Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Double Row Pada Usahatani Pisang Barangan (Musa Paradisiaca Sapientum L) Dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi di Kabupaten Deli Serdang).

(1)

ANALISIS TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI DOUBLE ROW PADA USAHATANI PISANG BARANGAN (Musa Paradisiaca sapientum L) DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN DELI SERDANG (Studi Kasus : Desa Talun Kenas, Kec. STM Hilir, Kab. Deli Serdang).

SKRIPSI

Oleh :

JEPRI WARDANA

040309008

SEP/PKP

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI DOUBLE ROW PADA USAHATANI PISANG BARANGAN (Musa Paradisiaca sapientum L) DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN DELI SERDANG (Studi Kasus : Desa Talun Kenas, Kec. STM Hilir, Kab. Deli Serdang).

SKRIPSI

Oleh :

JEPRI WARDANA

040309008

SEP/PKP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul :Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Double Row Pada Usahatani Pisang Barangan (Musa Paradisiaca Sapientum L) Dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Talun Kenas, Kec. Stm Hilir, Kab. Deli Serdang).

Nama : Jepri Wardana NIM : 040309008

Departemen : Sosial Ekonomi Pertanian

Program Studi : Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. A. T. Hutajulu, MS) (Ir. Sinar Indra Kusuma, Msi.) NIP: 130 877 998 NIP:

Diketahui Oleh

Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian

( Ir. Luhut Sihombing MP) NIP: 132 005 055


(4)

RINGKASAN

JEPRI WARDANA (040309008) dengan judul Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Double Row Pada Usahatani Pisang Barangan (Musa Paradisiaca Sapientum L) Dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Talun Kenas, Kec. STM. Hilir, Kab. Deli Serdang).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - September 2009 di Desa Talun Kenas, Kecamatan STM. Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui teknologi Double Row budidaya pisang barangan telah sesuai dengan yang dianjurkan oleh USAID-AMARTA di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui hubungan faktor sosial-ekonomi petani: (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga) terhadap teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

5. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan petani untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

Untuk lebih mengarahkan tujuan penelitian maka dirumuskan beberapa hipotesis penelitian, yaitu:

1. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row budidaya pisang barangan di daerah penelitian tinggi.

2. Ada hubungan faktor sosial-ekonomi petani meliputi:

a. Umur terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

b. Tingkat pendidikan terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

c. Pengalaman bertani terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

d. Luas lahan terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

e. Jumlah tanggungan keluarga terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian. Dari hasil pengujian penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Budidaya pisang barangan di daerah penelitian belum mengikuti semua komponen teknologi Double Row dan tidak sesuai dengan anjuran


(5)

2. Tingkat adopsi petani pisang barangan terhadap teknologi Double Row pada usahatani pisang barangan di daerah penelitian sedang

3. Tidak ada hubungan fakto-faktor sosial ekonomi yaitu umur, tingkat pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman bertani terhadap tingkat adopsi petani dalam Teknologi Double Row pada usahatani pisang barangan yang dianjurkan oleh USAID-AMARTA.

4. Masalah-masalah yang dihadapi petani pisang barangan dalam mengadopsi teknologi Double Row di daerah penelitian adalah: kurangnya pemahaman petani, keterbatasan modal petani dan masalah serangan hama dan penyakit tanaman.

5. Upaya yang telah dilakukan petani untuk mengatasi masalah-masalah dalam mengadopsi teknologi Double Row pada usahatani pisang barangan didaerah penelitian adalah: melakukan pendampingan kepada petani secara intensif, petani melakukan sanitasi lahan dan pembongkaran tanaman yang sudah terserang hama dan penyakit.


(6)

RIWAYAT HIDUP

JEPRI WARDANA lahir pada tanggal 11 Desember 1985 di Desa Lawe Tua 1, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara, NAD sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari Alm. Ayahanda Herlan Simanjutak dan Ibunda Lidia Panjaitan.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Pada tahun 1992 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri Lawe Tua, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara dan tamat tahun 1998.

2. Pada tahun 1998 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara dan tamat tahun 2001.

3. Pada tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara dan tamat tahun 2004.

4. Pada tahun 2004 diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

5. Pada tahun 2007 terpilih sebagai Ketua Natal Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

6. Pada bulan Juni - Juli 2008 melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun.

7. Pada tahun 2008 terpilih Sebagai Wakil Ketua Natal Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

8. Pada bulan Mei - September 2009 melaksanakan penelitian di Desa Talun Kenas, Kecamatan STM. Hilir, Kabupaten Deli Serdang.


(7)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk kasihNya dan Anugerah-Nya yang senantiasa menyertai penulis dalam memulai, menjalani dan menyelesaikan masa perkuliahan serta dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah:”ANALISIS TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI DOUBLE ROW PADA USAHATANI PISANG BARANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR SOSIAL-EKONOMI DI KABUPATEN DELI SERDANG” dengan studi kasus Desa Talun Kenas, Kecamatan STM. Hilir, Kabupaten Deli Serdang.

Pada kesempatan ini, penulis dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. A.T. Hutajulu, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Nasional Ginting, SP selaku Koordinator Lapangan AMARTA yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi dan keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Bapak Kepala Desa dan seluruh petani pisang barangan di Desa Talun Kenas yang telah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Instansi yang terkait dengan penelitian ini atas kerjasama dan bantuannya selama penulis mengadakan penelitian.

Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Alm. Ayahanda tercinta K. Simanjuntak dan Ibunda tercinta L. Panjaitan atas doa, didikan, nasehat, materi, dan kasih sayang yang begitu besar kepada penulis, dan kepada abang/kakak saya: B’ Justo Pariyanto Simanjuntak, K’ Lusiyah Simanjuntak, SPd, K’ Nenni Juniati Simanjuntak, Amd, dan K’ Rismawan Simanjutak serta adik saya Srilia Nopita Pebriani Simanjuntak, yang diberi kepada penulis sampai saat ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian SEP’04 (PKP & AGRI) yang tidak bisa penulis sebutkan satu –persatu. Buat Jonri Suhendra Sitompul, SP, Jhonriaman Purba buat bantuan dan kebersamaannya selama penulis mengerjakan skripsi ini, buat kelompok kecilku Pelangi Hosana Terang ( K’ Corry Nova Samosir, SP dan Elisabeth Situmorang, SP), terima kasih buat persahabatan dan kebersamaan selama ini didalam belajar Firman Tuhan serta untuk dukungan dan doanya.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, banyak kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini kedepannya.


(9)

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Nopember 2009


(10)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 7

Tujuan Penelitian ... 8

Kegunaan Penelitian ... 8

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS PENELITIAN ... 10

Tinjauan Pustaka ... 10

Tinjauan Agronomis ... 11

Tinjauan Ekonomis ... 13

Landasan Teori ... 21

Kerangka Pemikiran ... 27

Hipotesis Penelitian ... 30

METODE PENELITIAN ... 31

Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 31

Metode penentuan Sampel ... 31

Metode Pengumpulan Data ... 32

Metode Analisis Data ... 32

Defenisi dan Batasan Operasional ... 38

Defenisi ... 38

Batasan Operasional ... 41

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL ... 42


(11)

Keadaan Penduduk ... 43

Sarana dan Prasarana ... 44

Karakteristik Petani Sampel ... 45

Umur ... 45

Tingkat Pendidikan ... 46

Pengalaman Bertani ... 46

Jumlah Tanggugan ... 47

Luas Lahan... 47

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

Budidaya Pisang Barangan Sistem Double Row ... 48

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Double Row ... 65

Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Terhadap Tingkat Adopsi Petani Dalam Teknologi Double Row ... 66

Masalah-Masalah Yang Dihadapi Petani Dalam mengadopsi Teknologi Double Row Pada Usahatani Pisang Barangan ... 73

Upaya-Upaya Yang Dapat dilakukan Dalam mengatasi Masalah Yang Dihadapi Oleh Petani Pisang Barangan Dalam Mengadopsi Teknologi Double Row ... 74

KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

Kesimpulan ... 75

Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal 1. Data Tanaman Produktif yang Sedang Menghasilkan, Produktifitas dan

Produksi Komoditi Pisang Barangan per Kecamatan di

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007 ... 3 2. Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pisang Barangan Per Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2007. ... 4 3. Kandungan Gizi Buah Pisang , Komposisi Zat Gizi Pisang

per 100 gram Bahan ... 11 4. Perbedaan Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Row ... 19 5. Spesifikasi Pengumpulan Data Petani Sampel Tahun 2009 ... 32 6. Paket Teknologi Double Row Dalam budidaya Pisang Barangan

di Desa Talun Kenas, Kecamatan STM. Hilir, Kabupaten Deli Serdang .. 33 7. Distribusi Penduduk Desa Talun Kenas Menurut Kelompok Umur

Tahun 2008 ... 43 8. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Talun Kenas

Kecamatan STM. Hilir Tahun 2007 ... 44 9. Banyaknya Penduduk Menurut Suku Bangsa Desa Talun Kenas

Kecamatan STM. Hilir Tahun 2007 ... 44 10. Sarana dan Prasarana Sosial Ekonomi yang Tersedia di Desa Talun

Kenas Kec. STM. Hilir Tahun 2007 ... 45 11. Karakteristik Petani Sampel Desa Talun Kenas Kec.STM. Hilir

Tahun 2009 ... 45 12. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pengolahan Lahan

Sesuai Dengan Anjuran Teknologi Double Row ... 49 13. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pemilihan Bibit

Sesuai Dengan Teknologi Double Row ... 50 14. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penanaman

Sesuai Dengan Teknologi Double Row ... 51 15. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penjarangan Anakan


(13)

16. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pemupukan

Sesuai Dengan Anjuran Teknologi Double Row ... 54 17. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penyuntikan Ontong

Sesuai Dengan Anjuran Teknologi Double Row ... 55 18. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pemeliharaan Sesuai

Dengan Anjuran Teknologi Double Row ... 57 19. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pengendalian Hama

dan Penyakit Sesuai Dengan Anjuran Teknologi Double Row ... 59 20. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pemanenan Sesuai

Dengan Anjuran Teknologi Double Row ... 60 21. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pasca Panen Sesuai

Dengan Anjuran Teknologi Double Row ... 61 22. Persentase Petani yang Menerapkan Teknologi Double Row Sesuai

Dengan Anjuran di Desa Talun Kenas Kec.STM Hilir

Kab.Deli Serdang ... 62 23. Kriteria Penilaian Tingkat Adopsi Teknologi Double Row Pada

Usahatani Pisang Barangan Berdasarkan Skor dan Jumlah Sampel Yang Mengadopsi ... 64 24. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Double Row Pada Usahatani

Pisang Barangan ... 65 25a. Hubungan Umur Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi

Double Row di Desa Talun Kenas ... 67 25b. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap

Teknologi Double Row ... 68 25c. Hubungan Pengalaman Bertani Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap

Teknologi Double Row ... 69 25d. Hubungan Jumlah Tanggugan Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap

Teknologi Double Row ... 71 25e. Hubungan Luas Lahan Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap

Teknologi Double Row ... 72 26. Persentase dan Jenis Masalah-Masalah yang Dihadapi Petani


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. Pola Jarak Tanam Pisang Barangan Dengan

Sistem Tanam Konvensional... 20

2. Pola Jarak Tanam Pisang Barangan Dengan Sistem Double Row ... 20

3. Skema Kerangka Pemikiran ... 29

4. Rentetan Mama-Anak-Cucu, Anakan yang Dibiarkan Anakan yang Dibuang ... 52

5. Pemupukan Daun dan Pemupukan Tabur ... 53

6. Penyuntikan Ontong ... 55

7. Proses Pembersihan Batang ... 56

8. Proses Potong Kuku ... 56


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Karakteristik Petani Sampel yang Menggunakan Komponen Teknologi Double Row.

2. Skor Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Double Row. 3. Data Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Dan Tingkat Adopsi.

4. Hasil Analisis Statistic, Hubungan Antara Tingkat Adopsi Petani Dengan Karakteristik Social Ekonomi Petani Sampel.

5. Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Tingkat Adopsi Petani Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani.

6. Rekapitulasi Masalah-Masalah Yang Dihadapi Oleh Petani Dalam Menerapkan Teknologi Double Row.

7. Gambar Kabupaten Deli Serdang (Deli Serdang District of North Sumatera, Indonesia).

8. Kecamatan STM Hilir (STM Hilir Sub-District), District of Deli Serdang, North Sumatera Province, Indonesia.


(16)

RINGKASAN

JEPRI WARDANA (040309008) dengan judul Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Double Row Pada Usahatani Pisang Barangan (Musa Paradisiaca Sapientum L) Dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Talun Kenas, Kec. STM. Hilir, Kab. Deli Serdang).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - September 2009 di Desa Talun Kenas, Kecamatan STM. Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui teknologi Double Row budidaya pisang barangan telah sesuai dengan yang dianjurkan oleh USAID-AMARTA di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui hubungan faktor sosial-ekonomi petani: (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga) terhadap teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

5. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan petani untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

Untuk lebih mengarahkan tujuan penelitian maka dirumuskan beberapa hipotesis penelitian, yaitu:

1. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row budidaya pisang barangan di daerah penelitian tinggi.

2. Ada hubungan faktor sosial-ekonomi petani meliputi:

a. Umur terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

b. Tingkat pendidikan terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

c. Pengalaman bertani terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

d. Luas lahan terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

e. Jumlah tanggungan keluarga terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian. Dari hasil pengujian penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Budidaya pisang barangan di daerah penelitian belum mengikuti semua komponen teknologi Double Row dan tidak sesuai dengan anjuran


(17)

2. Tingkat adopsi petani pisang barangan terhadap teknologi Double Row pada usahatani pisang barangan di daerah penelitian sedang

3. Tidak ada hubungan fakto-faktor sosial ekonomi yaitu umur, tingkat pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman bertani terhadap tingkat adopsi petani dalam Teknologi Double Row pada usahatani pisang barangan yang dianjurkan oleh USAID-AMARTA.

4. Masalah-masalah yang dihadapi petani pisang barangan dalam mengadopsi teknologi Double Row di daerah penelitian adalah: kurangnya pemahaman petani, keterbatasan modal petani dan masalah serangan hama dan penyakit tanaman.

5. Upaya yang telah dilakukan petani untuk mengatasi masalah-masalah dalam mengadopsi teknologi Double Row pada usahatani pisang barangan didaerah penelitian adalah: melakukan pendampingan kepada petani secara intensif, petani melakukan sanitasi lahan dan pembongkaran tanaman yang sudah terserang hama dan penyakit.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang Barangan (Musa Paradisiaca sapientum L) merupakan salah satu komoditas buah unggulan nasional. Pisang sebagai salah satu di antara tanaman buah-buahan memang merupakan tanaman asli Indonesia. Hampir di setiap wilayah banyak dijumpai tanaman ini. Sebenarnya jika tanaman Pisang Barangan dibudidayakan secara komersial, keuntungannya tidak kalah dengan komoditi lain mengingat buah ini sudah diekspor ( Sumartono, 1981 ).

Di Sumatera Utara jenis pisang paling banyak dikembangkan adalah pisang barangan yang merupakan salah satu jenis pisang yang banyak digemari masyarakat dan dikenal dengan pisang meja yang berarti dihidangkan bersamaan dengan saat bersantap ( Sumartono, 1981 ).

Selama ini pisang barangan belum dikembangkan, meskipun sangat digemari masyarakat. Pisang ini dikonsumsi dalam bentuk segar ( tanpa pengolahan ), karena rasanya enak, manis dan harum. Berbeda dengan pisang lainnya ( pisang kepok, pisang mas, pisang banten, dll. ), pisang barangan dibudidayakan secara intensif, dimana sudah terdapat komponen faktor produksi didalamnya, seperti : luas lahan, modal, tenaga kerja dan keahlian ( skill ). Dengan adanya penggunaan unit input produksi ini maka petani dapat memenuhi permintaan pisang barangan, baik di pasar-pasar lokal maupun di luar sentra produksi ( Sumartono, 1981 ).

Komoditi pisang yang dibudidayakan oleh petani di provinsi Sumatera Utara di tanam dengan skala pekarangan untuk kebutuhan sendiri maupun di


(19)

tanam dalam skala luas berupa kebun untuk kebutuhan komersil keluarga. Produksi pisang yang diusahakan dalam bentuk komersil di Kabupaten Deli Serdang berada dalam hamparan yang merupakan daerah sentral pisang barangan yaitu di Kecamatan STM Hilir. Keunggulan pisang barangan memiliki rasa, tekstur dan aroma yang khas dan memiliki daya simpan yang lebih lama. Tanaman pisang ( Musa Sp ) merupakan tanaman buah-buahan tropika beriklim basah, tumbuh baik pada curah hujan yang merata sepanjang tahun (Cahyono, 1995).

Usaha tani pisang saat ini dapat menambah pendapatan petani apabila dapat diterapkan penanaman pisang yang secara modern. Penanaman modern secara umum belum diketahui oleh masyarakat, karena kebanyakan masyarakat menanam secara tradisional, maka dengan demikian pemerintah setempat khususnya Dinas Pertanian Sumatera Utara melakukan terobosan dengan adanya penyuluhan pertanian di daerah Kabupaten Deli Serdang khususnya dalam penyuluhan cara penanaman, perawatan atau pemeliharaan dan pemupukan tanaman pisang. Agar dapat menghasilkan produksi yang lebih bermutu dan dapat memenuhi permintaan pasar baik lokal maupun luar negeri. Saat ini dikhususkan di daerah Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang karena merupakan

daerah sentra produksi buah pisang (tabel 1) di Sumatera Utara ( Dinas Pertanian, 2006 ).


(20)

Tabel 1. Data Tanaman Produktif yang sedang Menghasilkan, Produktivitas dan Produksi Komoditi Pisang Barangan per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007.

Kecamatan

Tanaman produktif yg sedang

menghasilkan Produktivitas (kw/Ha)

Produksi (kwintal) Pokok Ha

Lubuk Pakam 500 0,50 175 87,50 Pagar Merbau 2.200 2,20 181,81 400,00 Beringin 2.500 2,50 115,5 288,75 Gunung Meriah 23.000 23,00 169,56 3.900,00 Biru-Biru 150.000 150,00 100 15.000,00 Patumbak 2.000 2,00 162,5 325,00 STM Hulu 41.000 41,00 114,63 4.700,00

STM Hilir 800.000 800,00 137,5 110.000,00

Deli Tua 1.500 1,50 123,33 185,00 Pancur Batu 80.000 80,00 125 10.000,00 Namorambe 200.000 200,00 137,45 27.490,00 Sibolangit 750 0,75 153,33 115,00 Kutalimbaru 7.000 7,00 142,85 1.000,00 Sunggal 10.000 10,00 145 1.450,00 Hamparan Perak 50 0,05 110 5,50 Labuhan Deli 600 0,60 112,5 67,50 Batang Kuis 1.820 1,82 67,69 123,20 Percut Sei Tuan 25.000 25,00 144 3.600,00 Pantai Labu 130 0,13 155,76 20,25 Tanjung Morawa 1.230 1,23 135,36 166,50 Galang 1.200 1,20 152,08 182,50 Bangun Purba 30.000 30,00 116,66 3.500,00

Jumlah 1.136.342 1.380,48 2.977,56 182.606,70

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Deli Serdang 2007.

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Kecamatan STM. Hilir merupakan Kecamtan yang paling luas lahannya sebesar 800 Ha dan yang paling besar produksinya sebesar 110.000 Kwintal diantara Kecamatan lainnya di Kabupaten Deli Serdang.


(21)

Tabel 2. Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pisang per Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2007.

No Kabupaten/Kota

Luas Panen

(Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton)

1 Medan 6 121,26 79 2 Langkat 138 187,2 2.576

3 Deli Serdang 3.186 228,23 72.715

4 Simalungun 892 223,04 19.904 5 Tanah Karo 126 164,44 2.066 6 Asahan 135 156,13 2.107 7 Lab.Batu 32 197,49 629 8 Tap.Utara 229 143,24 3.274 9 Tap.Tengah 57 180,2 1.020 10 Tap.Selatan 34 368,41 1.265 11 Nias 22 126,2 280 12 Dairi 47 118,02 557 13 Teb.Tinggi 2 91,77 18 14 Tanj.Balai 13 83,99 107 15 Binjai 4 104,95 37 16 P.Siantar − − −

17 Tobasa 6 97,24 54 18 Madina 17 203,25 339 19 P.Sidempuan 6 113,22 64 20 H.Hasundutan 34 109,29 371 21 Pak-Pak Barat − − −

22 Samosir 4 32,73 13 23 Serdang Bedagai 227 101,26 2.303 24 Nias Selatan 44 110,54 482

Jumlah 5.261 3262,1 110.260

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa Kabupaten Deli Serdang merupakan Kabupaten yang paling luas lahannya sebesar 3.186 Ha dan yang paling besar produksinya sebesar 72.715 Ton di Propinsi Sumatera Utara.

Kalau di perhatikan secara cermat, minat konsumen untuk menikmati buah segar dalam negeri yang didominasi pisang barangan, oleh karena itu, perlu dipersiapkan buah segar dengan menggerakkan para petani buah pisang barangan agar mampu menerapkan teknologi produksi (pada penelitian ini dengan teknologi

Double Row) secara sentra agar pengelolaan kebun buah yang baik dan benar, sehingga produksi buah pisang barangan mencapai nilai ekonomi yang tinggi.


(22)

Pada tahun 2005, pisang barangan merupakan buah unggulan propinsi Sumatera

Utara dengan produksi sebesar 134.276 ton dan luas areal 3.047 Ha ( Anonimus, 2006 ).

Produksi pisang barangan sudah lama diekspor di dalam negeri seperti kota Jakarta, Bandung, Semarang, Jogyakarta dan Bali, sementara ke luar negeri pisang barangan sudah diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura. Namun produksi pisang barangan masih perlu ditingkatkan kuantitasnya maupun kualitasnya karena kebutuhan konsumen lokal tetap meningkat, dan komoditas di

kenal sebagai komoditas ekspor yang dapat menjadi sumber devisa negara ( Munajim, 1984 ).

Sebuah komponen dari program AMARTA adalah menyediakan teknologi maju bagi petani-petani dalam usaha mengulangi intervensi keberhasilan. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan penghasilan petani pisang. Penanaman Pisang dengan Sistem Dua Jalur (Double Raw) dari USAID-AMARTA akan meningkatkan produksi Pisang hampir 80% dari sistem yang ada sebelumnya.

Teknologi yang diterapkan pada budidaya Pisang Barangan diperkenalkan oleh Julian Velez, Ph.D. adalah seorang dosen di Universitas Columbia dan sebagai konsultan di AMARTA khususnya komoditi Pisang Barangan. Ia memberikan suatu teknologi dengan metode penanaman dengan sistem Double Row dan penjarangan anakan dengan menggunakan ”prinsip Mama-Anak-Cucu”.

Penanaman sistem Double Row dapat meningkatkan kepadatan populasi pisang hingga mencapai 2.000-2.200 batang per hektar dan dalam panen tahunan dengan pemisahan/memilah (meristems) untuk mencegah penyebaran Fusarium.


(23)

Antar jalur dapat ditanam dengan tanaman lain untuk menambah pendapatan petani, seperti semangka dan tanaman yang lainnya. Metode ini diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi melalui efisiensi dan efektivitas penggunaan input (sarana produksi tanaman).

Budidaya pisang barangan dengan sistem konvensional, memiliki jarak tanam 3,5m x 2m atau 3m x 3 m dengan kepadatan 1.100-1.300 pohon pisang per hektar. Sedangkan budidaya pisang barangan dengan sistem Dua Jalur (Double Row) memiliki jarak tanam 1m x 2m x 4m dengan kepadatan 2.000-2.200 pohon pisang per hektarnya. Keadaan ini menunjukkan dengan sistem Double Row jumlah pohon pisang 2 kali lipat lebih banyak dari sistem konvensional.

Usahatani pisang barangan dengan sistem konvensional budidaya masih sederhana, sehingga hasilnya tidak memenuhi standar ekspor, menyebabkan pendapatan para petani masih rendah. Dengan adanya teknologi Double Row, diharapkan penerimaan petani pisang barangan dapat meningkat, melalui kualitas buah yang memenuhi standar ekspor disamping jumlah kepadatan pohon pisang lebih banyak, sehingga diharapkan pendapatan petani meningkat.

Budidaya pisang barangan dengan sistem konvensional dan sistem Double Row yaitu meliputi persiapan lahan, pengaturan jarak tanaman, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Umumnya sama, namun terdapat perbedaan antara kedua sistem ini yakni terletak pada jarak tanam dan kegiatan pemeliharaannya. Dasar penelitian ini adalah peneliti melihat dengan adanya teknologi baru yaitu sistem Double Row yang diperkenalkan oleh USAID-AMARTA, yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan petani pisang barangan melalui kualitas buah yang memenuhi standar ekspor dan kuantitas buah


(24)

pisang barangan, sehingga pendapatan petani pisang barangan dapat meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sejauh mana tingkat adopsi petani terhadap Teknologi Double Row ini, dengan mengambil lokasi penelitian di Desa Talun Kenas, Kecamatan STM.Hilir, Kabupaten Deli Serdang, daerah ini juga merupakan binaan dari USAID-AMARTA mulai dari tahun 2007 dan juga peneliti termasuk salah satu petugas yang direkrut oleh USAID-AMARTA sebagai pendamping petani dalam penerapan teknologi Double Row di daerah penelitian.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan yang perlu diteliti sebagai berikut :

1. Apakah teknologi Double Row yang diadopsi petani telah sesuai dengan yang dianjurkan USAID-AMARTA di daerah penelitian?.

2. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian?.

3. Bagaimana hubungan faktor sosial-ekonomi petani: (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian?.

4. Apa masalah-masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian?.

5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian?.


(25)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut, yaitu untuk:

6. Mengetahui teknologi Double Row budidaya pisang barangan telah sesuai dengan yang dianjurkan oleh USAID-AMARTA di daerah penelitian. 7. Mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row dalam

budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

8. Mengetahui hubungan faktor sosial-ekonomi petani: (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga) terhadap teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

9. Mengetahui masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

10.Mengetahui upaya yang dilakukan petani untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Sebagai bahan refrensi dan studi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka peningkatan produksi usaha tani pisang barangan.


(26)

4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan untuk menjadi seorang peneliti.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Pisang merupakan salah satu tanaman buah yang mempunyai prospek yang cukup cerah, dimana setiap orang gemar mengkonsumsi buah pisang. Tanaman pisang dapat hidup dengan baik di daerah yang mempunyai iklim tropis sampai ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut. Pada keadaan kering pun masih bisa hidup, ini hubungannya dengan batangnya yang mengandung air (Sumartono, 1981).

Pisang barangan merupakan jenis buah pisang yang sangat terkenal sebagai pisang meja atau segar yang dinikamti setelah makan nasi. Ciri-ciri buah pisang barangan adalah bentuk buah lurus, pangkal bulat, panjang buah 12-18 cm, diameter buah 3-4 cm. Warna kulit buah kuning kemerahan dengan bintik-bintik cokelat, warna daging buah agak orange. Rasa daging buah enak dan aromanya harum (Mulyanti, 2005).

Manfaat pisang bagi kesehatan cukup potensial karena buah pisang mengandung makanan yang bergizi lengkap. Menurut ilmuwan dari Universitas Johns Hopkins di Amerika Serikat bahwa potasium (kalsium) dalam pisang sangat membantu memudahkan pemindahan garam (natrium) dalam tubuh, sehingga akan cepat menurunkan tekanan darah (Mulyanti, 2005).

Pisang barangan termasuk buah meja yang populer di Indonesia. Pertandan terdiri dari 6-12 sisir, dengan berat 12-20 kg. Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah. Bentuk buah lurus, pangkal bulat, panjang 11 cm, diameter 2,9 cm. Daging buah


(28)

kuning keputihan, tidak berbiji, manis, kering dan beraroma. Berat per buah 60 gram (Anonimus, 2005).

Kandungan gizi buah pisang mengandung energi, protein, lemak, berbagai vitamin dan mineral, komposisi zat gizi pisang per 100 gram bahan.

Tabel 3 : Kandungan Gizi Buah Pisang, per 100 gram bahan

Senyawa Kompetensi Air (gram) 75,00

Energi (K) 88,00 Karbohidrat (gram) 23,00 Protein (gram) 1,20 Lemak (gram) 0,20 Ca (mg) 8,00 P (mg) 28,00 Fe (mg) 0,60 Vitamin A 439,00 Vitamin B-1 (mg) 0,04 Vitamin C (mg) 78,00 ( Mulyanti, 2005)

Tinjauan Agronomis

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang (Astuti, 1989). Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang oleh para penyebar agama Islam disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal di antaranya adalah: Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia,


(29)

Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia.

Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa spp.

Suhu merupakan faktor utama untuk pertumbuhan. Di sentra-sentra produksi utamanya suhu udara tidak pernah turun sampai di bawah 15° C dengan jangka waktu yang cukup lama; suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah sekitar 27° C, dan suhu maksimumnya 38° C. Di dataran tinggi daerah ekuator, pisang tak dapat tumbuh pada ketinggian di atas 1600 m dpl.

Kebanyakan pisang tumbuh baik di lahan terbuka, tetapi kelebihan penyinaran akan menyebabkan terbakar-matahati (sunburn). Dalarn keadaan cuaca berawan atau di bawah naungan ringan, daur pertumbuhannya sedikit panjang dan tandannya lebih kecil. Pisang sangat sensitif terhadap angin kencang, yang akan merobek-robek daunnya, menyebabkan distorsi tajuk dan dapat merobohkan pohonnya.

Diperlukan pasokan air yang cukup; untuk pertumbuhan optimalnya curah hujan hendaknya 200-220 mm, dan kelembapan tanahnya jangan kurang dari 60-70% dari kapasitas lapangan, jadi sebagian besar lahan memerlukan pengairan tambahan. Tanah yang paling baik untuk pertumbuhan pisang adalah tanah liat yang dalam dan gembur, yang memiliki pengeringan dan aerasi yang baik. Kesuburan yang tinggi akan sangat menguntungkan dan kandungan bahan


(30)

organiknya hendaknya 3% atau lebih. Tanaman pisang toleran terhadap pH 4,5-7,5 (Sumartono, 1981).

Tinjauan Ekonomis

Tanaman pisang memang banyak di manfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Bunga dan bonggol pisang biasanya dimanfaatkan untuk dibuat sayur, manisan, acar, dan lalapan. Daun pisang banyak dimanfaatkan untuk membungkus. Daun-daun yang tua dan kulit buah pisang digunakan untuk pakan ternak dan biasa pula dibuat kompos. Batangnya digunakan untuk membuat lubang pada bangunan, dan buahnya banyak digunakan sebagai makanan.

Pisang bisa disebutkan sebagai buah kehidupan. Kandungan kalium yang cukup banyak terdapat dalam buah ini mampu menurunkan tekanan darah, menjaga kesehatan jantung, dan memperlancar pengiriman oksigen ke otak. Selain itu, kandungan Vitamin A yang tinggi dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap ISPA, kulit bersisik, dan kebutaan. Manfaat lain, pisang bisa menjadi pengganti makanan pokok, sehingga mengurangi ketergantungan rakyat Indonesia terhadap beras.

Selain buahnya, tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan dari bagian bonggol hingga daunnya. Bonggol tanaman pisang (berupa umbi batang) dan batang muda dapat diolah menjadi sayuran. Bunga pisang (dikenal sebagai jantung pisang) dapat digunakan untuk sayur, manisan, acar, maupun lalapan. Daunnya lazim digunakan untuk pembungkus makanan, yang dapat memberikan

rasa harum spesifik pada nasi yang dibungkus dalam keadaan panas (Astuti, 1989).


(31)

Jenis Pisang

Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan atas tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah. Pada pisang serat (Musa textilis), yang dimanfaatkan bukan buahnya, tetapi serat batangnya untuk pembuatan tekstil. Pisang hias umumnya ditanam bukan untuk diambil buahnya tetapi sebagai hiasan yang cantik, contohnya adalah pisang kipas dan pisang-pisangan.

Pisang buah (Musa paradisiaca) ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah dapat dibedakan atas empat golongan. Golongan pertama adalah yang dapat dimakan langsung setelah matang (disebut juga pisang meja), contohnya adalah: pisang kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon kuning, ambon lumut, barangan, serta pisang cavendish. Golongan kedua adalah yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang kepok dan pisang raja. Golongan keempat adalah pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah, misalnya pisang klutuk (pisang batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak. Pisang klutuk beserta kulitnya sering ditambahkan ke dalam rujak untuk mencegah sakit perut atau mules setelah makan rujak (Cahyono, 1995).

Budidaya Pisang Barangan Dengan Sistem Double Row Meliputi : 1. Pengolahan Lahan

Lahan yang mempunyai rumputan tebal sebaiknya dilakukan pembabatan kemudian dibersihkan. Tanah yang padat dilakukan pembajakan


(32)

(dengan traktor) kemudian penggaruan atau pentraktoran dua kali dengan jalur yang berbeda (memotong). Lahan yang gembur (tidak padat) siap untuk ditanam. 2. Pemilihan Bibit

Bibit yang baik adalah berasal dari kultur jaringan, tetapi jika tidak ada maka dapat saja dipergunakan dari anakan dari pohon induk yang sudah cukup tua (sudah tebang beberapa kali dalam satu rumpun) dan mempunyai batang dan buah yang masih bagus. Bibit yang demikian pada umumnya sudah terseleksi secara alamiah (unggul). Anakan yang dijadikan bibit yang bersumber dari pohon induk dapat dikelompokkan menjadi (anakan dewasa ”maiden sucker” dan rebung ”peeper”). Anakan dewasa (berdaun 2 helai) dan anakan sedang (berdaun satu helai) sudah siap ditanam di lapangan.

Ukuran bibit yang berasal dari anakan sebaiknya berkisar antara 60-70 cm (seragam). Sebelum ditanam disterilkan dengan menggunakan bayclin dosis 30 cc per liter air. Anakan muda dan rebung maka sebaiknya disemaikan terlebih dahulu dengan menggunakan polybag hingga tinggi anakan mencapai 60-70 cm baru siap ditanam di lapangan.

3. Penanaman

Bibit yang berasal dari perbanyakan kultur jaringan atau anakan yang sudah berada di dalam polybag, maka terlebih dahulu dikeluarkan dari polybag dengan hati-hati agar tanah jangan pecah. Bibit yang sudah dikeluarkan dari polybag ditanam pada lubang yang sudah disediakan. Bibit yang berasal dari anakan setelah disterilisasi dapat ditanam pada lubang yang dipersiapkan. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 x 30 cm atau disesuaikan dengan ukuran bibit. Lubang ditutup kembali dengan tanah galian.


(33)

4. Pengaturan/Penjarangan Anakan

Penyeleksian anakan dalam satu rumpun dilaksanakan 7-8 minggu sekali. Dalam satu rumpun hanya dibiarkan maksimum 3 batang, yakni membentuk sebuah rentetan 1 batang mama(induk), 1 batang anak dan 1 batang cucu. Anakan yang berlebih dalam satu rumpun dikurangi dengan cara memotong miring keluar dan jangan sampai merusak tanaman utama (MAMA-ANAK-CUCU). Anakan yang dikeluarkan dari rumpun masih mempunyai bonggol dan sudah berukuran 60-70 cm dapat ditanam di lapangan sedangkan yang masih kecil dimasukkan ke dalam polybag untuk dijadikan bahan bibit.

5. Pemupukan

Pupuk yang dipergunakan adalah pupuk UREA = 36 gr/batang/bulan, KCL = 42 gr/batang/bulan dan Dolomit = 63 gr/batang/bulan. Metode pemberian pupuk sistem tabur melingkar dengan jarak 0-30 cm dari batang pada tanaman muda dan setengah lingkaran pada tanaman yang sudah pernah ditebang. Bila tanaman terlihat kekurangan unsur hara mikro maka pemupukan ditambah dengan pupuk daun seperti Growmore dengan dosis 1 gr/liter air dengan frekuensi 2 minggu sekali.

6. Penyuntikan Ontong

Penyuntikan ontong dilakukan dengan insektisida dengan dosis maksimum 0,02 gr/ontong dilarutkan dalam air 20 cc untuk kebutuhan setiap ontong. Penyuntikan dilakukan pada saat ontong baru keluar dan tegak ke atas dan disuntik 1/3 bagian atas ontong.


(34)

7. Pemeliharan

Adapun pemeliharaan yang dianjurkan oleh USAID-AMARTA adalah sebagai berikut:

Pemotongan Kuku

Pemotongan kuku buah berfungsi untuk menjadikan buah mulus dan penyerapan unsur hara optimal oleh bakal buah. Dilakukan dengan cara memetik kuku buah dengan tangan pada saat buah masih muda. Dilakukan tiga kali seminggu (tutup buah dibawahnya belum jauh) dan dimulai dari buah yang paling atas.

Pemotongan Ontong

Pemotongan ontong bertujuan untuk mengoptimalkan penyerapan unsur hara oleh bakal buah. Dilaksanakan pada saat buah di sisir terakhir sejajar dengan tanah. Dilakukan dengan tangan tanpa alat seperti pisau. Pada saat pemotongan ontong, buah yang tidak sempurna juga turut dibuang dan ditinggalkan 1-2 buah dalam satu sisir.

Pembersihan Batang

Alat yang dipergunakan harus benar-benar bersih dengan menggunakan desinfektan. Batang pisang harus dibersihkan dari daun-daun yang kering ataupun daun-daun yang sudah sakit. Bagian daun yang sakit sebaiknya dipotong untuk mengurangi serangan penyakit dan tetap menjaga jumlah daun (minimal 6). Daun yang telah tua (kering lebih dari 50%) sudah dapat dipotong dan dibuang, karena dianggap tidak berfungsi lagi bagi tanaman. Metode pemotongan daun relatif dekat dengan batang.


(35)

8. Hama dan Penyakit

Tanaman yang terkena penyakit kerdil, diatasi dengan membongkar tanaman yang sakit, alat yang digunakan disterilkan dengan disinfektan dan diganti dengan tanaman baru. Penyakit layu fusarium dapat dicegah dengan pemilihan bibit yang sehat, pengunaan alat yang steril, dan menghindari mobilitas yang tinggi. Bila sudah terserang maka tanaman yang sakit sebaiknya dibongkar dan dibakar dan bila tidak memungkinkan maka tanaman sebaiknya dibunuh dengan menyuntikkan herbisida sistemik (seperti Round Up) dengan dosis 1 cc per 5 cm lingkar batang pada ketinggian 30 cm dari tanah. Maksimum penggunaan 15 cc per rumpun pisang.

Pengendalian terhadap penggerek batang dapat dilakukan dengan sanitasi, karena hama ini hidup dan berkembang biak pada sampah-sampah yang membusuk. Tanaman yang sudah terserang, bila sudah tidak memungkinkan untuk dibiarkan tumbuh maka sebaiknya tanaman dipotong, dan bagian titik tumbuh dicongkel agar anakan cepat tumbuh. Pengendalian terhadap Ulat pengulung daun yaitu secara mekanis dengan memangkas bagian-bagian daun yang terserang kemudian dihancurkan. Pengendalian terhadap Thrips dilakukan dengan penyuntikan ontong pisang dengan insektisida dengan dosis maksimum 0,02 gr Bahan Aktif per ontong atau dengan pembungkusan tandan pisang dengan plastik warna biru atau putih. Pengendalian terhadap Sigatoka yaitu dengan menjaga kesuburan tanah dan daun-daun yang menunjukkan gejala dipotong (dioperasi).


(36)

9. Panen

Tingkat kematangan buah yang sudah dapat dipanen berkisar antara 75-85%. Penentuan saat panen dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan menggunakan kliper yang terbuat dari kayu dan yang kedua melalui umur buah. Kliper dibuat dengan ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan konsumen. Untuk Pisang Barangan umumnya ukuran kliper 3,3 cm dan ini sebagai penentu dengan mencocokkan pada buah pisang di sisir kedua bagian tengah. Sedangkan jika menggunakan umur buah maka buah tersebut dapat dipanen dan dinyatakan sudah tua setelah umur 11-12 minggu dari keluar bunga.

10.Pasca Panen

Pengangkutan dilakukan dengan hati-hati agar jangan terjadi gesekan yang menyebabkan kulit buah pisang memar. Setelah buah disisir sebaiknya dicuci dan disusun bagian tandan di sebelah bawah. Setelah kering maka dapat dilakukan pengepakan. Untuk melihat sejauh mana perbedaan budidaya pisang barangan sistem Double Row dengan sistem Konvensional secara ringkas di kemukakan dalam tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Row. No. Perbedaan Konvensional Sistem Double Row

1 Jarak Tanam 3m x 3m 1m x 2m x 4m 2 Populasi 1.100-1.300 batang 2.000-2.200 batang 3 Sistem Penjarangan Anakan Mama Mama-Anak-Cucu 4 Pemupukan 1 x 4 bulan 1 x 1 bulan 5 Pemupukan Daun Tidak Ada Ada 6 Pensterilan Alat Tidak Ada Ada 7 Penyuntikan Ontong Tidak Ada Ada 8 Pemasangan Pita Tidak Ada Ada 9 Pemotongan Kuku Tidak Ada Ada 10 Pemotongan Ontong Tidak Ada Ada Sumber: Koordinator Lapangan USAID-AMARTA.


(37)

3 meter 3 meter

3 atau 4 meter

1 meter 1,75 atau 2 meter

Utara Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa perbedaan budidaya pisang barangan antara sistem Double Row dengan konvensional yang paling berbeda adalah jarak tanam dimana Double Row 1 x 2 x 4m, konvensional 3 x 3m, jumlah populasi Double Row 2.000-2.200 batang per hektar sedangkan konvensional 1.100-1.300 batang per hektarnya, sistem penjarakan anakan, pemupukan dan cara pemeliharaan.

Gambar 1. Pola Jarak Tanam Pisang Barangan dengan Sistem Tanam Konvensional


(38)

Landasan Teori

Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi, sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dan dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya. Adopsi inovasi merupakan dimensi waktu. Pada penyuluhan pertanian, banyak kenyataan petani biasanya tidak menerima begitu saja, tetapi untuk tahapan mereka mau menerima ide-ide tersebut diperlukan waktu yang relatif lama.

Suatu keputusan untuk melakukan perubahan dari semula hanya mengetahui sampai sadar dan merubah sikapnya. Untuk melaksanakan suatu ide baru tersebut, biasanya juga merupakan hasil dari urutan-urutan kejadian dan pengaruh tertentu berdasarkan dimensi waktu, dengan kata lain suatu perubahan sikap yang dilakukan oleh petani adalah merupakan proses yang memerlukan waktu dimana tiap-tiap petani berbeda – beda satu sama lainnya.

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide atau alat teknologi baru yang disampaikan lewat pesan komunikasi. Adopsi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat, menilai sampai menerapkan inovasi tersebut ( Levis, 1996 ).

Usaha yang dilakukan dalam memperkenalkan suatu teknologi baru ( inovasi ) kepada seseorang, maka sebelum orang tersebut mau menerapkannya, terdapat suatu proses yang disebut proses adopsi. Pada proses ini terdapat tahapan-tahapan yang meliputi tahapan dari belum diketahui sesuatu oleh seseorang sampai dengan diterapkannya inovasi tersebut. Proses penerimaan


(39)

inovasi terdapat lima ( 5 ) tahapan yang dilalui sebelum seseorang bersedia menerapkan suatu inovasi yang diperkenalkan kepadanya, yaitu:

1. Sadar, adalah seorang belajar tentang ide baru, produk atau praktek baru. Dia hanya mempunyai pengetahuan umum mengenai ide baru tersebut, tidak mengetahui kualitasnya dan pemanfaatannya secara khusus.

2. Tertarik, adalah seorang tidak puas hanya mengetahui keberadaan ide baru itu, tapi ingin mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih mendetail: apa itu, apa yang dapat dikerjakan dan cara kerja ide baru tersebut, mendengar dan membaca informasi mengenai ide baru tersebut.

3. Penilaian, adalah seorang menilai semua informasi yang diketahuinya dan memutuskan apakah ide baru itu baik untuknya.

4. Mencoba, adalah seseorang sekali dia putuskan bahwa dia menyukai ide tersebut, dia akan mengadakan percobaan. Hal ini mungkin terlaksana dalam kurun waktu yang lama dan dalam skala yang terbatas.

5. Adopsi atau menerapkan, adalah tahap seseorang menyakini akan kebenaran atau keunggulan ide baru tersebut sehingga menerapkannya dan mungkin juga mendorong penerapan orang lain, dan inovasi biasanya diadopsi dengan cepat karena:

- Memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani. - Sesuai dengan nilai-nilai sosial/adat setempat. - Tidak rumit.

- Dapat dicoba dalam skala kecil. - Mudah diamati ( Ginting, 2002 ).


(40)

Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat menerima inovasi tidaklah sama, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman pribadi, tekanan dalam kelompoknya serta sikap dan kondisi petani pada saat inovasi tersebut diperkenalkan. Menurut para pakar sosiologi berdasarkan atas kerangka waktu penerimaannya, maka penerimaan inovasi dapat digolongkan ke dalam lima macam kelompok masyarakat, yaitu:

1. Kelompok Inovator adalah kelompok yang berpikir maju dan selalu mencari inovasi baru serta menerapkan inovasi tersebut dalam usahataninya.

2. Kelompok Penerap dini ( early adopters ) adalah kelompok petani yang cepat mengikuti inovator.

3. Kelompok Penerap mayoritas awal ( early majority ) adalak sekelompok petani penerap menengah setelah melihat kelompok penerapan dini menerapkan inovasi itu.

4. Kelompok Penerap mayoritas akhir ( late mayority ) adalah kelompok petani yang lambat dalam menerima suatu inovasi ( teknologi atau praktek-praktek baru ).

5. Kelompok penentang ( laggard ) adalah sekelompok petani yang tidak mau menerima inovasi ( Suhardiyono, 1992 ).

Penyebaran teknologi baru memiliki waktu untuk diterapkan oleh petani disebabkan karena setiap hal atau pemikiran baru untuk dapat diterima oleh

seseorang lebih dahulu mengalami proses yaitu proses adopsi ( Van Den Ban dan Hawkins, 2000).


(41)

Perubahan perilaku melalui penyuluhan pertanian pada diri petani pada umumnya berjalan dengan lambat, hal ini disebabkan:

1. Tingkat pengetahuan, kecakapan dan mental petani.

2. Penyuluhan yang disampaikan hanya akan diterapkan apabila setelah para petani mendapat gambaran nyata atau berkeyakinan bahwa hal-hal yang diterima dari penyuluhan akan berguna, memberikan keuntungan, peningkatan hasil bila dipraktekkan dan tidak menimbulkan kerugian terhadap apa yang sedang dilakukan ( Kartasapoetra, 1994 ).

Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Hal ini pada umumnya karena tingkat kesejahteraan hidupnya dan keadaan lingkungan dimana mereka tinggal, dapat dikatakan masih menyedihkan sehingga menyebabkan pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperi ini tentu akan menekan sikap dan mentalnya.

Perubahan perilaku dapat dilakukan melalui: 1. Penarikan Minat

Teori mendidik yang tingkat intelegensinya masih rendah dan mental yang tertekan, hanya dapat dijalankan dengan cara mengajak untuk dapat melihat, mendengar dan ikut melakukan sendiri dengan baik apa yang menjadi materi dalam penyuluhan tersebut.

2. Mudah dan Dapat Dipercaya

Apa yang disampaikan dalam penyuluhan pertanian ( objek/materi ) mudah dimengerti, berguna secara nyata dan menarik kepercayaan petani, bahwa


(42)

benar sejak diperlihatkan, diperdengarkan ( diajarkan ) dapat dilakukan para petani dan benar-benar dapat meningkatkan hasil dan kesejahteraannya.

3. Peragaan dan Disertai Dengan Sarana

Penyuluhan harus disertai dengan peragaan yang didukung dengan sarana/alat-alat peragaan yang mudah didapat, murah dan mudah dikerjakan oleh para petani apabila mereka berniat untuk mempraktekkannya.

4. Waktu dan Tempatnya Harus Tepat

Para penyuluh harus pandai memperhitungkan kapan petani bersantai/ada di rumah, kapan biasanya mereka berkumpul dan dimana kebiasaan mereka berkumpul dilakukan ( Sastraadmadja, 1993 ).

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan diantara keberhasilan agen pembaharuan mempengaruhi petani dalam menerima inovasi dengan kerja usaha yang ia lakukan dalam memperkenalkan suatu inovasi baru. Semakin rajin penyuluh menawarkan inovasi atau mempromosikan inovasinya, maka proses adopsi akan semakin cepat ( Negara, 2000 ).

Suatu paket teknologi pertanian akan tidak ada manfaatnya bagi petani di pedesaan jika teknologi tersebut tidak dikomunikasikan pada masyarakat pedesaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan struktur komunikasi informasi di pedesaan menjadi sangat kompleks sehingga dapat dikatakan bahwa akan ada perubahan secara terus-menerus dalam cara kerja ( teknik kerja ) pada petani jika mereka melakukan komunikasi teknologi yang baik dan tepat ( Negara, 2000 ).

Peran media komunikasi menjadi sangat penting terutama dalam proses pendekatan dalam menyampaikan suatu maksud agar dapat diterima oleh


(43)

masyarakat petani. Sukses atau gagalnya serta untung atau ruginya hasil-hasil pertanian sangat dipengaruhi oleh adanya informasi yang diterima oleh para petani ( Ginting, 2002 ).

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usaha taninya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial-ekonomi petani yaitu: umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga.

1. Umur Petani

Makin tua ( umur produktif 22-55 tahun ) petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi inovasi.

2. Tingkat Pendidikan Petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi ( Soekartawi, 1986 ).

3. Pengalaman Bertani

Petani yang sudah lebih lama berusaha tani akan lebih mudah menerapkan inovasi dibanding dengan membuat perbandingan dalam mengambil keputusan dibandingkan yang masih pemula dalam berusaha tani ( Soekartawi, 1986 ).


(44)

4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan lebih sulit dalam menerapkan teknologi baru karena biaya untuk mencukupi kebutuhan keluarga sangat tinggi, sehingga mereka sulit menerima resiko yang besar jika nantinya inovasi tersebut tidak berhasil ( Soekartawi, 1986 ).

5. Luas Lahan Petani yang mempunyai lahan yang lebih luas akan lebih mudah

menerapkan inovasi dibanding dari pada petani yang berlahan sempit. Hal ini

dikarenakan keefektifan dan efesiensi dalam penggunaan sarana produksi ( saprodi ) ( Soekartawi, 1986 ).

Kerangka pemikiran

Petani pisang barangan dalam melakukan budidaya pisang melakukan tahapan seperti, pembibitan, pengolahan lahan, atau persiapan lahan, penanaman, pemberian pupuk, penyiangan, pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen. Penyuluh mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan teknologi pada petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan lebih cepat diterima oleh petani.

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usaha taninya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial-ekonomi petani, yaitu: umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga.

Seorang petani dalam mengadopsi teknologi budidaya pisang barangan tidaklah sama, ada yang cepat, ada yang lambat bahkan ada yang menunda atau


(45)

tidak menerima ( menolak ), oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan rendah, sedang dan tinggi.

Tingkat adopsi teknologi budidaya pisang barangan diukur dengan pemanfaatan budidaya anjuran yang disarankan oleh penyuluh dari USAID-AMARTA. Tingkat adopsi teknologi budidaya pisang barangan dikategorikan kedalam tiga tingkatan adopsi yaitu tingkat adopsi tinggi, tingkat adopsi sedang dan tingkat adopsi rendah. Dan dalam proses mengadopsi Teknologi Double Row, petani menghadapi masalah-masalah dan dari masalah tersebut petani mencari upaya untuk menyelesaikan masalah- masalah yang dihadapinya.


(46)

Secara ringkas uraian diatas dapat digambarkan pada skema kerangka pemikiran berikut:

Keterangan:

: Ada hubungan Gambar 3: Skema Kerangka Pemikiran

Teknologi Double Row Petani Pisang

Barangan

Usahatani Pisang Barangan

Tingkat Adopsi

Rendah Sedang Tinggi

Faktor Sosial-Ekonomi: 1.Umur Petani

2.Tingkat Pendidikan 3.Pengalaman Bertani 4.Luas Lahan

5.Jumlah Tanggungan Keluarga

Masalah-Masalah

Upaya untuk mengatasi masalah

Tahapan Teknologi Double Row:

1. Pengolahan Lahan 2. Pemilihan Bibit 3. Penjarangan Anakan

(Mama-Anak-Cucu) 4. Penanaman

5. Pemupukan

6. Penyuntingan Ontong 7. Pemeliharaan

8. Pengendalian Hama dan Penyakit

9. Panen 10.Pasca Panen


(47)

Hipotesis penelitian

Berdasarkan skema kerangka pemikiran maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian adalah sebagai berikut:

3. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row budidaya pisang barangan di daerah penelitian tinggi.

4. Ada hubungan faktor sosial-ekonomi petani meliputi:

f. Umur terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

g. Tingkat pendidikan terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

h. Pengalaman bertani terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

i. Luas lahan terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.

j. Jumlah tanggungan keluarga terhadap tingkat adopsi teknologi Double Row budidaya pisang barangan secara parsial di daerah penelitian.


(48)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara Purposive Sampling, yaitu penentuan secara sengaja di Desa Talun Kenas Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang dengan pertimbangan bahwa di desa tersebut adanya penyuluhan tentang teknologi Double Row pada budidaya pisang barangan dan sebagai salah satu wilayah sentra produksi pisang barangan di Kabupaten Deli Serdang dengan produksi sebesar 110.000 Kwintal dengan luas lahan yang menghasilkan seluas 800 Ha.

Pemilihan desa tersebut sebagai tempat penelitian disebabkan oleh kecamatan tersebut merupakan penghasil produksi Pisang barangan terbesar di Kabupaten Deli Serdang dan pada desa tersebut sedang dilaksanakan Program Penyebaran Transfer Teknologi Double Row untuk komoditi Pisang Barangan, yang dilaksanakan oleh organisasi USAID (United States Agency of international Development) dan DAI (Development Alternative Incoorporation) melalui program AMARTA (Agribusiness Market and Support Activity).

Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah petani yang mengusahakan usaha tani pisang barangan di Desa Talun Kenas yang berjumlah 75 KK. Metode penentuan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling, dimana sampel diambil secara acak yaitu sebanyak 30 KK.


(49)

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari petani di daerah penelitian, yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan, sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari instansi/dinas yang terkait dan dari literatur/buku-buku yang berhubungan dengan penelitian dan untuk lebih jelas dapat dilihat Spesifikasi Pengumpulan Data Pada tabel 5:

Tabel 5: Spesifikasi Pengumpulan Data Petani Sampel Tahun 2009.

No Jenis Data Sumber Metode Observasi Wawancara 1 Identitas Petani Petani - 

2 Luas Lahan Petani -  3 Tingkat Produktivitas

tanaman pisang

Petani - 

4 Teknologi Budidaya yang dianjurkan

PPL/Korlap   5 Masalah-masalah petani Petani/PPL/Korlap   6 Upaya mengatasi

masalah

Petani/PPL/Korlap   7 Monografi Desa Kepala Desa  

Metode Analisis Data

Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah sebagai berikut:

Untuk tujuan 1 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan membandingkan, apakah teknologi Double Row budidaya pisang barangan telah sesuai atau tidak sesuai dengan teknologi yang dianjurkan oleh USAID-AMARTA.


(50)

Tujuan 2 dianalisis dengan melihat tingkat adopsi petani terhadap paket teknologi Double Row yang dianjurkan dengan menggunakan metode skoring dalam tabel 6.

Tabel 6: Paket Teknologi Double Row Dalam budidaya Pisang Barangan di Desa Talun Kenas, Kecamatan STM. Hilir, Kabupaten Deli Serdang.

N O

Uraian Anjuran Pengukuran Skor

1 Pengolahan lahan

- lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya.

- Dilakukan pembajakan tanah dengan traktor.

- Tanah digemburkan dan diratakan.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi

sesuai dengan anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran.

4. Melakukan Pengolahan lahan tidak sesuai dengan anjuran.

4

3

2

1

2 Pemilihan bibit

- bibit berasal dari kultur jaringan.

- Jika tidak ada dari kultur jaringan, di ambil dari anakan dari pohon induk yang sudah cukup tua dan mempunyai batang dan buah yang masih bagus

- Bibit dari anakan ukurannya 60-70 cm (seragam) dan

memiliki 2 helai daun atau lebih.

- tidak terinfeksi penyakit dan disterilkan dengan bayclin dengan dosis 30 cc/liter air.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran.

4. Melakukan

pemilihan bibit tidak sesuai dengan anjuran. 4 3 2 1

3 Penanaman

- Jarak tanam 1m x 2m x 4m. - bibit ditanam pada lubang

dengan ukuran 30x30x30cm - Ditutup kembali dengan

tanah galian.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

4


(51)

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran. 4. Melakukan penanaman tidak sesuai dengan anjuran. 2 1 4 Penjarangan anakan (mama-anak-cucu)

- dalam satu rumpun hanya dibiarkan maks.3 batang , yakni membentuk sebuah rentetan 1 batang induk, 1 batang anak dan 1 batang cucu

- penjarangan dilakukan setiap 7-8 minggu sekali.

- Cara memotong harus miring keluar supaya tidak merusak tanaman utama.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran.

4. Melakukan

penjarangan anakan tidak sesuai dengan anjuran.

4

3

2

1

5 Pemupukan

- pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk

UREA=36gr/batang/bulan, KCL=42gr/batang/bulan, dolomit=63gr/batang/bulan. - Pemupukan daun dilakukan

2x/minggu dengan Grow More = 1gr/liter air (bila kekurangan unsur hara mikro)

- Sistem pemberian pupuk ditabur secara melingkar dengan jarak 0-30cm

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran. 4. Melakukan pemupukan tidak sesuai dengan anjuran. 4 3 2 1

6 Penyuntikan Ontong

- penyuntikan dilakukan dengan insektisida dengan dosis maks.0,02gr/ontong dilarutkan dalam air 20cc untuk setiap kebutuhan ontong.

- Penyuntikan dilakukan pada saat ontong sudah keluar dan posisi tegak lurus keatas.

- Disuntik di 1/3 dari bagian atas ontong.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran.

4. Melakukan

penyuntikan ontong tidak sesuai dengan anjuran.

4

3

2


(52)

7 Pemeliharaan

- melakukan pemotongan kuku.

- Melakukan pemotongan ontong ketika sisir pisang yang terakhir sudah keluar dengan tangan.

- Melakukan pembersihan tandan dari daun yang sudah kering.

- Melakukan pemotongan daun yang kering dan sakit dengan menggunakan alat yang sudah disterilkan dengan bayclin.

- Melakukan pembedahan daun yang terkena serangan Sigatoka dengan alat yang sudah disterilkan dengan bayclin

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran.

4. Melakukan

pemeliharaan tidak sesuai dengan anjuran.

4

3

2

1

8 Pengendalian Hama dan Penyakit

- penyakit kerdil diatasi dengan membongkar tanaman yang sakit dengan

menggunakan alat yang sudah disterilkan dengan desinfektan, kemudian menggantinya dengan tanaman yang baru.

- Penyakit layu Fusarium dicegah dengan pemilihan bibit yang sehat, bila sudah terserang maka tanaman yang sakit dibongkar dan dibakar atau membunuhnya dengan menyuntikkan Round Up dengan dosis 1cc/5cm lingkar batang pada ketingian 30cm dari tanah.

- Pengendalian terhadap hama penggerek batang dilakukan dengan sanitasi lahan dan tanaman yang sudah terserang dan tidak memungkinkan untuk dibiarkan tumbuh maka tanaman dipotong.

- Pengendalian ulat penggulung daun dilakukan

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran.

4. Melakukan

pengendalian Hama dan Penyakit tidak sesuai dengan anjuran.

4

3

2


(53)

secara mekanis dengan memangkas bagian daun yang terserang dan dihancurkan.

- Pengendalian Sigatoka dengan menjaga kesuburan tanah dan daun yang telah terserang sigatoka dipotong (dioperasi).

9 Panen

- dilakukan pemanenan dengan tingkat kematangan antara 75-85%

- Melakukan pemanenan setelah umur 11-12 minggu dari keluar bunga

- penentuan saat panen ada 2 cara yaitu: dengan menggunakan kliper yang terbuat dari kayu dengan ukuran 3,3cm dicocokkan pada buah pisang di sisir kedua bagian tengah dan melalui umur, buah pisang dapat dipanen setelah umur 11-12 minggu dari keluar bunga.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran. 4. Melakukan pemanenan tidak sesuai dengan Anjuran. 4 3 2 1

10 Pasca panen

- pengangkutan dilakukan dengan hati-hati supaya tidak terjadi gesekan yang menyebabkan kulit pisang memar.

- Setelah buah pisang disisir sebaiknya dicuci dan disusun bagian tandan di sebelah bawah

- Setelah kering dilakukan pengepakan.

1. Mengikuti semua teknologi sesuai

dengan anjuran.

2. Melakukan dua diantaranya teknologi sesuai dengan

anjuran.

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran.

4. Melakukan Pasca panen tidak sesuai dengan anjuran.

4

3

2

1 Sumber: Koordinator lapangan USAID-AMARTA.

Penilaian skoring Paket Teknologi Double Row dalam budidaya Pisang Barangan dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

1. Mengikuti semua teknologi sesuai dengan anjuran, skor : 4.


(54)

3. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran, skor : 2.

4. Melakukan paket teknologi tertentu tidak sesuai dengan anjuran, skor : 1.

Tingkat adopsi diukur berdasarkan kriteria diatas, maka skor tingkat adopsi berada antara 10–40, sehingga dapat ditentukan kategori tingkat adopsi Teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan berdasarkan skor yaitu: - 10–20 = tingkat adopsi rendah.

- 21–30 = tingkat adopsi sedang. - 31–40 = tingkat adopsi tinggi.

Tujuan 3 dianalisis dengan menggunakan rumus Rank Spearman untuk masing-masing faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan petani dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan yang akan diuji dengan rumus dibawah ini.

rs = 1 -

N N d n i i

3 1 2 6

th = 2

1 2 s s r n r  

tα = α ; db (n – 2) dimana range rs = -1≤ 0 ≥ 1

Keterangan :

rs = rank spearman

di = selisih antara rangking nilai karakteristik petani dengan tingkat adopsi - N = jumlah petani yang mengadopsi teknologi Double Row


(55)

Dengan kriteria sebagai berikut :

t-hitung t

 

0,05 ... Ho diterima, atau tolak H1.

t-hitung t

 

0,05 ... Ho ditolak, atau terima H1 (Siegel, 1997).

H0: Tidak ada hubungan tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row

dengan faktor sosial ekonomi petani.

H1: Ada hubungan tingkat adopsi petani terhadap teknologi Double Row dengan

faktor sosial ekonomi petani.

Tujuan 4 dan 5, dianalisis dengan metode deskriptif yakni dengan mengumpulkan informasi tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh petani dan upaya-upaya yang dilakukan oleh petani untuk mengatasi masalah tersebut dalam mengadopsi teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

Definisi dan Batasan Operasional

Kekeliruan dan kesalahpahaman sering terjadi, maka untuk menghindarinya diberikan beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

Definisi

1. Adopsi adalah penerapan suatu ide atau teknologi baru yang disampaikan lewat pesan komunikasi (penyuluhan).

2. Inovasi adalah gagasan, tindakan, atau teknologi termasuk barang yang dianggap baru oleh seseorang. Inovasi dalam penelitian adalah sesuai dengan anjuran.


(56)

3. Penyuluh adalah seseorang yang memperkenalkan inovasi baru bagi petani sehingga petani mengalami perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam usahataninya.

4. Petani sampel adalah petani yang mengikuti pelatihan budidaya pisang barangan sistem tanam dua jalur atau Double Row dan mengadopsi budidaya anjuran terhadap budidaya pisang barangan di daerah penelitian. 5. Proses adopsi adalah penerapan inovasi pada skala besar setelah

membandingkannya dengan metode lama.

6. Tingkat adopsi adalah tingkat penerapan teknologi pada usahatani pisang barangan melalui skor penilaian komponen-komponen teknologi budidaya pisang barangan dengan parameter sebagai berikut:

- Skor 10 - 20 : Kriteria Rendah - Skor 21 – 30 : Kriteria Sedang - Skor 31 – 40 : Kriteria Tinggi 7. Faktor sosial meliputi:

a) Umur : Usia petani sampel pada saat dilakukannya penelitian, yang dinyatakan dalam satuan tahun.

b) Tingkat pendidikan adalah lamanya petani dalam mengikuti pendidikan formal diukur berdasarkan pendidikan formal yang pernah ditempuh seperti SD, SLTP, SMU dan S1.

Tingkat pendidikan petani sampel diklasifikasikan atas 3 yaitu: - Pendidikan rendah dikategorikan hanya tamat SD (6 tahun)

- Tingkat pendidikan sedang dikategorikan tamat SLTP dan SMU (9-12 tahun).


(57)

- Tingkat pendidikan tinggi dikategorikan tamat Diploma dan Sarjana (13-17 tahun).

c) Pengalaman bertani adalah lamanya waktu sejak seorang petani mulai melakukan usahatani pisang barangan yang diukur dalam satuan tahun.

8. Faktor ekonomi meliputi:

a) Luas lahan adalah banyaknya tanaman pisang barangan yang ditanami petani pada sebidang lahan yang diukur dalam satuan hektar (Ha).

b) Jumlah tanggungan keluarga adalah sejumlah anggota keluarga yang menjadi beban tanggungan dalam keluarga petani pisang barangan.

9. Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan yang dilakukan oleh PPL dan/atau Lembaga-lembaga swasta kepada petani ataupun kelompok tani dengan menyampaikan suatu materi yang berhubungan dengan teknologi budidaya pisang barangan.

10.Tenaga kerja dalam keluarga adalah tenaga kerja yang bersumber dari dalam keluarga maupun orang lain yang menjadi tanggungan.

11.Tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga yang dikali dengan tingkat upah yang berlaku dalam satu hari. Konversi tenaga kerja adalah tenaga kerja pria dewasa > 15 tahun = 1 HKP, sedangkan tenaga kerja wanita dewasa >15 tahun = 0,8 HKP.

12.Penerimaan adalah hasil usahatani (produksi pisang barangan dikalikan harga jual) satuannya Rupiah (Rp).


(58)

13.Produksi adalah seluruh hasil usahatani pisang barangan yang dapat dipanen dan dijual dalam satu musim tanam (10-11 bulan) yang diukur dengan satuan sisir.

14.Produktifitas adalah rata-rata produksi pisang barangan per Ha yang satuannya Ton.

15.Biaya penyusutan adalah harga barang awal dikurangi harga barang akhir dibagi umur ekonomis barang tersebut.

Batasan Operasional

1. Faktor sosial ekonomi yang diteliti adalah meliputi umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga terhadap tingkat adopsi petani dengan teknologi Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.

2. Penelitian dilakukan di Desa Talun Kenas Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang.

3. Sampel penelitian adalah petani pisang barangan yang mengikuti pelatihan Teknologi Sistem Tanam Double Row dalam budidaya pisang barangan di daerah penelitian.


(59)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian

Luas dan Letak Geografis Desa Talun Kenas

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Talun kenas yang terletak di Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan STM Hilir memiliki luas wilayah 190,50 Km2 dengan jumlah penduduk 30.098 jiwa terdiri dari 7.257 KK. Kecamatan STM Hilir terdiri dari 15 desa dan 80 dusun, salah satu desanya adalah Desa Talun Kenas yang merupakan daerah sentra produksi pisang barangan. Desa Talun Kenas memiliki luas desa sebesar 3.06 Km.

Adapun batas-batas geografis desa penelitian sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Desa Sumbul

 Sebelah Selatan : Desa G. Rintih

 Sebelah Timur : Desa Belumah

 Sebelah Barat : Desa Sumbul

Kecamatan STM Hilir berada di dataran rendah dengan ketinggian 190 s/d 500 m dpl, dimana sebelah Selatan berbatasan dengan dengan bukit kecil. Wilayah STM Hilir termasuk wilayah pedesaan dimana masih banyak terdapat ladang atau sawah yang digunakan untuk bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kecamatan STM Hilir beriklim sedang, yang terdiri dari 2 iklim/musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini di pengaruhi oleh 2 angin yaitu angin laut dan angin gunung. Musim kemarau terjadi pada bulan Januari-Agustus dan musim hujan terjadi biasanya pada bulan September-Desember.


(60)

Keadaan Penduduk

Penduduk Desa penelitian berjumlah 2.644 jiwa dengan 637 KK, terdiri dari 1348 jiwa laki-laki dengan laki-laki dewasa sebanyak 899 jiwa dan laki-laki anak-anak sebanyak 449 jiwa, dan jumlah penduduk yang berjenis perempuan sebanyak 1296 jiwa dengan perempuan dewasa 856 jiwa dan perempuan anak-anak sebanyak 440 jiwa. Jumlah dan distribusi penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Penduduk Desa Talun Kenas Menurut Kelompok Umur Tahun 2008

No. Golongan Umur Jumlah (orang) Persentase(%)

1 0-4 205 7,75

2 5-9 287 10,85

3 10-14 285 10,77

4 15-19 241 9,11

5 20-24 221 8,35

6 25-29 209 7,90

7 30-34 229 8,66

8 35-39 203 7,67

9 40-44 181 6,84

10 45-49 177 6,69

11 50-54 138 5,21

12 55-59 139 5,25

13 60+ 129 4,87

Jumlah 2.644 100 Sumber: Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka 2008.

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Talun Kenas masih tergolong usia produktif (22-55 tahun) dengan 1.358 jiwa (51,36%) yang produktif. Dimana usia tersebut petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang mereka belum ketahui, berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi.

Mata pencaharian utama penduduk di Desa Talun Kenas Kecamatan STM Hilir adalah bertani. Selain bertani penduduk juga ada yang bekerja sebagai


(61)

pegawai, pedagang, karyawan dan lain-lain. Persentase mata pencaharian penduduk di Desa Talun Kenas Kecamatan STM Hilir dapat dilihat dalam tabel 8. Tabel 8: Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Talun

Kenas Kecamatan STM Hilir Tahun 2007

No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase(%) 1. Petani 975 73,52

2 Pedagang 175 13,19 3 Pegawai Negeri 86 6,48 4 Karyawan Perusahaan

Swasta

90 6,78 Jumlah 1326 100

Sumber: Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka 2008.

Mayoritas penduduk di Desa Talun Kenas Kecamtan STM Hilir merupakan suku Batak Karo. Pada umumnya penduduk sudah saling mengenal satu sama lainnya. Keakraban penduduk dapat dilihat dari adanya gotong royong, acara adat yang dilakukan, misalnya pelaksanaan acara perkawinan yang dilakukan sesaui adat istiadat.

Tabel 9: Banyaknya Penduduk Menurut Suku Bangsa Desa Talun Kenas Kecamatan STM Hilir Tahun 2007.

No. Jenis Suku Bangsa Jumlah (Orang) Persentase(%) 1 Jawa 300 11,66 2 Karo 2186 85,03

3 Toba 23 0,89

4 Simalungun 62 2,41

Jumlah 2571 100

Sumber: Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka 2008. Sarana Dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana sosial ekonomi yang tersedia di Desa Talun Kenas Kecamatan STM Hilir dapat dilihat pada Tabel 10.


(62)

Tabel 10: Sarana dan Prasarana Sosial Ekonomi yang Tersedia di Desa Talun Kenas Kecamatan STM Hilir Tahun 2007.

No Jenis Sarana dan Prasarana Jenis Jumlah (Unit)

1 Sarana Pendidikan Formal SLTP 1

SMU 1

2 Sarana Kesehatan Dokter 2

Bidan/Perawat 7

3 Sarana Ibadah Mesjid 1

Langgar/Surau 1

Gereja 6

4 Sarana Ekonomi Pasar Mingguan 1 Jumlah Total 20 Sumber: Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka 2008.

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel yang dimaksud disini adalah karakteristik sosial ekonomi petani, yaitu: umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini:

Tabel 11. Karakteristik Petani Sampel Desa Talun Kenas Kecamatan STM Hilir Tahun 2009

No. Uraian Range Rataan 1 Umur (Tahun) 27-65 41.5

2 Tingkat Pendidikan (Tahun) 0-17 9.53 3 Pengalaman Bertani (Tahun) 3-23 7.10 4 Luas Lahan (Ha) 0.2-1.4 0.71 5 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 0-8 2.63 Sumber: Data diolah dari lampiran 1.

Umur

Tabel 11 menunjukkan bahwa umur petani sampel mempunyai range antara 27-65 tahun dengan rataan sebesar 41.5 tahun. Data ini menjelaskan bahwa petani sampel masih berada dalam kategori usia produktif, sehingga masih besar potensi tenaga kerja yang dimiliki oleh petani sampel didalam mengelola usahataninya. Meskipun petani pisang barangan di desa penelitian memiliki umur


(63)

yang produktif, akan tetapi belum termotivasi untuk menerapkan teknologi Double Row yang dianjurkan oleh USAID-AMARTA yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pisang barangan agar pendapatan petani meningkat. Petani yang masih berumur muda maupun yang berumur tua belum mengadopsi sepenuhnya teknologi tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi dari AMARTA, inovasi tersebut rumit untuk dimengerti, terlalu banyak makan waktu dan kurangnya modal petani.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usaha tani. Pendidikan formal juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam hal menerima dan menerap teknologi, informasi untuk mengoptimalkan usahataninya. Tingkat pendidikan formal petani sampel mempunyai range 0-17 dengan rataan 9.5 tahun. Artinya rata-rata tamat SMP, dengan demikian wawasan pengetahuan serta cara berpikir dan bertindak petani sampel dalam mengelola usahataninya tergolong masih rendah.

Pengalaman Bertani

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan usahatani adalah lama bertani. Rataan lama bertani atau pengalaman bertani petani adalah 7.10 (7 tahun) dengan range 3-23 tahun. Berdasarkan rataan tersebut pengalaman bertani petani sampel sudah cukup lama, sehingga dapat dikatakan memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih baik dan hati-hati dalam menerapkan inovasi baru dalam usahatani pisang barangannya termasuk teknologi Double Row ini.


(1)

Lampiran 5: Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Tingkat Adopsi Petani Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani.

Karakteristik Sosial Ekonomi Petani

s

r thitung ttabel (0,05)

Umur 0,182 0,979 1,701

Tingkat Pendidikan 0,178 0,957 1,701

Pengalaman Bertani - 0,200 1,080 1,701

Luas Lahan - 0,051 0,270 1,701


(2)

Lampiran 6: Rekapitulasi Masalah-Masalah Yang Dihadapi Oleh Petani Dalam Menerapkan Teknologi Double Row

Sampel Kurangnya

Keterampilan Petani Kurang Modal

Masalah Hama dan Penyakit

1   

2  

3  

4   

5   

6   

7   

8   

9  

10  

11 

12 

13   

14  

15  

16  

17  

18  

19  

20 

21  

22 

23  

24  

25   

26   

27 

28  

29  

30   


(3)

(4)

Lampiran 8 : Kecamatan STM Hilir (STM Hilir Sub-District), District of Deli Serdang, North Sumatera Province, Indonesia.


(5)

Prima Tani

Program Rintisan dan Akselerasi

Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian

• Demplot Kakao

• Demplot Pisang Barangan

• Demplot Pepaya

Klinik Agribisnis

• Demplot Kakao


(6)

Selat Malaka

Kab.

Serdang

Bedagai

Kab. Karo

LOKASI DESA TALUN KENAS

KEC. STM HI LI R, KAB. DELI

SERDANG, SUMATERA

UTARA

: Lampiran 9: Lokasi Desa Talun Kenas di Kecamatan STM Hilir


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Anjuran Budidaya Kentang (Studi kasus: Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara)

7 106 74

Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Terhadap Teknologi Anjuran Pada Budidaya Tanaman Bawang Merah di Desa Simanindo Sangkal, Kecamatan Simanindo, Kab.Samosir

0 43 116

Evaluasi Karakter Pisang Barangan (Masa acumlnata L) Pada Berbagai Media Aklimatisasi Dan Tingkat Salinitas

0 21 123

Adaptabilitas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pada Berbagai Jenis Media Aklimatisasi Dan Tingkat Salinitas

0 25 84

Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Double Row Pada Usahatani Pisang Barangan (Musa Paradisiaca Sapientum L) Dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi di Kabupaten Deli Serdang).

4 57 108

Analisis Usahatani Pisang Barangan (Studi Kasus : Desa Sumbul Kecamatan Stm Hilir, Kabupaten Deli Serdang)

16 120 79

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran Dan Hubungannya Dengan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

10 71 79

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Nilam Dan Hubungannya Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani (Kasus: Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

6 80 91

Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos (Studi Kasus : Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 49 105

Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)

1 27 68