TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK OLEH PETANI MITRA CV. TANI ORGANIK MERAPI

(1)

Skripsi

Diajukan oleh : Nizar Alfian 20120220095 Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

ii

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK OLEH PETANI MITRA CV. TANI ORGANIK MERAPI Application rate of Organic Vegetables Cultivation Technology by CV. Tani

Organik Merapi Farmer’s Partner

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

sebagai persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh: Nizar Alfian 2012 022 0095 Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 7

C. Kegunaan Penelitian... 7

II.KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Sayuran Organik ... 8

2. Teknologi Budidaya ... 10

3. Adopsi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi ... 18

B. Kerangka Berpikir ... 25

C. Hipotesis ... 27

III.METODE PENELITIAN ... 28

A. Teknik Pengambilan Sampel... 28

1. Penentuan Daerah Penelitian ... 28

2. Pengambilan Sampel ... 29

B. Jenis Data dan Sumber Data ... 29

C. Asumsi dan Batasan Masalah... 30

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 31

E. Teknik Analisis Data ... 40

IV.GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 42

A. Keadaan Umum Wilayah ... 42

1. Letak Geografis wilayah ... 42

2. Topografi ... 42

3. Jenis Tanah ... 43

4. Keadaan Pertanian ... 43

B. CV. Tani Organik Merapi ... 44

1. Sejarah Perusahaan ... 44

2. Lokasi Perusahaan ... 45

3. Bidang Usaha ... 45

4. Bidang Bisnis ... 46

5. Sistem Kemitraan CV. Tani Organik Merapi ... 51


(4)

ii

A. Karakteristik Petani ... 54

1. Umur ... 55

2. Pendidikan Formal ... 56

3. Pendidikan Nonformal ... 57

4. Luas Usahatani ... 57

5. Pengalaman Usahatani ... 58

6. Lama Bermitra ... 58

7. Status Pekerjaan ... 59

8. Status Lahan ... 59

9. Jarak ... 60

B. Aspek Teknologi Budidaya Sayuran Organik... 61

1. Penyiapan Lahan ... 61

2. Pembibitan ... 63

3. Penanaman ... 65

4. Pemeliharaan ... 66

5. Panen dan Paska Panen ... 68

C. Tingkat Penerapan Aspek Teknologi Budidaya Sayuran Organik ... 69

D. Analisis Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Adopsi Budidaya ... 71

1. Umur ... 72

2. Pendidikan Formal ... 73

3. Pendidikan Nonformal ... 76

4. Luas Usahatani ... 77

5. Pengalaman Usahatani ... 79

6. Lama Bermitra ... 81

7. Status Pekerjaan ... 82

8. Status Lahan ... 83

9. Jarak ... 84

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87


(5)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Konsumsi Sayur-sayuran Per Kapita (Tahun 2010-2014) ... 2

Tabel 2. Produksi sayuran Indonesia tahun 2010 – 2014... 3

Tabel 3. Variabel Tingkat Adopsi ... 32

Tabel 4. Distribusi Karakteristik Petani ... 54

Tabel 5. Adopsi pada tahap Penyiapan Lahan ... 61

Tabel 6. Adopsi pada pembibitan ... 63

Tabel 7. Adopsi pada penanaman ... 65

Tabel 8. Adopsi pada Pemeliharaan ... 66

Tabel 9. Adopsi pada Panen dan paska panen ... 68

Tabel 10. Tingkat adopsi secara keseluruhan ... 69


(6)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 26

Gambar 2. Struktur Organisasi CV. Tani Organik Merapi ... 49

Gambar 3. Grafik Tingkat adopsi dengan Umur ... 72

Gambar 4. Grafik antara tingkat adopsi dengan pendidikan formal ... 74

Gambar 5. Grafik persentase adopsi pada pendidikan Nonformal ... 76

Gambar 6. Grafik tingkat adopsi dengan luas lahan ... 78

Gambar 7. Grafik persentase adopsi dengan pengalaman usahatani ... 79

Gambar 8. Grafik Tingkat adopsi dengan lama bermitra ... 81

Gambar 9. Grafik tingkat adopsi dengan status pekerjaan ... 82

Gambar 10. Tingkat adopsi dengan Status Lahan ... 83


(7)

(8)

vi

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN

ORGANIK OLEH PETANI MITRA CV. TANI ORGANIK MERAPI (TOM).

Application Rate of Organic Vegetable Cultivation Technology by CV. Tani Organik Merapi’s Farmer Partner

Nizar Alfian / 20120220095

Dr. Aris Slamet Widodo, M.Sc / Ir. Lestari Rahayu, MP Agribusiness / Agriculture Faculty

Muhammadiyah Yogyakarta University ABSTRACT

CV. Tani Organik Merapi (TOM) is an enterprise that encourage its partnered farmers to cultivate organic vegetables by adopting cultivating technologies formed in Standart Operational Procedure (SOP). The farmers who conducted organic farming have to adopt various organic cultivating aspects in order to reach organic harvest. The purpose of this research are to identify characteristics of farmers, to analyze farmer’s application rate of the technology of organic vegetables cultivation, and to analyze about correlation between characteristics and adoption rate. The results show that the average of farmers’s age is 45 years old.In formal education rate, respondent have more concentration in the Junior, Senior school and Bachelor level. Meanwhile nonformal have intensity average 4-6 times. Average field area is in 3.4-64-64-6 m².Farming experience has an average in 11 years. Partner duration has a younger in 2-3 years and the older has 8 years partnership. 90% farmers make this onfarm as a priority, and then the fieldstatus 11 farmers are the owner his field and 4 farmers have a rent status, the nearest farmers are in 3 Km meanwhile the fartest is in 62 Km. Farmer’s adoption rate is very high, 88.1 percent of farmer adopted the technology as recommended by SOP. At all progress, correlation between characteristics and adoption rate by Rank Spearman method.

Keywords : Application rate, , adoption, cultivation, farmer’s characteristics, organic vegetable


(9)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai dampak negatif dari pertanian konvensional. Masyarakat, khususnya menengah keatas mulai memberikan perhatian lebih besar kepada keamanan produk yang mereka konsumsi, sehingga menginginkan makanan yang serba alami dan bebas dari zat kimia. Disamping makanan pokok seperti beras, jagung maupun umbi-umbian yang dikonsumsi oleh masyarakat, terdapat juga sayuran sebagai bahan pelengkap makan pokok tersebut serta menjadi asupan yang mengandung berbagai nutrisi dimana tubuh membutuhkannya.

Permintaan sayuran yang dikonsumsi sebagai bahan pelengkap makanan pokok tersebut akan terus berfluktuasi seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Dari tahun ke tahun, populasi penduduk Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia yaitu sekitar 206 juta jiwa dan pada tahun 2010 jumlah penduduknya sudah mencapai 237 juta jiwa (BPS, 2010). Menurut data statistik Indonesia, jumlah penduduk tahun 2014 yaitu sekitar 254 juta jiwa dan proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2020 akan mencapai 280 juta jiwa. Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia memperlihatkan peningkatan yang cukup pesat.

Seiring terus meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, maka secara langsung dapat mempengaruhi konsumsi sayuran di Indonesia. Konsumsi sayuran


(10)

per kapita dalam lima tahun terakhir yang paling tinggi adalah pada tahun 2012, yaitu dari keseluruhan macam sayuran sebesar 30,26 kg/tahun. Konsumsi sayuran per kapita di Indonesia menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Fluktuasi konsumsi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Konsumsi Sayur-sayuran Per Kapita Indonesia (Tahun 2010-2014)

Sumber: Departemen Pertanian, 2014

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui tingkat konsumsi perkapita masyarakat Indonesia tergolong cukup rendah yaitu sekitar 44 persen dari konsumsi seharusnya, sedangkan anjuran dari FAO sebagai organisasi pangan dunia yaitu sebesar 75 kg/kapita per tahun (Departemen Pertanian, 2014). Tidak menutup kemungkinan pada tahun-tahun berikutnya konsumsi sayuran per kapita akan lebih signifikan perubahannya dibandingkan tahun sebelumnya, mengingat kesadaran masyarakat akan kesehatan yang semakin meningkat pula.

No Jenis Sayuran Tahun (Kg)

2010 2011 2012 2013 2014

1 Bayam 3,96 3,81 3,65 3,49 3,55

2 Kangkung 4,59 4,33 4,72 3,96 4,07 3 Kol/kubis 1,62 1,83 1,46 1,25 1,36 4 Sawi Putih(Petsai) 0,57 0,89 0,73 0,78 0,89 5 Buncis 0,83 0,89 0,78 0,78 0,83 6 Kacang Panjang 3,65 3,44 3,58 3,02 2,82 7 Tomat sayur 1,93 2,09 1,88 1,72 1,88 8 Wortel 0,94 1,04 0,94 0,99 0,94 9 Mentimun 1,72 1,77 1,56 1,56 1,62 10 Terong 2,56 2,56 2,40 2,50 2,45

11 Labu 1,10 0,99 1,15 1,04 1,10

12 Bawang merah 2,53 2,36 2,76 2,06 2,49 13 Bawang putih 1,36 1,35 1,60 1,20 1,56 14 Cabai 1,53 1,50 1,65 1,42 1,46 15 Sayur lainnya 1,30 1,21 1,40 1,27 1,26 Jumlah 30,19 30,06 30,26 27,04 28,28


(11)

Dalam memenuhi permintaan penduduk akan konsumsi sayuran, maka produksi harus terus ditingkatkan. Produksi sayur-sayuran di Indonesia akan terus mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan yang merupakan dampak dari peningkatan populasi penduduk setiap tahun. Untuk produksi sayuran sendiri juga masih terdapat fluktuasi dari tahun ke tahun.

Tabel 2. Produksi sayuran Indonesia tahun 2010 – 2014

No Jenis Sayuran Tahun (Ton)

2010 2011 2012 2013 2014

1 Bayam 350.879 355.466 320.144 308.477 319.618 2 Kangkung 369.846 428.197 428.083 387.617 357.561 3 Kubis 1.060.805 955.488 1.094.240 1.124.282 136.514 4 Petsai/Sawi 1.385.044 1.363.741 1.450.046 1.480.625 1.435.840 5 Buncis 482.305 519.481 518.827 545.646 557.053 6 Kacang Panjang 116.397 92.508 93.416 103.376 100.319 7 Tomat 521.704 594.227 702.252 713.502 800.484 8 Wortel 583.770 580.969 594.934 635.728 602.478 9 Mentimun 336.494 334.659 322.145 327.378 318.218 10 Terong 891.616 954.046 893.504 992.780 916.001 11 Labu Siam 547.141 521.535 511.525 491.636 477.989 12 Bawang Merah 1.048.934 893.124 964.221 1.010.773 1.233.989 13 Bawang Putih 12.295 14.749 17.638 15.766 16.894 14 Cabai Merah 807.160 888.852 954.363 1.012.879 1.074.611 15 Cabai Rawit 521 704 594 227 702 252 713 502 800 484 Jumlah 8.514.390 8.497.042 8.865.338 9.150.465 8.347.569 Sumber : Departemen pertanian, 2014

Program peningkatan produksi hortikultura yang dilaksanakan selama ini belum secara holistik atau atas dasar sumberdaya, tetapi masih secara parsial atau atas dasar komoditas yang umumnya lebih menguntungkan produktivitas


(12)

sumberdaya lahan, dengan masukan sarana produksi (pupuk dan pestisida) anorganik ke dalam agroekosistem pertanian yang cukup tinggi. Sistem usahatani ini hanya berorientasi pada memaksimalkan produktivitas secara nyata, namun kurang disadari diikuti oleh kemunduran kualitas lingkungan dan pengurangan stabilitas produksi oleh timbulnya biotipe dan strain hama dan penyakit, terbentuknya senyawa beracun bagi tanaman, dan menurunnya kesuburan tanah, serta terjadinya kerusakan lingkungan oleh penggunaan pestisida yang berlebihan (Direktorat Perlindungan tanaman hortikultura, 2014).

Dari adanya dampak negatif penggunaan pestisida kimia dan pupuk buatan pabrik saat munculnya program revolusi hijau, manusia pun kemudian berusaha mencari teknik bertanam secara aman, dalam arti baik untuk lingkungan maupun manusia. Inilah yang kemudian melahirkan teknik bertanam secara organik atau pertanian organik (Andoko, 2002). Pada perkembangannya, budidaya pertanian khususnya sayuran mengalami perubahan-perubahan untuk mendukung pengurangan residu tersebut, sayuran organik dianggap mampu memenuhi persyaratan tersebut, sehingga budidaya sayuran organik semakin digalakkan.

Keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi produk sayuran organik dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat untuk berusaha menerapkan pola hidup sehat. Sayuran merupakan sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat setiap hari karena kandungan protein, vitamin, mineral dan serat yang dimiliki sayuran berguna bagi tubuh manusia. Dampak jangka panjang dari pertanian konvensional adalah gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh adanya residu kimia yang terkandung dalam produk sayuran (Saragih, 2010). Dalam


(13)

pemahaman praktis, pertanian organik adalah sekedar cara bertani yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling terkait satu sama lain di dalam tanah, tanaman, hewan, maupun manusia (Saragih, 2010).

Budidaya sayuran organik dalam pemahaman praktis maupun regulasi merupakan suatu inovasi teknologi untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan sayuran yang tidak memberikan dampak negatif jangka panjang berupa residu kimia bagi tubuh dan lingkungan. Inovasi tersebut menjadi penting untuk diadopsi petani sebagai pelaku budidaya karena terdapat perlakuan-perlakuan berbeda yang harus dilakukan. Petani memperoleh keuntungan dengan mengadopsi teknologi budidaya sayuran organik, karena sebagai produsen petani dapat menjual produk organik yang dihasilkan dengan harga mahal, bahkan 10-50 persen lebih tinggi dibandingkan harga produk pertanian konvensional (FAO, 2002).

Adopsi petani terhadap teknologi pertanian sangat ditentukan dengan kebutuhan akan teknologi tersebut dan kesesuaian teknologi dengan kondisi biofisik dan sosial budaya. Oleh karena itu, introduksi suatu inovasi teknologi baru harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. (Suprapto dan Fahrianoor, 2004).

CV TOM merupakan perusahaan yang mengusahakan sayuran organik dan saat ini menjadi percontohan pertanian organik di Yogyakarta. CV. TOM telah


(14)

mengembangkan sistem pertanian organik secara intensif serta menjadi Pusat Penyuluhan Pertanian Pedesaan dan Swadaya (P4S) dibawah lisensi Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 2014, salah satu kegiatannya adalah pengembangan kawasan sayuran organik. CV. Tani Organik Merapi (TOM) memiliki segmentasi pelanggan di Pasar modern yang tersebar di Yogyakarta dan sekitarnya. Kerjasama antara CV. TOM dengan Pasar modern tersebut, menimbulkan konsekuensi bagi CV. TOM, terkait standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi agar produknya dapat diterima.

Dalam prakteknya terhadap usahatani sayuran organik, CV. TOM melakukan kemitraan dengan beberapa petani untuk memenuhi suplai produk, dan setiap petani yang akan bermitra mendapatkan penyuluhan dan pendampingan sebelumnya, guna menerapkan teknologi sayuran organik yang tertuang didalam Standard Operating Procedure (SOP) CV. Tani Organik Merapi. Namun, dalam perkembangannya terhadap penerapan usahatani sayuran organik di kalangan petani mitra CV. TOM memiliki variasi dalam menerapkan SOP tersebut .

Informasi mengenai seberapa besar tingkat adopsi petani pada setiap tahapan, aspek mana saja yang sudah dan belum diadopsi, serta kemungkinan hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat adopsi perlu diketahui, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik petani mitra CV. Tani Organik Merapi ?

2. Bagaimana tingkat penerapan petani mitra CV. Tani Organik Merapi terhadap aspek teknologi budidaya sayuran organik ?


(15)

3. Bagaimana hubungan faktor-faktor dari karakteristik petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik CV. Tani Organik Merapi oleh petani mitra?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik petani mitra CV. Tani Organik Merapi (TOM). 2. Menganalisis tingkat penerapan petani mitra CV. Tani Organik Merapi

(TOM) terhadap setiap aspek teknologi budidaya sayuran organik.

3. Mengetahui hubungan dari karakteristik petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik CV. TOM oleh petani mitra.

C. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi petani, diharapkan menjadi gambaran terkait dengan penerapan sistem organik khususnya sayuran dan memberikan masukan seputar pertanian sayuran organik.

2. Bagi pemerintah dan pihak yang terkait, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam menentukan kebijakan terhadap pembangunan pertanian khususnya dibidang usahatani sayuran organik.

3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapakan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman khususnya di bidang usahatani sayuran organik.


(16)

8

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Sayuran Organik

Pada awalnya pakar pertanian barat menyebutkan bahwa sistem organik

dalam bidang pertanian merupakan ”hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi sistem organik dalam pertanian adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.

Menurut Sutanto. 2002, Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara di daur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi dan bahkan menghilangkannya.


(17)

Dalam pertanian organik terdapat juga sayuran organik, yaitu sayuran yang dibudidayakan dengan teknik pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama sayuran organik adalah menyediakan produk pertanian bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta tidak merusak lingkungan. Sayuran organik sebagai bagian dari pertanian yang akrab dengan lingkungan perlu segera dimasyarakatkan sejalan makin banyaknya dampak negatif terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari penerapan teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan kimia pertanian (Pracaya, 2002)

Sayuran organik juga bersifat ramah lingkungan dan lebih kepada konsep alam (back to nature). Budidaya pertanian yang dilakukan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Hal tersebut membuat sayuran organik bebas dari residu kimia sehingga layak dikonsumsi dan menyehatkan. Menurut Prestilia (2012) dalam tesisnya menyebutkan bahwa sayuran organik dibudidayakan secara alami maka sayuran tersebut mengandung berbagai keunggulan dibandingan dengan sayuran non organik. Salah satu keunggulan dari sayuran organik adalah aman dari residu bahan kimia, sehingga dapat menunjang kesehatan. Hal ini membuat konsumen beralih dari sayuran konvensional ke sayuran organik.

Pada penelitian Isdiayanti (2007) juga menyebutkan bahwa sayuran organik merupakan komoditas sayuran yang banyak diminati untuk dikembangkan pada saat ini yang dihasilkan dari budidaya pertanian yang dilakukan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Keistimewaan dari


(18)

sayuran organik adalah mengandung antioksidan 10-50 persen di atas sayuran anorganik. Zat antioksidan atau biasa dikenal sebagai zat yang membantu dan dibutuhkan oleh tubuh serta dapat menyembuhkan penyakit yang merupakan zat kekebalan tubuh. Sayuran dan buah organik diketahui mengandung vitamin C dan mineral esensial, seperti kalium, fosfor, magnesium, zat besi dan krom, lebih tinggi dibanding dengan anorganik.

2. Teknologi Budidaya

a. Standar Nasional Indonesia (SNI) Budidaya Pertanian Organik

Pembudidayaan sistem organik sudah diatur pemerintah melalui Peraturan Pemerintah tertuang dalam SNI-01-6729-2002 yang meliputi semua pertanian organik baik itu sayuran organik maupun pangan organik.

1). Persiapan lahan

Berapapun lamanya masa konversi, produksi pangan organik hanya dimulai pada saat produksi telah mendapat sistem pengawasan, jika seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap. Konversi dari pertanian konvensional ke pertanian organik harus efektif menggunakan tehnik yang dijinkan. Jika seluruh lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan, hamparan tersebut harus dibagi dalam beberapa unit.

Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi untuk produksi pangan organik tidak boleh diubah (kembali seperti


(19)

semula atau sebaliknya) antara metode produksi pangan organik dan konvensional. Kesuburan dan aktivitas biologis tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara penanaman kacang-kacangan (leguminoceae) dan mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun tidak, dari unit produksi. Produk samping peternakan, seperti kotoran hewan, boleh digunakan apabila berasal dari peternakan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan.

2). Pembenihan

Benih dan bibit harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan dengan cara-cara alamiah tanpa rekayasa genetik yang tidak sesuai, dalam standar ini paling sedikit satu generasi atau 2 musim untuk tanaman semusim. Bila operator dapat menunjukkan pada otoritas/lembaga sertifikasi resmi bahwa benih dan bibit yang disyaratkan tersebut tidak tersedia maka otoritas/lembaga sertifiasi dapat mengijinkan bahwa ada tahap awal dapat digunakan benih atau bibit tanpa perlakuan, atau bila tidak tersedia, dapat digunakan benih dan bibit yang sudah mendapat perlakukan tertentu. Otoritas kompeten dapat menetapkan kriteria untuk membatasi pengecualian pengecualian tersebut.

3). Pemeliharaan dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Pemupukan lebih dititik beratkan menggunakan pupuk hayati (biofertilizer) yaitu bahan penyubur tanah yang mengandung mikroorganisme atau sel hidup dalam keadaan dorman yang berfungsi untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara guna mendukung


(20)

pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis mikroba yang umum digunakan antara lain mikroba penambat unsur nirogen, mikroorganisme pelarut fosfat, dan mikrooganisme penghasil hormon tumbuh. Di samping itu ada jenis mikroba dari golongan jamur yang disebut mikoriza ditemukan sebagai sumber biofertilizer potensial yang dapat meningkatkan produktivitas budidaya tanaman. Biofertilizer atau pupuk hayati semacam ini bersifat ramah lingkungan dan dapat mempertahankan kualitas tanah secara berkelanjutan.

Hama, penyakit dan gulma harus dikendalikan oleh salah satu atau kombinasi dari pemilihan spesies dan varietas yang sesuai, program rotasi yang sesuai, pengolahan tanah secara mekanis, perlindungan musuh alami hama melalui penyediaan habitat yang cocok seperti pembuatan pagar hidup dan tempat sarang, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli dari hama predator setempat, pemberian musuh alami termasuk pelepasan predator dan parasit ataupun penggunaan mulsa. 4). Panen

Panen hasil dilakukan setelah masa tanam sesuai atau telah memenuhi kriteria matang untuk setiap jenis tanaman. Pengumpulan hasil produksi, yang tumbuh secara alami di daerah alami, kawasan hutan dan pertanian, dapat dianggap metode produksi organik apabila: (a) produknya berasal dari areal yang jelas batasnya sehingga dapat dilakukan tindakan sertifikasi/inspeksi dalam standar ini; (b) areal tersebut tidak mendapatkan perlakuan dengan bahan-bahan lain; (c) pemanenannya tidak


(21)

mengganggu stabilitas habitat alami atau pemeliharaan spesies didalam areal koleksi; (d) produknya berasal dari oparator yang mengelola pemanenan atau pengumpulan produk, yang jelas identitasnya dan mengenal benar areal koleksi tersebut.

5). Pasca Panen

Penanganan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan pengemasan Integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama fase pengolahan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati dengan meminimalkan pemurnian serta penggunaan aditif dan alat bantu pengolahan. Seperti Radiasi ion (Ionizing Radiation) untuk pengendalian hama, pengawetan makanan, penghilangan patogen atau sanitasi, tidak diperbolehkan dilakukan pada produk pangan organik.

Metode pemrosesan bahan pangan harus dilakukan secara mekanis, fisik atau biologis(seperti fermentasi dan pengasapan) serta meminimalkan penggunaan ingredient dan aditif non-pertanian. Pengemasan bahan kemasan sebaiknya dipilih dari bahan yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-degradable materials), bahan hasil daur-ulang (recycled materials), atau bahan yang dapat didaur-ulang (recyclable materials);

Penyimpanan dan pengangkutan integritas produk organik harus dipelihara selama penyimpanan dan pengangkutan, serta ditangani dengan menggunakan tindakan pencegahan sebagai berikut: (a) Produk organik


(22)

harus dilindungi setiap saat agar tidak tercampur dengan produk pangan non-organik; dan (b) Produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tersentuh bahan-bahan yang tidak diijinkan untuk digunakan dalam sistem produksi pertanian organik dan penangananya.

Jika hanya sebagian produk yang tersertifikasi, maka produk lainnya harus disimpan dan ditangani secara terpisah dan kedua jenis produk ini harus dapat diindetifikasi secara jelas. Penyimpanan produk organik harus dipisahkan dari produk konvensional serta harus secara jelas dilabel. Untuk tempat penyimpanan dan kontainer untuk pengangkutan produk pangan organik harus dibersihkan dulu dengan menggunakan metode dan bahan yang diijinkan digunakan untuk sistem produksi pertanian organik. Jika tempat penyimpanan atau kontainer yang akan digunakan tidak hanya digunakan untuk produk pangan oganik, maka harus dilakukan tindakan pengamanan agar produk pangan organik tidak terkontaminasi dengan pestisida atau bahan-bahan lain.

b. Standard Operating Procedure (SOP) Budidaya Sayuran Organik CV. Tani Organik Merapi

Teknologi budidaya yang diterapkan CV. Tani Organik Merapi kepada petani mitranya tertuang dalam Standard Operating Procedure (SOP) atau anjuran budidaya, didalamnya memuat alur budidaya sayuran organik. Teknologi yang harus diadopsi petani dalam bentuk SOP budidaya sayuran


(23)

organik terbagi menjadi beberapa aspek sesuai dengan tahapan budidaya, yaitu meliputi penyiapan lahan, pembenihan, pemeliharaan, dan pasca panen.

SOP tersebut meliputi : 1). Penyiapan lahan

a). Penyiapan Lahan

Sebelum penanaman terlebih dulu harus disiapkan lahan dengan membuat bedengan lebar 120 cm, tinggi 20 - 30 cm, panjang bedengan menyesuaikan, jarak antar bedeng sekitar 30 cm. Setelah jadi bedengan lalu diberi pupuk organik yang sudah jadi dengan ukuran rata –n rata untuk satu bedeng panjang 7 meter memakai pupuk 2 angkong. Dan menambahkan kapur dolomit untuk menetralkan Ph tanah.

b). Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan dibajak atau di cangkul,dan sisa–sisa tanaman dan rumput di pendam dalam tanah. Misal pengolahan lahan dibajak seharusnya memakai bajak hewan tidak memakai traktor serta penggemburan tanah tidak dilakukan melebihi siang hari.

c). Pengelolaan Air

Untuk masalah air sebelum air masuk ke lahan terlebih dulu dibuat penampungan sejenis kolam untuk meminimalkan kadar air dari pencemaran bahan kimia, yang dilakukan TOM membuat 2 penampungan ( penampungan kecil dan penampungan besar/kolam).


(24)

Air masuk melewati penampungan kecil dulu baru ke penampungan besar/kolam dan didalam kolam kita tanam tanaman - tanaman yang bisa menetralisir air yang terkontaminasi ke lahan untuk kebutuhan budidaya. Contohnya : Eceng Gondok atau Azolla

2). Pembenihan

a). Pengadaan Benih

Untuk pengadaaan benih harus didapat dari CV. TOM langsung atau pihak yang disetujui CV.TOM dan memastikan bahwa benih tersebut benih lokal dan tidak ada rekasa genetika. Untuk benih sebelum ditebar ada perlakuan khusus yaitu dicuci terlebih dahulu b). Pembibitan

Pembibitan dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman, pembuatan bedengan sebelum ditaburi benih dilakukan 2 minggu dengan pupuk organik/ kompos, bedengan lebar ukuran 80 - 120 cm dan panjang 1 - 3 meter, tinggi bedengan 20 - 30 cm. Untuk pembibitan benih ditabur ditutup tanah setebal 1 – 2 cm, lalu disiram dengan gembor kemudian diamati 3 – 5 hari benih akan tumbuh. Setelah umur 2 – 3 minggu bibit sudah siap untuk ditanam.

Pemilihan Untuk penanaman tanaman yang memerlukan bibit/ tidak ditebar langsung haruslah dengan cermat memilih bibit yang baik dari penyemaian/pembibitan


(25)

3). Penanaman

Dalam penanaman harus melihat beberapa aspek yaitu:

Melakukan pengaturan jarak tanam atau setting tanam, melakukan seleksi bibit sebelum dilakukan penanaman dan membuat bedengan dibuat dengan ukuran lebar 120 cm, panjang 5 – 7 meter, tinggi 20 – 30 cm dan jarak antar bedeng 30cm.

4). Pemeliharaan

a). Pemeliharaan dan Pengolahan Kesuburan Tanah

Tanaman yang sudah ditanam perlu pemeliharaan dengan cara penyiraman miminal 2 kali sehari, penyulaman dengan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman. yang baru, pemupukan dilakukan setelah 2 minggu tanam bisa dengan semprot dan kocor pupuk cair organik (1 minggu sekali), melakukan rotasi tanaman agar tanah bisa terjaga kesuburannya dan menetralisir tanah dengan cara mengistirahatkan/mendiamkan selama 1 musim panen.

b). Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit Tanaman

Untuk mengatasi gulma atau tumbuhnya rumput-rumput liar yang sangat mengganggu pertumbuhan tanaman dan tanah perlu dilakukan penyiangan. Masalah hama dan penyakit tanaman untuk mengatasinya dengan cara pencegahan bisa dengan melakukan penanaman tanaman

– tanaman yang bisa menghalau atau mengaburkan hama (kenikir, kemangi, serai dll), melakukan penyemprotan dengan pestisida alami sebagai pencegahan ( 1 minggu sekali ) dan bisa juga mencarikan


(26)

hewan predator, serta melakukan penggemburan atau pengguludan tanah sehingga tanah tetap gembur tidak padat sekaligus sebagai tindakan pencegahan.

5). Panen dan Paska panen a). Panen

Memanen sayuran yang memenuhi kualitas, Waktu pemanenan dilaksanakan pada pagi hari, Tidak membiarkan terlalu lama hasil panen terpapar cahaya matahari langsung

b). Pasca panen

Sayuran organik setelah dipanen kemudian dilakukan pencucian hingga benar-benar bersih dan dikumpulkan sesuai komoditas/jenisnya, Alat angkut harus bebas dari bekas kimiawi, Pengangkutan ditaruh di krat dan kantong plastik yang atasnya ditutup dengan kain basah atau kardus untuk mengurangi penguapan.

3. Adopsi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi a. Adopsi

Penerapan inovasi pertanian atau yang lebih dikenal dengan

“Adopsi Inovasi” mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis.

Inovasi menurut Ban dan Hawkins (1999) adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Sedangkan Soekartawi (1988) mendefinisikan inovasi sebagai suatu ide yang dipandang baru oleh


(27)

seseorang, dimana karena latar belakang orang yang berbeda-beda maka ide baru yang dimaksudkan menjadi relatif sifatnya. Inovasi mungkin berupa suatu teknologi baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran hasil pertanian yang baru, dan sebagainya.

Musyafak dan Ibrahim (2005) menyebutkan bahwa inovasi teknologi dalam pertanian dapat berupa peralatan pertanian, teknik budidaya, input produksi, pengolahan hasil produksi, dan lainnya. Tujuan dari teknologi adalah mencapai output yang lebih tinggi dari sejumlah lahan, tenaga kerja, dan sumberdaya tertentu. Teknologi mempunyai peranan yang penting untuk mengekonomiskan suatu proses.

Menurut Suharyanto (2001), adopsi ialah suatu proses dimulai dengan keluarnya ide-ide dari satu pihak sampai ide tersebut diterima oleh masyarakat sebagai pihak kedua, proses adopsi pada dasarnya menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya. Dalam proses dibidang pertanian, adopsi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima gagasan atau inovasi yang disampaikan oleh penyuluh.

Harper (1989) menyatakan bahwa untuk mengembangkan gagasan supaya berhasil diadopsi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (a) kemudahan untuk dikomunikasikan (communication ability), (b) kesiapan adopter atau unit sosial untuk menerima risiko (perceived risk) dari inovasi yang diadopsi dan (c) terjadi proses perembesan (pervasiveness). Lebih jauh


(28)

Mosher (1981) mengemukakan bahwa suatu teknologi baru akan diterapkan tidak segera diterima oleh petani dan bahkan mungkin akan menolak sama sekali, sebab ada kesangsian atau sifat petani yang selalu waspada terhadap setiap metode baru.

Adopsi teknologi merupakan suatu proses mental dan perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan petani sejak mengenal sampai memutuskan untuk menerapkannya. Sedangkan proses difusi atau penyebaran teknologinya tidak berbeda jauh dengan proses adopsi, namun dalam difusi sumber informasinya berasal dari dalam sistem masyarakat tani itu sendiri, sedangkan adopsi sumber informasinya berasal dari luar sistem masyarakat tani (Roger dan Shomaker, 1981)

Ada beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi, yaitu: (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dan keputusan yang telah diambil. Dapat dikatakan bahwa dalam proses adopsi, diperlukan adanya komitmen yang terikat dan perlu dijaga oleh calon adopter. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada tiga hal yang diperlukan oleh calon adopter dalam kaitannya dengan proses adopsi menurut Soekartawi (1988), yaitu :

1). Adanya pihak lain yang telah melaksanakan adopsi inovasi dan berhasil dengan sukses. Pihak yang tergolong kriteria ini dimaksudkan sebagai sumber informasi yang relevan.


(29)

2). Adanya suatu proses adopsi inovasi yang berjalan secara sistematis, sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh calon adopter.

3). Adanya hasil adopsi inovasi yang sukses dalam artian telah memberikan keuntungan, sehingga dengan demikian informasi seperti ini akan memberikan dorongan kepada calon adopter untuk melaksanakan adopsi.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Adopsi

Rogers dan Shoemaker (1997) mengatakan bahwa karakteristik seseorang akan ikut mempengaruhi persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan atau perilaku. Karakterisitik menurut Rogers (1995) adalah meliputi status sosial-ekonomi, ciri kepribadian dan perilaku komunikasi. Secara lebih rinci karakteristik tersebut dijabarkan lagi ke dalam umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah keluarga, pengalaman berusahatani, usaha keluarga, penghasilan keluarga, kekosmopolitan,partisipasi kelembagaan masyarakat, partisipasi dalam kelompok, dan kontak media serta karakteristik adopter diduga kuat memiliki hubungan dengan persepsi seseorang dalam kaitannya dengan proses adopsi inovasi, menyangkut pencarian terhadap ide-ide baru. Sedangkan Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa karakteristik utama dalam tingkat adopsi maupun difusi inovasi terdiri atas :

1). Umur; petani yang lebih tua kurang cenderung untuk melakukan difusi inovasi pertanian dibandingkan mereka yang relatif muda.


(30)

2). Pendidikan formal; Tingkat pendidikan petani baik formal maupun nonformal akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan pada usahanya yaitu dalam rasionalitas usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan ekonomi yang ada. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka dalam adopsi inovasi akan cenderung tinggi. Pendidikan juga merupakan proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesta.. Pendidikan formal merupakan jenjang pendidikan dari terendah sampai tertinggi yang biasanya diberikan sebagai penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir diluar sistem pendidikan sekolah dengan isi pendidikan yang terprogram.

3). Pendidikan nonformal; berupa pelatihan ataupun penyuluhan yang merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat nonformal atau suatu sistem pendidikan diluar sistem persekolahan yang biasa, dimana ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan orang itu sambil tetap mengerjakannya sendiri jadi belajar mengerjakan sendiri.

4). Ukuran usahatani; Luasan lahan untuk berusahatani, ukuran usahatani seringkali berhubungan positif dengan adopsi inovasi. 5). Status kepemilikan tanah; para pemilik dapat membuat keputusan

untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginanannya, namun penyewa harus mendapatkan persetujuan dari pemilik terlebih


(31)

dahulu. Konsekuensinya, tingkat adopsi biasanya lebih tinggi pada pemilik usahatani daripada petani yang menyewa.

c. Penelitian Terdahulu

Menurut Ishak dan Afrizon (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Persepsi dan Tingkat Adopsi Petani Padi Terhadap Penerapan System Of Rice Intensification di Desa Bukit Peninjauan I, Kecamatan Sukaraja Kabupaten menunjukkan bahwa dari penelitiannya terlihat seluruh petani di Desa Bukit Peninjauan I memiliki persepsi yang baik terhadap teknologi SRI, namun masih rendah dalam tingkat adopsi. Sebagian besar petani (69,23%) belum mengadopsi teknologi SRI sesuai anjuran.

Sondari (2012) mengadakan penelitian berkaitan dengan adopsi inovasi berupa pupuk organik pada usahatani padi. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah umur, pendidikan, status pekerjaan usahatani, pendapatan usahatani, pengeluaran rumah tangga, jumlah tanggungan, pengalaman usahatani, serta program sosialisasi. Berdasarkan hasil penelitiannya, ada tiga variabel yang memberikan pengaruh nyata terhadap keputusan adopsi teknologi pupuk organik. Ketiga variabel tersebut adalah pendapatan usahatani, pendidikan, dan status pekerjaan usahatani. Pendapatan usahatani memiliki pengaruh positif terhadap keputusan adopsi. Pendapatan yang tinggi menyebabkan petani memiliki modal yang lebih besar sehingga lebih berani untuk mencoba, lebih terbuka pula terhadap segala inovasi yang mereka anggap baik.


(32)

Pengaruh positif juga diberikan oleh variabel pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin mudah petani menerima teknologi baru dikarenakan pengetahuannya untuk bisa mengakses informasi mengenai dampak baik dan buruk dari teknologi tersebut lebih baik. Selain itu, penelitian juga memperlihatkan adanya pengaruh status pekerjaan usahatani dengan keputusan adopsi. Petani yang memiliki pekerjaan utama sebagai non petani akan lebih berani mengambil risiko menerapkan teknologi baru.

Di penelitian Indriana (2004) yang melakukan penelitanp tentang penerapan teknik pertanian organik pada budidaya kentang, hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan organik dalam budidaya kentang oleh petani di Kecamatan Pangalengan yaitu mencakup tingkat pendidikan formal dan pengalaman berusahatani kentang. Faktor pendidikan dalam penelitian Pical (1997) juga menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan adopsi inovasi. Faktor internal lainnya yang berhubungan sangat nyata dengan adopsi inovasi adalah umur, pekerjaan, frekuensi mendengar radio dan frekuensi menonton televisi, sedangkan factor eksternal yang berhubungan secara nyata dengan adopsi inovasi adalah pekerjaan suami, kunjungan penyuluh, keterkaitan pada adat dan pengaruh tokoh masyarakat. Inovasi yang diteliti dalam Pical (1997) adalah tentang penerapan teknologi pengolahan ikan.


(33)

B. Kerangka Berpikir

Dalam tingkat adopsi, petani bisa saja mengadopsi keseluruhan SOP budidaya sesuai dengan anjuran di suatu waktu, namun di waktu yang lain hanya mengadopsi aspek-aspek tertentu. Bisa dikatakan, petani terkadang memilih untuk mengadopsi hanya sebagian dari keseluruhan aspek yang menjadi komponen penerapan teknologi budidaya sayur organik dari CV. TOM.

Secara teori, SOP yang diberikan oleh CV. TOM merupakan panduan ideal untuk mendapatkan hasil optimal pada budidaya sayuran organik petani mitra, akan tetapi ada saja kemungkinan petani tidak menjalankan dengan baik beberapa aturan yang diberikan. Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya bersumber dari karakteristik petani mitra.

Karakteristik petani mitra yang mempengaruhi yaitu : Umur , Pendidikan formal, Pendidikan nonformal, Luas Usahatani, Pengalaman Usahatani, Lama Bermitra, Status Pekerjaan, Status Lahan dan Jarak. Selanjutnya dari karakteristik akan diketahui tingkat adopsi budidaya sayuran organik tersebut.


(34)

Kerangka pemikiran secara sistematis dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Berpikir CV. Tani Organik

Merapi

Petani Mitra 1. Umur

2. Pendidikan formal 3. Pendidikan informal 4. Luas Usahatani 5. Pengalaman

Usahatani 6. Lama Bermitra 7. Status Pekerjaan 8. Status Lahan 9. Jarak

Teknologi Budidaya Sayuran Organik 1. Penyiapan Lahan 2. Pembenihan 3. Penanaman 4. Pemeliharaan 5. Panen dan pasca

Panen

Sayuran Organik

Adopsi 1. Sangat Rendah 2. Rendah

3. Sedang 4. Tinggi


(35)

C. Hipotesis

Diduga ada hubungan yang signifikan antara karakteristik petani dengan tingkat adopsi inovasi budidaya sayuran organik CV. Tani Organik Merapi oleh petani mitra.


(36)

28

III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Tujuan dari teknik deskriptif analisis adalah membuat gambaran secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antara fenomena yang diselidiki. Selain itu metode deskriptif analisis juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi suatu masalah yang ingin dipecahkan. (Nazir, 1988)

A. Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan yaitu:

1. Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja atau purposive yaitu pengambilan sampel daerah berdasarkan ciri atau sifat dengan pertimbangan tertentu. Daerah penelitian yang diambil adalah Ngablak, Magelang dan Dusun Balangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta yaitu sebuah lahan yang dimiliki oleh petani mitra CV. Tani Organik Merapi yang bergerak dalam bidang sayuran organik mulai dari hulu sampai dengan hilir. Penentuan lokasi berdasarkan atas pertimbangan bahwa CV. Tani Organik Merapi merupakan pemasok sayuran organik terbesar ke beberapa perusahaan retail besar di Yogyakarta.


(37)

2. Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Berdasarkan data yang diperoleh pra-survey, jumlah petani yang menjalin mitra dengan CV. Tani Organik Merapi (TOM) di Ngablak, Magelang dan Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta berjumah 15 petani aktif yang nantinya seluruh petani tersebut akan menjadi sampel dalam penelitian ini.

B. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini terdapat dua data yang digunakan untuk mendukung kelengkapan data yaitu:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh menggunakan metode survei. Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singaribun dan Effendi 2008). Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan dan pernyataan yang berkaitan dengan variable-variabel penelitian, yaitu umur, pendidikan, luas lahan, tingkat pendapatan, pengalaman usahatani, lama bermitra, status pekerjaan dan status lahan. Data primer dikumpulkan dengan cara memberikan panduan pertanyaan yang ada pada kuesioner kepada responden penelitian. Selain itu data primer juga dikumpulkan dengan cara mencatat informasi tambahan yang diberikan oleh responden


(38)

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber seperti dokumen Kementrian Pertanian, Badan Pusat Statistik, dan berbagai kepustakaan lainnya seperti penelitian terdahulu. Selain itu data sekunder juga diperoleh melalui data-data yang terkait dengan lokasi atau hasil di lapangan. Hal ini guna memenuhi kebutuhan untuk informasi mengenai gambaran umum lokasi penelitian.

C. Asumsi dan Batasan Masalah 1. Asumsi :

Petani mengetahui Standar Prosedur Operasional alur budidaya Sayuran Organik CV. TOM dan perlakuan atas semua jenis sayuran dianggap sama.

2. Pembatasan Masalah :

Penelitian dilakukan pada petani sayuran organik mitra yang mengirimkan hasilnya kepada CV. Tani Organik Merapi di Kelurahan Wukisari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik petani, kemudian tingkat adopsi petani tersebut terhadap setiap tahapan yang terdapat pada SOP budidaya yang diberikan CV. Tani Organik Merapi, serta analisis karakteristik petani yang mempengaruhi tingkat adopsi. Analisis dilakukan dengan metode rank spearman..


(39)

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Adopsi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima gagasan atau inovasi yang disampaikan oleh suatu pihak.

2. Umur, indikator umur adalah usia responden saat dilakukannya penelitian. Diukur dengan tahun.

3. Pendidikan formal adalah berapa lama pendidikan formal tertinggi yang pernah dijalani atau diikuti petani secara formal. Tingkat pendidikan petani diukur menggunakan tahun.

4. Pendidikan nonformal adalah seberapa sering petani mengikuti pendidikan nonformal seperti penyuluhan dan pelatihan sejenis selama setahun terakhir. 5. Luas usahatani, indikator yang digunakan yaitu luas lahan petani dalam

melakukan usaha budidaya sayuran, dinyatakan dalam meter persegi.

6. Pengalaman usahatani adalah berapa lama responden melakukan usahatani dan dinyatakan dalam tahun.

7. Lama bermitra adalah berapa lama responden melakukan kemitraan dengan CV. Tani Organik Merapi dan dinyatakan dalam tahun.

8. Status pekerjaan adalah status dari responden terkait dengan usahatani yang dilakukan yaitu utama ataupun sebagai sampingan.

9. Status lahan adalah status terkait kepemilikan lahan responden untuk melakukan usahatani yaitu milik sendiri atau bukan milik sendiri.

10. Jarak adalah lokasi antara tempat usahatani petani mitra dengan CV. TOM dan dinyatakan dalam Km.


(40)

11. Variabel Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik Tabel 3. Variabel Tingkat Adopsi

Variabel Indikator Standar Kriteria Skor Penyiapan

lahan

a. Persiapan Membuat bedengan dengan lebar 120 cm, tinggi 20 - 30 cm, jarak antar bedeng yaitu sekitar 30 cm.

Pemberian pupuk organik dengan ukuran rata-rata untuk satu bedeng panjang 7 meter memakai pupuk 2 angkong. Penambahan kapur dolomit apabila jenis tanahnya Ph- nya kurang. Mampu menerapkan 3 standar persiapan Mampu menerapkan 2 standar persiapan Mampu menerapkan 1 standar persiapan Melakukan standar persiapan dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar persiapan 5 4 3 2 1


(41)

b. Pengolahan Tanah

Dilakukan dengan sistem bajak menggunakan hewan atau di cangkul,

Sisa –sisa tanaman dan rumput di pendam dalam tanah.

Penggemburan tanah tidak dilakukan melebihi siang hari

Mampu menerapkan 3 standar pengolahan Mampu menerapkan 2 standar pengolahan Mampu menerapkan 1 standar pengolahan Melakukan standar pengolahan dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pengolahan

5

4

3

2


(42)

c. Pengelolaan Air

Pembuatan penampungan sejenis kolam untuk meminimalkan kadar air dari pencemaran bahan kimia sebelum air masuk ke lahan sebanyak 2 kolam,

Alur air masuk dibuat melewati penampungan kecil dulu baru ke penampungan besar/kolam Penanaman tanaman-tanaman yang bisa menetralisir air yang terkontaminasi ke lahan untuk kebutuhan budidaya. Contohnya : Eceng Gondok atau Azolla

Mampu menerapkan 3 standar pengelolaan air Mampu menerapkan 2 standar pengelolaan air Mampu menerapkan 1 standar pengelolaan air Melakukan standar pengelolaan air dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pengelolaan air 5 4 3 2 1


(43)

Pembenihan a. Pengadaan benih

Benih didapat harus dari CV. TOM langsung atau Pihak yang disetujui CV.TOM

Benih yang disiapkan yaitu benih lokal atau tidak ada rekasa genetika.

Sebelum ditebar ada perlakuan khusus yaitu dicuci terlebih dahulu. Mampu menerapkan 3 standar pengadaan benih Mampu menerapkan 2 standar pengadaan benih Mampu menerapkan 1 standar pengadaan benih Melakukan standar pengadaan benih dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pengadaan benih 5 4 3 2 1

b.Pembibitan Pembibitan dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman,

Pembuatan bedengan untuk pembibitan sebelum ditaburi benih dilakukan selama 2 minggu dengan pupuk organik/kompos,

Untuk pembibitan benih ditabur ditutup tanah setebal 1 – 2 cm, lalu disiram dengan gembor kemudian diamati 3 – 5 hari benih akan tumbuh. Setelah

Mampu menerapkan 4 standar pembibitan Mampu menerapkan 3 standar pembibitan Mampu menerapkan 2-1 standar pembibitan 5 4 3


(44)

umur 2 – 3 minggu bibit sudah siap untuk ditanam.

Pemilihan untuk penanaman tanaman yang memerlukan bibit/ tidak ditebar langsung haruslah dengan cermat memilih bibit yang baik dari semaian/bibitan Melakukan standar pembibitan dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pembibitan 2 1

Penanaman Penanaman bibit sayuran

Dilakukan seleksi bibit sebelum dilakukan penanaman

Untuk penanaman bedengan dibuat dengan ukuran lebar 120 cm, panjang 5 – 7 meter (menyesuaikan kebutuhan), tinggi 20 – 30 cm dan jarak antar bedeng 30cm.

Jarak tanam tanaman menyesuaikan dengan jenis tanam yang akan ditanam ada juga yang tidak perlu jarak tanam dengan cara ditebar langsung. Mampu menerapkan 3 standar penanaman Mampu menerapkan 2 standar penanaman Mampu menerapkan 1 standar penanaman Melakukan standar penanaman dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar penanaman 5 4 3 2 1


(45)

Pemeliharaan a. Penyiraman dan

Pemupukan

Penyiraman dilakukan minimal 2 kali sehari atau menyesuaikan tergantung pada musim dan kondisi lahan,

Untuk penyulaman/konsolidasi dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman yang baru

Pemupukan dilakukan setelah 2 minggu tanam, bisa dengan semprot dan kocor pupuk cair organik (1 minggu sekali)

Melakukan rotasi tanaman agar tanah bisa terjaga kesuburannya dan menetralisir tanah dengan cara

mengistirahatkan/mendiamkan selama 1 musim panen

Mampu menerapkan 4 standar penyiraman Mampu menerapkan 3 standar penyiraman Mampu menerapkan 2-1 standar penyiraman Melakukan standar penyiraman dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar penyiraman 5 4 3 2 1 b. Pengendalia n OPT

Untuk mengatasi gulma atau tumbuhnya rumput-rumput liar yang sangat mengganggu pertumbuhan tanaman dan tanah perlu dilakukan penyiangan (melihat kondisi bisa 1 minggu sekali ),

Masalah hama dan penyakit tanaman untuk mengatasinya dengan cara pencegahan bisa dengan melakukan penanaman tanaman – tanaman yang bisa menghalau atau mengaburkan hama ( kenikir, kemangi, serai dll), melakukan penyemprotan dengan pestisida alami sebagai pencegahan ( 1 minggu sekali ) dan bisa juga mencarikan hewan predator. Mampu menerapkan 3 standar pengendalian Mampu menerapkan 2 standar pengendalian Mampu menerapkan 1 standar pengendalian Melakukan standar pengendalian dengan minimal 2 5 4 3 2


(46)

Dilakukan penggemburan atau pengguludan tanah sehingga tanah tetap gembur tidak padat sekaligus sebagai tindakan pencegahan. tidak benar Tidak melakukan standar pengendalian 1 Panen dan Paska Panen

Panen Memanen sayuran yang memenuhi kualitas

Waktu pemanenan dilaksanakan pada pagi hari

Tidak membiarkan terlalu lama hasil panen terpapar cahaya matahari langsung Mampu menerapkan 4 standar Panen Mampu menerapkan 2 standar Panen Mampu menerapkan 1 standar Panen Melakukan standar Panen dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar Panen 5 4 3 2 1

Paska Panen Sayuran organik setelah dipanen kemudian dilakukan pencucian hingga benar-benar bersih dan dikumpulkan sesuai komoditas/jenisnya

Alat angkut harus bebas dari bekas kimiawi

Pengangkutan ditaruh di krat dan kantong plastik yang atasnya ditutup dengan kain basah atau kardus untuk mengurangi penguapan Mampu menerapkan 3 standar pengemasan Mampu menerapkan 2 standar pengemasan Mampu menerapkan 1 standar pengemasan Melakukan standar pengemasan dengan 5 4 3 2


(47)

minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pengemasan

1

Dari seluruh variabel tingkat adopsi didapatkan jumlah skor maksimal yaitu 50 dan skor minimal yaitu 10 maka kategori tingkat adopsi dibagi menjadi lima kategori yaitu :

1. Sangat Rendah dengan range skor 10-17,9 2. Rendah dengan range skor 18-25,9 3. Sedang dengan range skor 26-33,9 4. Tinggi dengan range skor 34-41,9 5. Sangat Tinggi dengan range skor 42-50

Sedangkan untuk hubungan antara karakteristik dengan tingkat penerapan melalui interpretasi koefisien korelasi dan dikategorikan sebagai berikut :

1. 0,00 – 0,199 Sangat rendah 2. 0,20 – 0,399 Rendah 3. 0.40 – 0,599 Sedang 4. 0,60 – 0,799 Kuat 5. 0,80 – 1,000 Sangat kuat


(48)

E. Teknik Analisis Data

Untuk tujuan 1 dan 2, karakteristik petani dan tingkat adopsi dilakukan secara analisis deskriptif. Dibuat tabulasi sederhana dengan menggunakan Microsoft Excel yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang data mengenai karakteristik petani dan tingkat adopsinya di setiap tahapan budidaya sayuran organik berdasarkan informasi yang diperoleh dari kuesioner. Hasil dibuat tabulasi dan dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama kemudian dipersentasikan berdasarkan jumlah responden sehingga diperoleh persentase responden di setiap variabel karakteristik petani, serta persentase tingkat adopsi responden yang mengadopsi.

Tingkat adopsi diukur dengan melihat pemanfaatan teknologi yang disarankan yaitu mulai dari persiapan lahan, pembenihan/pembibiant, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Skor tingkat adopsi budidaya sayuran organik akan diperoleh melalui beberapa pernyataan pada questioner diberi nilai dengan 5 tingkatan berdasarkan penerapan aspek budidaya sayuran organik (selalu = 5, sering = 4, kadang-kadang = 3, jarang = 2, dan tidak pernah = 1). Tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik dibedakan dalam 5 kategori adopsi. Kriteria interpretasi skor menjadi 5 kategori tersebut mengacu pada Riduwan dan Sunarto (2012). Responden dianggap melakukan adopsi sesuai dengan anjuran ketika tingkat adopsinya masuk dalam kategori sangat tinggi dan tinggi, sementara responden dengan tingkat adopsi sedang, rendah, dan sangat rendah dianggap melakukan adopsi tidak sesuai dengan anjuran. Pengelompokan ini mengacu pada Sondari (2012).


(49)

Untuk tujuan 3, faktor-faktor dari karakteristik yang mempengaruhi petani mengadopsi teknologi budidaya sayuran organik dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (Siegel, 1997).

dimana γs = koefisien korelasi Rank Spearman N = jumlah sampel


(50)

42

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

A. Keadaan Umum Wilayah 1. Letak Geografis wilayah

Desa Wukirsari terletak di lereng gunung Merapi pada ketinggian dataran tinggi dan memiliki udara cukup sejuk Secara administratif Desa Wukirsari merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Wukirsari mempunyai orbitasi berupa jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 2 km, sedangkan dari ibukota kabupaten 17 km dan dari ibukota propinsi 22 km. Batas-batas wilayah Desa Wukirsari adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara

Sebelah Timur

Sebelah Selatan

Sebelah Barat :

:

:

:

Desa Hargobinganun, Kecamatan Pakem Desa Glagaharjo,

Kecamatan Cangkringan

Desa Umbulmartani, Desa Widodomartani Kecamatan Ngemplak

Desa Umbulharjo, Desa Pakembinangun Kecamatan Pakem

2. Topografi

Desa Wukirsari merupakan daerah dataran tinggi yang berada di kaki gunung Merapi dengan ketinggian 400-600 m diatas permukaan air laut. Desa Wukirsari sendiri sangat cocok untuk budidaya holtikultura karena sesuai


(51)

dengan syarat tumbuh kebanyakan tanaman sayuran. Ketinggian Desa Wukirsari yang berada antara dataran tinggi dan dataran rendah membuat jenis tanaman sayuran dataran rendah (bayam, mentimun, tomat, kangkung, dan sebagainya) serta jenis tanaman sayuran dataran tinggi (sawi, wortel, brokoli, dan sebagainya) tumbuh baik disana.

3. Jenis Tanah

Jenis tanah di Desa Wukirsari termasuk ke dalam tanah jenis tanah regosol. Jenis tanah regosol merupakan jenis tanah yang berasal dari material gunung api, letak Desa Wukirsari yang berada di lereng gunung Merapi memungkinkan desa ini mempunyai jenis tanah tersebut. Jenis tanah regosol merupakan jenis tanah yang subur sehingga jenis tanah ini sangat cocok ditanami sayuran

4. Keadaan Pertanian

Keadaan pertanian merupakan salah satu indikator pembangunan pertanian di suatu daerah. Komoditi yang dibudidayakan berbeda antara daerah satu dengan daerah lain. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh kesuburandan jenis tanah, iklim dan ketinggian tempat. Padi masih menjadi komoditas utama yang dibudidayakan masyarakat petani di Desa Wukirsari. Sedangkan untuk komoditas paling sedikit dibudidayakan oleh mayarakat Desa Wukirsari adalah sawi, terong, dan buncis. Untuk produktivitas dari masing-masing komoditas, kacang tanah adalah komoditas yang paling besar produktivitasnya diikuti dengan padi. Untuk komoditas yang mempunyai


(52)

produktivitas paling rendah adalah ketimun diikuti dengan ketela rambut yang mempunyai produktivitas rendah. Selain padi sebagai komoditas utama, Desa Wukirsari juga terdapat komoditas sayuran yang dibudidayakan secara organik yaitu berada di CV. Tani Organik Merapi.

B. CV. Tani Organik Merapi 1. Sejarah Perusahaan

CV. Tani Organik Merapi (TOM) didirikan oleh Untung Wijanarko dengan didasari oleh cita-cita, pemikiran, niat, dan harapan akan kondisi alam juga kondisi tanah pertanian yang memungkinkan dapat berkembang. Selanjutnya dapat diharapkan menjadi lebih baik, dalam arti menyeluruh, baik dari segi potensi alam maupun sumber daya manusianya. TOM juga bertekad ikut ambil bagian dalam program menyelamatkan lahan pertanian dengan bijak. CV. Tani Organik Merapi ikut berperan aktif dalam mengembangkan sistem pertanian organik secara langsung dan mengharapkan dapat menghasilkan produk – produk pertanian organik yang berkualitas, yang secara tidak langsung juga mendukung kesehatan masyarakat khususnya sayuran organik.

Sistem pertanian yang digunakan dan dikembangkan adalah sistem organik yang sama sekali tidak menggunakan produk kimia sintetis. Untuk itu TOM senantiasa mengembangkan sistem pertanian organik secara maksimal. Adanya persamaan dan cita-cita berdasarkan atas kepeduliaan akan kelestarian lingkungan dan kesehatan saat ini dan mendatang. Maka pada tanggal 1 September 2008 lahirlah CV. Tani Organik Merapi (TOM). Visi dari TOM itu


(53)

sendiri adalah membangun usaha tani berbasis tekhnologi organik, menyediakan produk tanaman pangan sehat untuk kemandirian bangsa dan kelestarian alam semesta. Misi dari TOM adalah menjalankan dan mengembangakan usaha agribisnis secara organik, memasyarakatkan usaha agribisnis dan perdagangan umum, menyebarkan wawasan pertanian organik yang berkelanjutan secara utuh dan menyeluruh.

2. Lokasi Perusahaan

Lokasi CV. Tani Organik Merapi terletak di Dusun Balangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta dengan batas wilayah desa:

a. Bagian Timur : Dusun Argomulyo b. Bagian Selatan : Dusun Umbulmartani c. Bagian Barat : Dusun Pakembinangun

d. Bagian Utara : Dusun Umbulharjo/Kepuharjo

Letak perusahaan ini bila ditinjau dari segi geografis berada pada ketinggian 600 mdpl dengan suhu udara rata-rata 25˚C.

3. Bidang Usaha

CV. Tani Organik Merapi bergerak dalam bidang Agribisnis Organik, Agrowisata Organik, Perdagangan Umum dan Jasa Konsultan. Badan usaha ini membagi kegiatannya kedalam 2 bagian yakni secara internal maupun eksternal. Kegiatan internal CV. Tani Organik Merapi yakni meliputi budidaya sayuran organik, pemasaran produk TOM keseluruh supermarket di Yogyakarta serta pendampingan pada mitra binaan. Kegiatan eksternal CV.


(54)

Tani Organik Merapi yakni meliputi pelatihan dan pendampingan pertanian organik pada masyarakat korban bencana alam di Bantul tahun 2010 (bekerjasama dengan LSM IOM), mengikuti pendampingan dari PUM Belanda tentang peningkatan produksi dan manajemen (program pasca erupsi dari Kadin), mengikuti pameran produksi hasil pertanian, memberikan pelatihan masalah pertanian organik ke kelompok tani, sebagai mitra binaan Bank Indonesia mulai tahun 2014, sebagai tempat penelitian dan PKL para mahasiswa, bergabung menjadi anggota AOI (Aliansi Organis Indonesia ) sejak September 2008, serta tempat studi banding para kelompok tani dan umum.

4. Bidang Bisnis

Cakupan bidang bisnis di CV. Tani Organik Merapi dalam penelitian ini meliputi 4 aspek yakni aspek produk, pangsa pasar, kerjasama dan sumber produk.

a. Produk

CV. Tani Organik Merapi memiliki 34 jenis komoditas didalamnya, komoditas tersebut diantaranya adalah 1.) okra, 2.) jamur tiram, 3.) bayam sekul, 4.) paitsay, 5.) pakchoy baby, 6.) kailan baby, 7.) daun bawang 150, 8.) bayam merah 150, 9.) labu siam, 10.) biet, 11.) brokoli, 12.) daun bawang 250, 13.) daun ginseng, 14.) kacang panjang, 15.) tomat, 16.) wortel, 17.) terong ungu panjang, 18.) buncis, 19.) caisim baby, 20.) buncis baby, 21) paesley, 22.) kangkung baby, 23.) tomat cherry, 24.) cabe rawit, 25.) selada


(55)

merah, 26.) kemangi, 27.) pare hijau, 28.) oyong, 29.) bayam hijau, 30.) caisim, 31.) kangkung, 32.) selada hijau, 33.) pakchoy, dan 34.) seledri. b. Pangsa pasar

CV. Tani Organik saat ini memiliki pangsa pasar supermarket yang terbagi atas 9 supermarket di Yogyakarta. Supermarket tersebut diantaranya adalah 1.) Super Indo, Supermarket Super Indo yang menjadi pangsa pasar TOM terletak di Jalan Kaliurang, Jalan Sultan Agung, Kota Gede, Seturan, Jalan Parangtritis, Jalan Solo dan Jalan Godean, 2.) Giant, Supermarket Giant yang menjadi pangsa pasar TOM terletak di Jalan Solo, Jalan Godean, Jalan Urip Sumoharjo, Condong Catur, Catur Tunggal, 3.) Carrefour, Supermarket Carrefour yang menjadi pangsa pasar TOM terletak didaerah Maguwo, Ambarrukmo Plaza dan Hartono Mall, 4.) Alfamart, 5.) Progo, 6.) Indo Grosir, 7.) Ramai Family Mall, 8.) Hero dan 9.) Hypermart.

c. Kerjasama

Dalam menjalankan aktivitasnya, CV. Tani Organik Merapi melakukan kejasama dengan pihak luar dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Kerjasama tersebut dilakukan dengan LSM IOM sejak tahun 2010 dalam rangka pelatihan dan pendampingan pertanian organik pada masyarakat korban bencana alam di Bantul, bekerja sama dengan PUM Belanda dalam rangka pendampingan mengenai peningkatan produksi dan manajemen. Selain itu CV. Tani Organik melakukan kerjasama dengan LSM Pamor dalam hal sertifikasi plasma bagi calon petani mitra TOM.


(56)

d. Sumber produk

Produk sayuran organik yang dihasilkan oleh TOM berasal dari 15 petani mitra TOM yang memiliki lahan secara pribadi. Selain itu TOM memiliki lahan sendiri yaitu ± 2 Ha yang ditanami 14 jenis sayuran diantaranya adalah selada, pakchoy, sawi hijau, bayam merah, tomat cherry, okra, bayam hijau, kailan baby, sere, kangkung, caisim, buncis, kacang panjang, dan ginseng. Lahan yang dimiliki oleh CV. Tani Organik Merapi tersebut dibudidaya oleh 4 petani sayuran organik yang menjadi karyawan TOM dengan masing-masing petani membudidaya lahan sayuran organik seluas 250 m².

e. Struktur Organisasi

Selayaknya perusahaan lainnya, CV. Tani Organik Merapi memiliki struktur organisasi, bentuk organisasi di CV. Tani Organik Merapi adalah garis yang telah menempatkan posisi karyawan berdasarkan tugasnya masing-masing.


(57)

STRUKTUR ORGANISASI CV. TANI ORGANIK MERAPI

Berdasarkan gambar 2, setiap jabatan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, yaitu:

2) Ketua

1. Mengarahkan program dan kegiatan operasional CV. Tani Organik Merapi 2. Membina keutuhan dan mendorong kemajuan CV. Tani Organik Merapi

melalui jalinan kerjasama dan komunikasi antar anggota 3. Membangun citra CV. Tani Organik Merapi

4. Mengusahakan peluang penghimpunan dana yang sah

5. Mengingatkan peran serta CV. Tani Organik Merapi dalam pemecahan masalah-masalah pembangunan yang terkait dengan profesi.

3) Sekretaris

1. Membantu ketua dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan operasional CV. Tani Organik Merapi

KETUA

UNTUNG W

BENDAHARA

SUGIARTO

SEKRETARIS

YULI DYAH S

KONSUMSI

L. SUMARTI

AKOMODASI

BAYU WIBOWO

PELATIHAN

SUGIARTO

HUMAS

RIYANTO


(58)

2. Membina hubungan dengan pihak luas, baik swasta maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kerjasama dan pembangunan citra CV. Tani Organik Merapi

3. Mengendalikan operasional CV. Tani Organik Merapi baik internal maupun eksternal.

4) Bendahara

1. Menghimpun dana lain dari sember-sumber yang sah 2. Mengalokasikan dana atas dasar program kerja 3. Menata-bukukan dana CV. Tani Organik Merapi

4. Menyusun laporan keuangan sebagai bahan laporan dan pembayaran pajak.

5) Humas

1. Menginterpretasikan, menganalisis, dan mengevaluasi kecenderungan perilaku publik, kemudian merekomendasikan kepada manajemen untuk merumuskan kebijakan CV. Tani Organik Merapi.

2. Mempertemukan kepentingan CV. Tani Organik Merapi dengan kepentingan publik

3. Mengevaluasi program-program CV. Tani Organik Merapi khususnya yang berkaitan dengan publik.

6) Pelatihan

1. Merencanakan anggaran-anggaran pelatihan fungsional, biaya-biaya peramalan yang diperlukan untuk kebutuhan pelatihan


(59)

3. Membuat strategi dan rencana-rencana untuk memenuhi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi peserta

4. Mendesign program pelatihan dan kursus-kursus yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan dengan melibatkan penyedia jasa dari luar perusahaan.

5. Memonitor dan melaporkan segala bentuk aktivitas, biaya, kinerja dsb. 7) Akomodasi

1. Bertanggung jawab terhadap transportasi terkait distribusi sarana prasarana CV. Tani Organik Merapi dan pemasaran sayuran organik ke supermarket.

2. Memonitor dan melaporkan segala bentuk distribusi baik sarana prasarana dan pemasaran.

8) Konsumsi

1. Menyediakan segala kebutuhan konsumsi yang dibutuhakn oleh CV. Tani Organik Merapi

2. Membuat mekanisme pengadaan dan pendistribusian konsumsi pada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh CV. Tani Organik Merapi 3. Membuat rancangan anggaran sesuai dengan kebutuhan CV. Tani Organik

Merapi dam membuat laporan pertanggung jawaban kegiatan yang dilaksanakan.

5. Sistem Kemitraan CV. Tani Organik Merapi

Jenis Kemitraan. Sistem kemitraan yang dilakukan di CV. Tani Organik Merapi merupakan sistem kemitraan inti plasma. Pola inti plasma adalah


(60)

hubungan kemitraan yang dilakukan antara petani mitra dengan CV. Tani Organik Merapi yang bertindak sebagai inti plasma. CV. Tani Organik Merapi melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.

a. Hak dan Kewajiban petani mitra CV. Tani Organik Merapi. Hak petani mitra yang didapatkan dalam menjalin mitra dengan CV. Tani Organik Merapi adalah pemberian benih yang diberikan secara gratis kepada 15 petani mitra TOM serta prasarana penunjang usahatani, bimbingan teknis dengan memberikan penyuluhan kepada petani mitra TOM selama 3 bulan sekali perihal pertanian organik, diskusi mengenai permasalahan yang terjadi dalam menjalani usahatani sayuran organik. Sistem pemasaran yang dilakukan adalah dengan membeli hasil panen sayuran organik dari petani mitra sesuai dengan harga, jadwal dan jumlah yang telah disepakati, jika hasil panen sayuran organik memenuhi standar prosedur operasional TOM, maka sayuran tersebut akan dilanjutkan ketahap pengemasan dan siap dipasarkan ke seluruh supermarket di Yogyakarta. Apabila hasil sayuran organik tersebut tidak sesuai dengan standar prosedur operasional dari TOM dan supermarket, maka sayuran organik tersebut akan dikembalikan ke petani mitra.

Sedangkan kewajiban petani mitra CV. Tani Organik Merapi dalam menjalani kemitraan ini adalah bersungguh-sungguh dalam menjalani usahatani sayuran organik tersebut, mampu menghasilkan sayuran secara organik, mengikuti standar prosedur operasional budidaya


(61)

sayuran organik yang telah ditetapkan oleh TOM, mengikuti aturan tanam dan aturan panen yang telah ditetapkan oleh TOM dan 15 petani mitra tersebut.

Tahapan kemitraan CV. Tani Organik Merapi. Menjalani mitra dengan suatu lembaga atau perusahaan memerlukan tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh kedua belah pihak. Tahapan tersebut dapat berupa atauran-aturan yang telah disepakati dari mulai awal bergabung sampai tercapainya tujuan yang diinginkan bersama. Tahapan yang dilakukan dalam menjalin mitra dengan TOM adalah petani melakukan pendaftaran dengan mengisi formulir secara langsung di kantor CV. Tani Organik Merapi, selanjutnya TOM melakukan verifikasi data yang diajukan oleh calon petani mitra dengan melihat jenis sayuran yang mereka tanam, jika jenis sayuran tersebut merupakan jenis sayuran yang dibutuhkan oleh TOM, maka TOM akan menerima pendaftaran tersebut untuk masuk kedalam tahap pengecekan lapangan bersama tim LSM. Tahap pengecekan lapangan disini adalah dengan mengecek kelayakan kondisi lahan dan sekitaran lahan untuk usahatani organik, jika kondisi lahan dan sekitaran lahan memenuhi persyaratan untuk usahatanai sayuran organik, maka LSM dan TOM akan memberikan sertifikasi plasma dengan TOM sebagai petani mitra sayuran organik CV. Tani Organik Merapi dan mengisi surat kesanggupan sebagai petani sayuran organik sesuai dengan standar prosedur operasional CV. Tani Organik Merapi.


(62)

54

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Petani

Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan formal, Pendidikan nonformal, Luas usahatani, Pengalaman usahatani, Lama bermitra, Status pekerjaan, Status lahan dan Jarak.

Tabel 4. Distribusi Karakteristik Petani

No Variabel Kriteria Skor Jumlah Responden

Persentase (%)

1 Umur (Tahun) 18-40 3 5 33,3

41-60 2 8 53,4

> 60 1 2 13,3

Jumlah 15 100,0

2 Pendidikan Formal <SD 1 - -

SD 2 - -

SMP 3 4 26,6

SMA 4 10 66,7

>SMA 5 1 6,7

Jumlah 15 100,0

3 Pendidikan Nonformal Tidak Pernah 1 - -

1-3 2 7 46,7

4-6 3 5 33,3

7-9 4 3 20,0

>9 5 - -

Jumlah 15 100,0

4 Luas Usahatani (m²) < 2.000 3 6 40,0

2.000-5000 2 8 53,3

>5.000 1 1 6,7

Jumlah 15 100,0

5 Pengalaman Usahatani <5 1 - -

(Tahun) 5-10 2 10 66,7

11-15 3 2 13,3

16-20 4 2 13,3

>20 5 1 6,7


(1)

21

Berdasarkan 7 tersebut, responden yang menjadikan usahatani sayuran organik ini sebagai pekerjaan utama tingkat adopsi yang dicapainya sebesar 86% serta sisanya responden yang menjadikan usahatani sayuran organik ini sebagai pekerjaan sampingan persentase adopsi yang dihasilkan sebesar 93%, dari gambar 7 tersebut diketahui juga bahwa responden yang menjadikan usahatani sayuran organik ini sebagai pekerjaan sampingan ternyata mempunyai tingkat adopsi yang lebih tinggi, hal ini dapat dikarenakan petani tersebut mempunyai pekerjaan sampingan seperti pengajar disekolah maka dimungkinkan melakukan adopsi lebih tinggi dibandingkan dengan yang berstatus pekerjaan utama.

Pada hasil analisis, untuk tingkat adopsi dengan status pekerjaan memiliki nilai r (koefisien korelasi) yaitu -0,31 koefisien korelasi tersebut diinterpretasikan dalam kategori rendah dan korelasi pada penelitian ini antara kedua variable tersebut bersifat berlawanan, responden yang menjadikan usahatani sayuran organic ini sebgai pekerjaan utama maka adopsi yang dilakukan cenderung lebih rendah dan hasil tersebut sesuai dengan data yang ada.

8. Status Lahan

Status lahan garapan merupakan status lahan kepemilikan pada masing-masing petani responden. Status tersebut ialah milik pribadi, ataupun sewa.

r = -0,11

Gambar 8. Tingkat adopsi dengan Status Lahan

Berdasarkan pada gambar 8, perlu diketahui juga bahwa responden yang menggunakan sewa juga ada yang menggunakan sistem bagi hasil. Persentase adopsi yang dicapai Hak milik yaitu sebesar 86% sedangkan responden yang status lahannya

86 88

0 20 40 60 80 100


(2)

22

sewa memiliki tingkat adopsi lebih tinggi dari yang milik pribadi yaitu sebesar 88% dikarenakan petani yang sewa dibebankan pada perjanjian persewaan tersebut seperti bagi hasil dan responden harus lebih giat dalam meningkatkan kualitas produksinya agar mendapat hasil yang maksimal serta pada akhirnya responden tersebut lebih tinggi penerapan adopsinya.

Pada hitungan korelasi juga didapat nilai koefisien korelasinya (r) sebesar -0,11 koefisien korelasi tersebut diinterpretasikan dalam kategori sangat rendah dan korelasi pada penelitian ini antara kedua variable tersebut bersifat berlawanan, responden yang merupakan pemilik lahan sayuran organik adopsi yang dilakukan cenderung lebih rendah dan hasil tersebut sesuai dengan data yang ada.

9. Jarak

Jarak merupakan seberapa jauh tempat usahatani dari petani responden menuju ke CV. Tani Organik Merapi (CV.TOM). Semakin dekat jarak petani responden dengan lokasi CV. TOM maka adopsi yang diterapkan diharapkan hasilnya lebih tinggi daripada yang berjarak jauh dari lokasi CV.TOM. Grafik jarak usahatani petani sayuran organik dengna tingkat adopsi berikut ini :

r = -0,02

Gambar 9. Grafik Tingkat adopsi dengan Jarak responden

Dapat gambar 9 tersebut, bahwa mayoritas petani masih berada disekitar CV. Tani Organik Merapi, petani dengan jarak kurang dari sama dengan 5 km tingkat adopsinya mencapai 87% dan antara 6-20 Km sebesar 86%, sisanya responden yang

87 86

0 0

84

0 20 40 60 80 100


(3)

23

berjarak lebih dari 50 Km memiliki tingkat adopsi sebesar 84%. Sebagaimana diketahui petani mitra CV.TOM juga ada yang berasal dari Magelang. Data gambar 10 tersebut juga diketahui semakin jauh jarak responden dengan CV. TOM maka tingkat adopsi juga akan lebih rendah, hal ini dapat terjadi karena responden yang berjarak lebih dekat dengan CV. TOM memiliki akses lebih cepat dalam menggali informasi terkait usahatani dibidang sayuran organik tersebut.

Pada saat penghitungan korelasi didapat nilai koefisien korelasinya (r) sebesar -0,02 koefisien korelasi tersebut diinterpretasikan dalam kategori sangat rendah dan korelasi pada penelitian ini antara kedua variable tersebut bersifat berlawanan, semakin jauh lokasi petani dengan CV.TOM adopsi yang dilakukan cenderung lebih rendah dan hasil tersebut sesuai dengan data yang ada.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik petani responden petani sayuran organic mitra CV.TOM terdiri dari

a. Umur responden terendah yaitu 26 tahun sedangkan yang paling tinggi yaitu 63 tahun rata-rata umur sebesar 45 tahun. Artinya mayoritas responden berada pada usia produktif.

b. Pendidikan formal, responden lebih banyak terkonsentrasi di tingkat SMP, SMA dan Sarjana artinya pendidikan formal petani berada dalam taraf memadai untuk menyerap teknologi budidaya sayuran organik dari CV.TOM.

c. Pada pendidikan informal yaitu intensitas petani ada pada range 7-9 kali, 4-6 kali, dan 1-3 kali, dan mayoritas berada pada range 4-6 kali maka intensitasnya dapat dikatakan tinggi

d. Luas usaha tani mayoritas petani berada pada luasan sedang yaitu 2.000-5.000 m² dan tingkat luas lahan yang tergolong besar hanya dimiliki oleh satu petani saja.

e. Pengalaman usahatani mayoritas berada pada 5-10 tahun dan paling lebih lebih dari 20 tahun dengan rata-rata sebesar 11 tahun.

f. Lama bermitra yang paling muda yaitu antara 2-3 tahun dan paling lama bermitra yaitu 8 tahun.


(4)

24

g. Status pekerjaan 90% menjadikan sebagai pekerjaan utama, dan sisanya menjadikan usahatani ini sebagai pekerjaan sampingan

h. Status lahan untuk hak milik sebanyak 11 petani dan sewa 4 petani.

i. Jarak yang paling jauh oleh petani responden yaitu 62 Km dan terdekat yaitu 3 Km.

2. Tingkat adopsi budidaya sayuran organik petani mitra CV.TOM secara keseluruhan berada pada kategori sangat tinggi. Hal tersebut ditunjang oleh rataan hitung mayoritas aspek tahapan masuk ke dalam kategori tingkat adopsi tinggi. Dan tahapan yang masih diadopsi responden dengan kategori tinggi, yaitu Penyiapan lahan. Penghitungan berdasarkan kelompok responden mendapatkan hasil bahwa ada 12 responden yang telah mengadopsi SOP dengan kategori sangat tinggi. Jumlah tersebut setara dengan 80 %, sementara sisanya 20% masih mengadopsi pada kategori tinggi.

3. Hubungan antara karakteristik dan tingkat adopsi secara keseluruhan tidak signifikan tetapi diinterpretasikan melalui nilai koefisien korelasi, pada umur bernilai negatif dan sesuai dengan data yang ada, pada tingkat pendidikan formal dan informal masing-masing bernilai positif dan sesuai dengan data yang ada, pada luas lahan, pengalaman usahatani, lama bermitra, status pekerjaan, status lahan dan jarak semuanya mempunyai korelasi negatif semuanya sesuai dengan data yang ada kecuali lama bermitra yang tidak sesuai dengan data yang ada.

B. Saran

1. Bagi CV.Tani Organik Merapi diharapkan lebih sering berkomunikasi dengan petani mitra terkait proses adopsi dari SOP CV.TOM agar dapat memaksimalkan prosedur yang ada sehingga produktivitas dapat berkelanjutan.

2. Untuk Pemerintah hendaknya lebih mengutamakan perluasan lahan untuk budidaya sayuran organik mengingat manfaat dari organik tersebut


(5)

25

DAFTAR PUSTAKA

Andi Ishak dan Afrizon. 2011. Persepsi dan Tingkat Adopsi Petani Padi Terhadap Penerapan System Of Rice Intensification di Desa Bukit Peninjauan 1, Sukaraja. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Andoko, A. 2008. Budidaya Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ban AW, HS Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian.Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Cangkringan 2015. Badan Pusat Statistik. Yogyakarta.

Departemen Pertanian 2014. Konsumsi dan Produksi Sayuran dalam angka (Online)https://aplikasi2.pertanian.go.id/konsumsi/tampil_susenas_kom_th.php. Diakses 3 April 2016

Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2013. Pedoman Penerapan Usahatani Non

Kimia Sintetik pada Tanaman

Hortikultura.(Online)http://ditlin.hortikultura.go.id/buku/pedoman_non_kimia1.html. Diakses 2 april 2016

FAO. 2002. General Concepts and Issue in Organic Agriculture. Di dalam Scialabba NE, Hattam C, editor. Organic Agriculture, Environment and Food Security. Rome: Informantion Divition FAO

Gujarati D. 1999. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Jakarta (ID): Erlangga. Harper CL. 1989. Exploring Social Change. New Jersey: Prentice Hall.

Hurlock, EB. 1994. Psikologi Perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga

Isdiayanti. 2007. Analisis Usahatani Sayuran Organik di Perusahaan Matahari Farm. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Musyafak A.dan Tatang M. Ibrahim, 2005. Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi

Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani dan Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 3 No.1. Pontianak. Bina Aksara

Nazir, 1988. Metodelogi Penelitian. Jakarta, Ghalia Indonesia

Pracaya . 2002. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag.Jakarta : PT Penebar Swadaya

Ningrum, Prestilia. 2007. Optimasi Pengadaan Sayuran Organik (Studi Kasus di PT. Masa Organik Indonesia, Bogor). Thesis. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran, Bandung


(6)

26

Riduwan, H Sunarto. 2012. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung (ID): Alfabeta

Rogers EM, FE Shoemaker. 1997. Communication of Innovation. New York (US): Free Press.

Saragih SE. 2010. Pertanian Organik-Solusi Hidup Alami dan Berkelanjutan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Siegel, S.1997. Statistik non Parametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Gramedia Utama. Jakarta.

Singaribun M, dan Efendi, 1989, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta.

Sondari R. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keinginan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Pada Usahatani Padi di Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta (ID): UI Press

Suprapto, T dan Fahrianoor. 2004. Komunikasi Penyuluhan dalam Teori dan Praktek. Arti Bumi Intaran. Yogyakarta.

Suharyanto. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Tabela di Provinsi Bali. Bali (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik ; Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta : Kanisius