A1 34 ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA (1)

ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA UAP
(STUDI KASUS DI PT. INDONESIA POWER SEMARANG)
Bambang Winardi
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia
Email : bbwinz@gmail.com
ABSTRACT Power plant system consists of generation, transmission, and distribution. One of
power plants is steam generator. The main components in steam generator are boiler, steam
turbine, condenser and synchronous generator. Rankine cycle is used for steam generator
teoritically. Steam generator usually is used for handling basic load, because starting time is too
long round about 6 – 8 hours.
In generation, the biggest operation cost is the cost of fuel consumption. The cost of fuel oil
expensively causing the cost of electric power product is also expensive. Spesific fuel comsumption
(SFC) is often used for getting the performance of efficiency of generation unit. Therefore, it’s
important to understand specific fuel consumption.
One of the effort which done is by replacing main fuel of power plant. The result of analysis
showed that the influences of increase of unit generated (load) cause the decrease of specific fuel
consumption, the decrease of heat rate, the increase of thermal efficiency, and the increase of
mass rate flow. The mass rate flow of HSD is the smallest, meanwhile coal is the biggest. Beside
that, the increase of unit generated causes the fuel cost saving from replacement more bigger.

Keywords :steam generator, rankine cycle, specific fuel consumption, thermal efficiency, cost
saving
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
ketersediaan listrik di Indonesia, antara lain
ketersediaan energi primer, harga bahan bakar,
teknologi, dan budaya masyarakat. Sedangkan, usaha
– usaha yang dapat dilakukan guna mendapatkan
biaya operasi yang ekonomis adalah dengan
pergantian pemakaian bahan bakar, pengoptimalan
efisiensi dan pemeliharaan pembangkit yang sudah
ada. Dari beberapa usaha tersebut diatas pergantian
pemakaian bahan bakar merupakan alternatif yang
dapat ditempuh untuk dilakukan. Hal ini disebabkan
distribusi bahan bakar untuk suatu PLTU mencapai 75
% dari total biaya operasi. Harga bahan bakar minyak
yang mahal, mengharuskan PT PLN mengkaji ulang
semua Pembangkit Listrik Tenaga termal yang
menggunakan minyak sebagai bahan bakar utama

pembangkit uapnya. Selain itu, besarnya subsidi
pemerintah ke PT. PLN dalam penyediaan listrik setiap
tahunnya terutama pembangkit listrik berbahan bakar
minyak. Oleh karena itu, perlunya pergantian bahan
bakar sehingga biaya produksi energi listrik lebih
ekonomis.

II. DASAR TEORI
2.1 Perhitungan Konsumsi Spesifik Bahan
Bakar, Heatrate (Tara Kalor) ,dan
Efisiensi Termal

Gambar 1 Bagan batasan pengukuran
Berdasarkan SPLN No. 80 tahun 1989,
persamaan yang digunakan untuk menghitung
konsumsi spesifik bahan bakar adalah sebagai
berikut:
1. Pemakaian bahan bakar spesifik brutto
( SFC B )
SFC


B

=

Q

……(1)

f

kWh

B

2. Pemakaian bahan bakar netto ( SFC N )

SFC N =

Qf

kWh B − kWh PS

……(2)

Sedangkan, persamaan yang digunakan
untuk menghitung tara kalor (heat rate) sebagai
berikut:

A1-34

A1-35
1. Tara kalor brutto ( HR B )

M f x LHV

…..(3)

kWh B

2. Tara kalor netto ( HR N )


HR N =

M f x LHV

Sedangkan, persamaan guna
efisiensi termal adalah sebagai berikut:

η th =

…..(4)

kWh B − kWh PS

menghitung

859,845
Tara kalor

………(5)


Besarnya efisiensi termal tergantung beban,
makin tinggi beban makin besar efisiensinya. Efisiensi
termal unit ( η th ) adalah presentase keluaran energi
terhadap masukan kalor.
2.2 Perhitungan Prakiraan Efisiensi Biaya Bahan
Bakar PLTU Berbagai Bahan Bakar
Langkah – langkah untuk menghitung
prakiraan efisiensi biaya bahan bakar PLTU berbagai
bahan bakar adalah sebagai berikut:
Efisiensi
boiler
didefinisikan
sebagai
perbandingan antara laju energi yang dibutuhkan air
menjadi uap panas lanjut (superheated) dengan laju
aliran energi bahan bakar.
Persamaan efisiensi boiler (pemanas) adalah:

Qbahan bakar =


η boiler

MWh
PS

2700

Heatrate Bruto

2600

Heatrate Netto
Power (Heatrate Netto)

2450

2500

2400


y = 4934.5x-0.1503

2400

100

2300
150

2350
50

Power (Heatrate Bruto)

(a)
Grafik Efisiensi Thermal Brutto dan Netto

Tabel 1 Data masukan dan perhitungan konsumsi
spesifik bahan bakar

MWh
Brutto

2500

(6)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Pengaruh Penambahan Beban Terhadap
Konsumsi Spesifik Bahan Bakar (SFC)
Perhitungan konsumsi spesifik bahan bakar
(SFC) ditunjukkan oleh tabel 1 sebagai berikut:

Beban

y = 5977.3x -0.1782

2550

Beban


......(7)

MFO
terpakai
(liter)

2800

2600

0

muap ( hsup erheater − hair umpan masuk eco−inlet )

Q bahanbakar
LHV bahanbakar

2650


2300

Langkah selanjutnya adalah menghitung laju
aliran massa bahan bakar:

m=

Grafik Heatrate (tara kalor) konsumsi bahan bakar

Heatrate (kCal/ kWh)

kalor output
η=
x 100 %
kalor input
Quap
η Boiler =
Qbahan bakar

4.2 Analisis Pengaruh Penambahan Beban
Terhadap Efisiensi Termal
Grafik hubungan beban terhadap
heatrate (tara kalor) dan efsiensi termal
ditunjukkan gambar 3 adalah sebagai berikut di
bawah:

Produksi
Uap
(ton/
jam)

SFC
brutto
(liter/
kWh)

SFC
netto
(liter/
kWh)

80

2010

140

566753

203

0.2819

0.3030

90

2160

144.70

581350

230

0.2691

0.2884

95

2310

134.40

601705

262,625

0.2604

0.2765

100

2400

140.00

619956

280

0.2583

0.2743

140

3320

180.60

849221

380,33

0.2557

0.2705

35
34.5
34

36
Effisiensi Termal (%)

HRB =

Terlihat
bahwa konsumsi spesifik
bahan bakar brutto dan netto saat beban 80 MW
adalah 0,2819 liter/ kWh dan 0,3030 liter/ kWh.
Sedangkan, saat beban 140 MW adalah 0,2557
liter/ kWh dan 0,2705 liter/ kWh. Semakin
bertambahnya
beban
atau
daya
yang
dibangkitkan oleh generator sinkron maka
konsumsi spesifik bahan bakar semakin
menurun. Artinya, jumlah konsumsi spesifik
bahan bakar per kWh yang dikonsumsi pada
beban yang relatif kecil lebih besar daripada
beban yang relatif besar. Alasannya adalah
PLTU yang beroperasi baik pada beban rendah
maupun pada beban tinggi mempunyai kWh
pemakaian sendiri yang relatif rata – rata sama
yaitu 147,94 kWh guna menjalankan peralatan –
peralatan bantu pembangkit seperti motor
pompa (boiler feed pump), dsb. atau kebutuhan
listrik kantor seperti penerangan, komputer dan
lain – lain.

y = 17.425x0.1503
35

33.5
33

34

32.5

33
y = 14.385x 0.1782
32

32
31.5

Eff Thermal bruto
Eff Thermal netto
Power (Eff Thermal netto)
Power (Eff Thermal bruto)

31
30.5

31
30
0

50

100

30
150

Beban

(b)
Gambar 3 Grafik heatrate dan efisiensi termal
(a)Heatrate terhadap fungsi beban (b) Efisiensi
termal terhadap fungsi beban
Pada gambar 3 (a), terlihat bahwa tara
kalor (heatrate) bruto dan netto saat beban 80
MW adalah 2631.533694 kKal/ kWh dan
2828.546912 kKal/ kWh. Sedangkan, saat
beban 140 MW adalah 2387.227486 kKal/ kWh
dan 2524.557322 kKal/ kWh. Semakin
bertambahnya
beban
atau
daya
yang
dibangkitkan oleh generator sinkron maka tara
kalor (heatrate) semakin menurun. Artinya,
jumlah kalor yang ditambahkan, biasanya dalam
kKal, untuk menghasilkan satu satuan jumlah

35

A1-36
kerja, biasanya dalam kiloWatt-jam (kWh) semakin
menurun. Tara kalor (heatrate) berbanding terbalik
dengan efisiensi termal berdasarkan persamaan 5,
artinya makin rendah makin baik.
Besarnya laju aliran massa uap lanjut
(superheated) yang ada dalam boiler mengalami
perubahan setiap saat. Hal ini mengakibatkan adanya
perubahan laju aliran massa bahan bakar yang
berbeda – beda setiap saat mengikuti besarnya
perubahan beban/ daya yang dibangkitkan generator.
Dari tabel 1 terlihat bahwa pada saat beban 80 MW,
uap yang diproduksi (laju aliran massa) uap sebesar
203 ton/ kg, sedangkan saat beban 140 MW, uap yang
diproduksi (laju aliran massa uap) sebesar 380,33 ton/
kg. Selain itu, laju aliran massa bahan bakar juga
mengalami perubahan cenderung meningkat seiring
dengan peningkatan daya yang dibangkitkan. Pada
saat beban 80 MW laju aliran massa bahan bakar
berdasarkan tabel 1 sebesar 22.557,33 kg/ jam
sedangkan pada saat beban 140 MW berdasarkan
tabel 1 adalah sebesar 35.810,52 kg/ jam. Akibat yang
ditimbulkan dari peristiwa ini adalah efisiensi termal
atau efisiensi siklus juga mengalami perubahan setiap
saat sesuai dengan perubahan beban.
Dari gambar 3 (b) terlihat bahwa efisiensi termal
yang optimal untuk efisiensi termal bruto adalah
sebesar 36.02 % dan untuk efisiensi termal netto
sebesar 34.06 % saat daya yang dibangkitkan 140
MW. Sedangkan, efisiensi terendah untuk efisiensi
termal bruto adalah sebesar 32.67 % dan untuk
efisiensi termal netto sebesar 30.39 % saat daya yang
dibangkitkan 80 MW. Efisiensi termal atau siklus 36.02
% berarti kerja yang dihasilkan turbin sebesar 36.02 %
dari kalor yang ditambahkan. Kesimpulannya,
besarnya efisiensi termal tergantung beban, makin
tinggi beban makin besar efisiensinya.
4.3 Prakiraan Efisiensi Biaya Bahan Bakar
Tabel 2 adalah data – data masukan yang
digunakan untuk memudahkan dalam perhitungan dan
analisis.
Tabel 2 Parameter masukan untuk beban 140 MW
Parameter
Daya Output Generator
Laju Aliran Massa Uap
Uap keluar superheater
Temperatur
Tekanan
Air umpan masuk
economizer
Temperatur
Tekanan
Efisiensi Boiler

Nilai
140000
380330

Satuan
kW
kg/ jam

537.4867
83

C
bar

226.002
83
82.50%

C
bar
persen

Hasil perhitungan laju aliran massa dapat
ditampilkan dalam grafik adalah seperti terlihat pada
gambar 3 dibawah:

Gambar 3 Laju aliran massa HSD, MFO, LNG,
dan batubara untuk beban 140 MW
Berdasarkan gambar 4, terlihat bahwa laju
aliran massa bahan HSD adalah yang terkecil
yaitu sebesar 27.560,385 kg/ jam. Hal ini
dikarenakan nilai kalor bawah HSD untuk satuan
massa yang sama adalah lebih besar dibanding
MFO, LNG dan batubara. Nilai kalor bawah
batubara adalah yang terendah, yaitu sebesar
4925 kKal/ kg, sehingga laju aliran massanya
adalah yang terbesar, yaitu sebesar 56.239,973
kKal/ kg dibandingkan yang lainnya.
Dengan menggunakan program, hasil
perhitungan biaya bahan bakar per jam dapat
ditampilkan dalam grafik adalah seperti terlihat
pada gambar 9 dibawah:

Gambar 4 Biaya per jam bahan bakar HSD, MFO,
LNG, dan batubara untuk beban 140 MW

Pada gambar 4 diatas menunjukkan
besarnya biaya beberapa bahan bakar untuk
daya yang sama 140 MW. Biaya bahan bakar
HSD adalah yang tertinggi, yaitu sebesar Rp.
261,166 juta/ jam. Sedangkan, biaya bahan
bakar batubara adalah yang terkecil sebesar Rp.
42,18 juta/ jam. Biaya bahan bakar yang
lainnya, MFO sebesar Rp. 202,487 juta/ jam ;
LNG sebesar Rp. 21,879 juta/ jam. Besarnya
biaya bahan bakar ini berhubungan erat dengan
nilai laju aliran massa dan harga bahan bakar
masing – masing bahan bakar.
Sedangkan biaya tahunan beberapa
bahan bakar untuk daya dan lama operasi yang
sama. Jika diasumsikan lama operasi dalam 1
tahun adalah 320 hari, maka biaya operasi
dapat ditampilkan.
Dengan menggunakan program, hasil
perhitungan biaya bahan bakar per tahun dapat
ditampilkan dalam grafik adalah seperti terlihat
pada gambar 6 dibawah:

36

A1-37

Gambar 6 Biaya per tahun bahan bakar HSD, MFO,
LNG, dan batubara untuk beban 140 MW
Pada gambar 6 terlihat bahwa biaya operasi
tahunan menggunakan bahan bakar HSD dan MFO
jauh lebih besar dibandingkan menggunakan LNG dan
batu bara. Biaya bahan bakar bakar HSD hanya
berkisar Rp. 2,005 Triliyun per tahun, dan biaya bahan
bakar MFO berkisar Rp. 1,555 Triliyun per tahun.
Sedangkan, biaya bahan bakar batubara berkisar Rp.
323,942 Milyar per tahun dan biaya bahan bakar LNG
berkisar Rp. 168,029 Milyar per tahun. Dengan
demikian dapat dilihat biaya penghematan biaya
bahan bakar pada tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3 Selisih biaya bahan bakar minyak (HSD dan MFO)
terhadap LNG dan batubara untuk Beban 140 MW
Selisih Biaya Bahan Bakar
Bahan Bakar

(Milyar/ tahun)
LNG

BATUBARA

HSD

1837,726

1681,812

MFO

1387,069

1231,155

Besarnya biaya bahan bakar per kWh (Rp./
kWh) daya output generator. Untuk daya yang sama,
biaya bahan bakar HSD dan MFO masih berada diatas
biaya tarif rumah tangga. Sedangkan, biaya bahan
bakar LNG dan batubara masih berada di bawah tarif
listrik rumah tangga. Rupiah per kWh terkecil adalah
LNG sebesar Rp. 156,277 per kWh, sedangkan HSD
adalah yang terbesar sebesar Rp. 1.865,471 per kWh.
Berdasarkan gambar 7 diatas, terlihat bahwa
secara operasional PLTU yang beroperasi dengan
menggunakan bahan bakar minyak (HSD dan MFO)
mengalami kerugian. Hal ini nampak jelas dari selisih
harga yang sangat besar antara biaya bahan bakar
HSD dan MFO produksi energi listrik dibandingkan
harga jual listrik rumah tangga.
Perbandingan prakiraan biaya penghematan
bahan bakar berbagai beban ditunjukkan oleh tabel 4,
meliputi beban 80 MW, 90 MW, 95 MW, 100 dan 140
MW.
Tabel 4 Besar penghematan (Rp. Milyar/ tahun) berbagai
jenis bahan bakar dan beban
BEBAN
80
90
95
100
140

Besarnya penghematan (Milyar/ tahun)
MFO MFO HSD HSD LNG
BATUBARA
LNG
BATUBARA
777.694
690.277 1030.366
942.949
871.323
773.381 1154.414
1056.473
990.242
878.934 1311.971
1200.663
1051.672
933.459
1393.36
1275.146
1387.069
1231.155 1837.726
1681.812

V. KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan dan pembahasan
tugas akhir dengan judul Analisis Bahan Bakar
Yang Digunakan Pada Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (Studi Kasus di PT Indonesia
Power UBP Semarang) maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap,
semakin besar daya yang dibangkitkan
maka semakin besar pula laju aliran massa
bahan bakar. Laju aliran massa bahan
bakar saat beban 80 MW adalah sebesar
22.557,33 liter/ jam. Sedangkan, saat beban
140 MW sebesar 35.810,52 liter/ jam.
2. Konsumsi spesifik bahan bakar semakin
menurun seiring dengan penambahan
beban/ daya yang dibangkitkan. Konsumsi
bahan bakar bruto dan netto saat beban 80
MW adalah 0,28196667 liter/ kWh dan
0,30307647 liter/ kWh. Sebaliknya, saat
beban 140 MW adalah 0,25578946 liter/
kWh dan 0,27050424 liter/ kWh.
3. Semakin besar daya yang dibangkitkan
maka efisiensi termal semakin besar.
Sebaliknya, tara kalor (heatrate) semakin
menurun. Efisiensi termal bruto dan netto
terbesar adalah 36,01 % dan 34,06 % saat
beban 140 MW. Sedangkan, efisiensi termal
bruto dan netto terkecil adalah 32,67 % dan
30,398 % saat beban 80 MW.
4. Semakin besar daya yang dibangkitkan
pembangkit,
maka
besarnya
biaya
penghematan dengan cara pergantian
bahan bakar semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]

[3]

[4]
[5]

[6]

[7]

Abduh, Syamsir,
dan Widadi, J.P.
“Mencegah Terjadinya Monopoli dengan
Menggunakan Metode Price – Cost dalam
Pasar Listrik”, Makalah Seminar Nasional
Ketenagalistrikan 2005 – Semarang.
Abdul Wahid, Muh.,”Perbandingan Biaya
Pembangkitan Pembangkit Listrik di
Indonesia”.
Bellman, D.K., “Power Plant Efficiency
Outlook”, NPC Global Oil and Gas Study,
July 18, 2007.
El – Wakil, M.M. “Instalasi Pembangkit
Daya”, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1992.
Kadir, Abdul. “Pembangkit Tenaga Listrik”,
UI – Press, Universitas Indonesia,
Jakarta, 1996.
Kadir, Abdul. “Pemrograman Database
dengan Delphi 7 Menggunakan Access
ADO”, Andi, Yogyakarta, 2005.
Klein, Joel B.,”The Use Of Heatrates in
Production Cost Modeling And Market
Modeling”, Electricity Analysis Office,
California Energy Commision, April 1998.

37

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25