KETAHANAN KULTIVAR CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP JAMUR Colletotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA

(1)

(2)

KETAHANAN KULTIVAR CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP JAMUR Colletotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby PENYEBAB

PENYAKIT ANTRAKNOSA

Oleh ; Arie Regita

ABSTRAK

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi dan sangat digemari karena memiliki rasa yang pedas dan dapat merangsang selera makan. Penyakit yang sering menyerang tanaman cabai adalah penyakit antraknosa (patek) yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici. Biasanya jamur ini menyerang daun tanaman cabai, namun pada tahap serius dapat menyerang buah cabai. Penggunaan kultivar-kultivar yang tahan (resisten) dengan daya hasil yang tinggi merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan produksi tanaman yang menguntungkan secara ekonomis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kultivar cabai merah yang tahan terhadap jamur Colletotrichum capsici penyebab penyakit antranoksa.

Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2012 – Januari 2013 di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan yaitu 4 kultivar cabai dengan ulangan sebanyak 6 kali. Parameter yang digunakan adalah Awal Munculnya Gejala (hari), Intensitas Serangan(%) dan tinggi tanaman (cm). Hasil penelitian dilakukan analisis ragam, apabila terjadi perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Hasil analisis data pada α:5% menunjukkan bahwa kultivar cabai merah Cakra (C2) memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap serangan jamur C. capsici dibandingkan kultivar cabai merah lainnya.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK RIWAYAT HIDUP SANWACANA PERSEMBAHAN MOTTO DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………. 1

B. Tujuan Penelitian ………. 3

C. Manfaat Penelitian ………..……….. 4

D. Kerangka Pemikiran ……….……… 4

E. Hipotesis ………..………. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) …..…. 6

B. Penyakit Antraknosa……….…. 8

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ……….…….………….……… 12

B. Alat dan Bahan ……….. 12

C. Pelaksanaan dan Penelitian ……….……….. 13

1. Pembuatan Media Dexstrose Agar (PDA) ……… 13

2. Pembuatan Biakan Murni Jamur Colletotrichum capsici (syd.) Butler & Bisby ………. 13

3. Pembuatan Suspensi Konidia Jamur ………. 14

4. Penyiapan Media Tanam ………...………… 14

5. Penyemaian Benih dan Pemindahan Bibit ……… 14

6. Inokulasi Jamur Colletotrichum capsici (syd.) Butler & Bisby ………… 15

D. Parameter Pengamatan ……….. 15

1. Persentase Perkecambahan Cabai Merah (Capsicum annuum L.) ……… 15


(6)

3. Intesitas Serangan pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) .. 16 4. Berat Kering Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) ………… 17

E. Analisis Data ……… 17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan ... ... 20 B. Pembahasan ... ... 26 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 33 B. Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA


(7)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang khas, sehingga bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan (Setiawati, 2005). Cabai merah mengandung berbagai macam senyawa yang berguna bagi kesehatan manusia. Kandungan vitamin dalam buah cabai merah adalah A dan C serta mengandung minyak atsiri, yang rasanya pedas dan memberikan

kehangatan bila kita gunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Sun et al.

(2000), melaporkan bahwa buah cabai merah mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari radikal bebas. Kandungan terbesar anti oksidan dalam buah cabai terdapat pada cabai hijau. Cabai juga mengandung Lasparaginase dan

Capsaicin yang berperan sebagai zat anti kanker (Bano and Varamakrishnan 1980; Kilham, 2006).

Cabai mempunyai nama ilmiah Capsicum sp. Beberapa jenis tanaman cabai yaitu cabai besar (Capsicum annuum), cabai kecil (Capsicum frutescens), Capsicum chinense, Capsicum pubescens, dan Capsicum baccatum. Namun, yang paling banyak dibudidayakan oleh para petani adalah cabai besar (Capsicum annuum) dan cabai kecil (Capsicum frutescens) (Setiadi, 1988).


(8)

2

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis cabai yang banyak dibudidayakan oleh petani Indonesia. Selain karena manfaatnya bagi kesehatan, cabai merah juga memiliki harga jual yang cukup tinggi (Purwanto, 2007). Permintaan akan cabai yang meningkat dari waktu ke waktu ini menyebabkan cabai dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor nonmigas. Hal ini terbukti dari komoditas sayuran segar yang diekspor dari Indonesia meliputi bawang merah, tomat, kentang, kubis,wortel dan cabai (Prajnanta, 2007). Kebutuhan masyarakat Indonesia akan cabai tercatat pada kisaran 3kg/kapita/tahun. Pada tahun 2010 produksi nasional cabai di Indonesia rata-rata mencapai 1,328 ton/ha, pada tahun 2011 produksi cabai di Indonesia mencapai 1,440 ton/ha. Sedangkan kebutuhan masyarakat akan cabai di provinsi Lampung pada tahun 2010 mencapai 2,981 ton/ha dan meningkat hampir 70% pada tahun 2011 menjadi 4,815 ton/ ha. (BPS, 2011).

Salah satu kendala menurunnya produksi cabai di Indonesia adalah adanya gangguan penyakit yang dapat menyerang sejak tanaman di persemaian sampai tanaman

dipanen. Gangguan penyakit pada tanaman cabai sangat kompleks, baik pada musim hujan maupun musim kemarau yang dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar (Duriat dan Sastrosiswojo, 1995).

Penyakit yang sering menyerang tanaman cabai adalah penyakit antraknosa (patek) yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici, C. gloeosporioides, C. acutatum, dan C. dematium. Antraknosa biasanya menyerang daun tanaman cabai, namun pada tahap serius dapat menyerang buah cabai (Warisno dan Dahana, 2010). Infeksi jamur penyebab penyakit antraknosa cepat berkembang pada buah yang tua, dan terus


(9)

3

berlanjut pada tahap pasca panen. Buah yang masih muda pun akan lebih cepat gugur apabila terinfeksi oleh jamur penyebab antraknosa (Iriana, 2003).

Penyakit antraknosa atau patek ini merupakan momok bagi para petani cabai karena bisa menghancurkan panen hingga 20-90 % terutama pada saat musim hujan, jamur penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rh dengan suhu 32oC. Antraknosa dapat dikendalikan salah satunya dengan menanam kultivar tanaman cabai yang tahan terhadap penyakit antraknosa (Pracaya, 1994).

Bagi petani, penggunaan kultivar yang resisten (tahan) dapat menghemat pengeluaran biaya tambahan (ekstra) dan tenaga kerja untuk mengendalikan penyakitnya.

Ketahanan suatu kultivar dapat diperoleh dengan seleksi massa, dengan inokulasi serta seleksi alam maupun inokulasi buatan (Djafarudin, 2000). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang ketahanan tanaman cabai dalam upaya untuk

memperoleh kultivar cabai merah yang tahan terhadap jamur C. capsici penyebab penyakit antraknosa, sehingga dapat membantu para petani untuk meningkatkan hasil produksi cabai merah.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh kultivar cabai merah yang tahan terhadap jamur Colletotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby penyebab penyakit antraknosa.


(10)

4

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya bagi para petani di Lampung agar mendapatkan kultivar tanaman cabai merah yang tahan terhadap jamur C. capsici (Syd.) Butler & Bisby penyebab

antraknosa, sehingga membantu para petani mendapatkan kualitas cabai merah yang tahan terhadap penyakit tersebut untuk mendapatkan produksi cabai yang tinggi.

D. Kerangka Pemikiran

Cabai Merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang

membutuhkan bahan baku cabai. Akhir-akhir ini usaha tani cabai mengalami permasalahan cukup serius dalam hal budidaya. Permasalahan tersebut

mengakibatkan menurunnya produksi cabai. Salah satu penyebab masih belum dicapainya potensi hasil tersebut adalah serangan hama dan penyakit yang dapat menyebabkan tanaman mengalami kerusakan parah, dan berakibat gagal panen.

Antraknosa adalah penyakit yang umum dijumpai pada tanaman cabai. Penyakit antraknosa disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici, C. gloeosporioides, C. acutatum dan C. dematium. Patogen tersebut dapat bertahan pada biji dalam waktu yang cukup lama dengan membentuk aservulus, sehingga merupakan penyakit tular biji.


(11)

5

Gejala serangan penyakit antraknosa pada buah ditandai buah busuk berwarna kuning-coklat seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada jelaganya berwarna hitam. Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman.

Peningkatan jumlah produksi cabai merah sangat dipengaruhi oleh penggunaan kultivar-kultivar yang tahan dengan daya hasil yang tinggi.Penggunaan benih kultivar yang unggul dan bermutu tinggi merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan

produksi tanaman yang menguntungkan secara ekonomis.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ditemukannya kultivar cabai merah yang tahan terhadap jamur C. capsici (Syd.) Butler & Bisby penyebab penyakit antraknosa.


(12)

6 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu. Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai merah adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Anak Kelas : Asteridae Bangsa : Solanaless Suku : Solanaceae Marga : Capsicum

Jenis : Capsicum annuum L.

Tanaman cabai merah termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam suku Solonaceae. Buah cabai sangat digemari karena memilki rasa pedas dan dapat merangsang selera makan. Selain itu, buah cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010).


(13)

7 Secara umum cabai merah dapat ditanam di lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan). Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya akan bahan organik dengan pH 6-7 dan tekstur tanah remah (Sudiono, 2006).

Tanaman ini berbentuk perdu yang tingginya mencapai 1,5 – 2 m dan lebar tajuk tanaman dapat mencapai 1,2 m. Daun cabai pada umumnya berwarna hijau cerah pada saat masih muda dan akan berubah menjadi hijau gelap bila daun sudah tua. Daun cabai ditopang oleh tangkai daun yang mempunyai tulang menyirip. Bentuk daun umumnya bulat telur, lonjong dan oval dengan ujung runcing (Prabowo, 2011).

Bunga cabai berbentuk terompet atau campanulate, sama dengan bentuk bunga keluarga Solonaceae lainnya. Bunga cabai merupakan bunga sempurna dan

berwarna putih bersih, bentuk buahnya berbeda- beda menurut jenis dan varietasnya (Tindall, 1983).

Buah cabai bulat sampai bulat panjang, mempunyai 2-3 ruang yang berbiji banyak. Buah yang telah tua (matang) umumnya berwarna kuning sampai merah dengan aroma yang berbeda sesuai dengan varietasnya. Bijinya kecil, bulat pipih seperti ginjal dan berwarna kuning kecoklatan (Sunaryono,2003).

Cabai merah (C. annuum L.) mempunyai berbagai jenis kultivar, yaitu: cabai merah biasa, cabai merah keriting, cabai merah bandung dan cabai merah cakra. Berikut ini adalah gambar berbagai jenis kultivar cabai merah :


(14)

8 1. Cabai Merah Biasa

Gambar 1: Cabai Merah Biasa

(Dokumen Pribadi: Arie Regita, 2013)

2. Cabai Merah Bandung

Gambar 2: Cabai Merah Bandung


(15)

9 3. Cabai Merah Cakra

Gambar 3: Cabai Merah Cakra

(Dokumen Pribadi: Arie Regita, 2013)

4. Cabai Merah Keriting

Gambar 4: Cabai Merah Keriting


(16)

10 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman cabai antara lain: iklim, tanah, air, dan faktor biotik seperti gangguan hama dan penyakit, serta tumbuhan pengganggu (Tjahjadi, 1991).

Peningkatan produksi cabai dapat dilakukan dengan menggunakan varietas yang berdaya hasil tinggi, yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sesuai, dan didukung dengan tenaga kultur yang memadai (Hayati, 2001).

B. Penyakit Antraknosa

Klasifikasi jamur Coletotrichum capsici menurut Alexopoulous, Mims, and Blackwell (1996), yaitu:

Kerajaan : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Ascomycetes Bangsa : Melanconiales Suku : Melanconiaceae Marga : Colletotrichum

Jenis : Colletotrichum capsici Butl & Bisby

Salah satu kendala rendahnya hasil produksi cabai adalah adanya gangguan dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT), salah satu diantaranya menyebabkan penyakit antraknosa. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman cabai karena dapat menyebabkan kerugian antara 20- 50% (Rompas, 2001).


(17)

11 Serangan antraknosa ini disebabkan oleh jamur dari marga Coletotrichum. Jamur ini mempunyai empat jenis utama yaitu C. gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium dan C. capsici. Lebih dari 90% antraknosa yang menginfeksi cabai diakibatkan oleh jamur Coletotrichum capsici (Syukur, 2007).

Jamur C. capsici ini mempunyai konidiofor yang pendek dan konidia dibentuk dalam aservulus (Djas, 1980). Coletotrichum mempunyai stroma yang terdiri dari massa miselium yang berbentuk aservulus, bersepta, panjang antara 30-90 μm, umumnya yang berkembang merupakan perpanjangan dari setiap aservulus. Konidia berwarna hialin, bersel tunggal dan berukuran 5-15 μm (Daniel, 1972).

Aservulus tersusun di bawah epidermis tumbuhan inang. Epidermis pecah apabila konidia telah dewasa. Konidia keluar sebagai percikan berwarna putih, kuning, jingga, hitam atau warna lain sesuai dengan pigmen yang dikandung konidia.

Diantara bangsa Melanconiales yang konidianya cerah (hialin) adalah Gloeosporium dan Colletotrichum. Keduanya mempunyai konidia yang memanjang dengan

penciutan di tengah (Dwidjoseputro, 1978).

Gejala serangan penyakit antraknosa pada tanaman mudah terlihat oleh adanya ciri berupa bercak bulat panjang, berwarna merah kecoklatan, dengan meninggalkan sepanjang bercak luka. Infeksi ini terjadi dalam lokasi potongan kecil yang tersebar kemana- mana dan menyerang daun (Dehne, et al. 1997). Bercak berkembang cepat pada musim hujan, bahkan pada lingkungan yang kondusif penyakit ini dapat


(18)

12 Berikut ini adalah gambar buah cabai merah yang terserang penyakit antraknosa:

Gambar 5: Buah cabai merah yang terserang penyakit antraknosa Akibat infeksi jamur C. capsici (Syd.) Butler & Bisby (Dokumen Pribadi : Arie regita, 2013)

Penyakit antraknosa ini menyerang buah cabai yang masih muda melalui luka akibat lalat buah. Gejalanya ialah noda lekukan berwarna hitam kelam pada buahnya, dan dapat pula pada batang serta ranting- rantingnya. Penyakit ini dapat ditularkan melalui biji (benih) yang ditanam. Serangan hebat dari penyakit ini dapat merusak tanaman sehingga tidak dapat dipanen karena buahnya tidak dapat dijual. Biji cabai yang terserang penyakit ini biasanya berkerut dan berwarna kehitam-hitaman (Sunaryono, 2003).

Jamur yang menyerang daun dan batang, kelak dapat menginfeksi buah cabai. Jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji, kemudian jamur akan menginfeksi semai yang tumbuh dari biji (benih) yang berasal dari buah yang sakit.


(19)

13 Penyakit antraknosa sedikit ditemui pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai drainase baik, dan gulmanya terkendali dengan baik. Perkembangan bercak paling baik terjadi pada suhu 30oC. Buah yang muda cenderung lebih rentan daripada yang setengah masak, buah muda yang terserang lebih cepat gugur karena infeksi ini (Semangun, 1996).

Untuk mengendalikan penyakit patek (antraknosa) pada tanaman cabai tidak bisa dilakukan hanya saat sudah mulai terjadinya serangan, namun harus dimulai dari awal proses penanaman. Pengendalian yang dapat dilakukan pada tanaman cabai yang terserang C. capsici (Syd.) Butler & Bisby yaitu sanitasi, memperbaiki pengairan, menggunakan benih sehat, pergiliran tanaman, serta dapat pula dengan menggunakan kultivar yang tahan terhadap jamur C. capsici (Wawan dan Junaidi , 2009).

Serangan suatu patogen terhadap beberapa kultivar pada satu jenis tumbuhan tertentu menampakan reaksi yang berbeda- beda dari kultivar- kultivar tersebut, yakni

berkisar antara sangat rentan dan sangat tahan. Ketahanan dan kerentanan adalah pengertian yang relatif, dengan tidak ada batasan yang tajam. Suatu tumbuhan disebut tahan terhadap serangan patogen tertentu, sedangkan kultivar lainnya dikatakan rentan, maka ini berarti bahwa kultivar pertama mempunyai ketahanan lebih tinggi daripada kultivar kedua. Bahkan ketahanan dan kerentanan ini dapat bervariasi karena pengaruh lingkungan dan ras patogen (Semangun, 1996).


(20)

14 III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai bulan januari 2013.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, gelas piala, pipet tetes, gelas ukur, gelas objek, gelas penutup, corong, jarum ose,

alumunium foil, kertas saring, tissu, kapas, lampu spirtus, autoklaf, oven, inkubator, mikroskop, vortex mixer, mistar, gunting, pinset, pengaduk, hot plate, lemari es, korek, pot plastik, hemositometer,dan polybag.

Bahan yang digunakan adalah media PDA, alkohol 70%, klorok, cabai yang terserang penyakit, beberapa kultivar benih cabai merah yang diperoleh dari toko pertanian di Bandar Lampung, tanah steril, dan pupuk kandang. Bahan untuk pembuatan media PDA adalah kentang, aquades, agar-agar, dan dekstrosa.


(21)

15 C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan menggunakan 4 kultivar cabai merah, yaitu cabai merah biasa (C1), cabai merah cakra (C2), cabai merah keriting (C3) dan cabai merah bandung (C4). Masing – masing kultivar dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali, dan pada setiap ulangan terdiri dari 4 tanaman cabai, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini:

Gambar 6. Skema penanaman pada berbagai kultivar cabai merah

D. Pelaksanaan dan Penelitian

1. Pembuatan Media Potato Dexstrose (PDA)

Kentang seberat 500 gr dikupas, dibersihkan, dan dipotong-potong. Kemudian direbus dalam 500 ml aquades selama 2 jam dan selanjutnya disaring. Ekstrak dari rebusan kentang yang didapat ditambah dextrose 20 gr dan agar-agar 15 gr,

kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga homogen. Ditambahkan aquades sampai volume larutan menjadi 1000 ml. Media yang telah siap dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditutup dengan kapas, dan ditutup dengan alumunium foil. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm, selama 15 menit.

Pengulangan 1

Kontrol Pengulangan 3

Pengulangan 4 Pengulangan 5 Pengulangan 6 Pengulangan 2

1 2 3 4

1 2 3 4

1 2 3 4 1 2

3 4

1 2 3 4 1 2

3 4 1 2 3 4


(22)

16 Setelah media dingin, dapat disimpan dalam lemari es untuk penggunaan

selanjutnya (Ganjar dkk, 1999).

2. Pembuatan Biakan Murni Jamur Collectotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby

Buah cabai merah yang diperoleh dari pasar yang sudah terkena penyakit antraknosa dimasukkan dalam plastik. Permukaan buah cabai disterilisasi dengan alkohol 70% sampai kering. Antara bagian yang sakit dan sehat dipotong 0,5 cm x 0,5 cm, kemudian diletakkan pada cawan petri yang berisi media PDA. Jamur yang tumbuh pada media PDA tersebut diisolasi dan dimurnikan serta diidentifikasi sehingga diperoleh isolat jamur C. capsici (Syd.) Butl.et.Bisby, kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi berisi media PDA, kemudian diberi label tanggal, dan diinkubasi selama 5 hari.

3. Pembuatan Suspensi Konidia Jamur

Biakan jamur yang telah ditumbuhkan pada media PDA yang berumur 5 hari diambil sebanyak 1 ose, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml aquades steril, dihomogenkan dengan vortex mixer selama beberapa menit. Kemudian suspensi jamur diambil dengan pipet volumetri dan dihitung jumlah konidia menggunakan hemositometer. Bila terlalu padat jumlahnya, dilakukan pengenceran sehingga diperoleh kepadatan suspensi jamur 1 x 106 sel/ml. Dilakukan berulang-ulang agar diperoleh stok suspensi konidia.


(23)

17 4. Penyiapan Media Tanam

Media tanam dibuat dengan cara menggunakan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1, diayak sehingga didapatkan media dengan struktur yang gembur. Media tanam disterilisasi dengan menggunakan uap panas dengan cara tanah diletakkan pada drum yang bawahnya berisi air, lalu dikukus selama 3-4 jam, dihambarkan sampai dingin, kemudian dimasukkan ke dalam polybag besar dan kecil.

5. Penyemaian Benih dan Pemindahan Bibit

Beberapa kultivar cabai merah dicuci bersih dengan aquades steril, ditiriskan dalam cawan petri steril yang dialasi dengan kertas saring steril. Kemudian benih

dipindahkan ke cawan petri yang telah diberi kapas dan dialasi dengan kertas

merang. Setelah tumbuh dua daun, bibit cabai merah dipindahkan ke dalam polybag kecil yang telah berisi media tanam. Setelah tumbuh dua daun, bibit cabai dipindah ke polybag besar, masing- masing polybag berisi 5 bibit. Kemudian diamati

pertumbuhan dan perkembangannya, dan untuk menjaga kesuburannya, tanaman cabai harus disiram setiap hari.

6. Inokulasi Jamur Collectotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby

Masing-masing kultivar cabai merah yang telah berumur 21 hari disemprot dengan suspensi jamur C. capsici (Syd.) Butler & Bisby 20 cm di atas tanaman, kemudian disungkup dengan plastik selama 1 hari untuk menghindari kontaminasi dari luar


(24)

18 atau menginfeksi tanaman lain. Untuk kontrol, tanaman disiram dengan air aquades steril. Kemudian diamati gejala yang nampak (Denoyes and Baudry, 1995).

E. Parameter Pengamatan

1. Awal Munculnya Gejala

Gejala adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan itu sendiri, sebagai akibat dari adanya penyebab penyakit. Gejala yang diamati adalah bercak-bercak pada tanaman cabai merah, perubahan warna, dan tekstur atau bentuk dari tanaman cabai merah tersebut. Bercak-bercak pada tanaman cabai merah meliputi nekrosis (matinya bagian tumbuhan), hidrosis, klorosis, layu, gosong, mati pucuk, dan busuk (Semangun, 1996).

2. Intensitas Serangan pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Metode yang digunakan untuk menghitung intensitas serangan mengacu pada metode Sudjono dan Sudarmadi (1989), dengan rumus:

4

IK = ( Σ ni x vi ) / 4 N x 100% i

Keterangan :

IK : Intensitas serangan (%)

ni : Banyaknya tanaman/bagian tanaman yang terserang pada skor i vi : nilai skor ke i


(25)

19 Skor penyakit yang digunakan adalah sebagai berikut :

Skor penyakit 0 : Tidak ada infeksi

Skor penyakit 1: Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang mencapai 10% - 25%.

Skor penyakit 2 : Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 25% - 50%.

Skor penyakit 3 : Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 50% - 75%.

Skor penyakit 4 : Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 75% ( tanaman mati).

3. Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi batang utama tanaman dari atas permukaan media tumbuh (tanah) sampai titik tumbuh tertinggi (pucuk daun). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 21 dan 33 hari setelah tanam.

F. Analisis Data

Data hasil penelitian dilakukan analisis ragam, apabila terjadi perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.


(26)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa; Kultivar cabai merah yang memiliki ketahanan tinggi terhadap serangan jamur Colletotrichum capsici adalah kultivar cabai merah Cakra (C2).

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan benih dari jenis kultivar cabai merah yang lainnya.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 1997. Plant Pathology. Academic Press. London.

Alexopoulous, C., Mims,Blackwell. 1996. Introductory Mycology. New York. Champman and Hall. Limited. London. Page: 324 – 332.

Bano, L. T, K. and Varama krishnan. 1980. Pathogenicity of Antrachnose Fungus Colletotrichum capsici Various Thai Chili Varietas. Tersedia: http://www.Thai science.info.

Badan Pusat Statistika. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Http://dds.bps.go.id. Diakses April 2013.

Catalina, M. Dolores, and M. Emilia. 2010. Capsidiol Its Role in The Resistance of Capsicum anunum to Phytophthora capsici. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1399-3054.1996.tb06679.x/abstract. Diakses 13 Mei 2013.

Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Clasification Of Flowering Plants. Columbia University Press. New York. 1262 Hlm.

Daniel, A., 1972. Fundamental Of Plant Pathology. W. H. Reemen. And Company. San Fransisco. Toppan Limited Tokyo. Japan. Page: 409.

Dehne, W. H., Adam, G., Diekmann., M., Frahm, J., Machnik, M. A., and Halteren, V. P., 1997. Diagnosis and Identification of Plant Pathogens. Kluwer Academic. Publishers, London.

Denoyes, B. and A. Baudry. 1995. Species Identification and Pathogenecity Study of French Colletotrichum Strains Isolated From Strawberry Using Morphologycal and Cultural Characteristics. Phytopathology 85:53-57.

Djafarudin. 2000. Teknologi Pupuk Mikroba.

http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah6.pdf. 21h (Diakses 19 April 2012).


(28)

Djas, F., 1980. Classification of Fungi and Spesific Characteristic of Each Class. Fakultas Pertanian USU. Medan. Hal: 29.

Duriat, A.S. dan S., G. Sastrosiswojo. 1995. Pengendalian Hama Penyakit Terpadu Pada Agribisnis Cabai. Penerbit: Swadaya, Jakarta. Hal: 98-99.

Dwijoseputro, 1978. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni. Bandung. Hal: 123.

Ganjar, I, R.A. Samson, K. Twel I – Vermeulen, A. Oetari, dan I. Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. YayasanObor Indonesia. Jakarta.

Hayati, M., 2001. Pengujian Pertumbuhan , Hasil dan Rendemen Oleoresin pada Dua Varietas Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Dengan Pemberian Dekamon. Jurnal Agrisista vol. 5 No. 3, 2001: 266.

Iriana, P. 2003. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka Publisher. cetakan I. Jakarta. 121 h.

Kilham, W. 2006. The First Of The Occurrence Of Anthracnose Disease Caused By

Colletitrichum gloeosporoides (Penz) Penz. And Sacc. On Dragon Fruit (Hylocercus). American Journal Of Applied Science. 6(5); 902-912. Tersedia: http//www.scipub.org. Lisnawita, 2003. Penggunaan Tanaman Resisten; Suatu Strategi Pengendalian Nematoda

Parasit Tanaman.Laporan penelitian 2003 digitized by USU digital library. Diakses dari:

http://www.library.usu.ac.id./modules.php?op=modload&name=download&fileidenx &reg=getit&lid742. Pada tanggal 10 maret 2013.

Pracaya. 1994. Bertanam Lombok. Kanisius. Yogyakarta.

Prabowo, B. 2011. Statistik Tanaman Sayuran Dan Buah Semusim Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Prajnanta, Final. 2007. Kiat Sukses Bertanam Cabai Di musim Hujan. Penebar Swadaya. Cetakanke XII. Jakarta 64h.

Prayudi, G. 2010. Membudidayakan Tanaman Cabai. http://tipspetani.blogspot.com/2010/04. 1 ha (Diakses 20 Mei 2012).

Rompas, J.P,. 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletotrichum capsici Terhadap Penyakit

Antraknosa Pada Buah Cabai. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah. Bogor, 22-24 Agustus 2001. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. 163.

Semangun,H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.


(29)

Semangun,H. 1997. Penyakit – Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Semangun, H. 2001. Penyakit - penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Setiadi. 1992. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiawati, Y. 2005. Analisis Varietas dan Polybag Terhadap Pertumbuhan Serta Hasil Cabai (Capsicum annuum L.) Sistem Hidroponik. Buletin Penelitian No. 8. Tersedia :http://research. Mercubuana.ac.id (Diakses 10 April 2012).

Slamsr, S. 2011. Principles Of Plants Diseases Management. Academic press. New york. Sudiono, S. 2006. Pengaruh Fungisida dan Waktu Aplikasi Terhadap Penyakit Antraknosa

Buah Cabai. LAPTUNILAPP.

Diaksesdarihttp://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp_gdl_res-2006_sudiono_127&nodl=19&start=185.

Sudjono, S. dan Sudarmadi. 1989. Teknik Pengamatan Hama danPenyakit. Pendidikan Program Diploma Satu Pengendalian Hama Terpadu. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Suganda, A. 2000. Penurunan Hasil Beberapa Varietas Lombok Akibat Infeksi CMV di Rumah Kaca. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hortikultura Lembang 1999.

Sunaryono, Hendro H. 2003. Budidaya Cabai Merah. Sinar Baru Algensindo. Cetakan Ke V. Bandung. 46 hlm.

Sun, S.L. and Vorrips. 2000. A Laboratory Test For Resistence Of Capsicum Accessions To Antracnose (Colletotrichum Spp.) And Comparisons With Field Test Result. (Submitted To European J. Phytophatology.

Sutopo, Lita. 1988. TeknologiBenih. CV Rajawali. Jakarta.

Syukur, M. 2007. Mencari Genotip Cabai Tahan Antraknosa. Tersedia:

http://ipb.bogor.agricultural.university/mencari.genotop.cabai.tahan.antraknosa.htm. Diakses 10 april 2012.

Tindall, H. D., 1983. Vegetable In The Tropics. Mac Milan Press Ltd., London. Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai. Kanisius.Yogyakarta.

Warisno dan Kres Dahana.2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(30)

Wawan dan Junaidi. 2009. Hama dan Penyakit Tanaman Cabe.

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/10/hama dan penyakit tanaman cabe.html.Diakses 1 Mei 2012.

Wiratma, D.A., Murwani, E.R. dan Sastrahidayat, I.R., 1983. Pengaruh Komponen Cuaca Terhadap Tingkat Serangan Colletotrichum Sp. Penyebab Antraknose Pada Cabai Rawit Di Laboratorium. Kongres nasional. Pfi ke VII Medan, 21-23 September 1983. Yoshida. S., S. Hiradate., Y.Fuji., And A. Shirata. 2000. Colletotrichum dematium Produces


(31)

(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa; Kultivar cabai merah yang memiliki ketahanan tinggi terhadap serangan jamur Colletotrichum capsici adalah kultivar cabai merah Cakra (C2).

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan benih dari jenis kultivar cabai merah yang lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 1997. Plant Pathology. Academic Press. London.

Alexopoulous, C., Mims,Blackwell. 1996. Introductory Mycology. New York. Champman and Hall. Limited. London. Page: 324 – 332.

Bano, L. T, K. and Varama krishnan. 1980. Pathogenicity of Antrachnose Fungus Colletotrichum capsici Various Thai Chili Varietas. Tersedia: http://www.Thai science.info.

Badan Pusat Statistika. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Http://dds.bps.go.id. Diakses April 2013.

Catalina, M. Dolores, and M. Emilia. 2010. Capsidiol Its Role in The Resistance of Capsicum anunum to Phytophthora capsici. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1399-3054.1996.tb06679.x/abstract. Diakses 13 Mei 2013.

Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Clasification Of Flowering Plants. Columbia University Press. New York. 1262 Hlm.

Daniel, A., 1972. Fundamental Of Plant Pathology. W. H. Reemen. And Company. San Fransisco. Toppan Limited Tokyo. Japan. Page: 409.

Dehne, W. H., Adam, G., Diekmann., M., Frahm, J., Machnik, M. A., and Halteren, V. P., 1997.

Diagnosis and Identification of Plant Pathogens. Kluwer Academic. Publishers, London.

Denoyes, B. and A. Baudry. 1995. Species Identification and Pathogenecity Study of French Colletotrichum Strains Isolated From Strawberry Using Morphologycal and Cultural Characteristics. Phytopathology 85:53-57.

Djafarudin. 2000. Teknologi Pupuk Mikroba.

http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah6.pdf. 21h (Diakses 19 April 2012).


(3)

Djas, F., 1980. Classification of Fungi and Spesific Characteristic of Each Class. Fakultas Pertanian USU. Medan. Hal: 29.

Duriat, A.S. dan S., G. Sastrosiswojo. 1995. Pengendalian Hama Penyakit Terpadu Pada Agribisnis Cabai. Penerbit: Swadaya, Jakarta. Hal: 98-99.

Dwijoseputro, 1978. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni. Bandung. Hal: 123.

Ganjar, I, R.A. Samson, K. Twel I – Vermeulen, A. Oetari, dan I. Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. YayasanObor Indonesia. Jakarta.

Hayati, M., 2001. Pengujian Pertumbuhan , Hasil dan Rendemen Oleoresin pada Dua Varietas Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Dengan Pemberian Dekamon. Jurnal Agrisista

vol. 5 No. 3, 2001: 266.

Iriana, P. 2003. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka Publisher. cetakan I. Jakarta. 121 h.

Kilham, W. 2006. The First Of The Occurrence Of Anthracnose Disease Caused By

Colletitrichum gloeosporoides (Penz) Penz. And Sacc. On Dragon Fruit (Hylocercus).

American Journal Of Applied Science. 6(5); 902-912. Tersedia: http//www.scipub.org. Lisnawita, 2003. Penggunaan Tanaman Resisten; Suatu Strategi Pengendalian Nematoda

Parasit Tanaman.Laporan penelitian 2003 digitized by USU digital library. Diakses dari:

http://www.library.usu.ac.id./modules.php?op=modload&name=download&fileidenx &reg=getit&lid742. Pada tanggal 10 maret 2013.

Pracaya. 1994. Bertanam Lombok. Kanisius. Yogyakarta.

Prabowo, B. 2011. Statistik Tanaman Sayuran Dan Buah Semusim Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Prajnanta, Final. 2007. Kiat Sukses Bertanam Cabai Di musim Hujan. Penebar Swadaya. Cetakanke XII. Jakarta 64h.

Prayudi, G. 2010. Membudidayakan Tanaman Cabai. http://tipspetani.blogspot.com/2010/04. 1 ha (Diakses 20 Mei 2012).

Rompas, J.P,. 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletotrichum capsici Terhadap Penyakit

Antraknosa Pada Buah Cabai. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah. Bogor, 22-24 Agustus 2001. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. 163.

Semangun,H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.


(4)

Semangun,H. 1997. Penyakit – Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Semangun, H. 2001. Penyakit - penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Setiadi. 1992. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiawati, Y. 2005. Analisis Varietas dan Polybag Terhadap Pertumbuhan Serta Hasil Cabai (Capsicum annuum L.) Sistem Hidroponik. Buletin Penelitian No. 8. Tersedia :http://research. Mercubuana.ac.id (Diakses 10 April 2012).

Slamsr, S. 2011. Principles Of Plants Diseases Management. Academic press. New york. Sudiono, S. 2006. Pengaruh Fungisida dan Waktu Aplikasi Terhadap Penyakit Antraknosa

Buah Cabai. LAPTUNILAPP.

Diaksesdarihttp://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp_gdl_res-2006_sudiono_127&nodl=19&start=185.

Sudjono, S. dan Sudarmadi. 1989. Teknik Pengamatan Hama danPenyakit. Pendidikan Program Diploma Satu Pengendalian Hama Terpadu. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Suganda, A. 2000. Penurunan Hasil Beberapa Varietas Lombok Akibat Infeksi CMV di Rumah Kaca. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hortikultura Lembang 1999.

Sunaryono, Hendro H. 2003. Budidaya Cabai Merah. Sinar Baru Algensindo. Cetakan Ke V. Bandung. 46 hlm.

Sun, S.L. and Vorrips. 2000. A Laboratory Test For Resistence Of Capsicum Accessions To Antracnose (Colletotrichum Spp.) And Comparisons With Field Test Result. (Submitted To European J. Phytophatology.

Sutopo, Lita. 1988. TeknologiBenih. CV Rajawali. Jakarta.

Syukur, M. 2007. Mencari Genotip Cabai Tahan Antraknosa. Tersedia:

http://ipb.bogor.agricultural.university/mencari.genotop.cabai.tahan.antraknosa.htm. Diakses 10 april 2012.

Tindall, H. D., 1983. Vegetable In The Tropics. Mac Milan Press Ltd., London. Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai. Kanisius.Yogyakarta.

Warisno dan Kres Dahana.2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(5)

Wawan dan Junaidi. 2009. Hama dan Penyakit Tanaman Cabe.

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/10/hama dan penyakit tanaman cabe.html.Diakses 1 Mei 2012.

Wiratma, D.A., Murwani, E.R. dan Sastrahidayat, I.R., 1983. Pengaruh Komponen Cuaca Terhadap Tingkat Serangan Colletotrichum Sp. Penyebab Antraknose Pada Cabai Rawit Di Laboratorium. Kongres nasional. Pfi ke VII Medan, 21-23 September 1983. Yoshida. S., S. Hiradate., Y.Fuji., And A. Shirata. 2000. Colletotrichum dematium Produces


(6)

Dokumen yang terkait

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik

0 80 121

Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Dan Daun Serai (Adropogon nardus L.) Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Di Lapangan

4 80 94

KETAHANAN KULTIVAR CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) TERHADAP JAMUR Colletotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA

1 20 32

PENGARUH KITOSAN DAN Trichoderma Sp. TERHADAP KEPARAHAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici (Syd.) Butl. et Bisby) PADA BUAH CABAI (Capsicum annuum L.)

1 17 25

UJI DAYA BIOFUNGISIDA EKSTRAK UMBI KEMBANG SUNGSANG (Gloriosa superba L.) TERHADAP PERKEMBANGAN JAMUR Colletotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby PADA BUAH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

0 2 18

Uji Laboratoriurn untuk Mengevaluasi Resistensi Cabai Merah (Capsicum annuum L.) terhadap Patogen Antraknosa (Colletotrichum capsici (Sydow) Butler and Bisby): Pengaruh Metode lnokulasi dan Tingkat Kernatangan Buah.

0 10 75

Uji Potensi Minyak Sereh Wangi Dalam Pengendalian Cendawan Patogenik Terbawa Benih Colletotrichum capsici (SYD.) Butler&Bisby Terhadap Tingkat Kontaminasi Dan Kualitas Fisiologi Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

0 13 79

Minyak Nilam sebagai Biofungisida untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby) pada Buah Cabai

0 3 37

Keefektifan Kitosan dan Aktinomiset dalam Pencegahan Busuk Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd.) Butler & Bisby) Buah Cabai Merah

0 3 41

Uji Keefektifan Rizobakteri dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Colletotrichum spp. Penyebab Antraknosa pada Cabai Merah (Capsicum annuum L.).

0 4 13