Sebaran Spasial dan Tipe Metapopulasi Macan Dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) di Taman Nasional Sebangau, Provinsi Kalimantan Tengah.
SEBARAN SPASIAL DAN TIPE METAPOPULASI MACAN
DAHAN (Neofelis diardi Cuvier, 1823) DI TAMAN NASIONAL
SEBANGAU, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
BANTISTA ADIES KUNCAHYO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Spasial dan
Tipe Metapopulasi Macan Dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) di Taman
Nasional Sebangau, Provinsi Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Bantista Adies Kuncahyo
NIM E34090050
ABSTRAK
BANTISTA ADIES KUNCAHYO. Sebaran Spasial dan Tipe Metapopulasi Macan
Dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) di Taman Nasional Sebangau, Provinsi Kalimantan
Tengah. Dibimbing oleh HADI S. ALIKODRA dan HENDRA GUNAWAN.
Macan dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) merupakan top-predator di hutan
Taman Nasional Sebangau (TNS) yang keberadaannya semakin terancam akibat
kehilangan dan fragmentasi habitat sehingga berpotensi menjadikan populasi N. diardi
terbagi ke dalam beberapa sub populasi atau yang dikenal dengan metapopulasi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai sebaran spasial N. diardi
di TNS dan memprediksi risiko kepunahan lokal melalui identifikasi tipe metapopulasi.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni – November 2014 melalui metode studi
literatur, wawancara, pengunduhan, orientasi lapang, serta kombinasi pengamatan
langsung dan tidak langsung, seperti track-set, grid, camera trap, dan jejak (footprints,
feses, claw, scratch, scrape, dan vokalisasi). Penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran
N. diardi dipengaruhi oleh jarak dari sumber air (P = 0.002) dan potensi ganguan (P =
0.017), kerapatan tajuk hutan (canopy cover) (P = 0.04), kedalaman gambut (P = 0.002),
tipe habitat di kawasan TNS (P = 0.011), serta keberadaan dan kelimpahan satwa
mangsanya, namun faktor ketinggian tempat tidak memengaruh N. diardi (P = 0.064).
Pola sebaran spasial N. diardi adalah mengelompok (x2hitung = 39.67, x20.025 = 26.12)
dengan tipe metapopulasi yang berbentuk patchy population akibat fragmentasi dari
keberadaan jaringan kanal sehingga berisiko kecil terhadap kepunahan lokal, namun tipe
metapopulasi dapat berubah mengikuti perubahan konektifitas habitat dan keberadaan
ancaman baik terhadap N. diardi maupun habitatnya.
Kata kunci: Neofelis diardi, sebaran, metapopulasi, taman nasional sebangau
ABSTRACT
BANTISTA ADIES KUNCAHYO. Distribution Spatial and Type of Metapopulation The
Sunda Clouded Leopard (Neofelis diardi Cuvier, 1823) in Sebangau National Park,
Central Kalimantan Province. Supervised by HADI S. ALIKODRA and HENDRA
GUNAWAN.
Sunda clouded leopard (Neofelis diardi Cuvier, 1823) is top predator in Sebangau
National Park (SNP) forest which their existence are more threats caused by loss and
fragmentation habitat in order that is potential to make N. diardi devided in to be several
sub population or known as a metapopulation. This study aimed to obtain information
about the spatial distribution of sunda clouded leopard in SNP and predict the risk of local
extinction by identifying the type of metapopulation. Data collection was conducted from
June until November 2014 by using study literature method, interviews, download, field
orientation and combination of direct and indirect observation methods such as track set,
grid, camera trap, and sign of animal (footprints, feces, claw, scratch, scrape, and voice).
This study showed that distribution of N. diardi influenced by the distance from water
sources (P = 0.002) and potential disturbance (P = 0.017), forest canopy cover (P = 0.04),
peat depth (P = 0.002), and the type of habitat in SNP (P = 0.011) also the presence and
abundance of preys, but only the altitude factor didn‟t affect toward distribution of N.
diardi (P = 0.064). Spatial distribution patterns of N. diardi in SNP was clumped (x2hitung
= 39.67, x20.025 = 26.12) with type of metapopulation was patchy population due to
fragmentation from the existance of canal network so it had a low risk of local extinction,
but the type of metapopulation could be changed by following the changes of habitat
connectivity and the existence of threat to the N. diardi and their habitats.
Keyword : distribution, metapopulation, Neofelis diardi, sebangau national park
SEBARAN SPASIAL DAN TIPE METAPOPULASI MACAN
DAHAN (Neofelis diardi Cuvier, 1823) DI TAMAN NASIONAL
SEBANGAU, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
BANTISTA ADIES KUNCAHYO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini adalah spesies macan
dahan (Neofelis diardi) dengan judul Sebaran Spasial dan Tipe Metapopulasi
Macan Dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) di Taman Nasional Sebangau,
Provinsi Kalimantan Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Hadi S. Alikodra, MS dan
Dr Ir Hendra Gunawan, MSi selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan,
bimbingan, motivasi, ilmu, nasehat, perhatian, dan panutan selama penyelesaian
skripsi ini serta Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc selaku moderator yang sudah
membantu selama seminar. Begitu juga dengan Prof Dr Ir Yanto Santosa, M dan
Dr Erianto Indra Putra S.Hut, MSi yang telah memberikan saran, kritik, ilmu dan
pengetahuan selama menguji di sidang komprehensif. Selain itu, penghargaan dan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Rosenda Chandra Kasih, Bapak
Okta Simon dan Adventus Panda beserta staff WWF-Kalimantan Tengah yang
telah banyak membantu dalam berdiskusi, saran, akomodasi dan berbagai
infomasi yang dibutuhkan selama kegiatan penelitian. Di samping itu, penulis
ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Ir Adib Gunawan selaku
Kepala Balai Taman Nasional Sebangau, Pak Suyoko, Pak Tatang, Mba Tinu,
serta staff Balai TN Sebangau yang telah membantu selama penelitian. Penulis
juga ucapkan terima kasih kepada Pak Pri, Pak Wanto, Pak Taufik (Opik),
keluarga besar Camp Punggualas (Pak Dharma. Pak Pradino dan Bang Ajim),
keluarga besar Camp Teluk Beruang (Pak Agus dan Pak Yani), Pak Nur, dan
Bang Labay atas segala suka, duka serta pengalaman dan pelajaran yang sudah
dibagikan selama di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, kedua adik, serta seluruh keluarga atas segala do‟a dan kasih sayangnya.
Penulis juga sampaikan terima kasih untuk seluruh staff terutama kepada Mamang,
Bibi, dan Babeh DKSHE atas segala bantuan, dukungan serta do‟a kepada penulis
selama melakukan studi dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada
seluruh teman-teman dan keluarga besar ANGGREK HITAM 46, serta Priyono
Eka Pratiekno, teman-teman PKLP TN Merbabu, keluarga besar Krakatau dan
Rakata (Mas eko, Mas Kuspri), Faiz, Bang Amrul dan Rumah Hijau atas segala
do‟a, dukungan, semangat, dan bantuan hingga selesai penyusunan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Bantista Adies Kuncahyo
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Lokasi dan Waktu
3
Alat dan Bahan
3
Metode Pengumpulan Data
5
Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
11
Sebaran Neofelis diardi
11
Metapopulasi
39
Implikasi Pengelolaan
45
SIMPULAN DAN SARAN
46
Simpulan
46
Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
47
LAMPIRAN
52
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rincian waktu penelitian
3
Kriteria nilai indeks Shannon-Wiener
8
Kriteria nilai kelimpahan
9
Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas elevasi kawasan
18
Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air”
20
Komposisi sebaran Neofelis diardi di masing-masing kelas “jarak dari
potensi gangguan”
23
Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas kerapatan tajuk
24
Komposisi sebaran Neofelis diardi pada kelas kedalaman gambut
28
Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas sub tipe habitat
29
Nilai berbagai indeks potensi satwa mangsa Neofelis diardi
33
Klasifikasi potensi satwa mangsa Neofelis diardi
34
Komposisi beberapa nilai indeks pada setiap lokasi camera trap
37
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Peta lokasi penelitian
Pemasangan camera trap
Sketsa metode petak tunggal
Proses pengolahan peta altitude
Proses pengolahan peta "jarak dari sungai/sumber air"
Proses pengolahan peta tutupan lahan
Bentuk perjumpaan Neofelis diardi
Nilai RAI Neofelis diardi di lima stasiun camera trap
Bentuk aktivitas Neofelis diardi
Aktivitas penandaan teritori Neofelis diardi di berbagai tingkat
pertumbuhan (a) semai (b) tiang (c) pohon
Peta sebaran Neofelis diardi berdasarkan kelas ketinggian kawasan di
area (a) Punggualas, (b) SSI, dan (c) Bukit Bulan
Sebaran Neofelis diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air” di area (a)
SSI, (b) Punggualas, dan (c) Bukit Bulan
Peta sebaran Neofelis diardi terhadap potensi gangguan : (a.1) basecamp
Punggualas, (a.2) basecamp SSI, dan (b) pondok Bukit Bulan
Peta sebaran Neofelis diardi terhadap kelas kerapatan tajuk hutan di area
(a) Bukit Bulan, (b) SSI, dan (c) Punggualas
Peta sebaran Neofelis diardi terhadap kelas kedalaman gambut di area
(a) Bukit Bulan, (b) SSI, dan (c) Punggualas
Peta sebaran Neofelis diardi terhadap kelas sub tipe habitat di area (a)
Bukit Bulan, (b) SSI, dan (c) Punggualas
Diagram kelas diameter tegakan tumbuhan di plot camera trap Neofelis
diardi
Diagram kelas tinggi total tegakan tumbuhan di plot camera trap
Neofelis diardi
4
6
7
7
8
10
12
12
13
14
17
19
22
25
27
30
31
31
19 Diagram kelas tinggi bebas cabang tumbuhan di plot camera trap
Neofelis diardi
20 Sarang burung di lubang pohon yang dirusak beruang madu
21 Sub populasi Neofelis diardi : (a) Bukit Bulan (b) Punggualas (c) SSI
(dokumentasi gambar c : Staff Balai TNS)
22 Kondisi sungai dan kanal di kawasan Taman Nasional Sebangau
23 Peta Metapopulasi Neofelis diardi di Taman Nasional Sebangau tipe
patchy population
24 Kebakaran hutan di kawasan Taman Nasional Sebangau (dokumentasi:
WWF-Kalteng)
25 Aktivitas perburuan (a) “kalong” dan (b) burung
26 Aktivitas illegal logging (dokumentasi: WWF-Kalteng)
32
33
40
41
42
43
43
44
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Identifikasi individu Neofelis diardi
Indikasi keberadaan (presence-absence) Neofelis diardi
Perhitungan uji korelasi chi-square
Rekapitulasi pola sebaran spasial Neofelis diardi
Potensi satwa mangsa (preys) Neofelis diardi
52
54
55
58
59
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Macan dahan atau clouded leopard pernah dianggap sebagai satu spesies
yaitu Neofelis nebulosa dengan beberapa sub spesies yang terdiri dari Neofelis
nebulosa brachyurus (di Taiwan), Neofelis nebulosa diardi (di Sumatra dan
Kalimantan), Neofelis nebulosa macrosceloides (di India, Nepal, Sikkim, dan
Myanmar), serta Neofelis nebulosa nebulosa (di bagian Asia Tenggara, China, dan
Hainan) (Kitchener et al. 2006). Berdasarkan analisis genetik pada tahun 2007
disimpulkan bahwa macan dahan terdiri dari dua spesies yaitu Neofelis nebulosa
(tersebar di Mainland Asia beserta Taiwan) dan Neofelis diardi (tersebar di
Kalimantan dan Sumatra) (ENS 2007 dan ScienceDaily 2007).
Macan dahan (Neofelis diardi, Cuvier 1823) merupakan satwa predator
terbesar dan endemik di Pulau Kalimantan. Spesies tersebut berperan sebagai toppredator dalam rantai makanan di seluruh kawasan hutan Kalimantan sehingga
keberadaannya sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem hutan.
Selain itu, keberadaan N. diardi diduga berasosiasi dengan keberadaan hutan
primer karena spesies tersebut bersifat arboreal sehingga membutuhkan strata
tajuk yang lengkap untuk mendukung seluruh aktivitas hariannya. Menurut
Indriyanto (2006) bahwa keseimbangan ekosistem hutan ditunjukkan oleh
keseimbangan sistem komunitasnya yang dipengaruhi oleh stratifikasi tajuk dan
canopy cover.
Ikan merupakan salah satu sumber pakan bagi N. diardi. Keberadaan ikan di
suatu perairan dapat memberikan indikasi keseimbangan ekosistem perairan.
Menurut Chahaya (2003), ikan yang hidup di suatu perairan dapat menjadi
indikator biologis pencemaran air karena ikan mempunyai kemampuan dalam
merespon keberadaan bahan pencemar. Oleh karena itu, keberadaan N. diardi
diduga juga berasosiasi dengan ekosistem perairan di Kalimantan.
Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian terhadap kelestarian N.
diardi dengan menetapkannya sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 7 tahun 1999 (Pemerintah Republik Indonesia 1999). IUCN
(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) juga
telah memasukkannya ke dalam red list IUCN tahun 2008 dengan kategori
Vulnerable (rentan), sedangkan CITES (Convention International in Trade of
Endangered Species of Flora and Fauna) pada tahun 2012 menetapkannya dalam
Appendiks I yang berarti tidak boleh diperdagangkan (Hearn et al. 2008 dan
CITES 2012). Ternyata, perhatian-perhatian tersebut belum cukup menjamin
kelestarian satwa langka tersebut, bahkan ancaman terhadap spesies tersebut
semakin meningkat, seperti perburuan N. diardi maupun satwa-satwa mangsanya,
perdagangan ilegal, degradasi dan fragmentasi hutan beserta konversi hutan.
Merduani (2013) melaporkan perdagangan macan dahan di daerah Sumatra
Selatan dengan harga Rp 6.5 juta hingga Rp 10 juta per ekor.
Bentuk ancaman yang sangat serius terjadi pada habitat N. diardi yaitu
hilangnya habitat (habitat loss) karena konversi hutan, degradasi habitat karena
kerusakan hutan akibat eksploitasi dan illegal logging, serta fragmentasi habitat
akibat perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Menurut Jimmy (2011)
2
penutupan hutan Pulau Kalimantan semakin berkurang sejak tahun 1990 hingga
2009 dengan kehilangan tutupan hutan mencapai 13.11 juta ha. Dengan perkataan
lain laju kehilangan hutan di Kalimantan rata-rata 720 ribu ha per tahun, Provinsi
Kalimantan Tengah merupakan wilayah yang paling banyak kehilangan hutan
sejak tahun 2004 hingga 2008 (Jimmy 2011).
Taman Nasional Sebangau (TNS) merupakan kawasan konservasi yang
sangat penting di Kalimantan terutama Provinsi Kalimantan Tengah karena
merupakan hutan rawa gambut yang sangat tebal dengan kedalaman mencapai 3 –
26 m (Page et al. 1999). Selain itu, TNS juga sangat penting sebagai penyimpan
karbon (carbon storage) dan pengatur tata air (hidrologi) serta habitat dari
berbagai jenis bagi flora dan fauna endemik, terutama N. diardi yang berhasil
didokumentasikan Cheyne et al. (2013) menggunakan camera trap. Kehilangan
dan fragmentasi habitat merupakan ancaman utama bagi kelestarian spesies
tersebut di TNS serta berpotensi menjadikan populasi N. diardi terbagi ke dalam
beberapa sub populasi (populasi lokal) atau yang dikenal dengan metapopulasi
(Akçakaya 2007 dan Gunawan 2010). Hal ini disebabkan sebelum menjadi taman
nasional, kawasan tersebut merupakan hutan produksi yang dieksploitasi dan
mengalami illegal logging hingga tahun 2006 (WWF-Indonesia Sebangau Project
2012).
Kelestarian N. diardi sangat tergantung pada upaya konservasi yang
diterapkan, baik secara insitu maupun eksitu. Upaya-upaya tersebut perlu
didukung oleh pengetahuan tentang berbagai informasi bio-ekologis spesies
tersebut sehingga diperlukan berbagai penelitan untuk menggali informasi yang
dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai upaya
konservasi. Salah satu aspek penting yang perlu diketahui adalah sebaran spasial
dan tipe metapopulasinya. Informasi sebaran individu macan dahan berguna untuk
menetapkan wilayah-wilayah yang perlu dilindungi, sedangkan pengetahuan
tentang metapopulasi dapat memberikan gambaran risiko kepunahan lokal di masa
mendatang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi sebaran spasial dan
mengidentifikasi tipe metapopulasi macan dahan (Neofelis diardi) di Taman
Nasional Sebangau.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam hal menyediakan peta
sebaran spasial macan dahan (Neofelis diardi) di Taman Nasional Sebangau dan
informasi karakteristik habitat yang mendeteksi N. diardi.
3
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Taman Nasional Sebangau (TNS) yang secara
khusus di wilayah Danau Punggualas dan Bukit Bulan. Lokasi penelitian terletak
di wilayah kerja SPTN III, Resort Baun Bango dan Muara Bulan. Secara umum
kawasan TNS berada pada tiga wilayah Kabupaten/Kota, yaitu Pulang Pisau,
Katingan, dan Kotamadya Palangka Raya. Kawasan Hutan Bukit Bulan dan
Danau Punggualas yang merupakan lokasi penelitian terletak di Kabupaten
Katingan yaitu Kecamatan Kamipang dan Mendawai. Secara geografis wilayah
TNS dipisahkan oleh dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Katingan dan
Sebangau. TNS terletak pada 1O54‟ – 3O08‟ LS dan 113O20‟ – 114O03‟ BT
dengan luas ±568 700 ha, sedangkan wilayah penelitian mencakup areal seluas
±44.37 km2 (4 436.41 ha) (Gambar 1).
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juni – September 2014 yang terdiri dari
lima periode dengan total waktu selama 63 hari dan rincian yang disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Rincian waktu penelitian
Periode
Penelitian
I
II
III
IV
Periode Waktu
13 – 20 Juni
6 Juli – 13 Agustus
19 – 28 Agustus
23 – 28 September
Jumlah
Hari
8
39
10
6
Kegiatan
Observasi Pendahuluan dan Wawancara
Pemasangan Camera Trap dan Observasi
Pemantauan Camera Trap dan Observasi
Pemantauan Camera Trap dan Analisis
Titik Lokasi Presence-Absence Neofelis
diardi berdasarakan Camera Trap
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain Headlamp/senter, Camera trap
sebanyak 9 unit yang terbagi menjadi 2 unit tipe Reconyx dan 7 unit Bushnell
serta Global Positioning System (GPS) tipe 76 CSx, kompas, meteran, binocular,
software komputer berupa Arc GIS 9.3 dan ERDAS 9.1, serta MINITAB 14, buku
Field Guide Mammals of Borneo, dan alat pengukur waktu. Bahan yang
diperlukan antara lain Gypsum, plastik spesimen, dan baterai.
4
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
5
Metode Pengumpulan Data
Studi pendahuluan
Tahap ini dilakukan dengan studi literatur, orientasi lapang, pengunduhan,
dan wawancara terhadap petugas lapangan dan staf Balai Taman Nasional
Sebangau (TNS) serta WWF-Kalteng, masyarakat sekitar kawasan, buku, laporan,
jurnal, dan media internet. Data yang dikumpulkan meliputi:
1.
Studi literatur dan wawancara :
a. Kondisi umum lokasi penelitian, keberadaan (presence-absence) dan
sebaran N. diardi beserta satwa mangsa, sumberdaya air, dan potensi
gangguan
b. Data spasial seperti peta kedalaman gambut, kerapatan tajuk hutan (canopy
cover), dan tipe habitat serta data spasial sungai dan kanal di Taman
Nasional Sebangau
2.
Pengunduhan (download) :
Data spasial seperti peta SRTM (Shuttle Radar Topography Mission), citra
landsat TM (Thematic Mapper) 5 tahun 2010 path 118/row 61 & 62, dan
peta Rupa Bumi Provinsi Kalimantan Tengah untuk mengolah peta tematik
berupa penutupan lahan, ketinggian (elevasi) kawasan TNS, dan “jarak dari
sumber air”.
3.
Orientasi lapang :
Lokasi penempatan grid, track-set dan pemasangan camera trap
Secara terperinci data pendukung mengenai N. diardi dan satwa mangsanya
di dalam wawancara, yaitu :
1. Lokasi keberadaan dan penyebaran N. diardi
2. Kelimpahan secara deskriptif dari keberadaan N. diardi
3. Lokasi yang pernah dihuni macan dahan (catatan : tetapi sekarang sudah
tidak dihuni)
4. Perburuan dan aktivitas yang memberikan tekanan terhadap macan dahan
5. Perburuan potensi satwa mangsa
6. Kelimpahan secara deskriptif dan bermacam spesies yang menjadi potensi
mangsa
Observasi lapang
Identifikasi keberadaan (presence-absence) macan dahan
Metode yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan
macan dahan (Neofelis diardi) berupa kombinasi antara metode mengikuti jalur
(track-set) dan grid, serta metode pengamatan tidak langsung seperti footprints,
feses, claw, scratch, scrape, dan vokalisasi beserta camera trap (Alikodra 2002,
Cheyne et al. 2013, Chiang 2007, Karanth and Nichols 2002, Sutherland 2006,
Wilting et al. 2006). Pembuatan grid disesuaikan dengan wilayah jelajah (home
range) N. diardi yang berukuran 45 km2 sehingga ukuran grid sebesar 6 x 6 km2
(Hearn et al. 2013 dan Wultsch 2008). Pengamatan dilakukan dengan
menempatkan jalur (track) pada beberapa jalur satwa (animal trail) maupun aliran
sungai dan sumber air di dalam sebuah grid. Penempatan camera trap juga di
dalam grid dan mempertimbangkan lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi jalur
aktivitas spesies tersebut seperti sumber air dan sumber pakan satwa mangsa
6
(padang rumput dan lokasi dengan vegetasi yang sedang berbuah), tempat
kubangan, sungai/kanal kering yang ditinggal selama sebulan (Gambar 2).
Selain itu, setiap perjumpaan jejak dilakukan pengukuran untuk identifikasi
individu. Setiap perjumpaan terhadap tanda keberadaan ditandai menggunakan
GPS (Global Positioning System) dan dicatat titik koordinatnya.
Gambar 2 Pemasangan camera trap
Identifikasi daya dukung habitat dan potensi gangguan terhadap macan dahan
Parameter yang dijadikan daya dukung habitat adalah potensi satwa mangsa,
keadaan suhu udara, curah hujan, dan air. Secara umum seluruh parameter
tersebut disurvey secara serentak bersamaan dengan pengamatan terhadap N.
diardi di dalam jalur (track), meskipun sebelumnya juga telah diidentifikasi pada
tahap studi pendahuluan.
Survei terhadap identifikasi potensi satwa mangsa juga menggunakan
metode camera trap. Informasi yang dicatat adalah jenis dan jumlah satwa yang
berpotensi sebagai mangsa serta lokasi keberadaan satwa tersebut. Selain itu,
satwa mangsa diklasifikasikan ukuran berat tubuh berdasarkan penelitian
Henschel (2008).
Identifikasi sumberdaya air dilakukan dengan mencatat jumlah dan lokasi
keberadaan sumberdaya air beserta keterangan lain yang dapat mendukung
informasi mengenai potensi sumberdaya air sebagai daya dukung habitat.
Identifikasi bentuk tekanan terhadap habitat dilakukan dengan meninjau beberapa
aspek seperti jenis atau bentuk tekanan dan lokasinya. Lokasi dari seluruh
parameter yang dijumpai ditandai menggunakan GPS dan dicatat titik
koordinatnya.
Kondisi habitat camera trap macan dahan
Lokasi yang digunakan adalah tiga camera trap penangkap N. diardi dengan
aktivitas marking dan berjalan serta berada di habitat hutan tegakan tinggi (Tall
Interior Forest). Data yang dicari adalah kondisi vegetasi dan komponen
pendukung habitat yang lain di lingkungan sekitar titik perjumpaan. Metode yang
digunakan berupa petak tunggal dengan ukuran 20 x 20 m2 (Gambar 12).
Beberapa petak kecil dibuat di dalam petak tunggal yang terdiri dari petak
berukuran (a) 2 x 2 m2 untuk memperoleh data tingkat pertumbuhan semai, (b) 5 x
5 m2 untuk pancang, (c) 10 x 10 m2 untuk tiang, dan (d) 20 x 20 m2 untuk pohon
7
(gambar 3). Komponen pendukung habitat yang lain menggunakan metode
penjelajahan di dalam dan sekitar petak tunggal.
d
c
b
a
Gambar 3 Sketsa metode petak tunggal
Analisis Data
Sebaran spasial
Hasil titik sebaran macan dahan yang telah di-input ke dalam GPS (Global
Positioning System) dalam bentuk koordinat kemudian di-download ke dalam
komputer. Selanjutnya, data diproses menggunakan software Arc GIS 9.3 dan
ERDAS IMAGINE 9.1 melalui teknik tumpang susun (overlay) antara titik sebaran
Neofelis diardi dengan beberapa jenis peta tematik kawasan Taman Nasional
Sebangau (TNS), seperti tipe habitat, kerapatan tajuk permukaaan (canopy cover),
tingkat kedalaman gambut, ketinggian tempat (elevasi), “jarak dari sumber air”
dan “jarak dari potensi tekanan (gangguan) terhadap habitat”.
Peta tematik ketinggian (elevasi) kawasan TNS memerlukan beberapa
proses pengolahan yang ditunjukkan oleh gambar 4. Peta „jarak dari sumber air”
diperoleh melalui pengolahan terhadap peta rupa bumi Provinsi Kalimantan
Tengah beserta data spasial (fiture) terbaru yang berasal dari Balai TNS dengan
melakukan proses buffer. Proses tersebut serupa dengan yang digunakan untuk
“jarak dari potensi gangguan habitat” yang disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 4 Proses pengolahan peta altitude
8
Gambar 5 Proses pengolahan peta "jarak dari sungai/sumber air"
Potensi satwa mangsa
Indeks kekayaan jenis dihitung menggunakan metode Margalef dengan
rumus sebagai berikut:
S−1
�
=
ln(N)
Simbol (S) adalah jumlah seluruh jenis, sedangkan (N) adalah jumlah individu
seluruh jenis dan (Dmg) adalah nilai indeks Margalef (Ludwig and Reynold 1998).
Keanekaragaman jenis dihitung dengan indeks keanekaragaman ShannonWiener (H‟) menggunakan rumus sebagai berikut:
�
�′ = −
Pi ln Pi ; �� =
�
Simbol (ni) adalah jumlah individu dalam setiap jenis, sedangkan (N) adalah total
jumlah individu seluruh jenis (Ludwig and Reynold 1998). Selain itu, nilai indeks
ini diklasifikasikan ke dalam beberapa kriteria (Tabel 2).
Tabel 2 Kriteria nilai indeks Shannon-Wiener
Nilai Indeks ShannonWiener
>3
1–3
50%. Grassman (2003) juga menambahkan
16
persentase tumpang tindih antar pejantan N. nebulosa bernilai 31.4% dan 47.5%
yang menurut Crawshaw and Quigley (1991) kemungkinan terjadi karena derajat
toleransi sosial yang tinggi atau akibat kondisi habitat yang kompleks sehingga
memberikan kesulitan dalam mempertahankan teritori. Gambaran mengenai
wilayah jelajah mungkin samar di dalam realitas sosial Felidae karena kejadian
tumpang tindih berhubungan dengan susunan ruang (spatial organization) yang
dibatasi oleh skala waktu, sedangkan susunan ruang tersebut bersifat dinamis
(Doncaster and MacDonald 1991 diacu dalam MacDonald and Loveridge 2010).
Selain itu, Crawshaw and Quigley (1991) beserta Grassman (1999) menyebutkan
kejadian tumpang tindih antar pejantan juga terjadi pada beberapa spesies Felidae
seperti jaguar (Panthera onca) dan leopard (Panthera pardus).
Sebaran menurut ketinggian tempat (elevasi)
Topografi Taman Nasional Sebangau cenderung datar dan bergelombang,
meskipun terdapat wilayah perbukitan dengan puncak tertinggi 190 m dpl.
Gandasasmita et al. (2006) menjelaskan penurunan tanah pada ekosistem rawa
pasang surut air dapat terjadi secara tidak berangsur-angsur atau mendadak
dengan jarak perubahan yang pendek dan kecenderungan pola permukaan yang
ditunjukkan oleh ekosistem rawa gambut yaitu semakin meninggi menuju daerah
kubah gambut (peat dome). Oleh karena itu, ditemukan wilayah dengan
ketinggian tempat di atas permukaan laut yang sama, meskipun di dua tipe habitat
yang berbeda seperti hutan gambut di Punggualas dan hutan perbukitan di Bukit
Bulan (Gambar 11).
Ketinggian kawasan hutan TNS dibagi menjadi lima kriteria kelas dengan
selang 5 m dpl, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Nilai kelas 0 – 20 m dpl dijadikan sebagai kriteria sangat rendah karena menurut
Noor (2001) Hutan Sebangau merupakan gambut dataran tinggi dengan
ketinggian 10 – 20 m dpl, sedangkan nilai kelas 35 – 190 m dpl sebagai kriteria
sangat tinggi karena menurut BTNS (2007) wilayah perbukitan di kawasan TNS
berada di ketinggian > 35 m dpl. Hampir di setiap kriteria kelas ditemukan N.
diardi, meskipun ditemukan sebaran terbanyak di kriteria kelas rendah dengan
delapan perjumpaan (44.45%). Oleh karena itu, keberadaan N. diardi
diindikasikan tidak berhubungan dengan faktor ketinggian tempat di atas
permukaan laut. Komposisi sebaran N. diardi terhadap setiap kriteria kelas
ketinggian kawasan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tidak adanya hubungan tersebut disebabkan oleh perbedaan ketinggian
yang seragam (tidak jauh berbeda). Lakitan (2002) menjelaskan perubahan
ketinggian tempat setiap kenaikan 100 mdpl memengaruhi suhu udara yang
menurun 0.6oC. Selain itu, macan dahan dapat hidup di berbagai ketinggian
tempat (elevasi) mulai dari habitat dengan ketinggian terendah seperti mangrove,
pantai, rawa pantai dan gambut hingga wilayah perbukitan dan pegunungan,
bahkan di wilayah dengan ketinggian 3 000 m dpl (Rabinowitz 1988, Chiang
2007, Hearn et al. 2008, Hancock 2012).
Noor (2001) menjelaskan adanya hubungan antara ketinggian tempat dari
atas permukaan laut di daerah gambut dengan usia dari suatu lahan gambut, yaitu
semakin tinggi tempat maka umur dari gambut yang terbentuk semakin tua,
sedangkan gambut tua cenderung tidak subur (oligotrofik) sehingga berpengaruh
terhadap kondisi vegetasi yang tumbuh dan kelimpahan satwa mangsa. Alikodra
17
(2002) juga menjelaskan bahwa jumlah jenis satwa semakin menurun mengikuti
ketinggian tempat. Kondisi inilah yang menyebabkan sebaran N. diardi di kriteria
rendah ditemukan dengan frekuensi terbanyak.
(a)
(b)
(c)
Gambar 11 Peta sebaran Neofelis diardi berdasarkan kelas ketinggian kawasan di
area (a) Punggualas, (b) SSI, dan (c) Bukit Bulan
18
Tabel 4 Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas elevasi kawasan
Kriteria Kelas
Elevasi
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Keterangan :
NK
NSr
P
Nilai
Kelas
(m dpl)
0 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 190
Frekuensi Neofelis diardi
NK
NF
NC
NSr
NL
NV
Jumlah
Total
Lokasi
0
3
1
1
0
0
0
2
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
1
0
2
4
0
0
0
0
1
0
0
0
2
8
4
4
0
S
S&P
B&P
B&P
B
= Neofelis di kamera
= Scrape
= Area Punggualas
NF = Footprints
NL = Langsung
S
= Area SSI
NC = Claw
NV = Vokalisasi
B = Bukit Bulan
Hasil uji Chi-square antara keberadaan N. diardi dan kelas ketinggian
kawasan (elevasi) bernilai (P = 0.064) atau (P > 0.05) maka disimpulkan tidak
terdapat hubungan yang signifikan dari kedua parameter. Kondisi ini sesuai
karena N. diardi dapat beradaptasi dan hidup di berbagai ketinggian. Selain itu,
perbedaan ketinggian di kawasan hutan TNS yang seragam sehingga bentuk
permukaannya cenderung datar. Oleh karena itu, ketinggian kawasan di ekosistem
rawa gambut TNS tidak direkomendasikan untuk dipergunakan sebagai parameter
dalam monitoring N. diardi.
Sebaran menurut jarak dari sumber air
Sumber air di kawasan TNS dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu hujan
dan/atau pasang surut air sungai. Kondisi ini ditunjukkan oleh lokasi di daerah
Sebangau Sanitra Indah (SSI) dan Punggualas sebagai kawasan yang dipengaruhi
kedua faktor tersebut karena terletak di dekat sungai dan berupa kawasan
bergambut, sedangkan di Bukit Bulan hanya bergantung pada kejadian hujan
karena berada di daerah pedalaman. Oleh karena itu, sumber air di kawasan Bukit
Bulan berbentuk kubangan-kubangan air, sedangkan air pasang surut dari Sungai
Bulan hanya mempengaruhi sumber air di sekitar kawasan bukit yang merupakan
kawasan bergambut. Peta sebaran N. diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air”
menunjukkan perbedaan karakteristik sumber air yang dijadikan indikator pada
masing-masing kawasan (Gambar 12).
Kriteria kelas “jarak dari sumber air” dibagi menjadi lima, yaitu sangat
dekat, dekat, sedang, jauh, dan sangat jauh dengan selang jarak 100 m setiap kelas.
Perjumpaan terbanyak N. diardi berada di kriteria kelas sangat dekat dengan
sebelas perjumpaan (61.11%), sedangkan proporsi sebaran di kelas lainnya adalah
5,56% untuk kedua kelas sedang dan jauh, serta 27.78% di kelas dekat. Oleh
karena itu, keberadaan N. diardi diindikasikan berhubungan dengan jarak dari
sumber air. Komposisi sebaran N. diardi di masing-masing kelas “jarak dari
sumber air” dapat dilihat pada Tabel 5.
19
(a)
(b)
(c)
Gambar 12 Sebaran Neofelis diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air” di area
(a) SSI, (b) Punggualas, dan (c) Bukit Bulan
20
Tabel 5 Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air”
Kriteria
Kelas
“Jarak dari
Sumber Air”
Sangat
Dekat
Dekat
Sedang
Jauh
Sangat Jauh
Keterangan :
NK
NSr
P
= Neofelis di kamera
= Scrape
= Area Punggualas
Frekuensi Neofelis diardi
Nilai
Kelas (m)
Lokasi
NV
Jumlah
Total
NK
NF
NC
NSr
NL
0 – 100
2
2
3
0
4
0
11
S, P, & B
100 – 200
200 – 300
300 – 400
> 400
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
1
0
0
0
5
1
1
0
S, P & B
P
P
Tidak Ada
NF = Footprints
NL = Langsung
S
= Area SSI
NC = Claw
NV = Vokalisasi
B = Bukit Bulan
Wilting (2007) memperoleh jumlah keberadaan N. diardi lebih banyak di
sepanjang jalur transek sungai (stream) dibandingkan dengan jalur lain yang
digunakan sehingga jalur di daerah sekitar sungai (river beds and sand banks
along small stream) direkomendasikan sebagai lokasi untuk melakukan observasi
terhadap predator tersebut. Selain itu, keberadaan N. diardi juga ditemukan di
daerah kanal Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG) CIMTROP, TNS
(Cheyne et al. 2013), bahkan Lynam et al. (2001) diacu dalam Chiang (2007)
menyebutkan salah satu lokasi camera trapping yang berhasil menangkap
keberadaan N. nebulosa di Thailand adalah dasar sungai yang mengering (dry
stream beds). Grassman (2003) juga menemukan lokasi wilayah jelajah N.
nebulosa yang berada di daerah aliran sungai utama (major stream). Pemasangan
satu camera trap di parit Punggualas yang sudah mulai mengering juga
menemukan keberadaan N. diardi.
Air merupakan sumber penghidupan bagi makhluk hidup terutama untuk
satwa karena berperan sebagai sumberdaya minumnya. Selain itu, air juga
dibutuhkan satwaliar untuk menjaga suhu, kelembapan, dan kebersihan tubuh
yang umumnya dilakukan satwa mamalia besar dengan aktivitas berkubang,
bahkan air merupakan habitat bagi selurub satwa aquatic seperti ikan yang
potensial menjadi mangsa karnivora. Ikan berpotensi sebagai satwa mangsa bagi
N. diardi terutama di kawasan Punggualas karena beberapa jenis ikan di daerah
tersebut berukuran besar dengan berat tubuh mencapai 2.75 kg (small prey) dan
hidup di bagian tepi sungai (Lampiran). Kondisi ini juga didukung oleh
kemampuan N. nebulosa yang mampu memegang mangsa (grabbed) seperti
DAHAN (Neofelis diardi Cuvier, 1823) DI TAMAN NASIONAL
SEBANGAU, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
BANTISTA ADIES KUNCAHYO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Spasial dan
Tipe Metapopulasi Macan Dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) di Taman
Nasional Sebangau, Provinsi Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Bantista Adies Kuncahyo
NIM E34090050
ABSTRAK
BANTISTA ADIES KUNCAHYO. Sebaran Spasial dan Tipe Metapopulasi Macan
Dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) di Taman Nasional Sebangau, Provinsi Kalimantan
Tengah. Dibimbing oleh HADI S. ALIKODRA dan HENDRA GUNAWAN.
Macan dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) merupakan top-predator di hutan
Taman Nasional Sebangau (TNS) yang keberadaannya semakin terancam akibat
kehilangan dan fragmentasi habitat sehingga berpotensi menjadikan populasi N. diardi
terbagi ke dalam beberapa sub populasi atau yang dikenal dengan metapopulasi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai sebaran spasial N. diardi
di TNS dan memprediksi risiko kepunahan lokal melalui identifikasi tipe metapopulasi.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni – November 2014 melalui metode studi
literatur, wawancara, pengunduhan, orientasi lapang, serta kombinasi pengamatan
langsung dan tidak langsung, seperti track-set, grid, camera trap, dan jejak (footprints,
feses, claw, scratch, scrape, dan vokalisasi). Penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran
N. diardi dipengaruhi oleh jarak dari sumber air (P = 0.002) dan potensi ganguan (P =
0.017), kerapatan tajuk hutan (canopy cover) (P = 0.04), kedalaman gambut (P = 0.002),
tipe habitat di kawasan TNS (P = 0.011), serta keberadaan dan kelimpahan satwa
mangsanya, namun faktor ketinggian tempat tidak memengaruh N. diardi (P = 0.064).
Pola sebaran spasial N. diardi adalah mengelompok (x2hitung = 39.67, x20.025 = 26.12)
dengan tipe metapopulasi yang berbentuk patchy population akibat fragmentasi dari
keberadaan jaringan kanal sehingga berisiko kecil terhadap kepunahan lokal, namun tipe
metapopulasi dapat berubah mengikuti perubahan konektifitas habitat dan keberadaan
ancaman baik terhadap N. diardi maupun habitatnya.
Kata kunci: Neofelis diardi, sebaran, metapopulasi, taman nasional sebangau
ABSTRACT
BANTISTA ADIES KUNCAHYO. Distribution Spatial and Type of Metapopulation The
Sunda Clouded Leopard (Neofelis diardi Cuvier, 1823) in Sebangau National Park,
Central Kalimantan Province. Supervised by HADI S. ALIKODRA and HENDRA
GUNAWAN.
Sunda clouded leopard (Neofelis diardi Cuvier, 1823) is top predator in Sebangau
National Park (SNP) forest which their existence are more threats caused by loss and
fragmentation habitat in order that is potential to make N. diardi devided in to be several
sub population or known as a metapopulation. This study aimed to obtain information
about the spatial distribution of sunda clouded leopard in SNP and predict the risk of local
extinction by identifying the type of metapopulation. Data collection was conducted from
June until November 2014 by using study literature method, interviews, download, field
orientation and combination of direct and indirect observation methods such as track set,
grid, camera trap, and sign of animal (footprints, feces, claw, scratch, scrape, and voice).
This study showed that distribution of N. diardi influenced by the distance from water
sources (P = 0.002) and potential disturbance (P = 0.017), forest canopy cover (P = 0.04),
peat depth (P = 0.002), and the type of habitat in SNP (P = 0.011) also the presence and
abundance of preys, but only the altitude factor didn‟t affect toward distribution of N.
diardi (P = 0.064). Spatial distribution patterns of N. diardi in SNP was clumped (x2hitung
= 39.67, x20.025 = 26.12) with type of metapopulation was patchy population due to
fragmentation from the existance of canal network so it had a low risk of local extinction,
but the type of metapopulation could be changed by following the changes of habitat
connectivity and the existence of threat to the N. diardi and their habitats.
Keyword : distribution, metapopulation, Neofelis diardi, sebangau national park
SEBARAN SPASIAL DAN TIPE METAPOPULASI MACAN
DAHAN (Neofelis diardi Cuvier, 1823) DI TAMAN NASIONAL
SEBANGAU, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
BANTISTA ADIES KUNCAHYO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini adalah spesies macan
dahan (Neofelis diardi) dengan judul Sebaran Spasial dan Tipe Metapopulasi
Macan Dahan (Neofelis diardi Cuvier, 1823) di Taman Nasional Sebangau,
Provinsi Kalimantan Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Hadi S. Alikodra, MS dan
Dr Ir Hendra Gunawan, MSi selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan,
bimbingan, motivasi, ilmu, nasehat, perhatian, dan panutan selama penyelesaian
skripsi ini serta Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc selaku moderator yang sudah
membantu selama seminar. Begitu juga dengan Prof Dr Ir Yanto Santosa, M dan
Dr Erianto Indra Putra S.Hut, MSi yang telah memberikan saran, kritik, ilmu dan
pengetahuan selama menguji di sidang komprehensif. Selain itu, penghargaan dan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Rosenda Chandra Kasih, Bapak
Okta Simon dan Adventus Panda beserta staff WWF-Kalimantan Tengah yang
telah banyak membantu dalam berdiskusi, saran, akomodasi dan berbagai
infomasi yang dibutuhkan selama kegiatan penelitian. Di samping itu, penulis
ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Ir Adib Gunawan selaku
Kepala Balai Taman Nasional Sebangau, Pak Suyoko, Pak Tatang, Mba Tinu,
serta staff Balai TN Sebangau yang telah membantu selama penelitian. Penulis
juga ucapkan terima kasih kepada Pak Pri, Pak Wanto, Pak Taufik (Opik),
keluarga besar Camp Punggualas (Pak Dharma. Pak Pradino dan Bang Ajim),
keluarga besar Camp Teluk Beruang (Pak Agus dan Pak Yani), Pak Nur, dan
Bang Labay atas segala suka, duka serta pengalaman dan pelajaran yang sudah
dibagikan selama di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, kedua adik, serta seluruh keluarga atas segala do‟a dan kasih sayangnya.
Penulis juga sampaikan terima kasih untuk seluruh staff terutama kepada Mamang,
Bibi, dan Babeh DKSHE atas segala bantuan, dukungan serta do‟a kepada penulis
selama melakukan studi dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada
seluruh teman-teman dan keluarga besar ANGGREK HITAM 46, serta Priyono
Eka Pratiekno, teman-teman PKLP TN Merbabu, keluarga besar Krakatau dan
Rakata (Mas eko, Mas Kuspri), Faiz, Bang Amrul dan Rumah Hijau atas segala
do‟a, dukungan, semangat, dan bantuan hingga selesai penyusunan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Bantista Adies Kuncahyo
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Lokasi dan Waktu
3
Alat dan Bahan
3
Metode Pengumpulan Data
5
Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
11
Sebaran Neofelis diardi
11
Metapopulasi
39
Implikasi Pengelolaan
45
SIMPULAN DAN SARAN
46
Simpulan
46
Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
47
LAMPIRAN
52
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rincian waktu penelitian
3
Kriteria nilai indeks Shannon-Wiener
8
Kriteria nilai kelimpahan
9
Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas elevasi kawasan
18
Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air”
20
Komposisi sebaran Neofelis diardi di masing-masing kelas “jarak dari
potensi gangguan”
23
Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas kerapatan tajuk
24
Komposisi sebaran Neofelis diardi pada kelas kedalaman gambut
28
Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas sub tipe habitat
29
Nilai berbagai indeks potensi satwa mangsa Neofelis diardi
33
Klasifikasi potensi satwa mangsa Neofelis diardi
34
Komposisi beberapa nilai indeks pada setiap lokasi camera trap
37
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Peta lokasi penelitian
Pemasangan camera trap
Sketsa metode petak tunggal
Proses pengolahan peta altitude
Proses pengolahan peta "jarak dari sungai/sumber air"
Proses pengolahan peta tutupan lahan
Bentuk perjumpaan Neofelis diardi
Nilai RAI Neofelis diardi di lima stasiun camera trap
Bentuk aktivitas Neofelis diardi
Aktivitas penandaan teritori Neofelis diardi di berbagai tingkat
pertumbuhan (a) semai (b) tiang (c) pohon
Peta sebaran Neofelis diardi berdasarkan kelas ketinggian kawasan di
area (a) Punggualas, (b) SSI, dan (c) Bukit Bulan
Sebaran Neofelis diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air” di area (a)
SSI, (b) Punggualas, dan (c) Bukit Bulan
Peta sebaran Neofelis diardi terhadap potensi gangguan : (a.1) basecamp
Punggualas, (a.2) basecamp SSI, dan (b) pondok Bukit Bulan
Peta sebaran Neofelis diardi terhadap kelas kerapatan tajuk hutan di area
(a) Bukit Bulan, (b) SSI, dan (c) Punggualas
Peta sebaran Neofelis diardi terhadap kelas kedalaman gambut di area
(a) Bukit Bulan, (b) SSI, dan (c) Punggualas
Peta sebaran Neofelis diardi terhadap kelas sub tipe habitat di area (a)
Bukit Bulan, (b) SSI, dan (c) Punggualas
Diagram kelas diameter tegakan tumbuhan di plot camera trap Neofelis
diardi
Diagram kelas tinggi total tegakan tumbuhan di plot camera trap
Neofelis diardi
4
6
7
7
8
10
12
12
13
14
17
19
22
25
27
30
31
31
19 Diagram kelas tinggi bebas cabang tumbuhan di plot camera trap
Neofelis diardi
20 Sarang burung di lubang pohon yang dirusak beruang madu
21 Sub populasi Neofelis diardi : (a) Bukit Bulan (b) Punggualas (c) SSI
(dokumentasi gambar c : Staff Balai TNS)
22 Kondisi sungai dan kanal di kawasan Taman Nasional Sebangau
23 Peta Metapopulasi Neofelis diardi di Taman Nasional Sebangau tipe
patchy population
24 Kebakaran hutan di kawasan Taman Nasional Sebangau (dokumentasi:
WWF-Kalteng)
25 Aktivitas perburuan (a) “kalong” dan (b) burung
26 Aktivitas illegal logging (dokumentasi: WWF-Kalteng)
32
33
40
41
42
43
43
44
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Identifikasi individu Neofelis diardi
Indikasi keberadaan (presence-absence) Neofelis diardi
Perhitungan uji korelasi chi-square
Rekapitulasi pola sebaran spasial Neofelis diardi
Potensi satwa mangsa (preys) Neofelis diardi
52
54
55
58
59
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Macan dahan atau clouded leopard pernah dianggap sebagai satu spesies
yaitu Neofelis nebulosa dengan beberapa sub spesies yang terdiri dari Neofelis
nebulosa brachyurus (di Taiwan), Neofelis nebulosa diardi (di Sumatra dan
Kalimantan), Neofelis nebulosa macrosceloides (di India, Nepal, Sikkim, dan
Myanmar), serta Neofelis nebulosa nebulosa (di bagian Asia Tenggara, China, dan
Hainan) (Kitchener et al. 2006). Berdasarkan analisis genetik pada tahun 2007
disimpulkan bahwa macan dahan terdiri dari dua spesies yaitu Neofelis nebulosa
(tersebar di Mainland Asia beserta Taiwan) dan Neofelis diardi (tersebar di
Kalimantan dan Sumatra) (ENS 2007 dan ScienceDaily 2007).
Macan dahan (Neofelis diardi, Cuvier 1823) merupakan satwa predator
terbesar dan endemik di Pulau Kalimantan. Spesies tersebut berperan sebagai toppredator dalam rantai makanan di seluruh kawasan hutan Kalimantan sehingga
keberadaannya sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem hutan.
Selain itu, keberadaan N. diardi diduga berasosiasi dengan keberadaan hutan
primer karena spesies tersebut bersifat arboreal sehingga membutuhkan strata
tajuk yang lengkap untuk mendukung seluruh aktivitas hariannya. Menurut
Indriyanto (2006) bahwa keseimbangan ekosistem hutan ditunjukkan oleh
keseimbangan sistem komunitasnya yang dipengaruhi oleh stratifikasi tajuk dan
canopy cover.
Ikan merupakan salah satu sumber pakan bagi N. diardi. Keberadaan ikan di
suatu perairan dapat memberikan indikasi keseimbangan ekosistem perairan.
Menurut Chahaya (2003), ikan yang hidup di suatu perairan dapat menjadi
indikator biologis pencemaran air karena ikan mempunyai kemampuan dalam
merespon keberadaan bahan pencemar. Oleh karena itu, keberadaan N. diardi
diduga juga berasosiasi dengan ekosistem perairan di Kalimantan.
Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian terhadap kelestarian N.
diardi dengan menetapkannya sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 7 tahun 1999 (Pemerintah Republik Indonesia 1999). IUCN
(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) juga
telah memasukkannya ke dalam red list IUCN tahun 2008 dengan kategori
Vulnerable (rentan), sedangkan CITES (Convention International in Trade of
Endangered Species of Flora and Fauna) pada tahun 2012 menetapkannya dalam
Appendiks I yang berarti tidak boleh diperdagangkan (Hearn et al. 2008 dan
CITES 2012). Ternyata, perhatian-perhatian tersebut belum cukup menjamin
kelestarian satwa langka tersebut, bahkan ancaman terhadap spesies tersebut
semakin meningkat, seperti perburuan N. diardi maupun satwa-satwa mangsanya,
perdagangan ilegal, degradasi dan fragmentasi hutan beserta konversi hutan.
Merduani (2013) melaporkan perdagangan macan dahan di daerah Sumatra
Selatan dengan harga Rp 6.5 juta hingga Rp 10 juta per ekor.
Bentuk ancaman yang sangat serius terjadi pada habitat N. diardi yaitu
hilangnya habitat (habitat loss) karena konversi hutan, degradasi habitat karena
kerusakan hutan akibat eksploitasi dan illegal logging, serta fragmentasi habitat
akibat perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Menurut Jimmy (2011)
2
penutupan hutan Pulau Kalimantan semakin berkurang sejak tahun 1990 hingga
2009 dengan kehilangan tutupan hutan mencapai 13.11 juta ha. Dengan perkataan
lain laju kehilangan hutan di Kalimantan rata-rata 720 ribu ha per tahun, Provinsi
Kalimantan Tengah merupakan wilayah yang paling banyak kehilangan hutan
sejak tahun 2004 hingga 2008 (Jimmy 2011).
Taman Nasional Sebangau (TNS) merupakan kawasan konservasi yang
sangat penting di Kalimantan terutama Provinsi Kalimantan Tengah karena
merupakan hutan rawa gambut yang sangat tebal dengan kedalaman mencapai 3 –
26 m (Page et al. 1999). Selain itu, TNS juga sangat penting sebagai penyimpan
karbon (carbon storage) dan pengatur tata air (hidrologi) serta habitat dari
berbagai jenis bagi flora dan fauna endemik, terutama N. diardi yang berhasil
didokumentasikan Cheyne et al. (2013) menggunakan camera trap. Kehilangan
dan fragmentasi habitat merupakan ancaman utama bagi kelestarian spesies
tersebut di TNS serta berpotensi menjadikan populasi N. diardi terbagi ke dalam
beberapa sub populasi (populasi lokal) atau yang dikenal dengan metapopulasi
(Akçakaya 2007 dan Gunawan 2010). Hal ini disebabkan sebelum menjadi taman
nasional, kawasan tersebut merupakan hutan produksi yang dieksploitasi dan
mengalami illegal logging hingga tahun 2006 (WWF-Indonesia Sebangau Project
2012).
Kelestarian N. diardi sangat tergantung pada upaya konservasi yang
diterapkan, baik secara insitu maupun eksitu. Upaya-upaya tersebut perlu
didukung oleh pengetahuan tentang berbagai informasi bio-ekologis spesies
tersebut sehingga diperlukan berbagai penelitan untuk menggali informasi yang
dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai upaya
konservasi. Salah satu aspek penting yang perlu diketahui adalah sebaran spasial
dan tipe metapopulasinya. Informasi sebaran individu macan dahan berguna untuk
menetapkan wilayah-wilayah yang perlu dilindungi, sedangkan pengetahuan
tentang metapopulasi dapat memberikan gambaran risiko kepunahan lokal di masa
mendatang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi sebaran spasial dan
mengidentifikasi tipe metapopulasi macan dahan (Neofelis diardi) di Taman
Nasional Sebangau.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam hal menyediakan peta
sebaran spasial macan dahan (Neofelis diardi) di Taman Nasional Sebangau dan
informasi karakteristik habitat yang mendeteksi N. diardi.
3
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Taman Nasional Sebangau (TNS) yang secara
khusus di wilayah Danau Punggualas dan Bukit Bulan. Lokasi penelitian terletak
di wilayah kerja SPTN III, Resort Baun Bango dan Muara Bulan. Secara umum
kawasan TNS berada pada tiga wilayah Kabupaten/Kota, yaitu Pulang Pisau,
Katingan, dan Kotamadya Palangka Raya. Kawasan Hutan Bukit Bulan dan
Danau Punggualas yang merupakan lokasi penelitian terletak di Kabupaten
Katingan yaitu Kecamatan Kamipang dan Mendawai. Secara geografis wilayah
TNS dipisahkan oleh dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Katingan dan
Sebangau. TNS terletak pada 1O54‟ – 3O08‟ LS dan 113O20‟ – 114O03‟ BT
dengan luas ±568 700 ha, sedangkan wilayah penelitian mencakup areal seluas
±44.37 km2 (4 436.41 ha) (Gambar 1).
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juni – September 2014 yang terdiri dari
lima periode dengan total waktu selama 63 hari dan rincian yang disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Rincian waktu penelitian
Periode
Penelitian
I
II
III
IV
Periode Waktu
13 – 20 Juni
6 Juli – 13 Agustus
19 – 28 Agustus
23 – 28 September
Jumlah
Hari
8
39
10
6
Kegiatan
Observasi Pendahuluan dan Wawancara
Pemasangan Camera Trap dan Observasi
Pemantauan Camera Trap dan Observasi
Pemantauan Camera Trap dan Analisis
Titik Lokasi Presence-Absence Neofelis
diardi berdasarakan Camera Trap
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain Headlamp/senter, Camera trap
sebanyak 9 unit yang terbagi menjadi 2 unit tipe Reconyx dan 7 unit Bushnell
serta Global Positioning System (GPS) tipe 76 CSx, kompas, meteran, binocular,
software komputer berupa Arc GIS 9.3 dan ERDAS 9.1, serta MINITAB 14, buku
Field Guide Mammals of Borneo, dan alat pengukur waktu. Bahan yang
diperlukan antara lain Gypsum, plastik spesimen, dan baterai.
4
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
5
Metode Pengumpulan Data
Studi pendahuluan
Tahap ini dilakukan dengan studi literatur, orientasi lapang, pengunduhan,
dan wawancara terhadap petugas lapangan dan staf Balai Taman Nasional
Sebangau (TNS) serta WWF-Kalteng, masyarakat sekitar kawasan, buku, laporan,
jurnal, dan media internet. Data yang dikumpulkan meliputi:
1.
Studi literatur dan wawancara :
a. Kondisi umum lokasi penelitian, keberadaan (presence-absence) dan
sebaran N. diardi beserta satwa mangsa, sumberdaya air, dan potensi
gangguan
b. Data spasial seperti peta kedalaman gambut, kerapatan tajuk hutan (canopy
cover), dan tipe habitat serta data spasial sungai dan kanal di Taman
Nasional Sebangau
2.
Pengunduhan (download) :
Data spasial seperti peta SRTM (Shuttle Radar Topography Mission), citra
landsat TM (Thematic Mapper) 5 tahun 2010 path 118/row 61 & 62, dan
peta Rupa Bumi Provinsi Kalimantan Tengah untuk mengolah peta tematik
berupa penutupan lahan, ketinggian (elevasi) kawasan TNS, dan “jarak dari
sumber air”.
3.
Orientasi lapang :
Lokasi penempatan grid, track-set dan pemasangan camera trap
Secara terperinci data pendukung mengenai N. diardi dan satwa mangsanya
di dalam wawancara, yaitu :
1. Lokasi keberadaan dan penyebaran N. diardi
2. Kelimpahan secara deskriptif dari keberadaan N. diardi
3. Lokasi yang pernah dihuni macan dahan (catatan : tetapi sekarang sudah
tidak dihuni)
4. Perburuan dan aktivitas yang memberikan tekanan terhadap macan dahan
5. Perburuan potensi satwa mangsa
6. Kelimpahan secara deskriptif dan bermacam spesies yang menjadi potensi
mangsa
Observasi lapang
Identifikasi keberadaan (presence-absence) macan dahan
Metode yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan
macan dahan (Neofelis diardi) berupa kombinasi antara metode mengikuti jalur
(track-set) dan grid, serta metode pengamatan tidak langsung seperti footprints,
feses, claw, scratch, scrape, dan vokalisasi beserta camera trap (Alikodra 2002,
Cheyne et al. 2013, Chiang 2007, Karanth and Nichols 2002, Sutherland 2006,
Wilting et al. 2006). Pembuatan grid disesuaikan dengan wilayah jelajah (home
range) N. diardi yang berukuran 45 km2 sehingga ukuran grid sebesar 6 x 6 km2
(Hearn et al. 2013 dan Wultsch 2008). Pengamatan dilakukan dengan
menempatkan jalur (track) pada beberapa jalur satwa (animal trail) maupun aliran
sungai dan sumber air di dalam sebuah grid. Penempatan camera trap juga di
dalam grid dan mempertimbangkan lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi jalur
aktivitas spesies tersebut seperti sumber air dan sumber pakan satwa mangsa
6
(padang rumput dan lokasi dengan vegetasi yang sedang berbuah), tempat
kubangan, sungai/kanal kering yang ditinggal selama sebulan (Gambar 2).
Selain itu, setiap perjumpaan jejak dilakukan pengukuran untuk identifikasi
individu. Setiap perjumpaan terhadap tanda keberadaan ditandai menggunakan
GPS (Global Positioning System) dan dicatat titik koordinatnya.
Gambar 2 Pemasangan camera trap
Identifikasi daya dukung habitat dan potensi gangguan terhadap macan dahan
Parameter yang dijadikan daya dukung habitat adalah potensi satwa mangsa,
keadaan suhu udara, curah hujan, dan air. Secara umum seluruh parameter
tersebut disurvey secara serentak bersamaan dengan pengamatan terhadap N.
diardi di dalam jalur (track), meskipun sebelumnya juga telah diidentifikasi pada
tahap studi pendahuluan.
Survei terhadap identifikasi potensi satwa mangsa juga menggunakan
metode camera trap. Informasi yang dicatat adalah jenis dan jumlah satwa yang
berpotensi sebagai mangsa serta lokasi keberadaan satwa tersebut. Selain itu,
satwa mangsa diklasifikasikan ukuran berat tubuh berdasarkan penelitian
Henschel (2008).
Identifikasi sumberdaya air dilakukan dengan mencatat jumlah dan lokasi
keberadaan sumberdaya air beserta keterangan lain yang dapat mendukung
informasi mengenai potensi sumberdaya air sebagai daya dukung habitat.
Identifikasi bentuk tekanan terhadap habitat dilakukan dengan meninjau beberapa
aspek seperti jenis atau bentuk tekanan dan lokasinya. Lokasi dari seluruh
parameter yang dijumpai ditandai menggunakan GPS dan dicatat titik
koordinatnya.
Kondisi habitat camera trap macan dahan
Lokasi yang digunakan adalah tiga camera trap penangkap N. diardi dengan
aktivitas marking dan berjalan serta berada di habitat hutan tegakan tinggi (Tall
Interior Forest). Data yang dicari adalah kondisi vegetasi dan komponen
pendukung habitat yang lain di lingkungan sekitar titik perjumpaan. Metode yang
digunakan berupa petak tunggal dengan ukuran 20 x 20 m2 (Gambar 12).
Beberapa petak kecil dibuat di dalam petak tunggal yang terdiri dari petak
berukuran (a) 2 x 2 m2 untuk memperoleh data tingkat pertumbuhan semai, (b) 5 x
5 m2 untuk pancang, (c) 10 x 10 m2 untuk tiang, dan (d) 20 x 20 m2 untuk pohon
7
(gambar 3). Komponen pendukung habitat yang lain menggunakan metode
penjelajahan di dalam dan sekitar petak tunggal.
d
c
b
a
Gambar 3 Sketsa metode petak tunggal
Analisis Data
Sebaran spasial
Hasil titik sebaran macan dahan yang telah di-input ke dalam GPS (Global
Positioning System) dalam bentuk koordinat kemudian di-download ke dalam
komputer. Selanjutnya, data diproses menggunakan software Arc GIS 9.3 dan
ERDAS IMAGINE 9.1 melalui teknik tumpang susun (overlay) antara titik sebaran
Neofelis diardi dengan beberapa jenis peta tematik kawasan Taman Nasional
Sebangau (TNS), seperti tipe habitat, kerapatan tajuk permukaaan (canopy cover),
tingkat kedalaman gambut, ketinggian tempat (elevasi), “jarak dari sumber air”
dan “jarak dari potensi tekanan (gangguan) terhadap habitat”.
Peta tematik ketinggian (elevasi) kawasan TNS memerlukan beberapa
proses pengolahan yang ditunjukkan oleh gambar 4. Peta „jarak dari sumber air”
diperoleh melalui pengolahan terhadap peta rupa bumi Provinsi Kalimantan
Tengah beserta data spasial (fiture) terbaru yang berasal dari Balai TNS dengan
melakukan proses buffer. Proses tersebut serupa dengan yang digunakan untuk
“jarak dari potensi gangguan habitat” yang disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 4 Proses pengolahan peta altitude
8
Gambar 5 Proses pengolahan peta "jarak dari sungai/sumber air"
Potensi satwa mangsa
Indeks kekayaan jenis dihitung menggunakan metode Margalef dengan
rumus sebagai berikut:
S−1
�
=
ln(N)
Simbol (S) adalah jumlah seluruh jenis, sedangkan (N) adalah jumlah individu
seluruh jenis dan (Dmg) adalah nilai indeks Margalef (Ludwig and Reynold 1998).
Keanekaragaman jenis dihitung dengan indeks keanekaragaman ShannonWiener (H‟) menggunakan rumus sebagai berikut:
�
�′ = −
Pi ln Pi ; �� =
�
Simbol (ni) adalah jumlah individu dalam setiap jenis, sedangkan (N) adalah total
jumlah individu seluruh jenis (Ludwig and Reynold 1998). Selain itu, nilai indeks
ini diklasifikasikan ke dalam beberapa kriteria (Tabel 2).
Tabel 2 Kriteria nilai indeks Shannon-Wiener
Nilai Indeks ShannonWiener
>3
1–3
50%. Grassman (2003) juga menambahkan
16
persentase tumpang tindih antar pejantan N. nebulosa bernilai 31.4% dan 47.5%
yang menurut Crawshaw and Quigley (1991) kemungkinan terjadi karena derajat
toleransi sosial yang tinggi atau akibat kondisi habitat yang kompleks sehingga
memberikan kesulitan dalam mempertahankan teritori. Gambaran mengenai
wilayah jelajah mungkin samar di dalam realitas sosial Felidae karena kejadian
tumpang tindih berhubungan dengan susunan ruang (spatial organization) yang
dibatasi oleh skala waktu, sedangkan susunan ruang tersebut bersifat dinamis
(Doncaster and MacDonald 1991 diacu dalam MacDonald and Loveridge 2010).
Selain itu, Crawshaw and Quigley (1991) beserta Grassman (1999) menyebutkan
kejadian tumpang tindih antar pejantan juga terjadi pada beberapa spesies Felidae
seperti jaguar (Panthera onca) dan leopard (Panthera pardus).
Sebaran menurut ketinggian tempat (elevasi)
Topografi Taman Nasional Sebangau cenderung datar dan bergelombang,
meskipun terdapat wilayah perbukitan dengan puncak tertinggi 190 m dpl.
Gandasasmita et al. (2006) menjelaskan penurunan tanah pada ekosistem rawa
pasang surut air dapat terjadi secara tidak berangsur-angsur atau mendadak
dengan jarak perubahan yang pendek dan kecenderungan pola permukaan yang
ditunjukkan oleh ekosistem rawa gambut yaitu semakin meninggi menuju daerah
kubah gambut (peat dome). Oleh karena itu, ditemukan wilayah dengan
ketinggian tempat di atas permukaan laut yang sama, meskipun di dua tipe habitat
yang berbeda seperti hutan gambut di Punggualas dan hutan perbukitan di Bukit
Bulan (Gambar 11).
Ketinggian kawasan hutan TNS dibagi menjadi lima kriteria kelas dengan
selang 5 m dpl, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Nilai kelas 0 – 20 m dpl dijadikan sebagai kriteria sangat rendah karena menurut
Noor (2001) Hutan Sebangau merupakan gambut dataran tinggi dengan
ketinggian 10 – 20 m dpl, sedangkan nilai kelas 35 – 190 m dpl sebagai kriteria
sangat tinggi karena menurut BTNS (2007) wilayah perbukitan di kawasan TNS
berada di ketinggian > 35 m dpl. Hampir di setiap kriteria kelas ditemukan N.
diardi, meskipun ditemukan sebaran terbanyak di kriteria kelas rendah dengan
delapan perjumpaan (44.45%). Oleh karena itu, keberadaan N. diardi
diindikasikan tidak berhubungan dengan faktor ketinggian tempat di atas
permukaan laut. Komposisi sebaran N. diardi terhadap setiap kriteria kelas
ketinggian kawasan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tidak adanya hubungan tersebut disebabkan oleh perbedaan ketinggian
yang seragam (tidak jauh berbeda). Lakitan (2002) menjelaskan perubahan
ketinggian tempat setiap kenaikan 100 mdpl memengaruhi suhu udara yang
menurun 0.6oC. Selain itu, macan dahan dapat hidup di berbagai ketinggian
tempat (elevasi) mulai dari habitat dengan ketinggian terendah seperti mangrove,
pantai, rawa pantai dan gambut hingga wilayah perbukitan dan pegunungan,
bahkan di wilayah dengan ketinggian 3 000 m dpl (Rabinowitz 1988, Chiang
2007, Hearn et al. 2008, Hancock 2012).
Noor (2001) menjelaskan adanya hubungan antara ketinggian tempat dari
atas permukaan laut di daerah gambut dengan usia dari suatu lahan gambut, yaitu
semakin tinggi tempat maka umur dari gambut yang terbentuk semakin tua,
sedangkan gambut tua cenderung tidak subur (oligotrofik) sehingga berpengaruh
terhadap kondisi vegetasi yang tumbuh dan kelimpahan satwa mangsa. Alikodra
17
(2002) juga menjelaskan bahwa jumlah jenis satwa semakin menurun mengikuti
ketinggian tempat. Kondisi inilah yang menyebabkan sebaran N. diardi di kriteria
rendah ditemukan dengan frekuensi terbanyak.
(a)
(b)
(c)
Gambar 11 Peta sebaran Neofelis diardi berdasarkan kelas ketinggian kawasan di
area (a) Punggualas, (b) SSI, dan (c) Bukit Bulan
18
Tabel 4 Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas elevasi kawasan
Kriteria Kelas
Elevasi
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Keterangan :
NK
NSr
P
Nilai
Kelas
(m dpl)
0 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 190
Frekuensi Neofelis diardi
NK
NF
NC
NSr
NL
NV
Jumlah
Total
Lokasi
0
3
1
1
0
0
0
2
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
1
0
2
4
0
0
0
0
1
0
0
0
2
8
4
4
0
S
S&P
B&P
B&P
B
= Neofelis di kamera
= Scrape
= Area Punggualas
NF = Footprints
NL = Langsung
S
= Area SSI
NC = Claw
NV = Vokalisasi
B = Bukit Bulan
Hasil uji Chi-square antara keberadaan N. diardi dan kelas ketinggian
kawasan (elevasi) bernilai (P = 0.064) atau (P > 0.05) maka disimpulkan tidak
terdapat hubungan yang signifikan dari kedua parameter. Kondisi ini sesuai
karena N. diardi dapat beradaptasi dan hidup di berbagai ketinggian. Selain itu,
perbedaan ketinggian di kawasan hutan TNS yang seragam sehingga bentuk
permukaannya cenderung datar. Oleh karena itu, ketinggian kawasan di ekosistem
rawa gambut TNS tidak direkomendasikan untuk dipergunakan sebagai parameter
dalam monitoring N. diardi.
Sebaran menurut jarak dari sumber air
Sumber air di kawasan TNS dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu hujan
dan/atau pasang surut air sungai. Kondisi ini ditunjukkan oleh lokasi di daerah
Sebangau Sanitra Indah (SSI) dan Punggualas sebagai kawasan yang dipengaruhi
kedua faktor tersebut karena terletak di dekat sungai dan berupa kawasan
bergambut, sedangkan di Bukit Bulan hanya bergantung pada kejadian hujan
karena berada di daerah pedalaman. Oleh karena itu, sumber air di kawasan Bukit
Bulan berbentuk kubangan-kubangan air, sedangkan air pasang surut dari Sungai
Bulan hanya mempengaruhi sumber air di sekitar kawasan bukit yang merupakan
kawasan bergambut. Peta sebaran N. diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air”
menunjukkan perbedaan karakteristik sumber air yang dijadikan indikator pada
masing-masing kawasan (Gambar 12).
Kriteria kelas “jarak dari sumber air” dibagi menjadi lima, yaitu sangat
dekat, dekat, sedang, jauh, dan sangat jauh dengan selang jarak 100 m setiap kelas.
Perjumpaan terbanyak N. diardi berada di kriteria kelas sangat dekat dengan
sebelas perjumpaan (61.11%), sedangkan proporsi sebaran di kelas lainnya adalah
5,56% untuk kedua kelas sedang dan jauh, serta 27.78% di kelas dekat. Oleh
karena itu, keberadaan N. diardi diindikasikan berhubungan dengan jarak dari
sumber air. Komposisi sebaran N. diardi di masing-masing kelas “jarak dari
sumber air” dapat dilihat pada Tabel 5.
19
(a)
(b)
(c)
Gambar 12 Sebaran Neofelis diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air” di area
(a) SSI, (b) Punggualas, dan (c) Bukit Bulan
20
Tabel 5 Komposisi sebaran Neofelis diardi terhadap kelas “jarak dari sumber air”
Kriteria
Kelas
“Jarak dari
Sumber Air”
Sangat
Dekat
Dekat
Sedang
Jauh
Sangat Jauh
Keterangan :
NK
NSr
P
= Neofelis di kamera
= Scrape
= Area Punggualas
Frekuensi Neofelis diardi
Nilai
Kelas (m)
Lokasi
NV
Jumlah
Total
NK
NF
NC
NSr
NL
0 – 100
2
2
3
0
4
0
11
S, P, & B
100 – 200
200 – 300
300 – 400
> 400
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
1
0
0
0
5
1
1
0
S, P & B
P
P
Tidak Ada
NF = Footprints
NL = Langsung
S
= Area SSI
NC = Claw
NV = Vokalisasi
B = Bukit Bulan
Wilting (2007) memperoleh jumlah keberadaan N. diardi lebih banyak di
sepanjang jalur transek sungai (stream) dibandingkan dengan jalur lain yang
digunakan sehingga jalur di daerah sekitar sungai (river beds and sand banks
along small stream) direkomendasikan sebagai lokasi untuk melakukan observasi
terhadap predator tersebut. Selain itu, keberadaan N. diardi juga ditemukan di
daerah kanal Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG) CIMTROP, TNS
(Cheyne et al. 2013), bahkan Lynam et al. (2001) diacu dalam Chiang (2007)
menyebutkan salah satu lokasi camera trapping yang berhasil menangkap
keberadaan N. nebulosa di Thailand adalah dasar sungai yang mengering (dry
stream beds). Grassman (2003) juga menemukan lokasi wilayah jelajah N.
nebulosa yang berada di daerah aliran sungai utama (major stream). Pemasangan
satu camera trap di parit Punggualas yang sudah mulai mengering juga
menemukan keberadaan N. diardi.
Air merupakan sumber penghidupan bagi makhluk hidup terutama untuk
satwa karena berperan sebagai sumberdaya minumnya. Selain itu, air juga
dibutuhkan satwaliar untuk menjaga suhu, kelembapan, dan kebersihan tubuh
yang umumnya dilakukan satwa mamalia besar dengan aktivitas berkubang,
bahkan air merupakan habitat bagi selurub satwa aquatic seperti ikan yang
potensial menjadi mangsa karnivora. Ikan berpotensi sebagai satwa mangsa bagi
N. diardi terutama di kawasan Punggualas karena beberapa jenis ikan di daerah
tersebut berukuran besar dengan berat tubuh mencapai 2.75 kg (small prey) dan
hidup di bagian tepi sungai (Lampiran). Kondisi ini juga didukung oleh
kemampuan N. nebulosa yang mampu memegang mangsa (grabbed) seperti