Analisis konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian indonesia

(1)

ELINUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

ANALISIS KONSUMSI DAN PENYEDIAAN ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA”

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang sejenis di perguruan tinggi lainnya. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2012

ELINUR


(3)

Economy (D.S PRIYARSONO as Chairman, MANGARA TAMBUNAN and

MUHAMMAD FIRDAUSas the members of the Advisory Committee)

The general objective of this study develop a model of energy consumption by users and the energy supply by energy type in the Indonesian economy. The model used is a simultaneous equation model with two stage least square method. The design of this model uses the assumption that along with economic progress the need for energy has increased so that the necessary supply of energy is greater, and vice versa.

The main findings of this study are: First, world oil prices, domestic energy prices, GDP, and exchange rates are the main factors that influence the consumption and supply of energy in Indonesia. Second, the increase in world oil prices and declining goverment expenditure of oil subsidies decrease consumption and supply of energy in Indonesia. The apresiation of the IDR to US Dollar increase consumption and supply of energy in Indonesia. And third, the results of forecasting analysis show overall energy consumption by all sectors tend to increase, except for biomass consumption by the industrial and total of biomass consumption. In addtion, supply of energy tends to increase with smaller rate the increasing of energy consumption.

In the short term, it should be an effort to increase energy utilization efficiency and productivity through conversion using fuel oil by gas and the reduction of subsidies oil in energy prices gradually, accompanied by efforts to increase economic growth, among others, by applying a low interest rate policy and maintain stable exchange rates. In the medium term, some efforts are required to increase investment from the aspect of production, processing, and distribution of fossil energy, and effort-based energy conversion using fuel oil by industry sector into other energy types. Along with that, efforts to increase the number and capacity of oil refineries, gas and electricity generation are required to be done to reduce the level of dependence on the final energy that comes from imports. In the long term, the implemention of green energy development strategy, which shifts the energy use sourced from unrenewable resources to energy use that are renewable resources, such as utilization of water energy, wind, biomass, biodiesel, biogas and other sources of sustainable energy.


(4)

Indonesia (D.S. PRIYARSONO sebagai Ketua, MANGARA TAMBUNAN

dan MUHAMMAD FIRDAUSsebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Data fakta menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia diiringi dengan peningkatan konsumsi energi dan sebaliknya. Pada periode 1993-2008, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri, sektor transportasi, sektor pertanian, dan sektor lainnya cenderung mengalami peningkatan. Sejalan dengan peningkatan PDB, konsumsi energi empat sektor tersebut juga mengalami peningkatan. Sebaliknya peningkatan konsumsi energi berbagai sektor tersebut juga dapat meningkatkan PDB. Masalah utama yang dihadapi adalah ketergantungan konsumsi energi terhadap energi fosil yang bersifat unrenewable resources, sementara konsumsi energi yang relatif boros mempercepat habisnya cadangan energi fosil yang tersedia. Dalam memenuhi kebutuhan konsumsi energi saat ini, khususnya kebutuhan terhadap bahan bakar minyak (BBM), Indonesia telah melakukan impor. Oleh karenanya sangat penting bagi Indonesia untuk memperhatikan ketersediaan energi yang cukup dan berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi untuk dapat melaksanakan aktivitas ekonomi berbagai sektor secara optimal. Dengan kata lain diperlukan suatu kondisi yang senantiasa memperhatikan keseimbagan antara pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan energi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang lebih maju. Oleh karena itu penelitian tentang konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia sangat penting dan menarik untuk dilakukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) mengestimasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia, (2) menganalisis dampak kebijakan ekonomi dan faktor eksternal lainnya terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia, (3) melakukan peramalan terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia menurut pengguna, (4) menganalisis efisiensi energi dalam penggunaan energi di Indonesia, dan (5) merumuskan implikasi kebijakan penyediaan yang efektif dan konsumsi energi yang efisien dalam perekonomian Indonesia.

Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri dari 5 blok persamaan (blok konsumsi enegi, blok transformasi energi, blok penyediaan energi, blok harga energi dan blok output perekonomian) dengan 54 persamaan (36 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas). Metode pendugaan model menggunakan

Two Stage Least Squares (2SLS) karena setiap persamaan struktural bersifat

overidentified.

Hasil temuan utama dari penelitian ini untuk blok konsumsi energi menunjukkan: Pertama, konsumsi energi sektor industri dipengaruhi oleh harga batubara, listrik, PDB sektor industri, dan konsumsi energi sektor industri tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor industri responsif terhadap perubahan harga batubara dan listrik dalam jangka pendek dan panjang, serta responsif terhadap perubahan PDB sektor industri dalam jangka panjang. Kedua, Konsumsi energi sektor rumahtangga dipengaruhi oleh harga listrik, PDB, jumlah penduduk dan


(5)

dipengaruhi oleh PDB sektor transportasi dan konsumsi energi sektor transportasi tahun sebelumnya. Konsumsi energi sektor transportasi responsif terhadap perubahan PDB sektor transportasi dalam jangka panjang. Keempat, Konsumsi energi sektor pertanian dipengaruhi oleh konsumsi energi sektor pertanian tahun sebelumnya.Kelima, Konsumsi energi sektor lainnya dipengaruhi harga gas, trend dan konsumsi energi sektor lainnya tahun sebelumnya.

Pada blok transformasi energi, hasil temuan utama menunjukkan:

Pertama, Seluruh transformasi energi baik transformasi energi kilang minyak, gas dan pembangkit listrik dipengaruhi total konsumsi akhir energi BBM, gas dan listrik. Transformasi energi responsif terhadap perubahan total konsumsi akhir energi BBM, gas dan listrik. Kedua, Input listrik untuk pembangkit listrik dipengaruhi oleh transformasi energi listrik. Input listrik untuk pembangkit listrik responsif terhadap perubahan transformasi energi listrik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kelima, Input gas untuk pembangkit listrik dipengaruhi oleh transformasi gas dan input gas untuk pembangkit listrik tahun sebelumnya.

Keenam, Input BBM untuk pembangkit listrik dipengaruhi oleh transformasi energi kilang minyak dan input BBM untuk pembangkit listrik tahun sebelumya. Input BBM untuk pembangkit listrik responsif terhadap perubahan transformasi energi kilang minyak dalam jangka panjang.

Pada blok penyediaan energi, hasil temuan utama menunjukkan:Pertama, Pemanfaatan kilang minyak dipengaruhi oleh PDB dan pemanfaatan kilang tahun sebelumnya. Kedua, Impor minyak mentah dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM, harga minyak dunia dan impor minyak mentah tahun sebelumnya. Impor minyak mentah responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan panjang.Ketiga, Impor BBM dipengaruhi oleh konsumsi akhir BBM dan jumlah transportasi darat. Impor BBM responsif terhadap perubahan konsumsi akhir BBM dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Temuan utama pada blok harga energi menunjukkan: Pertama, Harga BBM dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap US Dollar. Kedua, Harga gas dipengaruhi oleh harga gas tahun sebelumnya. Ketiga, Harga batubara dipengaruhi oleh harga BBM dan harga batubara tahun sebelumnya. Keempat, Harga listrik dipengaruhi oleh harga listrik tahun sebelumnya.

Pada blok output perekonomian, temuan utama dari penelitian ini menunjukkan: Pertama, PDB sektor industri dipengaruhi oleh PDB sektor industri tahun sebelumnya.Kedua, PDB sektor transportasi dipengaruhi oleh total konsumsi energi sektor transportasi, pengeluaran pemerintah dan PDB sektor transportasi tahun sebelumnya. PDB sektor transportasi responsif terhadap perubahan total konsumsi energi sektor transportasi dalam jangka panjang.Ketiga, PDB sektor pertanian dan sektor lainnya dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah.

Berdasarkan hasil simulasi diperoleh informasi: Pertama, kenaikan harga minyak dunia dan penurunan subsidi BBM secara parsial berdampak terhadap penurunan konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia. Apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar berdampak terhadap peningkatan konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia. Kedua, alternatif kombinasi simulasi kenaikan


(6)

simulasi ini lebih kecil dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh simulasi kenaikan harga minyak dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar mampu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kenaikan harga minyak dunia. Ketiga, alternatif kombinasi simulasi kenaikan harga minyak dunia, apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar dan penurunan pengeluaran subsidi BBM memperlihatkan pola yang sama dengan alternatif simulasi kenaikan harga minyak dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan oleh kenaikan harga minyak dunia dan penurunan pengeluaran subsidi BBM tidak mampu dieleminir oleh dampak positif yang ditimbulkan oleh apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar.

Hasil analisis efisiensi pemakaian energi menunjukkan bahwa pemakaian energi Indonesia periode lima tahunan dari tahun 1990-2005 cenderung hemat. Pada periode 2006-2010 pemakaian energi total inefisien (boros) dan pada masa mendatang pemakaian energi total cenderungan efisiens. Hal ini terjadi karena penerapan teknologi yang hemat energi seiring dengan berjalannya waktu.

Dari sisi penyediaan, cadangan energi fosil khususnya minyak semakin menipis sehingga berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, berbagai upaya perlu dilakukan sehubungan dengan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan energi antara lain dengan cara konversi minyak tanah ke gas untuk rumahtangga, dan pengurangan subsidi BBM. Disamping itu kebijakan nilai tukar rupiah yang stabil perlu dilakukan untuk menangkal dampak negatif dari kenaikan harga minyak dunia yang dapat menyebabkan konsumsi dan penyediaan energi menurun.

Untuk jangka menengah, perlu upaya untuk meningkatkan investasi dari aspek produksi, pengolahan, dan distribusi energi fosil, dan upaya konversi penggunaan energi berbasis bahan bakar minyak oleh sektor industri ke jenis energi lainnya. Seiring dengan itu, upaya peningkatan jumlah dan kapasitas kilang (minyak dan gas) perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap energi akhir yang bersumber dari impor. Upaya peningkatan jumlah dan kapasitas pembangkit listrik juga perlu dilakukan untuk mengeleminir defisit energi listrik yang semakin meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk. Pengembangan pembangkit listrik hendaknya difokuskan pada penggunaan energi selain BBM, seperti pembangkit listrik menggunakan energi batubara dan gas. Selanjutnya untuk jangka panjang, upaya untuk menggeser penggunaan energi yang bersumber dariunrenewable resources

kepada penggunaan energi yang bersifat renewable resources, seperti pemanfaatan energi air, angin, bahan bakar nabati (biomas, biodiesel, biogas dan lainnya), dan sumber-sumber energi berkelanjutan lainnya.


(7)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor


(8)

ELINUR

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat. MEc

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka 1. Dr. Harianto

Staf Pengajar Departemen Manajemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Hanggono Tjahjo Nugroho


(10)

Nama Mahasiswa : Elinur

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian Nomor Pokok : H 363070041

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing :

Ir. D.S. Priyarsono, Ph.D Ketua

Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D

Anggota Anggota

Mengatahui,

2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(11)

Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wata’ala yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan Disertasi dengan judul: Analisis Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam Perekonomian.

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun suatu model dinamika konsumsi energi menurut pengguna dan penyediaan energi menurut jenis energi dalam perekonomian Indonesia dengan menggunakan pendekatan neraca energi. Secara spesifik bertujuan untuk: (1) mengestimasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia, (2) menganalisis dampak kebijakan ekonomi dan faktor eksternal terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia, (3) melakukan peramalan terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia menurut pengguna, (4) menganalisis efisiensi energi dalam penggunaan energi di Indonesia, dan (5) merumuskan implikasi kebijakan penyediaan yang efektif dan konsumsi energi yang efisien dalam perekonomian Indonesia.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak: Ir. D.S Priyarsono, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc dan Muhammad Firdaus, SP., M.Si, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus disampaikan kepada suami tercinta, Dr. Djaimi Bakce atas segala keikhlasan, pengertian dan dorongan moril dan materil yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Selanjutnya, penulis mengucapan terima kasih juga kepada:

1. Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Prof. Dr. Ir Bonar M. Sinaga, MA sebagai Ketua Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan sejak penulis diterima menjadi mahasiswa baru di Institut Pertanian Bogor.


(12)

4. Saudara Fifi selaku staf Pusat Data dan Informasi Kementrian Energi Sumberdaya dan Mineral yang telah membantu dalam memperoleh data dan bahan kepustakaan di Kementrian Energi Sumberdaya dan Mineral

5. Ibunda terkasih dan ananda tercinta Lailla Fitria Djaimi yang telah memberikan dorongan moril dan doa yang tulus yang selalu dipanjatkan untuk penulis.

6. Mbak Rubi Garniwan, Mbak Yani, Bu Kokom dan Bapak Husen selaku staf di Mayor Program Studi di Ilmu Ekonomi Pertanian.

7. dan kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan dalam penyelesaian disertasi ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan dukungan dari berbagai pihak agar pemikiran yang tertuang dalam Disertasi ini dapat disempurnakan dan bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya..

Bogor, Januari 2012 Penulis


(13)

Penulis dilahirkan di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau pada tanggal 13 September 1970. Penulis anak ke tujuh dari delapan bersaudara dari Ayah Nursin (Almarhum) dan Ibu Nurmina.

Penulis menyelesaikan sekolah dasar (SD) di SD Negeri 022 Pekanbaru tahun 1984. Tiga tahun kemudian penulis melanjutkan ke sekolah menengah pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Pekanbaru. Tahun 1990, penulis lulus SMA Negeri 2 Pekanbaru. Selanjutnya, tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sarjana di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Riau. Alhamdullilah tahun 1995 penulis berhasil memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Pada tahun 1998 penulis menikah dengan Djaimi Bakce dan pindah ke Bogor. Penulis dikaruniai seorang putri yang bernama Laila Fitria Djaimi. Tahun 2001 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 (Magister) Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian di Institut Pertanian Bogor yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau selama 2 tahun. Alhamdulillah tahun 2004 penulis berhasil memperolah gelar Magister of Sains, Institut Pertanian Bogor.

Tiga tahun setelah menyelesaikan pendidikan S2, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S3 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis memulai karir sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Nasional Jakarta sejak tahun 2003 sampai sekarang.


(14)

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Studi ... 12

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 13

II. T INJ A UAN PU STAKA ... ... ... ... ... ... ... ... 15

2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 15

2.1.1. Model Pertumbuhan Solow ... 15

2.1.2. Teori Pertumbuhan Endogen ... 18

2.1.3. Model Pertumbuhan dengan Sumberdaya Alam .... 23

2.2. Energi dan Pertumbuhan Ekonomi ... 29

2.3. Kebijakan Energi Nasional ... 34

2.4. Tinjauan Studi Empiris ... 45

2.4.1. Studi Konsep Pertumbuhan Ekonomi dan Energi ... 45

2.4.2. Studi Pertumbuhan Ekonomi dan Energi di Indonesia ... 55

2.4.3. Studi Pertumbuhan Ekonomi dan Energi pada Beberapa Negara ... 68


(15)

iv

3.2. Konsep Permintaan Energi ... 83

3.3. Konsep Penyediaan dan Transformasi Energi ... 91

3.4. Konsep Efisiensi Pemakaian Energi ... 98

3.5. Kerangka Pemikiran ... 100

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 104

4.1. Spesifikasi Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 104

4.1.1. Blok Persamaan Konsumsi Energi ... 108

4.1.2. Blok Persamaan Transformasi Energi ... 124

4.1.3. Blok Persamaan Penyediaan Energi ... 128

4.1.4. Blok Persamaan Harga Energi ... 133

4.1.5. Blok Persamaan Output Perekonomian ... 136

4.2. Prosedur Analisis ... 140

4.2.1. Identifikasi Model ... 140

4.2.2. Metode Pendugaan Model ... 141

4.2.3. Validasi Model ... 143

4.2.4. Simulasi Model dan Peramalan ... 144

4.3. Jenis dan Sumber Data ... 146

V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA ... 147

5.1. Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 147

5.1.1. Batubara ... 149

5.1.2. Minyak Mentah ... 150


(16)

v

5.1.6 Listrik ... 158

5.2. Transformasi Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 160

5.2.1. Transformasi Energi Minyak Bumi ... 161

5.2.2. Transformasi Energi Gas Alam ... 163

5.3. Konsumsi Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 164

5.3.1. Konsumsi Energi Sektor Industri ... 164

5.3.2. Konsumsi Energi Sektor Rumahtangga ... 166

5.3.3. Konsumsi Energi Sektor Transportasi ... 168

5.3.4. Konsumsi Energi Sektor Pertanian ... 169

5.3.5. Konsumsi Energi Sektor Lainnya ... 170

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL KONSUMSI DAN PENYEDIAAN ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA ... 172

6.1. Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model ... 172

6.2. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas ... 174

6.2.1. Konsumsi Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 175

6.2.2. Transformasi Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 196

6.2.3. Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 204

6.2.4. Harga Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 210

6.2.5. Output Dalam Perekonomian Indonesia ... 214

VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERUBAHAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KONSUMSI DAN PENYEDIAAN ENERGI DI INDONESIA ... 222


(17)

vi

Eksternal ... 225

7.2.2. Dampak Alternatif Kombinasi Kebijakan dan Perubahan Faktor Eksternal ... 234

7.3. Peramalan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia Periode 2012 -2025 ... 242

VIII. EFISIENSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA ... 250

8.1. Efisiensi Pemakaian Energi Menurut Sektor ... 255

8.2. Strategi Penghematan dan Pemanfaatan Energi ... 258

8.2.1. Strategi Penghematan Energi ... 259

8.2.2. Strategi Pemanfaatan Energi ... 264

IX. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN PENELITIAN LANJUTAN ... 267

9.1. Kesimpulan ... 267

9.2. Implikasi Kebijakan ... 270

9.3. Saran Penelitian Lanjutan ... 272

DAFTAR PUSTAKA ... 273


(18)

Nomor Halaman 1. Perkembangan Kebijakan Energi Nasional, Tahun 1981 – 2003 .. 38 2. Potensi Energi Terbarukan Untuk Pembangkit Listrik Tahun

2006 ... 142 3. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM

Sektor Industri ... 175 4. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Listrik

Sektor Industri ... 177 5. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Batubara

Sektor Industri ... 177 6. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Gas

Sektor Industri ... 178 7. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Biomas

Sektor Industri ... 179 8. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM

Sektor Rumahtangga ... 181 9. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Listrik

Sektor Rumahtangga ... 182 10. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Gas

Sektor Rumahtangga ... 183 11. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Biomas

Sektor Rumahtangga ... 184 12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM

Sektor Transportasi Darat ... 185 13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM

Sektor Transportasi Lainnya ... 186 14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Jumlah Transportasi

Darat Non Penumpang ... 187 15. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Jumlah Transportasi


(19)

viii

17. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi BBM

Sektor Lainnya ... 191

18. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Gas Sektor Lainnya ... 192

19. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Listrik Sektor Lainnya ... 193

20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Biomas Sektor Lainnya ... 193

21. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Energi Kilang Minyak ... 196

22. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Energi Listrik ... 197

23. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Energi Gas ... 198

24. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Input Listrik untuk Pembangkit Listrik ... 200

25. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Input Gas untuk Pembangkit Listrik ... 201

26. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Input BBM untuk Pembangkit Listrik ... 202

27. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Input Batubara untuk Pembangkit Listrik ... 203

28. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pemanfaatan Kilang Minyak ... 205

29. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Produksi Batubara .. 207

30. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Impor Minyak Mentah ... 208

31. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Impor BBM ... 209

32. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga BBM ... 210

33. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Listrik ... 211


(20)

ix

Biomas ... 213 37. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas PDB Sektor Industri 215 38. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas PDB Sektor

Transportasi ... 215 39. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas PDB Sektor

Pertanian ... 217 40. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas PDB Sektor

Lainnya ... 217 41. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pengeluaran Subsidi

BBM ... 219 42. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penerimaan

Pemerintah ... 220 43. Hasil Pengujian Validasi Model Konsumsi dan Penyediaan

Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 223 44. Dampak Alternatif Kebijakan Ekonomi dan Perubahan Faktor

Eksternal Terhadap Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam

Perekonomian Indonesia Periode 1990 – 2008 ... 226 45. Dampak Alternatif Kombinasi Kebijakan Ekonomi dan

Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia Periode

1990 – 2008 ... 235 46. Hasil Peramalan Konsumsi dan Penyediaan Energi Tanpa


(21)

Nomor Halaman

1. Trend PDB Empat Sektor Ekonomi, Tahun 1993-2008 ... 4

2. Trend Konsumsi Energi Akhir Empat Sektor Ekonomi, Tahun 1993-2008 ... 5

3. Perbandingan Elastisitas Pemakaian Energi Sejumlah Negara, Tahun 1998 – 2003 ... 7

4. Perbandingan Intensitas Penggunaan Energi Primer Beberapa Negara ... 8

5. Intensitas Konsumsi Energi akhir Per Kapita di Indonesia, Tahun 2000-2008 ... 8

6. Model Pertumbuhan Solow ... 16

7. Elastisitas Substitusi Antara Faktor Produksi Kapital dan Sumberdaya ... 26

8. Gambaran Model Energi Dunia ... 54

9. Struktur Modul Penyediaan Energi Fosil ... 91

10. Struktur Modul Kilang dan Transformasi Energi ... 94

11. Struktur Modul Pembangkitan Listrik ... 96

12. Struktur Modul Pembangkit Listrik Energi Terbarukan ... 97

13. Kerangka Pemikiran Studi Analisis Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 101

14. Simplifikasi Model Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia ... 106

15. Diagram Simplifikasi Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomi Indonesia ... 107

16. Peramalan Berdasarkan Ruang Waktu ... 145

17. Penyediaan Energi Batubara Tahun 1990-2008 ... 150

18. Penyediaan Energi Minyak Mentah Indonesia Tahun 1990-2008 ... 151


(22)

xi

21. Penyediaan Energi Biomas Tahun 1990-2008 ... 158 22. Penyediaan Listrik Indonesia Tahun 1990-2008 ... 159 23. Tranformasi Energi Minyak Mentah Indonesia Tahun

1990-2008 ... 162 24. Transformasi Energi Gas Bumi Tahun 1990-2008 ... 164 25. Konsumsi Energi Sektor Industri Tahun 1990-2008 ... 165 26. Konsumsi Energi Sektor Rumahtangga Tahun 1990-2008 ... 166 27. Konsumsi Energi Sektor Transfortasi Tahun 1990-2008 ... 168 28. Konsumsi Energi Sektor Pertanian Tahun 1990-2008 ... 170 29. Konsumsi Energi Sektor Lainnya Tahun 1990-2008 ... 171 30. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Total

Periode Lima Tahunan ... 251 31. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor

Industri Periode Lima Tahunan ... 253 32. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor

Rumahtangga Periode Lima Tahunan ... 255 33. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor

Transportasi Periode Lima Tahunan ... 256 34. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor

Pertanian Periode lima tahunan ... 256 35. Perkembangan Rata-Rata Elastisitas Pemakaian Energi Sektor


(23)

Nomor Halaman 1. Data Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian

Indonesia ... 280 2. Program Pendugaan Model Konsumsi dan Penyediaan

Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 289 3. Hasil Pendugaan Model Konsumsi dan Penyediaan Energi

dalam Perekonomian Indonesia ... 297 4. Program Simulasi Dasar Model Konsumsi dan Penyediaan

Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 319 5. Hasil Simulasi Dasar Model Konsumsi dan Penyediaan Energi

dalam Perekonomian Indonesia ... 324 6. Program Simulasi Faktor Eksternal dan Kebijakan Pemerintah

pada Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam

Perekonomian Indonesia ... 330 7. Hasil Simulasi Faktor Eksternal dan Kebijakan Pemerintah

pada Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam

Perekonomian Indonesia ... 335 8. Program Peramalan Peubah Eksogen pada Model Konsumsi

dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 341 9. Hasil Peramalan Peubah Eksogen pada Model Konsumsi dan

Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 306 10. Program Peramalan Peubah Endogen pada Model Konsumsi

dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia ... 345 11. Hasil Peramalan Peubah Endogen pada Model Konsumsi dan


(24)

Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya perekonomian suatu negara maka kebutuhan akan energi baik untuk kebutuhan konsumsi (rumahtangga) maupun untuk menjalankan aktivitas produksi (sektor ekonomi) akan cenderung mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, negara-negara di dunia menggunakan energi fosil yang bersifatunrenewable resources untuk memenuhi kebutuhan energinya. Oleh karenanya diperlukan upaya optimalisasi pasokan energi dan efisiensi dalam pemanfaatannya.

Perkembangan terkini pemanfaatan energi di Indonesia menunjukkan telah terjadi perubahan status dari negara pengekspor menjadi pengimpor khususnya minyak yang disebabkan oleh beberapa faktor: (1) penekanan konsumsi minyak fosil bagi rumahtangga dan industri telah mempercepat habisnya produksi, (2) setelah krisis ekonomi, Indonesia tidak melakukan investasi yang memadai dalam eksplorasi sumber atau ladang minyak baru, dan (3) investasi penyulingan minyak (oil refinery) juga terlambat dilakukan. Ketiga faktor inilah telah menyebabkan adanya kelangkaan minyak berbasis fosil di Indonesia.

Pada masa mendatang, energi fosil tetap akan dominan walaupun harga minyak cenderung meningkat. Pada tahun 2005 pemerintah Indonesia menaikkan harga minyak yang didorong oleh meningkatnya harga minyak dunia. Akan tetapi kenaikan harga minyak ini tidak dapat mencegah status Indonesia dari net importer minyak mentah yang telah terjadi sejak tahun 2000 hingga sekarang.


(25)

Diperkirakan impor minyak mentah akan meningkat, sementara itu persaingan di pasar dunia (karena masuknya China secara agresif) telah menaikkan harga minyak pada tingkat yang tidak terbayangkan sebelumnya. Bagi Indonesia, sumber energi alternatif terhadap minyak adalah dua sumber energi tidak terbarukan, yaitu batubara dan gas alam (natural gas).

Dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025 dinyatakan sejumlah persoalan terkait dengan kondisi keenergian di Indonesia, yaitu: (1) struktur APBN masih tergantung penerimaan migas dan dipengaruhi subsidi bahan bakar minyak (BBM), (2) industri energi belum optimal, (3) infrastruktur energi terbatas, (4) harga energi belum mencapai keekonomian, dan (5) pemanfaatan energi belum efisien. Kondisi tersebut mengakibatkan: (1) bauran energi primer timpang, diperlihatkan oleh pemanfaatan gas dan batubara dalam negeri belum optimal, (2) pengembangan energi alternatif terhambat karena adanya subsidi BBM, (3) Indonesia menjadinet importer minyak, dan (4) subsidi BBM membengkak.

Indonesia menjadi net importir minyak bumi, tidak hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, industrialisasi, dan keterbatasan investasi, juga disebabkan kegagalan pemerintah dalam mengatasi menipisnya cadangan minyak melalui kebijakan harga energi murah dengan memberikan subsidi yang besar. Sebagai pembanding, harga retail gas pada tahun 2005 US$1.0 di Kenya, tetapi hanya $ 0.50 di Indonesia. Sifat dari kebijakan harga energi murah berkembang semakin mendalam dalam pasar minyak (energi), konsumen menjadi terbiasa menerima harga minyak bersubsidi. Akar dari permasalahan di sini adalah:


(26)

sumberdaya alam dikuasai oleh Negara dan digunakan oleh pemerintah dengan sebesar-besarnya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Interpretasi pertama dari undang-undang ini adalah pasar energi dikendalikan oleh pemerintah, dengan kekuatan intervensi pemerintah di pasar minyak. Rendahnya kinerja perusahaan milik negara PERTAMINA dan jaminan harga oleh pemerintah merefleksikan kegagalan intervensi Negara. Kedua, berdasarkan alasan dari sisi undang-undang tersebut, kegagalan pasar terbesar ditemukan pada sektor ekonomi yang berbasis produksi energi sumberdaya alam. Hasilnya, kebijakan harga sumberdaya alam ditetapkan melalui intervensi pemerintah, bukan dikendalikan oleh mekanisme pasar. Sebagai konsekuensinya, secara umum pasar energi adalah pasar persaingan tidak sempurna (Tambunan, 2006). Ini sejalan dengan pendapat Titenberg’s (2003) yang menyatakan bahwa pemerintah mengontrol dengan memberlakukan harga yang cenderung tetap, sebaliknya melalui mekanisme pasar persaingan sempurna yang paling diharapkan oleh para ekonom.

Lebih lanjut Tambunan (2006) menyatakan bahwa kebijakan harga energi murah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin hanya dapat diimplementasikan jika negara memiliki surplus penerimaan. Status monopoli pada PERTAMINA, dikombinasikan dengan harga minyak murah, memberikan implikasi yang lebih luas daripada pengakuan publik. Menciptakan konsumsi minyak fosil yang lebih cepat, hal tersebut akan memberikan lima dampak: (1) ketergantungan yang tinggi pada minyak fosil sebagai sumber energi utama, (2) “salah didik” pada masyarakat untuk menggunakan minyak secara berlebihan, (3) inefisiensi dalam pemanfaatan energi, (4) gagal untuk melakukan diversifikasi


(27)

sumber-sumber energi, dan (5) gagal menarik investasi pada industri hilir, seperti retail pasar minyak.

Selanjutnya, hipotesis penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan konsumsi energi dan sebaliknya. Dengan demikian ada hubungan antara konsumsi energi dengan perkembangan perekonomian. Kasus di Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) diiringi dengan peningkatan konsumsi energi akhir. Gambar 1 dapat dilihat bahwa Produk Domestik Bruto yang didisagregasi dalam empat sektor ekonomi pada periode 1993-2008 seluruhnya cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan urutan menurut besarnya nilai PDB, sektor yang memberikan kontribusi tertinggi adalah sektor lainnya (pertambangan, konstruksi, listrik, gas, air bersih, perdagangan, hotel, restoran, komunikasi, dan jasa), diikuti secara berturut-turut oleh sektor industri, sektor pertanian dan sektor transportasi.

0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

P D B (T ri li u n R u p ia h )

Industri Transportasi Pertanian Sektor Lainnya

Sumber: BPS (diolah)

Gambar 1. Trend PDB Empat Sektor Ekonomi, Tahun 1993-2008

Dengan memperhatikan Gambar 2, terlihat bahwa trend konsumsi energi akhir meningkat. Pada periode 1993-2008 sektor ekonomi dengan konsumsi


(28)

energi akhir mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah, secara berturut-turut adalah sektor industri, sektor transportasi, sektor lainnya dan sektor pertanian. Dengan melihat trend PDB yang meningkat seperti pada Gambar 1 dan membandingkannya dengan trend konsumsi energi akhir yang juga meningkat seperti Gambar 2, memperkuat hipotesis bahwa seiring dengan berkembangnya perekonomian maka kebutuhan terhadap energi juga mengalami peningkatan.

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

K o ns um s i E n e rg iF in a l (J u ta S B M )

Industri Transportasi Pertanian Sektor lainnya c

Sumber: Kementrian ESDM, 2006 dan 2009

Gambar 2. Trend Konsumsi Energi Akhir Empat Sektor Ekonomi, Tahun 1993-2008

Mengacu pada penjelasan di atas adalah sangat penting bagi Indonesia untuk memperhatikan masalah ketersediaan energi yang baik untuk kebutuhan konsumsi rumahtangga maupun untuk aktivitas ekonomi sektor pertanian, pertambangan, konstruksi, transportasi, industri pengolahan, dan sektor ekonomi lainnya. Dengan kata lain diperlukan suatu kondisi yang senantiasa mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketersediaan energi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang lebih maju. Oleh karenanya sangat menarik untuk melakukan suatu


(29)

studi yang menganalisis konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia. Untuk itu akan digunakan pendekatan konsumsi dan penyediaan energi dengan analisis ekonometrika yang dinamis.

1.2. Permasalahan

Mencermati perkembangan terkini sektor energi di Indonesia ditemukan berbagai permasalahan dari aspek konsumsi, harga dan produksi. Dari aspek konsumsi dan harga, permasalah utama yang ditemukan adalah pemanfaatan energi yang relatif boros, diperlihatkan oleh tingkat elastisitas pemakaian energi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Kenyataan adanya masyarakat tidak mampu yang mempunyai daya beli yang rendah untuk memenuhi konsumsinya disikapi pemerintah dengan memberlakukan kebijakan harga energi murah. Tidak hanya masyarakat yang tidak mampu memperoleh manfaat dari penerapan kebijakan harga energi murah ini, masyarakat golongan atas dan dunia usaha juga menikmatinya. Dengan kata lain kebijakan yang diberlakukan pemerintah selama ini adalah salah satu pemicu terjadinya pemborosan pemanfaatan energi di Indonesia. Dampak negatif lainnya dari penerapan kebijakan harga energi murah ini juga mendorong maraknya penyelundupan khususnya BBM ke luar negeri. Walaupun saat ini pemerintah telah menaikkan harga BBM namun masih lebih rendah dari harga minyak dunia, oleh karenanya praktek-praktek penyelundupan ke luar negeri masih tetap terjadi.

Data Statistik Ekonomi Energi Departemen Energi Sumberdaya Dan Mineral (DESDM) menggambarkan bahwa elastisitas pertumbuhan konsumsi energi terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) rata-rata dalam rentang


(30)

tahun 1991-2005 mencapai 2,02. Angka tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB masih bergantung pada pertumbuhan konsumsi energi yang besar. Elastisitas energi yang diharapkan kurang dari 1, yang menunjukkan tingkat efisiensi tinggi. Angka ini sangat jauh bila dibandingkan dengan elastisitas energi negara-negara maju. Bahkan Jerman dapat mencapai elastisitas (-0.12) dalam kurun waktu 1998–2003 (DESDM 2006). Energi di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak menghasilkan, tercermin dari tingginya elastisitas energi Indonesia. Perbandingan elastisitas dan intensitas pemakaian energi sejumlah negara periode tahun 1998-2003 disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Sumber: DESDM, 2006

Gambar 3. Perbandingan Elastisitas Pemakaian Energi Sejumlah Negara, Tahun 1998 – 2003


(31)

Sumber: Kementerian ESDM, 2009

Gambar 4. Perbandingan Intensitas Penggunaan Energi Primer Beberapa Negara Lebih lanjut pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa intensitas konsumsi energi akhir per kapita di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, intensitas konsumsi energi akhir per kapita sebesar 2.26 SBM per kapita kemudian meningkat menjadi 2.82 pada tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kurun waktu 8 tahun, terjadi peningkatan pemborosan penggunaan energi sebesar 24.78 persen.

Sumber: Kementerian ESDM, 2009

Gambar 5. Intensitas Konsumsi Energi akhir Per Kapita di Indonesia, Tahun 2000-2008


(32)

Dari aspek harga energi menunjukkan harga energi di Indonesia relatif murah dan belum menjacapai harga keekonomiannya. Rendah harga energi di Indonesia disebabkan harga energi masih disubsidi oleh pemerintah. Menurut Tambunan (2006) menyatakan bahwa rendahnya harga BBM membawa dampak negatif: (1) tingginya ketergantungan pada sumber energi minyak bumi yang ditunjukkan oleh dominasi minyak bumi dalam kombinasi pasokan sumber energi domestik (energy mix). Sinyal harga yang rendah tersebut menjadi disinsentif bagi usaha diversifikasi maupun konservasi (penghematan) energi, (2) Subsidi BBM di APBN mengancam keberlangsungan fiskal (fiscal sustainability) pemerintah, (3) tidak optimalnya pemanfaatan sumber energi lain, baik fosil energi seperti gas alam dan batu bara yang cadangannya jauh lebih besar dari minyak bumi maupun energi baru dan terbarukan, (4) maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri sehingga tingkat permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan nyata di sektor transportasi, industri, dan rumahtangga, (5) maraknya kegiatan pengoplosan BBM yang merugikan negara dan konsumen umum, dan (6) sinyal harga mendistorsi kelayakan investasi di sektor hilir migas.

Lebih lanjut Tambunan (2006) menyatatakan terdapat dua permasalahan utama yang dihadapi dari aspek penyediaan energi, yaitu terbatasnya teknologi eksplorasi sumber-sumber energi dan investasi. Karena keterbatasan dalam penguasaan teknologi eksplorasi, sebagian besar aktivitas eksplorasi minyak di Indonesia dilakukan kontraktor perusahaan minyak asing dengan sistem kontrak produksi sharing (KPS) dengan skema pembagian 85 persen untuk pemerintah pusat dan 15 persen untuk kontraktor. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tidak sepenuhnya hasil eksplorasi minyak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan


(33)

domestik, sebagian diantaranya diekspor oleh kontraktor untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik karena harga minyak dunia yang lebih tinggi dari harga domestik.

Sementara itu investasi energi masih terbatas. Hal ini terlihat dengan jumlah kilang minyak yang berproduksi di Indonesia. Berdasarkan data Kementrian Energi Sumber Daya Mineral tahun 1990-2008 menunjukkan pertumbuhan rata-rata jumlah kilang minyak sebesar 1.39 persen dari 8 kilang minyak tahun 1990-2003 menjadi 10 kilang minyak tahun 2007- 2008. Rendahnya investasi di sektor energi ini disebabkan oleh beberapa permasalahan (Tambunan, 2006): (1) regulatory environment problem, karena berbagai peraturan menciptakan ketidakpastian dan inkonsistensi sehingga menciptakan regulatory riskyang besar sehingga menjadi disensentif bagi investor dalam dan luar negeri, (2) pricing policy problem, kecenderung penetapan harga di dalam negeri yang rendah sehingga tidak menarik bagi investor dan ini mensyaratkan agar harga energi menjadi masalah strategik, (3) high cost economy, dengan proses pasar energi yang menyangkut perencanaan proyek di Indonesia perlu dibangun suatu proses menyeluruh yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka sehingga para investor dapat menghemat biaya dan efisien dalam melakukan proses eksplorasi, (4) inconsistency tax system, ada inkonsistensi di bidang perpajakan yang berkaitan dengan implementasi regulasi baru, dan (5) limited infrastructure, infrastruktur jalan, transmisi, transportasi, dan pelabuhan yang menghubungkan wilayah eksplorasi dan distribusi dirasakan sangat kurang sehingga menghambat investasi.


(34)

Seiring dengan ketersediaan energi fosil yang semakin langka, karena merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, dewasa ini berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, kembali menggalakkan penggunaan energi biomass sebagai salah satu energi yang dapat diperbaharui. Biomass merupakan seluruh bahan organik, berasal dari kayu, tumbuhan, kotoran hewan, dan sumber-sumber organik lainnya, yang dapat didigunakan sebagai sumber energi. Hal ini senada dengan ungkapan Reksowardoyo dan Soeriawidjaja (2006) yang menyatakan bahwa biomass adalah semua bahan-bahan organik yang berasal dari tumbuhan dan hewan, produk dan limbah industri budidaya pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan, yang dapat diproses menjadi bioenergi.

Sampai saat ini tiga jenis sumber energi: minyak, gas alam dan listrik merupakan sumber utama energi bagi fungsi pemanasan, mesin pendingin, memasak, penerangan dan transportasi. Pada umumnya, energi dilihat sebagai faktor input dalam dunia industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor ekonomi lainnya. Secara agregat, energi selalu dilihat (dikaitkan) dengan kegiatan ekonomi penduduk dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Permintaan terhadap energi pada masa mendatang akan masih tetap dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk, meningkatnya jumlah ekonomi (income per capita) dan meningkatkan mobilitas hidup. Sering terjadi di negara berkembang, pada saat efisiensi energi tercapai, hasil efisiensi tersebut tetap dikonsumsi oleh pertambahan penduduk.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa seiring dengan perkembangan perekonomian, konsumsi energi oleh berbagai sektor cenderung meningkat, hal ini memicu kenaikan harga energi. Perkembangan perekonomian domestik, dinamika


(35)

perekonomian dunia juga cenderung mendorong kenaikan harga energi domestik. Walaupun sejumlah negara, termasuk Indonesia, mengalami kontraksi ekonomi akibat dilanda krisis ekonomi global sejak tahun 2008, namun Indonesia masih mengalami pertumbuhan positif tertinggi ketiga setelah China dan India. Secara perlahan perekonomian Indonesia pulih, yang diperlihatkan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang mengalami pergerakan positif dan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung menguat. Dalam rangka mendorong pertumbuhan sektor riil, termasuk di bidang energi, Pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia memberlakukan kebijakan penurunan suku bunga sehingga mendorong investor semakin termotivasi untuk menanamkan modalnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan empat permasalahan yang perlu dijawab dalam studi ini, yaitu:

1. Apa saja faktor-faktor yang dominan mempengaruhi konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia?

2. Bagaimana dan seberapa besar dampak kebijakan ekonomi dan faktor eksternal lainnya terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia? 3. Berapa besar konsumsi dan penyediaan energi pada masa mendatang

sehubungan dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian Indonesia? 4. Kebijakan penyediaan dan konsumsi energi bagaimana yang efektif dalam

perekonomian Indonesia?

1.3. Tujuan Studi

Secara umum tujuan dari studi ini adalah untuk membangun suatu model konsumsi energi menurut pengguna dan penyediaan energi menurut jenis energi


(36)

dalam perekonomian Indonesia dengan menggunakan pendekatan neraca energi. Secara spesifik studi ini bertujuan untuk:

1. Menduga faktor-faktor dominan yang mempengaruhi konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia.

2. Menganalisis dampak kebijakan ekonomi dan faktor eksternal lainnya terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia.

3. Melakukan peramalan terhadap konsumsi dan penyediaan energi di Indonesia menurut pengguna pada masa mendatang.

4. Merumuskan implikasi kebijakan penyediaan energi yang efektif dan konsumsi energi yang efesien dalam perekonomian Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsumsi dan penyediaan energi Indonesia yang memaparkan aliran energi dimulai dari sumber energi, diikuti dengan transformasi energi, sampai dengan konsumsi energi akhir oleh konsumen akhir. Jenis energi yang dianalisis dengan model persamaan simultan ini terdiri dari minyak mentah, batubara, BBM, gas, listrik, dan biomas. Transformasi energi, sesuai dengan neraca energi Indonesia, terdiri dari penyulingan minyak dan pembangkit listrik. Sementara itu, konsumen akhir energi akhir yang dianalisis terdiri dari 5 sektor, yaitu sektor: industri, transportasi, rumahtangga (pemukiman), pertanian, dan sektor lainnya.

Untuk menganalisis konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia, sejumlah peubah dari luar data neraca energi dimasukkan ke dalam model. Peubah-peubah yang dimaksud terutama sekali adalah peubah harga


(37)

berbagai jenis energi, jumlah penduduk, produk domestik bruto (PDB), dan peubah-peubah pendukung lainnya.

Mencermati ruang lingkup yang telah dikemukakan, penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan terutama terkait dengan agregasi jenis energi dan konsumen akhir. Pada studi ini jenis energi batubara, BBM, gas, dan biomass dianalisis secara agregat, padahal keempat jenis energi ini memiliki spesifikasi yang lebih rinci. Tidak dilakukannya disagregasi terhadap keempat jenis energi tersebut, khususnya terkait dengan sumber (penyediaan) energi, disebabkan data yang terdapat dalam neraca energi Indonesia tidak secara detail merinci spesifikasi berbagai jenis energi tersebut. Demikian juga halnya dengan jenis energi listrik tidak dirinci menurut status kepemilikan pembangkit listrik dan sumber energi listrik. Menurut status kepemilikan, pembangkit energi listrik terdiri dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan perusahaan listrik swasta atau pembangkit listrik milik pribadi. Menurut sumbernya, energi listrik berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel, pembangkit tenaga uap, tenaga air, dan sumber lainnya.

Selanjutnya, analisis terhadap konsumen akhir energi juga dilakukan secara agregat mengacu pada data yang tersedia dalam neraca energi Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, konsumen akhir yang dianalisis terdiri dari sektor industri, transportasi, rumahtangga (pemukiman), pertanian, dan sektor lainnya.


(38)

2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Basis model pertumbuhan ekonomi adalah teori yang dirumuskan oleh Solow (1956), seorang penerima hadiah Nobel, namun dalam model tersebut belum memasukkan faktor sumberdaya secara keseluruhan. Model ini kemudian diperluas dengan memasukkan faktor sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui dan sumberdaya yang dapat diperbaharui, dan jasa-jasa dalam mendapatkan dan pengelolannya. Namun demikian, model-model yang diperluas ini hanya diaplikasikan dalam konteks debat tentang ekonomi berkelanjutan, bukan dalam bentuk aplikasi makro ekonomi (Stern, 2003).

2.1.1. Model Pertumbuhan Solow

Model-model pertumbuhan ekonomi menguji evolusi dari perekonomian secara hipotesis selamanya sebagai kuantitas dan/atau kualitas berbagai input dalam perubahan proses produksi. Disini akan dijabarkan model pertumbuhan Solow (1956) mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Stern (2003). Dalam model ukuran angkatan kerja konstan menyatakan bahwa kapital merupakan faktor produksi utama untuk menghasilkan output, dalam hal ini adalah pendapatan nasional. Model Neoklasik mengasumsikan output meningkat dengan tingkat yang semakin menurun apabila jumlah kapital yang digunakan meningkat seperti Gambar 6.

Apabila penduduk diasumsikan konstan, maka hasil kali antara angkatan kerja dan tabungan merupakan proporsi konstan dari pendapatannya. Sehingga tabungan digunakan untuk menciptakan barang-barang kapital baru merupakan


(39)

proporsi konstan dari penyusutan stok kapital yang ada (dan menjadi kurang produktif) dalam setiap periode waktu.

Sumber: Stern, 2003

Gambar 6. Model Pertumbuhan Solow

Stok kapital dalam keadaan keseimbangan ketika tabungan sama dengan penyusutan. Ini juga digambarkan dalam Gambar 6 kurva Solow. Catatan bahwa kurva tabungan mempunyai bentuk yang sama seperti kurva output, tetapi lebih rendah untuk setiap nilai K (kapital). Ini disebabkan tabungan merupakan proporsi konstan, s, dari pendapatan. Dinamika yang digambarkan pada gambar kurva Solow sangat sederhana. Pada bagian sebelah kiri K, dimana kapital per tenaga kerja adalah langka, investasi kapital menghasilkan pendapatan yang relatif lebih besar pada masa mendatang, dan akan menawarkan tingkat pengembalian yang tinggi. Lebih lanjut dapat dilihat posisi relatif kurva S (stok kapital) dan D (depresiasi) disebelah kiri K yang menambah stok kapital lebih besar daripada depresiasi dan juga meningkatkan kapital.

Namun demikian, tingkat pengembalian kapital yang menurun (digambarkan oleh tingkat penurunan dari peningkatan kurva output)


(40)

mengimplikasikan bahwa kenaikan berturut-turut dari kapital menghasil tambahan pendapatan yang menurun pada masa mendatang, sehingga tingkat pengembalian investasi turun. Oleh karenanya insentif untuk akumulasi kapital melemah. Ketika stok kapital menyentuh K, akan terjadi keadaan stationer atau keseimbangan. Penambahan kapital dengan tabungan untuk menutupi kerugian dalam pengurangan kapital karena depresiasi dan tingkat pengembalian investai akan jatuh ke titik dimana tidak ada insentif untuk akumulasi kapital yang lebih banyak. Dalam model ini, perekonomian akan lebih cepat atau lebih lambat menyentuh keadaan stationer apabila tidak ada (tambahan) investasi bersih, dan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya harus terhenti. Dalam suatu proses transisi, pada saat suatu negara bergerak melewati keadaan stationer ini, pertumbuhan dapat dan akan terjadi. Pada perekonomian terkebelakang, dengan stok kapital per tenaga kerja yang kecil, dapat mencapai pertumbuhan yang cepat dengan membangun stok kapitalnya. Tetapi seluruh perekonomian pada akhirnya akan menuju pertumbuhan keseimbangan nol jika tingkat tabungan konstan. Tidak ada negara dapat tumbuh secara kekal hanya dengan mengakumulasi kapital.

Jika angkatan kerja tumbuh pada tingkat yang tetap sepanjang waktu, total stok kapital dan total kuantitas output akan meningkat tetapi kapital per tenaga kerja dan output per tenaga kerja akan tetap konstan apabila suatu perekonomian telah mencapai keseimbangannya. Hanya perlu penyesuaian pada gambar kurva Solow bahwa seluruh unit sekarang diukur dalam bentuk per kapita.

Mengacu pada teori pertumbuhan Neoklasik, pertumbuhan ekonomi hanya akan terjadi dengan adanya kemajuan teknologi. Kuantitas dan kualitas output yang lebih baik dapat diproduksi dari sejumlah input yang sama. Dalam


(41)

model Solow yang telah dijelaskan, kemajuan teknologi secara kontinu menggeser fungsi output ke atas, sehingga meningkatkan keseimbangan stok kapital per kapita dan level output. Secara intuitif, peningkatan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi akan meningkatkan tingkat pengembalian kapital, sehingga dapat dinyatakan bahwa pengembalian kapital yang menurun sebaliknya akan menghambat pertumbuhan.

2.1.2. Teori Pertumbuhan Endogen

Model Solow yang telah diuraikan tidak menjelaskan bagaimana perbaikan teknologi terjadi. Model tersebut mengasumsikan perubahan teknologi terjadi secara eksogen, sehingga disebut juga dengan model perubahan teknologi eksogen. Model yang lebih terkini memberlakukan perubahan teknologi secara endogen, yakni menjelaskan kemajuan teknologi yang masuk dalam model sebagai keluaran dari keputusan yang diambil oleh perusahaan atau individual.

Dalam model pertumbuhan endogen, hubungan antara kapital dan output dapat ditulis dalam bentuk Y = AK. Kapital, K, didefenisikan lebih luas daripada model Neoklasik, yaitu gabungan pabrik/mesin dan pengetahuan berbasis kapital. Teori pertumbuhan endogen ini telah menempatkan asumsi-asumsi yang rasional, unsur A diekspresikan sebagai konstanta, dan pertumbuhan dapat terjadi tidak terhingga sebagai akumulasi kapital.

Poin kunci dari model pertumbuhan endogen adalah ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bentuk kapital yang terakumulasi melalui research and development (R&D) dan proses penciptaan pengetahuan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dua sifat khusus. Pertama, stok kapital


(42)

tidak habis karena digunakan, yang mengimplikasikan bahwa stok pengetahuan dapat dihasilkan sepanjang waktu, walaupun sedang digunakan. Kedua, menghasilkan eksternalitas positif dalam produksi: perusahaan yang melakukan R&D memperoleh benefit dari mendapatkan pengetahuan, perusahaan yang lain juga memperoleh manfaat. Ada beneficial spillovers (limpahan manfaat) bagi perekonomian dari proses R&D sehingga manfaat sosial dari inovasi melebihi manfaat swasta kepada innovator awal (Stern, 2003).

Menurut Romer (1994) bahwa ide dasar dari teori pertumbuhan endogen adalah investasi kapital baik dalam bentuk mesin maupun manusia mampu menciptakan eksternal positif. Artinya investasi tidak hanya meningkatkan kapasitas produktif dari perusahaan yang melakukan investasi atau tenaga kerja, tetapi juga kapasitas produktif dari perusahaan-perusahaan atau tenaga kerja lainnya yang terkait. Singkatnya, dalam teori pertumbuhan endogen bahwa inovasi teknologi dan pembentukan modal manusia dilihat sebagai sumber utama dari pertumbuhan produktivitas, dan pertumbuhan tersebut pada gilirannya merupakan motor penggerak dari pertumbuhan ekonomi (engine of growth).

Teori pertumbuhan endogen mengasumsikan hanya terdapat satu sektor produksi atau semua sektor bersifat simetris (Todaro, 2000). Seiring dengan itu, Sachs dan Larrain (1993) menyatakan bahwa model pertumbuhan endogen memiliki asumsi increasing return to scale yang menyatakan bahwa ekonomi skala hasil yang meningkat tidak harus dicapai padastedy state growth rate yang sama dengan laju pertumbuhan penduduk ditambah dengan labor autmenting technical progress. Pertumbuhan pada tingkat yang lebih tinggi harus bisa berlangsung secara berkesinambungan (self-sustaining). Dan teori pertumbuhan


(43)

endogen menolak asumsi penyusutan imbalan marginal atas investasi modal (diminishing marginal returns to capital investments) yang dipegang teguh oleh teori Neokalsik.

Selanjutnya, Todaro (2000) mengatakan model pertumbuhan endogenus menekankan bahwa investasi dalam modal fisik dan modal manusia akan dapat ekonomi eksternal dan perningkatan produktivitas yang melebihi keuntungan pihak swasta yang melakukan investasi itu, dan kelebihan itu cukup untuk mengimbangi penurunan skala hasil. Pada saat selanjutnya, hal tersebut menciptakan peluang-peluang investasi baru yang nantinya juga membuahkan ekonomi eksternal sehingga α pada persamaan Solow sama dengan 1. Itu berarti persamaan persamaan pertumbuhan neoklasik   1

L AK

Y , diubah menjadi sebuah persamaan persamaan pertumbuhan endogen yaitu YAK . Hasil akhirnya adalah peningkatan skala hasil yang mampu menciptakan proses pembangunan yang berkesinambungan dalam jangka panjang. Terciptanya hasil akhir dari teori pertumbuhan Endogenous justru tidak dipercaya oleh para penganut teori pertumbuhan Neoklasik Tradisonal.

Model pertumbuhan endogen juga menekankan pentingnya tabungan dan investasi modal manusia dalam rangka mamacu pertumbuhan diberbagai negara berkembang. Namun teori ini mengemukakan beberapa implikasi tabungan terhadap pertumbuhan ekonomi yang bertolak belakang dengan teori pertumbuhan Neoklasik Tradisional. Pertama, teori pertumbuhan endogen menyatakan tidak ada kekuatan khusus yang menghadirkan suatu proses pemerataan tingkat pertumbuhan ekonomi antar negara, khususnya bagi negara-negara yang menganut sistem perekonomian tertutup. Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional


(44)

masing-masing negara akan tetap konstan, dan satu sama lainnya akan tetap berbeda, karena hal itu sepenuhnya tergantung pada tingkat tabungan dan kemajuan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing negara. Lebih lanjut dikemukan oleh Todaro (2000), sekalipun memiliki tingkat tabungan yang sama besarnya, negara-negara miskin tidak tidak akan mampu untuk mengejar ketinggalannya dalam hal pendapatan per kapita dari negara-negara kaya. Hal ini menimbulkan konsekuensi yakni terjadinya resesi suatu negara akan mengakibatkan peningkatan permanen atas kesenjangan pendapatan antar negara yang bersangkutan dengan negara-negara lain yang lebih kaya.

Kedua, kemampuan untuk menjelaskan perilaku aneh atas arus permodalan internasional yang cenderung memperlebar ketimpangan kesejahteraan atar negara-negara Dunia Pertama dan negara-negara Dunia Ketiga. Bertolak dari model ini dapat diketahui bahwa potensi dari keuntungan investasi yang tinggi di negara berkembang yang rasio modal-tenaga kerja masih rendah, ternyata terkikis oleh rendahnya tingkat investasi komplementer (complenetary investments) dalam modal sumber daya manusia (terutama melalui pengembangan fasilitas dan pendidikan, sarana infrastruktur, serta aneka kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D). Negara-negara miskin juga tidak banyak mendapatkan manfaat dari keuntungan-keuntungan sosial yang lebih luas yang muncul dari penyediaan modal untuk menggarap bidang-bidang tersebut. Karena individu-individu di negara-negara miskin tidak memperoleh keuntungan personal dari serangkaian eksternal positif yang diciptakan oleh investasi yang dilakukan oleh mereka sendiri. Oleh karena itu pemberlakukan mekanisme pasar bebas justru akan menjauhkan upaya pendayagunaan investasi komplementer dari tingkat yang


(45)

optimal. Kontras dengan teori neoklasik, model pertumbuhan endogen menyarankan peran aktif dari kebijakan pemerintah dalam mempromosikan pembangunan ekonomi melalui investasi langsung dan tidak langsung dalam formasi mutu modal manusia dan mendorong investasi swasta dalam industri yang membutuhkan teknologi tinggi.

Dari beberapa keunggulan teori pertumbuhan endogen, muncul beberapa kritikan terhadap teori tersebut. Pertama, teori pertumbuhan endogen memiliki asumsi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara berkembang. Sebagai contoh, teori pertumbuhan ini mangsumsikan hanya terdapat satu sektor produksi atau semua sektor bersifat simetris. Situasi ini tidak menghasilkan pertumbuhan yang memunculkan realokasi tenaga kerja dan modal diantara sektor-sektor yang ditransformasikan selama proses perubahan struktural. Kedua, toeri ini tidak mampu untuk menguraikan sebab-sebab modal yang sangat langka tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pertumbuhan di negara berkembang terhambat oleh serangkaian inefisiensi yang bersumber dari kelemahan infrastruktur, struktur kelembagaan yang tidak memadai, serta pasar barang dan pasar modal yang jauh dari sempurna. Faktor-faktor yang sangat berpengaruh ini ternyata kurang diperhatikan oleh teori pertumbuhan endogen. Itulah sebabnya aplikasi teori pertumbuhan ini dalam studi pembangunan ekonomi sangat terbatas, apalagi jika studi tersebut melibatkan perbandingan antar negara. Struktur insentif yang lemah di negara berkembang merupakan penyebabnya. Struktur insentif yang buruk tidak memungkinkan terciptanya akumulasi tabungan dan investasi yang tinggi, sehingga tidak mengherankan apabila pertumbuhan ekonomi di berbagai negara berkembang senantiasa tersendar-sendat. Inefisiensi alokasi sumberdaya ditemui


(46)

di berbagai perekonomian yang tengah mengalami transisi dari pasar tradisional ke pasar komersial. Teori-teori ini terlalu banyak memberikan perhatikan kepada faktor-faktor penyebab pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dan Ketiga, serangkaian studi empiris terhadap nilai atau bobot prediktif teori-teori pertumbuhan endogen tidak mampu memberikan prediksi yang cukup akurat.

Eksternalitas menciptakan momentum dalam proses pertumbuhan karena perusahaan-perusahaan memasang kapital baru. Pertumbuhan kapital berarti pertumbuhan dari gabungan stok kapital dan terpisah dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karenanya output dapat meningkat dengan proporsi konstan (A) dari gabungan stok kapital, dan tidak terjadi diminishing returns seperti yang digambarkan dalam gambar kurva Solow.

Jadi dalam model pertumbuhan endogen tingkat pertumbuhan dapat tetap tumbuh konstan dalam kondisi tingkat pengembalian kapital yang menurun sebagai dampak eksternal pertumbuhan teknologi. Tingkat pertumbuhan secara permanen dipengaruhi oleh tingkat tabungan. Tingkat tabungan yang lebih tinggi meningkatkan pertumbuhan tidak hanya pada level keseimbangan pendapatan.

2.1.3. Model Pertumbuhan dengan Sumberdaya Alam

Model-model pertumbuhan yang telah dijelaskan di atas tidak memasukkan variabel sumberdaya alam termasuk energi. Seluruh sumberdaya alam yang ada pada umumnya dalam jumlah terbatas walaupun beberapa diantaranya seperti sinar matahari ketersediaannya sangat besar. Beberapa sumberdaya lingkungan bersifat tidak dapat direproduksi dan banyak sumberdaya yang dapat diperbaharui berpotensi habis terpakai. Kelangkaan dan habis terpakainya sumberdaya menimbulkan masalah notasi pertumbuhan ekonomi tidak terhingga.


(47)

Ketika ada lebih dari satu input kapital dan sumberdaya alam, ada banyak alternatif bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi. Alternatif yang diambil ditentukan oleh kesiapan kelembagaan yang menanganinya. Para analis melihat pada model-model pertumbuhan optimal yang bertujuan untuk memaksimalkan jumlah kesejahteraan dalam horizon waktu tertentu (selalu dinyatakan horison infinitif) atau mencapai keberlanjutan (social welfare yang tidak menurun) dan model-model ditekankan untuk menjelaskan perekonomian riil dengan mengasumsikan pasar persaingan sempurna atau aturan-aturan lainnya.

Literatur Neoklasik tentang pertumbuhan dan sumberdaya memusatkan pada kondisi apa saja yang memungkinkan pertumbuhan keberlanjut, atau paling tidak konsumsi atau utilitas tidak menurun. Kondisi teknis dan kelembagaan menentukan kemungkinan berlanjut atau tidaknya suatu perekonomian. Kondisi teknis mengarahkan pada sesuatu seperti campuran antara sumberdaya yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui, kekayaan awal dari kapital dan sumberdaya alam, dan pengurangan substitusi antara input. Institusi mencakup sesuatu seperti stuktur pasar (kompetisi versus perencanaan terpusat), sistem hak kepemilikan (milik swasta versus publik), dan sistem nilai untuk generasi akan datang.

Solow (1974) menggambarkan keberlanjutan dicapai dalam model dengan suatu keterbatasan dan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dengan tidak menambah biaya dan kapital tidak menyusut. Namun demikian, model perekonomian dalam kondisi persaingan sempurna akan mengalami kesulitan sumberdaya dan konsumsi, sehingga kesejahteraan sosial pada akhirnya turun ke nol (Stiglitz, 1974). Dasgupta and Heal (1979) menggambarkan bahwa dengan


(1)

Lampiran 11. Hasil Peramalan Peubah Endogen pada Model Konsumsi dan

Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia

Nama Peubah Satuan 2009 2010 2011

Konsumsi BBM sektor industri Ribu SBM 79175.15 85943.64 96608.94 Konsumsi listrik sektor industri Ribu SBM 42629.09 60984.80 92412.52 Konsumsi batubara sektor industri Ribu SBM 10733333.56 11866324.24 12058253.21 Konsumsi gas sektor industri Ribu SBM 267207.12 547349.60 971630.90 Konsumsi biomas sektor industri Ribu SBM 44378.39 44368.41 44239.58 Total konsumsi energi sektor industri Ribu SBM 11172158.59 12603826.90 13250595.84 Konsumsi BBM sektor rumahtangga Ribu SBM 47700.80 52720.16 56150.76 Konsumsi listrik sektor rumahtangga Ribu SBM 31696.37 32864.80 34155.66 Konsumsi gas sektor rumahtangga Ribu SBM 75924.30 174330.21 285800.29 Kons. biomas sektor rumahtangga Ribu SBM 238197.84 249729.11 267135.63 Tot kons. energi sektor rumahtangga Ribu SBM 426518.62 575182.96 736591.54 Konsumsi BBM sektor transp. darat Ribu SBM 244213.74 389735.56 633109.70 Konsumsi BBM transp. lainnya Ribu SBM 21712.76 28346.14 39232.91 Konsumsi BBM sektor transportasi Ribu SBM 265926.49 418081.70 672342.61 Tot. konsumsi energi sek transportasi Ribu SBM 266102.30 418260.69 672525.60 Jumlah transp. darat non penumpang Unit 62995.86 70937.84 80324.43 Jumlah transportasi darat penumpang Unit 10951.60 11980.87 13141.34 Jumlah transportasi darat Unit 73947.46 82918.71 93465.78 Konsumsi BBM sektor pertanian Ribu SBM 28874.35 36025.25 46455.92 Tot. konsumsi energi sektor pertanian Ribu SBM 28874.35 36025.25 46455.92 Konsumsi BBM sektor lainnya Ribu SBM 36308.50 55223.58 89418.18 Konsumsi listrik sektor lainnya Ribu SBM 20337.61 21182.24 21704.37 Konsumsi gas sektor lainnya Ribu SBM 2304.50 2510.11 2432.01 Konsumsi biomas sektor lainnya Ribu SBM 1486.39 1560.34 1621.81 Total konsumsi energi sektor lainnya Ribu SBM 60340.03 80250.65 114769.97 Total konsumsi BBM Ribu SBM 539074.75 746953.77 1083678.14 Total konsumsi listrik Ribu SBM 121892.68 159764.55 199907.63 Total konsumsi batubara Ribu SBM 10733333.56 11866324.24 12058253.21 Total konsumsi gas Ribu SBM 345561.25 724316.99 1259992.37 Total konsumsi biomas Ribu SBM 289400.92 294288.46 300041.31 Total konsumsi energi akhir Ribu SBM 12029263.16 13791648.00 14901872.67 Transformasi energi kilang minyak Ribu SBM 258599.84 272643.19 285509.66 Transformasi energi pembangkit list Ribu SBM 348071.92 981173.71 1764890.64 Transformasi energi gas Ribu SBM 217875.95 347122.14 578237.08 Input listrik untuk pembangkit listrik Ribu SBM 27785.90 765011.19 1410820.49 Input gas untuk pembangkit listrik Ribu SBM 486055.92 661642.05 1007687.01 Input BBM untuk pembangkit listrik Ribu SBM 73538.54 389944.75 445787.48 Input batubara utk pembangkit listrik Ribu SBM 148509.60 1036503.60 1452723.59 Total input untuk pembangkit listrik Ribu SBM 765631.26 2883269.56 4347613.23 Pemanfaatan kilang minyak Ribu SBM 14.82 22.13 30.37 Input m mentah domestik utk kilang Ribu SBM 491365.86 773491.21 1101104.28 Produksi BBM domestik Ribu SBM 258599.84 272643.19 285509.66 Produksi batubara domestik Ribu SBM 686486.01 7739026.33 8154704.95 Produksi gas domestik Ribu SBM 217875.95 347122.14 578237.08 Impor minyak mentah Ribu SBM 106510.81 163471.56 255496.20 Impor BBM Ribu SBM 278377.72 409017.58 604998.59 Total impor minyak Ribu SBM 384888.52 572489.14 860494.79 Penyediaan BBM Ribu SBM 535978.52 680179.75 888799.83 Penyediaan gas Ribu SBM 1217316.12 1436556.13 1757664.90 Penyediaan batubara Ribu SBM 1500.91 7034887.12 7427210.11 Harga BBM Rp/SBM 153465.80 176187.79 214650.28 Harga listrik Rp/SBM 630615.50 983166.79 1395586.63 Harga batubara Rp/SBM 90096.93 93303.25 140372.02 Harga gas Rp/SBM 2295323.88 5130642.08 9167826.44

Indeks harga biomas - 204.83 346.17 384.81

PDB total Rp Triliun 10170.40 17304.50 22887.11 PDB sektor industri Rp Triliun 9021.19 16041.34 21447.42 PDB sektor transportasi Rp Triliun 189.30 218.93 274.54 PDB sektor pertanian Rp Triliun 752.01 796.76 865.31 PDB sektor lainnya Rp Triliun 207.90 247.48 299.85 Total pengeluaran pemerintah Rp Miliar 992142.28 1038754.44 1125891.58 Peng. pemerintah subsidi BBM Rp Miliar 244764.90 290612.64 363802.96 Penerimaan pemerintah Rp Miliar 1608106.73 1450763.02 1313634.93


(2)

Lanjutan Lampiran 11

Nama Peubah Satuan 2012 2013 2014

Konsumsi BBM sektor industri Ribu SBM 108927.41 122179.28 133578.18 Konsumsi listrik sektor industri Ribu SBM 126786.45 169858.09 213607.21 Konsumsi batubara sektor industri Ribu SBM 12795546.81 12803303.69 13257709.12 Konsumsi gas sektor industri Ribu SBM 1306199.80 1678383.30 1945886.60 Konsumsi biomas sektor industri Ribu SBM 44018.66 43726.37 43378.78 Total konsumsi energi sektor industri Ribu SBM 14352519.28 14766278.53 15515700.58 Konsumsi BBM sektor rumahtangga Ribu SBM 58605.05 60459.40 61945.07 Konsumsi listrik sektor rumahtangga Ribu SBM 35510.29 36898.13 38303.27 Konsumsi gas sektor rumahtangga Ribu SBM 405853.16 522864.98 636761.19 Kons. biomas sektor rumahtangga Ribu SBM 291290.12 319733.16 352077.43 Tot kons. energi sektor rumahtangga Ribu SBM 895926.63 1039700.43 1162498.37 Konsumsi BBM sektor transp. darat Ribu SBM 930082.90 1278616.46 1641116.58 Konsumsi BBM transp. lainnya Ribu SBM 52248.84 68854.91 87451.40 Konsumsi BBM sektor transportasi Ribu SBM 982331.74 1347471.37 1728567.98 Tot. konsumsi energi sek transportasi Ribu SBM 982519.22 1347663.68 1728765.34 Jumlah transp. darat non penumpang Unit 93837.44 113689.95 142272.43 Jumlah transportasi darat penumpang Unit 15042.80 18119.70 22859.82 Jumlah transportasi darat Unit 108880.24 131809.65 165132.25 Konsumsi BBM sektor pertanian Ribu SBM 59463.46 74464.01 90509.02 Tot. konsumsi energi sektor pertanian Ribu SBM 59463.46 74464.01 90509.02 Konsumsi BBM sektor lainnya Ribu SBM 112169.94 145078.52 167535.02 Konsumsi listrik sektor lainnya Ribu SBM 21656.62 21335.18 20645.23 Konsumsi gas sektor lainnya Ribu SBM 2263.98 2052.61 1861.81 Konsumsi biomas sektor lainnya Ribu SBM 1674.36 1720.54 1762.17 Total konsumsi energi sektor lainnya Ribu SBM 137155.82 169356.89 190751.68 Total konsumsi BBM Ribu SBM 1459587.51 1895120.07 2319326.09 Total konsumsi listrik Ribu SBM 234353.46 269025.16 298267.34 Total konsumsi batubara Ribu SBM 12795546.81 12803303.69 13257709.12 Total konsumsi gas Ribu SBM 1714448.48 2203435.01 2584646.48 Total konsumsi biomas Ribu SBM 307414.21 313177.92 317706.53 Total konsumsi energi akhir Ribu SBM 16511350.47 17484061.86 18777655.56 Transformasi energi kilang minyak Ribu SBM 296037.78 303684.21 309182.33 Transformasi energi pembangkit list Ribu SBM 2923984.10 4153619.52 5646077.47 Transformasi energi gas Ribu SBM 953278.17 1429071.78 1998748.94 Input listrik untuk pembangkit listrik Ribu SBM 2769233.01 4000549.02 5759789.88 Input gas untuk pembangkit listrik Ribu SBM 1047282.65 1267205.23 1307168.07 Input BBM untuk pembangkit listrik Ribu SBM 730173.21 801464.08 1052540.70 Input batubara utk pembangkit listrik Ribu SBM 2349638.78 2767818.57 3518442.14 Total input untuk pembangkit listrik Ribu SBM 6927348.99 8868484.92 11669815.48 Pemanfaatan kilang minyak Ribu SBM 38.89 47.06 54.74 Input m mentah domestik utk kilang Ribu SBM 1446792.19 1783142.34 2101717.58 Produksi BBM domestik Ribu SBM 296037.78 303684.21 309182.33 Produksi batubara domestik Ribu SBM 14288602.81 15048734.76 20276204.92 Produksi gas domestik Ribu SBM 953278.17 1429071.78 1998748.94 Impor minyak mentah Ribu SBM 374871.11 520232.77 680083.18 Impor BBM Ribu SBM 837745.25 1114980.32 1407646.75 Total impor minyak Ribu SBM 1212616.36 1635213.10 2087729.93 Penyediaan BBM Ribu SBM 1131972.58 1416813.77 1714968.39 Penyediaan gas Ribu SBM 2222699.81 2788487.24 3448158.23 Penyediaan batubara Ribu SBM 13534651.83 14266039.58 19463077.08 Harga BBM Rp/SBM 256719.27 305546.29 352194.29 Harga listrik Rp/SBM 1784016.86 2154459.32 2461262.77 Harga batubara Rp/SBM 146206.61 186313.62 193078.77 Harga gas Rp/SBM 12592565.29 16277886.79 19151013.21

Indeks harga biomas - 437.25 515.13 568.18

PDB total Rp Triliun 27767.32 31645.05 35086.62 PDB sektor industri Rp Triliun 26083.11 29648.03 32727.28 PDB sektor transportasi Rp Triliun 370.03 504.52 676.61 PDB sektor pertanian Rp Triliun 958.39 1071.40 1195.63 PDB sektor lainnya Rp Triliun 355.79 421.10 487.10 Total pengeluaran pemerintah Rp Miliar 1243396.51 1382022.74 1528711.84 Peng. pemerintah subsidi BBM Rp Miliar 458778.61 569287.91 684222.22 Penerimaan pemerintah Rp Miliar 1268620.82 1208359.90 1203592.52


(3)

Lanjutan Lampiran 11

Nama Peubah Satuan 2015 2016 2017

Konsumsi BBM sektor industri Ribu SBM 142019.70 146095.61 145741.13 Konsumsi listrik sektor industri Ribu SBM 262788.34 311195.93 362740.91 Konsumsi batubara sektor industri Ribu SBM 13142713.87 13393865.11 13203341.88 Konsumsi gas sektor industri Ribu SBM 2229000.15 2423137.89 2628025.93 Konsumsi biomas sektor industri Ribu SBM 42988.35 42564.70 42115.33 Total konsumsi energi sektor industri Ribu SBM 15708938.29 16170612.34 16197164.99 Konsumsi BBM sektor rumahtangga Ribu SBM 63204.19 64324.09 65358.44 Konsumsi listrik sektor rumahtangga Ribu SBM 39717.41 41136.25 42557.53 Konsumsi gas sektor rumahtangga Ribu SBM 740453.49 835471.71 917495.78 Kons. biomas sektor rumahtangga Ribu SBM 386057.48 421362.08 456311.34 Tot kons. energi sektor rumahtangga Ribu SBM 1258602.00 1327895.76 1369342.41 Konsumsi BBM sektor transp. darat Ribu SBM 2018420.85 2384356.38 2743365.34 Konsumsi BBM transp. lainnya Ribu SBM 108865.57 131454.82 155595.45 Konsumsi BBM sektor transportasi Ribu SBM 2127286.42 2515811.20 2898960.79 Tot. konsumsi energi sek transportasi Ribu SBM 2127488.99 2516019.11 2899174.13 Jumlah transp. darat non penumpang Unit 180903.01 230655.21 291590.68 Jumlah transportasi darat penumpang Unit 29451.47 38050.62 48558.07 Jumlah transportasi darat Unit 210354.48 268705.83 340148.75 Konsumsi BBM sektor pertanian Ribu SBM 106987.80 123156.56 138633.88 Tot. konsumsi energi sektor pertanian Ribu SBM 106987.80 123156.56 138633.88 Konsumsi BBM sektor lainnya Ribu SBM 197040.63 217421.59 242779.15 Konsumsi listrik sektor lainnya Ribu SBM 19897.24 19058.57 18391.70 Konsumsi gas sektor lainnya Ribu SBM 1695.52 1586.11 1523.97 Konsumsi biomas sektor lainnya Ribu SBM 1800.54 1836.58 1870.96 Total konsumsi energi sektor lainnya Ribu SBM 219160.30 238422.91 262894.76 Total konsumsi BBM Ribu SBM 2753008.17 3146510.54 3522957.80 Total konsumsi listrik Ribu SBM 327428.62 352451.10 377819.86 Total konsumsi batubara Ribu SBM 13142713.87 13393865.11 13203341.88 Total konsumsi gas Ribu SBM 2971288.94 3260338.50 3547191.56 Total konsumsi biomas Ribu SBM 319000.62 318036.54 313826.42 Total konsumsi energi akhir Ribu SBM 19513440.21 20471201.78 20965137.52 Transformasi energi kilang minyak Ribu SBM 312770.36 315246.07 316787.09 Transformasi energi pembangkit list Ribu SBM 7171948.67 8891972.86 10626490.04 Transformasi energi gas Ribu SBM 2607606.48 3249177.28 3881706.77 Input listrik untuk pembangkit listrik Ribu SBM 7394312.44 9434073.06 11362792.60 Input gas untuk pembangkit listrik Ribu SBM 1536012.90 1646370.97 1915785.94 Input BBM untuk pembangkit listrik Ribu SBM 1131579.91 1351512.28 1432789.84 Input batubara utk pembangkit listrik Ribu SBM 3861462.64 4453489.25 4711932.21 Total input untuk pembangkit listrik Ribu SBM 13955669.26 16918173.62 19456455.32 Pemanfaatan kilang minyak Ribu SBM 61.68 67.92 73.36 Input m mentah domestik utk kilang Ribu SBM 2390606.02 2650477.48 2876884.01 Produksi BBM domestik Ribu SBM 312770.36 315246.07 316787.09 Produksi batubara domestik Ribu SBM 21158069.54 25532280.28 26397008.10 Produksi gas domestik Ribu SBM 2607606.48 3249177.28 3881706.77 Impor minyak mentah Ribu SBM 850398.77 1021067.44 1189205.41 Impor BBM Ribu SBM 1722262.76 2037762.79 2361347.98 Total impor minyak Ribu SBM 2572661.53 3058830.22 3550553.39 Penyediaan BBM Ribu SBM 2033177.48 2351165.63 2676307.89 Penyediaan gas Ribu SBM 4147009.60 4878574.22 5601097.53 Penyediaan batubara Ribu SBM 20313263.04 24654875.63 25486326.74 Harga BBM Rp/SBM 399763.14 441942.86 481975.32 Harga listrik Rp/SBM 2725689.03 2924110.71 3082690.64 Harga batubara Rp/SBM 226637.85 233270.94 260877.74 Harga gas Rp/SBM 22065505.33 24244537.34 26407347.39

Indeks harga biomas - 602.16 585.96 534.73

PDB total Rp Triliun 37795.85 40194.70 42034.76 PDB sektor industri Rp Triliun 35035.73 37014.71 38425.35 PDB sektor transportasi Rp Triliun 877.02 1099.56 1334.31 PDB sektor pertanian Rp Triliun 1325.29 1454.21 1579.37 PDB sektor lainnya Rp Triliun 557.81 626.22 695.73 Total pengeluaran pemerintah Rp Miliar 1678430.16 1823772.60 1963321.98 Peng. pemerintah subsidi BBM Rp Miliar 799817.29 909494.49 1012374.72 Penerimaan pemerintah Rp Miliar 1176832.41 1188880.81 1180646.00


(4)

Lanjutan Lampiran 11

Nama Peubah Satuan 2018 2019 2020

Konsumsi BBM sektor industri Ribu SBM 140777.35 131913.08 119641.63 Konsumsi listrik sektor industri Ribu SBM 412571.54 463855.01 512775.14 Konsumsi batubara sektor industri Ribu SBM 13315692.80 13088281.34 13112969.24 Konsumsi gas sektor industri Ribu SBM 2762436.49 2906686.16 2996635.85 Konsumsi biomas sektor industri Ribu SBM 41646.02 41161.26 40664.53 Total konsumsi energi sektor industri Ribu SBM 16448199.88 16365980.55 16475999.52 Konsumsi BBM sektor rumahtangga Ribu SBM 66340.22 67289.70 68219.32 Konsumsi listrik sektor rumahtangga Ribu SBM 43980.09 45403.31 46826.87 Konsumsi gas sektor rumahtangga Ribu SBM 988892.99 1047232.06 1095256.98 Kons. biomas sektor rumahtangga Ribu SBM 490828.21 523761.21 555232.48 Tot kons. energi sektor rumahtangga Ribu SBM 1385743.98 1378583.93 1351859.85 Konsumsi BBM sektor transp. darat Ribu SBM 3077995.90 3394672.03 3681941.90 Konsumsi BBM transp. lainnya Ribu SBM 179817.78 204358.59 228059.20 Konsumsi BBM sektor transportasi Ribu SBM 3257813.68 3599030.62 3910001.11 Tot. konsumsi energi sek transportasi Ribu SBM 3258032.52 3599255.01 3910231.09 Jumlah transp. darat non penumpang Unit 363561.75 445686.16 537029.06 Jumlah transportasi darat penumpang Unit 60865.33 74694.40 89799.57 Jumlah transportasi darat Unit 424427.08 520380.56 626828.63 Konsumsi BBM sektor pertanian Ribu SBM 152980.93 166062.45 177691.72 Tot. konsumsi energi sektor pertanian Ribu SBM 152980.93 166062.45 177691.72 Konsumsi BBM sektor lainnya Ribu SBM 260402.03 281633.89 296461.39 Konsumsi listrik sektor lainnya Ribu SBM 17866.85 17677.72 17780.61 Konsumsi gas sektor lainnya Ribu SBM 1525.14 1574.69 1679.99 Konsumsi biomas sektor lainnya Ribu SBM 1904.16 1936.50 1968.23 Total konsumsi energi sektor lainnya Ribu SBM 279859.69 300838.04 315784.69 Total konsumsi BBM Ribu SBM 3848894.65 4147804.80 4397262.98 Total konsumsi listrik Ribu SBM 400369.93 423622.64 444957.62 Total konsumsi batubara Ribu SBM 13315692.80 13088281.34 13112969.24 Total konsumsi gas Ribu SBM 3753003.66 3955645.16 4093728.33 Total konsumsi biomas Ribu SBM 307615.58 298957.93 289072.83 Total konsumsi energi akhir Ribu SBM 21625576.61 21914311.87 22337991.00 Transformasi energi kilang minyak Ribu SBM 317948.75 318769.90 319601.79 Transformasi energi pembangkit list Ribu SBM 12502975.91 14376404.59 16345452.40 Transformasi energi gas Ribu SBM 4505014.82 5090628.50 5643515.50 Input listrik untuk pembangkit listrik Ribu SBM 13601036.68 15735059.18 18095662.68 Input gas untuk pembangkit listrik Ribu SBM 2089709.70 2383185.04 2590965.30 Input BBM untuk pembangkit listrik Ribu SBM 1624562.18 1704610.04 1871250.59 Input batubara utk pembangkit listrik Ribu SBM 5162801.10 5345106.65 5679010.27 Total input untuk pembangkit listrik Ribu SBM 22511691.07 25201969.00 28271323.61 Pemanfaatan kilang minyak Ribu SBM 78.11 82.13 85.55 Input m mentah domestik utk kilang Ribu SBM 3073957.33 3240606.57 3381878.54 Produksi BBM domestik Ribu SBM 317948.75 318769.90 319601.79 Produksi batubara domestik Ribu SBM 29995432.80 30765230.93 33679627.69 Produksi gas domestik Ribu SBM 4505014.82 5090628.50 5643515.50 Impor minyak mentah Ribu SBM 1347854.17 1496173.44 1630190.48 Impor BBM Ribu SBM 2678009.17 2994839.59 3300950.86 Total impor minyak Ribu SBM 4025863.33 4491013.03 4931141.34 Penyediaan BBM Ribu SBM 2994148.58 3311818.86 3618781.16 Penyediaan gas Ribu SBM 6314399.41 6990006.92 7632887.74 Penyediaan batubara Ribu SBM 29050974.01 29786625.17 32666602.29 Harga BBM Rp/SBM 515560.92 545887.84 570039.91 Harga listrik Rp/SBM 3188844.29 3267089.09 3309226.53 Harga batubara Rp/SBM 266782.47 289141.25 294052.56 Harga gas Rp/SBM 27959391.40 29487766.50 30529556.51

Indeks harga biomas - 433.09 300.38 129.67

PDB total Rp Triliun 43647.49 44835.23 45863.32 PDB sektor industri Rp Triliun 39613.27 40386.27 41018.45 PDB sektor transportasi Rp Triliun 1575.53 1815.52 2050.52 PDB sektor pertanian Rp Triliun 1697.60 1808.04 1909.48 PDB sektor lainnya Rp Triliun 761.09 825.40 884.87 Total pengeluaran pemerintah Rp Miliar 2093349.65 2214452.36 2325022.95 Peng. pemerintah subsidi BBM Rp Miliar 1105079.63 1188434.04 1260979.28 Penerimaan pemerintah Rp Miliar 1201931.76 1206502.13 1234362.34


(5)

Lanjutan Lampiran 11

Nama Peubah Satuan 2021 2022 2023

Konsumsi BBM sektor industri Ribu SBM 104954.96 88521.59 71253.40 Konsumsi listrik sektor industri Ribu SBM 561893.85 608223.64 653858.75 Konsumsi batubara sektor industri Ribu SBM 12877806.75 12852666.84 12629258.85 Konsumsi gas sektor industri Ribu SBM 3096367.54 3154880.59 3223072.65 Konsumsi biomas sektor industri Ribu SBM 40158.52 39645.32 39126.55 Total konsumsi energi sektor industri Ribu SBM 16334475.78 16358748.72 16194739.26 Konsumsi BBM sektor rumahtangga Ribu SBM 69136.74 70046.67 70951.99 Konsumsi listrik sektor rumahtangga Ribu SBM 48250.61 49674.45 51098.33 Konsumsi gas sektor rumahtangga Ribu SBM 1131749.44 1159468.79 1177895.57 Kons. biomas sektor rumahtangga Ribu SBM 584500.06 611821.48 636751.05 Tot kons. energi sektor rumahtangga Ribu SBM 1308038.51 1251176.39 1183778.12 Konsumsi BBM sektor transp. darat Ribu SBM 3946963.50 4182343.80 4395215.87 Konsumsi BBM transp. lainnya Ribu SBM 251164.42 272835.01 293359.93 Konsumsi BBM sektor transportasi Ribu SBM 4198127.92 4455178.81 4688575.80 Tot. konsumsi energi sek transportasi Ribu SBM 4198363.54 4455420.08 4688822.76 Jumlah transp. darat non penumpang Unit 636202.84 741911.24 852623.50 Jumlah transportasi darat penumpang Unit 105840.01 122536.84 139566.83 Jumlah transportasi darat Unit 742042.84 864448.08 992190.34 Konsumsi BBM sektor pertanian Ribu SBM 187905.07 196674.46 204125.28 Tot. konsumsi energi sektor pertanian Ribu SBM 187905.07 196674.46 204125.28 Konsumsi BBM sektor lainnya Ribu SBM 313979.24 326270.76 340602.40 Konsumsi listrik sektor lainnya Ribu SBM 18309.14 19210.28 20575.33 Konsumsi gas sektor lainnya Ribu SBM 1825.33 2013.86 2231.31 Konsumsi biomas sektor lainnya Ribu SBM 1999.53 2030.52 2061.29 Total konsumsi energi sektor lainnya Ribu SBM 333908.08 347243.37 363129.10 Total konsumsi BBM Ribu SBM 4619235.24 4798406.27 4954111.01 Total konsumsi listrik Ribu SBM 467057.18 487727.23 509013.90 Total konsumsi batubara Ribu SBM 12877806.75 12852666.84 12629258.85 Total konsumsi gas Ribu SBM 4230101.09 4316525.34 4403364.98 Total konsumsi biomas Ribu SBM 277747.11 266025.99 253766.72 Total konsumsi energi akhir Ribu SBM 22471947.37 22721351.68 22749515.45 Transformasi energi kilang minyak Ribu SBM 320399.30 321381.69 322466.14 Transformasi energi pembangkit list Ribu SBM 18292059.52 20292439.50 22250970.01 Transformasi energi gas Ribu SBM 6145495.68 6604707.05 7010237.27 Input listrik untuk pembangkit listrik Ribu SBM 20350069.33 22758341.41 25053426.91 Input gas untuk pembangkit listrik Ribu SBM 2883162.28 3096658.36 3367520.01 Input BBM untuk pembangkit listrik Ribu SBM 1947812.46 2092143.45 2163784.06 Input batubara utk pembangkit listrik Ribu SBM 5799036.72 6040292.69 6112644.94 Total input untuk pembangkit listrik Ribu SBM 31014942.24 34022724.03 36733090.71 Pemanfaatan kilang minyak Ribu SBM 88.37 90.71 92.58 Input m mentah domestik utk kilang Ribu SBM 3498120.53 3594220.07 3671046.46 Produksi BBM domestik Ribu SBM 320399.30 321381.69 322466.14 Produksi batubara domestik Ribu SBM 34319936.67 36647588.72 37152081.91 Produksi gas domestik Ribu SBM 6145495.68 6604707.05 7010237.27 Impor minyak mentah Ribu SBM 1750736.19 1855999.06 1947790.31 Impor BBM Ribu SBM 3602757.73 3892163.89 4174675.89 Total impor minyak Ribu SBM 5353493.93 5748162.95 6122466.20 Penyediaan BBM Ribu SBM 3921404.91 4211812.92 4495428.89 Penyediaan gas Ribu SBM 8224861.75 8774066.94 9269590.98 Penyediaan batubara Ribu SBM 33272290.40 35565173.08 36034787.31 Harga BBM Rp/SBM 590950.63 606605.72 619564.85 Harga listrik Rp/SBM 3335282.22 3338486.11 3334147.20 Harga batubara Rp/SBM 311909.72 315779.09 329867.25 Harga gas Rp/SBM 31558600.50 32211141.48 32866899.78

Indeks harga biomas - -60.10 -272.26 -490.55

PDB total Rp Triliun 46576.46 47187.15 47572.52 PDB sektor industri Rp Triliun 41356.35 41617.11 41677.24 PDB sektor transportasi Rp Triliun 2275.47 2488.57 2686.99 PDB sektor pertanian Rp Triliun 2002.32 2086.42 2162.72 PDB sektor lainnya Rp Triliun 942.32 995.06 1045.56 Total pengeluaran pemerintah Rp Miliar 2426573.78 2518606.33 2602891.52 Peng. pemerintah subsidi BBM Rp Miliar 1324324.40 1378033.81 1423919.40 Penerimaan pemerintah Rp Miliar 1248892.82 1281958.50 1304410.28


(6)

Lanjutan Lampiran 11

Nama Peubah Satuan 2024 2025

Konsumsi BBM sektor industri Ribu SBM 53704.44 36542.84 Konsumsi listrik sektor industri Ribu SBM 696486.20 737840.39 Konsumsi batubara sektor industri Ribu SBM 12580317.43 12380065.29 Konsumsi gas sektor industri Ribu SBM 3260239.46 3306711.05 Konsumsi biomas sektor industri Ribu SBM 38603.47 38077.04 Total konsumsi energi sektor industri Ribu SBM 16173210.01 16011220.17 Konsumsi BBM sektor rumahtangga Ribu SBM 71854.48 72755.23 Konsumsi listrik sektor rumahtangga Ribu SBM 52522.24 53946.17 Konsumsi gas sektor rumahtangga Ribu SBM 1189564.49 1194310.20 Kons. biomas sektor rumahtangga Ribu SBM 659621.44 680189.30 Tot kons. energi sektor rumahtangga Ribu SBM 1109353.13 1029982.91 Konsumsi BBM sektor transp. darat Ribu SBM 4580895.84 4746049.37 Konsumsi BBM transp. lainnya Ribu SBM 312168.39 329583.77 Konsumsi BBM sektor transportasi Ribu SBM 4893064.23 5075633.14 Tot. konsumsi energi sek transportasi Ribu SBM 4893316.88 5075891.50 Jumlah transp. darat non penumpang Unit 966994.73 1083592.00 Jumlah transportasi darat penumpang Unit 156681.88 173619.07 Jumlah transportasi darat Unit 1123676.61 1257211.07 Konsumsi BBM sektor pertanian Ribu SBM 210310.22 215386.13 Tot. konsumsi energi sektor pertanian Ribu SBM 210310.22 215386.13 Konsumsi BBM sektor lainnya Ribu SBM 350697.13 362349.09 Konsumsi listrik sektor lainnya Ribu SBM 22350.57 24600.16 Konsumsi gas sektor lainnya Ribu SBM 2479.10 2745.24 Konsumsi biomas sektor lainnya Ribu SBM 2091.90 2122.40 Total konsumsi energi sektor lainnya Ribu SBM 375236.08 389405.77 Total konsumsi BBM Ribu SBM 5075507.24 5178902.84 Total konsumsi listrik Ribu SBM 529109.79 549603.98 Total konsumsi batubara Ribu SBM 12580317.43 12380065.29 Total konsumsi gas Ribu SBM 4452451.84 4503938.65 Total konsumsi biomas Ribu SBM 241793.20 229961.18 Total konsumsi energi akhir Ribu SBM 22879179.51 22842471.94 Transformasi energi kilang minyak Ribu SBM 323791.75 325265.11 Transformasi energi pembangkit list Ribu SBM 24227194.91 26144558.35 Transformasi energi gas Ribu SBM 7371682.70 7682946.52 Input listrik untuk pembangkit listrik Ribu SBM 27440680.29 29706908.09 Input gas untuk pembangkit listrik Ribu SBM 3567043.30 3804628.95 Input BBM untuk pembangkit listrik Ribu SBM 2288375.65 2354256.44 Input batubara utk pembangkit listrik Ribu SBM 6283057.26 6320969.40 Total input untuk pembangkit listrik Ribu SBM 39615297.98 42223331.04 Pemanfaatan kilang minyak Ribu SBM 94.09 95.26 Input m mentah domestik utk kilang Ribu SBM 3732893.18 3780703.90 Produksi BBM domestik Ribu SBM 323791.75 325265.11 Produksi batubara domestik Ribu SBM 38988477.87 39367348.33 Produksi gas domestik Ribu SBM 7371682.70 7682946.52 Impor minyak mentah Ribu SBM 2025613.27 2091658.32

Impor BBM Ribu SBM 4444149.59 4705190.66

Total impor minyak Ribu SBM 6469762.85 6796848.97 Penyediaan BBM Ribu SBM 4766247.74 5028781.72 Penyediaan gas Ribu SBM 9721030.24 10122287.89 Penyediaan batubara Ribu SBM 37836223.45 38180074.41

Harga BBM Rp/SBM 628388.52 635224.91

Harga listrik Rp/SBM 3316154.27 3296010.20

Harga batubara Rp/SBM 332772.85 343771.64

Harga gas Rp/SBM 33238057.03 33627349.97

Indeks harga biomas - -717.19 -939.40

PDB total Rp Triliun 47901.49 48075.55

PDB sektor industri Rp Triliun 41707.60 41607.63 PDB sektor transportasi Rp Triliun 2870.42 3037.64 PDB sektor pertanian Rp Triliun 2231.59 2294.11 PDB sektor lainnya Rp Triliun 1091.89 1136.17 Total pengeluaran pemerintah Rp Miliar 2679437.87 2749933.28 Peng. pemerintah subsidi BBM Rp Miliar 1462016.36 1494029.99 Penerimaan pemerintah Rp Miliar 1341556.86 1370168.92