Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran

DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI
NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIGANJENG,
KECAMATAN PADAHERANG, KABUPATEN
PANGANDARAN

KUNTI MAY WULAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Krisis Ekologi
terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan
Padaherang, Kabupaten Pangandaran adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan
Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Kunti May Wulan
NIM I34100007

ABSTRAK
KUNTI MAY WULAN. Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah
Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten
Pangandaran. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN
Fenomena krisis ekologi yang terjadi di Desa Ciganjeng berupa banjir melanda
area persawahan hingga pemukiman setiap tahun. Banjir menyebabkan eksistensi
rumahtangga petani sebagai pelaku utama dalam ekologi terancam dan untuk
mempertahankan keberlanjutan kehidupan, mereka memiliki strategi nafkah.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak krisis ekologi terhadap
strategi nafkah rumahtangga petani. Metode penelitian ini adalah penelitian survei

menggunakan kuesioner dan pendekatan kualitatif menggunakan studi kasus dan
observasi sebagai penunjang data kuantitatif. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan terhadap 35 responden rumahtangga petani maka ditemukan bahwa
krisis ekologi menyebabkan rumahtangga petani harus memiliki strategi nafkah,
yaitu: strategi alokasi sumberdaya manusia, strategi pola nafkah ganda, strategi
migrasi, strategi intensifikasi pertanian, strategi berhutang dan strategi investasi
non pertanian. Strategi nafkah tersebut dilakukan dengan memainkan lima aset
modal nafkah. Selain itu, walaupun rumahtangga petani diguncang krisis ekologi
namun mereka tetap bertahan karena memiliki kelentingan nafkah yang tinggi.
Kata kunci: krisis ekologi, strategi nafkah, rumahtangga petani, kelentingan
nafkah

ABSTRACT
KUNTI MAY WULAN. The Impact of Ecological Crisis on Livelihood Strategies
of Farm Household in the Ciganjeng Village, Padaherang Subdistrict,
Pangandaran. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN.
The phenomenon of ecological crisis that occured in Ciganjeng Village is the
flood stricken rice fields and settlement every year. Flooding caused the existence
of farm households as the main actors in the ecology are threatened and to
maintain the sustainability of their lives, they have livelihood strategies. This

study was conducted to analyze the impact of the ecological crisis on livelihood
strategies of farm household. This research method is a survey research using
quetionnaires and qualitative approach using case studies and observations as
supporting quantitative data. Based on a study of 35 respondents farm households,
it was found that the ecological crisis caused farm households should have
livelihood strategies, which are: human resource allocation strategy, multiple
livelihood strategy, migration strategy, agricultural intensification strategy, dept
strategy and non agricultural invesment strategy. Livelihood strategis are made by
playing five livelihood assets. In addition, although the ecological crisis rocked
farm households but they still survive because they have a high livelihood
resiliency.
Keywords: ecology crisis, livelihood strategy, farm household, livelihood
resiliency

DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI
NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIGANJENG,
KECAMATAN PADAHERANG, KABUPATEN
PANGANDARAN

KUNTI MAY WULAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga
Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten
Pangandaran
Nama
: Kunti May Wulan
NIM
: I34100007


Disetujui oleh

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan MSc.Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga
Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten
Pangandaran
: Kunti May Wulan
Nama
: 134100007
NIM


Disetujui oleh

Dr Ir Ar

Tanggal Lulus:

2 7 JAN 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa
Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran” ini dengan baik.
Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Mayor
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada
Bapak Dr Ir Arya Hadi Dharmawan MSc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi maupun
pembimbing akademik yang telah memberikan banyak arahan, saran, dan masukan
selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan

juga kepada Ibu Dr Eka Intan Kumala Putri, Mba Dyah Ita Mardyaningsih, serta Mba
Rizka Amalia yang telah memberikan masukan dan saran. Selain itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yuyuk, Bapak Kaib, dan seluruh aparat Desa
Ciganjeng, Ibu Onih selaku Ketua PKK Desa Ciganjeng, Ibu Turiah dan semua warga
Desa Ciganjeng yang telah membantu penulis selama pengumpulan data.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua tercinta, Bapak
Arbain dan Ibu Supartini, serta tante, Indah Yani, dan seluruh keluarga besar, yang
selalu berdoa, melimpahkan kasih sayangnya, serta memberi dukungan semangat dan
material untuk penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh temanteman akselerasi KPM angkatan 47 yang selalu saling mengingatkan dan memberikan
dukungan agar kita bisa lulus dan wisuda bersama-sama. Tidak lupa penulis berterima
kasih kepada sahabat-sahabat tersayang, Atrina DP, Astri S, Aulia RA, Regina A,
Fauziah Z, Anna NC, Fia Afiani Z, dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu disini
serta semua teman-teman penulis di KPM angkatan 47, IAAS LC IPB, BEM KM IPB
2013 terutama Kementerian KOMINFO yang telah senantiasa memberi semangat dan
menemani penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan, doa, semangat, bantuan, dan
kerjasamanya selama ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2014


Kunti May Wulan
NIM. I34100007

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Masalah Penelitian

3

Tujuan Penelitian

4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka

7
7

Konsep Krisis Ekologi


7

Konsep Rumahtangga Petani

8

Konsep Nafkah

8

Konsep Kelentingan

11

Kerangka Pemikiran

12

Hipotesis Penelitian


13

Definisi Konseptual

13

Definisi Operasional

13

METODE PENELITIAN

15

Lokasi Dan Waktu

15

Penentuan Responden Dan Informan Penelitian

16

Teknik Pengumpulan Data

16

Teknik Analisis Data

17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

19

Gambaran Desa Ciganjeng

19

Kondisi Demografi

20

Penduduk dan Mata Pencaharian

20

Tingkat pendidikan

22

Kondisi Sosial

23

Krisis Ekologi
KARATERISTIK PETANI DI DESA CIGANJENG

24
27

vi

Usia dan Tingkat Pendidikan Responden

27

Jenis Kelamin Responden

28

Status Perkawinan Responden

29

Ikhtisar

30

STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI
Struktur Pendapatan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumahtangga

31
31

Pendapatan Sektor Pertanian

32

Pendapatan Sektor Non Pertanian

33

Komposisi Pengeluaran Rumahtangga Petani

37

Saving Capacity Rumahtangga Petani

39

Ikhtisar

41

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI
Bentuk-Bentuk Penerapan Strategi Nafkah

43
43

Strategi Alokasi Sumberdaya Manusia dalam Rumahtangga

44

Strategi Pola Nafkah Ganda

46

Strategi Migrasi

49

Strategi Intensifikasi Pertanian

50

Strategi Berhutang

52

Strategi Investasi Non Pertanian

54

Tingkat Pemanfaatan Livelihood Asset

55

Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital)

55

Modal Fisik (Physical Capital)

56

Modal Manusia (Human Capital)

57

Modal Finansial (Financial Capital)

58

Modal Sosial (Social Capital)

58

Ikhtisar
KELENTINGAN NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI

60
63

Kelentingan Nafkah

63

Aspek-Aspek Kelentingan Nafkah

64

Saving Capacity

64

Ketersediaan Kesempatan Kerja di Luar

67

Kemampuan Akses terhadap Kesempatan Kerja Lain

68

vii

Ketersediaan Modal Sosial

69

Ketersediaan Teknologi Pendukung

71

Natural Extraction Activities

72

Pengurangan Jatah Makan

73

Ikhtisar
SIMPULAN DAN SARAN

74
77

Simpulan

77

Saran

78

DAFTAR PUSTAKA

79

LAMPIRAN

81

RIWAYAT HIDUP

86

viii

DAFTAR TABEL
1 Matriks perbandingan strategi nafkah rumahtangga berdasarkan

10

subyek penelitian
2 Luas lahan menurut penggunaannya di Desa Ciganjeng tahun 2012

20

3 Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Desa Ciganjeng tahun

21

2012
4 Frekuensi dan persentase jenis kelamin responden rumahtangga

29

petani di Desa Ciganjeng tahun 2013
5 Frekuensi dan persentase status perkawinan responden rumahtangga

29

petani di Desa Ciganjeng tahun 2013
6 Frekuensi dan persentase kategori responden rumahtangga petani

31

berdasarkan rata-rata jumlah pendapatan per tahun tahun 2013
7 Jumlah saving capacity rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

40

menurut kategori tingkat pendapatan tahun 2013
8 Frekuensi dan persentase pengalokasian sumberdaya dalam

45

rumahtangga dalam proses usaha tani di Desa Ciganjeng tahun 2013
9 Frekuensi dan persentase pilihan sumber dana rumahtangga

52

di Desa Cigenjeng tahun 2013
10 Frekuensi dan persentase pilihan berhutang petani di Desa

52

Ciganjeng tahun 2013
11 Variasi strategi nafkah rumahtangga petani menurut lapisan

54

rumahtangga di Desa Ciganjeng tahun 2013
12 Frekuensi dan persentase tingkat kelentingan nafkah rumahtangga

64

berdasarkan saving capacity di Desa Ciganjeng tahun 2013
13 Frekuensi dan persentase tingkat kelentingan nafkah rumahtangga

68

petani berdasarkan kemampuan mengakses kesempatan kerja di luar
pertanian di Desa Ciganjeng tahun 2013
14 Frekuensi dan persentase rumahtangga petani berdasarkan
tingkat pemanfaatan jaringan berbasis genealogis di Desa
Ciganjeng tahun 2013

70

ix

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran

12

2 Kurva sebaran normal

17

3 Persentase penduduk Desa Ciganjeng berdasarkan jenis mata

22

pencaharian tahun 2012
4 Persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Ciganjeng

23

tahun 2012
5 Persentase tingkat pendidikan responden rumahtangga petani di

27

Desa Ciganjeng tahun 2013
6 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

32

dari sektor pertanian tahun 2013
7 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

33

dari sektor non pertanian tahun 2013
8 Grafik persentase komposisi pendapatan rumahtangga petani di Desa

34

Ciganjeng tahun 2013
9 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

36

tahun 2013
10 Grafik rata-rata pengeluaran rumahtangga petani per tahun di Desa

37

Ciganjeng tahun 2013 berdasarkan tingkat pendapatan rumahtangga
11 Grafik persentase komposisi pengeluaran pangan dan nonpangan

38

rumahtangga petani per tahun berdasarkan kategori tingkat
pendapatan rumahtangga di Desa Ciganjeng tahun 2013
12 Grafik perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran

39

rumahtangga petani per tahun di Desa Ciganjeng tahun 2013
13 Peta Kabupaten Pangandaran

83

14 Peta wilayah Desa Ciganjeng

83

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi penelitian

81

2 Lokasi penelitian

83

x

3 Daftar kerangka sampling dan responden terpilih

84

4 Rencana kegiatan penelitian

85

1

PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan
kegunaan penelitian. Sub bab latar belakang menguraikan pemikiran yang
melatarbelakangi penelitian ini sedangkan sub bab masalah penelitian
menguraikan hal-hal yang menjadi masalah penelitian ini. Sub bab tujuan
penelitan menguraikan hal-hal yang menjadi tujuan penelitian ini sedangkan sub
bab kegunaan penelitian menguraikan kegunaan dari penelitian ini untuk
akademisi, pembuat kebijakan, maupun pembaca pada umumnya.

Latar Belakang
Menurut Dharmawan (2007b), krisis ekologi adalah suatu keadaan di mana
sistem ekologi mengalami ketidakstabilan kesetimbangan pertukaran energimateri dan informasi yang mengakibatkan ketidakseimbangan pada fungsi-fungsi
distribusi serta akumulasi energi-materi antara satu organisme dengan organisme
lain dan alam lingkungannya. Krisis ekologi akan mengganggu keseimbangan
ekologi dan akhirnya akan mengancam eksistensi manusia sebagai pelaku utama
dalam ekologi. Fenomena krisis ekologi ini terjadi dan mengancam seluruh
kawasan di Indonesia. Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)
Jawa Barat, setiap media dalam sehari mempublikasikan minimal lima kasus
lingkungan hidup hanya di Jawa Barat saja (Ramdan 2011). Jika diakumulasikan
maka sepanjang tahun 2011 diperkirakan sekitar 10 800 kasus lingkungan hidup
terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan catatan yang ada, kasus krisis ekologi terjadi di
beberapa sektor penting seperti pertambangan, sumberdaya air, wilayah pesisir
dan sektor yang paling menjadi perhatian adalah kehutanan padahal banyak orang
yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan. Berdasarkan data Identifikasi Desa
di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan (2009), jumlah desa hutan di Jawa dan
Madura sebanyak 4 614 desa atau 18.54 persen dari seluruh desa yang ada di
Pulau Jawa-Madura kecuali DKI Jakarta1.
Krisis ekologi hutan dapat terjadi karena kerusakan hutan akibat kegiatan
industri (illegal logging, pembalakan liar, ekowisata), penambangan, perambahan
hutan untuk pemukiman, dan aktivitas ekonomi lainnya yang hanya
menguntungkan salah satu pihak saja. Berdasarkan catatan WALHI Jawa Barat,
praktik alih fungsi lahan kawasan hutan hingga tahun 2011 saja sudah
terakumulasi sekitar 95 000 hektar di Jawa Barat saja dan angka ini akan semakin
terus bertambah setiap tahun apabila tidak ada yang menghambatnya. Krisis
ekologi hutan yang terjadi membuat ekosistem semakin tidak stabil yang
kemudian akan menyebabkan terjadinya bencana alam seperti longsor dan banjir
di musim hujan serta kekeringan di musim kemarau. Bencana yang timbul akibat
krisis ekologi hutan seperti banjir, longsor, dan kekeringan dapat menghilangkan
sebagian atau seluruh sumber nafkah yang menjadi tumpuan hidup masyarakat
sekitar hutan terutama rumahtangga petani yang bergantung pada sumberdaya
1

Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan. 2009. Dikutip pada 20 Juni 2013.
Dapat diunduh dari http://www.dephut.go.id/files/IdentifikasiDesa2009_0.pdf

2

alam yang ada. Ketidakamanan nafkah bagi para petani akibat krisis ini tidak
sesuai dengan pasal 28 G ayat 1 Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang
menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pelindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta
berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Kementerian Kehutanan RI melansir data bahwa sumber penghasilan nafkah
utama 99.45 persen masyarakat desa hutan yang berada di dalam kawasan hutan
dan 97.08 persen masyarakat desa hutan yang berada di tepi kawasan hutan adalah
pertanian. Sebesar 90.66 persen dari usaha tani yang menjadi sumber pendapatan
masyarakat desa hutan merupakan usaha tani tanaman pangan yang bergantung
pada kondisi alam. Krisis ekologi hutan yang terjadi mengancam keberlangsungan
nafkah masyarakat hutan terutama rumahtangga petani. Banjir di musim hujan
dapat merendam sawah-sawah yang telah mereka tanami. Begitu pula yang terjadi
apabila kekeringan di musim kemarau, sawah-sawah mereka kekeringan dan pada
akhirnya gagal panen. Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus,
rumahtangga petani bisa terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
Krisis ekologi hutan tidak hanya terjadi di daerah kawasan hutan alam tetapi
juga di kawasan hutan yang terletak di DAS (Daerah Aliran Sungai). Bagian hulu
dan bagian hilir DAS merupakan satu kesatuan yang saling terintegrasi karenanya
apabila terjadi krisis ekologi di bagian hulu maka akan berakibat bencana di
bagian hilir. Contoh kasus krisis ekologi hutan terjadi di Jawa Barat tepatnya di
Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Ciamis. Desa Ciganjeng
yang merupakan bagian hilir dari DAS Citanduy ikut merasakan bencana akibat
krisis ekologi hutan yang terjadi di hulu yaitu banjir yang terjadi hampir setiap
tahun dan bahkan sudah tidak bisa diprediksi lagi kapan datangnya.
Marmuksinudin (2013) mengungkapkan bahwa ratusan petani di wilayah
Ciganjeng sudah hampir satu tahun merindukan masa panen karena ratusan hektar
sawah di kawasan Ciganjeng, sudah hampir satu tahun digenangi banjir.
Setidaknya pada Januari 2013, banjir di Kecamatan Padaherang merendam
sedikitnya 426 hektar areal persawahan termasuk di Desa Ciganjeng2. Banjir tidak
hanya merendam daerah persawahan saja tetapi juga merendam rumah-rumah
warga. Jika hal ini terjadi terus menerus, maka rumahtangga petani di Desa
Ciganjeng akan semakin terjerat dalam rantai kemiskinan karena menghilangkan
sumber-sumber nafkah yang mereka miliki. Selain itu, banjir juga mengancam
hilangnya aset rumahtangga, gangguan kesehatan, dan krisis pangan bagi
rumahtangga petani. Ketersediaan sumberdaya alam bagi petani menjadi penting
dan petani akan terancam apabila sumberdaya alam tersebut mengalami gangguan
misal salah satunya karena bencana krisis ekologi.
Krisis ekologi menyebabkan gangguan stabilitas pendapatan rumahtangga
petani karena sawah-sawah yang tergenang akibat banjir tersebut seharusnya
dapat menjadi sumber pendapatan bagi rumahtangga petani. Ancaman ini juga
akan menyebabkan perubahan strategi rumahtangga petani untuk bertahan hidup
terutama strategi nafkah. Menurut Dharmawan (2007a), strategi nafkah adalah
taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk
2

Ratusan Hektar Sawah Kembali Tenggelam. [30 Januari 2013]. Dapat diakses di
http://www.jpnn.com/read/2013/01/22/155329/picture/thumbnail/20130122_072526/index.php?mi
b=berita.detail&id=156274

3

mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap mempertahankan eksistensi
infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.
Dharmawan (2007a) mengungkapkan bahwa strategi nafkah dalam kehidupan
sehari-hari direpresentasikan oleh keterlibatan individu-individu pada proses
perjuangan untuk mendapatkan sesuatu jenis mata pencaharian atau bentuk
pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat
kehidupannya. Dharmawan (2007a) juga menjelaskan strategi nafkah bisa
dibangun melalui beberapa jalur aktivitas nafkah dan strategi nafkah melalui jalur
kegiatan ekonomi produktif adalah strategi yang paling lazim dikembangkan oleh
individu dan rumahtangga.
Widodo (2011) menjelaskan bahwa strategi nafkah adalah aspek pilihan atas
beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Krisis ekologi yang
terjadi menyebabkan hilangnya beberapa atau seluruh sumber nafkah yang ada
dan perubahan sumber nafkah ini akan mengakibatkan perubahan strategi nafkah
rumahtangga petani. Perubahan terhadap strategi nafkah rumahtangga akan
berdampak pada perubahan struktur nafkah dan tingkat pendapatan rumahtangga.
Krisis ekologi yang terjadi menyebabkan ketidakpastian nafkah bagi rumahtangga
petani. Walaupun begitu, setiap individu mempunyai kemampuan untuk merasa
lebih baik dengan cepat setelah mengalami guncangan atau sesuatu yang tidak
menyenangkan dan mengakomodasi gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa yang
disebut sebagai kelentingan (Sapirstein 2006). Kemampuan inilah yang
mendorong untuk individu ataupun rumahtangga untuk bertahan dari guncangan
dan bangkit sehingga tidak terperosok ke dalam jurang kemiskinan namun tidak
semua individu atau rumahtangga memiliki kelentingan yang sama.
Permasalahan mengenai krisis ekologi yang mengancam rumahtangga
petani ini seharusnya menjadi perhatian kita semua agar tidak semakin banyak
yang nantinya terjebak dalam rantai kemiskinan. Oleh karena itu, penting untuk
diteliti bagaimana dampak krisis ekologi terhadap strategi rumahtangga petani.

Masalah Penelitian
Rumahtangga petani dapat dipandang satu kesatuan ekonomi, mempunyai
tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang dimiliki, kemudian
sebagai unit ekonomi rumahtangga petani akan memaksimumkan tujuannya
dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Oleh karena itu, rumahtangga
petani bergantung pada sumberdaya alam yang menjadi sumber nafkah mereka.
Krisis ekologi hutan menyebabkan banjir dan longsor di musim penghujan dan
kekeringan di musim kemarau akan mengancam ketersediaan sumberdaya alam
bagi petani. Marmuksinudin (2013) memberitakan bahwa banjir yang menimpa
Desa Ciganjeng membuat petani menjadi semakin sulit untuk menikmati satu kali
saja masa panen karena sudah hampir 10 bulan genangan air di sawah Desa
Ciganjeng tidak kunjung surut. Hal ini menunjukkan bahwa petani bergantung
pada ketersediaan sumberdaya alam untuk melakukan aktivitas pertanian.
Terancamnya ketersediaan sumberdaya alam bagi rumahtangga petani akan
berimbas pada perubahan struktur nafkah rumahtangga petani. Perubahan struktur
nafkah petani juga akan mempengaruhi pendapatan rumahtangga tersebut
karenanya diperlukan strategi nafkah atau taktik dan aksi yang dibangun oleh

4

individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka
dengan tetap memerhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan
sistem nilai budaya yang berlaku (Dharmawan 2007a). Perbedaan sumber nafkah
yang tersedia juga turut mempengaruhi strategi nafkah yang akan diterapkan oleh
rumahtangga petani. Strategi nafkah ini dapat menjadi sebuah strategi bertahan
hidup dalam suasana krisis.
Strategi nafkah yang dibangun pada saat krisis yaitu banjir dalam periode
waktu yang cukup lama tentu akan berbeda dengan strategi nafkah rumahtangga
yang dibangun petani pada saat keadaan normal atau tidak krisis. Tingkat
pemanfaatan livelihood asset oleh rumahtangga petani mempengaruhi strategi
nafkah yang akan diterapkan oleh mereka. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian bagaimana variasi strategi nafkah rumahtangga petani dibangun
saat masa krisis maupun masa normal?
Perbedaan strategi nafkah akan memperlihatkan variasi-variasi yang
beragam dan dapat menunjukkan kemampuan untuk merasa lebih baik dengan
cepat setelah mengalami guncangan atau sesuatu yang tidak menyenangkan dan
mengakomodasi gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa yang disebut sebagai
kelentingan (Sapirstein 2006). Masyarakat di suatu daerah yang terkena krisis
ekologi tidak serta merta jatuh atau hancur akibat krisis tersebut karena setiap
individu maupun kelompok memiliki kelentingan. Kelentingan setiap individu
maupun kelompok berbeda-beda bergantung pada sejauh mana individu atau
kelompok tersebut mengupayakan kesempatan dan ketersediaan alat-alat yang ada
untuk meningkatkan kelentingan mereka agar bertahan dari krisis. Oleh karena
itu, perlu dipahami lebih lanjut bagaimana kelentingan nafkah di daerah krisis
ekologi?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Menganalisis variasi strategi nafkah rumahtangga petani yang muncul saat
masa krisis maupun masa normal.
2. Memahami kelentingan nafkah rumahtangga petani di daerah krisis ekologi.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai dampak
krisis ekologi terhadap kehidupan masyarakat desa sekitar hutan dan strategi
nafkah apa saja yang dilakukan rumahtangga untuk keluar dari krisis tersebut
sehingga dapat dikategorikan sebagai kelentingan atau ketahanan dari masyarakat
tersebut. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa
pihak, diantaranya adalah:
1. Bagi masyarakat Desa Ciganjeng
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai Desa
Ciganjeng dan usaha masyarakat untuk keluar dari krisis ekologi yang
menimpanya dari sudut pandang yang berbeda. Selanjutnya, penelitian ini
juga diharapkan mampu menjadi referensi bagi desa-desa lain pada umumnya

5

dan Desa Ciganjeng pada khususnya untuk mengembangkan berbagai potensi
yang dimiliki oleh masing-masing.
2. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pengambil
kebijakan dalam menghadapi krisis tidak hanya krisis ekologi yang terjadi di
Desa Ciganjeng saja. Hal ini tentunya ditujukan untuk semua kalangan
pemerintahan, mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat. Pihak
pemerintah diharapkan dapat membangun hubungan yang sinergis antara
semua stakeholders termasuk pihak swasta dan petani. Selain itu, diharapkan
agar pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan, sesuai dengan karateristik
masing-masing petani.
3. Bagi peneliti dan kalangan akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka dan
menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan topik livelihood studies,
pedesaan, ekologi, dan juga bidang kehutanan.
4. Bagi masyarakat umum
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat
mengenai kehidupan masyarakat desa sekitar hutan dan krisis ekologi yang
senantiasa mengancamnya serta strategi nafkah yang dilakukan untuk keluar
dari krisis tersebut.

6

7

PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama membahas tinjauan
pustaka. Sub bab selanjutnya membahas kerangka pemikiran. Kemudian,
hipotesis penelitian dibahas dalam sub bab selanjutnya. Definisi konseptual dan
definisi operasional dibahas pada sub bab terakhir bab ini.

Tinjauan Pustaka
Konsep Krisis Ekologi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekologi diartikan sebagai ilmu
mengenai timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya
(lingkungannya). Oleh karena itu, krisis ekologi dapat dimaknai sebagai suatu
keadaan di mana sistem ekologi mengalami ketidakstabilan kesetimbangan
pertukaran energi-materi dan informasi, yang mengakibatkan ketidakseimbangan
pada fungsi-fungsi distribusi serta akumulasi energi-materi antara satu organisme
dengan organisme lain dan alam-lingkungannya sementara itu organisme
(manusia) dengan teknologi, perilaku dan organisasi sosialnya belum mampu
melakukan penyesuaian yang berarti dalam mengantisipasi atau merespons
guncangan tersebut (Dharmawan 2007b). Raharja (2011) selanjutnya menjelaskan
bahwa krisis ekologi ini merupakan krisis hubungan antar manusia dan
kebudayaannya dengan lingkungan hidup tempat mereka berlindung, bermukim,
dan mengeksploitasi sumberdaya alam. Krisis ekologi telah menjadi realita
kontemporer yang melebihi batas toleransi dan kemampuan adaptasi lingkungan.
Menurut Dharmawan (2006), sumberdaya alam adalah “last resort” tempat
pengaduan terakhir bagi lapisan miskin untuk mempertahankan kehidupan
(survival strategy), manakala tidak ada lagi peluang ekonomi apapun yang tersisa
di tempat lain bagi mereka. Dengan demikian, kelompok lapisan miskin sangat
bergantung terhadap ketersediaan sumberdaya alam bagi kehidupan mereka.
Selain itu, manusia cenderung bertindak meluluhlantakkan ekologi atas dasar
ambisi dan egoisme untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi
dirinya. Tidak heran apabila hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan
sumberdaya alam adalah negatif. Di sisi lain, kerusakan ekologi ini menimbulkan
dampak buruk yang dirasakan hampir seluruh manusia. Salah satu krisis ekologi
yang terjadi adalah akibat dari kerusakan hutan yang menurut pemberitaan
Kompas edisi 21 Maret 2007, Indonesia adalah perusak hutan tercepat di dunia,
sebesar 2 persen/tahun atau 1.87 juta hektar (51 km/hari). Apabila angka ini
dikonversi akan sama artinya dengan seluas 300 lapangan sepakbola/jam. Krisis
ekologi akan menganggu keseimbangan ekologi yang akhirnya kembali
mengancam eksistensi manusia sebagai pelaku utama ekologi.
Dengan terganggunya keseimbangan ekologi, maka kemampuan alam untuk
produksi akan semakin menurun, sedangkan kebutuhan manusia akan semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi. Akibatnya, alam menjadi rusak,
sebab manusia terus memanfaatkannya tanpa adanya usaha pemulihan kembali.
Efek samping dari kerusakan tersebut adalah timbulnya bencana alam yang
menelan banyak korban, baik fisik ataupun material, bahkan sampai ke mental.

8

Frekuensi timbulnya bencana akibat krisis ekologi pun semakin lama sulit untuk
diprediksi. Menurut Kompas, pada tahun 2007 Indonesia telah mengalami 236
kali banjir di 136 kabupaten dan 26 propinsi, di samping itu juga terjadi 111
kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi. Bahkan menurut Kompas, di
Indonesia terdapat 19 propinsi yang lahan sawahnya terendam banjir dan 263 071
hektar sawah terendam dan gagal panen. Selain itu, pada tahun 2007 ini tercatat
78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 propinsi dan 36 kabupaten.
Konsep Rumahtangga Petani
Rumahtangga (household) berbeda dengan istilah keluarga (family).
Menurut Ellis (1988), keluarga adalah sebuah unit sosial yang didefinisikan
sebagai hubungan kekeluargaan antar orang namun pada masyarakat petani kecil,
keluarga tidak hanya sebatas dua orang dewasa yang hidup bersama anak-anaknya
seperti konsep keluarga inti pada konsep Barat. Berbeda dengan keluarga,
rumahtangga adalah sebuah unit sosial yang berbagi tempat tinggal yang sama
atau tungku yang sama. Menurut Mattila dan Wiro (1999), rumahtangga adalah
sebuah grup lebih dari hanya sekedar seorang individu (meskipun seorang
individu dapat juga sebagai rumahtangga), yang melakukan berbagai aktivitas
ekonomi yang diperlukan untuk bertahannya rumahtangga dan untuk menjaga
agar anggota rumahtangga tetap sejahtera. Dilihat dari segi ekonomi, rumahtangga
merupakan sebuah unit analisis dalam asumsi secara implisit bahwa yang
dimaksud adalah sumber nafkah rumahtangga disatukan, pemasukan dibagikan,
dan keputusan dibuat bersama oleh anggota rumahtangga yang dewasa.
Menurut Nakajima (1986), Rumahtangga Petani (farm household)
mempunyai pengertian dan karakteristik yaitu satu unit kelembagaan yang setiap
saat mengambil keputusan produksi pertanian, konsumsi, curahan kerja, dan
reproduksi. Rumahtangga petani dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit
ekonomi, mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang
dimiliki, kemudian akan memaksimumkan tujuannya dengan keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki. Pola perilaku rumahtangga petani dalam aktivitas
pertanian maupun penentuan jenis-jenis komoditas yang diusahakan dapat bersifat
subsisten, semi komersial, dan atau sampai berorientasi ke pasar (Ellis 1988).
Nakajima (1986) memberikan definisi rumahtangga petani (farm household)
sebagai satu kesatuan unit yang kompleks dari perusahaan pertanian (farm firm),
rumahtangga pekerja dan rumahtangga konsumen (the laborer’s household and
consumer’s household) dengan prinsip perilaku yang memaksimalkan utilitas.
Produktivitas pertanian sangat ditentukan oleh keberadaan rumahtangga petani
dan lingkungan sekitarnya. Secara spesifik, rumahtangga petani merupakan satu
unit kelembagaan yang setiap saat memutuskan produksi pertanian, konsumsi, dan
reproduksi.
Konsep Nafkah
Nafkah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki pengertian sebagai
cara hidup. Lebih kompleks dari itu, Ellis (2000) mendefinisikan nafkah lebih
mengarah pada perhatian hubungan antara aset dan pilihan orang untuk kegiatan
alternatif yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan untuk bertahan hidup.
Definisi nafkah sebagai cara hidup juga biasanya disejajarkan dengan konsep
livelihood (mata pencaharian). Dharmawan (2001) menjelaskan, sumber nafkah

9

rumah tangga sangat beragam (multiple source of livelihood), karena rumahtangga
tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan rumahtangga. Terdapat lima bentuk modal atau biasa
disebut livelihood asset. Menurut Ellis (2000), kelima modal tersebut adalah:
1. Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital). Modal ini bisa juga disebut
sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan
abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa
diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya
alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan
di perairan, maupun sumberdaya mineral seperti minyak, emas, batu bara dan
lain sebagainya.
2. Modal Fisik (Physical Capital). Modal fisik merupakan modal yang
berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain
sebagainya.
3. Modal Manusia (Human Capital). Modal ini merupakan modal utama apalagi
pada masyarakat yang dikategorikan “miskin”. Modal ini berupa tenaga kerja
yang tersedia dalam rumahtangga yang dipengaruhi oleh pendidikan,
keterampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Modal Finansial (Financial Capital and Subtitutes). Modal ini berupa uang,
yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa uang tunai,
tabungan, ataupun akses dan pinjaman.
5. Modal Sosial (Social Capital). Modal ini merupakan gabungan komunitas
yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang
tergabung di dalamnya. Contoh modal sosial adalah jaringan kerja
(networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan
horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk memperluas
akses terhadap kegiatan ekonomi.
Menurut Dharmawan (2007a), livelihood memiliki pengertian yang lebih
luas daripada sekedar means of living yang bermakna sempit sebagai mata
pencaharian semata saja. Strategi nafkah lebih mengarah kepada pengertian
livelihood strategy (strategi penghidupan) yaitu strategi membangun sistem
penghidupan. Dharmawan (2007a) secara lebih jelas menerangkan bahwa strategi
nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu atatupun kelompok
dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memerhatikan
eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang
berlaku. Widodo (2011) menjelaskan bahwa strategi nafkah meliputi aspek pilihan
atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Oleh karena itu,
semakin beragam pilihan tersebut sangat memungkinkan terjadinya beragam
strategi nafkah. Sedangkan Dharmawan (2007a) menjelaskan strategi nafkah bisa
dibangun melalui beberapa jalur aktivitas nafkah dan strategi nafkah melalui jalur
kegiatan ekonomi produktif adalah strategi yang paling lazim dikembangkan oleh
individu dan rumahtangga.
Suatu individu atau rumahtangga tidak hanya menerapkan salah satu bentuk
strategi nafkah dalam upaya untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup.
Kebutuhan yang semakin meningkat, sementara pekerjaan yang menjadi sandaran
utama mengalami penurunan, mengharuskan mencari tambahan penghasilan
(Iqbal 2004). Oleh karena itu, individu atau rumahtangga perlu melakukan
beberapa bentuk strategi nafkah sekaligus dalam kehidupannya.

10

Matriks berikut ini menggambarkan
berdasarkan subyek penelitian.

strategi

nafkah

rumahtangga

Tabel 1 Matriks perbandingan strategi nafkah rumahtangga berdasarkan subyek
penelitian
Judul
Subyek
Lokasi
Strategi Nafkah yang
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Dibangun
Strategi Nafkah Rumahtangga Desa Kwanyar -Strategi ekonomi: (1)
Berkelanjutan
miskin daerah Barat,
pola nafkah ganda, (2)
Bagi
pesisir
Kecamatan
optimalisasi tenaga
Rumahtangga
Kwanyar,
kerja rumahtangga, (3)
Miskin di Daerah
Kabupaten
migrasi
Pesisir
Bangkalan, Jawa -Strategi sosial: (1)
Timur
ikatan kekerabatan, (2)
pertetanggan dan
perkawanan
Strategi Nafkah Rumahtangga Desa Wonotirto -Strategi nafkah
Rumahtangga
petani
dan
Desa berlandaskan etika
Petani Tembakau tembakau
Campursari,
sosial: (1) strategi
di Lereng Gunung
Kecamatan Bulu, solidaritas vertikal, (2)
Sumbing:
Kabupaten
strategi solidaritas
Temanggung
horizontal (3) strategi
berhutang (4) strategi
patronase
-Strategi nafkah
berlandaskan
individual-materialism:
(1) strategi akumulasi
(2) strategi manipulasi
komoditas (3) strategi
serabutan (4) strategi
migrasi temporer (3)
strategi produksi
Sistem
Nafkah Rumahtangga Desa
(1) strategi intensifikasi
Rumah Tangga petani kentang Karangtengah,
lahan (on farm) (2)
Petani Kentang di
Kecamatan
strategi
Dataran
Tinggi
Batur, Kabupaten mendiversifikasi
Dieng
Banjarnegara,
sumber nafkah (on farm
Jawa Tengah
dan non farm) yaitu
migrasi dan berdagang
Analisis Tingkat Rumahtangga Distrik
Masni, (1) strategi nafkah pola
Kesejahteraan
petani
Kabupaten
nafkah berserak, (2)
dan
Strategi transmigran
Manokwari,
strategi nafkah pola
Nafkah
Papua Barat
nafkah ganda, (3)
Rumahtangga
strategi nafkah pola
Petani
nafkah berbasis bantuan
Transmigran
Sumber: hasil studi pustaka penulis

11

Masitoh (2005) mengatakan bahwa terdapat enam bentuk strategi nafkah
yang dilakukan rumahtangga petani yaitu sebagai berikut:
1. Strategi waktu (pola musiman), strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan
saat-saat tertentu/peristiwa tertentu yang terjadi;
2. Strategi alokasi sumberdaya manusia (tenaga kerja), strategi ini dilakukan
dengan memanfaatkan seluruh tenaga kerja yang dimilikinya untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing;
3. Strategi intensifikasi pertanian, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan
lahan pertanian secara maksimal;
4. Strategi spasial, strategi ini dilakukan dengan berbasiskan rekayasa
sumberdaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga
guna mempertahankan kelangsungan hidup rumahtangga;
5. Strategi pola nafkah ganda, strategi ini dilakukan dengan cara
menganekaragamkan nafkah; dan
6. Strategi berbasiskan modal sosial, strategi ini dilakukan dengan
memanfaatkan kelembagaan kesejahteraan asli dan pola hubungan produksi.
Konsep Kelentingan
Kelentingan atau resiliensi secara etimologis diadaptasi dari bahasa Inggris
yaitu resilience. Berdasarkan Oxford Advance Dictionary, resilience is the ability
of people or things to feel better quickly after something unpleasant, such as
shock, injury, etc. Pengertian lebih lanjut bahwa kelentingan adalah kemampuan
manusia atau benda-benda untuk merasa lebih baik dengan cepat setelah
mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan. Hal yang tidak menyenangkan
tersebut misalnya seperti mengalami guncangan, mendapatkan cedera, dan lainlain yang merupakan tekanan-tekanan yang sebenarnya sering terjadi dalam
kehidupan kita. Kelentingan ini merupakan daya atau kemampuan untuk kembali
ke bentuk semula. Menurut Sapirstein (2006), kelentingan adalah kemampuan
individu ataupun kelompok dalam menghadapi krisis internal atau eksternal dan
tidak hanya menyelesaikannya secara efektif tetapi juga belajar dari hal tersebut,
menjadi lebih kuat oleh hal tersebut, dan muncul perubahan dari hal tersebut.
Gibbs dan Bromley (1989) dalam Darusman (2001) menjelaskan kelentingan
(resiliensi) sebagai suatu kemampuan untuk mengakomodasi terhadap tekanantekanan atau gangguan-gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa.
Selanjutnya, Holling (1973) menyatakan bahwa kelentingan atau resiliensi
adalah properti dari sebuah sistem dan persisten atau kemungkinan dari
kepunahan adalah hasilnya. kemudian, Siebert (2005) dalam Wijayani (2008)
memaparkan dalam bukunya, The Resiliency Advantage, bahwa kelentingan
(resiliensi) adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup
pada level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan,
bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara
yang lama dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan
menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan. Sebuah proses,
kemampuan seseorang atau hasil dari adaptasi yang berhasil meskipun
berhadapan dengan situasi yang mengancam merupakan daya lenting (resiliensi)
yang ada dalam individu maupun kelompok (Marten, Best, dan Garmezy dalam
Wijayani 2008).

12

Kerangka Pemikiran
Kerusakan hutan dan ekosistem di hulu Daerah Aliran Sungai Citanduy
mengakibatkan krisis ekologi di bagian hilir berupa banjir rob yang menyebabkan
sawah/lahan pertanian milik petani menjadi tergenang. Hal ini mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang menggantungkan
hidupnya pada sumberdaya alam dalam hal ini lahan pertanian. Krisis ekologi
menjadi ancaman bagi rumahtangga petani apabila frekuensi terjadinya
krisis/bencana berlangsung terus menerus dan dalam periode yang lama. Hal ini
akan mengakibatkan perubahan ketersediaan sumberdaya alam yang biasa
dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber nafkah rumahtangga mereka. Banjir
yang menggenangi lahan-lahan pertanian mempengaruhi komposisi struktur
nafkah yaitu tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran rumahtangga petani.
Perubahan struktur nafkah ini mendorong petani melakukan strategi nafkah
untuk tetap bisa bertahan hidup dan menjaga agar tingkat pengeluaran tidak jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan. Strategi nafkah yang
diterapkan rumahtangga petani juga berubah seiring dengan kemampuan
rumahtangga tersebut memanfaatkan livelihood asset dari Ellis (2000) berupa
lima modal sumberdaya dimanfaatkan seefektif mungkin. Strategi nafkah yang
diterapkan oleh rumahtangga petani akan menggambarkan kelentingan dari
rumahtangga tersebut. Rumahtangga petani dikatakan lenting apabila setiap
terjadi bencana pada sumber-sumber nafkah utama tetapi rumahtangga itu tetap
bertahan sedangkan rumahtangga petani dikatakan tidak lenting apabila rentan
terhadap guncangan krisis yang mengancam sumber nafkah utama mereka.
Berikut ini adalah kerangka pemikiran mengenai hubungan-hubungan antar
variabel yang akan menjadi dasar dari penelitian ini:
Dampak Krisis
Ekologi

Komposisi struktur nafkah
- Tingkat pendapatan
- Tingkat pengeluaran

Tingkat Pemanfaatan
Livelihood Asset
Keterangan:

Variasi Strategi
Nafkah

Mempengaruhi
Berhubungan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Tingkat Kelentingan
Nafkah

13

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis yang
dapat ditarik adalah:
1) Diduga ada pengaruh antara tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran
dengan variasi strategi nafkah
2) Diduga ada hubungan antara tingkat kelentingan nafkah dengan variasi
strategi rumahtangga petani
3) Diduga ada hubungan antara tingkat pemanfaatan livelihood asset dengan
variasi strategi nafkah rumahtangga petani

Definisi Konseptual
1) Krisis ekologi adalah suatu keadaan di mana sistem ekologi mengalami
ketidakstabilan kesetimbangan pertukaran energi-materi dan informasi, yang
mengakibatkan ketidakseimbangan pada fungsi-fungsi distribusi serta
akumulasi energi-materi antara satu organisme dengan organisme lain dan
alam lingkungannya.
2) Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun
kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap
memerhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai
budaya yang berlaku.
3) Rumahtangga petani adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami
sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya tinggal bersama
serta menyatukan pendapatannya yang sumber utamanya berasal dari sektor
pertanian.

Definisi Operasional
Definisi operasional peubah dimaksudkan untuk memberikan batasan yang
jelas, sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi operasional
dan pengukuran peubah dalam perencanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Tingkat pendapatan adalah jumlah pemasukan yang diterima oleh responden
dalam periode waktu satu tahun yang telah dikurangi dengan biaya-biaya
produksi, baik yang diperoleh dari mata pencaharian utama (pertanian)
maupun dari luar mata pencaharian utama (selain pertanian). Penentuan
kategori tingkat pendapatan menggunakan sebaran kurva normal, yaitu:
a. Pendapatan rendah jika < x - ½ sd
b. Pendapatan sedang jika x – ½ sd < x < x + ½ sd
c. Pendapatan tinggi jika > x + ½ sd
2) Livelihood Asset adalah lima modal sumberdaya yang dimanfaatkan dalam
penerapan strategi nafkah. Kelima modal tersebut antara lain:
a. Modal manusia dapat dilihat dari pendidikan dan penggunaan tenaga kerja
(apakah dari keluarga atau luar keluarga).

14

b. Modal fisik dapat dilihat dari kepemilikan aset produksi, pemilikan rumah
dan barang berharga lain, serta transportasi.
c. Modal finansial dapat dilihat dari penggunaan tabungan, investasi, dan
modal usaha.
d. Modal sosial dapat dilihat dari jaringan kerja (networking) dengan
penyedia pinjaman modal usaha, penyedia input produksi, dan distributor
hasil usaha.
e. Modal sumberdaya alam dapat dilihat dari keadaan sumberdaya tanah,
kayu-kayuan, air, dan hewan buruan dalam hutan.
3) Tingkat pengeluaran adalah jumlah biaya yang dikeluarkan oleh responden
untuk memenuhi kebutuhan hidup rumahtangganya dalam periode waktu satu
tahun baik biaya konsumsi pangan maupun nonpangan. Penentuan kategori
tingkat pengeluaran menggunakan sebaran kurva normal, yaitu:
d. Pengeluaran rendah jika < x - ½ sd
e. Pengeluaran sedang jika x – ½ sd < x < x + ½ sd
f. Pengeluaran tinggi jika > x + ½ sd
4) Tingkat kelentingan nafkah adalah besar kemampuan individu untuk bertahan
dan menstabilkan kondisi rumahtangganya saat terjadi guncangan krisis.
Tingkat kelentingan nafkah dianalisis secara deskriptif merujuk pada aspek
berikut: (a) Saving capacity; (b) Ketersediaan kesempatan kerja di luar; (c)
Kemampuan mengakses kesempatan kerja di luar; (d) Ketersediaan modal
sosial; (e) Ketersediaan teknologi pendukung; (f) Kegiatan mengekstraksi
sumberdaya; (g) Pengurangan jatah makan.
a. Rumahtangga petani lenting jika mampu bertahan dari ancaman krisis dan
memanfaatkan aspek kelentingan yang dimiliki
b. Rumahtangga petani tidak lenting jika tidak mampu bertahan dari ancaman
krisis, semakin miskin dari sebelumnya, terjadi kelaparan dalam
rumahtangga tersebut.

15

METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei, yaitu penelitian
pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Penelitian
explanatory merupakan penelitian dengan menjelaskan hubungan antara variabelvariabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya
(Singarimbun dan Effendi 2008).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh
pendekatan kualitatif untuk memperoleh data primer. Pendekatan kuantitatif
dilakukan dengan survei yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan
data yang utama (Singarimbun dan Effendi 2008). Pendekatan kualitatif dilakukan
dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap
informan yang dipilih melalui metode snowball. Kedua pendekatan tersebut juga
dilengkapi dengan penelusuran literatur untuk memperoleh data sekunder.

Lokasi Dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di RW 01, RW 05, RW 07, dan RW 08 Dusun
Cihideung, Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran,
Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive berdasarkan
beberapa pertimbangan dan diperoleh berdasarkan data Pemerintah Kecamatan
Padaherang.
Pertimbangan pertama, Desa Ciganjeng merupakan wilayah bagian hilir dari
Daerah Aliran Sungai Citanduy yang termasuk dalam zona sungai yang telah
diberi “lampu merah” oleh beberapa instansi dengan indikasi sungai yang telah
dalam keadaan kritis. Apabila intensitas curah hujan tinggi maka Desa Ciganjeng
khususnya empat RW yang menjadi lokasi penelitian terendam banjir baik lahan
persawahan maupun yang masuk ke rumah warga. Hal ini terjadi akibat krisis
ekologi yang terjadi di bagian hulu dari DAS Citanduy tersebut.
Pertimbangan kedua, data Pemerintahan Desa Ciganjeng Tahun 2012
menunjukkan bahwa dari 4 241 jiwa penduduk di Desa Ciganjeng, 2 075 jiwa
bermatapencaharian di bidang pertanian termasuk di dalamnya adalah buruh tani.
Sisanya bermatapencaharian di bidang non pertanian misalnya pedagang,
pengrajin, supir hingga buruh bangunan. Data tersebut menunjukkan bahwa
mayoritas penduduk Desa Ciganjeng bermatapencaharian di bidang pertanian
yang bergantung pada sumberdaya alam yang ada. Berdasarkan data dan
informasi tersebut maka dipilihlah RW 01, RW 05, RW 07, dan RW 08 Desa
Ciganjeng sebagai lokasi penelitian dengan permasalahan penelitian mengenai
dampak krisis ekologi terhadap strategi nafkah rumahtangga petani di pedesaan.
Kegiatan penelitian meliputi penyusunan skripsi, kolokium, pengambilan
data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang
skripsi dan perbaikan laporan hasil penelitian. Semua kegiatan tersebut dilakukan
dalam kurun waktu bulan Juni 2013 – Januari 2014.

16

Penentuan Responden Dan Informan Penelitian
Unit analisis yang diambil oleh peneliti adalah rumahtangga yang salah satu
anggotanya bekerja sebagai petani. Alasan rumahtangga menjadi unit analisis
penelitian adalah karena rumahtangga berperan penting dalam pengambilan
keputusan dan pengalokasian sumberdaya yang berkaitan dengan penerapan
bentuk strategi nafkah yang digunakan. Selanjutnya, informasi dan data penelitian
diperoleh melalui responden dan informan. Responden adalah pihak yang
memberikan keterangan mengenai dirinya dan keluarganya, sedangkan informan
adalah pihak yang memberikan keterangan dan informasi mengenai situasi-situasi
yang terjadi di sekitarnya.
Dalam penelitian ini, responden yang ditentukan adalah kepala rumahtangga
atau ibu yan