Upaya Peningkatan Kualitas Sensori Dan Preservasi Dangke Susu Sapi Dengan Penambahan Lemak Susu Dan Supernatan Lactobacillus Plantarum (Lactococcus Lactis Fncc 0086)

(1)

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SENSORI DAN

PRESERVASI

DANGKE

SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN

LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN

Lactobacillus plantarum

(

Lactococcus lactis

FNCC 0086)

NINING ARINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa berjudul Upaya Peningkatan Kualitas Sensori dan Preservasi Dangke Susu Sapi dengan Penambahan Lemak Susu dan Supernatan Lactobacillus plantarum (Lactococcus lactis FNCC 0086) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Nining Arini NIM B261120021

_________________________

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.


(4)

NINING ARINI. Upaya Peningkatan Kualitas Sensori dan Preservasi Dangke Susu Sapi dengan Penambahan Lemak Susu dan Supernatan Lactobacillus plantarum (Lactococcus lactis FNCC 0086). Dibimbing oleh MIRNAWATI B SUDARWANTO, IDWAN SUDIRMAN, dan AGUSTIN INDRAWATI

Dangke merupakan makanan tradisional masyarakat Enrekang, Sulawesi Selatan yang terbuat dari susu kerbau. Akhir-akhir ini dangke susu kerbau sulit diperoleh di pasaran seiring dengan menurunnya populasi kerbau. Oleh karena itu

dangke dibuat dari susu sapi yang ketersediaannya melimpah. Namun dangke

susu kerbau masih tetap disukai karena memiliki rasa yang lebih gurih serta tekstur yang lebih lembut, lebih kenyal, dan tidak lengket saat ditelan. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak dan protein susu kerbau lebih tinggi dibanding susu sapi. Ketersediaan dangke susu sapi yang melimpah memiliki kendala masa simpan yang pendek, sehingga sulit menjangkau wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu dilakukan suatu upaya peningkatan kualitas sensori dan masa simpan dangke susu sapi dengan penambahan lemak susu sapi (1% dan 2%) dan supernatan L. plantarum (Lactococcus lactis FNCC 0086). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai nutrisi dangke susu kerbau dan dangke susu sapi yang telah diperkaya dengan lemak susu 1% dan 2%, mengetahui kadar hambat minimum supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang ditambahkan ke dalam dangke, mengetahui pengaruh supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang ditambahkan ke dalam dangke terhadap pertumbuhan bakteri patogen (Staphylococcus aureus 25923 and Escherichia coli ATCC 25922), dan mengetahui kualitas sensori (warna, aroma, tekstur, dan rasa) dan masa simpan dangke setelah ditambahkan lemak susu sapi (1% and 2%) dan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) pada suhu ruang.

Nilai nutrisi dangke yang dianalisis adalah kadar abu, air, karbohidrat, protein, lemak, dan nilai pH. Data hasil analisis kadar nutrisi dikaji secara deskriptif. Kadar hambat minimum ditentukan berdasarkan konsentrasi terendah supernatan yang menunjukkan tidak ada pertumbuhan pada media uji. Data pertumbuhan bakteri patogen pada dangke susu sapi dianalisis menggunakan uji ANOVA dengan pola faktorial 2x2, dengan faktor pertama adalah penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) (tanpa atau dengan penambahan supernatan) dan faktor kedua adalah penambahan lemak susu sapi 1% dan 2% (v/v) yang diobservasi pada hari ke-0, 2, 4, 6, dan 8. Hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan analisis statistik menggunakan uji Duncan. Uji organoleptik terhadap kualitas warna, aroma, tekstur, dan rasa dangke dilakukan oleh 9 orang panelis semi terlatih. Uji Perbandingan Pasangan menggunakan pembanding dangke susu kerbau dan hasilnya dianalisis dengan uji Wilcoxon Signed Rank. Uji Skoring untuk menguji masa simpan dangke susu sapi dilakukan setiap hari sampai terdeteksi penyimpangan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Hasil uji Skoring dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Mann Whitney U Test.


(5)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terbukti mampu menekan pertumbuhan S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922secara in vitro pada kadar hambat minimum 10%. Aplikasi supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap dangke susu sapi menunjukkan penghambatannya hanya terhadap E. coli ATCC 25922. Penambahan lemak susu ke dalam dangke terbukti meningkatkan kandungan lemak di dalamnya. Besarnya peningkatan kadar lemak juga ditentukan oleh teknik pembuatan dangke. Berdasarkan uji Wilcoxon Sign Rank, penambahan lemak susu sapi 1% dan 2% ke dalam dangke susu sapi jika dibandingkan dengan dangke susu kerbau, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal warna dan tekstur. Dangke yang terbuat dari susu kerbau memiliki kualitas warna yang lebih putih dan tekstur yang lebih padat dan kenyal. Hal tersebut disebabkan kandungan beta karoten susu kerbau lebih rendah dan protein susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Namun penambahan lemak susu sapi ke dalam dangke susu sapi mampu meningkatkan kualitas yang signifikan pada aroma dan rasa dangke susu sapi hingga setara dengan dangke susu kerbau.

Penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) ke dalam dangke susu sapi terbukti menambah masa simpan dangke susu sapi pada suhu ruang sampai 2 hari. Dangke susu sapi tanpa penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) hanya bertahan sampai satu hari (24 jam). Hal tersebut ditunjukkan dari terdeteksinya rasa basi, kehadiran lendir, dan aroma amoniak. Penambahan lemak susu sapi (1% dan 2%) ke dalam dangke susu sapi terbukti meningkatkan kualitas aroma dan rasa dangke susu sapi sehingga setara dengan dangke susu kerbau. Oleh karena itu supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dapat dijadikan agen biopreservasi dangke susu sapi dan penambahan lemak susu sapi dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan kualitas aroma dan rasa dangke susu sapi.

Kata kunci: dangke, kadar hambat minimum (KHM), kualitas sensori, lemak susu sapi, L. plantarum (L. lactis FNCC 0086)


(6)

NINING ARINI. Improvement Efforts of Sensory Quality and Preservation Cow’s Milk Dangke with Addition of Cow’s Milk Fat and Lactobacillus plantarum (Lactococcus lactis FNCC 0086) supernatant. Under supervision of MIRNAWATI B SUDARWANTO, IDWAN SUDIRMAN, and AGUSTIN INDRAWATI

Dangke is a traditional food Enrekang districts in South Sulawesi made from buffalo milk. Lately buffalo’s milk dangke began to decrease in the market while cow's milk dangke increase with the number of cattle. Buffalo’s milk

dangke have taste more savory and smoother texture, more tender, and not sticky when ingested. It is caused by the higher of buffalo milk fat than cow milk. The aims of the study are to measure nutrient levels of buffalo’s milk dangke and cow's milk dangke with enriched by cow's milk fat, determine the minimum inhibitory concentration (MIC) of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus 25923 and Escherichia coli ATCC 25922 (test bacteria), determine the effect of the additional of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant and cow's milk fat into dangke against the growth of test bacteria, and determine the sensory quality (colour, flavour, texture, and taste) after the addition of fat (1% and 2%), L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant, and storage at room temperature.

The nutrient contents are water, ash, carbohydrate, protein, fat, and pH. The data was analyzed by descriptive statistic. Minimum inhibitory concentration is determined based on the lowest concentration of the supernatant that show no growth in the media. Data of pathogenic bacteria growth were analyzed with ANOVA test with a 2x2 factorial design, which 1st factor was the addition of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant (with or without addition of supernatant) and the second factor was the addition of fat content (1% and 2%) and time observations were made on days 0, 2nd, 4th, 6th, and 8th. The results of the bacteria growth show significantly different, and it will be continued by using Duncan test. The paired comparison tests were used to determine sensory quality of cow's milk dangke and it was to be analyzed by Wilcoxon Signed Rank test. The scoring test were used to determine sensory quality of cow's milk dangke during storage at room temperature and it was to be analyzed by Kruskal Wallis test.

The results show addition of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant is able to suppressing the growth of S. aureus ATCC 25923 and E. coli ATCC 25922 in vitro with the minimum inhibitory concentration was 10%. The application of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant added into cow's milk dangke show able to inhibiting only against E. coli ATCC 25922. The addition of milk fat into dangke show to increasing the fat content of dangke. The increasing of fat content was also determined by the technique of dangke manufacture. Based on Wilcoxon Sign Rank, the addition of cow’s milk fat 1% and 2% into cow's milk dangkewhen compared to buffalo’s milk dangke, show a significant difference in colour and texture. Dangke made from buffalo milk has a


(7)

whiter colour and more dense and chewy in texture. It’s caused by beta-carotene is lower and buffalo milk protein is higher. But the addition of cow's milk fat into cow's milk dangke is able to improve significantly the quality of the flavour and taste of cow’s milk dangke up to equal with buffalo’s milk dangke.

The addition of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant into the cow's milk dangke able to enhance self life of cow's milk dangke until to 2 days at room temperature. Cow's milk dangke without the addition of L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant has only one day (±24 hours). That is shown on the detection of stale taste, the presence of mucus, and the smell of ammonia. The addition of fat milk (1% and 2%) into cow's milk dangke has able to improve the flavour and taste of cow's milk dangke so that equivalent with buffalo’s milk dangke. Therefore the L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant can be used as biopreservative agents for cow's milk dangke and cow's milk fat can be used as a solution to improve the flavour and taste of cow's milk dangke.

Key words: cow’s milk fat, dangke, L. plantarum (L. lactis FNCC 0086), minimum inhibitory concentration (MIC), sensory quality


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SENSORI DAN

RESERVASI

DANGKE

SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN

LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN

Lactobacillus plantarum

(

Lactococcus lactis

FNCC 0086)

NINING ARINI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc 2. Prof Dr Ir Tatik Khusniati, MAppSc

Penguji pada Ujian Promosi: 1. Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc 2. Prof Dr Ir Tatik Khusniati, MAppSc


(11)

(12)

(13)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan studi dan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi/Mayor Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rosululloh Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya. Penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Prof Dr Drh Mirnawati B Sudarwanto selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr Drh Idwan Sudirman, dan Ibu Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar, setia dan tulus dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan semangat serta rela mengorbankan waktu selama penelitian, proses pembimbingan sampai penulisan. Dengan penuh rasa hormat penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc dan Ibu Prof Dr Ir Tatik Khusniati, MAppSc selaku penguji luar komisi yang telah meluangkan waktu untuk menelaah disertasi ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku Ketua Program Studi Kesmavet serta seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner beserta tenaga kependidikan yang telah mencurahkan waktu, tenaga, pikiran dan turut membantu serta mendukung secara penuh dan konsisten dalam menyampaikan ilmu, bimbingan dan arahan selama penulis menempuh pendidikan sehingga studi dan penelitian penulis dapat diselesaikan dengan baik.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada tenaga penunjang pendidikan Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Pak Hendra, Pak Muadin, Bu Yayah, Pak Agus), Sekolah Pascasarjana, Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen dan staf Laboratorium SEAFAST dan PAU (Mbak Ari, Mas Yeris, Pak Taufik), staf Laboratorium Pengujian Pangan ITP, staf Laboratorium Organoleptik (Mba Ebi) Fakultas Peternakan IPB, seluruh panelis yang telah membantu pelaksanaan uji organoleptik, dan Ibu Halimatus Sya’diah. Rasa cinta dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta Andi Rianto dan ananda Ahmad Hafy, almarhum ayahanda (Suganda), ibunda (Sutini), kakak dan adik-adik yang dengan ikhlas memberikan dorongan, fasilitas, semangat, dan doa.

Akhir kata dengan segala ketulusan dan kerendahan hati tulisan ini dipersembahkan kepada kedua orang tua tercinta almarhum Ugan Suganda dan Utin Sutini. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Semoga bantuan, dukungan, dorongan, dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Alloh SWT. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun pada masa mendatang. Semoga ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia.

Bogor, April 2016


(14)

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Keterbaharuan 1.6 Hipotesis Penelitian

1 1 2 2 3 3 3 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dangke 2.2 Susu

2.3 Lactobacillus plantarum Penghasil Asam Laktat 2.4 Bakteri Pencemar

2.4.1 Staphylococcus aureus 2.4.2 Escherichia coli

5 5 6 8 9 9 10 3 METODOLOGI UMUM

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2 Waktu dan Tempat

3.3 Bahan dan Alat 3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Rekultur, Reidentifikasi, dan Preparasi Supernatan 3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri dan Penentuan Kadar Hambat

Minimum (KHM) 3.4.3 Pembuatan Dangke 3.4.4 Analisa Proksimat Dangke 3.4.4.1 Penentuan Kadar Air 3.4.4.2 Penentuan Kadar Lemak 3.4.4.3 Penentuan Kadar Protein

3.4.4.4Kadar Abu

3.4.5 Penambahan Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) sebagai Biopreservasi

3.4.6 Mengukur Kadar Lemak dalam Krim 3.4.7 Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Uji 3.4.8 Analisis Sensori

3.5 Analisis Data

11 11 11 11 12 12 13 13 13 13 14 14 15 15 15 16 16 16 4 KADAR NUTRISI DANGKE SUSU KERBAU DAN DANGKE SUSU

SAPI YANG DITAMBAHKAN LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN Lactobacillus plantarum (L. lactis FNCC 0086)

4.1 Pendahuluan 4.2 Metode Penelitian 4.3 Hasil dan Pembahasan 4.4 Simpulan 18 18 19 19 24


(16)

5.1 Pendahuluan 5.2 Metode Penelitian 5.3 Hasil dan Pembahasan 5.4 Simpulan

25 26 28 36 6 UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SENSORI DAN

PRESERVASI DANGKE SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN LEMAK SUSU DAN SUPERNATAN Lactobacillus plantarum (L. lactis FNCC 0086)

6.1 Pendahuluan 6.2 Metode Penelitian 6.3 Hasil dan Pembahasan 6.4 Simpulan

37 37 38 39 48

7 PEMBAHASAN UMUM 49

8 SIMPULAN DAN SARAN 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

63 77

DAFTAR TABEL

1.1 Kandungan nutrisi susu sapi dan susu kerbau 6

1.2 Perbedaan komposisi nutrisi susu sapi dan susu kerbau 7

1.3 Komponen senyawa bioaktif susu dan fungsinya 8

4.1 Hasil analisis proksimat dangke susu sapi dengan penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan lemak 0%, 1%,

dan 2% 20

4.2 Hasil pengukuran kadar nutrisi pada beberapa jenis keju setelah penambahan L. plantarum dan atau lemak susu 23 5.1 Hasil pengamatan penentuan nilai kadar hambat minimum (KHM)

supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap S. aureus

ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25921 31

5.2 Pengaruh interaksi penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan waktu inkubasi dangke terhadap jumlah koloni

S. aureus ATCC 25923 (Log cfu) 32

5.3 Pengaruh interaksi kadar lemak dengan waktu inkubasi dangke terhadap jumlah koloni S. aureus ATCC 25923 (Log cfu) 33 5.4 Pengaruh interaksi antara penambahan supernatan L. plantarum

(L. lactis FNCC 0086), lemak susu sapi dan waktu terhadap jumlah

koloni E. coli ATCC 25922 pada dangke 34

5.5 Studi penghambatan L. plantarum terhadap S. aureus dan E. coli

dari beberapa hasil penelitian 36


(17)

dibandingkan dengan dangke susu kerbau 39

6.2 Hasil uji perbandingan pasangan 39

6.3 Hasil uji skoring dangke susu sapi 42

6.4 Rata-rata skor hasil uji skoring 43

6.5 Beberapa mikrob perusak yang biasa tumbuh pada susu dan produk

olahannya 47

DAFTAR GAMBAR

2.1 Dangke yang sudah dibungkus daun pisang 5

2.2 Morfologi A. S. aureus; B. E. coli; C. L. plantarum 10

3 Diagram alir tahapan penelitian 17

5.1 Hasil pewarnaan Gram dan uji katalase L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922 29 5.2 Hasil identifikasi L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) menggunakan uji

API 50 CHL 30

5.3 Pengaruh interaksi penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan waktu inkubasi dangke terhadap jumlah koloni S. aureus ATCC 25923

32 5.4 Pengaruh interaksi penambahan lemak dengan waktu inkubasi dangke

terhadap jumlah koloni S. aureus ATCC 25923 33

5.5 Pengaruh interaksi supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan waktu terhadap pertumbuhan E. coli ATCC 25922 35 5.6 Pengaruh interaksi penambahan lemak susu sapi dengan waktu

terhadap pertumbuhan E. coli ATCC 25922 35

7.1 Struktur papain 49

7.2 Proses penggumpalan protein susu oleh papain 50

7.3 Mikrografik tipe curd keju mozzarella pada skala 10 μm dan

pembesaran 63X 51

7.4 Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam laktat 52

7.5 Diagram pertumbuhan mikrob pada sampel keju 54

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji anova terhadap jumlah koloni S. aureus ATCC 25923 dan uji

Duncan sebagai uji lanjut 63

2 Hasil uji anova terhadap jumlah koloni E. coli ATCC 25922 dan uji

Duncan sebagai uji lanjut 65

3 Lembar seleksi peserta panelis uji organoleptik 68

4 Foto dangke yang diuji organoleptik 69

5 Lembar uji perbandingan pasangan dangke 70


(18)

Fakultas Kedokteran Hewan Udayana

10 Surat keterangan penerbitan jurnal internasional penerbit Science Alert untuk diterbitkan pada International Jurnal of Dairy Science Pakistan 76


(19)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dangke adalah sejenis makanan bergizi yang dibuat dari susu kerbau secara tradisional. Dangke merupakan makanan tradisional bagi masyarakat kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Dangke susu sapi memiliki kandungan nutrisi yang tinggi antara lain protein 23.8%, lemak 14.8%, kadar air 55%, dan kadar abu 2.1% (Hatta et al. 2013). Untuk menghasilkan sebuah dangke berukuran setengah tempurung kelapa dibutuhkan sekitar 1.25–1.50 liter susu segar. Produk dangke yang dihasilkan bergantung pada jenis susu dan getah pepaya yang digunakan. Pembuatan dangke dilakukan melalui proses pemanasan susu, penggumpalan dan selanjutnya dikemas menggunakan daun pisang. Rata-rata produksi dangke susu kerbau hanya menghasilkan 3 buah dangke/ekor/hari karena produktivitas susu hanya 5 liter/ekor/hari (Baba et al. 2012).

Saat ini pembuatan dangke difokuskan pada susu sapi. Data produsen dangke yang tercatat pada Januari 2008 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 256 unit usaha pengolah dangke di Enrekang, Sulawesi Selatan (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Enrekang 2009 dalam Baba et al. 2012). Sejak tahun 2008 hingga pertengahan tahun 2009, tercatat angka produksi susu di Enrekang yaitu 3.287–3.376 liter/hari. Jika diasumsikan untuk menghasilkan sebuah dangke dibutuhkan 1.5 liter susu segar, berarti sekitar 2000 dangke di produksi setiap harinya. Saat ini pemasaran dangke tidak hanya di daerah Sulawesi Selatan, tetapi bahkan sampai ke Kalimantan, Jakarta, Papua, Malaysia, dan daerah-daerah dimana komunitas masyarakat Enrekang berada. Salah satu kendala yang dialami dalam pengembangan makanan tradisional tersebut adalah keragaman kualitas produk yang dihasilkan oleh masyarakat. Selain itu juga masa simpan produk yang masih cukup singkat sehingga pemasarannya relatif sulit menjangkau wilayah yang lebih luas. Dangke memiliki pH 6.4 dan umumnya dapat tahan selama 5–7 hari dalam suhu refrigerator (Hatta et al. 2013).

Kontaminasi dangke dapat terjadi akibat adanya bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Staphylococcus aureus dalam jumlah 6–8 log cfu mL-1 dapat menghasilkan enterotoksin (Suwito 2010). Enterotoksin menyebabkan intoksikasi dengan gejala mual dan muntah. Enterotoksin tahan selama 30 menit pada suhu 110 oC. Beberapa serotipe E. coli menyebabkan diare pada anak-anak dan orang dewasa terutama di negara berkembang. Dilaporkan bahwa level kontaminasi dangke susu sapi oleh bakteri E. coli sebesar 73% (Hatta et al. 2013). Pemeriksaan terhadap keju berdasarkan Standar Nasional Indonesia No 7388 tahun 2009 (SNI 2009) bahwa batas maksimal kandungan E. coli adalah 1 log cfu g-1 dan S. aureus adalah 2 log cfu g-1.

Bakteri asam laktat (BAL) telah lama dimanfaatkan sebagai kultur starter dalam fermentasi daging, susu, sayuran dan buah-buahan. Kelompok BAL tersebut dalam produk pangan berperan sebagai pengawet alami. Senyawa aktif yang dihasilkan oleh BAL mampu menghambat pertumbuhan mikrob patogen dan pembusuk pada bahan makanan, sehingga dapat memperpanjang masa simpan


(20)

produk pangan. Senyawa-senyawa antimikrob yang dihasilkan BAL antara lain: asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin (Janingrum 2002).

Dilaporkan bahwa Lactobacillus menghasilkan senyawa antibakteri (Napitupulu et al. 2000; Sa´nchez et al. 2002; Iyapparaj et al. 2013). Supernatan hasil fermentasi oleh Lactobacillus dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Streptococcus, S. aureus, dan E. coli. Khoiriyah et al. (2014) juga melaporkan bahwa supernatan yang sudah disimpan selama 6 bulan memiliki kemampuan antibakterinya tidak berubah. Hasil penelitian yang dilaporkan Razak et al. (2010) menunjukkan bahwa L. plantarum memiliki kemampuan antibakteri dalam dangke. Wijayanto (2009) melaporkan bahwa L. plantarum 1A5 merupakan bakteri yang mampu bertahan hidup melalui uji in vitro pada pH lambung (pH 2), pH usus (pH 7.2) dan garam empedu (0.3 %).

1.2 Perumusan Masalah

Dangke merupakan makanan khas masyarakat Enrekang, Sulawesi Selatan yang terbuat dari susu kerbau. Seiring dengan populasi kerbau yang semakin menurun, akhir-akhir ini produk dangke susu kerbau mulai berkurang di pasaran. Pemerintah daerah Enrekang mengupayakan peningkatan peternakan sapi untuk memenuhi kebutuhan susu. Peningkatan peternakan sapi mendorong peningkatan produksi dangke susu sapi yang menjadi makanan favorit masyarakat Enrekang baik yang berdomisili di wilayah Enrekang maupun di luar Enrekang. Walaupun demikian dangke susu kerbau masih lebih disukai khususnya oleh masyarakat Enrekang. Hatta et al. (2013) melaporkan bahwa dibandingkan dengan dangke susu sapi, rasa dangke susu kerbau lebih gurih dan teksturnya lebih halus, lebih empuk, dan tidak lengket saat ditelan. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak susu kerbau lebih tinggi dari susu sapi (kadar lemak susu kerbau 8.27, susu sapi 4.08) (Hussain et al. 2012). Walaupun demikian dangke susu sapi memiliki keunggulan dalam hal warna dan aroma. Dangke susu sapi lebih putih kekuningan serta aromanya lebih khas aroma susu. Salah satu kendala yang dialami dalam pengembangan dangke susu sapi adalah masa simpan produk yang masih cukup singkat. Dangke memiliki pH 6.4 dan umumnya dapat tahan selama 5–7 hari dalam suhu refrigerator. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas sensori dangke susu sapi agar setara dengan dangke susu kerbau dan memperpanjang masa simpan dangke.

1.3Tujuan Penelitian Penelitian ini disusun dengan tujuan:

1. Mengetahui kadar nutrisi dangke susu sapi setelah penambahan lemak susu sapi 1% dan 2%.

2. Meningkatkan kualitas sensori dangke susu sapi dengan penambahan krim susu sapi agar memiliki rasa dan tekstur yang sebanding dengan dangke susu kerbau.


(21)

3. Mendapatkan suatu formulasi yang tepat dan aplikatif dari supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) untuk memperpanjang masa simpan dangke susu sapi.

4. Mengkonfirmasi adanya aktivitas antibakteri dari L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap beberapa bakteri patogen (S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922), serta menentukan kadar hambat minimum (KHM) supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086).

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain: menghasilkan dangke susu sapi dengan kualitas sensori yang sebanding dengan dangke susu kerbau, mendapatkan suatu formulasi biopreservasi dari supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) untuk memperpanjang masa simpan dangke susu sapi, dan mengkonfirmasi adanya aktivitas antibakteri dari supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) terhadap beberapa bakteri patogen (S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922), serta memperoleh kadar hambat minimum (KHM) dari supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086).

1.5Keterbaharuan

Peningkatan jumlah ternak sapi menyebabkan produksi susu sapi yang lebih banyak dibandingkan dengan susu kerbau. Dangke susu sapi merupakan produk olahan susu tradisional dapat membantu penyediaan pangan tinggi protein. Dangke susu sapi jika dibandingkan dengan dangke susu kerbau, memiliki keunggulan dalam hal warna dan aroma, namun memiliki rasa dan tekstur yang kurang disukai. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak susu sapi lebih rendah dibandingkan dengan susu kerbau.

Keterbaharuan penelitian ini antara lain:

1. Menghasilkan dangke susu sapi dengan kualitas sensori yang sebanding dengan dangke susu kerbau.

2. Dangke susu sapi yang mempunyai masa simpan yang lebih panjang tanpa mengubah kualitas sensori dan aman bagi kesehatan sehingga lebih disukai masyarakat.

3. Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) memperpanjang masa simpan dangke susu sapi.

1.6Hipotesis Penelitian

1. Diduga penambahan kadar lemak susu sapi mempengaruhi cita rasa dan tekstur dangke susu sapi.

2. Diduga penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dapat memperpanjang masa simpan dangke susu sapi.


(22)

3. Diduga penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji (S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922).


(23)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dangke

Dangke adalah makanan bergizi yang dibuat secara tradisional dari susu kerbau. Dangke merupakan indigenous product bagi masyarakat kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Dangke telah dikenal sejak sebelum tahun 1905. Nama dangke berasal dari bahasa Belanda, sewaktu orang Belanda melihat jenis makanan tersebut, mereka mengatakan “dank u well” yang artinya terima kasih. Rakyat Enrekang menduga itulah nama makanan tersebut dan menyebutnya dengan nama dangke. Dangke juga dapat dibuat dari susu sapi. Khususnya di Kabupaten Enrekang, susu sapi dan kerbau segar yang diperah sebagian besar diperuntukkan untuk pembuatan dangke dalam skala usaha rumah tangga.

Gambar 2.1 Dangke yang sudah dibungkus daun pisang

Dangke termasuk jenis keju tanpa pemeraman (non ripened cheese) dengan getah pepaya sebagai bahan penggumpal. Papain yang terdapat pada getah papaya (Carica papaya L) merupakan enzim proteolitik (Yuniwati et al. 2008; Mahajan dan Chaudhari 2014). Semua bagian papaya seperti buah, daun, tangkai daun, dan batang mengandung papain, dan yang paling banyak adalah buahnya. Dangke memiliki kadar air 63.83% sehingga dangke digolongkan ke dalam keju lunak (soft cheese) karena kandungan airnya yang lebih dari 40%. Hasil penelitian Aras (2009) bahwa dangke memiliki kadar lemak 24.51%, protein 17.16%, laktosa 12.65%, dengan nilai pH 6.00.

Papain dalam getah pepaya diperoleh dengan cara menggores buah pepaya hingga getah keluar, kemudian ditampung dan dikeringkan. Buah pepaya yang masih melekat di pohon digores memanjang dari pangkal sampai ujung buah dengan kedalaman kurang lebih 2 mm. Banyak goresan tiap kali penyadapan adalah 4 kali goresan. Getah ditampung dalam cawan untuk kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 50–60 oC selama 24 jam. Agar diperoleh hasil yang maksimal, sebaiknya penyadapan dilakukan pagi hari sebelum pukul 08.00. Buah pepaya yang dipilih berumur 2.5 sampai 3 bulan (Yuniwati et al. 2008).

Enzim papain tergolong protease sulfihidril. Aktivitasnya bergantung pada adanya gugus sulfhidril pada sisi aktifnya. Enzim ini dapat dihambat oleh senyawa oksidator, alkilator, dan logam berat. Sifat enzim papain antara lain dapat bekerja secara optimum pada suhu 60–80 oC dan pH 6–8 (Ding et al. 2003). Aktivitas papain juga dipengaruhi oleh umur dan jenis varietas pepaya yang digunakan. Konsentrasi papain sangat berpengaruh terhadap kadar protein produk yang dihasilkan. Dibutuhkan beberapa kali percobaan untuk mendapatkan konsentrasi papain yang tepat agar dangke yang dihasilkan tidak pahit.


(24)

2.2 Susu

Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu hewan mamalia. Dilihat dari kandungan gizinya, susu mengandung lemak, protein, laktosa dan mineral. Susu merupakan makanan alami yang dapat dijadikan sumber gizi sekaligus pelengkap pola makan sehat dan seimbang. Pola gizi seimbang inilah yang kini dianggap lebih ideal untuk mendapatkan gizi yang sehat (Winarno dan Fernandez 2007). Komposisi susu sangat beragam bergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak, waktu laktasi dan pakan ternak. Selain itu, komposisi susu dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti penambahan air atau bahan lain dan aktivitas bakteri (Buckle et al. 2007). Hussain et al. (2012) melaporkan komposisi susu sapi dan kerbau (Tabel 1). Protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kasein yang dapat diendapkan oleh asam dan renin, dan protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu sekitar 65 oC. Kasein dalam susu jumlahnya mencapai sekitar 80% dari total protein. Kasein terdapat dalam bentuk kasein-kalsium yaitu senyawa kompleks dari kasein-kalsium fosfat dan terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut misel. Kasein terdiri atas komponen protein alpha, beta, gamma dan kappa kasein. Apabila lemak dan kasein dihilangkan dari susu, air sisanya dikenal sebagai whey. Sekitar 0.5–0.7% dari bahan protein yang dapat larut tertinggal dalam whey yaitu laktalbumin dan laktoglobulin. Laktalbumin berjumlah kira-kira 10% dari total protein susu dan jumlahnya kedua terbesar setelah kasein.

Tabel 1.1 Kandungan nutrisi susu sapi dan susu kerbau (Hussain et al. 2012)

Karakteristik Susu sapi (%) Susu kerbau (%)

Lemak 4.08±0.06 8.27±0.38

Kasein 2.64±0.17 3.82±0.20

Laktosa 4.50±0.08 4.80±0.12

Abu 0.68±0.09 0.72±0.06

pH (25 °C) 6.70±0.02 6.80±0.02

Total kalsium (mg 100 mL-1) 115±08 205±08

Ukuran misel kasein (nm) 180±3 190±3

Ukuran globul lemak (μm) 3.55±0.10 5.05±0.20

Sebagian besar lemak susu sapi tersusun atas trigliserida. Komposisi lainnya adalah fosfolipid, glikolipid, monogliserida, dan digliserida, sterol bebas, dan asam lemak bebas. Sekurang-kurangnya lima puluh macam asam lemak yang berbeda ditemukan dalam lemak susu. Asam lemak tersebut 60–75% bersifat jenuh, 5–30% tidak jenuh, dan 4% merupakan asam lemak polyunsaturated. Asam lemak yang paling banyak adalah asam miristat, palmitat, dan stearat. Asam lemak tak jenuh yang utama adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Asam butirat dan kaproat merupakan asam lemak dalam jumlah yang sedikit (Daulay 1991).

Lemak susu berbentuk butiran (globul) dengan diameter yang berbeda-beda untuk setiap spesies. Hussain et al. (2012) melaporkan diameter globul lemak susu sapi dan kerbau berturut-turut adalah 3.55 ± 0.10 μm dan 5.05 ± 0.20 μm (Tabel 1). Globul lemak dikelilingi oleh membran yang tersusun atas kolesterol, enzim, glikoprotein, dan glikolipid. Barlowska et al. (2011) melaporkan bahwa


(25)

susu kerbau memiliki kandungan kolesterol, asam palmitat (C 16:0), satturated fatty acid (SFA), dan polyunsatturated fatty acid (PUFA), kalsium, fosfor, potasium, zink, dan magnesium yang lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi (Tabel 1.2). Susu kerbau memiliki kadar nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi dalam hal kandungan asam miristat, zat besi, dan mangan. Tabel 1.2 Perbedaan komposisi mikronutrisi susu sapi dan susu kerbau

(Barlowska et al. 2011)

Karakteristik Susu sapi Susu kerbau

Kolesterol mg/100 g 31.4 10.24

Asam palmitat (%) 32.24 12.58

Asam miristat (%) 11.24 28.02

SFA (%) 71.24 65.86

PUFA (%) 3.20 2.67

Kalsium (mg/100 g) 122 112

Fosfor (mg/100 g) 119 99

Potasium (mg/100 g) 152 92

Magnesium (mg/100 g) 12 8

Zink (μg/100 g) 530 410

Zat besi (μg/100 g) 80 161

Perbedaan kandungan dan kadar mikronutrisi susu kerbau dan susu sapi menyebabkan perbedaan kualitas nutrisi dan sensori produk olahan susu misalnya keju. Keju yang terbuat dari susu kerbau memiliki tekstur yang lebih kenyal dan rasa yang lebih enak dibandingkan dengan keju yang terbuat dari susu sapi. Lemak pada susu merupakan sumber dari sebagian komponen-komponen pembentuk citarasa, aroma, rasa, dan kelembutan keju. Keju yang dibuat dari susu tanpa lemak, umumnya memiliki tekstur yang keras dan tidak membentuk cita rasa tipikal keju yang diharapkan. Susu skim yang diperoleh melalui pemisahan krim secara manual masih mengandung lemak sebanyak 1.0–1.75%, sehingga beberapa jenis keju (misalnya blue Vinney) yang dibuat dari jenis susu ini dapat membentuk cita rasa tipikal keju. Keju yang dibuat dari susu skim yang dipisahkan dengan menggunakan mesin separator krim (kadar lemak 0.1–0.2%) tidak mempunyai citarasa selain cita rasa laktat digolongkan ke dalam keju lunak.

Susu mengandung berbagai senyawa bioaktif yang diproduksi secara enzimatis saat proses pencernaan dalam tubuh. Senyawa bioaktif dapat berfungsi sebagai proteksi terhadap enteropatogen. Fungsi lain dari senyawa bioaktif adalah sebagai antimikrob, antihipertensi, antioksidatif, antitoksik, dan pengatur zat imun (immunomodulatory). Berbagai senyawa bioaktif susu dapat berasal dari lemak, protein, lemak, dan karbohidrat (Tabel 1.3) (Park 2009). Korhonen dan Leppälä (2004) dalam Park (2009) menyatakan bahwa kasein dan protein whey

menghasilkan 3–20 asam amino yang berfungsi sebagai senyawa bioaktif.


(26)

Tabel 1.3 Komponen senyawa bioaktif susu dan fungsinya (Park 2009)

Prekursor Komponen

bioaktif Aktivitas

α-, - kasein Fosfopeptida Mengikat mineral binding dan membantu penyerapannya (Ca, P, Zn)

Immunopeptida, kasomorfin Kasokinin

Meningkatkan imun dan aktivitas fagositosis.

αs1-kasein Israsidin Antimikrob

αs2-kasein Kasosidin Antimikrob

κ-kasein Kasoplatelin Antitrombosis Imunoglobulin

(Ig)

IgG, IgA Immunomodulatory

Laktoferin Laktoferin Immunomodulatory, antimikrob (bakteriostatik, antivirus, meningkatkan aktivitas probiotik dalam saluran pencernaan.

Oligosakarida Oligosakarida Meningkatkan aktivitas probiotik dalam saluran pencernaan.

Glikolipid Glikolipid Antimikrob (menurunkan kemampuan pelekatan bakteri dan virus pada sel epitel usus)

Prolaktin Prolaktin Immunomodulatory

Citokin Interleukin,

Interferon

Immunomodulatory

2.3 Lactobacillus plantarum Penghasil Asam Laktat

Kelompok Bakteri Asam Laktat (BAL) terdiri atas famili Lactobacillaceae (Lactobacillus dan Weisella) dan famili Streptococcaceae (Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus). Banyak ditemukan isolat BAL pada dadih diantaranya Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus dan Lactococcus. Isolat BAL sering digunakan sebagai kultur probiotik dalam produk-produk fermentasi susu seperti dadih. Sebagai probiotik, beberapa spesies BAL tumbuh dan berkembang dalam sistem pencernaan manusia (Widodo 2003). Bakteri tersebut mampu hidup pada kondisi pH rendah, menekan bakteri patogen, menyerap bahan penyebab kanker dan tumor, serta memicu sistem kekebalan tubuh.Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL menyebabkan terjadinya penurunan pH lingkungan. pH yang rendah dapat menghambat kontaminasi mikrob pembusuk dan mikrob patogen.

Asam laktat (CH3CHOHCOO-) dapat dimanfaatkan untuk agen pengawet

makanan (Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn 2010). Kondisi pH rendah dalam asam laktat menjadikan senyawa tersebut bersifat toksik terhadap berbagai jenis bakteri, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif (Sobrun et al. 2012). Walaupun demikian, jenis-jenis mikrob tersebut memiliki perbedaan sensitivitasnya terhadap asam laktat (Taufik 2009). Lactobacillus plantarum merupakan salah satu anggota BAL yang mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen pada bahan pangan. Bakteri tersebut juga diketahui memiliki kemampuan antibakteri dalam dangke (Razak et al. 2010). Wijayanto (2009) melaporkan bahwa L. plantarum 1A5 merupakan bakteri yang


(27)

mampu bertahan hidup melalui uji in vitro pada pH 2 (pH lambung), pH 7.2 (pH usus) dan kadar garam 0.3% (kadar garam empedu).

Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, family Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Kelompok Lactobacillus memiliki ciri morfologi antara lain: berbentuk batang, biasanya panjang tetapi terkadang berbentuk bulat, umumnya dalam rantai-rantai pendek dan biasanya berukuran 0.5–1.β μm x 1.0–10.0 μm. Kelompok bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, biasanya tidak bergerak, anaerob fakultatif, katalase negatif, koloninya dalam media agar berukuran 2–5 mm, konfeks, opak, sedikit transparan dan tidak berpigmen. Memiliki metabolit utama berupa asam laktat. Genus ini tumbuh baik pada suhu 30–40 oC dan tersebar luas di lingkungan terutama dalam produk-produk pangan asal hewan dan sayuran. Bakteri ini menetap dalam saluran pencernaan unggas dan mamalia (Holt et al. 1994).

Pemanfaatan supernatan L. plantarum sebagai agen biopreservasi akhir-akhir ini makin dikembangkan. Arques et al. (2015) melaporkan bahwa supernatan L. plantarum WHE 92 yang disemprotkan pada keju Munster dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes dan L. innocua. Penggunaan supernatan sebagai bahan pengawet keju dan bahan makanan sejenis, diketahui tidak mempengaruhi nilai nutrisi bahan makanan tersebut. Penambahan kultur BAL ke dalam fresh cheese yang terbuat dari susu kambing dilaporkan oleh Frau et al. (2014). Frau melaporkan bahwa penambahan kultur BAL ke dalam fresh cheese tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas sensori yaitu warna dan tekstur, tetapi mempengaruhi aroma dan rasa. Aroma keju menjadi lebih kuat dan rasa lebih asam. Hal tersebut disebabkan karena penambahan dilakukan berupa kultur segar sehingga terdapat aktivitas biokimia selama pertumbuhannya. Yerlikaya dan Ozer (2014) juga melaporkan bahwa penambahan kultur BAL ke dalam fresh white cheese tidak merubah kadar lemak dan kualitas sensori (aroma, tekstur, dan warna).

2.4 Bakteri Pencemar 2.4.1 Staphylococcus aureus

S. aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0.7– 1.β μm. Koloni tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, sifat hidupnya fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, dengan rentangan suhu pertumbuhan 6–48 oC. Koloni pada media, berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau (Gambar 2.2).

Pertumbuhan S. aureus secara aerob dan anaerob. S. aureus dapat tumbuh pada aktivitas air yang rendah (sekitar 0.86), cocok pada lingkungan dengan kadar garam sekitar 14 %. Bakteri tersebut dapat tumbuh pada pH minimum 4.2 dan pH maksimum 9.3. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan S. aureus adalah 7.4. Kebanyakan galur S. aureus bersifat patogen, proteolitik, lipolitik, -hemolitik, memproduksi enterotoksin dan koagulase. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus serta dapat


(28)

menyebabkan intoksikasi dan infeksi bisul, pneumonia, dan mastitis pada hewan (Fardiaz 1992). Bakteri tersebut mampu memproduksi toksin pada suhu 35–40 oC. 2.4.2 Escherichia coli

E. coli termasuk ke dalam golongan koliform dan secara normal hidup di dalam usus besar dan kotoran manusia maupun hewan. Dengan demikian E. coli disebut juga koliform fekal dan digunakan secara luas sebagai indikator pencemaran. E. coli adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang, dan tidak membentuk spora (Fardiaz 1992). Panjang sel E. coli adalah 2.0–6.0 μm dan tersusun tunggal atau berkoloni. Bakteri tersebut tidak berspora dan sebagian besar dapat bergerak (flagel peritrik). Morfologi makroskopis pada medium padat berbentuk bulat, permukaan konveks dan halus serta pinggiran yang rata (Gambar 2.2). Sifat hidup E. coli adalah anaerobik fakultatif dan termasuk katalase positif (Holt et al. 1994).

Suhu pertumbuhan E. coli adalah 10–40 oC dengan suhu optimum 37 oC. Bakteri ini mempunyai pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7.0–7.5. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi (Supardi dan Sukamto 1999). Pelczar dan Chan (2007) mengemukakan bahwa bakteri ini termasuk ke dalam bakteri anaerobik fakultatif, artinya bakteri ini secara terbatas dapat hidup dalam keadaan aerobik ataupun anaerobik. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup hingga suhu 60 oC selama 15 menit atau pada 55 oC selama 60 menit.

Habitat E. coli terdapat di dalam saluran pencernaan hewan dan manusia sebagai flora normal. Namun keberadaannya di lingkungan dapat menyebabkan pencemaran air dan dapat menginfeksi tubuh manusia. Dosis yang dapat menimbulkan gejala infeksi E. coli pada makanan berkisar antara 8–9 log cfu g-1. Bahan makanan yang sering terkontaminasi E. coli antara lain daging sapi, daging ayam, daging babi, ikan dan makanan hasil laut. Selain itu telur dan produk olahannya, sayuran, buah-buahan, sari buah serta susu juga mudah terkontaminasi E. coli (Supardi dan Sukamto 1999).

Beberapa jenis E. coli bersifat patogen dan menjadi penyebab diare, yaitu serotipe-serotipe golongan E. coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enteroinvasif (EIEC), E. coli enterotoksigenik (ETEC), dan E. coli enterohemoragik (EHEC). Adanya E. coli dalam makanan menunjukkan bahwa makanan tersebut terkontaminasi kotoran manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus.

Gambar 2.2 Morfologi A. S. aureus; B. E. coli; C. L. plantarum (Tafti et al. 2013)


(29)

3

METODOLOGI

UMUM

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Dangke susu sapi memiliki kandungan nutrisi tinggi antara lain protein 23.8%, lemak 14.8%, kadar air 55.0%, dan kadar abu 2.1% (Hatta et al. 2013). Dangke susu sapi memiliki keunggulan dalam hal warna dan aroma, yaitu putih kekuningan serta aromanya khas aroma susu. Kenyataannya, dangke susu kerbau masih lebih disukai karena lebih lembut, lebih empuk, dan tidak lengket saat ditelan. Hal tersebut dikarenakan kadar lemak susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.

Dangke susu sapi memiliki pH 6.4 dan umumnya dapat tahan selama 5–7 hari dalam suhu untuk refrigerator. Berdasarkan SNI No. 7388 tahun 2009 bahwa batas maksimum cemaran pada semua jenis keju antara lain: E. coli adalah 1 log cfu g-1 dan S. aureus adalah 2 log cfu g-1. Hasil penelitian Razak et al. (2009) menunjukkan bahwa L. plantarum memiliki kemampuan antibakteri dalam dangke. Hasil penelitian Hanum (2010) menyatakan bahwa L. plantarum dapat menghambat laju pertumbuhan enterobactericeae.

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (KMV) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan (ITP) IPB, dan Laboratorium Uji Organoleptik Fakultas Peternakan (FAPET) IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan April sampai dengan Desember 2014.

3.3 Bahan dan Alat

Bahan hidup yang digunakan antara lain bakteri uji (S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922) koleksi laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Departemen IPHK, FKH-IPB, L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) (koleksi departemen PAU UGM). L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) adalah isolat yang diperoleh dari Laboratorium PAU UGM dengan kode pengiriman Lactococcus lactis FNCC 0086, tetapi setelah reidentifikasi isolat tersebut teridentifikasi sebagai Lactobacillus plantarum. Media biakan dan bahan kimia yang digunakan adalah VogelJohnson Agar (VJA), Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB) (Oxoid CM 0003B), Mueller-Hinton Broth (MHB) (Oxoid CM 0359), de man Rogosa and Sharpe Broth (MRSB) (Oxoid CM 0359), Violet Red Bile (VRB) agar (Oxoid CM0069), API 50 CHL kits Biomerieux, buffered peptone water (BPW) 0.1% (Pronadisa 1402.00), asam sulfat pekat, amil alkohol, aquades, NaOH 10%, NaOH 0.1 N, H3BO3 3%, H2O2 3%, larutan standar Mc Farlan no. 1,

larutan safranin, gentian violet, lugol, aseton, dan HCl. Bahan lain: susu sapi, susu kerbau, larutan getah pepaya, daun pisang, cetakan tempurung kelapa, dan dibantu oleh 9 orang panelis agak terlatih (Dzarnisa 1999; Jinjarak et al. 2006).


(30)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, butirometer Gerber, timbangan analitik, inkubator, autoklaf, tabung reaksi, cawan petri, stirer, batang ose, penangas air, sumbat karet, pipet steril, gelas ukur, botol, termometer, panci, saringan plastik, tempurung kelapa, pH meter, higrometer, oven, butirometer, sentrifuse, dan separator susu.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Rekultur, Reidentifikasi, dan Preparasi Supernatan

Isolat BAL disegarkan dalam 5 mL MRSB dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Kultur BAL berumur 24 jam kemudian dipupuk dalam MRS agar dan kembali diinkubasi selama 24 jam. Kultur dalam MRS agar kemudian diidentifikasi secara morfologi dengan pewarnaan Gram dan uji katalase menggunakan H2O2 3%. Isolat dengan karakter gram positif, katalase negatif, dan

tidak memproduksi gas selama fermentasi, lebih lanjut diuji kemampuannya dalam memfermentasi 49 jenis karbohidrat untuk diidentifikasi mengkonfirmasi jenisnya menggunakan kit API 50 CHL (Biomerieux, Perancis). Isolat umur 24 jam digoreskan pada medium MRS agar, selanjutnya disuspensikan pada medium API CHL dan dihomogenisasi. Suspensi isolat pada medium API CHL diteteskan pada API CHL strip yang berisi substrat 49 macam karbohidrat, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 48 jam. Kemampuan isolat dalam memfermentasi substrat diamati pada 24 dan 48 jam inkubasi. Perubahan warna dari biru gelap menjadi kuning dinyatakan sebagai perubahan yang positif. Hasil yang diperoleh diolah dengan menggunakan software API 50 CHL sehingga didapatkan data jenis bakteri yang diuji.

Isolat L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan E. coli ATCC 25922 dikonfirmasi dengan pewarnaan Gram dan uji katalase menggunakan H2O2 3%.

Selanjutnya terhadap L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dilakukan uji API 50 CHL. Isolat L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) hasil identifikasi diinokulasikan ke dalam 100 mL medium MRSB dan diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 24 jam (Iyapparaj et al. 2013). Selanjutnya dilakukan pemisahan sel dengan supernatan menggunakan sentrifus pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC. Supernatan kemudian disaring menggunakan membran filter 0.2 μm dan disimpan pada suhu 4 oC sebagai stok. Endapan berupa sel ditanam dalam cryoinstant sebagai stok isolat BAL dan disimpan dalam freezer suhu -18 oC. Supernatan sebagai stok siap digunakan dalam setiap tahapan penelitian.

Isolat S. aureus ATCC 25923 dan E. coli ATCC 25922 digunakan sebagai indikator. Terhadap kedua isolat dilakukan rekultur sebelum digunakan. Kedua isolat dibiakkan dalam media BHI broth dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Setelah inkubasi selama 24 jam kemudian kedua isolat ditanam dalam media MRSA dengan beberapa pengenceran hingga diperoleh koloni tunggal. Koloni tunggal yang diperoleh kemudian dilakukan pewarnaan Gram dan uji katalase. Persiapan bakteri asam laktat dan bakteri uji tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kemurniannya.


(31)

3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri dan Penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM)

Menentukan KHM dilakukan dengan menggunakan metode dilusi (Sari et al. 2010; Ratsep et al. 2014). Sebanyak 5 mL larutan uji yang terdiri atas media NB, supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan 6 log cfu mL-1 bakteri patogen dimasukkan ke dalam tabung. Larutan uji dibuat dalam beberapa konsentrasi supernatan yaitu: 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90%. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Kemudian diamati pertumbuhannya dengan melihat ada tidaknya kekeruhan pada larutan uji. Selanjutnya dari masing-masing konsentrasi larutan uji diambil 0.1 mL dan disebar ke media spesifik untuk masing-masing jenis bakteri dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kemudian dihitung jumlah koloni bakteri uji yang tumbuh. Konsentrasi larutan uji yang tidak ada pertumbuhan bakteri ditetapkan sebagai kadar hambat minimum (KHM) supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086).

3.4.3 Pembuatan Dangke

Proses pembuatan dangke dalam penelitian ini menggunakan krim susu sapi yang ditambahkan ke dalam susu sapi segar. Penambahan krim merupakan upaya untuk meningkatkan kadar lemak dangke susu sapi. Krim ditambahkan ke dalam susu sapi dengan kadar lemak 1% dan 2% (g/v) dari volume susu. Kadar lemak dalam krim ditentukan dengan metode Kieferle dan Charlotte (Sudarwanto 2012). Susu kemudian dipanaskan dengan api kecil sampai  70 oC, kemudian ditambahkan getah buah pepaya sehingga terjadi penggumpalan (curd) dan dibiarkan hingga mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan kemudian ditambahkan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya curd yang terbentuk disaring dan dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari tempurung kelapa sambil ditekan-tekan supaya cairannya terpisah. Dangke yang terbentuk kemudian dibungkus dengan daun pisang.

3.4.4 Analisa Proksimat Dangke

Analisis proksimat dangke dilakukan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI 1992) dan Association of Official Agricultural Chemists (AOAC 1995) untuk mengetahui kadar air dan abu dengan metode gravimetri, kadar lemak dengan metode hidrolisis-Soxhlet, dan kadar protein dengan metode Kjeldahl mikro. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan rumus (by difference), yaitu: 100% - % (protein + lemak + abu + air). Nilai pH ditentukan dengan metode SNI (1998).

3.4.4.1 Penentuan Kadar Air

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar air ini adalah metode oven dengan menghitung kehilangan bobot sampel setelah pengovenan. Sampel ditimbang sebanyak 1–2 gram di dalam cawan porselen bertutup yang sebelumnya telah diketahui beratnya. Sampel dikeringkan menggunakan cawan porselen dalam oven pada suhu 102–105 oC selama 5–6 jam. Sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Perhitungan dalam menentukan kadar air dapat ditentukan melalui persamaan berikut:


(32)

Kadar air = W – W1 x 100% W

Keterangan :

W = berat sampel awal (g)

W1 = berat sampel setelah pengeringan (g) 3.4.4.2 Penentuan Kadar Lemak

Mengukur kadar lemak dangke dilakukan dengan menggunakan metode

Soxhlet. Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5–10 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam thimble (selongsong tempat sampel), bagian atas sampel ditutup dengan kapas. Pelarut yang digunakan adalah petroleum spiritus dengan titik didih 60–80 °C. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu didih. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan petroleum spiritus 60–80 °C sebanyak 175 mL.

Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam Soxhlet. Soxhlet

disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan. Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan. Kadar lemak diperoleh melalui selisih berat labu lemak akhir dengan berat labu lemak awal, dibagi dengan berat sampel, kemudian dikalikan 100%.

3.4.4.3 Penentuan Kadar Protein

Sebanyak 0.5–3 g dangke dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan didestruksi dengan menggunakan 20 mL asam sulfat pekat dengan pemanasan sampai terjadi larutan berwarna jernih. Larutan hasil destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan 10 mL NaOH 10%. Destilat ditampung dalam 25 mL larutan H3BO3 3%. Larutan H3BO3 dititrasi dengan larutan HCl standar

dengan menggunakan metil merah sebagai indikator. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui.

Kadar protein dapat ditentukan dengan persamaan berikut: % Protein = B x D x E x F x G x 100%

C A x 1000

Keterangan:

A = berat sampel (g)

B = volum pelarutan hasil destruksi (mL) C = volum yang dipipet untuk destilasi (mL) D = volum larutan penitrasi/HCl (mL) E = normalitas penitrasi/HCL (mL)


(33)

F = faktor konversi untuk susu (6.38) G = berat molekul nitrogen (14) 3.4.4.4 Kadar Abu

Sampel ditimbang sebanyak 1–5 g, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobot tetapnya. Sampel diarangkan di atas bunsen dengan nyala api kecil hingga berasap, selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500–600 oC sampai menjadi abu yang berwarna putih. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:

Kadar abu (%) = Berat abu (g) x 100% Berat sampel (g)

3.4.5 Penambahan Supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) sebagai Biopreservasi

Supernatan yang digunakan berasal dari hasil fermentasi L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang telah diuji senyawa aktivitas antibakterinya. Perlakuan penambahan biopreservasi ke dalam dangke antara lain:

a. Dangke tanpa penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) (kontrol negatif)

b. Dangke dengan penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086)(perlakuan)

Kadar supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) yang digunakan sebagai preservasi merupakan nilai kadar hambat minimum (KHM) yang diperoleh dari Tahap 1.

3.4.6 Mengukur Kadar Lemak dalam Krim

Kadar lemak dalam krim terlebih dahulu ditentukan dengan metode Kieferle dan Charlotte (Sudarwanto 2012). Untuk mengukur kadar lemak dalam krim dibutuhkan nilai kadar air krim. Untuk mengukur kadar air krim, terlebih dahulu mengeringkan cawan porselen dan menimbangnya sebelum melakukan pengerjaan. Selanjutnya memasukkan 5 gram krim ke dalam cawan porselen dan menimbang kembali untuk memperoleh berat krim dalam cawan. Sampel dipanaskan sampai terbentuk warna kecokelatan pada endapan yang bukan lemak lalu didinginkan dalam eksikator. Kemudian menimbang berat cawan porselen beserta sisa krim yang telah diuapkan airnya. Pengerjaan tersebut diulang beberapa kali hingga mendapatkan berat krim yang konstan. Setelah diperoleh berat krim yang konstan kemudian dihitung kadar airnya untuk kemudian menghitung kadar lemak krim dengan rumus:

Kadar lemak dalam krim (%) = 100 – (kadar air x 1.1)%

Setelah diketahui kadar lemak dalam krim, kemudian dihitung kebutuhan krim yang akan ditambahkan ke dalam susu sapi untuk menetapkan penambahan lemak 1% dan 2%. Kebutuhan krim yang ditambahkan menggunakan rumus:


(34)

Keterangan:

M1 = kadar lemak dalam krim

M2 = kadar lemak yang ditentukan (1% atau 2%)

V1 = volume krim yang dibutuhkan

V2 = volume susu

3.4.7 Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Uji

Jumlah koloni dinyatakan dengan colony forming unit (cfu) per gram atau per mL atau luasan tertentu dari contoh (cm2) (Morton 2001; Waluyo 2007). Perhitungan dilakukan menurut ketentuan Standard Plate Count (SPC). Perhitungan terhadap E. coli ATCC 25922 dilakukan dengan menggunakan metode tuang menggunakan medium VRB agar, sedangkan terhadap S. aureus ATCC 25923 menggunakan medium VJA.

3.4.8 Analisis Sensori

Analisis sensori terhadap dangke susu sapi dengan penambahan lemak dan supernatan dilakukan dengan menggunakan indera manusia untuk mengukur warna, tekstur, aroma, dan rasa dangke (Setyaningsih et al. 2010; Marimuthu et al. 2013). Atribut sensori tersebut diuji dengan uji perbandingan pasangan (Lampiran 5) dengan pembanding dangke susu kerbau. Atribut sensori juga dilakukan terhadap mutu dan daya simpannya menggunakan uji skoring selama penyimpanan produk pada suhu ruang (Lampiran 6 dan 7). Uji skoring dilakukan setiap hari sampai terdeteksi adanya kerusakan produk berupa adanya lendir, jamur, dan produk menjadi basi. Pengujian sensori dibantu oleh 9 panelis agak terlatih yang dianggap peka dalam menilai mutu dan daya simpan dangke (Dzarnisa 1999; Jinjarak et al. 2006).

Sebelum melakukan uji sensori, dilakukan beberapa persiapan agar data yang diperoleh tidak bias. Persiapan meliputi: persiapan panelis, laboratorium pengujian, dan persiapan contoh. Untuk menjadi anggota panel dilakukan seleksi panelis dengan persyaratan yaitu: memiliki kepekaan indrawi yang baik, sehat, memiliki waktu luang, berpengetahuan luas tentang produk dangke, memiliki ketertarikan pada bidang pengujian, serta memiliki kemampuan ilmu dasar tentang analisis sensori.

3.5 Analisis Data

Nilai KHM pada Tahap 1 ditetapkan berdasarkan nilai konsentrasi terendah supernatan yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan dalam media. Penelitian Tahap 2 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktorial 2x2 dalam waktu (in time) (faktor pertama: 2 perlakuan yaitu penambahan kadar lemak 1% dan 2%; faktor kedua: 2 perlakuan yaitu tanpa penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan dengan penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086)). Hasil penghitungan pertumbuhan bakteri patogen dianalisis menggunakan uji sidik ragam (Anova). Apabila hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Data hasil uji perbandingan pasangan pada uji organoleptik dianalisis dengan uji Wilcoxon signed rank. Hasil uji organoleptik terhadap mutu


(35)

dan daya simpan dengan uji skoring dan dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis.

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian yang dilakukan TAHAP 1

Rekultur dan reidentifikasi L.

plantarum dan bakteri uji 1. Kadar air

2. Kadar lemak 3. Kadar protein 4. Kadar karbohidrat 5. Kadar abu

6. pH Uji aktivitas antimikrob

supernatan L. plantarum terhadap bakteri uji Penentuan kadar hambat minimum (KHM).

 Ada tidaknya aktivitas antimikrob  Nilai KHM Pembuatan dangke

Penambahan lemak: 1. 1%

2. 2%

Penambahan biopreservasi: 1. tanpa penambahan

supernatan L. plantarum (-) 2. Supernatan L. plantarum TAHAP 2

Inokulasi bakteri uji:  S. aureus ATCC 25923  E. coli ATCC 25922

TAHAP 3

Uji organoleptik

Uji perbandingan pasangan: 1. Warna

2. Tekstur 3. Aroma 4. Rasa

Pembanding: dangke susu kerbau

Dihitung jumlah koloni bakteri uji

→ media spesifik Hari ke- 0, 2, 4, 6, 8 Analisis proksimat dangke susu

kerbau dan dangke susu sapi

Uji skoring 1. Warna 2. Tekstur 3. Aroma 4. Rasa 5. Jamur 6. Lendir

Pembanding: dangke susu sapi tanpa supernatan

Dangke

Dangke : 1. Susu kerbau 2. Susu sapi dengan

penambahan supernatan L. plantarum dan lemak susu sapi 1% dan 2%

Setiap hari sampai terdeteksi

penyimpangan sensori


(36)

4 KADAR NUTRISI

DANGKE

SUSU KERBAU DAN

DANGKE

SUSU SAPI YANG DITAMBAHKAN LEMAK SUSU

DAN SUPERNATAN

Lactobacillus plantarum

(

L. lactis

FNCC

0086)

ABSTRACT

Dangke is a traditional food from Enrekang districts in South Sulawesi made from buffalo milk. Lately buffalo‟s milk dangke began to decrease in the market while cow's milk dangke increase with the number of cattle. Buffalo‟s milk dangke has taste more savory and smoother texture, more tender, and not sticky when ingested. It is caused the higher buffalo milk fat than cow milk. The aims of the study are to measure nutrient levels of buffalo‟s milk dangke and cow's milk dangke enriched by cow's milk fat. The nutrient contents are water, ash, carbohydrate, protein, fat, and pH. The data was analyzed by descriptive statistic. The addition of cow‟s milk fat (1% and β%) into cow‟s milk dangke have ability to improve fat content of cow‟s milk dangke. However, the improvement not yet equal with fat content of buffalo‟s milk dangke.

Key words: cow‟s milk fat, dangke, L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) supernatant, nutrient levels

4.1 PENDAHULUAN

Dangke adalah makanan tradisional masyarakat kabupaten Enrekang di Sulawesi Selatan yang dibuat dari susu kerbau. Pembuatan dangke dilakukan melalui proses pemanasan susu, penggumpalan dan selanjutnya dikemas menggunakan daun pisang. Hatta et al. (2013) melaporkan bahwa dibandingkan dengan dangke susu sapi, rasa dangke susu kerbau lebih gurih dan teksturnya lebih halus, lebih empuk, dan tidak lengket saat ditelan. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak susu kerbau lebih tinggi dari susu sapi. Buckle et al. (2007) dan Hussain et al. (2012) melaporkan kandungan lemak susu kerbau dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.

Lemak susu sapi terdiri atas 97-98% trigliserida. Komposisi lainnya adalah fosfolipid, glikolipid, monogliserida, dan digliserida, sterol bebas, dan asam lemak bebas. Lemak pada susu merupakan sumber dari sebagian komponen-komponen pembentuk citarasa, aroma, rasa, dan kelembutan keju. Dangke termasuk jenis keju tanpa pemeraman (non ripened cheese) dengan getah pepaya sebagai bahan penggumpal. Dangke memiliki kadar air 63.83% (Syah 2012) sehingga dangke digolongkan ke dalam keju lunak (soft cheese). Aras (2009) melaporkan kandungan nutrisi dangke antara lain kadar lemak 24.51%, protein 17.16%, laktosa 12.65%, dan pH 6.00.

Tujuan dari penelitian ini mengetahui kadar nutrisi dangke susu sapi setelah penambahan lemak susu sapi. Tujuan lain dari penelitian ini adalah membandingkan kadar nutrisi dangke susu sapi setelah ditambahkan lemak susu


(37)

(1% dan 2%) dan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan dangke susu kerbau. Kadar nutrisi meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, dan pH.

4.2

METODE

PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan (ITP), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kerbau berasal dari peternakan kerbau tradisional penduduk Ngarai Sianok (Padang), susu sapi diperoleh dari peternakan sapi KUNAK (Bogor), larutan getah pepaya, supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086), daun pisang, dan cetakan tempurung kelapa (berasal dari Enrekang).

4.2.1 Pembuatan Dangke

Proses pembuatan dangke dalam penelitian ini menggunakan krim susu sapi yang ditambahkan ke dalam susu sapi segar. Penambahan krim merupakan upaya untuk meningkatkan kadar lemak dangke susu sapi. Krim ditambahkan ke dalam susu sapi dengan kadar lemak 1% dan 2% (g/v) dari volume susu. Kadar lemak dalam krim ditentukan dengan metode Kieferle dan Charlotte (Sudarwanto 2012). Susu kemudian dipanaskan dengan api kecil sampai  70oC, kemudian ditambahkan getah buah pepaya sehingga terjadi penggumpalan (curd) dan dibiarkan hingga mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan kemudian ditambahkan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dengan supernatan yang diperoleh dari hasil penentuan KHM dan dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya curd yang terbentuk disaring dan dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari tempurung kelapa sambil ditekan-tekan supaya cairannya terpisah. Dangke yang terbentuk kemudian dibungkus dengan daun pisang.

4.2.2 Analisis Proksimat Dangke

Analisis proksimat dangke dilakukan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI 1992) dan Association of Official Agricultural Chemists (AOAC 1995) untuk mengetahui kadar air dan abu dengan metode gravimetri, kadar lemak dengan metode hidrolisis-Soxhlet, dan kadar protein dengan metode Kjeldahl mikro. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan rumus (by difference), yaitu: 100% - % (protein + lemak + abu + air). Nilai pH ditentukan dengan metode SNI (1998).

4.2.3 Analisis Data

Hasil pengukuran terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan pH dianalisis dengan analisis deskriptif.

4.3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar nutrisi dangke yang diukur antara lain kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, dan pH (Tabel 4.1).


(38)

Tabel 4.1 Hasil analisis proksimat dangke susu sapi dengan penambahan supernatan L. plantarum (L. lactis FNCC 0086) dan lemak 0%, 1%, dan 2%

No Jenis uji Hasil uji proksimat

DSK DSSL0 DSSL1 DSSL2

1 Kadar air (g/100g) 45.65 60.65 58.39 59.10

2 Kadar abu (g/100g) 1.77 1.94 1.72 1.61

3 Kadar lemak (g/100g) 32.82 17.31 24.47 22.96

4 Kadar protein (g/100g) 19.23 15.42 14.8 13.19 5 Kadar karbohidrat (g/100g) 0.53 4.68 0.62 3.14

6 pH 6.65 6,51 6.08 6.11

Keterangan: DSK = Dangke Susu Kerbau; DSSL0 = Dangke Susu Sapi; DSSL1 = Dangke Susu

Sapi + lemak susu 1%; DSSL2 = Dangke Susu Sapi + lemak susu 2%.

4.3.1 Kadar Air

Kadar air dangke susu kerbau paling rendah diantara keempat jenis dangke (45.65%). Hasil tersebut sesuai dengan yang dilaporkan Murtaza et al. (2014) yang menunjukkan bahwa keju susu kerbau memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan keju susu sapi. Kadar air dipengaruhi oleh volume padatan yang terlarut dalam bahan pangan. Semakin besar volume padatan yang terlarut maka kadar air semakin kecil. Dangke susu kerbau mempunyai total padatan yang paling besar kemudian diikuti oleh dangke susu sapi yang ditambah lemak 1%, dangke susu sapi yang ditambah lemak 2%, dan terakhir dangke susu sapi tanpa penambahan lemak. Materi penyusun padatan dangke antara lain lemak, protein, karbohidrat, dan mineral. Susu kerbau memiliki kandungan lemak dan protein lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi (Murtaza et al. 2014 dan Salman et al. 2014). Oleh karena itu curd yang terbentuk saat penggumpalan protein oleh papain lebih banyak.

Kadar air merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tekstur keju. Kadar air yang semakin meningkat akan menyebabkan tekstur semakin lunak. Dangke merupakan salah satu jenis keju lunak (soft cheese) karena memiliki kadar air lebih dari 40% (Buckle et al. 2007). Kadar air dangke juga dipengaruhi oleh pemberian konsentrasi getah pepaya. Semakin tinggi pemberian konsentrasi getah pepaya menyebabkan kadar air cenderung makin menurun (Winarno 1993). Penelitian ini menggunakan getah pepaya dengan konsentrasi 0.4% agar dangke yang terbentuk tidak terlalu pahit ketika dikonsumsi (Yuniwati et al. 2008). Alkaloid karpain pada getah pepaya akan memberi pengaruh rasa pahit pada dangke.

4.3.2 Kadar Abu

Kadar abu menunjukkan kadar mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Berdasarkan pengukuran kadar abu diperoleh bahwa dangke susu sapi tanpa penambahan lemak susu sapi memiliki kadar abu tertinggi (1.94%) dan dangke susu sapi dengan penambahan lemak susu sapi 2% memiliki kadar abu terendah (1.61%). Kadar abu dangke susu kerbau memiliki kadar abu yang setara dengan dangke susu sapi dengan lemak 1% (1.77% dan 1.72%). Berdasarkan hasil penelitian ini penambahan lemak ke dalam susu saat pengolahan dangke tidak


(39)

menunjukkan adanya peningkatan kadar mineral. Hal tersebut disebabkan adanya kemungkinan mineral yang tertinggal di dalam whey saat pembentukan curd. Mineral yang terkandung dalam susu antara lain natrium, kalsium, fosfor, zat besi, dan kalium. Pada umumnya kandungan mineral pada susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Murtaza et al. (2014) melaporkan bahwa keju susu kerbau memiliki kadar natrium, kalsium, dan kalium lebih tinggi dibandingkan dengan keju susu sapi. Lain halnya dengan hasil penelitian Salman et al. (2014) bahwa susu kerbau dan susu sapi memiliki kadar abu yang relatif sama. Goyal dan Gandhi (2009) melaporkan bahwa kalsium mengalami presipitasi menjadi kompleks kalsium kaseinat saat penggumpalan protein susu dan sebagian besar tersimpan dalam curd. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa dangke susu sapi tanpa penambahan lemak memiliki kadar abu paling tinggi. Saat proses penggumpalan protein, kemungkinan kalsium pada dangke susu sapi tanpa penambahan lemak terpresipitasi lebih banyak dibandingkan dengan dangke lainnya. Oleh karena itu lebih banyak kompleks kalsium kaseinat yang tersimpan dalam curd.

4.3.3 Kadar Lemak

Kadar lemak tertinggi terdapat dalam dangke susu kerbau (32.82%). Hal tersebut karena kandungan lipoprotein susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Daulay (1991) menyatakan bahwa protein berada pada lapisan luar membran globula lemak. Makin tinggi kandungan protein dalam susu, maka makin banyak jumlah lemak yang dapat diikat dan dipertahankan dalam keju, sehingga semakin tinggi pula kadar lemak yang dihasilkan. Selain itu ukuran globul lemak dan misel kasein susu kerbau juga lebih besar dibandingkan dengan susu sapi. Ukuran globul lemak susu kerbau dan susu sapi masing-masing 5.05 m dan 3.55 m, sedangkan ukuran misel kasein susu kerbau dan susu sapi masing-masing 190 nm dan 180 nm (Hussain et al. 2012). Hal tersebut memungkinkan lemak yang keluar dari curd susu kerbau lebih sedikit dibandingkan dengan curd susu sapi. Kadar lemak terendah terdapat pada dangke susu sapi tanpa penambahan lemak (17.31%). Penambahan lemak susu terbukti dapat meningkatkan kadar lemak dangke. Hal tersebut ditunjukkan oleh meningkatnya kadar lemak dangke susu sapi setelah penambahan lemak 1% dan 2%. Namun demikian, kadar lemak dangke dengan penambahan lemak 2% memiliki nilai kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan dangke dengan lemak 1%. Hal tersebut diduga ada partikel lemak yang keluar dari curd saat pemanasan. Menurut Fox et al. (2000), kadar lemak dalam keju dipengaruhi oleh lamanya pemanasan dan proses denaturasi protein. Terdapat kemungkinan lemak keluar dari curd saat pemanasan pada suhu lebih dari 70oC. Oleh karena itu semakin tinggi temperatur atau semakin lama proses pemanasan maka semakin besar kemungkinan lemak yang keluar dari curd dan larut dalam whey.

4.3.4 Kadar Protein

Kadar protein dangke tertinggi terdapat pada dangke susu kerbau (19.23%). Hal tersebut karena kandungan protein susu kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi, sehingga curd yang terbentuk lebih banyak. Kadar protein dangke susu sapi dengan lemak 2% memiliki nilai yang paling rendah (13.19%), sedangkan dangke tanpa penambahan lemak memiliki kadar


(1)

Lampiran 7 Lembar kerja uji skoring

LEMBAR KERJA UJI SKORING

Tanggal pengujian : Nama panelis :

Petunjuk pengisian : Berikan penilaian Anda dengan memberi tanda √ terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa, serta ada tidaknya jamur dan lendir pada produk yang disajikan. Nama produk : Dangke

PENILAIAN NILAI

160 719 750

1. WARNA Sangat putih kekuningan, bersih Putih kekuningan, bersih

Agak kuning, kusam Kuning, kusam

Sangat kuning, kusam sekali 2. AROMA Sangat khas susu

Khas susu

Agak khas susu, sedikit bau amoniak Tidak khas susu, bau amoniak kuat

Sangat tidak khas susu, bau amoniak sangat kuat dan tengik

3. TEKSTUR Sangat padat, sangat kompak, antar bagian sangat erat

Padat, kompak, antar bagian erat

Agak lembek, kurang kompak, antar bagian agak longgar

Lembek, antar bagian mudah lepas

Sangat lembek antar bagian sangat mudah lepas 4. RASA Sangat gurih, sedikit manis, tidak pahit

Gurih, sedikit manis, sedikit pahit Gurih, agak pahit

Kurang gurih, pahit, agak asam Basi

5. JAMUR Tidak ada Ada 6. LENDIR Tidak ada


(2)

Lampiran 8 Hasil analisis statistik uji skoring dangke selama penyimpanan

Uji Kruskall Walis (hasil uji tidak ditampilkan seluruhnya) terhadap warna

dangke pada penyimpanan hari ke-0:

Ranks

Kode N Mean rank

1 9 16.67

2 9 11.00

3 9 14.33

Total 27

Nilai mean untuk warna dangke kode 160 (1) lebih besar dari pada warna dangke

750 (3), dan warna dangke susu sapi kode 719 (2): 16.67 > 14.33 > 11.

1. Berdasarkan probabilitas :

Nilain P value sebesar 0.237, lebih dari batas kritis 0,05 yang berarti menerima H0: terdapat cukup bukti dimana terdapat perbedaan warna dari

ketiga kode susu dangke.

2. Menggunakan perbandingan Chi Square Hitung

a. Jika chi-square hitung < chi-square tabel, maka Ho diterima

b. Jika chi-square hitung > chi-square tabel, maka Ho ditolak a. Chi-square hitung

Dari tabel output diatas terlihat bahwa chi-square hitung adalah 2,876

dimana k = jumlah sampel

nj = jumlah kasus pada sampel ke-j

N =  nj , jumlah kasus pada semua sampel digabung.

R j = jumlah rangking pada sampel ke-j

b. Tabel Chi-square

Dengan melihat tabel chi-square untuk df =k-1=3-1=2 dan tingkat signifikan=0,05, maka didapatkan nilai statistik tabel = 5.99148

Test Statisticsa,b Atribut

Chi-Square 2.876

Df 2

Asymp. Sig. .237

a. Kruskal Wallis Test


(3)

Keputusan :

Karena statistik hitung < statistik tabel (2,876< 5,99148), maka Ho diterima, bahwa terdapat cukup bukti dimana terdapat perbedaan dari ketiga kode dangke

Uji lanjut: Mann Whitney U Test, yaitu menguji perbedaan Mean antara satu kelompok atau perlakuan dan perlakuan lainnya.

Perbedaan warna antara kode 160 dan 719

Descriptive Statistics

N Mean Std.

Deviation Minimum Maximum

Atribut 18 7.1111 1.45072 5.00 9.00

Kode 18 1.5000 .51450 1.00 2.00

Mann-Whitney Test

Ranks

Kode N Mean Rank Sum of Ranks

Atribut 1 9 11.33 102.00

2 9 7.67 69.00

Total 18

Test Statisticsab

Atribut

Mann-Whitney U 24.000

Wilcoxon W 69.000

Z -1.585

Asymp. Sig. (2-tailed) .113

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .161a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kode

Nilai signifikansi p-value sebesar 0.113 > 0.05 maka terima hipotesis nol (H0).

Artinya bahwa tidak terdapat perbedaan warna Susu Danke antara kode 160 dan 719.


(4)

Lampiran 9 Surat keterangan penerbitan jurnal nasional oleh Jurnal Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Udayana


(5)

Lampiran 10 Surat keterangan penerbitan jurnal internasional penerbit Science Alert untuk diterbitkan pada International Jurnal of Dairy Science Pakistan

Jan 06, 2016 Ms. Nining Arini,

nill

Subject: Acceptance Letter for Article No. 76343-IJDS-AJ

It's a great pleasure for us to inform you that below mentioned manuscript has been accepted for publication in International Journal of Dairy

Science as Research Article on the recommendation of the reviewers.

Title: IMPROVEMENT EFFORTS OF SENSORY QUALITY AND PRESERVATION COW’S MILK DANGKE WITH ADDITION FAT MILK AND

Lactobacillus plantarum SUPERNATANT

Author's Name: Nining Arini, Mirnawati B. Sudarwanto, Idwan Sudirman and Agustin Indrawati Receiving Date: November 27, 2015


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 16 Juli 1975. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ugan Suganda dan Utin Sutini. Penulis menikah pada 03 Oktober 2004 dengan Andi Rianto SE dan diberi amanah seorang anak bernama Ahmad Hafy yang lahir pada 09 Desember 2009.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1988 di SD Negeri 1 Garawangi, Kuningan, lulus dari sekolah lanjutan tingkat pertama pada tahun 1991 di SMP Negeri 1 Kuningan, Jawa Barat dan pendidikan menengah umum pada tahun 1994 di SMA Negeri 2 Kuningan, Jawa Barat. Pada tahun yang sama penulis masuk Universitas Islam As-Syafi‟iyah (UIA) Jakarta sebagai mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Jurusan Biologi. Penulis meraih gelar Sarjana Sains pada tahun 1999. Selama kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan ilmiah dan kemahasiswaan, serta menjadi asisten dosen di laboratorium IPA. Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa S2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Jurusan Biologi dengan spesifikasi Mikrobiologi Universitas Indonesia (UI) Jakarta. Penulis meraih gelar Master Sains pada tahun 2005. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Doktor di Fakultas Kedokteran Hewan Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis aktif mengajar di Universitas Islam As-Syafi‟iyah (1999-2002), Akademi Perawat (AKPER) Al-Ikhlas Cisarua, Bogor (2002-2006), dan menjadi dosen tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) Lenteng Agung Jakarta (2006-sekarang). Penulis juga aktif sebagai Penulis buku-buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD dan SMP di penerbitan Pustaka Widya Utama (2004-2012). Penulis menulis karya ilmiah yang Insya Alloh akan terbit pada Jurnal Veteriner, Udayana Bali, Vol 17, No 3, bulan September 2016. Penulis juga menulis karya ilmiah yang telah terbit pada tanggal 16 Februari 2016 dalam