Strategi Dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani Di Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga Petani Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)

STRATEGI DAN KELENTINGAN NAFKAH RUMAHTANGGA
PETANI DI DAERAH RAWAN BENCANA
(Kasus Rumahtangga Petani di Desa Tunggilis, Kecamatan
Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)

EGI NURRIDWAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul Strategi dan Kelentingan
Nafkah Rumahtangga Petani di Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga
Petani di Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran,
Provinsi Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Egi Nurridwan
NIM. I34120057

ABSTRAK
EGI NURRIDWAN. Strategi dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani di
Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga Petani Desa Tunggilis, Kecamatan
Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh
ARYA HADI DHARMAWAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, strategi, dan modal nafkah
serta pengaruhnya terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani di dua dusun
yang ada di Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran,
Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan
pendekatan survai melalui instrumen kuesioner dan metode kualitatif melalui
wawancara mendalam. Penelitian ini membandingkan antara daerah banjir dengan

daerah tidak banjir. Hasil dari penelitian ini adalah struktur nafkah rumantangga
petani di daerah banjir di dominasi oleh struktur nafkah non-farm. Struktur nafkah
on-farm mendominasi pendapatan rumahtangga petani di daerah tidak banjir.
Terdapat enam jenis strategi nafkah di wilayah banjir sementara terdapat sembilan
jenis strategi nafkah di daerah tidak banjir. Rumahtangga petani di daerah banjir
lebih rentan dibandingkan dengan rumahtangga petani di daerah tidak banjir.
Kata kunci: kelentingan, kerentanan, rumahtangga petani, strategi nafkah

ABSTRACT
EGI NURRIDWAN. Livelihood Strategy and Resilience of Farm Household in
Disaster-Prone Area (Case Study of Farm Households of Tunggilis Village, Sub
District of Kalipucang, Regency of Pangandaran, West Java Province. Supervised
by ARYA HADI DHARMAWAN
The purpose of this research is to analyze the livelihood structure, livelihood
strategy, and livelihood capitals and their influences to the level of farm households
vulnerability at two locations in Tunggilis Village, Kalipucang Sub District,
Pangandaran Regency, West Java Province. This research used the quantitative
approach using questioner instrument and qualitative approach through depth
interview. This research compared between flooded area and unflooded area. The
results of this research explained that the livelihood structure of farm households

in flooded area dominated by non-farm sector income. Livelihood structure in
unflooded area dominated by on-farm sector income. There are six of livelihood
strategies in flooded area and there are nine of livelihood strategies in unflooded
area. The livelihood capitals has influences to the level of farm households
vulnerability. Farm households in flooded are more vulnerable than farm
household in unflooded area.
Keywords: resilience, vulnerability, farm household, livelihood strategy

STRATEGI DAN KELENTINGAN NAFKAH RUMAHTANGGA
PETANI DI DAERAH RAWAN BENCANA
(Kasus Rumahtangga Petani di Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang,
Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)

EGI NURRIDWAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat


DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Strategi dan Kelentingan Nafkah
Rumahtangga Petani di Daerah Rawan Bencana (Kasus Desa Tunggilis, Kecamatan
Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat). Skripsi ini disusun
sebagai syarat kelulusan pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis sangat menyadari bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi
ini tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan arahan, saran, dan masukan, kepada penulis sejak
penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Kepada Ibu Eti Rositi dan Bapak Agus Surahman selaku orangtua penulis
yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil selama
penulisan skripsi ini. Rasa hormat tak terhingga penulis sampaikan
terutama kepada ibu dari penulis yang selama berjuang serta mendukung
penulis dari mulai awal kuliah sampai detik ini.
3. Keluarga diperantauan Azki, Alia, Wide, Citra, Cici, Jako, Yosafat,
Syukur, Wahyu, dan Dwi yang senantiasa memberikan bantuan serta
menghibur dikala penulis merasa ingin menyerah dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Widya Hasian Situmeang S.KPm, Andi Muammar Qkhadafi S.KPm,
Amri, Dita, dan Widi yang telah menemani dalam keadaan duka selama
di Tunggilis.
5. Abednego Giovanni dan Aditya Cahya selaku sahabat satu bimbingan
yang selalu bersedia menjadi teman diskusi bagi penulis, dan
6. Keluarga selamanya KPM 49 yang selalu penulis banggakan, Paguyuban
Mahasiswa Galuh Ciamis yang senantiasa membuat penulis merasa
berada di kampung halaman, HIMASIERA selaku himpunan profesi
Departemen KPM, UKM Gentra Kaheman yang ikut mrnghiasi masa
perkuliahan penulis.
Bogor, Juli 2016

Egi Nurridwan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iiiiiiiiix
iiiiiiixii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR BOX
iiiiiixiii
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang .....................................................................................................1
Rumusan Masalah ................................................................................................3
Tujuan Penelitian ..................................................................................................4
Kegunaan Penelitian .............................................................................................4
PENDEKATAN TEORITIS ....................................................................................7
Tinjauan Pusataka.................................................................................................7
Konsep Petani ..................................................................................................... 7
Konsep Strategi Nafkah...................................................................................... 7
Modal Nafkah ..................................................................................................... 9
Konsep Kelentingan ........................................................................................... 9

Konsep Kerentanan .......................................................................................... 10
Livelihood Vulnerability Index ........................................................................ 11
Kerangka Pemikiran ...........................................................................................12
Hipotesa Penelitian .............................................................................................14
Definisi Operasional ...........................................................................................14
PENDEKATAN LAPANG ....................................................................................21
Metode Penelitian ...............................................................................................21
Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................................21
Teknik Pengumpulan Data .................................................................................22
Teknik Penentuan Informan dan Responden ......................................................22
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................................23
GAMBARAN UMUM WILAYAH ......................................................................25
Kondisi Demografi .............................................................................................25
Kondisi Ekonomi ................................................................................................26
Kondisi Sosial.....................................................................................................27
Ikhtisar ................................................................................................................28
KARAKTERISTIK RESPONDEN .......................................................................31
Jenis Kelamin Responden ..................................................................................31
Status Responden dalam Rumahtangga..............................................................32
Usia Responden ..................................................................................................32

Tingkat Pendidikan Responden ..........................................................................34
Jumlah Tanggungan Responden .........................................................................35
IIkhtisar
IIIIII36

STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI ........................................ 37
Lapisan Ekonomi Rumahtangga Petani ............................................................. 37
Struktur Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Kedung Palungpung .............. 38
Struktur Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Sirung Watang ....................... 44
Struktur Nafkah Rumahtangga Petani di Dua Dusun ........................................ 49
Struktur Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani di Dua Dusun ...... 52
Posisi Rumahtangga Petani Di Dua Dusun terhadap Garis Kemiskinan ........... 54
IIkhtisar
IIIIII56
BASIS MODAL NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DUA DUSUN ..... 59
Pemanfaatan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Kedung
Palungpung ........................................................................................................ 59
Pemanfaatan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Sirung Watang ... 62
Analisis Modal Nafkah di Dua Dusun ............................................................... 65
BASIS MODAL NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DUA DUSUN ..... 59

Pemanfaatan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Kedung
Palungpung ........................................................................................................ 59
Pemanfaatan Modal Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Sirung Watang ... 62
Analisis Modal Nafkah di Dua Dusun ............................................................... 65
Ikhtisar ............................................................................................................... 70
STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DUA DUSUN ............ 73
Metode Perhitungan Strategi Nafkah ................................................................. 73
Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Kedung Palungpung ............... 73
Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Dusun Sirung Watang ....................... 76
Ikhtisar ............................................................................................................... 80
LIVELIHOOD VULNERABILITY INDEX (LVI) DI DUA DUSUN .................... 83
LVI dan Metode Perhitungan............................................................................. 83
Analisis Livelihood Vulnerability Index Rumahtangga Petani Dusun Kedung
Palungpung ........................................................................................................ 83
Analisis Livelihood Vulnerability Index Rumahtangga Petani Dusun Sirung
Watang ............................................................................................................... 85
Ikhtisar ............................................................................................................... 86
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LIVELIHOOD VULNERABILITY
INDEX ................................................................................................................... 87
Uji Regresi Pengaruh Modal Nafkah terhadap Livelihood Vulnerability Index 87

Faktor-faktor yang Memengaruhi Livelihood Vulnerability Index Dusun
Kedung Palungpung ........................................................................................... 87
Faktor-faktor yang Memengaruhi Livelihood Vulnerability Index Dusun Sirung
Watang ............................................................................................................... 90
Ikhtisar ............................................................................................................... 93
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 95
Kesimpulan ........................................................................................................ 95

Saran ...................................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................99
LAMPIRAN .........................................................................................................101

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.

14.

15.

16.

17.

18.
19.

Klasifikasi faktor kerentanan
11
Metode pengumpulan data
22
Proporsi penggunaan lahan Desa Tunggilis tahun 2016
26
Data mata pencaharian masyarakat Desa Tunggilis tahun 2016
27
Proporsi penduduk di lima dusun Desa Tunggilis tahun 2016
27
Tingkat pendidikan di Desa Tunggilis tahun 2016
28
Jenis kelamin responden di dua dusun lokasi penelitian Desa
31
Tunggilis tahun 2016
Status responden dalam rumahtangga di dua dusun lokasi penelitian
tahun 2016
32
Usia resonden di dua dusun lokasi penelitian tahun 2016
33
Tingkat pendidikan responden di dua dusun lokasi penelitian tahun
2016
34
Jumlah tanggungan responden di dua dusun lokasi penelitian tahun
2016
35
Lapisan ekonomi rumahtangga petani di dua dusun lokasi penelitian
tahun 2016
37
Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa
Tunggilis berdasarkan keikutsertaan dalam kelompok tahun 20152016
67
Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa
Tunggilis berdasarkan kepemilikan modal sosial tahun 2015-2016
68
Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa
Tunggilis berdasarkan kepemilikan modal alam tahun 2015-2016
68
Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa
Tunggilis berdasarkan kepemilikan modal finansial tahun 2015-2016
69
Jumlah dan persentase rumahtangga petani di kedua dusun studi Desa
Tunggilis berdasarkan kepemilikan modal fisik tahun 2015-2016
70
Livelihood Vulnerability Index rumahtangga petani Dusun Kedung
Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016
84
Livelihood Vulnerability Index rumahtangga petani Dusun Sirung
85
Watang Desa Tunggilis tahun 2015-2016

20.

21.

22.

23.

24.

25.

Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap kerentanan nafkah
rumahtangga petani di Dusun Kedung Palungpung Desa Tunggilis
tahun 2015-2016
87
Jumlah dan pesentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat
kepemilikan lahan tanah dan tingkat kerentanan Dusun Kedung
Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016
88
Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan jumlah
anggota keluarga yang bekerja dan tingkat kerentanan di Dusun
Kedung Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016
89
Hasil uji regresi variabel modal nafkah terhadap kerentanan nafkah
rumahtangga petani di Dusun Sirung Watang Desa Tunggilis tahun
2015-2016
90
Jumlah dan pesentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat
kepemilikan lahan dan tingkat kerentanan Dusun Sirung Watang
Desa Tunggilis tahun 2015-2016
91
Jumlah dan pesentase rumahtangga petani berdasarkan kepemilikan
modal fisik dan tingkat kerentanan Dusun Sirung Watang Desa
Tunggilis tahun 2015-2016

92

DAFTAR GAMBAR

1
2

3
4
5
6

7

8

9

10

11

12
13
14

Kerangka Pemikiran
Jumlah pendapatan rumahtangga petani berdasarkan lapisan
ekonomi Dusun Kedung Palungpung Desa Tunggilis tahun 20152016
Jumlah pendapatan rumahtangga petani berdasarkan lapisan
ekonomi Dusun Sirung Watang Desa Tunggilis tahun 2015-2016
Persentase pendapatan rumahtangga petani Dusun Kedung
Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016
Persentase pendapatan rumahtangga petani Dusun Sirung Watang
Desa Tunggilis tahun 2015-2016
Jumlah pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani
berdasarkan lapisan ekonomi Dusun Kedung palungpung Desa
Tunggilis tahun 2015-2016
Jumlah pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani
berdasarkan lapisan ekonomi Dusun Sirung Watang Desa
Tunggilis tahun 2015-2016

13

39
45
50
50
53

54

Posisi rumahtangga petani Dusun Kedung Palungpung Desa
Tunggilis terhadap garis kemiskinan menurut World Bank
pertahun 2015-2016

55

Posisi rumahtangga petani Dusun Sirung Watang Desa Tunggilis
terhadap garis kemiskinan menurut World Bank pertahun 20152016

56

Pemanfaatan modal nafkah rumahtangga petani berdasarkan
lapisan ekonomi Dusun Kedung Palungpung Desa Tunggilis tahun
2015-2016

59

Pemanfaatan modal nafkah rumahtangga petani berdasarkan
lapisan ekonomi Dusun Sirung Watang Desa Tunggilis tahun
2015-2016
Pemanfaatan modal nafkah rumahtangga petani di dua dusun studi
Desa Tunggilis tahun 2015-2106
Jumlah rumahtangga petani berdasarkan strategi nafkah Dusun
Kedung Palungpung Desa Tunggilis tahun 2015-2016
Jumlah rumahtangga petani berdasarkan startegi nafkah di Dusun
Sirung Watang Desa Tunggilis tahun 2015-2016

63

66
73
77

DAFTAR BOX

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kasus rumahtangga petani lapisan bawah Dusun Kedung Palungpung
Desa Tunggilis
Kasus rumahtangga petani lapisan menengah Dusun Kedung
Palungpung Desa Tunggilis
Kasus rumahtangga petani lapisan atas Dusun Kedung Palungpung
Desa Tunggilis
Kasus rumahtangga petani lapisan atas Dusun Sirung Watang Desa
Tunggilis

41
42
43
46

Kasus Rumahtangga petani lapisan menengah Dusun Sirung Watang
Desa Tunggilis
47
Kasus Rumahtangga petani lapisan bawah Dusun Sirung Watang
Desa Tunggilis
48

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang luas dengan kekayaan sumberdaya alam
yang luar biasa melimpah. Memiliki luas wilayah sebesar 1.890.754 km2 dengan
jumlah penduduk mencapai 237.641.326 jiwa (BPS 2010) menjadikan Indonesia
sebagai negara berpenduduk terbanyak di dunia. Berada tepat dibawah garis
khatulistiwa menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kesuburan tanah yang
tinggi, maka tidak heran jika Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan
mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani terutama di daerah
pedesaan. Menurut Undang Undang No. 19 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3 petani adalah
warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang
melakukan Usaha Tani dibidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
dan/atau peternakan. Hadianto et al. (2009) memaparkan bahwa penduduk
Indonesia yang tercatat sebagai petani mencapai 45 juta jiwa, dan sebagian besar
adalah nelayan kecil, buruh tani, dan petani miliki lahan kurang dari 0.3 ha. Namun
dibalik alam yang membentang luas dan menjanjikan bagi perekonomian
masyarakat, tersimpan kekuatan dahsyat yang kapan saja dapat membawa
masyarakat ke jalan yang lebih sulit (Sembiring dan Dharmawan 2014). Salah satu
kekuatan dahsyat tersebut adalah adanya bencana alam seperti banjir yang
diakibatkan oleh perubahan iklim secara ekstrim.
Menurut IDEP (2007) dalam Sembiring dan Dharmawan (2014) bencana
alam adalah peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat yang
menyebabkan kerugian yang besar baik secara ekonomi, sosial, lingkungan dan
melampaui batas kemampuan masyarakat untuk mengatasi dampak bencana alam
dengan menggunakan smberdaya yang mereka miliki. Kehidupan petani sangat
bergantung terhadap alam, maka dari itu kehidupan petani selalu diliputi oleh
ketidakpastian yang disebabkan oleh ketidakpastian iklim yang berubah-berubah
dalam waktu yang tidak diprediksi lagi.
Menyiasati hal tersebut, petani yang sehari-harinya menggantungkan
kehidupannya pada hasil pertanian harus mencari aktivitas ekonomi lainnya
disamping bercocok tanam agar perekonomian keluarganya tetap stabil dan tidak
terpuruk, kegiatan ini yang disebut dengan strategi nafkah. Menurut Dharmawan
(2001) strategi nafkah dalam keluarga petani diklasifikasikan ke dalam dua jenis
yaitu:
1. Strategi nafkah legal, strategi ini dalam kategori tindakan positif dengan basis
kegiatan sosial-ekonomi, misalnya produksi, migrasi, strategi substitusi dan
sebagainya.
2. Strategi nafkah ilegal, strategi ini masuk dalam kategori negatif, dengan
tindakan-tindakan yang melangar hukum. Seperti merampok, mencuri,
melacur, korupsi dan sebagainya.
Berdasarkan dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa strategi nafkah
tidak hanya dilakukan dengan cara yang baik dan halal melainkan juga dengan cara

2

yang tidak baik atau yang disebut dengan ilegal. Dharmawan (2007) memberikan
penjelasan bahwa yang dimaksud dengan strategi nafkah tidak terbatas pada mata
pencaharian, tetapi lebih ke strategi penghidupan. Iqbal (2004) mengelompokkan
strategi nafkah dalam dua jenis stratgei nafkah yaitu strategi nafkah produksi dan
strategi nafkah non-produksi. Strategi nafkah produski yaitu bagaimana dalam
suatu rumahtangga bisa menghasilkan pendapatan ekonomi dengan memanfaatkan
tenaga rumahtangga dan peluang pekerjaan yang tersedia, sementara strategi nafkah
non-produksi adalah memanfaatkan modal sosial yang ada di masyarakat sebagai
jaminan kemanan sosial, seperti memanfaatkan kelembagaan kesejahteraan lokal,
jaringan, unsur norma dan nilai-nilai.
Strategi nafkah dilakukan agar perekonomian rumahtangga petani selalu
tercukupi dari segi ekonomi dan dapat mempertahankan hidupnya setelah adanya
bencana (perubahan iklim). Bencana akan memberikan proses pembelajaran yang
bermanfaat bagi individu dalam membentuk perilaku kesiapan (Jhangiani 2004)
dalam (Ariviyanti dan Pradoto 2010). Perilaku kesiapan ini juga didukung oleh
kemampuan individu untuk bangkit kembali dari peristiwa trauma yang pernah
terjadi. Kemampuan inilah yang kemudian disebut dengan kelentingan atau
resiliensi (Rinaldi 2010 dalam Ariviyanti dan Pradoto 2014). Menurut Adger (2000)
resiliensi adalah kemampuan kelompok untuk mengatasi tekanan eksteral sebagai
akibat dari perubahan sosial, politik, dan lingkungan. Konsep resiliensi merupakan
konsep yang luas, didalamnya termasuk kapasitas dan kemampuan merespon dala
situasi krisis/darurat.
Resiliensi atau kelentingan diukur dari berapa lama kemampuan
individu/kelompok mampu bangkit dari trauma atas bencana yang terjadi, dan dapat
dipengaruhi oleh modal sosial. Berdasarkan hasil penelitian Fatimah Azzahra
(2015) tentang resiliensi tangga petani di daerah banjir di Kabupaten Bekasi
menunjukkan bahwa kepemilikan modal nafkah berpengaruh terhadap resiliensi
petani yang mengalami bencana banjir. Modal nafkah yang dimaksud terdiri dari
lima (Ellis 2000) yaitu modal manusia (memanfaatkan seluruh anggota keluarga
dalam aktifitas ekonomi), modal alam (memanfaatkan sumberdaya alam yang
dimliki), modal fisik (modal yang dimiliki berupa barang dll), modal finansial
(modal berupa tabungan di bank dll), dan modal sosial (memanfaatkan jaringan
sosial, norma, nilai, dan kepercayaan).
Mengukur kelentingan atau resiliensi suatu kelompok masyarakat dapat
dilakukan dengan pendekatan livelihood vulnerability index (LVI) atau tingkat
kerentanan nafkah, dengan kata lain resiliensi atau kelentingan dapat dilihat dari
seberapa rentan suatu masyarakat terhadap bencana yang terjadi. Kerentanan sering
digambarkan sebagai lawan dari resiliensi (Subair 2013). Maka dari itu ketika
tingkat kerentanan tinggi maka tingkat kelentingan atau resiliensi rendah dan
begitupun sebaliknya. Menurut Fussel (2007) secara garis besar kerentanan
merupakan kondisi dimana sistem tidak dapat menyesuaikan dengan dampak dari
suatu perubahan. Menurut Adger (2006) kerentanan dari berbagai sistem bukan
hanya masalah jumlah elemen-elemen sistem atau individu dalam suatu populasi
yang rentan terkena tekanan yang berhubungan dengan perubahan lingkungan dan
kapasitas adaptasi. Kerentanan ialah kecenderungan sistem kompleks adaptif

3

mengalami pengaruh buruk dari keterbukaannya terhadap tekanan eksternal dan
kejutan (Turner et al. 2003 dalam Subair 2013).
Kerentanan akibat adanya tekanan eksternal juga diasumsikan terjadi pada
petani yang berada di Desa Tunggilis, Jawa Barat. Desa Tunggilis yang berada di
Kecamatan Kalipucang Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat merupakan
daerah yang memiliki lahan persawahan yang luas dan sering mengalami bencana
banjir setiap tahun, bahkan dalam satu tahun petani melakukan penanaman hingga
10 kali. Banjir yang setiap tahun melanda Desa Tunggilis berpengaruh terhadap
mata pencaharian penduduknya yang mayoritas petani serta tingkat kerentanan
yang terjadi di masyarakat, sehingga perlu dikaji bagaimana bentuk struktur dan
strategi nafkah rumahtangga petani yang ada di Desa Tunggilis serta tingkat
resiliensi rumahtangga petani akibat bencana banjir yang terjadi dilihat dari
tingkat kerentanan rumatangga petani?

Rumusan Masalah
Petani adalah mayoritas jenis mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat
Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa
Barat. Memanfaatkan sumberdaya alam yang telah tersedia, petani melakukan
aktifitas ekonomi untuk memiliki pendapatan agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup rumahtangganya. Bermata pencaharian sebagai petani tidaklah selalu
menguntungkan, karena tidak semua petani memiliki lahan sendiri akan tetapi
menjadi buruh penggarap di lahan milik orang lain atau yang biasa disebut juragan
tanah. Menurut Ellis (2000) terdapat tiga klasifikasi sumber nafkah yaitu
pendapatan dari sektor on-farm, sektor off-farm, dan sektor non-farm. Ketiga sektor
tersebut sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rumahtangga petani.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka timbul pertanyaan penelitian bagaimana
bentuk struktur nafkah rumahtangga petani di dua lokasi penelitian yaitu
Dusun Kedung Palungpung dan Dusun Sirung Watang.
Kehidupan petani selalu diliputi oleh ketidakpastian. Aktifitas pertanian
merupakan aktifitas yang rentan akan kerugian karena ketergantungan terhadap
alam, dimana ketika alam sedang bersahabat maka lahan pertanian bisa dipanen dan
menghasilkan nafkah bagi rumahtangga petani. Sebaliknya, jika alam sedang tidak
bersahabat maka kerugianlah yang akan didapatkan oleh petani karena mereka tidak
dapat memanen padi dari lahan sawah yang telah mereka garap. Salah satu bentuk
gangguan yang menyebabkan petani gagal panen adalah bencana banjir yang setiap
tahun terjadi di Desa Tunggilis. Bencana banjir ini selalu setiap tahun baik musim
hujan maupun musim kemarau sehingga menenggelamkan area persawahan milik
warga, akan tetapi banjir pada musim kemarau tidak seburuk pada saat musim
hujan.
Banjir yang datang tidak surut dalam waktu singkat melainkan luapan air
sungai citanduy akan menggenangi area persawahan dalam waktu yang lama dan
mematikan tumbuhan padi pada area sawah tersebut. Hal ini menyebabkan

4

rumahtangga petani tidak mendapatkan nafkah dari hasil bercocok tanam malah
mengalami kerugian, akan tetapi kebutuhan keluarga harus tetap terpenuhi agar
kehidupan tetap berlangsung. agar kebutuhan ekonomi rumahtangganya terpenuhi,
petani melakukan aktifitas yang disebut dengan strategi nafkah. Strategi nafkah
merupakan usaha petani dalam mempertahankan kehidupan rumahtangganya pada
saat terjadi krisis, maka muncul pertanyaan penelitian kedua yaitu bagaimana
bentuk strategi nafkah rumahtangga petani di dua lokasi penelitian.
Dalam keadaan krisis, lima modal nafkah (Ellis 2000) yaitu modal alam,
modal manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal sosial akan berperan dalam
kehidupan petani sebagai cara untuk kembali ke keadaan normal. Kemampuan
untuk kembali ke keadaan normal setelah terjadinya krisis disebut dengan
kelentingan atau resiliensi. Berdasarkan penelitian yang banyak dilakukan,
kepemilikan modal nafkah sangat berpengaruh terhadap tingkat resiliensi suatu
masyarakat yang diukur dari waktu yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk
kembali ke keadaan normal. Tingkat kelentingan atau resiliensi dapat diukur
melalui tingkat kerentanan nafkah, dimana tingkat kerentanan selalu berada terbalik
dengan tingkat kelentingan. Jika tingkat kerentanan rendah, maka tingkat
kelentingan atau resiliensi akan tinggi. Menurut Gallopin (2006) terdapat tiga aspek
yang dapat dijadikan sebagai ukuran kerentanan yaitu keterpaparan, kepekaan, dan
kemampuan adaptasi. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka muncul pertanyaan
penelitian ketiga yaitu bagaimana pengaruh kepemilikan modal nafkah
terhadap livelihood vulnerability index.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahanpermasalahan yang telah disebutkan sebelumnya yaitu:
1. Mengidentifikasi struktur nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga petani
di dua lokasi penelitian.
2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh
rumahtangga petani di dua lokasi penelitian.
3. Menganalisis pengaruh modal nafkah (livelihood asset) terhadap tingkat
livelihood vulnerability index (LVI).

Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bagaimana
rumahtangga petani melakukan strategi untuk mempertahankan kelangsungan
ekonomi keluarganya pada saat banjir datang sebagai bencana yang selalu
mengagalkan panen. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang
terlibat maupun yang tidak terlibat agar mampu mengambil tindakan dan keputusan
guna mengatasi permasalahan yang ada khususnya dalam mengatasi banjir yang

5

tiap tahun selalu melanda dan merugikan petani. Pihak-pihak yang tersebut antara
lain:
1. Kaum akademisi, penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan dan
referensi bagi penelitian terkait yang akan dilakukan, serta akan adanya
hasil penelitian terkait yang lebih baik.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sarana untuk
menambah wawasan khusunya dalam bidang pertanian dan kehidupan
petani secara mendalam.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar dan acuan untuk
mengaluarkan setiap kebiajakan khususnya yang terkait dengan pertanian, petani,
dan kemiskinan.

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pusataka
Konsep Petani
Definisi petani tak jarang menuai perdebatan karena cakupan petani yang
sangat luas namun sering diartikan sangkal. Menurut Syahyuti (2013) pengertian
tentang petani di Indonesia cenderung umum dan dangkal. Petani didefinisikan
sebagai orang yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar penghasilannya
berasal dari sektor pertanian. Dalam UU Republik Indonesia No. 19 tahun 2013
petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya
yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
dan/atau peternakan. Dalam pasal 1 ayat 7, dijelaskan bahwa pelaku usaha tani
adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana produksi pertanian, pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian, serta jasa penunjang pertanian yang berkedudukan
di wilayah hukum Republik Indonesia.
Dalam bahasa Inggris, terdapat dua kata yang mengartikan petani yaitu
peasent dan farmer. Peasent adalah gambaran dari petani yang subsisten,
sedangkan farmer adalah petani modern yang berusahatani dengan menerapkan
teknologi modern serta memiliki jiwa bisnis yang sesuai dengan tuntutan agribisnis
(Syahyuti 2006). Syahyuti menambahakan bahwa pesasent adalah suatu kelas
petani yang merupakan petani kecil (peyewa). Pada pengetahuan awal, peasent
hanyalah orang-orang yang berusaha dalam pembudidayaan tanaman dan
memelihara hewan yang hidup di pedesaan.
Sementara itu Sjaf (2010) menyatakan bahwa sifat usaha pertanian peasant
berupa pengolahan lahan/tanah dengan bantuan keluarga sendiri untuk
menghasilkan bahan makanan bagi keperluan hidup sehari-hari keluarga petani
tersebut (cara hidup subsistensi). Sedangkan petani farmer sebaliknya, dimana
pengolahan lahan pertanian dengan bantuan tenaga buruh tani, dan mereka
menjalankan produksi dalam rangka untuk mencari keuntungan yang mana hasil
produksi pertanian mereka dijual ke pasar untuk memperoleh uang kontan.
Konsep Strategi Nafkah
Nafkah adalah mata pencaharian yang merupakan pengelolaan kombinasi
aset (modal alam, modal fisik, modal manusia, modal finansial, dan modal sosial)
aktivitas, dan akses yang dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial yang
bersama-sama menentukan hidup yang diperoleh oleh individu atau rumahtangga
(Ellis 2000). Strategi nafkah meliputi pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada
di sekitar masyarakat, semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya
strategi nafkah (Widodo 2009). Modal alam adalah modal atau aset yang dimiliki
oleh individu atau kelompok berupa alam yang dihitung dengan luas, seperti tanah,

8

sawah, dan tanah gambut. Modal alam bisa didapatkan dengan berbagai cara seperti
membeli dan mendapatkan warisan. Modal fisik adalah modal atau aset yang
dimiliki oleh individu atau kelompok yang berupa barang fisik yang mendukung
individu tersebut untuk bisa melakukan aktifitas ekonomi seperti motor, perahu,
traktor, mobil dan lain sebagainya. Modal manusia adalah jumlah anggota keluarga
yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan aktifitas ekonomi dalam suatu keluarga
atau kelompok. Modal manusia ini biasanya berada pada usia produktif dan mampu
untuk mencari nafkah guna mempertahankan perekeonomian keluarganya. Modal
finansial adalah modal atau aset yang dimiliki oleh individu atau kelompok dalam
bentuk uang atau tabungan, bukan barang yang memiliki nilai ekonomi dan bisa
dijual. Terakhir adalah modal sosial dimana suatu individu atau kelompok
memanfaatkan hubungan sosial dengan orang lain untuk bisa melakukan aktifitas
ekonomi dan mendatangkan pendapatan.
Berdasarkan hasil penelitian Sembiring dan Dharmawan (2014) yang
dilakukan di daerah bencana rob di Kampung Laut Kabupaten Cilacap memberikan
gambaran tentang modal nafkah yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Laut,
yaitu modal alam yang merupakan tingkat penguasaan lahan oleh suatu individu
atau kelompok, semakin tinggi (luas) modal alam yang dimiliki maka akan semakin
tinggi pula tingkat pendapatannya. Modal alam dimiliki petani dengan tiga cara
yaitu warisan, trukah (pembukaan lahan) dan membeli. Modal manusia diukur
berdasarkan tingkat pendidikan, alokasi tenaga kerja rumahtangga, dan penggunaan
tenaga kerja. Modal sosial diukur dari tiga aspek yaitu trust (kepercayaan), jejaring,
dan norma. Modal finansial diukur dari dua aspek yaitu tabungan dan pinjaman,
dan modal fisik diukur berdasarkan kepemilikan aset seperti traktor, warung, dan
sepeda motor.
Bentuk strategi nafkah yang digunakan oleh keluarga petani dalam
menghadapi masalah perekonomian yang tidak mendukung menurut Scoones
(1998)
1. Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
2. Diversifikasi mata pencaharian, yaitu dengan melakukan pekerjaan lain
selain pertanian. Selain itu, juga termasuk didalamnya optimalisasi tenaga
kerja. Optimalisasi ini dapat diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja
keluarga untuk ikut mencari nafkah.
3. Migrasi, dapat dilakukan apabila petani sudah tidak ingin bekerja di tempat
asalnya. Hal ini juga dapat dilakukan apabila petani memiliki relasi dengan
orang lain yang sudah bermigrasi sebelumnya.
Bentuk-bentuk strategi nafkah tersebut telah dijelaskan oleh Widodo (2009)
dalam penelitiannya yaitu:
1. Melakukan berbagai pekerjaan walaupun dengan upah yang kecil.
2. Memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran timbal balik dalam
pemberian rasa aman dan perlindungan.
3. Melakukan migrasi ke daerah lain untuk mencari nafkah.
Sedangkan menurut Satria (2001), strategi mata pencaharian yang biasa
dilakukan oleh masyarakat nelayan yang pertama yaitu dengan mengembangkan

9

strategi nafkah ganda. Kedua, mendorong ke arah laut lepas, dan yang ketiga
mengembangkan diversifikasi alat tangkap untuk mengantisipasi variasi musim.
Modal Nafkah
Modal nafkah adalah modal yang dimiliki oleh kelompok dan memiliki
pengaruh terhadap bentuk pencarian nafkah suatu kelompok tersebut. Ellis (2000)
menjelaskan modal nafkah (livelihood assets) terdiri dari lima antara lain:
1. Modal alam, yaitu modal yang berkaitan dengan sumber daya alam dan
kondisi ekologi.
2. Modal manusia, yaitu kemampuan manusia dalam sistem mata
pencaharian yang berkaitan dengan pendidikan, keahlian, dan
kesehatan.
3. Modal fisik yaitu modal yang berkaitan dengan kepemilikan aset fisik
oleh masyarakat, aset ini antara lain bangunan, irigasi kanal, peralatan,
mesin, dan lainnya yang berbentuk fisik.
4. Modal sosial yaitu modal nafkah yang berkaitan dengan jaringan,
kepercayaan, dan norma.
5. Modal finansial adalah aset yang berhubungan dengan keuangan yaitu
ketersediaan uang yang tersimpan dalam sebuah rumahtangga.
Ellis (2000) juga menjelaskan mengenai struktur nafkah. Struktur nafkah
yang dijabarkan berhubungan dengan sumber pendapatan. Sumber pendapatan
tersebut adalah on farm, off farm, dan non farm.
Konsep Kelentingan
Kelentingan atau resiliensi merupakan kebalikan dari kerentanan
(vulnerability), dimana kedua konsep tersebut laksana dua sisi mata uang (Adger
2000 dalam Sembiring dan Dharmawan 2014). Menurut Cote (2012) dalam
Azzahra (2015) permasalahan dalam mendefinisikan konsep resiliensi dalam sistem
sosial-lingkungan adalah keterbatasan menganalisis trade-off dan keputusan
manajeman aspek tata kelola dalam bingkai sempit model prioritas sosial dan
lingkungan. Faktor pendukung resiliensi terbagi menjadi dua yaitu faktor eksternal
dan faktor intenal. Faktor eksternal adalah faktor dari luar berupa bantuan, dan
faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ariviyanti (2014) terdapat sembilan
faktor yang dapat meningkatkan resiliensi masyarakat dalam menghadapi bencana
rob yaitu proteksi dengan struktur keras (dam, tanggul, penahan banjir, seawall,
groin, pintu air, penahan interusi air laut), proteksi dengan struktur lunak (perbaikan
pantai, perbaikan dan pembuatan sand dunes, perbaikan, dan pembuatan wet land),
roteksi dengan cara alami (penghutanan kembali, penanaman kelapa, waru,
mangrove, dinding penahan dari kayu, dinding penahan dari batu), perbaikan
kondisi fisik rumah, peninggian jalan, perbaikan sistem drainase, perbaikan fasilitas
umum seperti masjid, sekolah, perencanaan emergensi, dan adanya organisasi

10

sosial peduli lingkungan dan tanggap bencana. Dari kesembilan faktor-faktor
tersebut ada tiga faktor yang dianggap sangat berpengaruh dalam meningkatkan
resiliensi yaitu faktor peninggian rumah, peninggian jalan, dan adanya organisasi
sosial tanggap bencana.
Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azzahra (2015)
diketahui bahwa modal nafkah berpengaruh terhadap resiliensi, semakin banyak
modal nafkah yang dimiliki makan tingkat resiliensinya semakin tinggi. Sedangkan
Adger (2000) dalam Speranza et al. (2014) menjelaskan bahwa resiliensi merujuk
pada stabilitas mata pencaharian sebagai satu aspek resiliensi sosial. Tetapi pada
prakteknya dan penilaian (pembebanan) pada resiliensi terdiri dari beberapa aspek
mata pencaharian.
Konsep Kerentanan
Kerentanan adalah konsep umum dalam penelitian perubahan iklim serta
dalam komunitas penelitian yang berhubungan dengan bencana alam dan
penanganan bencana, ekologi, kesehatan masyarakat, kemiskinan dan
pembangunan, mata pencaharian yang aman dan kelaparan, ilmu berkelanjutan, dan
perubahan lahan (Fussel 2007). Menurut Turner (2003) dalam Subair (2013)
kerentanan ialah kecenderungan sistem kompleks adaptif mengalami pengaruh
buruk dan keterbukaannya terhadap tekanan eksternal dan kejutan. Pengertian
kerentanan tergantung pada ruang lingkup penelitian, akan tetapi Fussel (2007)
mengatakan secara garis besar kerentanan merupakan suatu kondisi dimana sistem
tidak dapat menyesuaikan dengan dampak dari suatu perubahan. Menurut Adger
(2006) kerentanan di dorong oleh tindakan manusia yang disengaja maupun tidak
disengaja yang memperkuat kepentingan dan distribusi kekuasaan selain
berinteraksi dengan fisik dan sistem ekologi. Pandangan lain tentang kerentanan
datang dari Cutter et al. (2003) dalam Adger (2006) yang menjelaskan bahwa
kerentanan datang ke kesimpulan yang berbeda pada tradisi-tradisi intelektual.
Contohnya, mengklasifiksikan penelitian. Pertama, kerentanan paparan yaitu suatu
kondisi yang membuat orang atau tempat rentan terhadap bahaya. Kedua,
kerentanan kondisi sosial yaitu ukuran ketahanan terhadap bahaya, dan yang ketiga
adalah integrasi potensi terpapar dan ketahanan sosial dengan fokus utama pada
tempat atau wilayah.
PBB (2004) dalam Fusel (2007) membedakan faktor kerentanan ke dalam
empat kelompok pertama faktor fisik yang menjelaskan elemen rentan paparan di
suatu wilayah. Kedua, faktor ekonomi yang menjelaskan sumber ekonomi individu,
kelompok-kelompok populasi, dan masyarakat. Ketiga faktor sosial yang
menjelaskan faktor non-ekonomi yang menentukan kesejahteraan individu,
kelompok-kelompok populasi dan masyarakat, seperti tingkat pendidikan,
keamanan, akses terhadap hak dasar manusia (HAM), dan pemerintahan yang baik.
Keempat adalah faktor lingkungan yang menjelaskan keadaan lingkungan di suatu
daerah. Faktor-faktor ini menggambarkan sifat dari sistem kerentanan atau
masyarakat daripada dorongan eksternal. Banyak sekali ilmuwan yang

11

menyebutkan banyak faktor dari kerentanan,
menyederhanakan faktor kerentanan menjadi:
Tabel 1 Klasifikasi faktor kerentanan
Sosial-ekonomi
Internal
Pendapatan
rumahtangga, jaringan
sosial, akses terhadap
informasi
Eksternal
Kebijakan nasional,
bantuan internasional,
globalisasi ekonomi

untuk

itu

Fusel

(2007)

Bio-fisik
Topografi, kondisi
lingkungan, tutupan
lahan
Badai, gempa bumi,
perubahan permukaan
laut

Menurut Turner et al. (2003) dalam Gallopin (2006) faktor kerentanan
terdiri dari lima. Pertama, gangguan, stres, bahaya, atau trauma, adalah ancaman
kepada sistem, terdiri dari gangguan dan stres. Kedua, perubahan atau transformasi
sebuah sistem, secara umum diartikan sebagai kerugian atau kerusakan sistem.
Ketiga, kepekaan adalah sejauh mana seorang manusia atau sistem alami dapat
menyerap dampak tanpa menderita kerugian jangka panjang atau perubahan
penting lainnya. Keempat, kapasitas respon adalah kapasitas koping sistem atau
biasa juga disebut dengan kapasitas adaptasi atau kemampuan suatu sistem dalam
merespon krisis. Kelima, adalah keterpaparan yaitu secara umum diartikan sebagai
tingkat, durasi, dan/atau tingkat dimana sistem berada dalam kontak dengan atau
tunduk terhadap gangguan tersebut
Livelihood Vulnerability Index
Tingkat kerentanan nafkah dikenal dengan LVI (Livelihood Vulnerability
Index) adalah pengukuran dari kerentanan yang telah dijelaskan sebelumnya.
Menurut Adger (2006) pengukuran kerentanan itu harus mencerminkan proses
sosial serta hasil materi dalam sistem yang tampak rumit dan dengan banyak
hubungan yang sulit untuk dijabarkan. Menurut Turner (2010) dalam Dharmawan
et al. (2016) sistem nafkah petani kecil berhubungan dengan isu perubahan
lingkungan dan iklim melalui konsep kerentanan dan kelentingan. Pada banyak
penelitian yang telah dilakukan, kerentanan diukur berdasarkan tiga aspek yaitu
keterpaparan, kepekaan, dan kapasitas adaptasi. Beberapa ahli menyampaikan cara
untuk mengukur tingkat kerentanan salah satunya adalah Luers et al. (1984) dalam
Adger (2006) yang telah menjelaskan rumus untuk mengukur kerentanan adalah:

Kerentanan =

Kepekaan terhadap tekanan
* Masalah keterpaparan oleh bahaya
Status relatif terhadap ambang

Parameter dalam pengukuran di atas bias merupakan parameter fisik atau parameter
sosial, bahwa mengukur kerentanan melibatkan faktor fisik dan faktor sosial.

12

Sementara itu terdapat rumus untuk mengukur tingkat kerentanan menurut
IPCC dalam Shah et al. (2013) yaitu LVI – IPCCd = (Ed – Ad) *Sd dengan penjelasan
LVI - IPCCd adalah tingkat kerentanan untuk sebuah komunitas/masyarakat yang
digambarkan dengan menggunakan rumus dari IPCC. Kemudian Ed adalah
skor/nilai kalkulasi/keseluruhan dari keterpaparan suatu komunitas/masyarakat. Ad
adalah nilai/skor keseluruhan dari kapasitas adaptasi suatu wilayah dan Sd adalah
skor keseluruhan dari kepekaan suatu wilayah.

Kerangka Pemikiran
Cuaca yang berubah secara ekstrim berdampak pada kegiatan pertanian yang
dilakukan oleh petani karena kegiatan pertanian sangat bergantung terhadap alam
dengan cuaca yang baik. Banjir merupakan salah satu bentuk dari cuaca yang tidak
baik, sehingga menyebabkan petani gagal panen dan kehilangan sumber nafkah
yang selama digunakan keluarga petani sebagai tumpuan hidup. Untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi rumahtangganya petani melakukan aktivitas ekonomi di luar
bercocok tanam yang dianggap mampu dikerjakan dan dapat menghasilkan uang.
Aktivitas tersebut disebut sebagai strategi nafkah. Strategi nafkah meliputi aspek
pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat, semakin
beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah (Widodo 2009).
Strategi nafkah adalah cara yang dilakukan oleh kelompok atau masyarakat
dalam memepertahankan ekonominya pada saat dilanda krisis tidak terkecuali
rumahtangga petani. Pada saat musim panceklik dimana pekerjaan yang biasa
dilakukan sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup maka harus
dilakukan startegi nafkah. Stratgei nafkah pada dasarnya terbagi terdiri dari strategi
produksi (ekonomi) dan strategi non-produksi (pemanfaatan hubungan sosial),
dimana strategi ekonomi meliputi pola nafkah ganda yaitu satu orang melakukan
lebih dari satu pekerjaan untuk menghasilkan uang, optimalisasi tenaga kerja,
dimana suatu rumahtangga memanfaatkan seluruh anggota keluarganya untuk
melakukan aktifitas ekonomi agar keadaan ekonomi keluarganya tetap bertahan dan
seimbang, dan yang terakhir adalah strategi dengan cara migrasi, baik mobilisasi
harian maupun migrasi kontemporer dimana mereka hanya bermigrasi sementara
hanya untuk bekerja saja. Sedangkan menurut Scoones (1998) terdapat tiga bentuk
strategi nafkah yaitu dengan cara Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian,
diversifikasi mata pencaharian, dan migrasi.
Strategi nafkah baik strategi produksi maupun non-produksi berhubungan
erat dengan modal (asset) yang dikemukakan oleh Ellis (2000) yaitu modal alam,
manusia, sosial, finansial, dan fisik. Kelima modal tersebut sangat mempengaruhi
strategi nafkah yang akan dilakukan oleh rumahtangga nelayan pada saat krisis
melanda dan mempengaruhi tingkat resiliensi suatu masyarakat. Ketika masyarakat
mengalami krisis, tentunya seluruh masyarakat berlomba-lomba untuk
mengembalikan keadaan pada saat sebelum terjadi krisis baik secara ekonomi
maupun sosial, masyarakat harus mampu bangkit dan menjadikan kondisi
keluarganya kembali seperti sedia kala. Kemampuan inilah yang disebut dengan

13

resiliensi, yang merupakan kemampuan suatu masyarakat atau kelompok untuk
kembali ke keadaan seperti semula setelah terjadinya krisis. Tingkat resiliensi akan
disebut tinggi mana kala waktu yang dibutuhkan untuk recovery cenderung
sebentar dan sebaliknya tingkat resiliensi aka disebut rendah ketika waktu recovery
lebih lama.
Livelihood Asset (Ellis 2000)
Modal Alam (X1)

Strategi Nafkah (Scoones 1998)
 Intensifikasi dan ekstensifikasi
pertanian
 Diversifikasi mata pencaharian
 Migrasi

 Tingkat kepemilikan tanah (X1.1)
 Akses terhadap tanah (X1.2)
Modal Manusia (X2)
 Jumlah anggota keluarga yang bekerja
(X2.1)
 Tingkat pendidikan (X2.2)
 Jumlah Ketrampilan Kepala Keluarga
(X2.3)

LVI (Y)
Kepekaan (Y1)
 Tingkat kepemilikan lahan
rendah (Y1.1)
 Tingkat pendapatan rendah
(Y1.2)
 perrsentase anggota keluarga
non produktif (Y1.3)

Modal Fisik (X3)
 Tingkat kepemilikan aset pertanian
(X3.1)
 Tingkat kepemilikan aset non pertanian
(X3.2)
Modal Sosial (X4)

keterpaparan (Y2)
 Tingkat banjir dalam satu
tahun (Y2.1)
 Persentase lahan sawah yang
terkena banjir (Y2.2)
Kapasitas Adaptasi(Y3)
 Banyaknya pilihan sumber
nafkah (Y3.1)
 Tingkat keberfungsian
lembaga (Y3.2)
 Kepemilikan tabungan (Y3.3)

 Banyaknya jaringan (X4.1)
 Tingkat kepercayaan (X4.2)
 Banyaknya organisasi yang diikuti (X4.3)
Modal Finansial (X5)






Tingkat pendapatan on-farm (X5.1)
Tingkat pendapatan off-farm (X5.2)
Tingkat pendapatan non-farm (X5.3)
Besarnya tabungan (X5.4)
Kepemilikan ternak (X5.5)

Ketrangan:
: Memiliki hubungan
: Pengaruh
Gambar 1 Kerangka Pemikiran

14

Hipotesa Penelitian
Pada penelitian ini, diduga bahwa kepemilikan modal nafkah (livelihood asset)
berpengaruh terhadap tingkat resiliensi rumahtangga petani.
Yn = f(Xn)
Yn = f(X1.1, X1.2, X2.1, X2.2, X2.3, X3.1, X3.2, X4.1, X4.2, X4.3, X5.1, X5.2, X5.3,
iiiiiiiiX5.4, X5.5)
Dengan keterangan sebagai berikut :
1) Diduga tingkat kepemilikan dan pemanfaatan modal alam berpengaruh
terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani. Yn = f(X1.1, X1.2)
2) Diduga tingkat kepemilikan dan pemanfaatan modal manusia berpengaruh
terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani. Yn = f(X2.1, X2.2, X2.3)
3) Diduga tingkat kepemilikan dan pemanfaatan modal fisik berpengaruh
terhadap tingkat kerentanan rumahtangga petani. Yn = f(X3.1, X3.2)
4) Diduga tingkat kepemi