di masa tua (economic utility, security in old age). Hal ini menunjukkan bahwa pada era modern seperti sekarang ini, investasi dapat


(40)

dilakukan pada berbagai hal seperti asuransi, tabungan, emas, tanah, rumah, hewan peliharaan, ataupun tanaman peliharaan. Namun pada kenyataannya,di desa penelitian, keluarga tetap memprioritaskan anak sebagai investasi masa depan yang dapat menjamin ekonomi dan perlindungan orang tua di hari tua. Hal ini senada dengan pernyataan Kammeyer (1987) bahwa anak dapat menjamin ekonomi orangtua untuk bertahan hidup di usia tua. Penelitian yang dilakukan Sunarti (2009) menunjukkan bahwa sebagian besar ibu mengharapkan anaknya dapat memberi bantuan ekonomi di hari tua, anak dapat membantu orang tua untuk menyekolahkan adik-adiknya ketika sudah besar dan bekerja, bahkan sejak kecil anak diharapkan dapat meringankan beban pekerjaan orang tua, baik pekerjaan di rumah maupun di tempat kerja.

Persepsi orang tua terhadap nilai anak berpengaruh terhadap jumlah anak yang diinginkan (demand for children). Bulatao & Lee (1983) dan Shapiro (1997) menemukan hubungan positif antara nilai anak dan jumlah anak yang diinginkan. Ketika anak dipersepsikan memiliki kegunaan dan manfaat yang besar maka orang tua menginginkan jumlah anak yang lebih banyak. Sementara itu, ketika orang tua berpersepsi bahwa biaya atau beban karena memiliki anak lebih besar, maka orang tua meminginkan anak yang lebih sedikit (Shapiro, 1997). Walaupun demikian, ada faktor lain, seperti pendapatan, latar belakang sosial dan budaya, modernisasi, serta kebijakan pemerintah yang secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap jumlah anak yang diinginkan.


(41)

harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan dimana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orangtua.

Berdasarkan hasil penelitian Hartoyo (2011), secara umum nilai anak (Value of Children). lebih banyak orang tua yang menyatakan bahwa keberadaan anak akan menjadi jaminan perlindungan hari tua (91,7%), dapat memberi hiburan (66,7%), menghindari kesedirian (55,0%) dan menjadikan orang tua lebih bertanggungjawab (53,3%)

Dengan pendekatan ini sulit diterangkan mengapa meningkatnya penghasilan justru menyebabkan turunnya permintaan jumlah anak. Salah satu jawabannya adalah bahwa dengan meningkatnya penghasilan, orangtua ingin agar anaknya berpendidikan lebih tinggi, sehingga mereka lebih memilih kualitas daripada kuantitas anak (Jones 1976 dalam Lucas, 1990).

Operasionalisasi konsep nilai anak didasarkan pada rumusan yang diajukan oleh Arnold dan Fawcett 1984 dalam Lucas (1990). Menurut kedua ahli ini, dengan memiliki anak, orangtua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal – hal yang merugikan. Salah satunya adalah anak dapat memberikan kerukunan dan sebagai penerus keluarga. Anak membantu memperkuat ikatan perkawinan antara suami istri dan mengisi kebutuhan suatu perkawinan. Mereka meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga.


(42)

Nilai anak yang paling sedikit dinyatakan keluarga terletak pada dimensi status dewasa dan identitas sosial (adult status and social identity). Rendahnya nilai anak pada dimensi tersebut dikarenakan kehadiran anak dalam keluarga hanya memberikan status kebanggaan setelah menjadi orang tua. Dengan demikian, nilai anak dimensi ini kemungkinan besar hanya dirasakan oleh keluarga yang baru pertama kali melahirkan anak. Alasan orang tua memiliki anak adalah menghindar dari tekanan sosial budaya, seperti keluarga yang menuntut segera memiliki anak, agama dan kelompok etnis yang mendorong memiliki anak dalam jumlah banyak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil keluarga yang tidak menjadikan faktor sosial budaya sebagai tekanan untuk memperoleh anak.

Sebagian besar orang tua menginginkan anak dalam jumlah sedang (3-5 orang anak). Hal ini sejalan dengan Sumini, dkk (2009) yang menyatakan bahwa untuk menuju keluarga yang bahagia, sejahtera dan berkualitas tidak perlu membentuk keluarga besar dengan jumlah anak yang banyak, jika tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya kebutuhan pangan, namun terdapat kebutuhan lain seperti sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan masa depan anak. Kondisi perubahan jumlah anak yang diinginkan saat ini menunjukkan telah adanya pergeseran nilai yang dianut pada keluarga pascasosialisasi KB. Fakta ini juga menunjukkan bahwa keluarga saat ini, meskipun di perdesaan, menjawab kelemahan sumber daya yang mereka miliki dengan membatasi jumlah anak menjadi lebih sedikit dari generasi sebelumnya.


(43)

2.2.6 Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual

Umur pertama melakukan hubungan seksual adalah pertama kali sepasang laki – laki dan perempuan melakukan hubungan intim. Rata – rata usia pertama melakukan hubungan seksual di Indonesia menurut beberapa sumber data menunjukkan masih cukup rendah, yaitu dibawah 20 tahun. Perkawinan dibawah 20 tahun secara kesehatan reproduksi bisa dikatakan masih terlalu muda, secara mental sosial belum siap dan secara ekonomi juga biasanya belum mapan (Sukarno, 2010)

Menurut Muchtar dan Purnomo (2009), Umur pertama kali melakukan hubungan seksual sangat berkaitan dengan tingkat fertilitas, karena umur pertama kali melakukan hubungan seksual menandakan dimulainya masa reproduksi wanita. Oleh karena itu semakin muda wanita mulai aktif secara seksual, maka semakin panjang masa reproduksinya, dan pada akhirnya makin besar pula kemungkinan mempunyai anak yang banyak. Umur kumpul pertama dikelompokkan menjadi, 15 tahun, 16-17 tahun, 18-19 tahun, 20-29 tahun, dan 30 tahun.

Melakukan hubungan seksual di usia muda menjadi fenomena sekarang ini pada dasarnya merupakan satu siklus fenomena yang terulang dan tidak hanya terjadi di daerah pedesaan yang dipengaruhi oleh minimnya kesadaran dan pengetahuan namun juga terjadi di wilayah perkotaan yang secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh “role model” dari dunia hiburan yang mereka tonton. Penelitian yang dilakukan oleh Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Provinsi Jawa Barat mengungkapkan fakta masih tingginya usia pertama melakukan hubungan seksual muda di pulau Jawa dan Bali. Diantara wilayah-wilayah tersebut, Jawa Barat di posisi pertama dalam jumlah


(44)

pasangan yang melakukan hubungan seksual di usia muda dimana dari 1000 penduduknya dengan usia 15 hingga 19 terdapat 126 orang yang menikah dan melahirkan di usia muda. Kemudian diikuti dengan DKI Jakarta sebanyak 44 orang. Dari data SDKI 1997 diketahui bahwa seekitar 52,6 % wanita pernah melakukan hubungan seksual pertamanya pada kelompok umur 15-19 tahun dengan tingkat pendidikan hanya tamat SD. Sejumlah 5,8 juta remaja pernah melakukan hubungan seksual pertama pada umur kurang dari 16 tahun dan 25% diantaranya bahkan melakukan hubungan seksual pertama dibawah usia 14 tahun. Pihak yang sangat merasakan akibatnya adalah remaja putri atau perempuan karena tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah lagi dan harus menjalani perkawinan yang sebenarnya belum siap baginya, baik dari sisi mental maupun kesehatan reproduksinya (Astuty, 2011).

Dari hasil penelitian Nasir (2012), umur wanita saat melakukan pekawinan pertama yang terbanyak di Provinsi Aceh, berkisar kurang dari 21 tahun ( 69,30 persen) dan hanya 6,84 persen umurnya diatas 25 tahun wanita saat melakukan pekawinan pertama. Cukup tingginya persentase umur perkawinan pertama wanita kurang dari usia 21 tahun, mungkin disebabkan 9 akibat masih sedikitnya kesempatan wanita untuk merebut lapangan pekerjaan dan melanjutkan pendidikan tinggi.

Rata-rata umur pertama melakukan hubungan seksual lebih rendah (kawin muda) di wilayah pedesaan dibandingkan di perkotaan. Umur kawin yang tinggi di wilayah perkotaan kemungkinan berhubungan dengan kesibukan pada usia muda untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sementara di perdesaan


(45)

sarana dan prasarana pendidikan kurang begitu memadai dan kurangnya minat untuk meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Penundaan usia perkawinan akan memberikan kontribusi terhadap kelahiran seorang anak sehingga angka kelahiran / fertilitas dapat ditekan (Sukarno, 2010)

Masalah perkawinan usia muda dikalangan remaja memiliki tingkat masalah yang sama dengan daerah lain, terutama daerah yang memilki tingkat penduduk yang padat, dengan tingkat ekonomi masyarakatnya yang rendah. Dimana kebanyakan remaja yang telah menikah di usia yang relatif masih sangat muda hidup dengan latar belakang dari rendahnya ekonomi orangtua, pengaruh lingkungan sosial yang sangat mendorong remaja untuk memutuskan menikah di usia yang masih muda, serta kurangnya perhatian dan rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh keluarga (Astuty, 2011).

Salah satu dampak melakukan hubungan seksual pada usia muda ditinjau dari segi kesehatan adalah meningkatkan angka kematian bayi dan ibu, resiko komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Selain itu bagi perempuan meningkatkan risiko ca serviks karena hubungan seksual dilakukan pada saat secara anatomi sel–sel serviks belum matur. Bagi bayi risiko melakukan hubungan seksual pertama di usia muda dapat terjadinya kesakitan dan kematian meningkat (Widyastuti, dkk, 2010).

Meningkatnya usia pertama melakukan hubungan seksual ibu disebabkan oleh berbagai kemungkinan seperti meningkatnya pendidikan, meningkatnya penerimaan informasi dari berbagai media massa, dan meningkatnya pengembangan pekerjaan dan karir (Tanziha, 1992).


(46)

2.3 Landasan Teori

Landasan teori disusun menurut teori tentang faktor-faktor yang memengaruhi jumlah anak dan beberapa variabel antara yang turut memengaruhi yaitu menurut Hartoyo, dkk, (2011) dan Davis & Blake (1974). Menurut Hartoyo, dkk, (2011) faktor – faktor yang memengaruhi jumlah anak yaitu usia ibu, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan perkapita keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan nilai anak. Selanjutnya menurut Davis dan Blake (1974), terdapat 11 variabel antara yang memengaruhi fertilitas yang salah satunya adalah umur pertama melakukan hubungan seksual, dengan alasan umur pertama melakukan hubungan seksual merupakan awal dimulainya masa reproduksi pada wanita, sehingga untuk menganalisis faktor yang memengaruhi jumlah anak perlu mengetahui umur pertama melakukan hubungan seksual.

2.4 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian  Umur

Melakukan Hubungan Seksual pertama (X4)

Jumlah Anak(Y) Variabel Antara

 Umur Istri (X1)  Pendapatan

Keluarga (X2)  Nilai Anak (X3)


(47)

Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel independen dalam penelitian ini adalah umur istri, pendapatan keluarga, serta nilai anak. Selanjutnya terdapat variabel antara yaitu umur pertama melakukan hubungan seksual. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini jumlah anak.


(48)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) dimana proses pengambilan data dilakukan dalam waktu bersamaan antara variabel dependen dan variabel independen pada istri PUS di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai dengan Desember tahun 2014.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh istri PUS yang bertempat tinggal di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada bulan Januari 2013 sebanyak 246 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah istri PUS di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Dalam menentukan besar sampel menggunakan


(49)

Software Sample Size 2.0 untuk uji hipotesis data kontinu satu sampel (two-side test), dengan rumus sebagai berikut :

n =

n = Besar sampel minimal

Z = Nilai distribusi normal baku tabel Z pada α 5% =1,96 Z1– ß = Nilai distribusi normal baku tabel Z pada ß 10% = 1,282

µo = Perhitungan mean di populasi = 3,59 (dihitung berdasarkan angka rata –

rata anak yang dilahirkan hidup di Pulau Sumatera pada SDKI, 2012)

µa = Nilai mean jumlah anak yang diharapkan = 3,49

µo -µa = 0,10

σ = Standar deviasi = 0,3 (dihitung berdasarkan angka rata – rata anak yang dilahirkan hidup di Pulau Sumatera pada SDKI, 2012)

σ2

= Varians = 0,09


(50)

Berdasarkan perhitungan menggunakan Software Sample Size tersebut, diperoleh besar sampel dalam minimal penelitian ini adalah 95 orang. Penarikan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling (pengambilan sampel secara acak sederhana), menggunakan tabel acak C-Survey sampai memenuhi besar sampel yang diinginkan.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data primer diperoleh dan dikumpulkan melalui wawancara yang berpedoman pada kuesioner penelitian yang berisi sejumlah pertanyaan meliputi faktor yang mempengaruhi jumlah anak. Data diperoleh langsung dari responden pada saat berlangsungnya penelitian.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh oleh peneliti dari berbagai sumber organisasi/instansi yang terkait ataupun data yang didapatkan dengan penelitian kepustakaan yaitu melalui penelaahan buku-buku, referensi, jurnal ilmiah yang berguna secara teoritis serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer yang dianggap perlu mendukung penelitian ini.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di Desa Keude Aceh yang berjumlah 30 orang, dengan ketentuan memiliki karakteristik yang sama dengan penelitian.


(51)

3.5.1 Uji Validitas

Uji Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data (Ghazali, 2005). Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam kuesioner penelitian) dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dalam suatu variabel, teknik korelasi yang digunakan adalah corrected item total correlation, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Nilai corrected item total correlation > r tabel (0,361) pada α = 0,05, dk = n-2 maka item pertanyaan dikatakan valid.

2. Nilai corrected item total correlation < r tabel pada α = 0,05, dk = n-2 maka item pertanyaan dikatakan tidak valid.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Croncobach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel (0,60), maka dinyatakan reliabel dan sebaliknya.


(52)

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Nilai Anak

Pertanyaan n Corrected item-Total

correlation Hasil Uji

Nilai anak 1 30 0,838 Valid

Nilai anak 2 30 0,497 Valid

Nilai anak 3 30 0,812 Valid

Nilai anak 4 30 0,818 Valid

Nilai anak 5 30 0,700 Valid

Nilai anak 6 30 0,853 Valid

Nilai anak 7 30 0,853 Valid

Nilai anak 8 30 0,766 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,923

Tabel 3.1 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation

lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya delapan pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel nilai anak semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,923 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan nilai anak ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

3.6Variabel dan Definisi Operasional 3.6.1 Variabel Independen

1. Umur istri adalah usia istri PUS dalam hitungan tahun yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun terakhir.

2. Pendapatan keluarga adalah menghitung jumlah penghasilan keluarga perbulan yang terdiri dari penghasilan suami dan isteri, yang dikategorikan sesuai upah minimum provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2013.

3. Nilai anak adalah penilaian orang tua tentang anak berdasarkan nilai budaya yang dimiliki dalam sebuah keluarga.


(53)

3.6.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah anak yang merupakan banyaknya hitungan anak yang dimiliki dalam sebuah keluarga.

3.6.3 Variabel Antara

Variabel antara dalam penelitian ini adalah umur pertama melakukan hubungan seksual merupakan adalah mulainya istri melakukan hubungan intim dengan laki-laki pertama kali seumur hidupnya.

3.7 Metode Pengukuran

3.7.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel jumlah anak menggunakan skala ukur rasio, yaitu berapa jumlah anak yang hidup yang dimiliki responden.

3.7.2 Metode Pengukuran Variabel Independen 1. Umur istri diukur berdasarkan usia ibu saat ini.

2. Pendapatan keluarga, diukur dengan menghitung jumlah penghasilan keluarga per bulan dari penghasilan suami dan istri.

3. Nilai anak dengan mengajukan 8 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert. Dengan alternatif jawaban untuk pernyataan positif (sangat setuju dengan skor 4, setuju dengan skor 3, tidak setuju dengan skor 2, sangat tidak setuju dengan skor 1) terdapat pada pernyataan nomor 2, 4, 6, 7 dan 8. Sedangkan untuk pernyataan negatif (sangat setuju dengan skor 1, setuju dengan skor 2, tidak setuju dengan skor 3, sangat tidak setuju dengan skor 4) terdapat pada pernyataan nomor 1, 3


(54)

dan 5 (Sugiono, 2012). Dihitung berdasarkan skor yang diperoleh responden yaitu antara 8-32 dengan skala interval.

3.7.3 Metode Pengukuran Variabel Antara

Pengukuran variabel antara yaitu umur pertama melakukan hubungan seksual adalah mulainya istri melakukan hubungan intim dengan laki-laki.

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Variabel Dependen Jumlah anak

Kuesioner Jumlah anak yang Hidup

Rasio 2. Variabel Independen

- Umur istri

Kuesioner Umur istri saat ini Rasio - Pendapatan

keluarga

Kuesioner Jumlah pendapatan Suami dan istri

Rasio - Nilai anak Kuisioner Jumlah skor yang

diperoleh

Interval 3. Variabel Antara

- Umur pertama melakukan hubungan seksual

Kuesioner Umur ibu pertama melakukan

hubungan seksual

Rasio

3.8 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Path Analysis. Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel langsung dan tidak langsung terhadap variabel dependen.


(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

Lhokseumawe merupakan kota yang terletak pada garis 960 20’ – 970 21’ Bujur Timur dan 040 54’ – 050 18’ Lintang Utara dengan luas wilayah 181.06 Km2. Secara geografis Kota Lhokseumawe berbatasan sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuta Makmur (Kabupaten Aceh Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Syamtalira Bayu (Kabupaten Aceh Utara), sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dewantara (Kabupaten Aceh Utara). Kota Lhokseumawe terdiri dari 68 (enam puluh delapan) desa dan 4 (empat) kecamatan.

Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2012 sebesar 179.807 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 89.601 dan perempuan 90.206 dengan sex rasio 99,33. Kepadatan penduduk tahun 2012 di Kota Lhokseumawe adalah 993/Km2 sedangkan tahun 2011 adalah 942/Km2, bila kepadatan penduduk dilihat untuk setiap Kecamatan Banda sakti merupakan Kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu : 6880/Km2, sedangkan yang paling jarang yaitu Kecamatan Blang Mangat dengan tingkat kepadatan 374/Km2.

Kepadatan penduduk dipengaruhi oleh besarnya wilayah pada masing-masing kecamatan, kepadatan penduduk merupakan indikator dalam melihat beberapa kondisi kesehatan dan akan muncul terutama kondisi kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan ketersediaan air, sistem pembuangan air limbah dan sampah keluarga. Jumlah penduduk Kecamatan Banda Sakti merupakan kecamatan yang


(56)

memiliki penduduk terbanyak dan kecamatan yang memiliki penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Blang Bangat.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan karakteriktik responden (agama dan pendidikan), variabel independen (usia istri, pendapatan keluarga, nilai anak, umur pertama melakukan hubungan seksual) dan variabel dependen (jumlah anak).

4.2.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik istri yang dilihat meliputi agama, pendidikan, pekerjaan dan suku istri PUS berjumlah 95 orang di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua istri beragama Islam sebesar 100%, lebih banyak istri berpendidikan rendah sebesar 88,4% dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebesar 57,9% yaitu membantu jemuran ikan dan istri di Desa Pusong lebih banyak bersuku Aceh sebesar 81,1%, dapat dilihat berikut ini :

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik (Agama, Pendidikan, Pekerjaan dan Suku) Istri PUS di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

Tahun 2014

Karakteristik n %

Agama

Islam 95 100,0

Pendidikan

Rendah 84 88,4


(57)

Tabel 4.1 (Lanjutan)

Karakteristik n %

Pekerjaan

Buruh 4 4,2

PNS 5 5,3

Ibu rumah tangga 55 57,9

Pedagang 14 14,7

Wiraswasta 17 17,9

Suku

Aceh 77 81,1

Jawa 7 7,4

Padang 8 8,4

Batak 1 1,1

Melayu 2 2,1

Total 95 100,0

4.2.2 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data menggunakan distribusi normal atau tidak, bila p > 0,05 maka data berdistribusi normal.

Tabel 4.2 Uji Normalitas Variabel Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual, dan Jumlah Anak di Desa

Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

Variabel p Keterangan

Usia Istri 0,209 Normal

Pendapatan Keluarga 0,068 Normal

Nilai Anak 0,115 Normal

Umur pertama melakukan hubungan seksual

0,067 Normal


(58)

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas diketahui bahwa dari hasil uji normalitas bahwa seluruh variabel (usia istri, pendapatan keluarga, nilai anak, umur pertama melakukan hubungan seksual, dan jumlah anak) berdistribusi normal.

4.2.3 Gambaran Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual dan Jumlah Anak

Berdasarkan hasil analisis statistik gambaran usia istri, pendapatan keluarga, nilai anak, umur pertama melakukan hubungan seksual, dan jumlah anak dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Gambaran Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual, dan Jumlah Anak di Desa Pusong

Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

Variabel Mean SD Min Max 95% CI n

Usia Istri (tahun)

34,40 6,49 22 45 33,08;35,72 95

Pendapatan Keluarga (Rp) 2707368,4 2 573203,4 1

2000000 400000 0

2590600,92;2824135,92 95

Nilai Anak 25,82 3,71 15 32 25,07;26,58 95 Umur pertama melakukan hubungan seksual (tahun)

21,01 2,15 18 26 20,57;21,45 95

Jumlah Anak

3,02 1,48 0 6 2,72;3,32 95

Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa rata-rata usia istri (tahun) di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah 34,40 dan nilai SD 6,49. Rata-rata pendapatan keluarga (Rp) di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah Rp 2707368,42 dan nilai SD Rp 573203,41. Rata-rata nilai


(59)

anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah skor 25,82 dan nilai skor SD 3,71. Rata-rata umur pertama melakukan hubungan seksual (tahun) di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe saat menikah adalah 21,01 dan SD 2,15. Rata-rata jumlah anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota adalah 3,02 orang dan nilai SD 1,48 orang. Kita percaya 95% CI bahwa variabel usia istri di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah terletak diantara 33,08 tahun sampai 35,72 tahun, variabel pendapatan keluarga di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe terletak diantara Rp 2590600,92 sampai Rp 2824135,92, variabel nilai anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe terletak diantara skor 25,07 sampai skor 26,58, variabel umur pertama melakukan hubungan seksual di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe saat menikah terletak 20,57 tahun sampai 21,45 tahun dan untuk jumlah anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe terletak diantara 2,72 orang sampai 3,32 orang.

Tabel 4.4 Distribusi Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual dan Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

Tahun 2014

Variabel n %

Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual (tahun)

18 10 10,5

19 19 20,0

20 14 14,7

21 17 17,9

22 12 12,6

23 8 8,4


(60)

25 6 6,3

26 2 2,1

Tabel 4.4 (Lanjutan)

Variabel n %

Jumlah Anak

0 5 5,3

1 8 8,4

2 23 24,2

3 24 25,3

4 18 18,9

5 13 13,7

6 4 4,2

Total 95 100,0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa istri yang melakukan hubungan seksual pertama kali lebih banyak pada umur 19 tahun sebanyak 19 orang (20,0%) dan sedikit pada umur 26 tahun sebanyak 2 orang (2,1%). Pada jumlah anak menunjukkan bahwa istri yang mempunyai jumlah anak lebih banyak adalah 3 anak sebanyak 24 orang (25,3%) dan sedikit yang tidak jumlah anak sebanyak 5 orang (5,3%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Jawaban Istri tentang Nilai Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

No Pernyataan SS S TS STS

n % n % n % n %

1. Budaya mengharuskan punya anak laki-laki

2 2,1 14 14,7 36 37,9 43 45,3 2. Anak perempuan dapat

membantu pekerjaan ibu dan anak laki – laki dapat

membantu pekerjaan ayah

50 52,6 31 32,6 14 14,7 0 0


(61)

prinsip banyak anak banyak rezeki

4. Anak laki – laki dapat

membantu keuangan keluarga

47 49,5 36 37,9 12 12,6 0 0 Tabel 4.5 (Lanjutan)

No Pernyataan SS S TS STS

n % n % n % n %

5. Anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi – tinggi

15 15,8 39 41,1 21 22,1 20 21,1 6. Setiap anak memiliki potensi

masing – masing

41 43,2 41 43,2 13 13,7 0 0 7. Anak dapat meneruskan

keturunan keluarga

46 48,4 43 45,3 6 6,3 0 0 8. Anak dapat membantu

merawat orang tuanya yang sakit

43 45,3 41 43,2 11 11,6 0 0

Pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa istri PUS yang menyetujui nilai anak sebagai anak perempuan dapat membantu pekerjaan ibu dan anak laki-laki dapat membantu pekerjaan ayah sebesar 85,2% (pernyataan 2), sedangkan yang tidak disetujui istri PUS adalah budaya masih memegang prinsip banyak anak banyak rezeki sebesar 85,3% (pernyataan 3).

4.3 Analisis Bivariat

Berdasarkan uji korelasi pearson, yaitu untuk mengetahui ada atau tidak hubungan usia istri, pendapatan keluarga, nilai anak, umur pertama melakukan hubungan seksual dengan jumlah anak.

Tabel 4.6 Hubungan Usia Istri, Pendapatan Keluarga, Nilai Anak, Umur Pertama Melakukan Hubungan Seksual dengan Jumlah Anak di Desa

Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014


(62)

Usia istri Pendapatan 0,001 0,333

Nilai anak 0,832 0,022

Umur pertama melakukan hubungan seksual

0,500 0,070 Tabel 4.6 (Lanjutan)

Variabel 1 Variabel 2 p r

Jumlah anak <0,001 0,703

Pendapatan Nilai anak 0,479 -0,073

Umur pertama melakukan hubungan seksual

0,039 0,213

Jumlah anak 0,016 0,247

Nilai anak Umur pertama melakukan hubungan seksual

0,028 -0,226

Jumlah anak 0,061 0,193

Umur pertama melakukan hubungan seksual

Jumlah anak 0,031 -0,221

Pada tabel di atas diperoleh bahwa usia istri berhubungan dengan pendapatan (p=0,001) dan r=0,333 artinya usia istri berkorelasi lemah (r<0,5), sedangkan jumlah anak (p<0,001) dan r=0,703 artinya usia istri berkorelasi kuat terhadap jumlah anak (r>0,5).

Pendapatan berhubungan dengan umur pertama melakukan hubungan seksual (p=0,039) dan r=0,213 artinya pendapatan berkorelasi lemah, sedangkan dengan jumlah anak (p=0,016) dan r=0,247 artinya pendapatan dengan jumlah anak berkorelasi lemah. Nilai anak berhubungan dengan umur pertama melakukan hubungan seksual dan jumlah anak. Umur pertama melakukan hubungan seksual berhubungan juga dengan jumlah anak.


(1)

Nilai

anak -.131 .058 -.226 -2.234 .028

a. Dependent Variable: Umur pertama melakukan hubungan seksual

Excluded Variablesb

Model Beta In t Sig.

Partial Correlation

Collinearity Statistics Tolerance

1 Umur responden .075a .740 .461 .077 1.000

Pendapatan

responden .197

a

1.976 .051 .202 .995

a. Predictors in the Model: (Constant), Nilai anak

b. Dependent Variable: Umur pertama melakukan hubungan seksual

4) Langkah 4 : Struktur 2 Regression

Variables Entered/Removeda

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1

Umur

responden .

Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remove >= ,100).


(2)

2

Umur pertama melakukan hubungan seksual

.

Stepwise (Criteria: Probabilit y-of-F-to-enter <= ,050, Probabilit y-of-F-to-remove >= ,100). a. Dependent Variable: Jumlah Anak

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .703a .495 .489 1.058

2 .754b .568 .559 .983

a. Predictors: (Constant), Umur responden

b. Predictors: (Constant), Umur responden, Umur pertama melakukan hubungan seksual

ANOVAc

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 101.920 1 101.920 91.106 .000a

Residual 104.038 93 1.119

Total 205.958 94

2 Regression 117.041 2 58.521 60.550 .000b

Residual 88.917 92 .966

Total 205.958 94

a. Predictors: (Constant), Umur responden

b. Predictors: (Constant), Umur responden, Umur pertama melakukan hubungan seksual


(3)

ANOVAc

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 101.920 1 101.920 91.106 .000a

Residual 104.038 93 1.119

Total 205.958 94

2 Regression 117.041 2 58.521 60.550 .000b

Residual 88.917 92 .966

Total 205.958 94

a. Predictors: (Constant), Umur responden

b. Predictors: (Constant), Umur responden, Umur pertama melakukan hubungan seksual

c. Dependent Variable: Jumlah Anak

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardi zed Coefficie

nts

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -2.499 .588 -4.247 .000

Umur responden .160 .017 .703 9.545 .000

2 (Constant) 1.288 1.103 1.169 .246

Umur responden .165 .016 .722 10.521 .000

Umur pertama melakukan hubungan seksual

-.187 .047 -.272 -3.956 .000 a. Dependent Variable: Jumlah Anak

Excluded Variablesc

Model Beta In t Sig.

Partial Correlation

Collinearity Statistics Tolerance


(4)

1 Pendapatan

responden .014

a

.180 .857 .019 .889

Nilai anak .177a 2.469 .015 .249 1.000

Umur pertama melakukan hubungan seksual

-.272a -3.956 .000 -.381 .995 2 Pendapatan

responden .075

b

1.012 .314 .106 .853

Nilai anak .122b 1.750 .084 .180 .948

a. Predictors in the Model: (Constant), Umur responden

b. Predictors in the Model: (Constant), Umur responden, Umur pertama melakukan hubungan seksual


(5)

Lampiran 6 : Uji Validitas dan Reliabilitas Reliability Nilai Anak

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.923 8

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

nilai anak 1 3.10 .481 30

nilai anak 2 3.00 .587 30

nilai anak 3 2.60 .770 30

nilai anak 4 3.13 .507 30

nilai anak 5 2.53 .776 30

nilai anak 6 3.07 .521 30

nilai anak 7 3.07 .521 30

nilai anak 8 2.57 .817 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

nilai anak 1 19.97 13.620 .838 .909

nilai anak 2 20.07 14.271 .497 .930


(6)

nilai anak 4 19.93 13.513 .818 .909

nilai anak 5 20.53 12.395 .700 .918

nilai anak 6 20.00 13.310 .853 .907

nilai anak 7 20.00 13.310 .853 .907

nilai anak 8 20.50 11.845 .766 .913

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


Dokumen yang terkait

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

2 27 161

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 19

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 2

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 11

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 1 37

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 5

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 39

Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jumlah Anak - Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 9