Pengelolaan Hara Pada Berbagai Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Tanah Inceptisol Kabupaten Deli Serdang
DELI SERDANG
TESIS
Oleh :
SURYA EDY SYAHPUTRA 087001015/AGR
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
PENGELOLAAN HARA PADA BERBAGAI VARIETAS JAGUNG
(Zea mays L.) DI TANAH INCEPTISOL KABUPATEN
DELI SERDANG
TESIS
Oleh :
SURYA EDY SYAHPUTRA 087001015/AGR
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Magister Pertanian Dalam Program Studi Agroekoteknologi pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
INCEPTISOL KABUPATEN DELI SERDANG
Nama Mahasiswa : Surya Edy Syahputra
Nomor Pokok : 087001015
Program Studi : Agroekoteknologi
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Ir. H. T. M. Hanafiah Oeliem, DAA)(Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc)(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS)
(4)
Telah di uji pada
Tanggal : 3 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. H. T. M. Hanafiah Oeliem, DAA Anggota : Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP
Penguji : 1. Prof. Dr. Ir. Hafsoh, MS 2. Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS
(5)
ABSTRACT
Surya Edi Syahputra, 2010. “The Management of Manure on various Varieties of Corn (Zea mays L.) on an Inceptisole Soil of Deli Serdang District”.
The objective of this study is to evaluate fertile status of Inceptisol soil of Deli Serdang District even to compare adaptability of corn variety in various methods of manure management. This study was conducted on Kecamatan Medan Estate, Deli Serdang District. This research adopted a Split-split Plot Design with 3 factors such as Variety (V) as primary plot comprising four varieties they are V1 = Pioneer 12, V2
= Pioneer 23, V3 = NK 22 and V4 = Arjuna terms. An amendment (A) as a split plot
consisted of 4 phases namely A0 = Without amendment, A1 = Organic Fertilizer, A2 =
lime and A3 = Organic fertilizer and lime. The method of manure management (P) as
split-split Plot comprising 3 phases they are P1 = government recommended dosage,
P2 = PUTK dosage and P3 = dosage applied by farmers. The manure management
referred to PUTK is seen better compared to dosage government recommended and farmer did, it is seen by vegetative growth be better and the production was higher. Production with the highly was seen by Pioneer 23 followed Pioneer 12, NK 22 and Arjuna.Given organic fertilizer amendment and lime was improving its adaptability of corn varieties NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, and Arjuna terms. The management of manure bases PUTK influencing to improve its adaptability of corn varieties of NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, and Arjuna terms. Given organic fertilizer amendment and lime improving the plant capability in absorbing manure substance and to improve the growth and producing corn with PUTK manure management method. The best growth and production of corn was obtained on variety Pioneer 23 with treatment organic fertilizer and lime on the manure management of PUTK. Keywords : Corn, PUTK, Lime, Organic Fertilizer, Production.
(6)
ABSTRAK
Surya Edi Syahputra, 2010. “Pengelolaan Hara pada Berbagai Varietas Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi status kesuburan tanah Inceptisol kabupaten Deli Serdang serta membandingkan daya adaptasi varietas jagung pada berbagai metode pengelolaan hara. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Estate, Kabupaten Deli Serdang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak-Petak Terpisah (Split-split Plot Design) dengan 3 faktor yaitu Varietas (V) sebagai petak utama terdiri dari empat varietas yaitu V1 = Pioneer 12, V2 = Pioneer 23, V3 =
NK 22 dan V4 = Arjuna. Amandemen (A) sebagai anak petak terdiri dari 4 taraf yaitu
A0 = Tanpa Amandemen, A1 = Pupuk Organik, A2 = Kapur dan A3 = Pupuk Organik
dan Kapur. Metode Pengelolaan Hara (P) sebagai anak-anak petak terdiri dari 3 taraf yaitu P1 = Dosis anjuran Pemerintah, P2 = Dosis PUTK dan P3 = Dosis yang
digunakan petani. Pengelolaan hara berdasarkan PUTK lebih baik dibandingkan dari pemerintah dan dosis petani, hal ini tampak dari pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dan produksi yang lebih tinggi. Produksi terbaik adalah pada Pioneer 23 yang diikuti Pioneer 12, NK 22 dan Arjuna. Pemberian amandemen pupuk organik dan kapur meningkatkan secara nyata daya adaptasi varietas jagung NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, dan Arjuna. Varietas yang memiliki respon terbaik adalah Pioneer 23, yang diikuti Pioneer 12, NK 22 dan Arjuna.Pengelolaan hara berdasarkan PUTK berpengaruh meningkatkan daya adaptasi varietas jagung NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, dan Arjuna. Pemberian pupuk organik dan kapur meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara NPK, serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung. Pertumbuhan dan produksi jagung terbaik diperoleh pada varietas Pioneer 23 dengan perlakuan pupuk organik dan kapur pada pengelolaan hara PUTK. Kata Kunci : Jagung, PUTK, Kapur, Pupuk Organik, Produksi
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian ini yang berjudul ”Pengelolaan Hara pada Berbagai Varietas Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kabupaten Deli Serdang”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam meraih gelar magister Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, demi kesempurnaan Tesis.
Medan, Juli 2010 Penulis
(8)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan-karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. T. M. Hanafiah Oeliem, DAA. Selaku Pembimbing Utama dan kepada IbuDr. Ir. Hamidah Hanum, MP Selaku Anggota Pembimbing, atas segala bimbingan, petunjuk, koreksi dan saran yang diberikan sejak awal hingga akhir penelitian dan penulisan tesis.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
- Rektor Universitas Sumatera Utara dan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Program Magister pada program Pascasarjana USU. Juga kepada seluruh staf dan pegawai PPs USU yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
- Ketua Program Studi Agroekoteknologi PPs USU, Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis. - Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Labuhan Batu dan Kepala BPTP Provinsi
Sumatera Utara selaku pendukung pendanaan penelitian ini.
- Serta penghargaan dan doa yang tulus penulis ucapkan kepada Ayahanda (Alm) dan Ibunda yang telah memberikan dorongan dan doa dalam menyelesaikan studi ini.
(9)
- Rekan-rekan seakademis yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya kepada semua yang terlibat dan membantu yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang setulusnya. Semoga atas budi baik yang telah diberikan mendapatkan anugerah berlipat dari Allah S.W.T.
(10)
RIWAYAT HIDUP
SURYA EDY SYAHPUTRA dilahirkan di Sei dua-dua, tanggal 25
November 1980, merupakan putra pertama dari enam bersaudara dari Bapak Tukino, SP (Alm) dan Ibu Sumiati, S. Amd.
Jenjang pendidikan yang telah dicapai penulis sampai saat ini adalah :
I. Pendidikan Formal
1. Pada tahun 1993 tamat Sekolah Dasar Negeri No. 1122661 Desa Sei dua-dua Kecamatan Kualu Hulu, Kabupaten Labuhan Batu dan pada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Aek Kanopan Kecamatan Kualu Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.
2. Pada tahun 1996 tamat Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Aek Kanopan Kecamatan Kualu Hulu, Kabupaten Labuhan Batupada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Aek Kanopan Kecamatan Kualu Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.
3. Pada tahun 1999 tamat Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Aek Kanopan Kecamatan Kualu Hulu, Kabupaten Labuhan Batupada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.
4. Pada tahun 2007 penulis tamat dari Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.
(11)
5. Pada tahun 2002 penulis menjadi Tim Teknis Lapangan PTPN III Membang Muda Kecamatan Kualu Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.
6. Pada tahun 2003 penulis menjadi Tim Teknis Lapangan PTPN III, Aek Nabara Selatan Kabupaten Labuhan Batu.
7. Pada tahun 2004 – 2006 penulis menjadi Tim Teknis Lapangan Latext Encreament Tehnis Thailand.
8. Pada tahun 2007 penulis aktif menjadi Pegawai Dinas Tanaman Pangan Labuhan Batu.
9. Pada tahun 2008 penulis diterima menjadi mahasiswa S2 pada Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Program Studi Agroekoteknologi.
10.Pada tahun 2008 aktif menjadi Pegawai Badan Ketahanan Pangan Labuhan Batu Utara.
II. Pendidikan Non Formal
1. Pada tahun 1996 penulis mengikuti Coaching petani pemilik Alsintan Pra dan Pasca Panen di UPT Jaya Tani Gedung Johor, Medan.
2. Pada tahun 2002 penulis mengikut SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian hama Terpadu) Kabupaten Labuhan Batu.
3. Pada tahun 2003 penulis mengikuti Sekolah TOT SLPHT BLPP Medan. 4. Pada tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan dan latihan pertanian terpadu
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah Penelitian ... 5
Tujuan Penelitian ... 5
Hipotesis Penelitian ... 6
Manfaat Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
Karakteristik Kimia dan Kesuburan Tanah Inceptisol ... 7
Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung ... 8
Peranan Hara NPK pada Tanaman Jagung ... 13
Syarat Tumbuh Tanaman Jagung ... 15
Varietas Unggul Tanaman Jagung ... 17
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 19
Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat Penelitian ... 19
Metode Penelitian ... 19
Pelaksanaan Penelitian ... 23
Peubah Yang Diamati ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
HASIL ... 29
Total Luas Daun ... 30
Rasio Tajuk/ Akar ... 34
Laju Asimilasi Bersih ... 36
Laju Tumbuh Relatif ... 40
(13)
Serapan N ... 48
Jumlah Tongkol per Plot... 51
Bobot Biji per Tanaman ... 53
Bobot Biji per Plot ... 56
PEMBAHASAN ... 59
KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
Kesimpulan ... 73
Saran ... 74
(14)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1...Kon disi Kesuburan Tanah di Tiga Kecamatan, Kabupaten Deli Serdang... 29 2...Rata
an Total Luas Daun Jagung (cm2) Pada Perlakuan Varietas,
Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara pada Umur 2, 4 dan 6 MST ... 31 3. Varietas dan Amandemen terhadap Total Luas Daun (cm2) Jagung
Pengamatan 2 MST... 32 4. Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Total Luas Daun (cm2)
Jagung Pengamatan 2 MST ... 32 5. Varietas dan Amandemen terhadap Total Luas Daun (cm2) Jagung
Pengamatan 6 MST... 33 6. Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Total Luas Daun (cm2)
Jagung Pengamatan 6 MST ... 34 7. Rataan Rasio Tajuk/ Akar Jagung (%) Pada Perlakuan Varietas,
Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara pada Umur 2, 4 dan 6 MST ... 35 8. Laju Asimilasi Bersih Jagung (g.cm-2hari-1) Pada Perlakuan Varietas,
Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara pada Umur 2-4 dan 4-6 MST ... 37 9. Varietas dan Amandemen terhadap Laju Asimilasi Bersih Jagung
(g.cm-2hari-1) Jagung Pengamatan 2-4 MST ... 38
10.Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Laju Asimilasi Bersih Jagung (g.cm-2hari-1) Jagung Pengamatan 2-4 MST... 39
11.Varietas dan Amandemen terhadap Laju Asimilasi Bersih Jagung (g.cm-2hari-1) Jagung Pengamatan 4-6 MST ... 39
12.Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Laju Asimilasi Bersih Jagung (g.cm-2hari-1) Jagung Pengamatan 4-6 MST... 40
(15)
14...Sera pan N pada Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 43
Nomor Judul Halaman
15...Data
Rata-rata Serapan N (mg/tanaman) Akibat Interaksi Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 44
16...Sera pan P pada Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 46 17...Data
Rata-rata Serapan P (mg/tanaman) Akibat Interaksi Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 47
18...Sera pan K pada perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara ... 49 19...Data
Rata-rata Serapan K (mg/tanaman) Akibat Interaksi Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 50
20...Juml ah Tongkol per Plot Jagung (buah) Pada Perlakuan Varietas,
Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 52 21...
Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Jumlah Tongkol per Plot (buah) Jagung... 53 22...Bob
ot Biji per Tanaman Jagung (g) Pada Perlakuan Varietas,
Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 54 23...Data
Rata-rata Bobot Biji per Tanaman (g) Jagung Akibat Interaksi Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 55
(16)
24...Bob ot biji per Plot Jagung (g) Pada Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara ... 57 25...Data
Rata-rata Bobot Biji per Plot (g) Jagung Akibat Interaksi Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara... 58
(17)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1...Pola sebaran titik pengambilan contoh tanah komposit secara diagonal... 25
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1...Des
kripsi Jagung Varietas Pioneer-12 ... 78
2. Deskripsi Jagung Varietas Pioneer-23 ... 79
3. Deskripsi Jagung Varietas NK 22... 80
4. Deskripsi Jagung Varietas Arjuna ... 81
5. Bagan Penelitian di Lapangan ... 82
6. Bagan Letak Tanaman Sampel ... 85
7. Rataan Total Luas Daun Jagung (cm2) pada Umur 2, 4 dan 6 MST ... 86
8. Daftar Sidik Ragam Luas DaunJagung Umur 2 MST ... 87
9. Daftar Sidik Ragam Luas DaunJagung Umur 4 MST ... 87
10.Daftar Sidik Ragam Luas DaunJagung Umur 6 MST ... 87
11.Rataan Rasio Tajuk/Akar Jagung pada Umur 2, 4 dan 6 MST... 88
12.Daftar Sidik Ragam Rasio Tajuk/Akar Jagung Umur 2 MST ... 89
13.Daftar Sidik Ragam Rasio Tajuk/Akar Jagung Umur 4 MST ... 89
14.Daftar Sidik Ragam Rasio Tajuk/Akar Jagung Umur 6 MST ... 89
15.Rataan LAB dan LTR (g.cm-2hari-1) pada Umur 2 - 4 dan 4 - 6 MST ... 90
16.Daftar Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih Umur 2– 4 MST ... 91
(19)
18.Daftar Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif Umur 2– 4 MST ... 92
19.Daftar Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif Umur 4– 6 MST ... 92
20.Rataan Serapan N, Serapan P, dan Serapan K (mg/tanaman)... 93
21.Daftar Sidik Ragam Serapan N... 94
22.Daftar Sidik Ragam Serapan P ... 94
23.Daftar Sidik Ragam Serapan K... 94
24.Rataan Jumlah Tongkol per Plot (buah), Bobot Biji per Tanaman (g), dan Bobot Biji per Plot (g)... 95
25.Daftar Sidik Ragam Jumlah Tongkol per Plot ... 96
26.Daftar Sidik Ragam Bobott Biji per Tanaman... 96
(20)
ABSTRACT
Surya Edi Syahputra, 2010. “The Management of Manure on various Varieties of Corn (Zea mays L.) on an Inceptisole Soil of Deli Serdang District”.
The objective of this study is to evaluate fertile status of Inceptisol soil of Deli Serdang District even to compare adaptability of corn variety in various methods of manure management. This study was conducted on Kecamatan Medan Estate, Deli Serdang District. This research adopted a Split-split Plot Design with 3 factors such as Variety (V) as primary plot comprising four varieties they are V1 = Pioneer 12, V2
= Pioneer 23, V3 = NK 22 and V4 = Arjuna terms. An amendment (A) as a split plot
consisted of 4 phases namely A0 = Without amendment, A1 = Organic Fertilizer, A2 =
lime and A3 = Organic fertilizer and lime. The method of manure management (P) as
split-split Plot comprising 3 phases they are P1 = government recommended dosage,
P2 = PUTK dosage and P3 = dosage applied by farmers. The manure management
referred to PUTK is seen better compared to dosage government recommended and farmer did, it is seen by vegetative growth be better and the production was higher. Production with the highly was seen by Pioneer 23 followed Pioneer 12, NK 22 and Arjuna.Given organic fertilizer amendment and lime was improving its adaptability of corn varieties NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, and Arjuna terms. The management of manure bases PUTK influencing to improve its adaptability of corn varieties of NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, and Arjuna terms. Given organic fertilizer amendment and lime improving the plant capability in absorbing manure substance and to improve the growth and producing corn with PUTK manure management method. The best growth and production of corn was obtained on variety Pioneer 23 with treatment organic fertilizer and lime on the manure management of PUTK. Keywords : Corn, PUTK, Lime, Organic Fertilizer, Production.
(21)
ABSTRAK
Surya Edi Syahputra, 2010. “Pengelolaan Hara pada Berbagai Varietas Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi status kesuburan tanah Inceptisol kabupaten Deli Serdang serta membandingkan daya adaptasi varietas jagung pada berbagai metode pengelolaan hara. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Estate, Kabupaten Deli Serdang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak-Petak Terpisah (Split-split Plot Design) dengan 3 faktor yaitu Varietas (V) sebagai petak utama terdiri dari empat varietas yaitu V1 = Pioneer 12, V2 = Pioneer 23, V3 =
NK 22 dan V4 = Arjuna. Amandemen (A) sebagai anak petak terdiri dari 4 taraf yaitu
A0 = Tanpa Amandemen, A1 = Pupuk Organik, A2 = Kapur dan A3 = Pupuk Organik
dan Kapur. Metode Pengelolaan Hara (P) sebagai anak-anak petak terdiri dari 3 taraf yaitu P1 = Dosis anjuran Pemerintah, P2 = Dosis PUTK dan P3 = Dosis yang
digunakan petani. Pengelolaan hara berdasarkan PUTK lebih baik dibandingkan dari pemerintah dan dosis petani, hal ini tampak dari pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dan produksi yang lebih tinggi. Produksi terbaik adalah pada Pioneer 23 yang diikuti Pioneer 12, NK 22 dan Arjuna. Pemberian amandemen pupuk organik dan kapur meningkatkan secara nyata daya adaptasi varietas jagung NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, dan Arjuna. Varietas yang memiliki respon terbaik adalah Pioneer 23, yang diikuti Pioneer 12, NK 22 dan Arjuna.Pengelolaan hara berdasarkan PUTK berpengaruh meningkatkan daya adaptasi varietas jagung NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, dan Arjuna. Pemberian pupuk organik dan kapur meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara NPK, serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung. Pertumbuhan dan produksi jagung terbaik diperoleh pada varietas Pioneer 23 dengan perlakuan pupuk organik dan kapur pada pengelolaan hara PUTK. Kata Kunci : Jagung, PUTK, Kapur, Pupuk Organik, Produksi
(22)
I. PENDAHULUAN
Latar BelakangKomoditi jagung memiliki peranan cukup penting dan strategis dalam pembangunan pertanian secara nasional maupun regional serta terhadap ketahanan pangan dan perbaikan perekonomian. Jagung juga menjadi penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan industri hilir di dalam sistem agribisnis (BPTP, 2006).
Jagung merupakan komoditas yang cukup potensial untuk dikembangkan karena selain dapat digunakan sebagai pangan sumber karbohidrat dan protein juga penting artinya sebagai bahan baku pakan ternak dan bahan baku industri. Kebutuhan jagung di Indonesia pada tahun 2004 cukup besar, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering pertahun. Adapun konsumsi jagung terbesar untuk pangan dan industri pakan ternak. Hal ini dikarenakan sebanyak 51% bahan baku pakan ternak adalah jagung (Purwono dan Hartono, 2007). Produksi jagung meskipun meningkat setiap tahunnya namun masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga memerlukan import sebanyak 400.000 ton tahun 2005 dan 600.000 ton pada tahun 2006 (BPTP, 2006).
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penghasil jagung, namun produksi jagung di Sumatera Utara masih tergolong rendah dibanding provinsi lain di Indonesia. Perluasan areal dan produksi jagung tidak menunjukkan nilai yang cukup berarti dalam tahun 2002-2006.
(23)
Produksi jagung tahun 2002 – 2006 di Kabupaten Deli Serdang 80.492 ton dengan luas panen 24.247 ha dan produktifitas 33,20 kw/ha (Biro Pusat Statistik, 2004). Pada tahun 2006 produksi jagung di Kabupaten Deli Serdang 65.015 ton dengan luas panen 19.027 ha dan produktifitas 34,17 kw/ha (Biro Pusat Statistik, 2006). Produksi jagung di Kabupaten Deli Serdang mengalami fluktuasi produksinya. Namun dibanding daerah lain kabupaten ini tergolong rendah produksinya (Biro Pusat Statistik, 2006).
Salah satu daerah sentra pengembangan jagung di dataran rendah di Sumatera Utara adalah Kabupaten Deli Serdang yang produksinya tergolong rendah dibanding dengan Kabupaten lainnya. Pengembangan produksi jagung di Kabupaten Deli Serdang umumnya dilakukan pada lahan Inceptisol. Kendala yang dihadapi pada tanah Inceptisol antara lain tingkat kesuburan yang rendah dengan karakteristik pH rendah dan ketersediaan unsur hara N, P, K rendah (Kasno, Setyorini dan Tuberkih, 2006).
Peningkatan produksi jagung khususnya di Kabupaten Deli Serdang dapat dilakukan melalui penggunaan varietas jagung introduksi yang adaptif dan pengelolaan hara. Perbaikan tingkat ketersediaan hara akan meningkatkan adaptasi varietas- varietas jagung introduksi.
Varietas memiliki adaptasi yang berbeda terhadap lingkungan tumbuh, termasuk tingkat kesuburan tanah. Tanah Inceptisol merupakan tanah dengan kondisi kesuburan rendah dan pH rendah sehingga diperlukan varietas yang memiliki adaptasi yang baik pada kondisi tersebut. Selama ini petani di Kabupaten Deli
(24)
3
Pioneer 23 (10,5 ton/ha), dan NK 22 (10,47 ton/ha), tetapi pada kenyataannya hasil yang diperoleh di lapangan hanya mencapai 8-9 ton/ha. Varietas Lokal yang biasa digunakan adalah Arjuna (5-6 ton/ha). Namun varietas lokal tersebut sudah jarang digunakan, petani lebih banyak menggunakan varietas hibrida.
Varietas jagung memiliki latar belakang genetik yang luas sehingga masih mungkin mendapatkan varietas unggul dengan cara menyeleksi dari populasi varietas pada berbagai lingkungan. Pemilihan lingkungan yang tepat akan mempercepat waktu mendapatkan varietas jagung yang unggul. Hasil penelitian Ruhiyat, dkk., (2007), menunjukkan bahwa terdapat interaksi genotip dengan lingkungan tumbuh untuk parameter bobot 100 biji dan jumlah biji per tongkol. Berdasarkan analisis adaptasi, terdapat hibrida-hibrida yang mempunyai adaptasi yang baik disetiap lokasi pengujian untuk karakter-karakter yang diuji yaitu bobot biji pipilan kering, bobot 100 biji dan jumlah biji per tongkol.
Pada dasarnya potensi hasil varietas tanaman jagung yang ditanam di Kabupaten Deli Serdang tersebut akan tercapai bila diberi pemupukan yang cukup karena jagung adalah tanaman yang banyak membutuhkan hara N, P dan K. Sebagai gambaran umum, untuk setiap ton hasil biji, tanaman membutuhkan 27,4 kg N; 4,8 kg P; dan 18,4 K (Cooke,1985dalam Arianti dkk2008). Angkutan hara yang besar tersebut, sebagian harus dicapai dari pemberian pupuk yang jumlahnya dapat bervariasi, sangat tergantung pada kondisi tanah, iklim, air, varietas (genetik) dan manajemen yang menentukan tingkat pertumbuhan tanaman.Untuk mencukupi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman maka perlu dilakukan
(25)
pemupukan adalah dosis yang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman dan karakteristik tanah. Hal ini menyebabkan unsur hara yang diberikan tidak dapat tersedia dengan baik. Selama ini pengelolaan hara N, P dan K di lahan pertanaman jagung dilakukan petani berdasarkan anjuran pemerintah dan dosis yang telah digunakan petani sesuai dengan kebiasaannya, sedangkan dosis berdasarkan PTT (pengelolaan tanaman terpadu) belum sepenuhnya dilaksanakan. Metode PTT dan PUTK (perangkat uji tanah kering) dapat meningkatkan daya adaptasi dan produktifitas tanaman karena bersifat spesifik lokasi. Disamping itu amandemen juga berperan dalam pengelolaan unsur hara dan pertumbuhan tanaman dapat memperbaiki sifat kimia tanah dan meningkatkan ketersediaan hara pupuk. Adapun jenis amandemen yang diberikan yaitu pupuk organik (kotoran ternak) dan kapur (dolomit/CaMgCO3). Dari ketiga metode tersebut belum diketahui yang terbaik untuk
mendukung pertumbuhan dan produksi jagung di lapangan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan pengkajian adaptasi beberapa varietas jagung pada tanah Inceptisol dengan pengelolaan hara N, P dan K yang optimal spesifik lokasi.
(26)
5
Perumusan Masalah Penelitian
Untuk meningkatkan produksi jagung di tanah Inceptisol maka perlu diperoleh varietas yang sesuai, sehingga perlu dilakukan pengujian terhadap varietas yang dapat beradaptasi pada kondisi kesuburan rendah.
Pengembangan jagung di Sumatera Utara diarahkan kedataran rendah khusus Kabupaten Deli Serdang di lahan Inceptisol yang produksi jagung dilahan tersebut umumnya rendah.
Keterbatasan varietas jagung yang digunakan petani dan dosis pemupukan yang tidak tepat merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi jagung. Sehingga untuk meningkatkan produksi jagung dapat dilakukan melalui penggunaan varietas introduksi yang adaptif disertai pengelolaan hara yang tepat.
Namun yang menjadi permasalahan adalah belum diketahui diantara varietas NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, dan Arjuna yang dapat berproduksi tinggi. Dan perlu dikaji apakah pengelolaan hara tertentu dapat meningkatkan daya adaptasi dan produksinya. Dengan metode ilmiah itu perlu dikaji bagaimana respon setiap varietas jagung tersebut terhadap pemupukan dengan dosis berdasarkan PUTK dan pemerintah serta aplikasi amandemen tanah dengan pupuk organik dan kapur.
Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi status kesuburan tanah Inceptisol kabupaten Deli Serdang.
2. Membandingkan respon pertumbuhan dan produksi varietas jagung NK 22, Pioneer 12, Pioneer 23, dan Arjuna pada berbagai metode pengelolaan hara.
(27)
Hipotesis Penelitian
1. Pengelolaan hara berdasarkan PUTK lebih baik dibandingkan dari pemerintah dan dosis petani.
2. Pemberian amandemen pupuk organik dan kapur berpengaruh meningkatkan produksi varietas jagung Pioneer 23, Pioneer 12, NK 22, dan Arjuna.
3. Pengelolaan hara berdasarkan PUTK berpengaruh meningkatkan produksi varietas jagung Pioneer 23, Pioneer 12, NK 22, dan Arjuna.
4. Pengelolaan hara berdasarkan PUTK serta pemberian amandemen kapur dan pupuk organik meningkatkan produksi jagung.
5. Interaksi varietas, amandemen dan pengelolaan hara berdasarkan PUTK berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jagung.
Manfaat Penelitian
Mendapatkan metode pengelolaan hara yang paling tepat dan pengembangan tanaman jagung di tanah Inceptisol Kabupaten Deli Serdang.
(28)
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Kimia dan Kesuburan Tanah Inceptisol
Pembentukan solum tanah Inceptisol yang terdapat di dataran rendah umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah berlereng curam solum yang terbentuk tipis. Warna tanah Inceptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna coklat kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi (Resman dkk.,2006). Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol antara lain; bobot jenis 1,0 g/cm3, kalsium karbonat kurang dari 40 %, pH mendekati netral atau lebih (pH < 4 tanah bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50 % pada kedalaman 1,8 m, COLE antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68 % sampai 85 %, air yang tersedia cukup banyak antara 0,1 – 1 atm (Resman dkk., 2006). Proses pedogenesis yang mempercepat proses pembentukan tanah Inceptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer menjadi formasi lempung, pelepasan sesquioksida, akumulasi bahan organik dan yang paling utama adalah proses pelapukan, sedangkan proses pedogenesis yang menghambat pembentukan tanah Inceptisol adalah pelapukan batuan dasar menjadi bahan induk (Resman dkk., 2006). Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).
(29)
Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung a. Pemupukan N, P, K
Penggunaan pupuk pada pertanaman jagung sangat beragam tergantung kondisi lahan, dan orientasi produksi. Estimasi terkini menyampaikan bahwa 80% areal pertanaman jagung dipupuk secara pukul rata dengantakaran sekitar 85 kg N, 25 kg P2 O 5 dan 8 kg K2O/ ha pertanaman (IFA, 2002). Takaran N lebih dari 150
kg/ha (300 Urea kg/ha) adalah umum diberikan pada lahan sawah irigasi; bahkan pada beberapa tempat pertanaman jagung di lahan irigasi ada yang memupuk urea lebih dari 500 kg/ha.
Unsur hara yang diperoleh tanaman dari tanah yang utama pada umumnya adalah nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan sulfur. Karena digunakan tanaman dalam jumlah relatif besar. Pertumbuhan tanaman dapat dihambat oleh unsur hara, karena tidak tersedia, atau tersedia terlalu lambat, atau karena tidak seimbang dengan unsur-unsur lain. Kadang-kadang ketiga batasan tersebut terdapat bersamaan. Hal ini kerap kali terjadi dalam hal nitrogen. Nitrogen, fosfor dan kalium biasanya diberikan kepada tanah sebagai pupuk alam dan sebagai pupuk buatan. Karena itu mereka kerap kali disebut unsur pupuk. Dengan cara yang sama kalsium dan magnesium diberikan sebagai kapur dan disebut unsur-unsur kapur. Sulfur lain dengan yang terdapat dalam air hujan, biasanya masuk dalam tanah sebagai zat yang terdapat dalam pupuk kandang; superfosfat dan ammonium sulfat. Dalam hal-hal tertentu, sulfur diberikan tersendiri untuk mengatasi kekurangan unsur hara atau untuk memperbaiki reaksi dalam tanah (Buckman dan Brady, 1992).
(30)
9
Nitrogen dan fosfor hampir selalu terdapat dalam jumlah perbandingan kecil dalam tanah mineral. Lagi pula sebagian besar unsur ini setiap saat terdapat dalam bentuk persenyawaan yang tidak tersedia bagi tumbuhan. Misalnya, persenyawaan fosfor yang relatif tidak larut dalam tanah. Akibatnya unsur ini merugikan dua hal yang jumlahnya sedikit dan sangat sukar tersedia untuk tumbuhan.
Jumlah kalium seluruhnya, berlainan dengna fosfor, biasanya banyak sekali, kecuali dalam tanah berpasir. Kalsium menunjukkan jumlah variasi yang besar, akan tetapi pada umumnya jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan kalium. Jika kekurangan kalsium, tanah cenderung menjadi asam. Karena itu persenyawaan kalsium ditambahkan untuk memperbaiki keadaan, meskipun pengaruh langsung unsur kalsium tidak diabaikan (Buckman dan Brady, 1992).
Fungsi magnesium dalam tanah banyak miripnya dengan kalsium, di samping berperan sebagai unsur hara. Sudah sejak lama diduga, bahwa beberapa daerah kekurangan akan magnesium. Akan tetapi, akhir-akhir ini hal tersebut sudah tidak dianggap sebagai soal yang bobot, karena unsur itu terdapat pada sebagian besar batu kapur, kadang-kadang dalam jumlah besar. Karena itu jika pemberian kapur dilaksanakan, dengan sendirinya kekurangan magnesium dapat diatasi.
Meskipun biasanya tidak lebih banyak dari fosfor, sulfur lebih mudah tersedia. Hal ini disebabkan karena persenyawaan anorganiknya yang sederhana itu mudah larut jika bereaksi dengan unsur-unsur tertentu dalam tanah, seperti yang terjadi pada fosfor (Buckman dan Brady, 1992).
(31)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga unsur itu terdapat sangat kurang (kritis) hampir di semua tanah mineral. Bahan organik dan nitrogen patut mendapat perhatian istimewa, karena mula-mula memang terdapat dalam jumlah kecil dan mudah hilang, disebabkan oleh oksidasi, pelindian (pencucian) dan pengangkutan bersama hasil tanaman. Fosfor mengalami dua rintangan yaitu jumlah yang sangat sedikit dan sukar tersedia untuk tanaman tingkat tinggi.
Di bawah pengaruh keadaan lembab, kalsium bagaimanapun harus masuk dalam daftar tersebut di atas, sebab jelas unsur ini mengalami pelindian hebat. Akibatnya kalsium diperlukan tidak hanya sebagai unsur hara, tetapi juga sebagai usaha untuk mengubah keasaman tanah. Akan tetapi di daerah kering pelindian kapur biasanya dapat diabaikan. Karena itu unsur hara ini kemungkinan teradapat dalam jumlah besar, terutama dalam subsoil. Dari keterangan secara garis besar di muka dapat disimpulkan, bahwa kalium, magnesium dan sulfur terdapat dalam keadaan cukup dalam tanah-tanah tertentu atau bahwa soal persediannya tidak kritis. Penggunaan pupuk kalium, permintaan bantuan dolomit dan penambahan sulfur yang selalu naik membuktikan hal ini (Buckman dan Brady, 1992).
Hasil penelitian Arianti dkk (2006) menunjukkan bahwa Tanah di Desa Getas, Kecamatan Kaloran didominasi tanah Andosol dan Inseptisol yang mempunyai pH asam, tekstur liat, kandungan NP dan bahan organik sangat rendah, K berstatus rendah, K berstatus rendah sampai sedang. Penambahan pupuk organik (pupuk kandang sampi 5 ton/ha) pada perlakuan pupuk NPK lengkap masih meningkatkan hasil jagung dari kisaran: 3.940-6,452 ton/ha menjadi 4,092-7,118 ton/ha (rata-rata
(32)
11
meningkat dari 4,964 ton/ha menjadi 5,667 ton/ha. Untuk menghasilkan jagung putih dengan rata-rata hasil 5 ton/ha serapan hara N 14,140kg/ton biji, P 1,405 kg/ton biji dan K 18.530 kg/ton biji. Pada jagung putih dengan rata-rata hasil 5 ton/ha efisiensi serapan pupuk N 24%; P 16% dan K 30%.
Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman jagung tergantung pada kesuburan tanah. Pupuk diberikan secara bertahap dengan dosis anjuran yaitu Urea 200-300 kg/ha, TSP 75-100 kg/ha, dan KCl 50-100 kg/ha. Cara pemupukan diberikan sebanyak 3 tahap yaitu pemupukan dasar 1/3 bagian Urea, 1/3 bagian KCl dan 1 bagian TSP; pemupukan susulan I yaitu 30 HST yaitu 1/3 bagian pupuk Urea dan 1/3 bagian KCl; dan susulan ke dua 1/3 bagian Urea dan 1/3 bagian KCl pada umur 45 HST (Ristek, 2009).
b.Aplikasi Amandemen
Amandemen merupakan bahan yang diberikan pada tanah untuk memperbaiki keberadaan hara didalam tanah . Adapun jenis amandemen tersebut dapat berupa pupuk organik dan kapur sedangkan pupuk organik yang dipergunakan dapat berupa pupuk kandang .Pupuk kandang digunakan untuk semua kotoran hewan pada pertanian. Pupuk kandang berasal dari kuda, babi, domba, dan unggas dalam jumlah besar atau kecil ditambahkan.
Pupuk kandang terdiri atas dua komponen asal, yang padat dan yang cair dengan perbandingan kira-kira 3 lawan 1. Rata-rata dalam pupuk padat terdapat lebih sedikit dari separuh nitrogen, hampir seluruhnya asam fosfat dan kira-kira dua
(33)
urine mempunyai nilai pertanian sama dengan pupuk kandang padat. Keterangan ini merupakan anjuran untuk memperlakukan pupuk cair dengan sebaik-baiknya (Buckman dan Brady, 1992).
Meskipun komposisi pupuk kandang itu berbeda-beda, gambaran yang mewakili akan dikemukakan untuk keperluan perhitungan dan pembicaraan, rata-rata pupuk kandang yang sudah siap diberikan ke pada tanah dianggap mengandung nitrogen 0,5%, asam fosfat 0,25% dan kalium 0,5%. Akan tetapi harus selalu diingat, bahwa angka tersebut bersifat sementara. Di samping nitrogen, fosfor dan kalium, pupuk kandang mengandung kalsium, magnesium, sulfur dan mungkin semua unsur (Buckman dan Brady, 1992).
Nilai pupuk kandang tidak hanya ditentukan oleh bahan organiknya tetapi terutama oleh banyak nitrogen yang diberikan. Nitrogen, kalau dibebaskan mikroba, digunakan sebagai unsur hara oleh tanaman tingkat tinggi. Jadi, walaupun pupuk kandang jelas mempunyai pengaruh besar pada sifat fisik dan biologis tanah, ia harus dianggap khusus sebagai pupuk nitrogen juga sebagai pupuk kalium dengan kadar yang lebih rendah.
Sedangkan pemberian kapur dapat meningkatkan basa-basa dan kejenuhan basa disertai turunnya KTK tanah. Kandungan basa-basa yang tinggi dan sejumlah unsur hara mikro akan meningkatkan KB tanah, ketersediaan hara dan memperkecil pengaruh toksik dari asam fenolat. Disamping itu dengan pengapuran laju mineralisasi bahan organik dapat meningkat sehingga tanah memiliki aerasi yang baik dengan pemberian kapur(Sagiman dan Pujianto, 1994; dan Suyadi 1995).
(34)
13
Peranan Hara NPK pada Tanaman Jagung
Peranan utama unsur hara nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan daun. Disamping itu nitrogen juga berperan untuk merangsang perkembangan anakan. Kekurangan nitrogen dapat mengakibatkan pertumbuhan lambat, tanaman kerdil, pertumbuhan akar terhambat dan daun-daun kering (Lingga, 1994). Menurut Rinsema (1986), nitrogen yang tersedia bagi tanaman akan mempengaruhi pembentukan protein, bagian vegetatif serta pembentukan berbagai bahan organik lainnya. Poerwowidodo (1992) menambahkan bahwa nitrogen merupakan bagian pokok tanaman hidup. Nitrogen hadir sebagai satuan fundamental dalam protein, asam nukleik, klorofil dan senyawa organik lainnya. Protein merupakan penyusun utama protoplasma. Fungsinya sebagai bahan vital berbagai enzim merupakan kepentingan sentralnya dalam seluruh proses metabolisme dalam tanaman.
Unsur hara fosfor juga sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Terhadap pertumbuhan tanaman, fosfor dapat merangsang perkembangan perakaran tanaman. Terhadap produksi tanaman, fosfor mempertinggi hasil serta bahan kering, bobot biji, memperbaiki kualitas hasil serta mempercepat kematangan (Nyakpa et al., 1988). Sedangkan menurut Poerwowidodo (1992), fosfor (P) termasuk anasir hara esensial bagi tanaman dengan fungsi sebagai pemindah energi sampai segi-segi gen yang tidak dapat digantikan dengan hara lain. Ketidakcukupan pasokan P menjadikan tanaman tidak tumbuh maksimal atau potensi hasilnya tidak maksimal atau tidak mampu melengkapi proses reproduksi normal.
(35)
Menurut Gardner et al. (1991), kalium berperan sebagai katalisator terutama dalam merubah protein menjadi asam amino serta dalam sintesis dan pembongkaran karbohidrat.Gejala kekurangan kalium akan memperlihatkan pertumbuhan terganggu dan daun nampak seperti terbakar. Poerwowidodo (1992) menambahkan bahwa kalium (K) merupakan anasir esensial bagi seluruh jasad hidup. Pada jaringan tanaman tinggi, kalium menyusun 1,7% - 2,7% bahan kering daun normal. Kebutuhan tanaman untuk K+ tidak dapat diganti secara lengkap oleh kation alkali lainnya. Tanpa kalium, tanaman tidak mampu mencapai pertumbuhan dan arah hasil maksimal.
Selain unsur hara nitrogen, fosfor dan kalium, unsur hara magnesium merupakan salah satu hara makro yang dibutuhkan tanaman terutama peranannya untuk transportasi fosfat pada tanaman. Kegunaan lain unsur ini adalah sebagai komponen pembentuk zat hijau daun (klorofil) dan pembentukan karbohidrat, lemak dan minyak-minyak (Lingga, 1994).
Menurut Gardner et al. (1991), selain unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman, ada sekelompok unsur hara yang dibutuhkan tanaman hanya dalam jumlah kecil, sedangkan apabila dalam jumlah banyak akan merusak tanaman. Unsur hara yang dimaksud adalah unsur hara mikro, seperti Zn, Fe, Mn, Cu, Mo dan Bo.
(36)
15
Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Jagung sudah ditanam sejak ratusan tahun yang lalu, diduga berasal dari benua Amerika. Berawal dari Peru dan Meksiko, jagung berkembang terutama di daerah Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Pada awal abad ke-16 jagung sampai ke India dan Cina. Di Indonesia, jagung sudah di kenal sejak 400 tahun lalu, dibawa oleh orang Portugis dan Spanyol pada abad ke-16 melalui Eropa, India dan Cina (Suprapto dan Marzuki, 2002).
Jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan variabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan genotipe yang dapat beradaptasi terhadap berbagai karakteristik lingkungan. Banyak masyarakat di daerah Indonesia yang berbudaya mengkonsumsi jagung, antara lain Madura, Pantai Selatan Jawa Barat, Sulawesi Selatan bagian Timur, Kendari, Gorontalo, Karo, Dairi, NTT, dan NTB (Suprapto dan Marzuki, 2002).
Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Nilai ekonomi jagung semakin tinggi karena digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku Industri. Biji jagung sebagai sumber karbohidrat yang potensial untuk bahan pangan ataupun non-pangan. Produksi sampingan berupa batang, daun, dan kelobot dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ataupun pupuk kompos. Biji jagung tua dapat diolah menjadi pati, tepung jagung, makanan kecil (snack), dan brondong (pop corn). Sementara biji jagung yang sudah kering biasanya diolah menjadi jagung pipilan, beras jagung ataupun jagung giling (Rukmana, 1997).
(37)
Jagung memiliki daya adaptasi yang luas, karena dapat ditanam di daerah berbagai iklim yang berbeda, dan pada berbagai jenis tanah. Jagung dapat ditanam di dataran tinggi maupun rendah, baik pada tegalan, sawah tadah hujan, maupun irigasi. Namun untuk pertumbuhan yang baik, sebaiknya ditanam pada tanah yang subur dengan pH 5.5 – 8.0 (Suprapto dan Marzuki, 2002).
Suhu antara 21 – 320 C sangat ideal untuk pertumbuhan jagung. Juga daerah yang curah hujannya merata sepanjang tahun, dengan curah hujan rata-rata bulanan 100 – 125 mm. Kemampuan tumbuhan jagung untuk tumbuh secara normal dan menghasilkan di suatu daerah disebut kemampuan beradaptasi. Wilayah yang cocok untuk tanaman jagung disebut agroekosistem (Suprapto dan Marzuki, 2002).
Daerah pertumbuhan jagung meliputi skala lingkungan yang sangat luas yaitu antara 580 LU – 400 LS. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 0 – 1300 mdpl dengan curah hujan tahunan 250 – 10,000 mm. jagung dapat hidup dengan baik di daerah yang beriklim panas dan daerah yang beriklim sedang, yaitu pada temperature 23 – 2700 C (Suprapto dan Marzuki, 2002).
Jagung dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah, tanah berpasir maupun tanah liat bobot. Namun tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan kaya akan humus dengan pH sekitar 5.5 – 7.0. tanah yang padat serta kuat menahan air tidak baik bila ditanam jagung, karena dapat menghambat pertumbuhan akarnya, bahkan membusuk akarnya. Untuk tanah yang bobot perlu dibuat saluran drainase di dekat tanaman karena tanaman jagung tidak tahan terhadap genangan air. Tanah miring dengan tingkat kemiringan tidak lebih dari 8%, masih dapat ditanam
(38)
17
jagung. Pada tanah miring, jagung ditanam dengan arah barisan melintang searah kemiringan tanah. Hal ini untuk mencegah erosi bila turun hujan (Suprapto dan Marzuki, 2002).
Varietas Unggul Tanaman Jagung
Varietas unggul memiliki sifat morfologi dan fisiologi yang dapat memanfaatkan faktor lingkungan secara efisien. Produktivitas tanaman yang dicerminkan oleh bentuk tajuk sangat mempengaruhi proses fotosintesis. Bentuk tajuk tanaman dapat di pelajari melalui pola distribusi daun tiap tanaman. Perubah distribusi daun tersebut dapat berubah distribusi sudut daun. Kelengkungan daun dan luas daun. Metode kwantifikasi bentuk arsitektur tanaman jagung telah di teliti dengan cara membangkitkan koefisien perubah baru dari hasil pengamatan tanaman (Sutoro, 1993).
Pemilihan varietas jagung diarahkan untuk varietas unggul yang dapat memberikan hasil tinggi, yang ditandai dengan hasil biji persatuan yang tinggi, tanggap terhadap pemupukan, umur pendek, toleran terhadap penyakit dan hama, beradaptasi baik, tegak sehingga dalam jangka waktu relatif pendek jagung dapat tersebar luas di berbagai penjuru dunia seperti Eropa kemudian dibawa oleh Colombus ke Afrika dan Australis bahkan sampai Asia.
Suatu varietas akan membutuhkan informasi penampilan dengan mengamati parameter dengan karakter vegetatif dan karakter generatif. Suatu varietas akan memberikan pengaruh yang berbeda pada lingkungan yang berbeda.
(39)
Dengan mempelajari karakter vegetatif dan generatif sangat penting untuk mengetahui tinggi rendahnya produksi suatu tanaman. Karakter vegetatif merupakan karakter yang berhubungan dengan fase pertumbuhan vegetatif yaitu pertumbuhan akar, batang dan daun. Sedangkan karakter generatif merupakan karakter yang berkaitan dengan fase pertumbuhan generatif yaitu pembungaan dan pembentukan biji.
(40)
19
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu PenelitianPelaksanaan penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian ± 25 mdpl. Penelitian mulai bulan Desember 2009 sampai dengan April 2010.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah benih jagung varietas Piooner 12, Pioneer 23, NK 22 dan Arjuna (deskripsi varietas pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4). Alat yang dipergunakan adalah PUTK (Perangkat uji Tanah Kering), cangkul, parang/pisau, gembor (alat siram), ember, ayakan tanah, hand sprayer, gelas ukur, jangka sorong, penggaris, timbangan analitik, oven.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dua tahap yaitu :
Penelitian pertama : Evaluasi status kesuburan tanah dengan PUTK (menguji
kesuburan tanah melalui parameter pH tanah, P, C-organik, dan K. Dari hasil penelitian ini akan diketahui faktor pembatas selain N, P, K juga aspek pH, C-organik. Evaluasi kesuburan tanah dilakukan di tiga lokasi yaitu di Kelurahan Medan Estet, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang ketinggian ± 25 mdpl; di Desa Tumpatan Nibung, Kec. Batang Kuis, Kab. Deli Serdang ketinggian ± 25 mdpl; dan Desa Pasar Miring, Kec. Pagar Merbau, Kab. Deli Serdang ketinggian ± 20 mdpl.
(41)
Berdasarkan kondisi kesuburan lokasi penelitian akan ditetapkan dosis amandemen dan dosis pupuk.
Penelitian kedua : Pengelolaan hara
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak-petak Terpisah (RPPT) pola 4 x 4 x 3 dengan tiga kelompok (ulangan).
Faktor I adalah Varietas (V) sebagai petak utama terdiri dari 4 jenis yaitu: V1 = Pioneer 12
V2 = Pioneer 23
V3 = NK 22
V4 = Arjuna
Faktor II adalah Amandemen (A) sebagai anak petak terdiri dari 4 taraf yaitu: A0 = Tanpa Amandemen
A1 = Pupuk Organik (1200 g/plot) atau 2000 kg/ha
A2 = Kapur (1200 g/plot) atau 2000 kg/ha
A3 = Pupuk Organik dan Kapur (1200 g/plot dan 1200 g/plot)
Faktor III adalah Metode Pengelolaan Hara (P) sebagai anak-anak petak terdiri dari 3 taraf yaitu:
P1= Dosis anjuran Pemerintah
Urea : 180 g/plot atau 300 kg/ha SP-36 : 60 g/plot atau 100 kg/ha KCl : 30 g/plot atau 50 kg/ha
(42)
21
P2= Dosis PUTK
Urea : 210 g/plot atau 350 kg/ha
SP-36 : 120 g/plot atau 200 kg/ha KCl : 45 g/plot atau 75 kg/ha P3 =Dosis yang digunakan petani
Urea : 90 g/plot atau 150 kg/ha SP-36 : 30 g/plot atau 50 kg/ha KCl : 15 g/plot atau 25 kg/ha
Dengan demikian diperoleh 48 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, maka diperoleh 144 unit plot percobaan.
Jumlah kombinasi plot dengan ulangan = 48
Jumlah ulangan = 3
Jumlah kombinasi plot keseluruhan = 144
Luas plot perlakuan = 200 cm x 300 cm
Jarak antara tanaman dalam plot = 20 cm x 75 cm
Jarak antara plot = 50 cm
Jarak antara ulangan = 100 cm
Metode Analisa Data
Model linier aditif Rancangan Petak-Petak Terpisah (Split-split Plot Design) yang digunakan dalam penelitian ini dituliskan sebagai berikut :
(43)
Dimana :
Yijkl = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan varietas taraf ke-j,
perlakuan amandemen taraf ke-k dan perlakuan pengelolaan hara taraf ke-l.
µ = Rata-rata umum nilai pengamatan
ρi = Pengaruh ulangan pada taraf ke-i
αj = Pengaruh perlakuan varietas pada taraf ke-j
εij = Pengaruh galat pada ulangan ke-i dan varietas taraf ke-j βk = Pengaruh perlakuan amandemen taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan varietas taraf ke-j dan perlakuan amandemen
taraf ke-k
εijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-i, perlakuan varietas taraf ke-j dan
amandemen taraf ke-k
γi = Pengaruh perlakuan pengelolaan hara pada taraf ke-i
(αy)jl = Pengaruh interaksi perlakuan amandemen taraf ke-j dan perlakuan
pengelolaan hara taraf ke-i
(αβy)jkl = Pengaruh interaksi perlakuan varietas taraf ke-j, perlakuan amandemen
taraf ke-k, dan perlakuan pengelolaan hara taraf ke-i
εijkl = Pengaruh galat pada ulangan ke-i, varietas taraf ke-j, perlakuan
amandemen taraf ke-k, dan perlakuan pengelolaan hara taraf ke-i
Data hasil pengamatan dianalisis dalam anova untuk masing-masing peubah. Jika pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati menunjukkan pengaruh yang nyata dapat dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan uji DMRT pada taraf 5% (Gomez, 1995).
(44)
23
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan
Lahan areal dibersihkan dari gulma dan tanaman lain yang tumbuh, kemudian diolah dengan menggunakan cangkul, kemudian dibuat petak-petak percobaan berukuran 200 cm x 300 cm. Setiap ulangan dibatasi paret drainase selebar 100 cm dan jarak antar plot 50 cm. Jarak tanam 20 cm x 75 cm. Jumlah lubang tanam per plot 40 lubang dengan jumlah tanaman keseluruhan 5760 tanaman. Untuk jumlah tanaman sampel yang didestruktif sebanyak 2 tanaman/plot setiap destruktif dengan interval 2 minggu, sedangkan untuk produksi digunakan 32 tanaman yang tidak didestruktif.
Aplikasi Perlakuan
Pupuk Urea, SP-36 dan KCl diberikan sesuai dengan perlakuan, yaitu dosis petani yang diberikan sekaligus pada saat tanam,sedangkan dosis anjuran pemerintah dan berdasarkan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) pupuk diberikan dalam dua tahap yaitu 1/3 bagian Urea dan KCL pada saat tanam dan 2/3 bagian pada umur 3-4 minggu setelah tanam sedangkan SP-36 diberikan sekaligus pada saat tanam.
Aplikasi Amandemen
Amandemen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik dan kapur Dolomit (CaMgCO3 ) dengan dosis sesuai dengan hasil analisis tanah. Aplikasi
dilakukan pada saat pengolahan tanah kedua yaitu 2 minggu sebelum tanam untuk kapur dolomit dan 1 minggu sebelum tanam untuk pupuk organik dengan cara mencampur rata dengan tanah pada setiap plot percobaan.
(45)
Penanaman
Benih yang digunakan adalah varietas Pioneer 12, Pioneer 23, NK 22 dan Arjuna yang telah direndam dengan Dithane M-45. Benih ditanam secara tugal sedalam 3 cm sebanyak 1 benih/lubang.
Pemeliharaan Tanaman
Penjarangan tanaman dan penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur satu minggu, dimana hanya satu tanaman yang sehat yang dibiarkan hidup pada setiap lubang. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi tanah dan tergantung cuaca setempat. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut seluruh gulma yang terdapat pada areal pertanaman. Untuk pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terdapat gejala serangan dengan menggunakan Dithane M-45 dan dursban 20 EC.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika tanaman telah menunjukkan ciri-ciri panen yaitu tongkol telah mengering, batang serta daun telah kering.
Peubah yang Akan Diamati
Penelitian I : Analisis Tanah Berdasarkan PUTK :
Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) adalah suatu alat untuk analisis kadar hara tanah lahan kering, yang dapat digunakan di lapangan dengan cepat, mudah, murah dan cukup akurat. PUTK dirancang untuk mengukur kadar P, K, C-Organik, pH dan kebutuhan kapur. Prinsip kerja PUTK adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia secara semi kuantitatif. Penetapan P dan pH
(46)
25
digunakan sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan P dan K spesifik lokasi untuk tanaman jagung (Balai Penelitian Tanah- Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Alat yang digunakan untuk mengambil contoh tanah untuk PUTK adalah : bor tanah (auger, tabung), cangkul, atau sekop, ember plastik untuk mengaduk kumpulan
contoh tanah individu.
Cara pengambilan contoh tanah komposit :
1. Contoh tanah komposit diambil sebelum tanam atau menjelang pengolahan tanah. 2. Ditentukan titik pengambilan contoh tanah individu dengan cara yaitu cara diagonal (Gambar 1 )
1 9
2 8
3
7 4
6 5
Gambar 1. Pola sebaran titik pengambilan contoh tanah komposit secara diagonal
3.Rumput-rumput, batuan-batuan, kerikil, sisa tanaman atau bahan organik segar/serasah yang terdapat di permukaan tanah disisihkan.
(47)
5. Contoh tanah individu diambil dengan bor tanah, cangkul, atau sekop pada kedalaman 0 sampai 20 cm.
6. Contoh tanah individu yang diambil dengan dengan cangkul atau sekop usahakan sama banyaknya (kedalamannya dan ketebalannya) antara satu titik dengan titik lainnya, misalnya ½ kg dari masing-masing titik.
7. Contoh-contoh tanah individu dari masing-masing titik dicampur dan diaduk merata dalam ember plastik, jika ada sisa tanaman, akar atau kerikil dibuang. 8. Contoh tanah yang telah diaduk sampai homogen diambil sebanyak ½ sendok
stainless (spatula), dimasukkan ke dalam tabung reaksi, atau diambil tanah sebanyak 0,5 ml sesuai batas yang tertera pada tabung reaksi.
Berdasarkan uji PUTK akan diperoleh data kesuburan tanah yaitu :
1. pH (H2O)
2. P-tersedia 3. C-organik
4. N-Total (%)
Penelitian II Pengelolaan Hara Parameter yang diamati adalah : 1. Total Luas Daun (cm2)
Luas daun diukur dengan menggunakan leaf area meter. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 2, 4 dan 6 MST. Pengukuran luas daun dilakukan pada tanaman sampel destruktif untuk setiap perlakuan.
(48)
27
2. Rasio tajuk/akar
Rasio tajuk/akar merupakan hasil dari bobot kering tajuk dibagi dengan bobot keirng akar. Bobot kering diperoleh dengan pengeringan oven pada suhu 700C sampai bobotnya stabil. Bobot kering diukur pada umur 2, 4 dan 6 MST.
3. LAB (Laju Asimilasi Bersih) (g cm-2hari-1)
Laju asimilasi bersih dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu. Harga LAB dihitung dengan rumus (Sitompul dan Guritno, 1995). Dari tanaman sampel yang ditetapkan pada setiap plot.
(W2 – W1) (Ln A2 – Ln A1)
LAB = x
(A2 – A1) (T2 – T1)
Dimana :
W1 dan W2 = Total bobot kering tanaman pengamatan ke-1 dan ke-2.
A1 dan A2 = Total luas daun pengamatan ke-1 dan ke-2.
T1 dan T2 = Waktu pengamatan ke-1 dan ke-2. 4. LTR (Laju Tumbuh Relatif) (g hari-1)
Laju tumbuh relatif dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu. Harga LTR dihitung dengan rumus (Sitompul dan Guritno, 1995). Dari tanaman sampel yang ditetapkan pada setiap plot.
(Ln W2 – Ln W1)
LTR = (T2 – T1)
(49)
W1 dan W2 = Bobot kering tanaman pengamatan ke-1 dan ke-2.
T1 dan T2 = Waktu pengamatan ke-1 dan ke-2.
5. Serapan hara N Daun (mg/tan)
Untuk mengetahui serapan N tanaman dilakukan analisis kadar N di laboratorium dengan metode Spectrophotometry pada umur 6 MST.
6. Serapan hara P Daun (mg/tan)
Untuk mengetahui serapan P tanaman dilakukan analisis kadar P di laboratorium dengan metode Spectrophotometry pada umur 6 MST.
7. Serapan hara K Daun (mg/tan)
Untuk mengetahui serapan K tanaman dilakukan analisis kadar K di laboratorium dengan metode Spectrophotometry pada umur 6 MST.
8. Jumlah Tongkol per Plot (buah)
Pengamatan ini dilakukan setelah pemanenan, dihitung jumlah tongkol yang ada didalam seluruh plotlalu dirata – ratakan.
9. Bobot Biji per Tanaman (g)
Penimbangan bobot biji pertanaman dilakukan setelah pemanenan, ditimbangbiji setiap tanaman sampel lalu dirata – ratakan. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah dikeringkan dengan kadar air 11%, penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan analitik dilaboratorium.
10. Bobot Biji per Plot (g)
Penimbangan bobot biji per plot dilakukan setelah pemanenan, ditimbangbiji setiap tanaman dalam satu plot. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah
(50)
29
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
Penelitian Tahap 1
Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Kondisi Kesuburan Tanah di Tiga Kecamatan, Kabupaten Deli Serdang Lokasi (Kecamatan)
Karakter
Percut Batang Kuis Pagar Merbau P K pH Kapur C-organik Sedang Sedikit sedang Agak asam (5-6) > 8 tetes
< 3 cm (rendah)
Sedang
Sedikit sedang Agak asam 4 – 8 tetes < 3 cm (rendah)
Sedang Tinggi Agak asam 4 – 8 tetes > 3 cm Keterangan : Hasil Analisis Tanah dengan Menggunakan PUTK
Dari hasil pengujian status kesuburan tanah dengan menggunakan PUTK diperoleh data bahwa Kecamatan Percut memiliki P sedang, K sedikit sedang, pH agak masam (5-6), kebutuhan kapur > 8 tetes(1-2 ton), dan C-organik rendah; Desa Tumpatan Nibung memiliki P sedang, K sedikit sedang, pH agak masam (5-6), kebutuhayan kapur 4- 8 tetes (750 kg), dan C-organik rendah; Desa Pasar Miring memiliki P sedang, K sedikit sedang, pH agak masam (5-6), kebutuhan kapur 4- 8 tetes (750 kg), dan C-organik tinggi.
Dari ketiga daerah yang dievaluasi menunjukkan bahwa daerah Medan Estate memiliki kesuburan yang terendah, memiliki kandungan hara K sedikit, pH agak
(51)
masam, sehingga kebutuhan kapur lebih tinggi, dan juga membutuhkan bahan organik yang banyak. Hal ini menjadi dasar penentuan lokasi penelitian. Lokasi tersebut perlu penambahan amandemen dan pengelolaan hara yang baik untuk meningkatkan produksi jagung. Dalam penelitian ini diuji varietas dengan perlakuan amandemen dan pemberian hara untuk meningkatkan produktifitas jagung.
Penelitian Tahap 2 Total Luas Daun (cm2)
Data pengamatan total luas daun jagung pada pengamatan 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 7 sampai 10. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap total luas daun pada umur 2, 4 dan 6 MST. Pada perlakuan amandemen (A) berpengaruh nyata terhadap total luas daun pada umur 2, 4 dan 6 MST. Perlakuan metode pengelolaan hara (P) berpengaruh nyata terhadap total luas daun pada umur 2, 4 dan 6 MST. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan amandemen (V x A) berpengaruh nyata terhadap total luas daun pada umur 2 dan 6 MST, tetapi tidak nyata terhadap total luas daun pada umur 4 MST. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan metode pengelolaan hara (V x P) berpengaruh nyata terhadap total luas daun pada umur 2 dan 6 MST, tetapi tidak nyata terhadap total luas daun pada umur 4 MST. Untuk kombinasi perlakuan amandemen dengan metode pengelolaan hara (A x P) berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun pada umur 2, 4 dan 6 MST. Sedangkan kombinasi perlakuan varietas, amandemen dan pengelolaan hara (V x A x P) berpengaruh tidak nyata
(52)
31
Total luas daun pada perlakuan varietas, amandemen dan metode pengelolaan hara pada pengamatan 2, 4 dan 6 MST terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Total Luas Daun Jagung (cm2) pada Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara pada Umur 2, 4 dan 6 MST
Perlakuan Total Luas Daun (cm2) 2 mst4 mst 6 mst
Varietas
V1 (Pioneer 12) 1801,68 b 3653,85 b 6053,80 b
V2 (Pioneer 23) 1986,32 a 4130,78 a 6752,37 a
V3 (NK 22) 1632,71 c 3084,07 c 5647,83 c
V4 (Arjuna) 1325,24 d 2484,44 d 5218,74 d
Amandemen
A0 (tanpa amandemen) 1567,94 d 3106,76 d 5695,14 d
A1(pupuk organik) 1725,32 b 3429,66 b 5977,98 b
A2 (kapur) 1654,02 c 3244,95 c 5823,53 c
A3 (pupuk organik dan kapur) 1798,66 a 3571,77 a 6176,10 a
Metode Pengelolaan Hara
P1 (dosis anjuran pemerintah) 1683,27 b 3330,79 b 5913,52 b
P2(dosis PUTK) 1712,49 a 3386,88 a 5985,67 a
P3 (dosis yang digunakan petani) 1663,69 c 3297,19 c 5855,36 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 2, 4 dan 6 MST varietas yang terbaik untuk parameter total luas daun adalah perlakuan V2 (Pioneer 23), yang
diikuti perlakuan V1 (Pioneer 12), V3 (NK 22) dan V4 (Arjuna). Dari perlakuan
amandemen diperoleh pada A3 (pupuk organik dan kapur), yang diikuti
denganperlakuan A1 (pupuk organik), A2 (kapur) dan A0 (tanpa amandemen). Dari
perlakuan metode pengelolaan haradiperoleh pada P2 (dosis PUTK), yang diikuti
(53)
Total luas daun jagung pada kombinasi varietas dan amandemen pada umur 2 MST disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Varietas dan Amandemen terhadap Total Luas Daun (cm2) Jagung Pengamatan 2 MST
Perlakuan Total Luas Daun (cm2)
A0 A1 A2 A3
V1 1750,99 f 1823,33 c 1780,17 f 1852,22 e
V2 1898,13 d 1993,87 b 1935,45 c 2117,82 a
V3 1569,52 j 1649,22 h 1608,61 I 1703,49 g
V4 1053,13 n 1434,84 i 1291,84 m 1521,12 h
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Pada pengamatan 2 mst, total luas daun terluas diperoleh pada kombinasi V2A3 (Pioneer 23 dan pupuk organik dan kapur) yaitu 2117,82 cm2, sedangkan yang
terendah diperoleh pada kombinasi V4A0 (Arjuna dan tanpa amandemen) yaitu
1053,13 cm2.
Total luas daun jagung pada kombinasi varietas dan metode pengelolaan hara pada umur 2 MST disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Total Luas Daun (cm2) Jagung Pengamatan 2 MST
Perlakuan Total Luas Daun (cm2)
P1 P2 P3
V1 1800,72 c 1811,41 c 1792,90 c
V2 1984,12 ab 2008,44 a 1966,40 b
V3 1631,03 de 1649,57 d 1617,53 e
V4 1317,22 f 1380,56 f 1277,93 g
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
(54)
33
Pada pengamatan 2 mst, total luas daun terluas diperoleh pada kombinasi V2P2 (Pioneer 23 dan dosis PUTK) yaitu 2008,44 cm2, sedangkan yang terendah
diperoleh pada kombinasi V4P3 (Arjuna dan dosis yang digunakan petani) yaitu
1277,93 cm2.
Total luas daun jagung pada kombinasi varietas dan amandemen pada umur 6 MST disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Varietas dan Amandemen terhadap Total Luas Daun (cm2) Jagung Pengamatan 6 MST
Perlakuan Total Luas Daun (cm2)
A0 A1 A2 A3
V1 5902,40 g 6120,89 e 6007,54 f 6184,38 e
V2 6305,03 d 6832,11 b 6518,10 c 7354,24 a
V3 5487,82 i 5690,76 i 5592,51 j 5820,23 h
V4 5085,30 o 5268,17 m 5175,96 n 5345,54 l
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Pada pengamatan 6 mst, total luas daun terluas diperoleh pada kombinasi V2A3 (Pioneer 23 dan pupuk organik dan kapur) yaitu 7354,24 cm2, sedangkan yang
terendah diperoleh pada kombinasi V4A0 (Arjuna dan tanpa amandemen) yaitu
5085,30 cm2.
Total luas daun jagung pada kombinasi varietas dan metode pengelolaan hara pada umur 6 MST disajikan pada Tabel 6.
(55)
Tabel 6. Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Total Luas Daun (cm2) Jagung Pengamatan 6 MST
Perlakuan Total Luas Daun (cm2)
P1 P2 P3
V1 6050,84 d 6082,27 d 6028,30 d
V2 6746,80 b 6906,69 a 6603,62 c
V3 5637,80 f 5698,18 e 5607,51 f
V4 5218,64 gh 5255,56 g 5182,03 h
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Pada pengamatan 2 mst, total luas daun terluas diperoleh pada kombinasi V2P2 (Pioneer 23 dan dosis PUTK) yaitu 6906,69 cm2, sedangkan yang terendah
diperoleh pada kombinasi V4P3 (Arjuna dan dosis yang digunakan petani) yaitu
5182,03 cm2.
Rasio Tajuk/ Akar
Data pengamatan rasio tajuk/ akar jagung pada pengamatan 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11 sampai 14. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk/ akar pada umur 2, 4 dan 6 MST. Pada perlakuan amandemen (A) berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk/ akar pada umur 2, 4 dan 6 MST. Perlakuan metode pengelolaan hara (P) berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk/ akar pada umur 2, 4 dan 6 MST. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan amandemen (V x A) berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk/ akar pada umur 2, 4 dan 6 MST. Sedang kombinasi perlakuan
(56)
35
varietas dengan metode pengelolaan hara (V x P) berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk/ akar pada umur 2, 4 dan 6 MST. Untuk kombinasi perlakuan amandemen dengan metode pengelolaan hara (A x P) berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk/ akar pada umur 2, 4 dan 6 MST. Sedangkan kombinasi perlakuan varietas, amandemen dan metode pengelolaan hara (V x A x P) berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk/ akar pada umur 2, 4 dan 6 MST.
Rasio tajuk/ akar pada perlakuan varietas, amandemen dan metode pengelolaan hara pada pengamatan 2, 4 dan 6 MST terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rasio Tajuk/ Akar Jagung pada Perlakuan Varietas, Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara pada Umur 2, 4 dan 6 MST
Perlakuan Rasio Tajuk/ Akar 2 mst4 mst 6 mst
Varietas
V1 (Pioneer 12) 1,30 3,21 2,40
V2 (Pioneer 23) 1,69 4,30 3,44
V3 (NK 22) 1,04 2,65 2,12
V4(Arjuna) 0,84 2,15 1,72
Amandemen
A0 (tanpa amandemen) 1,09 b 2,76 b 2,21 b
A1(pupuk organik) 1,31 a 3,22 a 2,50 ab
A2 (kapur) 1,15 b 2,94 b 2,27 b
A3 (pupuk organik dan kapur) 1,34 a 3,39 a 2,71 a
Metode Pengelolaan Hara
P1 (dosis anjuran pemerintah) 1,23 b 1,25 b 1,17 b
P2(dosis PUTK) 3,11 a 3,16 a 2,97 a
P3 (dosis yang digunakan petani) 2,42 ab 2,50 ab 2,35 ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
(57)
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 2, 4 dan 6 MST varietas yang terbaik untuk parameter rasio tajuk/ akar adalah perlakuan V2 (Pioneer 23),
yang diikuti perlakuan V1 (Pioneer 12), V3 (NK 22) dan V4 (Arjuna). Dari perlakuan
amandemen diperoleh pada A3 (pupuk organik dan kapur), yang diikuti
denganperlakuan A1 (pupuk organik), A2 (kapur) dan A0 (tanpa amandemen). Dari
perlakuan metode pengelolaan haradiperoleh pada P2 (dosis PUTK), yang diikuti
dengan perlakuan P1 (dosis anjuran pemerintah)dan P3 (dosis yang digunakan petani).
Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2hari-1)
Data pengamatan laju asimilasi bersih (LAB) pada pengamatan 2 – 4 dan 4 – 6 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 15, 16 dan 17. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap LAB pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Pada perlakuan amandemen (A) berpengaruh nyata terhadap LAB pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Perlakuan metode pengelolaan hara (P) berpengaruh nyata terhadap LAB pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan amandemen (V x A) berpengaruh nyata terhadap LAB pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan metode pengelolaan hara (V x P) berpengaruh nyata terhadap LAB pada umur 2 – 4 MST, tetapi pada umur 4 – 6 MST berpengaruh nyata. Untuk kombinasi perlakuan amandemen dengan metode pengelolaan hara (A x P) berpengaruh tidak nyata terhadap LAB pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Sedangkan kombinasi perlakuan varietas, amandemen dan pengelolaan
(58)
37
hara (V x A x P) berpengaruh tidak nyata terhadap LAB pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST.
Laju asimilasi bersih pada perlakuan varietas, amandemen dan metode pengelolaan hara pada pengamatan 2 - 4 MST dan 4 - 6 MST terdapat pada Tabel 8. Tabel 8. Laju Asimilasi Bersih Jagung (g.cm-2 hari-1) pada Perlakuan Varietas,
Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara pada Umur 2 - 4MST dan 4 - 6 MST
Perlakuan Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) 2 – 4 mst 4 – 6 mst
Varietas
V1 (Pioneer 12) 0,00029 b 0,00021 b
V2 (Pioneer 23) 0,00048 a 0,00044 a
V3 (NK 22) 0,00018 bc 0,00016 c
V4(Arjuna) 0,00012 c 0,00009 d
Amandemen
A0 (tanpa amandemen) 0,00022 c 0,00018 d
A1(pupuk organik) 0,00029 b 0,00024 b
A2 (kapur) 0,00024 c 0,00021 c
A3 (pupuk organik dan kapur) 0,00032 a 0,00028 a
Metode Pengelolaan Hara
P1 (dosis anjuran pemerintah) 0,00027 b 0,00022 b
P2(dosis PUTK) 0,00028 a 0,00024 a
P3 (dosis yang digunakan petani) 0,00025 c 0,00021 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 2 - 4 dan 4 - 6 MST varietas yang terbaik untuk parameter laju asimilasi bersih adalah perlakuan V2 (Pioneer 23),
yang diikuti perlakuan V1 (Pioneer 12), V3 (NK 22) dan V4 (Arjuna). Dari perlakuan
amandemen diperoleh pada A3 (pupuk organik dan kapur), yang diikuti
(59)
perlakuan metode pengelolaan haradiperoleh pada P2 (dosis PUTK), yang diikuti
dengan perlakuan P1 (dosis anjuran pemerintah)dan P3 (dosis yang digunakan petani).
Laju asimilasi bersih jagung pada kombinasi varietas dan amandemen pada umur 2 - 4 MST disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Varietas dan Amandemen terhadap Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) Jagung Pengamatan 2 – 4 MST
Perlakuan Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) A0 A1 A2 A3
V1 0,00023 h 0,00032 f 0,00026 g 0,00034 e
V2 0,00038 d 0,00051 b 0,00043 c 0,00061 a
V3 0,00016 j 0,00018 ij 0,00018 ij 0,00020 i
V4 0,00009 m 0,00013 k 0,00011 l 0,00014 k
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Pada pengamatan 2 – 4 mst, laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada kombinasi V2A3 (Pioneer 23 dan pupuk organik + kapur) yaitu 0,00061 g.cm-2 hari-1,
sedangkan yang terendah diperoleh pada kombinasi V4A0 (Arjuna dan tanpa
amandemen) yaitu 0,00009 g.cm-2 hari-1.
Laju asimilasi bersih jagung pada kombinasi varietas dan metode pengelolaan hara pada umur 2 – 4 MST disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) Jagung Pengamatan 2 – 4 MST
(60)
39
Perlakuan Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) P1 P2 P3
V1 0,00029 de 0,00030 d 0,00028 e
V2 0,00049 b 0,00051 a 0,00046 c
V3 0,00018 f 0,00019 f 0,00018 f
V4 0,00012 g 0,00013 g 0,00011 h
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Pada pengamatan 2 – 4 mst, laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada kombinasi V2P2 (Pioneer 23 dan dosis PUTK) yaitu 0,00051 g.cm-2 hari-1, sedangkan
yang terendah diperoleh pada kombinasi V4P3 (Arjuna dan dosis yang digunakan
petani) yaitu 0,00011 g.cm-2 hari-1.
Laju asimilasi bersih jagung pada kombinasi varietas dan amandemen pada umur 4 – 6 MST disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Varietas dan Amandemen terhadap Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) Jagung Pengamatan 4 – 6 MST
Perlakuan Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) A0 A1 A2 A3
V1 0,00016 g 0,00024 f 0,00019 g 0,00025 e
V2 0,00035 d 0,00046 b 0,00039 c 0,00055 a
V3 0,00014 i 0,00016 h 0,00016 h 0,00018 h
V4 0,00006 l 0,00011 j 0,00009 k 0,00012 j
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Pada pengamatan 4 – 6 mst, laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada kombinasi V2A3 (Pioneer 23, pupuk organik dan kapur) yaitu 0,00055 g.cm-2har-1,
(61)
sedangkan yang terendah diperoleh pada kombinasi V4A0 (Arjuna dan tanpa
amandemen) yaitu 0,00006 g.cm-2 hari-1.
Laju asimilasi bersih jagung pada kombinasi varietas dan metode pengelolaan hara pada umur 2 – 4 MST disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Varietas dan Metode Pengelolaan Hara terhadap Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) Jagung Pengamatan 4 – 6 MST
Perlakuan Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2 hari-1) P1 P2 P3
V1 0,00021 de 0,00022 d 0,00020 e
V2 0,00044 b 0,00046 a 0,00042 c
V3 0,00016 f 0,00017 f 0,00016 f
V4 0,00010 g 0,00010 g 0,00008 g
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
Pada pengamatan 4 – 6 mst, laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada kombinasi V2P2 (Pioneer 23 dan dosis PUTK) yaitu 0,00046 g.cm-2 hari-1, sedangkan
yang terendah diperoleh pada kombinasi V4P3 (Arjuna dan dosis yang digunakan
petani) yaitu 0,00008 g.cm-2 hari-1.
Laju Tumbuh Relatif (ghari-1)
Data pengamatan laju tumbuh relatif (LTR) pada pengamatan 2 – 4 dan 4 – 6 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 15, 18 dan 19. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh tidak nyata terhadap LTR pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Pada perlakuan amandemen (A) berpengaruh tidak nyata terhadap LTR pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Perlakuan metode pengelolaan hara (P) berpengaruh tidak nyata terhadap LTR pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Sedang kombinasi
(62)
41
perlakuan varietas dengan amandemen (V x A) berpengaruh tidak nyata terhadap LAB pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan metode pengelolaan hara (V x P) berpengaruh tidak nyata terhadap LTR pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Untuk kombinasi perlakuan amandemen dengan metode pengelolaan hara (A x P) berpengaruh tidak nyata terhadap LTR pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST. Sedangkan kombinasi perlakuan varietas, amandemen dan pengelolaan hara (V x A x P) berpengaruh tidak nyata terhadap LTR pada umur 2 – 4 dan 4 – 6 MST.
Laju tumbuh relatif pada perlakuan varietas, amandemen dan metode pengelolaan hara pada pengamatan 2 - 4 MST dan 4 - 6 MST terdapat pada Tabel 13. Tabel 13. Laju Tumbuh Relatif Jagung (g hari-1) pada Perlakuan Varietas,
Amandemen dan Metode Pengelolaan Hara pada Umur 2 - 4MST dan4 - 6 MST
Perlakuan Laju Tumbuh Relatif (g hari-1) 2 – 4 mst 4 – 6 mst
Varietas
V1 (Pioneer 12) 0,2586 0,0686
V2 (Pioneer 23) 0,2586 0,0686
V3 (NK 22) 0,2586 0,0685
V4(Arjuna) 0,2585 0,0517
Amandemen
A0 (tanpa amandemen) 0,2585 0,0641
A1(pupuk organik) 0,2586 0,0644
A2 (kapur) 0,2586 0,0642
A3 (pupuk organik dan kapur) 0,2586 0,0647
Metode Pengelolaan Hara
P1 (dosis anjuran pemerintah) 0,2586 0,0644
P2(dosis PUTK) 0,2586 0,0645
P3 (dosis yang digunakan petani) 0,2585 0,0641
(1)
Lampiran 11. Rataan LAB(g.hari
-1) dan LTR (g.cm
-2hari
-1) Umur 2 - 4 dan 4 - 6 MST
Perlakuan Laju Asimilasi Bersih Laju Tumbuh Relatif2 - 4 MST 4 - 6 MST 2 - 4 MST 4 - 6 MST
V1A0P1 0,00023 0,00015 0,2586 0,0686
V1A0P2 0,00024 0,00017 0,2586 0,0686
V1A0P3 0,00023 0,00015 0,2586 0,0686
V1A1P1 0,00032 0,00024 0,2586 0,0686
V1A1P2 0,00034 0,00025 0,2586 0,0684
V1A1P3 0,00030 0,00022 0,2586 0,0686
V1A2P1 0,00025 0,00018 0,2586 0,0686
V1A2P2 0,00028 0,00020 0,2586 0,0686
V1A2P3 0,00024 0,00018 0,2586 0,0684
V1A3P1 0,00034 0,00025 0,2586 0,0686
V1A3P2 0,00035 0,00025 0,2586 0,0686
V1A3P3 0,00034 0,00025 0,2586 0,0686
V2A0P1 0,00038 0,00034 0,2581 0,0686
V2A0P2 0,00040 0,00037 0,2586 0,0686
V2A0P3 0,00037 0,00034 0,2586 0,0686
V2A1P1 0,00051 0,00045 0,2586 0,0684
V2A1P2 0,00055 0,00049 0,2586 0,0686
V2A1P3 0,00048 0,00043 0,2586 0,0684
V2A2P1 0,00043 0,00039 0,2586 0,0686
V2A2P2 0,00043 0,00039 0,2586 0,0686
V2A2P3 0,00042 0,00039 0,2584 0,0686
V2A3P1 0,00062 0,00056 0,2595 0,0686
V2A3P2 0,00067 0,00059 0,2586 0,0686
V2A3P3 0,00055 0,00051 0,2586 0,0686
V3A0P1 0,00016 0,00014 0,2586 0,0686
V3A0P2 0,00017 0,00015 0,2586 0,0686
V3A0P3 0,00016 0,00014 0,2586 0,0684
V3A1P1 0,00018 0,00016 0,2586 0,0684
V3A1P2 0,00019 0,00017 0,2586 0,0684
V3A1P3 0,00018 0,00016 0,2586 0,0684
V3A2P1 0,00018 0,00016 0,2586 0,0686
V3A2P2 0,00018 0,00016 0,2586 0,0684
V3A2P3 0,00018 0,00015 0,2586 0,0686
V3A3P1 0,00020 0,00018 0,2584 0,0684
V3A3P2 0,00022 0,00019 0,2586 0,0686
V3A3P3 0,00019 0,00018 0,2586 0,0684
V4A0P1 0,00010 0,00007 0,2584 0,0538
V4A0P2 0,00011 0,00008 0,2584 0,0500
V4A0P3 0,00006 0,00004 0,2584 0,0484
V4A1P1 0,00013 0,00011 0,2586 0,0524
V4A1P2 0,00013 0,00011 0,2586 0,0526
V4A1P3 0,00012 0,00010 0,2586 0,0514
V4A2P1 0,00011 0,00009 0,2586 0,0495
V4A2P2 0,00012 0,00010 0,2586 0,0524
V4A2P3 0,00011 0,00008 0,2586 0,0514
V4A3P1 0,00014 0,00012 0,2581 0,0526
V4A3P2 0,00014 0,00012 0,2584 0,0538
V4A3P3 0,00013 0,00011 0,2581 0,0526
(2)
Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam LAB(g.hari
-1) dan LTR (g.cm
-2hari
-1)
F hit
LAB(g.hari
-1)
LTR (g.cm
-2hari
-1)
SK
dB
2-4
MST
4-6
MST
2-4
MST
4-6
MST
F5%
Ulangan
2
1,079 tn
1,722 tn
0,724 tn
0,992 tn
6,94
V
3
10,554 *
7,183 *
1,724 tn
0,990 tn
6,94
Galat (a)
6
A
3
20,569 *
18,595 *
0,538 tn
0,883 tn
3,16
V x A
9
3,627 *
2,759 *
1,846 tn
1,026 tn
2,66
Galat (b)
24
P
2
23,170 *
21,073 *
0,200 tn
0,843 tn
2,74
V x P
6
3,350 *
2,752 *
0,533 tn
0,660 tn
2,23
A x P
6
0,797 tn
0,662 tn
0,733 tn
1,091 tn
2,01
V x A x P
18
1,603 tn
1,157 tn
1,600 tn
1,100 tn
1,75
Galat (c)
64
Umum
143
KK ( a )
110,94% 147,26%
0,14%
78,58%
KK ( b )
23,62% 26,16%
0,13%
2,44%
(3)
Lampiran 13. Rataan Bobot Biji per Tanaman (g), Bobot Biji per Plot dan Jumlah
Tongkol per Plot (buah)
Perlakuan Berat Biji Berat Biji Jumlah Tongkol
per Tanaman per Plot per Plot
V1A0P1 262,50 10500,00 33,00
V1A0P2 295,00 11800,00 32,00
V1A0P3 258,33 10333,33 32,00
V1A1P1 263,33 10533,33 32,33
V1A1P2 290,00 11600,00 32,00
V1A1P3 288,33 11533,33 33,00
V1A2P1 290,00 11600,00 32,00
V1A2P2 271,67 10866,67 34,00
V1A2P3 272,50 10900,00 32,33
V1A3P1 312,50 12500,00 33,33
V1A3P2 260,00 10400,00 34,33
V1A3P3 307,50 12300,00 33,33
V2A0P1 305,83 12233,33 31,33
V2A0P2 285,00 11400,00 34,67
V2A0P3 291,67 11666,67 32,00
V2A1P1 296,67 11866,67 33,00
V2A1P2 288,33 11533,33 33,67
V2A1P3 293,33 11733,33 32,67
V2A2P1 290,83 11633,33 32,00
V2A2P2 315,83 12633,33 34,00
V2A2P3 295,83 11833,33 33,67
V2A3P1 279,17 11166,67 33,33
V2A3P2 310,00 12400,00 33,00
V2A3P3 300,83 12033,33 33,33
V3A0P1 226,67 9066,67 32,00
V3A0P2 245,00 9800,00 32,00
V3A0P3 305,00 12200,00 32,00
V3A1P1 333,33 13333,33 33,67
V3A1P2 290,00 11600,00 33,67
V3A1P3 265,00 10600,00 32,00
V3A2P1 245,00 9800,00 33,33
V3A2P2 298,33 11933,33 33,00
V3A2P3 200,83 8033,33 32,67
V3A3P1 295,83 11833,33 32,33
V3A3P2 305,00 12200,00 33,33
V3A3P3 272,08 10883,33 33,33
V4A0P1 265,00 10600,00 32,00
V4A0P2 243,33 9733,33 32,00
V4A0P3 242,50 9700,00 32,00
V4A1P1 292,50 11700,00 33,67
V4A1P2 280,00 11200,00 32,00
V4A1P3 196,67 7866,67 33,33
V4A2P1 285,83 11433,33 32,33
V4A2P2 290,83 11633,33 32,00
V4A2P3 260,83 10433,33 32,33
V4A3P1 266,67 10666,67 33,33
V4A3P2 264,17 10566,67 32,67
(4)
V4A3P3 268,33 10733,33 32,33
Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam Bobot Biji per Tanaman (g), Bobot Biji per Plot
dan Jumlah Tongkol per Plot (buah)
F hit
SK
dB
Bobot Biji
per Tanaman
Bobot Biji
per Plot
Jumlah Tongkol
per Plot
F5%
Ulangan
2
1,860 tn
1,860 tn
1,486 tn
6,94
V
3
133,274 *
133,274 *
0,633 tn
6,94
Galat (a)
6
A
3
6,049 *
6,049 *
5,226 *
3,16
V x A
9
4,966 *
4,966 *
0,945 tn
2,66
Galat (b)
24
P
2
9,203 *
9,203 *
2,021 tn
2,74
V x P
6
4,114 *
4,114 *
2,316 *
2,23
A x P
6
6,999 *
6,999 *
0,830 tn
2,01
V x A x P
18
8,117 *
8,117 *
1,741 tn
1,75
Galat (c)
64
Umum
143
KK ( a )
2,59%
2,59%
5,23%
KK ( b )
6,71%
6,71%
3,10%
(5)
Lampiran 15. Rataan Serapan N, Serapan P dan Serapan K (mg/tanaman)
Perlakuan Serapan N Serapan P Serapan K
V1A0P1 2,61 0,31 1,43
V1A0P2 2,65 0,38 1,51
V1A0P3 2,58 0,27 1,38
V1A1P1 2,72 0,38 1,60
V1A1P2 2,74 0,37 1,67
V1A1P3 2,65 0,30 1,54
V1A2P1 2,67 0,30 1,51
V1A2P2 2,69 0,35 1,58
V1A2P3 2,62 0,28 1,45
V1A3P1 2,70 0,37 1,76
V1A3P2 2,75 0,40 1,83
V1A3P3 2,68 0,32 1,66
V2A0P1 2,66 0,33 1,59
V2A0P2 2,68 0,39 1,64
V2A0P3 2,60 0,28 1,47
V2A1P1 2,68 0,39 1,79
V2A1P2 2,73 0,39 1,85
V2A1P3 2,65 0,32 1,66
V2A2P1 2,66 0,33 1,71
V2A2P2 2,70 0,35 1,80
V2A2P3 2,62 0,30 1,62
V2A3P1 2,73 0,38 1,81
V2A3P2 2,75 0,42 1,91
V2A3P3 2,68 0,32 1,70
V3A0P1 2,65 0,28 1,45
V3A0P2 2,64 0,32 1,53
V3A0P3 2,57 0,25 1,36
V3A1P1 2,68 0,34 1,59
V3A1P2 2,70 0,37 1,66
V3A1P3 2,63 0,29 1,49
V3A2P1 2,65 0,30 1,51
V3A2P2 2,69 0,38 1,59
V3A2P3 2,60 0,27 1,45
V3A3P1 2,70 0,35 1,71
V3A3P2 2,75 0,38 1,72
V3A3P3 2,65 0,31 1,56
V4A0P1 2,61 0,27 1,44
V4A0P2 2,65 0,32 1,56
V4A0P3 2,56 0,24 1,35
V4A1P1 2,64 0,34 1,56
V4A1P2 2,71 0,37 1,57
V4A1P3 2,63 0,29 1,46
V4A2P1 2,63 0,31 1,57
V4A2P2 2,68 0,35 1,51
V4A2P3 2,56 0,27 1,41
V4A3P1 2,66 0,38 1,65
V4A3P2 2,77 0,38 1,70
V4A3P3 2,63 0,31 1,62
(6)