Pendugaan Parameter Genetik dan Respon Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan Lahan Masam

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN RESPON
SELEKSI GENOTIPE JAGUNG (Zea mays L.) DI
LINGKUNGAN LAHAN MASAM

RIZKI AMALIA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Parameter
Genetik dan Respon Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan Lahan
Masam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Rizki Amalia
NIM A24110013

ABSTRAK
RIZKI AMALIA. Pendugaan Parameter Genetik dan Respon Seleksi Genotipe
Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan Lahan Masam. Dibimbing oleh WILLY
BAYUARDI SUWARNO.
Lahan masam merupakan lahan marginal yang menjadi salah satu faktor
pembatas dalam budidaya dan produksi tanaman jagung di dunia. Perakitan
varietas yang adaptif pada lahan masam perlu dikembangkan untuk menjaga
keberlanjutan produksi pangan. Percobaan ini bertujuan menduga nilai
heritabilitas arti luas dan kemajuan seleksi, serta mengidentifikasi galur-galur
potensial untuk dikembangkan menjadi tetua jagung yang adaptif pada lahan
masam. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang, Universiy
Farm IPB pada November 2014 hingga Maret 2015. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan augmented dengan 265 genotipe uji koleksi Balai
Penelitian Tanaman Serealia, Maros Sulawesi Selatan dan tujuh genotipe

pembanding. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh genotipe uji
terdapat pada sebagian besar peubah yang diamati kecuali tinggi tongkol, diameter
batang dan bobot 100 biji. Karakter daya tumbuh, umur anthesis, tinggi tanaman,
dan karakter komponen hasil memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi.
Karakter jumlah tongkol tanaman-1 memiliki nilai heritabilitas arti luas yang
rendah. Seleksi berdasarkan kriteria seleksi dengan seleksi simultan menggunakan
indeks dan intensitas 5% menghasilkan 12 genotipe terpilih yaitu genotipe 195,
252, 298, 166, 112, 256, 249, 369, 32, 231, 247, dan 326. Seleksi berdasarkan
karakter kriteria seleksi mengakibatkan peningkatan nilai kemajuan seleksi pada
semua karakter kecuali umur anthesis dan umur silking, seperti yang diharapkan.
Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa semua genotipe terseleksi berada
pada gerombol yang sama kecuali genotipe 369. Genotipe-genotipe terpilih
tersebut dinilai potensial sebagai materi genetik untuk perakitan varietas jagung
toleran lahan masam.
.
Kata kunci: heritabilitas arti luas, jagung, kemajuan seleksi, lahan masam, seleksi
indeks

ABSTRACT
RIZKI AMALIA. Estimations of Genetic Parameters and Selection Response of

Maize Lines (Zea Mays L.) in an Acid Soil Environment. Supervised by WILLY
BAYUARDI SUWARNO.
Acid soil is a limiting factor for maize production in the world.
Development of maize varieties tolerant to acid soil is needed in order to maintain
sustainability of food production. The objectives of this research are to estimate
the broad sense heritability and response to selection, and to identify potential
genotypes for further utilization in a maize breeding program. This research was
conducted at the Cikarawang experimental station, University Farm IPB, from
November 2014 to March 2015. The experiment was arranged in an augmented

design with 265 candidate genotypes from The Indonesian Cereals Research
Institute (ICERI) Maros, South Sulawesi, along with seven check genotypes. The
analysis of variance results showed that the effects of candidate genotypes are
significant for all observed traits, except for ear height, stem diameter, and 100
seeds weight. Growth ability, days to anthesis, plant height, and yield components
have high broad sense heritability, whereas number of ears per plant has low
heritability. An index-based simultaneous selection exercise with 5% intensity
resulted in 12 genotypes selected, namely 195, 252, 298, 166, 112, 256, 249, 369,
32, 231, 247, and 326. The estimated responses to selection are positive for all
characters, except for days to anthesis and days to silking, as expected. The

clustering result showed that all selected genotypes are grouped in the same
cluster except genotype 369. These selected genotypes are considered potential as
genetic sources for breeding acid soil tolerant maize varieties.
Keywords: acid soil, broad sense heritabiliy, maize, selection index, selection
response

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN RESPON
SELEKSI GENOTIPE JAGUNG (Zea mays L.) DI
LINGKUNGAN LAHAN MASAM

RIZKI AMALIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pendugaan Parameter
Genetik dan Respon Seleksi Genotipe Jagung (Zea mays L.) di Lingkungan
Lahan Masam dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi selaku pembimbing skripsi yang
senantiasa memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan dorongan selama
penyelesaian tugas akhir.
2. Dr Ir Agus Purwito, MscAgr selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan nasihat selama penulis menempuh
pendidikan di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
3. Prof Dr Ir Surjono Hadi Sutjahjo, MS dan Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr
selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam
penyempurnaan skripsi.
4. Seluruh staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah

banyak memberikan ilmunya.
5. Bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya.
6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa Bidikmisi yang
telahdiberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
7. Bapak Argani dan teknisi Kebun Percobaan Cikarawang yang telah membantu
penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian.
8. Lisa, Uus, Siti Rohmah, Nawang, Amel, Iqbal, Widya, Yogi, Kiki, Miftachur,
Uli, Laras, Zafi, Arif, Fittia, Kak Rony, Kak Dita, Kak Radhiya, Kak Yogo,
Kak Tustiah atas bantuan dan dukungannya selama kegiatan penelitian.
9. Teman-teman Dandelion AGH 48 yang telah memberikan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan pertanian
Indonesia di masa depan.

Bogor, Juli 2015
Rizki Amalia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii


DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2


Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE PENELITIAN

5

Tempat dan Waktu Penelitian

5

Bahan dan Alat

5


Rancangan Percobaan

5

Pelaksanaan Penelitian

6

Pengamatan

6

Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10


Kondisi Umum Percobaan

10

Keragaan Karakter Kuantitatif Genotipe Jagung

11

Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas

13

Analisis Koefisien Korelasi Linier Antarkarakter

14

Seleksi Indeks pada Genotipe Jagung

17


Karakter Genotipe Uji Hasil Seleksi

18

Kemajuan Seleksi

19

Keragaan Karakter Kualitatif Genotipe Uji Hasil Seleksi

20

Analisis Gerombol

20

KESIMPULAN DAN SARAN

22

Kesimpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Kategori dan skor ketahanan genotipe jagung terhadap penyakit bulai
berdasarkan persentase serangan
2 Rekapitulasi sidik ragam keragaan agronomi genotipe jagung
3 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter
agronomi pada genotipe uji
4 Koefisien korelasi linier antarkarakter pada genotipe jagung
5 Nilai tengah tiap karakter dan seleksi indeks pada genotipe uji
6 Nilai tengah untuk karakter umur anthesis, umur silking, diameter
batang, tinggi tongkol, rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1
7 Nilai diferensial seleksi dan kemajuan seleksi berdasarkan karakter
kriteria seleksi
8 Rekapitulasi hasil pengamatan kualitatif genotipe jagung hasil seleksi

8
12
14
16
17
18
19
20

DAFTAR GAMBAR
1 Skor warna biji pada genotipe jagung
2 Fase pertumbuhan jagung (A) fase pertumbuhan awal, saat tanaman
berumur 1 MST (B) fase vegetatif (C) fase berbunga (D) fase masak
fisiologis
3 Dendogram 236 genotipe uji dan 7 genotipe pembanding hasil analisis
gerombol berdasarkan karakter kuantitatif dan kualitatif

8

11
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Data iklim bulan November 2014 hingga Februari 2015
Hasil analisis kimia dan tekstur tanah
Genotipe jagung yang digunakan dalam penelitian
Keragaan tongkol genotipe pembanding

26
26
27
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu serealia yang memiliki nilai
ekonomis dan peranan yang stategis. Jagung mempunyai peluang untuk
dikembangkan karena kedudukannya sebagai tanaman karbohidrat dan protein
setelah beras. Hampir semua bagian tanaman jagung seperti batang, daun, biji, dan
tongkol dapat dimanfaatkan untuk pangan dan pakan (Purwanto 2007).
Menurut data Badan Pusat Statistik (2013) produksi jagung nasional tahun
2013 diperkirakan sebesar 18.84 juta ton pipilan kering atau mengalami
penurunan sebanyak 548.49 ribu ton dibandingkan tahun 2012. Data BPS (2013)
juga menyebutkan bahwa penurunan produksi ini terjadi di Jawa sebesar 534.05
ribu ton dan di luar Jawa sebesar 14.45 ribu ton. Penurunan produksi jagung
diperkirakan terjadi karena adanya penurunan luas panen seluas 66.62 ribu ha dan
produktivitas sebesar 0.57 kuintal ha-1. Penurunan luas panen ini terjadi karena
besarnya alih fungsi lahan ke penggunaan selain sektor pertanian. Alih fungsi
lahan banyak terjadi di Pulau Jawa dengan pertumbuhan penduduk yang besar.
Peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan perluasan wilayah tanam di
luar Pulau Jawa sedangkan wilayah tersebut sebagian besar merupakan lahan
marginal yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah
karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk keperluan
tertentu (Yuwono 2009). Salah satu jenis lahan marginal yang terdapat di
Indonesia adalah lahan masam. Sekitar 30% dari total luas lahan di dunia terdiri
dari tanah masam dan sebanyak 50% dari luas tanah masam tersebut berpotensi
sebagai lahan garapan untuk produksi pertanian. Budidaya tanaman pokok dan
tanaman biji-bijian yang diusahakan di tanah masam dapat menurunkan
produktivitasnya. Selain itu, 60% dari wilayah subtropik dan tropik di dunia
merupakan tanah masam sehingga membatasi hasil panen dan produksi pertanian
di banyak negara (Kochian et al. 2004). Sebagian besar lahan daratan di Indonesia
termasuk lahan masam. Luas total lahan kering masam di Indonesia sebesar 102.8
juta ha. Ciri utama lahan masam adalah tingkat produktivitas lahannya rendah
untuk jenis tanaman pangan seperti jagung (Mulyani et al. 2004). Usaha untuk
mengatasi kondisi tanah masam adalah dengan pengapuran dan aplikasi pupuk P.
Namun usaha ini memerlukan biaya yang tinggi, hanya untuk waktu yang singkat,
dan tidak berkelanjutan (Sitanggang 2013).
Menurut Acquaah (2007) produktivitas tanaman dapat diperbaiki dengan
dua cara yaitu merubah lingkungan untuk mengeliminasi atau meminimalkan
cekaman yang mengganggu produktivitas tanaman, atau memperbaiki genotipe
tanaman agar tahan terhadap lingkungan tumbuh yang ada. Pemulia mulai
mengembangkan varietas yang dapat beradaptasi pada kondisi cekaman
lingkungan. Menurut Sungkono et al. (2009) pengembangan varietas toleran tanah
masam adalah salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi budidaya di
tanah masam.
Seleksi merupakan salah satu tahap dalam kegiatan perakitan varietas.
Seleksi pada suatu populasi tanaman diharapkan akan memberikan hasil lebih

2
baik dari tanaman terpilih dan terlihat adanya kemajuan seleksi (Syukur et al.
2012). Kriteria seleksi didasarkan pada keadaan genotipe yang memiliki nilai
heritabilitas tinggi pada beberapa karakter di dalam kondisi cekaman abiotik lahan
masam. Seleksi pada jagung yang dilakukan pada lahan masam dimaksudkan
untuk mengidentifikasi genotipe jagung yang potensial untuk dikembangkan
menjadi salah satu tetua dalam pengembangan varietas jagung toleran lahan
masam.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan agronomi dan daya
hasil dari sejumlah genotipe jagung generasi S3; menduga parameter genetik, nilai
heritabilitas arti luas, dan kemajuan seleksi; serta mengidentifikasi genotipegenotipe potensial untuk dikembangkan menjadi calon tetua dalam rangka
perakitan varietas jagung toleran lahan masam.
Hipotesis
1. Terdapat keragaman keragaan agronomi dan daya hasil jagung pada tanah
masam.
2. Terdapat karakter yang memiliki nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi.
3. Terdapat karakter yang memiliki nilai duga kemajuan seleksi yang tinggi.
4. Terdapat genotipe yang cukup adaptif pada kondisi lahan masam.
.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani, Syarat Tumbuh, dan Manfaat
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan
Amerika Tengah. Sejak 7000 tahun yang lalu, jagung mulai dibudidayakan oleh
bangsa India. Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun
1500an dan pada awal tahun 1600an. Sejak saat itu, jagung mulai berkembang
menjadi tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, Filipina, dan Thailand
(Iriany et al. 2007).
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman diploid (2n=20) dan tanaman
monokotil dari famili Poaceae atau Gramineae (Acquaah 2005). Jagung dapat
tumbuh di daerah yang terletak antara 0o-50o LU hingga 0o-40o LS dan dapat
tumbuh pada daerah beriklim subtropis atau tropis basah. Saat fase pembungaan
dan pengisian biji, tanaman jagung memerlukan air yang cukup. Suhu yang
dikehendaki tanaman jagung antara 21-34o C, akan tetapi bagi pertumbuhan
tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-37o C. Proses
perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30o C
(Kemenristek 2010). Jenis tanah yang dapat ditanami jagung, antara lain andosol,
latosol, grumosol, dan tanah berpasir dengan pH optimum antara 5.5 hingga 8.0
(Purwono dan Purnamawati 2007; Martin et al. 1976).

3
Jagung merupakan tanaman semusim yang memiliki batang yang kuat.
Bunga jantan dan bunga betina berada dalam satu tanaman sehingga disebut
tanaman berumah satu (monoecious). Tinggi batang tanaman jagung dapat
mencapai 1.7-3 m dengan node dan ruas batang yang jelas. Daun nomor 8- 21
berada pada kedua sisi batang di node secara bergantian. Jagung dapat
dimanfaatkan sebagai pangan maupun pakan. Umumnya di negara tropis, jagung
dijadikan sebagai makanan pokok. Seluruh bagian tanaman ini banyak
dimanfaatkan untuk industri pakan (Prosea 1999).

Tanah Masam
Menurut Notohadiprawiro (2006) tanah-tanah masam di Indonesia terdiri
atas podsolik, latosol, podsol, organosol dan aluvial hidromorf. Tanah podsolik
dan podsol bersifat masam karena berasal dari bahan induk masam dan telah
mengalami pelapukan intensif dan pelindian kuat. Tanah latosol bersifat masam
karena mengalami pelapukan yang intensif dan pelindian kuat. Kemasaman tanah
organosol ditimbulkan oleh perombakan bahan organik. Tanah aluvial hidromorf
menjadi sangat masam (pH 0.5, sedang jika
0.2 ≤ h2≤ 0.5, dan rendah jika h2< 0.2.
Menurut Syukur et al. (2012) seleksi merupakan proses individu atau
kelompok tanaman dipisahkan dari populasi campuran. Seleksi mensyaratkan
adanya keragaman genetik antar individu dalam populasi. Keragaman genetik
dapat dibentuk melalui rekombinasi sejumlah genotipe sehingga menghasilkan
suatu populasi dasar. Perbaikan karakter dapat dilakukan melalui seleksi berulang
dari populasi dasar tersebut. Kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai tengah
turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi. Perkiraan
kemajuan seleksi tergantung dari nilai heritabilitas dan diferensial seleksi. Jika
suatu karakter memiliki nilai heritabilitas yang tinggi maka kemajuan seleksi yang
diperoleh cenderung akan semakin baik. Peningkatan intensitas seleksi berpeluang
untuk meningkatkan kemajuan seleksi jika nilai heritabilitasnya tinggi, namun
sebaliknya, dapat mengakibatkan individu potensial tereliminasi jika nilai
heritabilitasnya rendah.

5

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang, University Farm
IPB Darmaga, Bogor. Proses pascapanen dilaksanakan di greenhouse Kebun
Percobaan Cikabayan dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen
Agronomi dan Hortikultura IPB. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan
November 2014 hingga Maret 2015.

Bahan dan Alat
Materi genetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 265 nomor galur
jagung generasi S3 (selfing generasi ke-3) koleksi Balai Penelitian Tanaman
Serealia (Balitsereal), Maros, Sulawesi Selatan dan tujuh genotipe pembanding
yaitu Sukmaraga, Lamuru, Bima-19, Bima-20, Nei-9008, MR-4, dan MR-14.
Genotipe pembanding Sukmaraga dan Lamuru adalah varietas bersari bebas;
Bima-19 dan Bima-20 adalah varietas hibrida silang tiga jalur (three-way cross
hybrids); sedangkan Nei-9008, MR-4, dan MR-14 adalah galur murni koleksi
Balitsereal. Varietas Sukmaraga merupakan varietas toleran lahan masam. Pupuk
dasar yang digunakan adalah pupuk NPK 15-15-15 dosis 250 kg ha-1, Urea dosis
150 kg ha-1. Pestisida yang digunakan berbahan aktif karbofuran dosis 17 kg ha-1.
Alat yang digunakan adalah alat-alat pertanian konvensional, ajir, label,
timbangan digital, jangka sorong, meteran, penggaris, grain moisture tester,
kamera digital, dan alat tulis.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan augmented yang disusun dalam
rancangan kelompok teracak dengan 265 genotipe uji yang tidak diulang, dan
tujuh genotipe pembanding yang diulang lima kali, sehingga terdapat 300 satuan
percobaan (plot). Setiap satuan percobaan terdiri dari satu baris dengan panjang
baris 3.8 m. Areal percobaan dibuat dalam lima blok, di dalam blok dibuat plotplot. Seluruh genotipe pembanding ditempatkan secara acak di setiap blok,
sehingga setiap blok memiliki jumlah genotipe pembanding yang sama. Model
linear aditif rancangan ini adalah:
Yij = (µ + ρi +τj+εij)nij
Yij,µ, ρi, τj, εij dan nij berturut-turut adalah nilai pengamatan pada perlakuan
kelompok ke-i dan genotipe ke-j, nilai rata-rata umum, pengaruh utama perlakuan
kelompok ke-i, pengaruh genotipe ke-j, pengaruh galat percobaan yang menyebar
normal, nilai satu bila perlakuan ke-j terletak pada kelompok ke-i dan nol bila
perlakuan ke-j tidak terletak pada kelompok ke-i (Federer 1994).

6
Pelaksanaaan Penelitian
Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah satu minggu sebelum
tanam. Tanah dibersihkan dari gulma dan digemburkan dengan menggunakan
traktor. Tanah tidak diberi kapur dan bahan organik dengan tujuan
mempertahankan pH tanah tetap masam. Sebelum penanaman, terlebih dahulu
diambil contoh tanah untuk dilakukan analisis tanah.
Penanaman
Penanaman dilakukan satu minggu setelah pengolahan lahan. Setiap
genotipe ditanam dalam satu plot baris dengan panjang baris 3.8 meter. Tiap
genotipe jagung ditanam satu benih setiap lubang. Penanaman jagung dilakukan
dengan cara ditugal dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm. Saat penanaman
ditambahkan insektisida granul berbahan aktif karbofuran dosis 17 kg ha-1 pada
lubang tanam.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi kegiatan penyulaman,
pemupukan, pembumbunan, pengendalian gulma, hama, dan penyakit tanaman.
Penyulaman dilakukan pada benih dari tiap genotipe jagung yang tidak tumbuh
saat tanaman di lapang berumur 1 MST. Pemupukan dilakukan saat tanaman
berumur 1 MST dan 3 MST masing-masing setengah dosis. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk NPK 15-15-15 dosis 250 kg ha-1, pupuk Urea dosis 150
kg ha-1. Pemupukan dilakukan dengan cara ditabur pada alur yang berjarak 7-8
cm dari lubang tanam dengan kedalaman 8-10 cm. Pembumbunan dilakukan pada
saat tanaman berumur 3 MST- 4 MST. Pembumbunan dilakukan dengan tujuan
untuk memperkuat batang sehingga tanaman tidak mudah rebah. Pengendalian
gulma juga dilaksanakan bersamaan dengan pembumbunan. Pengendalian hama
dilakukan dengan pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran saat tanam.
Pengendalian penyakit dilakukan saat tanaman berumur 5 MST dengan mencabut
tanaman (eradikasi) yang terserang penyakit bulai.
Pemanenan dan Pascapanen
Pemanenan dilakukan saat tongkol atau kelobot mulai mengering dan biji
sudah mencapai masak fisiologis sekitar umur 110 HST. Pascapanen dilakukan
dengan menjemur tongkol jagung di dalam greenhouse selama satu minggu.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap peubah kauntitatif dan kualitatif.
Pengamatan peubah kuantitatif dilakukan terhadap lima tanaman contoh tiap
genotipe yang ditetapkan secara acak kecuali pada pengamatan peubah daya
tumbuh, umur anthesis, umur silking, bobot tongkol plot-1 dan hasil pipilan plot-1.
Peubah kuantitatif yang diamati meliputi:
1. Daya tumbuh (%), dihitung saat tanaman berumur 1 MST dengan cara
menghitung benih yang tumbuh setiap plot genotipe.

7
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Umur anthesis (hari), dicatat saat 50% populasi dalam plot sudah mengalami
anthesis (keluarnya serbuk sari).
Umur silking (hari), dicatat saat 50% populasi dalam plot sudah muncul
rambut tongkol.
Tinggi tanaman (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai dasar malai
saat menjelang panen.
Tinggi tongkol (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai pangkal
tongkol utama (tongkol yang paling atas).
Diameter batang (cm), diukur pada batang dengan jarak sekitar 10 cm di atas
permukaan tanah. Pengukuran dilakukan saat menjelang panen.
Panjang tongkol (cm), diukur dari pangkal tongkol sampai dengan ujung
tongkol pada tongkol utama dari tanaman contoh.
Diameter tongkol (cm), diukur pada bagian tengah tongkol pada tongkol
utama dari tanaman contoh dengan menggunakan jangka sorong.
Jumlah baris biji, dihitung jumlah baris biji jagung secara melingkar pada
tongkol utama dari tanaman contoh.
Jumlah tongkol tanaman-1, dihitung jumlah tongkol dalam satu plot yang
memiliki biji minimal satu kemudian dibagi dengan jumlah tanaman dalam
satu plot.
Bobot tongkol (g), diukur dengan menimbang bobot kering tongkol utama
dari tanaman contoh.
Bobot biji tongkol-1 (g), diukur dengan menimbang biji kering yang telah
dipipil pada tongkol utama dari tanaman contoh.
Bobot 100 biji (g), diukur dengan menghitung 100 biji kemudian ditimbang.
Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Bobot tongkol plot-1 (g), diukur dengan menimbang seluruh tongkol tiap plot.
Rendemen hasil (%), dihitung dengan membandingkan bobot biji tongkol-1
terhadap bobot tongkol.
Hasil pipilan plot-1 (g), dihitung dengan mengalikan bobot tongkol plot-1 dan
rendemen hasil.
Kadar air (%), diukur dengan menggunakan grain moisture tester pada
jagung genotipe pembanding yang telah dipipil.
Adapun peubah kualitatif yang diamati meliputi:

1.

Skor ketahanan terhadap serangan bulai (%), dilakukan pengamatan saat
tanaman berumur 5 MST dengan melihat gejala penyakit bulai yang
menyerang tanaman. Perhitungan persentase serangan bulai dan kategori skor
ketahanan menurut Muis et al. (2013):
I = (A : B) x 100%
Keterangan:
I = Persentase serangan penyakit bulai
A= Jumlah tanaman terserang penyakit bulai
B= Populasi tanaman tumbuh setiap baris
Kategori dan skor ketahanan genotipe jagung terhadap penyakit bulai
berdasarkan Tabel 1 berikut.

8
Tabel 1 Kategori dan skor ketahanan genotipe jagung terhadap penyakit bulai
berdasarkan persentase serangan
Persentase serangan(%)
0.0 – 10
>10 – 20
>20 – 40
>40 – 60
>60 – 100
2.
3.

Kategori ketahanan
Sangat tahan
Tahan
Agak tahan
Peka
Sangat peka

Skor
1
2
3
4
5

Skoring keragaan agronomi, diamati dengan memberikan skor 1 (sangat baik)
hingga skor 5 (sangat buruk) berdasarkan CIMMYT (1994).
Skoring warna biji, diamati berdasarkan kriteria: 1) putih, 2) kuning, 3)
kuning tua, 4) oranye 5) oranye tua.

1

2

3

4

5

Gambar 1 Skor warna biji pada genotipe jagung

Analisis Data
Data yang telah didapatkan, terlebih dahulu diuji asumsi galatnya sebelum
dianalisis. Adapun analisis data meliputi:
Analisis Ragam
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
antara genotipe yang diuji, menggunakan metode REML (Restricted Maximum
Likelihood) (Wolfinger et al. 1997) dengan genotipe sebagai faktor tetap. Tahap
berikutnya adalah perhitungan nilai rata-rata tersesuaikan (adjusted means) untuk
tiap genotipe. Analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak SAS 9.1 dan
Microsoft Excel 2007.
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas
Nilai heritabilitas tanaman yang dihitung merupakan heritabilitas dalam arti
luas yaitu perbandingan antara ragam genotipe dan fenotipe (Syukur et al. 2012)
h2 =

9
Keterangan:
h2
= heritabilitas arti luas
σ2 G
= ragam genotipe
2
σP
= ragam fenotipik
Nilai duga ragam genotipe, ragam fenotipik, dan ragam lingkungan diperoleh dari
perhitungan dengan menggunakan metode REML (Restricted Maximum
Likelihood) dengan semua faktor dianggap faktor acak, menggunakan perangkat
lunak SAS. 9.1
Seleksi Indeks
Seleksi indeks dilakukan pada beberapa karakter. Indeks seleksi ditentukan
berdasarkan rumus (Singh dan Chaudry 1976):
Z= b1x1 + b2x2+.....+bnxn
Z adalah nilai indeks seleksi; bn adalah bobot dari peubah ke-n; xn adalah nilai
tengah dari tiap genotipe yang telah distandarisasi untuk peubah ke-n.
Kemajuan Seleksi
Kemajuan seleksi dapat dirumuskan secara kuantitatif berdasarkan
persamaan (Falconer 1983) sebagai berikut:
KS = S. h2
Keterangan:
KS
= Kemajuan seleksi
S
= Diferensial seleksi
2
h
= Nilai heritabilitas arti luas.
Diferensial seleksi merupakan selisih nilai tengah populasi terseleksi dengan nilai
tengah populasi awal.
Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk melihat hubungan antarkarakter yang
diamati dalam percobaan. Analisis korelasi Pearson berdasarkan rumus sebagai
berikut (Walpole 1982):

Keterangan:
n : banyaknya data
xi : nilai tengah peubah 1
yi : nilai tengah peubah 2
Analisis Gerombol
Analisis gerombol dilakukan dengan perhitungan koefisien ketidakmiripan
menggunakan metode Gower dan pengelompokkan (clustering) dengan metode
Ward menggunakan perangkat lunak R i386 2.15.2.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang, University Farm
IPB pada luasan 1 056 m2 yang berada pada ketinggian ± 201 meter di atas
permukaan laut. Berdasarkan hasil analisis, tanah di lahan percobaan memiliki
tekstur lempung berdebu dengan pH 5.2 yang tergolong masam (Balitan 2015).
Saat awal pelaksanaan percobaan, dilakukan penanaman 265 genotipe uji dan 7
genotipe pembanding pada 300 plot. Hingga saat panen, genotipe yang memiliki
jumlah tanaman dan jumlah tongkol dalam plot minimal lima adalah sebanyak
236 genotipe uji dan tujuh genotipe pembanding. Analisis statistik dilakukan
menggunakan data dari 236 genotipe uji dan tujuh genotipe pembanding tersebut.
Menurut data (BMKG 2015) curah hujan selama periode percobaan
(November 2014 hingga Februari 2015) adalah 371.2 mm. Suhu rata-rata bulan-1
adalah 25.7 oC dengan kelembaban rata-rata bulan-1 sebesar 71%. Menurut
Koswara (1986) curah hujan rata-rata yang dibutuhkan oleh pertanaman jagung
sebesar 100-125 mm bulan-1. Curah hujan yang cukup tinggi dapat menyebabkan
munculnya serangan penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan terjadinya
kerebahan pada tanaman jagung. Suhu optimal yang dibutuhkan bagi
pertumbuhan tanaman jagung antara 21-34oC (Purwono dan Purnamawati 2007).
Menurut Martin et al. (1976) jagung dapat tumbuh dengan optimal pada tanah
dengan pH antara 5.5 hingga 8.0. Berdasarkan hasil analisis tanah (Balitan 2015),
kandungan karbon dan nitrogen dalam tanah tergolong rendah dengan nilai C/N
sebesar 8 dan nilai kapasitas tukar kation juga rendah sebesar 8.07 cmolc kg-1.
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung dimulai dari fase
pertumbuhan awal, fase vegetatif, fase berbunga, dan fase masak fisiologis yang
ditunjukkan oleh Gambar 1. Fase pertumbuhan awal ditandai dengan benih yang
telah ditanam mulai tumbuh. Fase vegetatif ditandai dengan munculnya daun yang
telah membuka sempurna sampai sebelum keluarnya bunga jantan dan bunga
betina. Fase berbunga ditandai oleh munculnya bunga jantan (tassel) dan bunga
betina (rambut tongkol). Fase masak fisiologis ditandai dengan daun dan kelobot
mulai mengering serta munculnya blacklayer pada biji jagung.

A

B

11

C

D

Gambar 2 Fase pertumbuhan tanaman jagung (A) fase pertumbuhan awal, saat
tanaman berumur 1 MST (B) fase vegetatif (C) fase berbunga (D) fase
masak fisiologis
Saat tanaman berumur 5 MST, terjadi serangan penyakit bulai pada
beberapa tanaman jagung. Penyakit bulai disebabkan oleh cendawan
Peronoscleospora maydis. Pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan
mencabut (eradikasi) tanaman yang terserang penyakit tersebut. Beberapa hama
yang ditemukan selama penelitian adalah belalang (Valanga nigriconis), kutu
daun (Rophalosiphum maydis), dan rayap (Coptotermes curvignathus). Gulma
yang ditemukan di lokasi penelitian adalah Mimosa pudica, Boreria allata,
Phyllantus niruri, dan Euphorbia hirta.

Keragaan Karakter Kuantitatif Genotipe Jagung
Karakter kuantitatif yang diamati terdiri dari karakter vegetatif dan karakter
generatif. Karakter generatif yang diamati meliputi peubah daya tumbuh,tinggi
tanaman, dan diameter batang. Karakter generatif yang diamati meliputi umur
anthesis, umur silking, tinggi tongkol, diameter tongkol, panjang tongkol, bobot
tongkol, bobot biji tongkol-1, bobot tongkol plot-1, rendemen hasil, jumlah tongkol
tanaman-1, dan hasil pipilan plot-1. Rekapitulasi sidik ragam keragaan agronomi
pada peubah genotipe jagung dapat dilihat pada Tabel 2.

12
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam keragaan agronomi genotipe jagung

Peubah
Daya tumbuh
(%)
Umur silking
(hari)
Umur anthesis
(hari)
Tinggi tanaman
(cm)
Tinggi tongkol
(cm)
Diameter batang
(cm)
Panjang tongkol
(cm)
Diameter
tongkol (cm)
Jumlah baris
biji
Bobot tongkol
(g)++
Bobot 100 biji
(g)
Bobot biji
tongkol-1 (g)++
Bobot tongkol
plot-1 (g)+
Rendemen
hasil(%)
Hasil pipilan
plot-1 (g)+

KT
KT
Kelompok Genotipe

KT
KT
Genotipe
Genotipe
pembanding
uji (L)
(C)

KT
C vs L

KK
(%)

93.92

tn

349.88 **

55.72

tn

3045.26 tn

282.31

*

22.11

4.21

tn

12.53 **

1054.76

**

43.71 **

7.30

*

4.36

2.10

tn

11.40 **

1078.65

**

48.91 **

5.90

*

3.87

191.70

tn

679.65**

59 278.96 **

5103.98 ** 317.33 **

17.11

123.76

tn

205.27 **

11 882.19 **

1341.38 **

126.58 tn

23.92

0.02

tn

0.05

*

0.39

**

0.23 **

0.43 tn

14.25

0.95

tn

5.40 **

303.95

**

38.32 **

3.28 **

13.38

0.03

tn

0.29 **

23.79

**

2.92 **

0.13 **

10.44

0.19

tn

1.33 **

26.94

**

9.83 **

1.01 **

7.69

0.002 tn

0.05**

2.79

**

0.30 **

0.03**

7.45

0.92

tn

17.89 tn

520.77

**

tn

15.79 tn

22.72

0.01

tn

0.08 **

4.22

**

0.35 **

0.05 **

10.57

1.83

tn

69.24 **

7390.25

**

773.71 **

20.10 **

15.40

97.23

tn

174.06 **

3704.24

**

176.94

*

158.97 **

17.57

2.22

tn

64.06 **

6847.94

**

656.71**

20.06 **

20.81

16.30

Jumlah tongkol
0.12 **
0.14 tn
0.01 tn
0.13 **
29.71
0.04 tn
tanaman-1
Keterangan: KT: Kuadrat tengah; KK: Koefisien keragaman; * berpengaruh nyata
pada taraf 5%;** berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn tidak berpengaruh nyata;++
data ditransformasi ke (x+0.5)1/2; ++data ditransformasi ke log (x+1)
Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh kelompok tidak nyata pada
semua peubah pengamatan (Tabel 2). Adanya respon yang sama pada kelompok
yangberbeda menunjukkan bahwa lingkungan pada lokasi penelitian bersifat
homogen. Berdasarkan faktor genotipe, dapat dilihat bahwa genotipe memberikan
pengaruh yang nyata pada hampir semua peubah karakter vegetatif dan generatif
kecuali pada peubah bobot 100 biji (Tabel 2). Pengaruh yang nyata pada genotipe

13
uji terdapat pada peubah daya tumbuh, umur anthesis, umur silking, tinggi
tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris biji, bobot tongkol,
bobot biji tongkol-1, bobot tongkol plot-1, rendemen hasil, hasil pipilan plot-1, dan
jumlah tongkol tanaman-1. Apabila dilakukan perbandingan antara genotipe
pembanding dengan genotipe uji, terdapat pengaruh nyata pada sebagian besar
peubah yang diamati kecuali pada pada peubah daya tumbuh dan jumlah tongkol
tanaman-1. Kadar air genotipe pembanding tidak berbeda nyata antar blok (data
tidak ditampilkan), sehingga tidak dilakukan penyesuaian nilai bobot biji plot-1
untuk tiap genotipe uji. Menurut Gomez dan Gomez (1995), nilai koefisien
keragaman (KK) menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan dan faktor lain
yang tidak dapat dikendalikan dalam percobaan, yang berimplikasi pada tingkat
keterandalan percobaan. Nilai koefisien keragaman dari peubah yang diamati
berkisar antara 3.87% - 29.71%. Nilai koefisien keragaman (KK) tertinggi
terdapat pada peubah jumlah tongkol tanaman-1 (29.71%). Nilai koefisien
keragaman (KK) terendah terdapat pada peubah umur anthesis (3.87%).
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas
Heritabilitas arti luas (h2bs) merupakan rasio antara ragam genetik total
dengan ragam fenotipik (Allard 1960). Heritabilitas merupakan bagian pengaruh
genetik dari keragaan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua kepada
turunannya (Kusdiarti 1986). Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (1969)
yaitu tinggi jika h2> 0.5, sedang jika 0.2 ≤ h2≤ 0.5, dan rendah jika h2< 0.2. Hasil
analisis komponen ragam dan nilai heritabilitas arti luas dapat dilihat pada Tabel 3.
Karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi adalah daya tumbuh,
umur anthesis, tinggi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris
biji, bobot tongkol, bobot biji tongkol-1, bobot tongkol plot-1, rendemen hasil, dan
hasil pipilan plot-1. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang sedang
adalah umur silking, tinggi tongkol, diameter batang, dan bobot 100 biji. Karakter
yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang rendah adalah jumlah tongkol
tanaman-1. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih
dominan mengendalikan karakter tersebut dibandingkan dengan faktor lingkungan.
Menurut Syukur et al. (2011) heritabilitas merupakan parameter genetik
untuk memilih sistem seleksi yang efektif. Seleksi berdasarkan karakter yang
memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi akan lebih efektif. Karakter daya
tumbuh, umur anthesis, tinggi tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol,
jumlah baris biji, bobot tongkol, bobot biji tongkol-1, bobot tongkol plot-1,
rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1 dapat dijadikan sebagai karakter kriteria
seleksi.

14
Tabel 3 Nilai duga komponen ragam dan nilai heritabilitas arti luas karakter
agronomi pada genotipe uji
Karakter
σ2 p
σ2 e
Daya tumbuh
287.16 115.73
Umur anthesis
5.90
2.78
Umur silking
7.26
3.92
Tinggi tanaman
556.16 224.40
Tinggi tongkol
126.32 92.46
Diameter batang
0.04
0.02
Panjang tongkol
3.29
1.24
Diameter tongkol
0.13
0.05
Jumlah baris biji
1.02
0.35
Bobot tongkol
0.03
0.01
Bobot 100 biji
15.47 10.23
-1
Bobot biji tongkol
0.05
0.01
Bobot tongkol plot-1
20.29
3.96
Rendemen hasil
157.49 66.15
Hasil pipilan plot-1
20.33
4.77
-1
Jumlah tongkol tanaman
0.12
0.12
Keterangan: σ2p: ragam fenotipik; σ2e: ragam
h2bs: nilai heritabilitas arti luas

σ2 g
h2bs
Kriteria
171.43
0.59
Tinggi
3.12
0.53
Tinggi
3.34
0.46
Sedang
311.76
0.56
Tinggi
33.86
0.27
Sedang
0.02
0.50
Sedang
2.05
0.62
Tinggi
0.08
0.61
Tinggi
0.67
0.65
Tinggi
0.02
0.78
Tinggi
5.24
0.21
Sedang
0.04
0.81
Tinggi
16.33
0.80
Tinggi
91.35
0.58
Tinggi
15.56
0.77
Tinggi
0.00
0.00
Rendah
lingkungan; σ2g: ragam genetik;

Analisis Koefisien Korelasi Linier Antarkarakter

Analisis korelasi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
peubah melalui koefisien korelasi (Walpole 1982). Koefisien korelasi mempunyai
arti penting dalam kegiatan seleksi. Koefisien korelasi antarkarakter dapat
digunakan untuk mengestimasi arah respon dari karakter pasangannya, ketika arah
respon dari suatu karakter diketahui. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1
hingga 1. Semakin besar nilai koefisien korelasi antarkarakter, maka hubungan
antarkarakter tersebut semakin erat. Seleksi genotipe jagung pada kondisi lahan
masam ditujukan untuk pembentukan varietas jagung dengan daya hasil yang
tinggi. Bobot biji tongkol-1 merupakan karakter komponen hasil yang turut
menyusun daya hasil jagung. Karakter bobot biji tongkol-1 berkorelasi nyata dan
positif terhadap karakter tinggi tanaman, panjang tongkol, jumlah baris biji,
diameter tongkol, tinggi tongkol, bobot 100 biji, rendemen hasil, dan hasil pipilan
plot-1. Nilai koefisien korelasi yang nyata dan positif mengindikasikan bahwa
seleksi berdasarkan karakter bobot biji tongkol-1 dapat meningkatkan karakterkarakter yang berkorelasi tersebut.
Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada Tabel 4. Komponen hasil
merupakan karakter penting dalam pemuliaan jagung. Komponen hasil yang turut
menyusun hasil panen adalah diameter tongkol, panjang tongkol, jumlah baris biji,
dan jumlah tongkol tanaman-1. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hasil
korelasi positif yang sangat nyata antara panjang tongkol, jumlah baris biji dan

15
diameter tongkol terhadap bobot biji tongkol-1 yang berturut-turut nilai koefisien
korelasinya adalah 0.41, 0.41, dan 0.77. Karakter jumlah tongkol tanaman-1
memiliki korelasi yang tidak nyata terhadap bobot biji tongkol-1, namun memiliki
korelasi yang positif dan sangat nyata terhadap hasil pipilan plot-1. Korelasi positif
sangat nyata juga terdapat antara karakter tinggi tanaman dan tinggi tongkol
dengan bobot biji tongkol-1 (r=0.31** dan 0.34**). Hal ini menunjukkan bahwa
besarnya tinggi tanaman dan tinggi tongkol akan diikuti oleh respon
bertambahnya bobot biji tongkol-1. Hasil penelitian Bara (2009) menunjukkan
bahwa semakin tinggi tanaman, jumlah daun semakin banyak. Polnaya dan Patty
(2012) menyebutkan jumlah daun semakin banyak menunjukkan semakin
bertambahnya umur tanaman. Menurut Gardner et al. (2008), tanaman yang
memiliki jumlah daun lebih banyak memiliki peluang untuk menangkap dan
memanfaatkan energi matahari yang lebih dalam proses fotosintesis untuk
memproduksi fotosintat.

16

Tabel 4 Koefisien korelasi linier antarkarakter pada genotipe jagung
UA

US

TT

PT

JB

DT

JTT

DTT

TTO

BB

BSB

RH

US
0.87 **
TT
-0.24 **
-0.22 **
**
PT
-0.32
-0.34 ** 0.31 **
**
JB
-0.20
-0.20 ** 0.29 ** 0.28 **
DT
-0.47 **
-0.48 ** 0.36 ** 0.37 ** 0.49 **
tn
JTT
0.05
-0.05 tn 0.08 tn -0.03 tn -0.05 tn -0.00 tn
-0.03 tn 0.19 tn -0.08 tn 0.13 * 0.10 tn
0.11 tn
DTT
-0.08 tn
*
*
**
**
**
**
TTO
-0.16
-0.16
0.77
0.31
0.24
0.34
0.10 tn
0.10 tn
BB
-0.54 **
-0.55 ** 0.31 ** 0.41 ** 0.41 ** 0.77 ** -0.07 tn
-0.03 tn 0.34 **
**
**
**
**
tn
**
tn
BSB
-0.30
-0.31
0.30
0.37
-0.02
0.46
0.06
-0.02 tn 0.32 ** 0.45 **
RH
-0.30 **
-0.45 ** 0.06 tn 0.06 tn 0.18 ** 0.48 ** -0.13 *
-0.06 tn 0.12 tn 0.83 ** 0.23 **
**
**
**
**
**
**
**
-0.63
0.42
0.47
0.35
0.73
0.21
0.16 * 0.41 ** 0.81 ** 0.44 ** 0.60 **
HPP
-0.59
Keterangan: UA: umur anthesis; US: umur silking; TT: tinggi tanaman;PT: panjang tongkol; JB: jumlah baris biji; DT: diameter
tongkol; JTT: jumlah tongkol tanaman-1; DTT: daya tumbuh; TTO: tinggi tongkol; BB: bobot biji tongkol-1; BSB : bobot 100 biji; RH:
rendemen hasil; HPP: hasil pipilan plot-1; *: berkorelasi nyata pada taraf 5%; ** berkorelasi nyata pada taraf 1%; tn: tidak berkorelasi
nyata

17
Seleksi Indeks pada Genotipe Jagung
Menurut penelitian Lubis et al. (2014) pada seleksi genotipe jagung di
lingkungan tanah masam, karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi
selain berkorelasi positif dengan hasil juga harus memiliki nilai heritabilitas tinggi,
agar dapat diwariskan ke generasi berikutnya. Menurut Wang et al. (2006) seleksi
untuk toleransi terhadap tanah masam dapat dilakukan pada karakter daya hasil
dan biomassa. Tinggi tanaman dapat mewakili akumulasi pertumbuhan vegetatif
tanaman dan bobot biji tongkol-1 dapat mewakili perkembangan pada fase
generatif. Seleksi akan efektif bila dilakukan pada karakter yang memiliki korelasi
positif dan nyata terhadap karakter yang ingin dituju.
Penelitian ini menunjukkan karakter panjang tongkol dan diameter tongkol
memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi serta berkorelasi positif dan nyata
terhadap tinggi tanaman dan karakter komponen hasil yaitu bobot biji tongkol-1.
Karakter tersebut kemudian disusun dalam indeks seleksi untuk memilih genotipe
yang diduga toleran pada lingkungan tanah masam. Hal ini sejalan dengan Wirnas
et al. (2006) bahwa nilai koefisien korelasi dan nilai heritabilitas arti luas dapat
digunakan untuk memilih karakter yang akan digunakan untuk menyusun indeks
seleksi. Seleksi secara simultan menggunakan indeks dilakukan terhadap 236
genotipe uji dan kemudian dilakukan intensitas seleksi sebesar 5%. Hasil seleksi
terhadap genotipe uji dengan skor indeks tertinggi sebanyak 12 genotipe terdapat
pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai tengah tiap karakter dan indeks seleksi pada genotipe uji
Bobot
biji
Genotipe
Indeks
tongkol-1
(g)
*
*
*
195
166.8
18.5
4.1
14
56.5*
20.7
*
*
252
149.7
14.4
4.5
13
99.8
17.6
*
*
298
171.8
16.3
3.6
13
71.2
16.8
166
167.9
13.8
3.8
14*
57.6*
14.6
*
112
145.7
13.9
3.8
13
66.6
13.9
*
*
256
109.4
17.9
3.9
12
67.9
13.4
*
*
249
131.1
15.6
4.0
12
82.8
13.3
369
148.6
14.2
4.1*
12
55.9*
12.4
*
32
162.1
15.2
3.8
12
56.5
11.7
*
231
136.8
15.1
3.6
13
61.5
11.5
*
247
119.6
15.0
3.8
13
61.6
11.4
326
136.3
15.1
3.9
12
53.8*
11.2
Rataan umum
129.9
12.5
3.3
11.8
25.5
RGU
128.8
12.4
3.2
11.7
25.1
RPG
141.5
12.8
3.4
11.3
32.7
RPV
196.5
17.6
4.7
13.7
94.1
BNT 0.05
46.2
3.4
0.7
2.1
1.0
Keterangan : * nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum berdasarkan uji lanjut
BNT pada taraf 0.05; RGU: rataan genotipe uji; RPG: rataan pembanding galur
murni; RPV: rataan pembanding varietas unggul
Tinggi
tanaman
(cm)

Panjang
tongkol
(cm)

Diameter
tongkol
(cm)

Jumlah
baris
biji

18
Secara umum, keduabelas genotipe yang terseleksi memiliki nilai tengah
bobot biji tongkol-1 yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum
pada uji BNT 0.05. Nilai tengah tinggi tanaman pada keduabelas genotipe tidak
ada yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum pada uji BNT
0.05. Genotipe 195 memiliki nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol
yang lebih tinggi dibandingkan rataan umum. Genotipe 298 dan 256 memiliki
nilai tengah panjang tongkol yang nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum.
Genotipe 252, 249, dan 369 memiliki nilai tengah diameter tongkol lebih tinggi
dibandingkan rataan umum. Genotipe 166 memiliki memiliki nilai tengah jumlah
baris biji lebih tinggi dibandingkan rataan umum.

Karakter Genotipe Uji Hasil Seleksi
Tabel 6 menunjukkan nilai tengah pengamatan pada genotipe terseleksi
untuk karakter umur anthesis, umur silking, diameter batang, tinggi tongkol,
rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1
Tabel 6 Nilai tengah untuk karakter umur anthesis, umur silking, diameter batang,
tinggi tongkol, rendemen hasil, dan hasil pipilan plot-1
Genotipe

Umur
anthesis
(hari)
63
60
64
66
63
62
59
64
60
65
65
61

Umur
silking
(hari)
63
61
67
67
66
62
62
64
61
62
66
62

Diameter
batang
(cm)
2.0
1.9
1.9
1.8
1.9
1.9
1.9
1.8
2.0
1.9
1.6
1.9

Tinggi
tongkol
(cm)
71.9
73.0
72.8
65.5
66.7
46.2
65.5
68.7
78.6
74.5
57.5
60.3

Rendemen
hasil (%)

Hasil
pipilan
plot-1 (g)
490.3*
844.4*
296.9*
522.0*
387.4*
556.8*
941.9*
321.9*
927.7*
449.9*
462.4*
556.1*

195
72.5
252
73.5
298
93.4*
166
71.7
112
83.5
256
74.3
249
82.0
369
76.9
32
71.8
231
82.0
247
83.3
326
65.6
Rataan
umum
64
66
1.7
56.0
65.6
261.1
RGU
64
66
1.7
55.9
66.8
251.7
RPG
62
63
1.6
58.7
73.2
357.5
RPV
56
58
1.9
88.3
78.6
1 567.9
BNT 0.05
5.1
5.9
0.5
27.9
23.8
47.8
Keterangan : * nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum berdasarkan uji
lanjut BNT pada taraf 0.05; RGU: rataan genotipe uji; RPG: rataan pembanding
galur murni; RPV: rataan pembanding varietas unggul

Genotipe uji hasil seleksi memiliki nilai tengah yang tidak berbeda nyata
dengan rataan umum pada semua karakter kecuali hasil pipilan plot-1 dan

19
rendemen hasil. Keduabelas genotipe uji tersebut memiliki nilai tengah hasil
pipilan plot-1 yang nyata lebih tinggi dibandingkan rataan umum pada uji BNT
0.05. Hal ini sesuai dengan nilai tengah bobot biji tongkol-1. Genotipe 298
menunjukkan nilai tengah karakter rendemen hasil yang nyata lebih tinggi
dibandingkan rataan umum pada uji BNT 0.05.

Kemajuan Seleksi
Diferensial seleksi merupakan selisih nilai tengah populasi terseleksi dengan
nilai tengah populasi awal. Apabila seleksi dilakukan terhadap suatu populasi
tanaman, diharapkan turunan dari tanaman terpillih akan memberikan hasil yang
lebih baik atau adanya kemajuan seleksi (Syukur et al. 2012).
Tabel 7

Nilai diferensial seleksi dan kemajuan seleksi berdasarkan karakter
kriteria seleksi

Peubah
Umur anthesis (hari)
Umur silking (hari)
Tinggi tanaman (cm)
Panjang tongkol (cm)
Jumlah baris biji (cm)
Diameter tongkol (cm)
Tinggi tongkol (cm)
Bobot biji tongkol-1 (g)
Bobot 100 biji (g)
Rendemen hasil (%)
Hasil pipilan plot-1 (g)

Nilai
tengah
populasi
awal
64.49
66.03
128.67
12.41
11.75
3.24
55.89
24.84
21.02
65.26
247.26

Nilai
tengah
populasi
terseleksi
62.15
63.62
145.51
15.41
12.92
3.92
66.78
65.92
26.63
77.58
563.12

Diferensial
seleksi

Kemajuan
seleksi

-2.34
-2.41
16.84
3.00
1.16
0.68
10.90
41.08
5.61
12.32
315.87

-1.24
-1.11
9.43
1.86
0.76
0.41
2.94
33.27
1.18
7.14
243.22

Percobaan ini dilakukan intensitas seleksi sebesar 5% berdasarkan indeks
tertinggi dalam seleksi indeks sehingga diperoleh dua belas genotipe terseleksi
dari 236 genotipe uji yang diseleksi. Genotipe tersebut adalah 195, 252, 298, 166,
112, 256, 249, 369, 32, 231, 247, dan 326. Kedua belas genotipe tersebut
dijadikan sebagai populasi terseleksi untuk kemudian dievaluasi diferensial
seleksi dan kemajuan seleksi pada beberapa karakter (Tabel 7).
Secara umum, nilai tengah populasi terseleksi pada sebagian besar karakter
lebih tinggi dibandingkan nilai tengah populasi awal kecuali karakter umur
anthesis dan umur silking. Nilai tengah populasi terseleksi yang lebih rendah pada
karakter umur anthesis dan umur silking mengindikasikan bahwa genotipe
tersebut lebih ce