Perencanaan Lanskap Untuk Pelestarian Kawasan Pulau Tengah Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci Dengan Pendekatan Bioregion

PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN KAWASAN
PULAU TENGAH KECAMATAN KELILING DANAU KABUPATEN
KERINCI DENGAN PENDEKATAN BIOREGION

IRMA TRI YULIANDARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan
Lanskap untuk Pelestarian Kawasan Pulau Tengah Kecamatan Keliling Danau
Kabupaten Kerinci dengan Pendekatan Bioregion adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016

Irma Tri Yuliandari
NIM A44110001

ABSTRAK
IRMA TRI YULIANDARI. Perencanaan Lanskap untuk Pelestarian Kawasan
Pulau Tengah Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci dengan Pendekatan
Bioregion. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO.
Pulau Tengah memiliki sumber daya alam, sejarah dan nilai-nilai
tradisional yang tinggi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan kebutuhan akan
ruang menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian. Hal ini akan menjadi
ancaman terhadap potensi yang dimiliki oleh Pulau Tengah. Oleh karena itu,
diperlukan beberapa upaya untuk melestarikan tata guna lahan baik secara fisik
maupun budaya. Sumber daya alam dan sosial-budaya Pulau Tengah perlu
dipertahankan dari perubahan kearah pembangunan yang merugikan karena
lemahnya kebijakan lokal. Oleh karenanya, diperlukan suatu pendekatan yang

diadopsi dalam bentuk konsep bioregion melalui pemikiran tentang ruang hidup
dengan batas-batas alam dan budaya yang terbentuk di dalamnya. Bioregion
adalah wilayah geografis, yang batas nya tidak ditentukan oleh batas administrasi
atau politik, tetapi dibatasi oleh batas-batas budaya dan alam. Tujuan umum dari
penelitian ini adalah melakukan perencanaan lanskap untuk pelestarian kawasan
Pulau Tengah dengan pendekatan bioregion. Penelitian ini terdiri dari: persiapan,
studi pendahuluan, analisis, sintesis, dan perencanaan. Analisis dilakukan untuk
memahami karakteristik dan klasifikasi bioregion. Kriteria untuk klasifikasi
bioregionpun disusun. Sintesis dilakukan untuk persiapan karakterisasi wilayah
bioregion Pulau Tengah berdasarkan kategori V dalam penentuan kawasan
perlindungan oleh UNESCO (1972, dalam Phillips, 1998) yaitu perlindungan
lanskap/seascape yang menjelaskan tiga jenis nilai alam, keanekaragaman hayati,
penggunaan lahan berkelanjutan dan nilai tradisional. Pada tahap perencanaan
dilakukan penyusunan konsep untuk pelestarian lanskap, kemudian dilakukan
pengembangan konsep perencanaan dan hasil akhirnya adalah rencana lanskap
untuk pelestarian. Rencana lanskap untuk pelestarian terdiri dari pemukiman,
sawah, ladang, danau dan hutan lindung
Kata kunci: bioregion, lanskap, pelestarian, perencanaan, Pulau Tengah,
UNESCO
ABSTRACT

IRMA TRI YULIANDARI. Landscape Planning for Conservation Area of Pulau
Tengah Keliling Danau Subdistrict Kerinci Regency with Bioregion Approach.
Supervised by QODARIAN PRAMUKANTO.
Pulau Tengah has a highly natural resource, historical and traditional
values. High population growth and space needed lead to convertion of
agricultural land. This will be a threat to the potential that Pulau Tengah had.
Therefore, some efforts to conserve Pulau Tengah land use physically and
culturally are needed. Pulau Tengah natural resources and socio-cultural need to
be preserved from change towards development due to lack of local knowledge
related policies.Therefore, we need an approach that was adopted in the form of a

concept bioregion through a thinking about a living space with natural and
cultural boundaries formed in it. Bioregion is a geographic area, which does not
specify the delineation of administrative boundaries or politics, but the domain is
limited by the boundaries of culture and nature. The general objective of this
study is to plan for conservation of the landscape of the Pulau Tengah area with
bioregion approach. The study consists of: preparation, preliminary study,
analysis, synthesis, and planning. The analysis was performed to understand the
characteristics and classification bioregion. Criteria for bioregion classification
was drafted. Synthesis conducted for the preparation of the characteristics

bioregion area Pulau Tengah village based on category V in determining the
protected area by UNESCO (1972, in Phillips, 1998) namely the protection of the
landscape / seascape. Category V describes three types of natural values within,
biodiversity, sustainable land use and related traditional value. At the stage of
planning is done submitting a concept plan for the preservation of the landscape,
then made the development of planning concepts and the end result is an
landscape plan for conservation. The landscape plan for conservation consists of
settlements, rice fields, fields, lakes and forests protected
Keywords: bioregion, conservation, landscape, planning, the Pulau Tengah,
UNESCO

PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN
KAWASAN PULAU TENGAH KECAMATAN KELILING
DANAU KABUPATEN KERINCI DENGAN PENDEKATAN
BIOREGION

IRMA TRI YULIANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam studi yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini ialah
Perencanaan, dengan judul yaitu Perencanaan Lanskap untuk Pelestarian Kawasan
Pulau Tengah Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci dengan Pendekatan
Bioregion.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini banyak pihak yang telah
memberikan bantuan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Qodarian Pramukanto selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan penulis berupa saran, masukan, dan dukungan
selama penyusunan tugas akhir.
2. Keluarga besar penulis bapak Agus Mainur (ayah), Ibu Sariani (ibu),
Noveri Gusriandi (Kakak), Angga Maulana (Kakak), dan Nidia
anggraini (Adik) yang selalu memberikan doa terbaik dan dukungan
selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir
3. Beasiswa Bidik Misi yang telah memberikan bantan dana pendidikan
untuk penulis selama 4 tahun dan dana penelitian dalam penyelesaian
tugas akhir
4. Kepala Desa Pulau Tengah bapak Rizali yang sangat membantu penulis
dalam memperoleh data selama penelitian.
5. Staff BAPPEDA, BMKG, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan dan
Kehutanan, Dinas dan seluruh jajaran dinas Kabupaten Kerinci yang
telah membantu dalam pengumpulan data.
6. Dwiko Adam Elwalid yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas
akhir
7. Teman teman bimbingan (kak Hepi, kak Anya, bg Eja, kak Nurul,
Robby, Adit, dan Harkyo), Omda Kerinci, serta Keluarga ARL 48 yang
telah memberikan semangat dalam penyelesaian tugas akhir

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Penulis sangat menyadari bahwa
tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, diperlukan saran
dan kritikan untuk perbaikan pada masa yang akan datang

Bogor, April 2016

Irma Tri Yuliandari

DAFTAR ISI
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang

iv
xi
xiii
xiv

1
1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir

2

TINJAUAN PUSTAKA
Desa

4
4


Perencanaan Lanskap

5

Suku Kerinci

6

Bioregion

6

Sistem Agroforestri Kerinci

8

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu


10
10

Batasan Studi

11

Bahan dan Alat

11

Metode dan Tahapan Penelitian

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Pulau Tengah Secara Administratif

17
17


Aksesibilitas

19

Karakteristik Kawasan Pulau Tengah

19

Aspek Budaya

19

Aspek Biofisik

31

Klasifikasi Bioregional

49

Konsep Pelestarian

53

Konsep Perencanaan

66

Rencana Pengembangan Konsep

67

Konsep Ruang

67

Konsep Sirkulasi

68

Konsep Vegetasi

68

Perencanaan Lanskap

70

Rencana Ruang

70

Rencana sirkulasi

79

Rencana Vegetasi

79

KESIMPULAN
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

83
83
83
84
86

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Klasifikasi bioregion
7
Jenis dan sumber data kegiatan penelitian
11
Klasifikasi kemiringan lahan
13
Klasifikasi jenis tanah
13
Perbedaan sistem pertanian masyarakat yang baru dengan yang lama
27
Klasifikasi dan luas kelas lereng kawasan Pulau Tengah
31
Data kualitas air Danau Kerinci berdasarkan sifat fisik
37
Interpretasi citra satelit untuk kelas penutupan lahan
39
Luas penutupan lahan kawasan Pulau Tengah
41
Jenis tanah, ciri-ciri, dan kecocokan jenis tanaman menurut
masyarakat Kerinci
42
Jenis vegetasi, manfaat, dan habitat
43
Keberagaman kelompok manfaat vegetasi (etnobotani)
48
Keanekaragaman pemanfaatan vegetasi berdasarkan habitat
49
Daftar DAS Kabupaten Kerinci
49
Kategorisasi nilai penting pada unit tempat berdasarkan Kategori V
(UNESCO, 1972 dalam Phillips, 1998)
54
Karakteristik unit tempat berdasarkan kriteria kawasan perlindungan
lanskap/seascape (UNESCO, 1972 dalam Phillips, 1998)
55
Evaluasi karakteristik unit tempat kriteria kawasan perlindungan lanskap
/seascape dengan usulan perbaikannya
61
Arahan perencanaan nilai unit-unit tempat dalam unit lanskap sub DAS
Batang Hari
66
Komponen ruang kawasan Pulau Tengah berdasarkan usulan perbaikan dan
prinsip ruang secara adat
67
Rencana vegetasi kawasan Pulau Tengah
81

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

Kerangka pikir
3
Peta lokasi kawasan Pulau Tengah, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten
Kerinci
10
Tahapan penelitian
12
Karakteristik bioregion
15
Peta pusat desa secara administratif
17
Peta batas kawasan Pulau Tengah
18
Kondisi jalan setapak Desa Pulau Tengah
19
Jembatan Merah Pulau Tengah
21
Mesjid Keramat Pulau Tengah
22
Rumah panggung Pulau Tengah
25
Batas rumah berdasarkan adat
26
Kondisi sawah Pulau Tengah
28
Kondisi ladang Pulau Tengah
29
Tari kreasi penyambutan acara desa
30
Peta topografi kawasan Pulau Tengah
32
Peta kemiringan lahan kawasan Pulau Tengah
33
Peta jenis tanah kawasan Pulau Tengah
35
Curah hujan, kelembaban, suhu, lama penyinaran, dan kecepatan
angin tahun 2014
36
Sungai Buai (a) dan Pancuran Rayo (b)
36
Kondisi air sempadan Danau Kerinci
37
Ilustrasi pola permukiman Pulau Tengah
38
Situs Batu Rajo Desa Pulau Tengah
38
Peta penutupan lahan kawasan Pulau Tengah
40
Peta DAS Kabupaten Kerinci
50
Peta unit lanskap
51
Peta unit tempat
52
Profil arsitektur agroforest pelak yang diremajakan (A) dan Profil
agroforest pelak dewasa (B)
60
Konsep ruang
67
Tipe vegetasi halaman
68
Tipe vegetasi sawah
69
Tipe vegetasi ladang
69
Rencana lanskap
71
Gambar skematik pemukiman
73
Gambar skematik sawah
75
Gambar skematik ladang
77
Gambar skematik sempadan danau
78
Gambar skematik hutan lindung
80

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Kerinci merupakan daerah yang jauh di perbukitan sehingga
pada masa penjajahan, Kerinci termasuk wilayah yang sulit untuk ditemukan.
Zakaria (1985) dalam Tambo Sakti Alam Kerinci 3 menyatakan untuk mengetahui
keberadaan Kerinci, Belanda harus menelusuri perbukitan curam, hutan yang lebat
dan binatang buas pada zaman itu. Perang penjajahan Kerinci disimbolkan oleh
perang Pulau Tengah yang memiliki arti bahwa perang ini adalah perang terhebat
sepanjang sejarah penjajahan Kerinci. Pulau Tengah yang dikelilingi oleh
perbukitan dan Danau kerinci menjadi alasan sulitnya Belanda menembus Pulau
Tengah. Tatanan bentang alam yang dimanfaatkan oleh masyarakat Pulau Tengah
ini menjadi alasan utama dalam mempertahankan kawasan Pulau Tengah dari
perubahan-perubahan fisik dan budaya.
Kawasan Pulau Tengah Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci
merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam. Berdasarkan data BPS
(2013) lahan kawasan Pulau Tengah terkonsentrasi pada pertanian, perkebunan
dan perikanan darat. Perkebunan yang mendominasi di Pulau Tengah berupa
ladang dengan sistem agroforestri komplek yang merupakan perpaduan antara
pepohonan hutan dan tanaman pangan yang dilakukan oleh petani secara
tradisional. Tanaman pertanian yang khas pada ladang ini yaitu perpaduan kulit
manis, kopi, dan tanaman lainnya. Lahan pertanian lainnya berupa sawah yang
mengelilingi pemukiman sebagai sumber pangan utama. Selain itu, terdapat
Danau Kerinci yang menjadi habitat berbagai jenis ikan termasuk ikan semah.
Oleh karena itu, mata pencaharian masyarakat sebagian besar berada pada lahan
ladang, sawah, dan danau.
Selain kaya akan sumber daya alam, Pulau Tengah juga kaya akan budaya.
Ritual adat yang melekat di kawasan ini yaitu berupa tradisi panen tahunan dan
pemandian barang peninggalan (kenduri sko), tari tradisional ngagah harimau dan
lain sebagainya. Selain itu, terdapat beberapa situs arkeologi yaitu mesjid keramat
dan situs Batu Rajo. Sumber daya alam dan sosial-budaya masyarakat Pulau
Tengah perlu dipertahankan dari perubahan kearah pembangunan akibat
bertambahnya populasi penduduk.
Kerinci merupakan kabupaten berpenduduk terpadat kedua dengan luas
wilayah 7,86% dari total luas wilayah Propinsi Jambi. Pertambahan populasi
Kabupaten Kerinci akan berdampak juga pada meningkatnya populasi penduduk
Desa Pulau Tengah yang mengakibatkan kebutuhan akan ruang semakin tinggi
dan lambat laun akan menggusur lahan pertanian, perkebunan, dan daerah
pinggiran danau sebagai sumber daya. Oleh karena itu, semua sumber daya
tersebut harus dilestarikan melalui upaya konservasi tata guna lahan secara
simultan baik biofisik maupun budaya. Untuk mewujudkan hal tersebut,
diperlukan suatu konsep pendekatan secara bioregion. Konsep ini mengadopsi
sebuah pemikiran mengenai suatu ruang kehidupan yang dibatasi oleh batas alam
dan budaya yang terbentuk didalamnya.
Bioregion yang berasal dari kata bio (hidup) dan region (territorial),
merupakan tempat hidup (life place) yaitu suatu lingkungan khas dimana batasbatasnya lebih ditentukan oleh tatanan alam yang mampu mendukung keunikan

2

aktivitas komunitas biotik didalamnya (Thayer, 2003). Batas yang ditetapkan oleh
pemerintah adalah batas administrasi yang belum tentu sesuai dengan batas alam
yang dapat ditentukan dengan pendekatan bioregion. Pada studi ini dilakukan
upaya pendekatan hubungan antara ketersediaan sumber daya alam dan pola
kehidupan penduduk lokal yang dibalut oleh budaya asli daerah. Melalui
perencanaan untuk pelestarian kawasan berbasis bioregion diharapkan dapat
mengkonservasi tata guna lahan Pulau Tengah baik secara fisik maupun budaya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan melakukan perencanaan lanskap untuk pelestarian
kawasan Pulau Tengah Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci dengan
pendekatan bioregion. Tujuan khusus penelitian dalam merencanakan lanskap
adalah :
1. mengindentifikasi tatanan biofisik dan sosial-budaya Pulau Tengah
2. menganalisis tatanan biofisik dan tatanan sosial-budaya masyarakat Pulau
Tengah
3. menyusun klasifikasi bioregion kawasan Pulau Tengah, serta
4. menyusun rencana lanskap untuk pelestarian kawasan Pulau Tengah melalui
pendekatan bioregion
Manfaat Penelitian
Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya:
1. dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan pemerintah daerah dalam
perencanaan pengembangan wilayah berdasarkan konsep bioregion
2. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan sistem
keberlanjutan baik secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya
Kerangka Pikir
Lanskap Pulau Tengah merupakan lanskap dengan lahan yang memiliki
karakter lanskap berkelanjutan. Hal ini dilihat dari komponen penyusun lanskap
dalam hal bentukan bentang alam berupa hutan, ladang, sawah dan danau yang
memiliki sumber daya tinggi dengan jumlah populasi masyarakat yang tidak
terlalu padat. Pulau Tengah memiliki hutan lindung berupa Taman Nasional
Kerinci Seblat yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan dilindungi
melalui kebijakan tertentu oleh pemerintah. Hutan lindung tersebut memiliki area
penyangga berupa kebun campuran yang bersifat agroforestri kompleks atau
dinamakan agroforestri pelak. Area penyangga ini disebut masyarakat sebagai
ladang.
Danau kerinci merupakan habitat bermacam-macam ikan (ikan semah, ikan
sepat, ikan barau, ikan seluang dan lain sebagainya) sehingga dijadikan salah satu
sumber mata pencaharian oleh warga. Danau kerinci memiliki area penyangga
berupa persawahan. Sawah menjadi sumber pangan utama yang dekat dengan
pemukiman dan menjadi penyangga antara danau-pemukiman dan ladangpemukiman. Sistem sosial, budaya, dan ekologi yang ada pada Pulau Tengah
menjadi potensi yang menguntungkan untuk direncanakan melalui pendekatan

3

bioregion. Pendekatan bioregion berupa suatu pendekatan dengan batas kawasan
berupa batas alam yang mengintegrasikan aktivitas budaya masyarakat dan
sumberdaya alam yang tersedia. Adat istiadat setempat, bangunan tradisional,
kesenian, situs sejarah setempat dan kebiasaan masyarakat yang melindungi
kawasan dengan adat-istiadat tertentu. Adapun kerangka pikir penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.

Pulau Tengah
Tatanan biofisik

-

Tatanan budaya

Topografi
Kemiringan lahan
Tanah
Iklim
Hidrologi
Penggunaan dan
penutupan lahan
Keanekaragaman
vegetasi

-

Unit biofisik

Sejarah perang
Adat dan istiadat
Lembaga adat
Produk kesenian
Arkeologi
Pola tata ruang

Unit budaya

Klasifikasi bioregion kawasan Pulau Tengah





Unit Bioregion
Unit Lanskap
Unit Tempat

Pengembangan konsep perencanaan lanskap
berdasarkan Kategori V Nilai Penting menurut World Heritage
Convention (UNESCO 1972)

Perencanaan lanskap untuk pelestarian kawasan Pulau Tengah
berdasarkan bioregion
Gambar 1 Kerangka pikir

4

TINJAUAN PUSTAKA
Desa
Secara etimologis desa dapat diartikan sebagai kesatuan wilayah yang
dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri
(Kridalaksana, 1991). Menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 51 tahun
2007 pasal 1 yang dimaksud dengan desa adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jas
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Menurut Daljoeni (1998)
mengemukakan bahwa desa terdiri dari daerah, penduduk, dan tata kehidupan.
Daerah dalam hal ini adalah tanah-tanah, pekarangan, dan pertanian serta
penggunaannya termasuk pula aspek lokasi, luar batas. Penduduk meliputi jumlah,
pertambahan, kepadatan, penyebaran serta mata pencaharian. Tata kehidupan
meliputi ajaran tentang hidup, tata pergaulan dan ikatan ikatannya sebagai warga
masyarakat desa. Pola tata desa adalah tata penggunaan lahan atau ruang desa
untuk keperluan kegiatan ekonomi dan budidaya masyarakat, sarana dan
prasarana pemerintahan desa, dan pusat layanan sosial. Komunitas kawasan
pedesaan adalah masyarakat yang berdomisili di kawasan yang sama memiliki
karakteristik tertentu sesuai ciri geografis desa seperti pertanian, perkebunan,
kehutanan, pesisir pantai, pertambangan dan industri kecil, terpencil, suku
terasing, dan sejenisnya. Ciri ekologi adalah ciri sumber daya alam yang dimiliki
desa seperti desa persawahan, desa pinggir dan dalam hutan, dan lain lain.
Berdasarkan Wikipedia (2014), pola persebaran desa di Indonesia dibagi menjadi
3 bagian yaitu :
1. Pola memanjang
Pola ini terbagi menjadi 4 bagian yaitu:
(a) Pola yang mengikuti jalan. Pola desa yang terdapat dikiri kanan jalan
raya atau umum. Pola ini banyak terdapat di dataran rendah.
(b) Pola yang mengikuti sungai. Pola desa ini bentuknya memanjang
mengikuti sungai, umumnya terdapat didaerah pedalaman.
(c) Pola yang mengikuti rel kereta api. Pola ini banyak berkembang di
daerah jawa dan sumatera yang penduduknya mendekati fasilitas
transportasi.
(d) Pola yang mengikuti pantai. Pada umumnya, pola desa seperti ini
merupakan desa nelayan yang terletak dikawasan pantai yang landai
2. Pola desa menyebar
Pola desa ini umumnya terdapat didaerah pegunungan atau dataran tinggi
yang rerliefnya kasar. Pemukiman penduduk membentuk kelompok unit-unit yang
kecil dan menyebar

5

3. Pola desa tersebar
Pola desa ini merupakan pola yang tidak teratur karena kesuburan tanah yang
tidak merata. Pola desa ini terdapat didaerah karst atau daerah berkapur yang
kondisi topografinya buruk.
Pola persebaran pemukiman desa menurut Alvin L. Bertrand (1972) yang
terkonsentrasi pada lokasi mata pencaharian terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
Nucleated Agricultural Village Community
Pemukiman desa salingn bergerombol, jarak lahan pertanian jauh dari
pemukiman penduduk. Bentuk yang bergerombol ini yang dinamakan
nucleus
- Line Village Community
Pemukiman berupa deretan memanjang di kanan dan kiri jalan atau
sungai. Penduduk menyusun tempat tinggal mengikuti aliran sungai atau
jalur jalan yang meriupakan jalur lalu lintas mata pencaharian dan
membentuk deretan rumah
- Open Country or Trade Center Community/tersebar
Pemukiman tersebar didaerah pertanian antara perumahan satu dengan
yang lain dihubungkan oleh jalur lalu lintas untuk kepentingan
perdagangan
-

Perencanaan Lanskap
Menurut Simonds (1983), perencanaan adalah suatu alat yang
sistematik digunakan untuk menentukan saat awal yang diharapkan dan cara
terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Tujuan utama perencanaan adalah untuk
menentukan tempat yang sesuai daya dukung dan keadaan umum masyarakat
sekitar. Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan, yaitu :
1. pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumber daya,
2. pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas
berdasarkan seleksi terhadap aktifitas pada masa lalu untuk memberi
kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,
3. pendekatan ekonomi,
yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi
kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi, dan,
4. pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), terdapat hal-hal penting yang
perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, yaitu:
1. mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar,
2. memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan
yang akan direncanakan,
3. menjadikan kawasan yang direncanakan sebagai objek yang menarik, dan

6

4. merencanakan kawasan tersebut sehingga menghasilkan suatu kawasan yang
dapat menampilkan kesan masa lalu.
Suku Kerinci
Suku Kerinci berasal dari Asia Tenggara melalui jalur Semenanjung
Malaka, selat Malaka kemudian menyusuri Pantai timur Sumatera hingga ke Selat
Berhala, masuk ke Sungai Batang Hari, terus ke Batang Merangin dan akhirnya
sampai ke Danau Kerinci. Awalnya mereka disebut sebagai suku bangsa Proto
Melayu (Melayu tua) pada zaman Meolitikum (batu muda) antara tahun 4000 SM
sampai 2000 SM. Lalu kedatangan selanjutnya disebut suku bangsa Dentro
Melayu Muda yang datang pada zaman perunggu yaitu sekitar tahun 4000 SM
sampai 100 SM. Suku Kerinci diketahui lebih tua dari Suku Inca America dan
Suku Candiaku dari hulu Sungai Indragiri. Pada zaman munculnya suku ini,
diketahui adanya gunung berapi tinggi yang terletak ditengah Pulau Sumatera
yang berada di sekitar pemukiman dan persawahan. Menurut legenda, gunung
berapi tersebut dinamakan gunung Beremas dan disinilah adanya kehidupan
manusia yang mendiami kaki gunung (Afianti, 2007 dalam Hasibuan, 2010).
Kondisi topografi Kerinci berupa lembah dan perbukitan akibat letusan
Gunung Baremas. Letusan ini menghasilkan bentukan alam yang berbukit-bukit
dan menyisakan sebagian sisa badan gunung yang saat ini dikenal sebagai
Gunung Kerinci dengan tinggi 3805 meter diatas permukaan laut. Sisa-sisa suku
murni melayu tua yang selamat dari bencana letusan kemudian mendiami lembah
Kerinci. Suku tersebut dinamakan dengan “Kecik Wok Gedang Wok”. Kehidupan
suku ini masih primitif dan tinggal digua-gua serta berpindah-pindah. Selanjutnya,
Kerinci kedatangan suku bangsa Paleomongoloid dari tanah Yunan Tiongkok
Selatan. Mereka berhubungan dengan masyarakat suku Melayu Tua serta
melahirkan keturunan nenek moyang Kerinci. Oleh karena itu, masyarakat suku
Kerinci hingga saat ini memiliki ciri yang mirip dengan orang-orang Tiongkok.
Berabad kemudian, banyak suku-suku lain di Indonesia berdatangan dan
timbullah perubahan pada masyarakat suku Kerinci yang tidak berkebudayaan
menjadi memiliki pemikiran untuk melakukan kegiatan upacara adat atau upacara
sakral. (Afanti, 2007 dalam Hasibuan, 2010).
Bioregion
Menurut Miller (1996) bioregion menunjukan sebuah ruang geografis
yang mengandung satu kesatuan sistem. Hal ini ditandai dengan bentuk muka
bumi, tutupan vegetasi, budaya manusia dan sejarah seperti yang diidentifikasikan
oleh masyarakat lokal, pemerintah dan peneliti. Tujuan bioregional untuk
menemukan keseimbangan antara kebutuhan warga masyarakat untuk mata
pencaharian dan potensi sumber daya alam diwilayah mereka, yang ditetapkan
berdasarkan oleh kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Aberlay, 1994 dalam
Miller, 1996). Hal ini merujuk kepada daerah asal (homeland) sebagai ruang
geografis yang meliputi sumber air mereka dan fitur kunci ekologi lainnya,
produksi makanan, hutan rimba, desa dan infrastruktur.
Bioregion yang berasal dari kata bio (hidup) dan region (territorial),
merupakan tempat hidup (life place) yaitu suatu lingkungan khas dimana batas-

7

batasnya lebih ditentukan oleh tatanan alam yang mampu mendukung keunikan
aktivitas komunitas biotik didalamnya (Thayer, 2003). Bioregion merupakan unit
perencanaan ruang dalam pengelolaan sumberdaya alam yang tidak
ditentukanoleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan
geografis, komunitas manusia serta sistem ekologi, dalam suatu cakupan
bioregion, secara ekologis. Berikut klasifikasi bioregion pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi bioregion
Kelas
Bioregion

Sub Region

Unit
Lanskap

Unit tempat

Deskripsi
Mewakili wilayah pada hirarki teratas yang didefinisikan
berdasarkan karakteristik homogenitas wilayah iklim, elevasi,
distribusi vegetasi, dan batas daerah aliran sungai utama,
topografi, dan geologi
Merepresentasikan subdivisi bioregion yang secara komposit
mencakup wilayah homogen secara kelas hidrologi, elevasi,
bentuk lahan, vegetasi, dan tanah
Representasi subdivisi Sub Region yang mencakup wilayah
homogen yang dicirikan melalui lereng, penggunaan lahan,
serta atribut sosial budaya komunitas masyarakat seperti
lifestyle dan etnis
Hirarki terendah pada subdivisi ini dicirikan oleh beberapa
komponen antara lain penggunaan lahan, atribut sosial budaya
komunitas masyarakat yang meliputi etnis, aspirasi
masyarakat, the sense of place, the meaning of place dan
berbagai bentuk nilai-nilai lokal

Sumber : Kim et al (2000) dalam Pramukanto (2004)

Perbedaan antar kelas yang satu dengan kelas yang lainnya yaitu terdapat
nilai intrinsik yang menjadikan daerah tersebut khas atau unik (Pratami, 2014).
menurut Jones et al (1998) mengidentifikasikan enam sumber nilai instrinsik yang
terdiri dari:
a. Pemandangan
Daerah yang memiliki nilai pemandangan berupa daerah alami atau buatan
manusia yang memiliki keindahan dan keunikan, seperti panorama laut, pedesaan,
struktur yang indah, pantai, hutan hujan, sungai dan teluk.
b. Sumber daya alam
Sumberdaya dari keindahan visual lingkungan yang berupa penampakan fisik
dari daerah alami yang belum terganggu oleh manusia, seperti hutan, formasi
geologi, lahan basah, tepi sungai, dan air terjun.
c. Sejarah
Daerah yang mengapresiasikan nilai sejarah di dalamnya, misalkan makam ,
masjid, bangunan tradisional, dan pola pemukiman.
d. Arkeologi
Daerah yang menginterpretasikan aktifitas sejarah atau prasejarah dalam
bentuk artefak, bangunan, bebatuan, dan lain-lain.

8

e. Budaya
Daerah yang mempunyai budaya khas didalamnya dan sudah berkembang
sejak lama atau dilestarikan secara turun menurun misalkan, kesenian panen
tahunan, ritual keagamaan, musik, bahasa, kegiatan sakral, dan lain-lain.
f. Rekreasi
Daerah yang mendukung kegiatan yang bersifat perjalanan menyenangkan
sementara pada ruang didalamnya misalkan, arung jeram, pendakian, melihat
burung dan fotografi.
Pola regional mampu memberikan solusi untuk membentuk ruang melalui
rencana tapak ke lanskap masa depan dan mencapai keberlanjutan dalam
kombinasi ekologi dan budaya.
Sistem Agroforestri Kerinci
Menurut de foresta dan G Michon (2000) dalam “ketika kebun berupa hutan :
Agroforest khas indonesia, sebuah sumbangan masyarakat” bermacam-macam
pola agroforestri yang tidak terhitung jumlahnya di seluruh Indonesia, dapat
digolongkan menjadi dua kategori yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem
agroforestri kompleks.
a. Sistem Agroforestri Sederhana: Pepohonan dan Tanaman Pangan
Sistem agroforestri sederhana yaitu perpaduan-perpaduan konvensional yang
terdiri atas sejumlah kecil unsur,menggambarkan apa yang kini dikenal sebagai
skema agroforestri klasik. Bentuk yang paling banyak dibahas yaitu tumpang sari,
yang merupakan sistem taungya versi Indonesia yang diwajibkan di areal hutan
jati di Jawa. Selain itu, ciri umum sistem agroforestri sederhana ini dapat dilihat
dari pertanian komersil, kopi yang diselingi tanaman dadap, yang menyediakan
naungan bagi kopi dan kayu bakar bagi petani. Agroforestri sederhana juga bisa
dijumpai pada pertanian tradisional. Seringkali perpaduan ini mencerminkan
intensifikasi sistem produksi yang berkaitan dengan adanya kendala alam, seperti
perpaduan kelapa dan sawah di tanah rawa di pantai Sumatera. Perpaduan
semacam ini juga ditemui di daerah berpenduduk padat, seperti pohon pohon
randu yang ditanam di pematang pematang sawah di Jawa Tengah sejak berabad
abad lalu.
b. Sistem Agroforestri Kompleks : Hutan dan Kebun
Sistem agroforestri kompleks atau disebut juga dengan agroforestri adalah
sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman
musiman dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip
dengan ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Sistem agroforestri
komplek ini bukanlah hutan-hutan yang bertransformasi menjadi kebun secara
alami melainkan melalui proses perladangan. Pada konteks ini, agroforestri berada
ditengah-tengah antara sistem pertanian dan hutan. Dalam pandangan pelestarian
lingkungan, kemiripan struktur agroforest dengan hutan alam merupakan suatu
keunggulan tersendiri. Hal ini dikarenakan sumber daya air dan tanah tetap

9

dilindungi dan dimanfaatkan. Selain itu, keanekaragaman hayati yang ada pada
hutan alam tetap berkembang dalam struktur ini.
Menurut Aumeeruddy (1991) sistem pertanian tebas-bakar di Kerinci telah
berkembang menjadi dua tipe sistem agroforestri yaitu ladang dan pelak. Ladang
merupakan sistem agroforestri dengan siklus budidaya pepohonan bergantian
dengan tanaman musiman sedangkan pelak merupakan sistem agroforestri
kompleks dengan komponen utama kopi dan kulit manis, dipadukan dengan
berbagai spesies pepohonan asal hutan. Dalam pengelolaan petak pertaniannya,
petani mempunyai beberapa pilihan. Tahap 1 dan 2 adalah tahap umum dalam
sistem 1 dan 2 (dua variasi bentuk bagi sistem ladang) serta dalam sistem 3
(sistem pelak). Ada beberapa sistem yang dipakai dalam pengelolaan lahan
perbukitan, yaitu:
1. tanaman semusim akan ditanam bersamaan dengan kopi dan kulit manis
dalam dua tahun pertama,
2. kopi berproduksi setelah dua setengah tahun tanam sampai tahun ke
delapan,
3. setelah tahun ke delapan tersebut, petani memiliki beberapa pilihan
diantaranya beberapa sistem:
a. kulit manis ditebang dan dipanen, kopi dipangkas pendek dan
tanaman semusim lain ditanam lalu kembali ke tahap awal,
b. kulit manis dipertahankan dan dirawat terus menerus sampai masa
panen (umur 25 tahun) dan ditebang, lalu kembali ke tahap awal,
c. kebun campuran permanen yaitu jenis pepohonan berguna yang
ditanam atau tumbuh secara alami selama tahap pada nomor satu dan
dua yang dipertahankan bersamaan dengan kulit manis.

10

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini berlokasi di kawasan Pulau Tengah yang secara
administratif berada di Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Propinsi
Jambi. Waktu persiapan, pengumpulan, dan pengolahan data dilakukan pada
Tahun 2015. Pelaksanaan dilakukan selama 8 bulan dengan pembagian 2 bulan
kegiatan berlangsung di tapak dan 6 bulan pengolahan data. Lokasi penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi kawasan Pulau Tengah, Kecamatan Keliling Danau,
Kabupaten Kerinci
Sumber : Diolah dari data BAPPEDA Kabupaten Kerinci 2012

11

Batasan Studi
Studi ini dibatasi sampai dengan produk arsitektur lanskap berbentuk
rencana lanskap (landscape plan) kawasan Pulau Tengah Kerinci dengan
pendekatan bioregion.
Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam proses inventarisasi adalah alat tulis, alat
gambar dan pengolahan analisis spasial menggunakan GIS berupa Hardware (PC
komputer) dan software pengolahan data analisis spasial (ArcMap 10.2.2) dan
Adobe Photoshop. Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini selain
dilakukan pengkajian data lapangan juga dibutuhkan data dan peta pendukung
sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan sumber data kegiatan penelitian
No
1

2

Aspek

Jenis Data
Spasial
Tekstual

Aspek biofisik
Hidrologi
Topografi
Kemiringan lahan
Tanah
Vegetasi





-




Tata guna lahan

-



Penutupan lahan
Iklim
Infrastruktur
Sosial budaya
Sejarah





-

-



Adat dan tradisi

-



Lembaga adat

-



Produk kesenian

-



Situs arkeologi

-



Pola tata ruang

-



Sumber

Limnologi LIPI
BAPPEDA
BAPPEDA
BAPPEDA
Wawancara dan Studi
Literatur
Wawancara dan Studi
Literatur
Citra Ikonos
BMKG
BAPPEDA
Wawancara dan Studi
Literatur
Wawancara dan Studi
Literatur
Wawancara dan Studi
Literatur
Wawancara dan Studi
Literatur
Wawancara dan Studi
Literatur
Wawancara dan Studi
Literatur

Metode dan Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu tahap persiapan,
inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Penelitian ini menggunakan
metode survey dan desk study. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

12

Tahap persiapan
Pada tahap ini kegiatan mencakup penetapan tujuan perencanaan,
pengumpulan informasi awal, penyusunan proposal penelitian, dan pengurusan
perizinan untuk penelitian. Tahap ini dilakukan sebelum memulai survey. Berikut
bagan tahapan penelitian.
Pulau Tengah
I
N
V
E
N
T
A
R
I
S
A
S
I
&
A
N
A
L
I
S
I
S

Aspek Biofisik:
- Topografi
- Kemiringan lahan
- Tanah
- Iklim
- Hidrologi
- Penggunaan dan penutupan
lahan
- Keanekaragaman vegetasi
-

Aspek Sosial-Budaya:
- Sejarah perang
- Adat dan istiadat
- Lembaga adat
- Produk kesenian
- Arkeologi
- Pola tata ruang

Karakteristik kawasan Pulau Tengah
Bioregion
Unit Bioregion

Sub DAS

Unit Lanskap

Sub-sub DAS

Unit Tempat

SINTESIS

Tanah

Kemiringan lahan

Penutupan lahan

Karakterisasi bioregion berdasarkan kategori V dalam penentuan kawasan perlindungan
menurut World Heritage Convention (UNESCO 1972). Kriteria Nilai Penting mengenai
3 jenis nilai-nilai alam :
1. Biodiversitas
2. Tata Guna Lahan
3. Nilai Terkait Adat

Konsep pelestarian kawasan Pulau Tengah

Konsep perencanaan lanskap kawasan Pulau Tengah
PEREN
CANAAN

Perencanaan lanskap untuk pelestarian kawasan Pulau Tengah
dengan pendekatan bioregion

Gambar 3 Tahapan penelitian

13

Inventarisasi
Inventarisasi dilakukan untuk menggambarkan kondisi umum tapak. Data
yang diperoleh bersumber dari data sekunder dan data primer. Data yang
diperlukan untuk menunjang tahapan inventarisasi adalah data aspek biofisik dan
aspek sosial-budaya. Data ini diperoleh melalui survey lapang, pengamatan
langsung, wawancara, dan data sekunder. Adapun data yang diperoleh pada tahap
ini adalah sebagai berikut.
1.

Aspek Biofisik
a. Topografi

Data yang dibutuhkan berupa peta topografi sebagai peta dasar yang
berada di Pulau Tengah. Berdasarkan peta topografi tersebut, diperoleh delineasi
kelas kemiringan lahan (slope), analisis penggunaan lahan, batas wilayah DAS
dan Sub DAS. Berikut kelas lereng pada Tabel 3.
Tabel 3 Klasifikasi kemiringan lahan
Kelas
1
II
III
IV
V

Kelerengan (%)
0-8
8-15
15-25
25-40
>40

Klasifikasi
Datar
Landai
Agak Curam
Curam
Sangat Curam

Sumber: SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980

b. Tanah
Data tanah diperoleh dari data sekunder yang diterbitkan oleh BAPPEDA.
Data ini digunakan untuk mengetahui jenis tanah dan bagaimana penggunaan
lahan yang sesuai dengan jenis tanah tersebut. Berikut pembagian jenis tanah pada
Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi jenis tanah
Kelas

I
II
III
IV
V

Jenis tanah

Aluvial, Glei, Planosol, Hidromorf Kelabu,
Laterit air tanah
Latosol
Brown Forest Soil, Non Calcic Brown
Andosol, Laterit, Grumosol, Podsol
Regosol, Litosol, Organosol, Rensina

Klasifikasi

Tidak peka
Kurang peka
Agak peka
Peka
Sangat peka

Sumber: SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980

c. Vegetasi
Data ini digunakan untuk mengetahui jenis vegetasi pada berbagai
penggunaan
lahan.
Hasil
interpretasi
vegetasi
digunakan
untuk
menginterpretasikan pemanfaatan vegetasi oleh masyarakat setempat dalam
berbagai kebutuhan.

14

d. Tata guna lahan
Data ini diperoleh melalui data sekunder dan wawancara dengan pengguna
lahan pemukiman, sawah, ladang dan danau. Setelah mendapatkan informasi dari
berbagai sumber, maka dilakukan studi pustaka.
e. Penutupan Lahan
Data penutupan lahan diperoleh dengan menginterpretasi jenis penutupan
lahan pada citra Google Earth. Data klasifikasi penutupan lahan ini digunakan
untuk untuk menentukan tipe penggunaan lahan.
f. Iklim
Data yang diperoleh berupa tipe iklim, curah hujan rata-rata, temperatur
dan suhu, kelembaban udara, arah angin, dan lain-lain. Data ini digunakan untuk
membantu menganalisis kondisi iklim kawasan.
g. Hidrologi
Data hidrologi mencakup data DAS yang berada di Kabupaten Kerinci.
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah tangkapan air hujan yang dibatasi oleh
punggung bukit dimana curah hujan akan jatuh diatasnya dan mengalir ke sungai
utama. Data ini digunakan untuk menganalisis batas wilayah, kondisi perairan
danau, dan aliran sungai Buai Pulau Tengah
2.

Aspek Sosial dan Budaya

Data diperoleh dari wawancara pemuka adat dan data sosial dari berbagai
dokumen. Data yang diperoleh berupa sejarah, adat-istiadat, lembaga adat,
kesenian, arkeologi, dan pola tata ruang kawasan. Data tersebut digunakan untuk
menganalisis budaya yang terbentuk pada setiap ruang sosial budaya yang ada.
Analisis Bioregional
Klasifikasi unit bioregion dikompilasi berdasarkan data biofisik dan sosialbudaya masyarakat Pulau Tengah dengan modifikasi terhadap klasifikasi Kim et
al (2000, dalam Pramukanto, 2004). Data yang terkumpul diklasifikasikan dalam
3 unit yaitu:
a. Unit bioregion
Klasifikasi unit bioregion Pulau Tengah didasarkan pada karakteristik
topografi yang kemudian dapat diketahui wilayah tangkapan air (DAS) sehingga
diperoleh data klasifikasi DAS. Unit bioregion merupakan tingkat paling tinggi
atau terluas dalam pembagian wilayah yang didefinisikan pada kesamaan
karakteristik alam didalamnya yang membentuk kawasan Pulau Tengah.
b. Unit lanskap
Unit lanskap dapat diketahui dengan pengklasifikasian Sub DAS, jenis tanah,
dan kemiringan lahan yang terdapat di Pulau Tengah. Sub DAS diperoleh melalui
delineasi batas punggung bukit pada peta topografi.

15

c. Unit tempat
Unit tempat merupakan tingkat paling rendah atau unit terkecil pada
subdivisi bioregion yang didasarkan pada penutupan lahan yang ada dalam unit
lanskap. Penggunaan lahan diinterpretasikan sebagai representasi unit budaya
pada Kawasan Pulau Tengah.
Karakteristik topografi menghasilkan unit ruang berdasarkan deliniasi batas
antara unit DAS. Sub-sub unit dalam satu kelas DAS dapat dibedakan berdasarkan
karakteristik lereng dan jenis tanah. Kawasan Pulau Tengah tentunya berada pada
sub-sub unit ruang yang membangunnya. Unit ruang tersebut dapat menghasilkan
sejumlah sub-sub unit baru yang jumlahnya maksimum sama dengan jumlah sub
DAS dikalikan jumlah kelas lereng.
Dalam setiap kelas Sub DAS dapat dihasilkan beberapa sub unit berdasarkan
deliniasi kelas lereng sehingga deliniasi tersebut dapat berupa jumlah unit Sub
DAS. Langkah terakhir pada unit lanskap yaitu deliniasi unit-unit tersebut ke
dalam kelas tanah sehingga diperoleh jumlah unit yang terbagi menjadi beberapa
unit bagian yang memiliki karakterisktik wilayah homogen yang membedakan
dengan unit lanskap lainnya berdasarkan kelas tanah.
Tahap dengan hirarki yang paling kecil atau rendah adalah unit tempat. Pada
penelitian ini, unit tempat dibedakan berdasarkan penutupan lahan yang mampu
menggambarkan aktivitas (budaya) masyarakat setempat. Pada penelitian ini,
dilakukan modifikasi terhadap nilai intrinsik berdasarkan Jones et al (1998)
berupa penutupan lahan (landcover) yang meliputi pemukiman, ladang, sawah,
danau, dan hutan lindung. Klasifikasi bioregion dilakukan berdasarkan Nailufar
(2011) pada Gambar 4.

Gambar 4 Karakteristik bioregion
Sumber : Modifikasi Nailufar (2011)

16

Sintesis
Pada tahap ini, disusun arahan pelestarian kawasan Pulau Tengah. Arahan
pelestarian didasarkan pada karakteristik kawasan perlindungan lanskap/seascape,
yang termasuk ke dalam kategori V dalam penentuan kawasan perlindungan
menurut UNESCO (1972, dalam Phillips, 1998). Kategori V dalam kriteria nilai
penting world heritage convention ini menjelaskan tiga nilai, yaitu :
1. nilai sumber daya biologi (biodiversitas), yang berkaitan dengan
kompromi dalam mempertahankan keragaman biologi alam dan pertanian,
2. nilai karakteristik pemanfaatan/penggunaan sumber daya oleh manusia.
Seperti penggunaan lahan yang berkelanjutan,
3. nilai aspek keterkaitan hubungan manusia dengan alam dan kelekatan
nilai-nilai masyarakat dengan kualitas alam (lanskap). (Pratami, 2014
dalam Phillips, 1998).
Perencanaan Lanskap
1. Konsep perencanaan
Konsep perencanaan kawasan Pulau Tengah adalah menjadikan kawasan
Pulau Tengah sebagai kawasan yang dilestarikan berupa konservasi tata guna
lahan baik secara fisik maupun biofisik melalui pendekatan bioregion. Pendekatan
bioregion yang akan dilakukan melalui pelestarian terhadap lahan yang berkaitan
dengan aktivitas masyarakat.
2. Konsep pengembangan
Rencana konsep pengembangan akan terdiri dari konsep ruang, konsep
sirkulasi, dan konsep vegetasi. Konsep ruang didasarkan pada prinsip ruang yang
berlaku pada kawasan Pulau Tengah menurut adat. Konsep sirkulasi berupa akses
penghubung antar kawasan Pulau Tengah baik itu akses masuk, akses keluar dan
akses penghubung antar ruang. Konsep vegetasi terkait dengan lahan yang
dikonservasi dan dimanfaatkan masyarakat untuk aktivitas sehari-hari.
3. Rencana lanskap
Rencana lanskap merupakan hasil akhir yang berupa gambar rencana
lanskap yang dilengkapi dengan gambar skematik.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Pulau Tengah Secara Administratif
Pulau Tengah merupakan kawasan yang berada di Kecamatan Keliling
Danau, Kabupaten Kerinci. Secara administratif kawasan ini terbagi menjadi 7
desa setelah terjadinya pemekaran yaitu Desa Pulau Tengah, Koto Tuo, Jembatan
Merah, Dusun Baru Pulau Tengah, Koto Dian, Desa Limok Manaih dan Telago.
Desa Pulau Tengah merupakan pemekaran Pulau Tengah yang dilakukan pada
tahun 2011. Dalam kepemimpinan desa secara administratif terbentuk susunan
pemerintahnya yaitu:
Kepala desa
Sekretaris desa
Bendahara desa
Ketua BPD
Ka. ur Kemasyarakatan
Ka. ur Pemerintahan
Ka. ur Pembangunan

: Rizali
: Haryanto
: Aprianto
: Muhsin S,Ag
: Madewit
: Awaludin
: Asnadi

Desa Pulau Tengah terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun Tanjung Beringin,
Dusun Mesker, dan Dusun Pasar Mambo. Luas Desa Pulau Tengah secara
administratif adalah 500 Ha. Menurut data penyebaran penduduk Desa Pulau
Tengah Tahun 2015, jumlah kepala keluarga sebanyak 404 jiwa dengan jumlah
keseluruhan sebanyak 1195 jiwa. Adapun peta lokasi pusat tujuh desa dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Peta pusat desa secara administratif

Gambar 6 Peta batas kawasan Pulau Tengah

18

19

Aksesibilitas
Aksesibilitas menuju Desa Pulau Tengah sangat mudah dicapai karena berada
dipinggir jalan primer. Jarak desa dari Kota Madya Jambi tergolong sangat jauh
yaitu ±448 km sedangkan jarak dari Kota Sungai penuh ±16 km yang dapat
ditempuh dalam ±30 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi ataupun
kendaraan umum. Kendaraan umum hanya beroperasi setiap pagi hari pada pukul
06.00 dan pukul 15.00 pada sore hari. Oleh karena itu, masyarakat umumnya
memilih memakai motor sebagai kendaraan pribadi untuk alat transportasi seharihari. Kantor Kecamatan Keliling Danau berada di sebelah Pulau Tengah yaitu
Desa Benik. Jarak antara Desa Pulau Tengah menuju Desa Benik yaitu ±4 Km.
Kondisi jalan primer sebagai jalan penghubung antar desa tergolong baik berupa
jalan aspal sedangkan jalan antar dusun masih ada yang berupa jalan setapak
berbatu yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kondisi jalan setapak Desa Pulau Tengah
Rute masuk desa berdasarkan perbatasan kota Sungai Penuh dan Kabupaten
kerinci adalah Rumpun Tanjung Pauh. Setelah itu melewati Desa Semerap,
Lempur, Dusun Baru Dan Koto Tuo. Sedangkan dari arah berlawanan setelah
melewati Kecamatan Danau Kerinci dimulai dari Desa Jujun, Benik, Koto Dian,
Telago, dan Limok manaih.
Karakteristik Kawasan Pulau Tengah
Kawasan Pulau Tengah disusun berdasarkan karakteristik kawasan yang
terdiri dari aspek biofisik dan budaya. Adapun data dan analisis kedua aspek
tersebut dimasukan pada alinea dibawah ini.
Aspek Budaya
a. Sejarah Perang Pulau Tengah
Pada tahun 1903 Belanda mulai memasuki daerah Kerinci. Perang terbesar di
Kerinci adalah Perang Pulau Tengah yang berlangsung selama 6 bulan dimulai
dari bulan Mei sampai dengan bulan November (Zakaria 1985). Dalam buku
Tambo Sakti Alam Kerinci 3, dijelaskan perang ini merupakan perang undangan
yang diberikan kepada Belanda oleh rakyat untuk perang di Pulau Tengah.
Rakyat sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan perang baik
benteng pertahanan, makanan, senjata dan mental. Dalam masa persiapan perang
rakyat membuat senjata perang berupa senapan, senjata tajam, jerat lenting dan
lain sebagainya. Benteng pertahanan banyak dibuat dari bambu yang dibaliknya
terdapat susunan batu dan tanah yang diberi lubang tempat untuk melihat keadaan
luar. Sepanjang sungai dan Danau Kerinci dipasang ranjau dari bambu runcing.

20

Senjata mematikan bagi Belanda yaitu jerat lenting dan ranjau bambu runcing
yang mampu menewaskan banyak musuh. Terdapat lima benteng pertahananan
selama perang, yaitu:
1. Benteng Telago dipimpin oleh Bilal Sengat merupakan pertahanan arah
selatan atau menahan serangan yang berasal dari Jujun.
2. Benteng Lubuk Pagar yang dipimpin oleh Haji Husin dan Mat Pekat
merupakan pertahanan arah utara atau menahan serangan yang berasal dari
Semerap
3. Benteng Koto Putih, dipimpin oleh Haji Sultan dan Mat Serak merupakan
pertahanan arah timur atau menahan serangan yang berasal dari Danau
Kerinci
4. Benteng Dusun Baru-Sungai Buai yang dipimpin oleh Depati Gayur dan
Haji Syukur merupakan pertahanan dari arah utara
5. Benteng Danau yang dipimpin oleh Fatimah Jurai yang lebih dikenal
dengan Puti Mas Urai
Selama persiapan berlangsung, Belanda tengah menghadapi perang dengan
wilayah lain di Kerinci sehingga persiapan yang begitu matang tak diketahui oleh
musuh. Perbedaan yang membuat Perang Pulau Tengah menjadi dahsyat adalah
Rakyat mengundang Belanda untuk perang di Pulau Tengah sedangkan Belanda
terbiasa menyerang langsung ke daerah yang ingin didudukinya. Panglima
perang Pulau Tengah yang menandatangani surat undangan saat itu adalah Haji
Ismail. Isi surat undangan tersebut adalah rakyat Pulau Tengah tidak akan tunduk
kepada pemerintahan Belanda dan siap untuk berperang. Surat undanganpun
diterima dan dibalas oleh Overste Bense yang menyatakan sebaiknya Pulau
Tengah tunduk dan meletakan senjata. Surat balasan diterima oleh Haji Ismail dan
menolak dengan tegas penawaran Belanda. Belanda menyerang Pulau Tengah dari
2 (dua) arah yaitu arah utara dari semerap dan arah timur dari danau. Pasukan
Belandapun tak sanggup menembus benteng pertahanan bambu runcing yang
dipancangkan di Danau Kerinci. Pertahanan benteng lubuk pagar pun sangat kuat
dengan senjata jerat lenting yang menewaskan banyak musuh. Belanda mundur
dan melakukan persiapan untuk perang kedua. Setelah perang pertama terjadi,
Belanda meminta bantuan ke Padang untuk dikirimkan senjata berat seperti
meriam. Penyerangan dilakukan dari arah yang berbeda yaitu arah jujun.
Komandan pertempuran saat itu adalah Van Den Bosch. Pertahanan benteng arah
jujun yaitu benteng telaga dapat ditembus oleh Belanda karena senjata yang
digunakan pihak musuh lebih lengkap. Pimpinan benteng telaga yang terdiri dari
Bilal Sengat, Bilal Paki dan Abdul Kasim gugur untuk mempertahankan benteng
sampai titik darah penghabisan. Setelah menembus pertahanan benteng telaga,
Belanda menyerang benteng koto putih. Haji Sultan melakukan perlawanan dan
dengan gigih mempertahankan benteng hingga tak tertembus. Selain koto putih,
Belanda menyerang kembali lubuk pagar. Mat shaleh dan Haji Husein dengan
pedang mengamuk diantara musuh dan menewaskan banyak musuh. Akan tetapi
keduanya pun ikut gugur dalam medan perang untuk mempertahankan benteng
yang masih belum bisa ditembus Belanda (Zakaria 1985).
Belanda memiliki rencana lain dalam memasuki Pulau Tengah yaitu
membujuk masyarakat Lempur Danau untuk menunjukan jalan terbaik dengan
menjanjikan hadiah yang menarik. Beberapa orang tergoda dan menunjukan jalan
dengan mendaki bukit sebelah barat lalu turun dan menyerang secara tiba-tiba dari

21

arah kiri. Serangan pun dilakukan pada tanggal 20 Agustus 1903 dan pasukan
rakyatpun m