Karakterisasi Dan Konstruksi Vektor Ekspresi Gen Small Heat Shock Protein (Shsp) Lactobacillus Plantarum Sebagai Alternatif Penanda Seleksi Food Grade Di Lactococcus Lactis.

KARAKTERISASI DAN KONSTRUKSI VEKTOR EKSPRESI
GEN SMALL HEAT SHOCK PROTEIN (sHSP) Lactobacillus
plantarum SEBAGAI ALTERNATIF PENANDA SELEKSI
FOOD GRADE DI Lactococcus lactis

HASLIA MARGARETA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi dan
Konstruksi Vektor Ekspresi Gen small Heat Shock Protein (sHSP) Lactobacillus
plantarum sebagai Alternatif Penanda Seleksi Food Grade di Lactococcus lactis
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor dan LIPI.
Bogor, November 2015
Haslia Margareta
NIM P051130211

RINGKASAN
HASLIA MARGARETA. Karakterisasi dan Konstruksi Vektor Ekspresi Gen small Heat
Shock Protein (sHSP) Lactobacillus plantarum sebagai Alternatif Penanda Seleksi Food
Grade di Lactococcus lactis. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI dan APON ZAENAL
MUSTOPA.
Bakteri asam laktat dikenal dengan bakteri yang memiliki status Generallly
Recogninize As Safe (GRAS) yaitu mikroba yang aman dan tidak beresiko terhadap
kesehatan. BAL umumnya digunakan pada industri fermentasi makanan. Lactobacillus
plantarum U10 adalah salah satu BAL yang telah diisolasi dari makanan fermentasi
tradisional Indonesia, yaitu Tempoyak. BAL mempunyai sifat yang sensitif terhadap
kondisi lingkungan, ketika digunakan sebagai starter komersial atau ketika produk
fermentasi sedang diproses, diangkut dan disimpan. Strategi yang digunakan untuk
meningkatkan ketahanan BAL terhadap tekanan lingkungan adalah dengan

mengembangkan food grade vector dengan marka seleksi gen small Heat Shock Protein
(sHSP). Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi gen small Heat Shock Protein
(sHSP) asal L. plantarum U10 yang diisolasi dari makanan tradisional Indonesia
“Tempoyak”. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengklon promotor slpA dan
gen sHSP ke dalam vektor kloning pGEM-T dan konstruksi gen fusi antara promotor slpA
dan gen sHSP ke dalam vektor ekspresi pNZ8148, serta mengintroduksikannya ke dalam
strain BAL jenis L. lactis NZ3900.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu karakterisasi, kloning dan konstruksi.
karakterisasi dimulai dengan perlakuan kejut panas pada L. plantarum U10 dan SDSPAGE. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas Chaperon, isolasi total RNA dan analisis
Reverse Transcriptase PCR. Tahapan kloning dimulai dari amplifikasi gen sHSP dari
DNA kromosom L. plantarum U10 dan promotor slpA dari isolat L. acidophilus C9-9,
kemudian mengkloningnya ke dalam vektor kloning pGEM-Teasy. Selanjutnya vektor
kloning pGEM-T slpA digunakan sebagai sumber untuk memperoleh promotor slpA dan
pGEM-T sHSP sebagai sumber untuk gen sHSP. Konstruksi vektor food grade dilakukan
dengan memfusikan promotor dan gen terlebih dahulu. Fusi keduanya dilakukan dengan
teknik PCR overlapping sehingga menghasilkan fusi antara promotor slpA dan gen sHSP.
Fusi dipotong dengan menggunakan enzim restriksi SalI-BglII. Vektor ekspresi pNZ8148
juga dipotong dengan enzim yang sama pada daerah kloramfenikol, dan kemudian
diligasikan dengan fusi slpA-sHSP. Tahapan terakhir adalah mengintroduksikan hasil
ligasi ke inang L. lactis NZ3900 menggunakan teknik elektroporasi, dan dilakukan

konfirmasi dengan PCR Koloni.
Karakterisasi dari small Heat Shock Protein (sHSP) dari isolat Lactobacillus
Plantarum yang diisolasi dari Tempoyak telah diteliti. Protein yang berhubungan dengan
respon panas memiliki ukuran yang bervariasi antara 18-51 kDa. Fraksi Intraselular
Protein (IP) dari kejut panas L. plantarum U10 menunjukkan aktivitas chaperon
dibuktikan dengan kemampuan untuk mencegah hilangnya aktivitas proteinase K dari
denaturasi. Selain itu, gen sHSP berhasil di identifikasi dengan metode PCR dengan ukuran
423 pb. Protein sHSP dengan ukuran ±18 kDa karena peningkatan regulasi setelah L.
plantarum U10 diberi perlakuan tekanan panas yang dibuktikan dengan Reverse
Transcriptase-PCR. Hasil ini menunjukkan bahwa protein sHSP ±18 kDa pada penelitian
ini dapat mempertahankan kelangsungan hidup L. plantarum dan mampu melindungi sel
terhadap tekanan suhu.

Fragmen promotor slpA berukuran 192 pb berhasil teramplifikasi dari L.
acidhopilus C9-9. Fragmen gen sHSP berukuran 423 pb berhasil teramplifikasi dari
kromosom L. plantarum U10. Hasil analisis sekuen menunjukkan bahwa promotor slpA
memiliki tingkat kemiripan mendekati 100% dengan L. acidophilus ATCC 4356 referensi.
Analisis sekuen gen sHSP juga menunjukkan tingkat kemiripan tinggi 100% dengan L.
plantarum WCFS1 referensi. Fusi antara promotor slpA dan gen sHSP berhasil
termplifikasi dengan ukuran 615 pb dengan teknik PCR overlapping. Fusi gen tersebut

berhasil dimasukkan ke dalam vektor ekspresi dengan mengganti bagian kloramfenikol
yang telah dipotong terlebih dahulu dengan enzim restriksi yang sama yaitu SalI dan BglII
sehingga terbentuk pNZ8148-slpA-sHSP dan diintroduksikan ke inang L. lactis NZ3900.
Konfirmasi vektor rekombinan dilakukan dengan PCR koloni dengan penggunakan primer
dari gen fusi slpA dan sHSP dan PCR koloni dengan menggunakan primer promotor dan
terminator pNZ8148.
Kata kunci: small Heat shock Protein, Lactobacillus plantarum, food grade vector,
Lactococcus lactis.

SUMMARY
HASLIA MARGARETA. Characterization and Construction Of Lactobacillus
plantarum small Heat Shock Protein (sHSP) Gene Expression Vector As
Alternative Food Grade Selection Marker in Lactococcus lactis. Supervised by
UTUT WIDYASTUTI and APON ZAENAL MUSTOPA.
Lactic acid bacteria are known generally recognize as safe (GRAS) that
microbes are safe, without risk on health. LAB is commonly used in food
fermentation industry. Lactobacillus plantarum U10 is one of LAB has been
isolated from Indonesian traditional fermented food, namely Tempoyak. LAB are
sensitive to environmental conditions when commercial starters or fermentation
products are being processed, transported and strored. The startegy used to increase

resistance of LAB to environmental stress is to develop food grade vektor with
selection marker small heat shock protein (sHSP) gene. This study aimed to
characterize the genes small Heat Shock Protein (sHSP) of L. plantarum U10
isolated from Indonesian traditional food "Tempoyak". In addition , this study also
aims to clone a promoter slpA and sHSP gene into the cloning vector pGEM-T and
the construction of a fusion gene between the promoter slpA and sHSP gene into
the expression vector pNZ8148, and introduction into strain L. lactis NZ3900.
This study consisted of three phases, namely the characterization, cloning
and construction. Characterization starting with heat shock treatment on L.
plantarum U10 and SDS-PAGE. The next step is Chaperon activity assay, total
RNA isolation and Reverse-Transcriptase PCR analysis. Cloning starts with
amplification of sHSP gene from chromosomal DNA of L. plantarum U10 and
Promoter slpA from isolate L. acidhophilus C9-9, then cloned into cloning vector
pGEM-Teasy. Furthermore the cloning vector pGEM-T slpA used as a source for
obtain the slpA promoter and pGEM-T sHSP as a source for sHSP genes. The
construction of food grade vector is done with promoter and genes merge first. The
fusion between slpA promoter and sHSP genes by overlapping PCR technique. The
result of fusion then digested with restriction enzymes SalI-BglII. Expression
vector pNZ8148 also digested with same enzyme in chlorampenicol area, and then
ligated with fusion slpA-sHSP. The last step is introduce the result of ligation to

host L. lactis NZ3900 using electroporation technique, and confirmed by PCR
colonies.
The characterization of small heat shock protein (sHSP) from tempoyakoriginated Lactobacillus plantarum was investigated. The heat adaptive response
proteins were ranging from 18 kDa to 51 kDa. The Intercellular Protein (IP)
fraction of heat shocked-L.plantarum U10 exhibited chaperone like activity by the
ability to prevent loss of proteinase K activity from denaturation. Furthermore, The
sHSP gene that related to the predicted sHSP ±18 kDa protein were successfully
identified by PCR method and this gene has 423 pb size. Moreover, the sHSP ±18
kDa was indeed up-regulated after L. plantarum U10 treated by heat shocking as
proven by Reverse Transcriptase-PCR. This result suggested that sHSP protein ±18
kDa in our study may confers a survival advantage on Lactobacillus plantarum and
capable of protecting the cell against under temperature stress.
slpA promoter fragment size 192 pb successfully amplified from L.
acidhopilus C9-9. Fragment of sHSP gene size 423 pb successfully amplified from

the chromosome of L. plantarum U10. Results of sequence analysis showed that
the promoter slpA have a similarity rate approaching 100 % with L. acidophilus
ATCC 4356 reference. Analysis of gene sequence similarity sHSP also show high
rate 100% with L. plantarum WCFS1 reference. Fusion between the slpA promoter
and sHSP gene successfully termplifikasi with the size 615 pb PCR overlapping.

The fusion gene was successfully inserted into the expression vector by replacing
the chlorampenicol that has been cut in advance with the same restriction enzyme
that SalI and BglII to form pNZ8148-slpA-sHSP and introduced into the host L.
lactis NZ3900. Confirmation recombinant vector is done by colony PCR with the
use of gene fusion primer slpA and SHSP and colony PCR using a primer promoter
and terminator pNZ8148.
Keywords: small Heat Shock Protein, Lactobacillus plantarum, food grade vector
Lactococcus lactis.

© Hak Cipta Milik IPB dan LIPI, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
dan LIPI.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB dan LIPI

KARAKTERISASI DAN KONSTRUKSI VEKTOR EKSPRESI

GEN SMALL HEAT SHOCK PROTEIN (sHSP) Lactobacillus
plantarum SEBAGAI ALTERNATIF PENANDA SELEKSI
FOOD GRADE DI Lactococcus lactis

HASLIA MARGARETA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul
Karakterisasi dan Konstruksi Vektor Ekspresi Gen small Heat Shock Protein (sHSP)
Lactobacillus plantarum sebagai Alternatif Penanda Seleksi Food Grade di Lactococcus
lactis yang telah dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai Juni 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Utut Widyastuti, MSi selaku
pembimbing utama dan Bapak Dr Apon Zaenal Mustopa, MSi selaku anggota pembimbing
atas bimbingan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum yang telah memberikan
masukan dalam memperkaya tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Dr Ir Bambang Sunarko sebagai Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Sarman,
AmdPd dan Ibunda Miharsyawati, AmdPd atas doa dan kasih sayangnya, serta keempat
saudara saya Yenni Afrida, SPt, Dwi Wahyu Gandadi Putra, Amd, Seppi Triani, SH dan
Lisa Puspita Sari, SKM yang selalu memberikan semangat dan kasih sayang kepada saya.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan rekan-rekan staf di
Laboratorium Bioteknologi-LIPI, dan teman-teman Bioteknologi 2013-2014 yang
membantu penulis. Selain itu, ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada Badan
Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian yang telah membiayai penelitian ini melalui

skema Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N)
2014-2015.
Penyusunan karya ilmiah ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015
Halia Margareta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN


xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Lactobacillus plantarum
Small Heat Shock Protein
Penanda Seleksi
Lactococcus lactis

3
3
4
5
6

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Prosedur Kerja

7
7
7
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perlakuan Kejut Panas pada Profil Ekspresi Protein
L.plantarum U10
Ekspresi Gen dari Kejut Panas L. plantarum U10 dan Uji Aktivitas
Chaperon
Konstruksi Vektor Kloning pGEM-T slpA dan pGEM-T
Konstruksi Vektor Ekspresi dengan Fusi Promotor slpA
dan Gen sHSP

13

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

37

13
14
16
20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen
Plasmid dan strain bakteri
Kondisi reaksi PCR
Profile ekspresi protein intraseluler L. plantarum U10 setelah perlakuan
kejut panas.

7
9
11
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Scaning Electron Micrograph dari L. plantarum WCFS1
Mekanisme Pengaturan Heat Shock Response dan HSF-1
Vektor kloning pGEM-Teasy dan vektor ekspresi pNZ8148
Diagram Alir Penelitian
Profile ekspresi L. plantarum protein intraseluler setelah perlakuan
kejut panas.
Analisis cDNA sHSP L. plantarum
Uji aktivitas Chaperon
Hasil amplifikasi PCR promotor slpA dan Peta vektor kloning
rekombinan pGEM-slpA
Hasil transformasi E. coli TOP 10 dengan pGEM-slpA.
Hasil PCR Koloni dan PCR Plasmid E. coli TOP 10 dengan pGEMslpA.
Hasil amplifikasi PCR promotor sHSP dan Peta vektor kloning
rekombinan pGEM-sHSP
Hasil transformasi E. coli TOP 10 dengan pGEM-sHSP.
Hasil PCR Koloni dan PCR Plasmid E. coli TOP 10 dengan pGEMsHSP
Hasil analisis sekuen promotor surface layer protein A
Hasil analisis sekuensing gen penyandi small Heat Shock Protein
Skema prosedur kontsruksi pNZ8148 slpA_sHSP
Hasil amplifikasi fusi slpA dan sHSP dan Transformasi
pNZ8148_slpA_ sHSP ke L. lactis
Hasil PCR koloni menggunakan primer F/R gen fusi pada L. lactis
rekombinan.
Hasil PCR koloni menggunakan primer F/R Pro NisA dan Term
pNZ8148.

3
5
7
8
13
14
15
16
17
17
18
18
19
19
20
21
22
23
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Komposisi media pertumbuhan de Man, Rogosa, Sharpe (MRS)
Komposisi larutan elektroforesis SDS-PAGE
Metode Isolasi Total RNA
Komposisi media pertumbuhan bakteri Luria-Bertani (LB)
Komposisi media pertumbuhan M17
Zona Bening Uji Aktivitas Chaperon
Hasil pengurutan nukleotida promotor pGEM-T slpA
Hasil pengurutan nukleotida gen pGEM-T sHSP

30
31
32
33
34
35
36
37

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakteri asam laktat dikenal dengan bakteri yang memiliki status Generallly
Recogninize As Safe (GRAS) yaitu mikroba yang aman dan tidak beresiko terhadap
kesehatan. BAL umumnya digunakan pada industri pangan dan farmasi. Dalam
industri pangan bakteri asam laktat telah digunakan secara luas sebagai kultur
starter untuk beragam fermentasi daging, susu, sayuran, buah, dan roti. Selain itu
BAL juga digunakan sebagai pengawet produk pangan, karena BAL mampu
menghasilkan senyawa antimikroba yang disebut bakteriosin. Pada industri
farmasi, bakteri asam laktat digunakan sebagai probiotik dan untuk produksi
vaksin. BAL merupakan sel inang yang aman terhadap pangan. Bakteri asam laktat
digunakan dalam berbagai macam industri fermentasi makanan dan telah diketahui
memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan manusia. Metabolit yang
dihasilkan oleh BAL dapat secara efektif mengontrol pertumbuhan bakteri patogen
dan pembusuk. BAL sebagai food grade microorganism dikatakan aman terutama
dalam pangan karena sifatnya tidak menghasilkan racun bahkan beberapa jenis
diantaranya berguna bagi kesehatan.
Sel inang yang aman dan telah memiliki status GRAS yang sering digunakan
dalam mengekspresikan protein rekombinan adalah Lactococcus lactis (Mierau et
al. 2005). Selain aman, penggunaan L. lactis juga dikarenakan inang tersebut
mudah ditangani, telah dikarakterisasi sebagai mikroorganisme yang baik untuk
industri dan mampu mensekresikan protein rekombinan pada media
pertumbuhannya sehingga produk yang dihasilkan bebas dari endotoksin. Terdapat
banyak penelitian yang telah dikembangkan dengan menggunakan inang L. lactis
misalnya produksi protease, amilase dan bakteriosin sendiri (Martin et al. 2007;
Liang et al. 2010; Jorgensen et al. 2013; Wu et al. 2013 dan Lages et al. 2015).
BAL mempunyai sifat yang sensitif terhadap kondisi lingkungan, ketika
digunakan sebagai starter komersial atau ketika produk fermentasi sedang diproses,
diangkut dan disimpan (Tian et al. 2012). Strategi yang digunakan untuk
meningkatkan ketahanan BAL terhadap tekanan lingkungan adalah dengan
mengembangkan food grade vector dengan marka seleksi gen small Heat Shock
Protein (sHSP).
Food grade vector merupakan vektor yang dapat diaplikasikan dalam industri
makanan karena berasal dari mikroorganisme yang tidak berbahaya bagi tubuh
manusia (Johansen 2003). Food grade vector yang telah dikembangkan antara lain
pNP40 dari Lactococcus lactis DRC3 dan pSF01 dari L. lactis strain 10.088 (Morelli
et al. 2004), dan vektor pGF1 dari strain Lactococcus lactis (Kim et al. 2002).
Teknologi rekayasa genetik sudah banyak dilakukan dan dikembangkan, metode
yang digunakan saat ini untuk mempertahankan stabilitas vektor dalam sel inang
adalah dengan menyisipkan sekuen DNA yang relatif besar, misalnya resisten
antibiotik atau bakteriosin. Penggunaan seleksi antibiotik memiliki beberapa
kelemahan. Residu antibiotik dalam pangan dapat mengancam kesehatan masyarakat.
Ancaman tersebut antara lain resistensi bakteri, alergi terhadap pangan dan juga
keracunan (Donkor et al. 2011). Selain itu, penggunaan gen resistensi pada plasmid
akan menyebabkan antibiotik dan bakteriosin terdapat di dalam media budidaya. Hal

2
2
ini tidak diinginkan dalam pembuatan produk makanan dan pakan (Diekely et al.
1995). Saat ini, telah banyak digunakan penanda seleksi untuk membangun food
grade vector seperti β-galaktosidase dari S. thermophilus (Herman et al. 1985), gen
sHSP (El Demardash et al. 2003; Spano et al. 2005), gen yang terkait auxotrophy
(Bron et al. 2002), bakteriosin (Mills et al. 2002; Takala et al. 2002), dan jalur
metabolik baru (Boucher et al. 2002) telah digunakan dalam konstruksi food grade
vector sebagai marka seleksi.
Lactobacillus plantarum dengan kode isolat U10 pada penelitian ini telah
diisiolasi dan dikarakterisasi dari makanan tradisioanal Indonesia yaitu tempoyak
yang merupakan makanan fermentasi dari buah durian. L. plantarum ini
menunjukkan aktivitas antibakteri yang sangat baik terhadap bakteri patogen dan
galur ini menunjukkan keuntungan yang akan diterapkan dalam bidang medis sebagai
antibakteri alami (Urnemi et al. 2010). Studi lain tentang L. plantarum sudah
dilakukan oleh Spano (2005) yaitu dengan mengklon dan mengkarakterisasi gen
small heat shock protein (sHSP) dari L. plantarum yang diisolasi dari Wine. Gen
sHSP memiliki peranan terhadap stres lingkungan pada L. plantarum dan menurut El
Demardash et al. 2003 gen sHSP dari plasmid S. thermophilus merupakan marka
seleksi yang ideal digunakan karena gen sHSP dapat meningkatkan ketahanan
terhadap tekanan lingkungan.
Heat shock protein merupakan suatu protein yang dihasilkan karena adanya
stres lingkungan. Gen sHSP merupakan gen yang berperan dalam proteksi terhadap
beberapa jenis stres dengan berat molekul protein berkisar 11-42 kDa dan banyak
terdapat pada prokariot dan eukariot (Tian et al. 2012). Heat shock protein
terekspresi karena adanya stres atau disebut juga gen yang sifatnya inducible. Studi
promotor yang akan digunakan yaitu promotor surface layer protein A (slpA) telah
dilakukan oleh McCracken (1999) dari tipe liar Lactobacillus acidophilus ATCC
4356 ke dalam plasmid pNZ272 yang merupakan promotor kuat.
Dari penjelasan di atas untuk meningkatkan ketahanan dari BAL yang bersifat
sensitif terhadap stress lingkungan adalah dengan konstruksi vektor ekspresi yang
membawa gen small heat shock protein atau disebut juga sHSP yang dapat
meningkatkan stres resinten dari sel inang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi gen small Heat Shock
Protein (sHSP) asal L. plantarum U10 yang diisolasi dari makanan tradisional
Indonesia “Tempoyak”. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengklon
promotor slpA dan gen sHSP ke dalam vektor kloning pGEM-T dan konstruksi gen
fusi antara promotor slpA dan gen sHSP ke dalam vektor ekspresi pNZ8148, serta
mengintroduksikannya ke dalam strain BAL jenis L. lactis NZ3900.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Lactobacillus plantarum
Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri Gram positif, tidak
membentuk spora, katalase negatif, tanpa sitokrom, bersifat anaerob, dan oksidase
positif, toleran asam, asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat.
Umumnya bakteri asam laktat tumbuh pada habitat yang kaya nutrisi, seperti
produk makanan, susu, daging, dan sayuran. Bakteri asam laktat merupakan bakteri
yang banyak terlibat dalam hasil fermentasi pangan terutama yang melibatkan
proses fermentasi spontan seperti bekasam (fermentasi daging sapi), dadih
(fermentasi susu kerbau), tape ketan (fermentasi beras ketan), dan tempoyak
(fermentasi buah durian).
Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis dari BAL yang juga
termasuk dalam bakteri Gram positif yang berbentuk kokus atau batang, tidak
menghasikan spora dan katalase, resisten terhadap kondisi lingkungan yang asam,
tumbuh optimum secara anaerobik aerotoleran pada suhu 30 °C (mesofilik) atau
42 °C (termofilik) dengan kisaran pH optimum 4.0-4.5(Gambar 1). Lactobacillus
plantarum banyak diisolasi dari makanan fermentasi. L. plantarum bersifat
heterofermentatif fakultatif, dimana proses fermentasi karbohidrat pada umumnya
melalui jalur sintesa fosfoketolase. Fermentasi pentosa (xylosa dan ribosa) akan
menghasilkan piruvat dan asetil fosfat yang nantinya akan dikonversi menjadi laktat
dan asetat. Selain itu, heksosa (glukosa, fruktosa dan mannosa) juga akan
dikonversi menjadi laktat, CO2 dan etanol (Mayo et al. 2010; Todorov dan Franco
2010; Hammes dan Vogel 1995). Selain itu pula, L. plantarum juga telah
dikembangkan sebagai produk probiotik, salah satu strain yang telah
dikomersialkan adalah L. plantarum 299v (Siezen dan van Hylckama Vlieg 2011).

Gambar 1 Scaning Electron Micrograph dari L. plantarum WCFS1
(Bron et al. 2004) Penerbit American society for
Microbiology.
L. plantarum diketahui aman digunakan dalam proses fermentasi pangan
karena sifatnya yang tidak menghasilkan toksik, yang disebut juga food grade
microorganism. Pangan fermentasi merupakan lingkungan hidup yang cocok bagi

4
4
BAL karena menyediakan kompleks nutrisi yang mendukung pertumbuhan BAL.
Jenis mikroorganisme BAL pada pangan tempoyak diantaranya adalah L.
plantarum, L. sakei dan L. corynebacterium (Yuliana dan Garcia 2009). Penelitian
ini menggunakan Lactobacillus plantarum U10 yang berhasil diisolasi dari
“Tempoyak” makanan fermentasi dari buah durian (Urnemi et al. 2010).
small Heat Shock Protein
Protein merupakan kompenen utama dalam metabolisme suatu sel. Pada
suatu organisme terdapat perbedaan ekspresi protein dari jaringan satu dengan
jaringan lain tergantung kondisi lingkungan. Heat Shock Protein (HSP) merupakan
protein yang dihasilkan karena adanya tekanan lingkungan. HSP juga merupakan
suatu molekular chaperon yang berfungsi untuk melindungi protein lain dari
agregasi, melonggarkan protein yang beragregasi, membantu pelipatan protein baru
atau pelipatan kembali protein yang rusak, mendegradasi protein yang rusak cukup
parah dan dalam kasus kerusakan yang sangat berat, mengasingkan protein yang
rusak menjadi agregat yang lebih besar (Felix et al. 2009).
HSP dihasilkan karena adanya Heat shock response (HSR). HSR adalah
suatu respon untuk menginduksi gen-gen yang mengkode molekular chaperon,
protease dan protein-protein lain yang penting dalam mekanisme pertahanan dan
pemulihan terhadap seluler yang berhubungan dengan terjadinya misfolded protein.
HSR merupakan suatu tanggapan sel terhadap berbagai macam gangguan, baik
yang bersifat fisiologik maupun yang berasal dari lingkungan (Wiesterheide et al.
2005).
Klasifikasi kelas-kelas HSP dilakukan berdasarkan ukuran molekul dan
fungsinya. Ada subkelas HSP100, HSP90, HSP70, HSP60, HSP40 dan small heat
shock protein (sHSP). Angka yang mengikuti kata HSP menunjukkan berat
molekulnya, contoh: angka 100 menunjukkan berat molekul dari HSP, yakni 100
kDa. sHSP adalah sub-kelas dari HSP yang mempunyai karakter berat molekular
yang rendah (9-40 kDa) (Lelj et al. 2006).
HSR (Heat Shock Response) adalah reaksi sel dari organisme terhadap
kenaikan suhu (heat shock atau heat stress). Heat stress yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan dan kematian sel, sedangkan dosis subletal dari heat
stress akan memicu reaksi seluler yang disebut heat shock response (Schoffl dan
Reindl 1998). HSR diatur pada tingkat transkripsi oleh suatu mekanisme yang
melibatkan heat shock transciption factor (HSF).
Pada manusia telah ditemukan 3 jenis gen HSF, HSFI, HSF2, dan HSF4.
HSFl memiliki peran penting dalam modulasi HSR. Beberapa faktor yang dapat
mengaktivasi HSFI di antaranya kesalahan dalam pelipatan protein, gangguan
homeostasis protein, dan perubahan kondisi redoks intraselular yang diakibatkan
karena perubahan temperatur atau stress (Gambar 2). HSF 1 dapat dihambat oleh
mekanisme umpan balik negatif melalui interaksinya dengan HSP70 dan HSP90.
Ekspresi HSP90 dan HSP70 yang tinggi pada suatu sel akan mengakibatkan
terminasi ekspresi gen heat shock (proses autoregulasi). Selain itu HSF1 juga dapat
dihambat oleh mekanisme umpan balik melalui fosforilasi. HSF1 difosforilasi pada
residu serin di daerah regulator yang memodulasi daerah aktivasi pada suhu normal.
Residu serin terlibat dalam mempertahankan jumlah HSFI pada keadaan buruk
dalam kondisi basal. Fosforilasi residu ini akan meningkat melalui stimulasi jalur

5
Raf/ERK, jalur protein kinase yang diaktivasi mitogen yang responsif pada faktor
pertumbuhan, dan berakibat pada inhibisi aktivitas HSF1 (Felix et al. 2009 dan
Schoffl dan Reindl 1998).

Gambar 2

Mekanisme Pengaturan Heat Shock Response dan HSF-1
(Felix et al. 2009).

Ciri khususnya small heat shock protein (sHSP) adalah memiliki urutan
asam amino 80-100 residu yang berperan pada proses stabilisasi. Kelompok HSP
ini memiliki ukuran yang relatif rendah berkisar 11-42 kDa. sHSP merupakan gen
yang berperan dalam proteksi terhadap beberapa jenis stres dan banyak terdapat
pada prokariot dan eukariot (Tian et al. 2012). sHSP diinduksi oleh berbagai
tekanan, seperti tekanan suhu dan pH yang rendah. Protein ini dapat meningkatkan
ketahanan BAL terhadap tekanan suhu dan pH (O’Sullivan et al. 1999 dan Solow
et al. 2000). sHSP terdiri dari kelompok yang diinduksi oleh tekanan dari molekul
chaperon yang dapat mengikat protein terdenaturasi. sHSP berfungsi mencegah
agregasi dan mempertahankan protein dari kesalahan pelipatan di bawah kondisi
tekanan (Helsbeck et al. 2002 dan Narberhaus et al. 2002). Gen sHSP dari plasmid
S. thermophilus merupakan marka seleksi yang ideal digunakan karena gen sHSP
dapat meningkatkan ketahanan terhadap tekanan lingkungan (El Demardhash et al.
2003)
Penanda Seleksi
Penanda seleksi digunakan dalam kegiatan rekayasa genetika, misalnya pada
kegiatan transformasi baik pada tanaman maupun bakteri. Penanda seleksi
melindungi organisme dari agen selektif yang akan membunuh atau mencegah
pertumbuhannya. Gen seleksi berguna untuk membedakan organisme yang
transforman dan tidak transforman. Berbagai gen seleksi telah dikenal sejak
ditemukannya teknik transfer gen atau rekayasa genetika. Saat ini gen seleksi yang
paling umum digunakan adalah gen ketahanan terhadap antibiotik. Penggunaan
antibiotik sebagai gen seleksi telah menimbulkan perdebatan pada masyarakat luas
terutama karena kurangnya pengetahuan tentang pengaruh dari antibiotik yang
digunakan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Pencarian dan

6
pengembangan gen seleksi baru untuk mengatasi permasalahan tersebut telah
dilakukan yaitu dengan mengembangkan food grade vector.
Food grade vector merupakan suatu vektor yang tidak berbahaya dan dapat
digunakan dalam industri makanan (Song et al. 2012). Vektor ini berasal dari
mikroorganisme yang tidak membahayakan manusia.Transformasi pada bakteri
menggunakan plasmid sebagai pembawa gen atau vektor yang akan dimasukkan ke
sel inang. Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang umumnya berbentuk
sirkular dan secara alami dapat dijumpai pada bakteri dan beberapa jenis yeast
uniselular seperti Saccharomyces cereviseae. Plasmid berukuram mulai dari 1000
base pair (bp) sampai 1000 kilo base pair (Kbp), dengan jumlah per sel bervariasi
dari satu sampai ribuan salinan (copy) molekul. Plasmid umumnya merupakan
elemen genetik yang dapat dipindahkan dari satu individu sel ke individu lainnya
melalui konjugasi.
Plasmid memiliki peran yang sentral dalam rekayasa genetika sebagai vektor
untuk pengklonan dan ekspresi gen. Sebagai vektor yang ideal, plasmid memiliki
ori (origin of replication) sebagai titik awal replikasi untuk perbanyakannya di
dalam sel inang. Plasmid juga memiliki daerah multiple cloning sites (MCS)
sebagai tempat penyisipan segmen DNA atau gen yang akan diklon atau
diekspresikan. Plasmid memiliki gen penanda seleksi, misalnya gen resistensi
antibiotik yang berguna untuk seleksi klon. Food grade vector sudah banyak
dikembangkan, pada penelitian ini penanda seleksi yang digunakan adalah gen
sHSP untuk mengganti gen resisten antibiotik kloramfenikol pada plasmid
pNZ8148.
Lactococcus lactis
Strain Lactococcus lactis telah banyak diisolasi dari berbagai sumber dan
telah berhasil disekuensing. Salah satu karakteristik genetik dari L. lactis yaitu
memiliki kandungan basa nitrogen guanin (G) dan sitosin (C) yang relatif rendah
yaitu sekitar 35% (Cavanagh et al. 2015). Hal ini membuat L. lactis telah banyak
dimanfaatkan dalam beberapa bidang bioteknologi seperti dalam ekspresi antigen
bakteri dan virus sebagai pengembangan vaksin oral yang aman, produksi hormon
sitokinin dan agen terapeutik lainnya, serta pilot production pengembangan produk
farmasetika (Mierau 2005).
L. lactis berstatus GRAS (generally recognize as safe) yang membuat L. lactis
bersifat aman dalam memproduksi protein untuk tujuan pangan maupun biomedis
(Kunji et al. 2003). L. lactis NZ3900 merupakan strain yang umum digunakan dalam
pengembangan produk berbasis food grade. Gen LacF pada operon laktosa yang
dimiliki strain ini telah didelesi/dihapus sehingga membuatnya tidak mampu tumbuh
pada media yang disuplementasi dengan laktosa, kecuali telah terinsersi plasmid
yang memiliki penanda seleksi gen LacF (de Ruyter et al. 1996)

7

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 - Juni 2015 di
Laboratorium Aplikasi Rekayasa Genetika dan Desain Protein, Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI, Cibinong, Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah media tumbuh bakteri LuriaBertani (LB), M17B glukosa, MRS (de Man, Rogosa, Sharpe), enzim restriksi, enzim
taq polimerase, enzim ligase, DNA ladder 1 kb (Thermo) dan 100 pb (Kappa), ampisilin,
kloramfenikol. Plasmid yang digunakan adalah pGEMT (vektor kloning) dan pNZ8148
yang digunakan sebagai vektor ekspresi (Gambar 3). Beberapa pasang primer, serta
beberapa vektor dan strain bakteri yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Tabel 2

Gambar 3 Peta Plasmid pGEM-Teasy dan peta plasmid pNZ8148
Tabel 1. Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen
Enzim
Primer
Sekuens (5’  3’)
Restriksi
sHSP-F
EcoRI
5’CG GAATTCATGGCTAATACTTTAATGAATC3’
sHSP-R
HindIII
5’CGAAGCTT TTATTGAATTTCGATTTGACCG 3’
slpA-F
NheI
5’CGGCTAGCTTTTTCGGTCATTTTAACTTGC’3
slpA-R
EcoRI
5’ CG GAATTCCAAGTAAAGCAGCAGCAGCA’3
5’CGGTCGACTCGTGGTAAGTAATAGGACGTG’3
slpA_sHSP-F1 SalI
5’TCAGATCTTTATTGAATTTCGATTTGACC’3
slpA_sHSP R1 BglII
slpA_sHSP F2 Overlap
5’CCACATGGCTAATACTTTAATGAATCGG’3
slpA_sHSP R2 Overlap
5’ATTAGCCATGTGGTCTTTTCCTCCTTGAA’3
Situs restriksi pada urutan nukleotida ditandai dengan garis bawah

8

Karakterisasi

Perlakuan Kejut Panas
dan SDS-PAGE

Uji Aktivitas
Chaperon

Isolasi Total RNA dan
Analisis RT-PCR

Kloning

Isolasi DNA Genom L. plantarum U10 dan L.
acidophilus C9-9

PCR promotor slpA dan gen sHSP

Ligasi pGEM-T dan slpA dan Ligasi pGEM-T
dan sHSP

Introduksi ke inang E. coli

Verifikasi : PCR Koloni, PCR Plasmid,
Sekuensing dan Analisis Data

Konstruksi

Fusi promotor slpA
dengan gen sHSP dan
ligasi dengan pNZ8148

Introduksi pNZ8148slpA_sHSP ke L. lactis
NZ900

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

Introduksi pNZ8148slpA_sHSP ke L. lactis
NZ900

9

Tabel 2. Plasmid dan strain bakteri
Strain dan plasmid
Karakteristik
Strain
E. coli TOP10
Bakteri inang
L. plantarum U10
Isolat tempoyak, sumber gen sHSP
L. acidophilus C9-9 Isolat asal ayam, sumber slpA
L. lactis NZ3900
Bakteri Inang
Plasmid
pGEM-Teasy
Vektor Kloning
pNZ8148
Vektor Ekspresi

Sumber atau acuan
Novagen
Koleksi laboratorium
Koleksi laboratorium
MoBiTec
Promega
MoBiTec

Prosedur Kerja
Perlakuan Kejut Panas dan SDS-PAGE
Perlakuan kejut panas dilakukan dengan menumbuhkan L. plantarumU10
dalam 5 ml media MRS (de Man, Rogosa, Sharpe) dan diinkubasi pada 37 ºC
semalaman. Selanjutnya, L. plantarum U10 ditumbuhan dalam media 100 ml MRS.
Sel dipanen dengan sentrifugasi pada 10000 x g ketika OD 600 adalah ~0,6. Pelet
yang didapatkan diresuspensi dengan media 20 ml MRS baru. Perlakuan kejutan
panas dilakukan pada 42 ⁰C : (a) Kontrol (tanpa heat shock) , (b) heat shock 30
menit , (c) heat shock 45 menit. Setelah perlakuan, sampel dibiarkan pada suhu
ruang selama 20 menit. Tingkat kelangsungan hidup sel dipantau dengan
menghitung CFU pada agar setelah inkubasi pada 37 ºC semalaman. Perlakuan
berdasarkan Delmas et al. 2001 dan Guzzo et al. 1997 dengan modifikasi. SDSPAGE (Lampiran 2) dilakukan dengan meresuspen sampel yang telah diberi
perlakuan dengan buffer sonikasi dan disonikasi selama 15 detik, kemudian diulang
sebanyak 20 kali. Ekstrak sampel yang sudah disonikasi diisolasi dengan
sentrifugasi pada 17000 x g, 4 ºC selama 20 menit. Supernatan dipindahkan ke
tabung steril kemudian pelet dianalisis dengan SDS –PAGE.
Uji Aktivitas Chaperon
Uji aktivitas chaperon dilakukan mengikuti metode dari Collada et al. 1997,
Kim et al. 1998 dengan kombinasi. Sebanyak 0,25 gram agarose dilarutkan dalam
50 mM Tris-HCl pH 7,4 dan kemudian dipanaskan. Larutan agarose kemudian
ditambahkan 2,5 ml 2% gelatin, diaduk sampai tercampur rata. Sebanyak 25 ml
larutan agar dituangkan ke cawan petri, dibiarkan mengeras dan bentuk sumuran
pada agar. Perlakuan terdiri dari beberapa kombinasi untuk masing-masing sampel:
sampel 1; proteinase K denaturasi selama 15 menit pada 100⁰C dicampur dengan
IP (protein intraselular L. plantarum U10) (1:1, w/w), kemudian sampel 2;
proteinase K tanpa denaturasi dicampur dengan IP (1:1, w/w), sampel 3; IP tanpa
denaturasi, sampel 4; proteinase K (4 mg/uL) denaturasi selama 15 menit pada 100
⁰C, sampel 5; proteinase K (8 mg/uL) tanpa denaturasi. Sampel diinkubasi selama
24 jam pada 37 ºC. Aktivitas chaperon terdeteksi oleh aktivitas Proteinase K dan
ditunjukkan dengan pembentukan zona bening.

10
Isolasi Total RNA dan Analisis RT-PCR
Total RNA dari L. plantarum U10 diperoleh dengan menumbuhkan L.
plantarum U10 dalam medium MRS selama 13 jam pada 30 ºC. Setelah itu, sel
dipindahkan ke dalam media MRS segar kemudian diinkubasi pada kondisi yang
sama sampai OD 600 mencapai 0,6. Sampel dipanen dengan sentrifugasi pada
13000 x g. Perlakuan kejut panas dilakukan dengan menambahkan 1 mL MRS segar
pada pelet dan kemudian dipanaskan di 42 ºC selama 15 menit dan kontrol tanpa
perlakuan heat shock, kemudian dibiarkan pada suhu ruang selama 20 menit.
Langkah selanjutnya isolasi RNA mengikuti panduan Ribo Pure Bakteri Kit
Ambion (Lampiran 3). Kualitas sampel RNA diperiksa pada 1,2% agrose gel, dan
konsentrasi ditentukan secara spektrofotometri pada 260 nm. Sekitar 150 ng RNA
total yang digunakan dalam volume akhir 25 uL untuk sampel RT-PCR. Program
RT-PCR adalah sebagai berikut: 45 ºC, 30 menit (reaksi reverse transcriptase), 94
ºC, 5 menit; 94 ºC, 30 detik (denaturasi); 52 ºC, 1 menit (anealing); 72 ºC, 1 menit;
72 ºC, 5 menit (ekstensi). Fragmen PCR kemudian divisualisasikan pada gel
agarosa 1,2%.
Isolasi DNA Genom L. plantarum U10 dan L. acidophilus C9-9
Genom L. plantarum U10 dan L. acidophilus C9-9 diisolasi dengan
menggunakan metode Mustopa dan Fatimah (2014). L. plantarum U10 dan L.
acidophilus C9-9 ditumbuhkan di dalam media 5 mL MRS (de Man, Rogosa,
Sharpe) (Lampiran 1) dipanen pada fase stasioner dengan sentrifugasi pada
kecepatan 11000 x g selama 10 menit. Pelet yang didapatkan diresuspen dengan
540 µL bufer Tris-EDTA yang mengandung 5 mg/mL lisozim, kemudian
diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 ⁰C. Proses lisis sel dilanjutkan dengan
menambahkan 200 µL 10% sodium dedocyl sulfate, 100 µL 5M NaCl, dan 80 µL
10% CTAB kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 68 ⁰C. Campuran
tersebut ditambahkan kloroform dengan perbandingan 1:1, kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 23000 x g selama 10 menit. Sentrifugasi menghasilkan tiga fase
larutan dimana fase paling atas merupakan cairan bening yang mengandung
nukleotida untuk kemudian dipresipitasi dengan isopropanol. Pelet atau DNA yang
diendapkan disentrifugasi dan dikering-anginkan untuk menghilangkan sisa
alkohol. DNA dilarutkan dengan nuclease-free water yang telah mengandung 0.1
mg/mL RNAse. DNA disimpan pada suhu -20 ⁰C.
Kloning pGEM-T slpA dan pGEM-T sHSP
Kloning diawali dengan mendapatkan promotor slpA dari isolat
Lactobacillus acidophilus dengan kode isolat C9-9. Gen sHSP dari isolat
Lactobacillus plantarum dengan kode isolat U10. DNA genom dari isolat C9-9 dan
U10 digunakan sebagai template dalam amplifikasi menggunakan Polymerase
Chain Reaction (PCR). Promotor slpA dengan pasangan primer sHSP_NheI_F dan
sHSP_EcoRI_R. Gen sHSP dengan pasangan primer sHSP_EcoRI_F dan
sHSP_HindIII_R. Kondisi PCR disajikan dalam Tabel 3. Produk amplifikasi untuk
promotor slpA adalah 192 pb dan gen sHSP 423 pb. Promotor slpA dan gen sHSP
yang didapatkan kemudian dimurnikan menggunakan QIAquick® Gel Extraction
Kit (QIAGEN 2011). Hasil pemurnian DNA dapat dilihat secara kualitatif melalui
elektroforesis gel agarosa 2%. DNA yang telah murni kemudian diligasikan dengan
vektor pGEM-T® Easy (Promega). Promotor slpA dan Gen sHSP yang telah

11
terligasi dengan vektor pGEM-T kemudian diintroduksikan ke dalam E.coli TOP
10 (Sambrook et al. 2002). Vektor rekombinan pGEM-T_slpA dan pGEM-T_sHSP
dikonfirmasi dengan menggunakan PCR koloni, PCR plasmid dan sekuensing.
Karakteristik promotor slpA dan gen sHSP dilihat melalui homologi sekuen
nukleotida dan asam amino yang analisis menggunakan BLAST
(http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi) dan Bioedit versi 7.0.9.0 (Tom Hall).
Tabel 3 Kondisi reaksi PCR
Kondisi
sHsp
Pre-denaturasi
94 ⁰C ; 5 menit
Denaturasi
94 ⁰C ; 1 menit
Annealing
55 ⁰C ; 1 menit
Ekstensi
72 ⁰C ; 30 detik
Final Ekstensi
72 ⁰C ; 5 menit
Siklus
35

slpA
94 ⁰C ; 2 menit
94 ⁰C ; 15 detik
58,5 ⁰C ; 1 menit
72 ⁰C ; 45 detik
72 ⁰C ; 5 menit
35

slpA_sHSP
94 ⁰C ; 2 menit
94 ⁰C ; 15 detik
57,5⁰C ; 1 menit
72 ⁰C ; 45 detik
72 ⁰C ; 5 menit
35

Konstruksi Vektor Ekspresi dengan Fusi Promotor slpA dan Gen sHSP
Fusi gen dilakukan dengan merancang primer overlapping antara promotor
slpA dan gen penyandi sHSP. Proses PCR dilakukan tiga tahap, tahap pertama yaitu
amplifikasi promotor slpA dari template pGEM-T_slpA. Tahap kedua yaitu
amplifikasi gen sHSP template pGEM-T_sHSP. Tahap ketiga yaitu amplifikasi fusi
antara promotor slpA dan gen sHSP. Gen yang telah didapatkan kemudian
dimurnikan dengan QIAquick® Gel Extraction Kit. Gen yang telah murni kemudian
dipotong menggunakan enzim restriksi, sebanyak 5-15 ug DNA plasmid, 2 µL
larutan penyangga reaksi 10x (sesuai enzim yang digunakan), 1 µL enzim restriksi
(10 unit/µL) dan ddH2O hingga volume larutan menjadi 20 µL kemudian
diinkubasi pada suhu 37 ⁰C selama 2 jam. Enzim restriksi yang digunakan adalah
SalI-BglII untuk gen fusi, selain itu plasmid pNZ8148 juga dipotong menggunakan
enzim yang sama untuk memotong bagian kloramfenikolnya. Gen maupun plasmid
yang telah terpotong kemudian dimurnikan kembali sebelum dilakukan ligasi.
Ligasi antara insert dan vektor dengan perbandingan 3:1 hingga volume akhir 15 µl
dilakukan dengan menggunakan T4 DNA ligase (NEB) dan diinkubasi pada suhu
40C selama overnight.
Introduksi Hasil Ligasi ke dalam E.coli dan L.lactis
Transformasi E. coli dilakukan dengan metode Heat shock (Sambrook et
al. 2001). Pembuatan sel kompeten dilakukan dengan menumbuhkan E. coli TOP
10 di dalam 5 ml LB (Lampiran 4) pada inkubator goyang kecepatan 150 rpm pada
suhu 37 oC selama semalam. Selanjutnya 1 mL dari kultur yang diinkubasi selama
semalam dikultur kembali di dalam 100 mL LB pada suhu 37 oC pada inkubator
goyang dengan kecepatan 150 rpm. Pemanenan dilakukan saat OD600 ~0,4.
Sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 2700 x g pada suhu 4 ºC selama 10 menit.
Supernatan hasil sentrifugasi dipisahkan dari pelet, sebanyak 30 mL larutan
CaCl2-MgCl2 (80 mM MgCl2, 20 mM CaCl2) ditambahkan ke dalam pelet
hingga teresuspensi. Sentrifugasi kembali pada kecepatan 2700 x g pada suhu 4
ºC selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dipisahkan dari pelet. Setelah
tidak ada lagi sisa supernatan, maka dilakukan penambahan 2 mL 0,1 M CaCl2.

1

12
Selanjutnya sel kompeten ini ditransformasi. Transformasi dilakukan
dengan mencampurkan 100 µ L sel kompeten dengan 5 µL hasil ligasi. Kemudian
campuran tersebut diinkubasi di dalam es selama 30 menit, disusul dengan
dipanaskan di dalam water bath pada 42 oC selama 90 detik. Setelah pemanasan
selesai, dengan segera di pindahkan kedalam es dan diinkubasi selama2 menit.
Sebanyak 400 µ L LB ditambahkan ke dalam eppendof dan diinkubasi pada suhu
37 oC selama 2 jam. Proses selanjutnya adalah penumbuhan hasil transformasi
ke media LB agar yang telah ditambah 100 µg/mL ampisilin sebagai penanda
seleksi. Penumbuhan hasil transformasi dilakukan dengan teknik surface plate atau
spread plate. Sebanyak 100 µL hasil transformasi ditumbuhkan di atas medium
menggunakan triangle dryglass. Sel kompeten juga ditumbuhkan di LB agar yang
mengandung ampisilin sebagai kontrol positif dan tanpa ampisilin sebagai kontrol
negatif. Sel kompeten yang ditumbuhkan sebanyak 50 µL. Selanjutnya hasil
penumbuhan tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC selama 16 jam. PCR koloni
dilakukan terhadap transforman yang tumbuh. Koloni tunggal yang mengandung
plasmid dengan sisipan gen target ditumbuhkan pada media LB untuk kemudian
diisolasi plasmid rekombinan yang membawa gen target. Isolasi plasmid pada E.
coli dilakukan dengan menggunakan GenJET Plasmid Miniprep Kit (Thermo
Scientific). Plasmid yang didapatkan selanjutnya digunakan sebagai template dalam
PCR dan disekuensing untuk mengkonfirmasi gen yang telah disisipkan ke dalam
plasmid.
Vektor pNZ8148 yang telah membawa fusi promotor slpA dan gen sHSP
diintroduksikan ke inang L. lactis NZ3900 menggunakan metode elektroporasi.
Proses transformasi dilakukan dengan menggunakan Gene Pulser BIORAD
(MoBiTec). Preparasi sel elektrokompeten L. lactis NZ3900 dimulai dengan
menumbuhkan isolat ke dalam 100 µL M17 (Lampiran 5) yang mengandung 0.5 M
sukrosa, 2.5% glisin dan 0.5% glukosa. Kultur bakteri diinkubasi pada suhu 30 ⁰C
hingga mencapai OD 600 ~0.3, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 x
g selama 10 menit pada suhu 4 ⁰C. Pelet diresuspen dengan buffer pencuci (0.5 M
sukrosa dan 10% gliserol), kemudian disentrifugasi kembali selama 10 dengan
kecepatan 6000 x g pada suhu 4 ⁰C. Pelet diresuspeni dengan buffer inkubasi (0.5
M sukrosa, 10% gliserol dan 0.05 M EDTA), dan disimpan di dalam es selama 15
menit, kemudian disentrifugasi kembali. Pelet dicuci dengan buffer pencuci,
kemudian diresuspensi sebanyak 1 µL dengan buffer yang sama. Vektor
rekombinan dicampurkan ke dalam 100 µL sel kompeten, kemudian dimasukkan
ke dalam kuvet elektroda. Elektroforasi dilakukan dengan kondisi tegangan 2 kV,
kapasitas 25 µF dan hambatan 200 Ὠ. Sel bakteri yang sudah dielektroforasi
ditambahkan 400 µL media M17 yang mengandung 20 mM MgCl2, 2 mM CaCl2.
Selanjutnya, 100 µL hasil elektroporasi yang telah diinkubasi disebar pada media
M17 agar tanpa antibiotik yang diinkubasi pada suhu 41 ºC selama 24 jam
kemudian diiukuti dengan 30 ºC selama overnight (Tian et al. 2012). Koloni yang
tumbuh dan terseleksi kemudian dikonfirmasi dengan PCR koloni menggunakan
primer fusi untuk memastikan gen fusi promotor slpA dan gen sHSP yang berhasil
diintroduksikan ke dalam inang L. lactis.

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perlakuan Kejut Panas pada Profil Ekspresi
Protein L. plantarum U10
Karakterisasi gen small heat shock protein (sHSP) dilakukan dengan
memberikan perlakuan kejut panas pada L. plantarum U10. Tujuan dari perlakuan
ini adalah untuk melihat keragaman dan fungsi protein heat shock pada
pertumbuhan dan kelangsungan hidup L. plantarum U10. Bakteri L. plantarum U10
diberi perlakuan dengan inkubasi pada suhu yang berbeda yaitu 42 ⁰C (Delmas et
al. 2001 dan Guzzo et al. 1997). Pengaruh dari kejut panas (42 ⁰C) pada ekspresi
protein diamati selama 30 menit dan 45 menit. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa ekspresi protein dinyatakan dengan berat molekul yang beragam (18,16 kDa,
34 kDa, 40,48 kDa dan 51,93 kDa). Hasil SDS menunjukkan bahwa lama waktu
induksi perlakuan panas berpengaruh terhadap ekspresi protein. Waktu induksi
perlakuan panas yang lebih lama (45 menit) menunjukkan hasil ekpresi protein
berkurang apa bila dibandingkan dengan waktu induksi 30 menit, hal itu disebabkan
karena perbedaan pada waktu degradasi protein dalam sel (Gambar 5).

Gambar 5 Profil ekspresi protein intraseluler L. Plantarum U10 setelah perlakuan
kejut panas. Marker protein (kDa). Kontrol L. plantarum tanpa
perlakuan. Bakteri diinkubasi di 42 ⁰C selama 30 menit dan 45 menit
Pada penelitian ini ditemukan beberapa protein dari L. plantarum U10
setelah diberikan perlakuan suhu menjadi 42 ⁰C dengan massa protein berkisar
18,16 kDa sampai dengan 51,93 kDa, yang diprediksi sebagai kelompok heat shock
protein. Guzzo et al. 1997 melaporkan bahwa protein dari intraselular sel L. oenos
memiliki berat molekul yang beragam (75 kDa, 66 kDa, 64 kDa, 24 kDa, 18 kDa
dan 14,5 kDa) setelah diberi perlakuan panas dengan suhu 42 ⁰C, OD 0,4. Protein
dengan berat molekul 18 kDa menunjukkan ekspresi yang paling tinggi di bawah
tekanan panas dan asam. small Heat shock Protein (sHSP) dengan berat molekul
18 kDa memiliki peranan penting dalam adaptasi dan kelangsungan hidup bakteri
asam laktat terhadap tekanan lingkungan.
Kelangsungan hidup L. plantarum U10 setelah perlakuan panas ditampilkan
pada Tabel 4. Konfirmasi stres panas dalam mengurangi viabilitas atau kemampuan
hidup sel yang berdampak pada kuantitas protein, dilakukan dengan menghitung
jumlah koloni untuk setiap perlakuan. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa

14
tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan panas (3.3x1010
CFU uL/1 selama 30 menit induksi, dan 3.2x1010 CFU uL/1 selama 45 menit
induksi) apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol (3x1010 CFU uL/1). Hal
ini disebabkan karena suhu perlakuan yang diberikan tidak berbeda jauh dengan
suhu kontrol. Delmas et al. 2001 melaporkan bahwa pengaruh tekanan suhu 45 ⁰C
sampai 60 ⁰C terhadap sHSP Lo18 Oenococcus oeni dapat meningkatkan ketahanan
hidup bakteri Oenococcu oeni dibandingkan dengan kontrol (30 ⁰C). Hasil pada
penelitian ini menunjukkan bahwa ekspresi protein meningkat pada L. plantarum
U10 adalah karena efek perlakuan stres panas.
Tabel 4 Profil ekspresi protein intraseluler L. plantarum U10 setelah perlakuan
kejut panas. Populasi bakteri dihitung sebelum dan sesudah perlakuan
kejut panas dan ditampilkan sebagai CFU/ml
Perlakuan
Kontrol
Heat Shock 42 ⁰C, 30 min
Heat Shock 42 ⁰C, 45 min

CFU/mL
3.0x1010 CFU/mL
3.3x1010 CFU/mL
3.2x1010 CFU/mL

Ekspresi Gen dari Kejut Panas L. plantarum U10 dan Uji Aktivitas Chaperon
Lactobacillus plantarum U10 merupakan bakteri asam laktat yang diisolasi
dari Tempoyak. Fiacco et al. 2007 menyatakan bahwa peranan sHSP dalam
adaptasi dan kelangsungan hidup BAL di bawah kondisi tekanan tertentu, seperti
stres abiotik panas, dingin, dan etanol sangat berdampak pada tingkat ekspresi dari
mRNA sHSP dan juga kuantitas produksi sHSP. Hasil karakterisasi menunjukkan
adanya protein dengan ukuran 18.16 kDa yang diperkirakan merupakan protein
sHSP. Selain itu, konfirmasi dilakukan dengan Reverse transcriptase-PCR pada
tingkat ekspresi mRNA sHSP. RNA hasil isolasi dari L. plantarum U10 kemudian
dijadikan cetakan untuk RT-PCR. Ekspresi dari gen penyandi sHSP dari L.
plantarum U10 diekspresikan setelah suhu lingkungan pertumbuhan sel menjadi 42
⁰C. Hasil RT-PCR menunjukkan terdapat pita dengan ukuran 423 pb (sHSP) dan
tidak ada pita yang berhubungan dengan sHSP pada kontrol. Kontrol pada
perlakuan ini tanpa kejut