Perencanaan Lanskap Untuk Pelestarian Kawasan Danau Laut Tawar Berbasis Kearifan Lokal

(1)

PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN

KAWASAN DANAU LAUT TAWAR BERBASIS KEARIFAN

LOKAL

REZZA MIEN NUGRAHA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Untuk Pelestarian Kawasan Danau Laut Tawar Berbasis Kearifan Lokal adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Rezza Mien Nugraha


(3)

ABSTRAK

REZZA MIEN NUGRAHA. Perencanaan Lanskap Untuk Pelestarian Kawasan Danau Laut Tawar Berbasis Kearifan Lokal. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO

Gayo Laut merupakan salah satu sub suku Gayo yang mendiami sekitar danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah. Danau ini merupakan sumber penghidupan untuk masyarakat Gayo. Menurunnya kesadaran masyarakat akan kearifan lokal menyebabkan hilangnya ciri khas dari suku Gayo. Tujuan dari penelitian ini ialah menyusun perencanaan pelestarian lanskap kawasan Danau Laut Tawar berbasis kearifan lokal. Analisis karakteristik biofisik lanskap kawasan lindung mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1980. Unit kearifan lokal diienterpretasikan berdasarkan sub-DAS dan kedalaman danau dalam pemanfaatan kawasan Danau Laut Tawar. Perencanaan lanskap untuk pelestarian lanskap dituangkan ke dalam sub-wilayah, yaitu penyangkulen, dedisen sawah, perkebunan, pemukiman, dan hutan.

Kata Kunci: Kearifan Lokal, Danau Laut Tawar, Pelestarian, Perencanaan ABSTRACT

REZZA MIEN NUGRAHA. Landscape Planning For Conservation Area Laut Tawar Lake Based On Local Wisdom. Supervised by QODARIAN PRAMUKANTO

Gayo Laut is one of sub tribe of Gayo which is inhabit around Laut Tawar lake of Central Aceh regency. This lake is a source of livelihood for the Gayonesse communities. Decreased awareness of local wisdom among Gayonesse community, caused the loss of Gayo characteristic.The objective of study was to arrange landscape conservation planning of Laut Tawar Lake region base on local wisdom. Biophysical landscape characteristics analysis was base on protected areas which refers to the Decree of the Minister of Agriculture in 1980.The local wisdom unit was determined through sub-watershed boundary, the depth of the lake, and interpretation of local wisdom within the region of Laut Tawar Lake. The landscape conservation planning arranging several sub region, i.e. penyangkulen, dedisen, rice field, plantation, settlement, and forest sub region.

Keywords: Local Wisdom, Laut Tawar Lake, Landscape Conservation, Planning


(4)

PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN

KAWASAN DANAU LAUT TAWAR BERBASIS

KEARIFAN LOKAL

REZZA MIEN NUGRAHA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

(7)

PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul penelitian “Perencanaan Pelestarian Lanskap Kawasan Danau Laut Tawar Berbasis Kearifan Lokal”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dan berkontribusi dalam proses penelitian serta penyelesaian penulisan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Sukanto dan Pitriana selaku orangtua yang telah mendidik dan mendukung saya dengan penuh perhatian dan kasih sayang.

2. Sri Maharani, Ridwan Iriadi, dan Espi Akhiria Putri yang selalu menjadi pengingat saya.

3. Keluarga besar Samarnawan yang menjadi panutan saya untuk nantinya menjadi orang yang sukses dan berhasil

4. Ir. Qodarian Pramukanto, Msi selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik saya yang tidak pernah berhenti untuk terus mengingatkan bahwa saya dapat menyusun skripsi yang baik. 5. BAPPEDA, Dinas Perkebunan, beserta narasumber yang

memudahkan saya untuk mencari dan mendapatkan data penelitian.

6. Ijah, Ilham, Egeng, Dilfan, Adhrid, Bhre, Digo, Madan, dan semua orang yang sering saya lihat di Bengkel Lanskap.

7. Bagus, Sugra, Dimas, dan Iqbal teman saya yang selalu saya repotkan dikontrakan

8. Teman-teman Lanskap 47, yang telah menemani perjalanan hidup saya selama berada di departemen.

Penulis berharap semoga penelitian ini daat bermanfaat untuk pihak-pihak yang membutuhkan dan bermanfaat untuk referensi penelitan yang akan segera dilaksanakan.

Bogor, Oktober 2015


(8)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Kearifan Lokal 4

Lanskap Budaya 5

Deskripsi Tentang Danau dan Danau Laut Tawar 6

Perencanaan Lanskap 7

Perencanaan Pelestarian Kawasan Budaya 8

Suku Gayo 9

Permasalahan Kebudayaan 10

METODE 11

Lokasi dan Waktu Studi 11

Alat dan Bahan 12

Proses Perencanaan Lanskap 12

KONDISI UMUM 20

DATA 23

Karakteristik Kearifan Lokal Kawasan Danau Laut Tawar 23

Aspek Kearifan Lokal 23

Aspek Bio-fisik 31

ANALISIS DAN SINTESIS 44

Kearifan Lokal 44

Bio-fisik 46

Block Plan 53

KONSEP DAN PENGEMBANGAN 54

Konsep Perencanaan 54

Pengembangan Konsep 54

PERENCANAAN LANSKAP 54

Rencana Lanskap 54

Rencana Ruang 54

SIMPULAN DAN SARAN 62


(9)

DAFTAR TABEL

1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian 12

2 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data 14

3 Kriteria Kemiringan Lahan 17

4 Kriteria Jenis Tanah 17

5 Kriteria Curah Hujan 17

6 Kriteria Kedalaman Danau 18

7 Kepadatan dan Persebaran Penduduk Menurut Kecamatan 22 8 Luas Kelas Lereng Kawasan Danau Laut Tawar 31 9 Luas Penggunaan Lahan Kawasan Danau Laut Tawar 36 10 Luas Tutupan Lahan Kawasan Danau Laut Tawar 39 11 Evaluasi Jenis Kearifan Lokal Kawasan Danau Laut Tawar 44 12 Presentase Dan Luas Kesesuaian Kawasan Lindung DLT 46

13 Pengambilan Keputusan 52

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir Studi 3

2 Lokasi Studi 11

3 Tahapan Penelitian 13

4 Peta Administrasi Kawasan Danau Laut Tawar 21

5 Skema Struktur Organisasi Sarakopat 22

6 Penyangkulen 26

7 Denah dan Potongan Penyangkulen 26

8 Peta Persebaran Kawasan Penyangkulen 27

9 Komponen Dedisen 28

10 Peta Sub-DAS Kawasan Danau Laut Tawar 29

11 Sawah Pada Kawasan Danau Laut Tawar 30

12 Peta Kontur dan Batimetri Kawasan Danau Laut Tawar 32 13 Peta Kemiringan Lahan Kawasan Danau Laut Tawar 33

14 Peta Geologi Kawasan Danau Laut Tawar 34

15 Peta Jenis Tanah Kawasan Danau Laut Tawar 35 16 Peta Curah Hujan Kawasan Danau Laut Tawar 37 17 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Danau Laut Tawar 38 18 Peta Tutupan Lahan Kawasan Danau Laut Tawar 40 19 Peta Sub DAS dan Kesesuaian Penyangkulen Kawasan DLT 41 20 Kondisi Jalur Transportasi dan Sirkulasi Kawasan DLT 42 21 Peta Jaringan Jalan dan Kelas Jalan Kawasan DLT 43 22 Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan Kawasan DLT 47 23 Peta Skor Jenis Tanah Kawasan Danau Laut Tawar 48 24 Peta Skor Curah Hujan Kawasan Danau Laut Tawar 49 25 Peta Kesesuaian Lahan Untuk Kawasan Lindung 50 26 Peta Interpretasi Kearifan Lokal Kawasan DLT 51


(10)

27 Kawasan Perlindungan Danau Laut Tawar 52

28 Block Plan Kawasan Danau Laut Tawar 53

29 Pengembangan Konsep Ruang 54

30 Rencana Lanskap Kawasan Danau Laut Tawar 56 31 Rencana Lanskap Sub Kawasan Penyangkulen 57

32 Rencana Lanskap Sub Kawasan Dedisen 58

33 Rencana Lanskap Sub Kawasan Persawahan 50 34 Rencana Lanskap Sub Kawasan Permukiman 60


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki ragam budaya yang berbeda, dimana pada setiap budaya tersebut mempunyai kearifan lokal tersendiri. Kearifan lokal merupakan pedoman manusia dalam menjalani kehidupannya baik tata hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan hal mistis, ataupun Tuhan dan tata hubungan manusia dengan alam baik cara pemeliharaan dan pemanfaatannya. Kearifan lokal menjadi penting di kehidupan karena hal tersebut merupakan unsur yang membentuk karakter manusia dan faktor yang menjaga kestabilan alam (Ali (dalam Mas’ud, Turmudzi, Lubis, Shalahudin, Asry, Mufid, Aliroso dan Rikza 2010). Aceh adalah provinsi di Indonesia yang memiliki suku dengan kebudayaan tersendiri. Suku Gayo merupakan salah satu kelompok etnik di Provinsi Aceh yang terbagi dalam empat sub etnik, salah satunya Gayo Laut. Sub etnik ini mendiami kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah. Danau yang terletak di ketinggian 1.500 meter diatas permukaan laut dengan luas 5.671 ha ini merupakan sumber mata pencaharian untuk suku Gayo. Danau tersebut menjadi sumber air untuk sawah, ladang dan perkebunan bagi masyarakat di sana khususnya masyarakat Gayo Laut. Selain itu, satwa pada danau seperti ikan air tawar (depik, bawal, dan jahir), kerang tutut, dan yang lain juga dimanfaatkan baik sebagai sumber pangan atau dijual.

Dengan kemajuan zaman yang begitu pesat, pemahaman masyarakat di kawasan Danau Laut Tawar terhadap kearifan lokal cenderung menurun. Tidak jarang diberbagai tempat, termasuk Aceh Tengah, bentuk kearifan lokal di dalamnya hampir tidak kelihatan lagi. Salah satu bentuk kearifan lokal selain bentuk kearifan lokal lainnya adalah penyangkulen.

Penyangkulen merupakan gubuk kecil yang dibangun ditepi danau untuk menjaring ikan depik. Penyangkulen ini terletak sepanjang lingkar tepi danau. Gubuk penangkap khas ikan ini biasanya akan menjaring tangkapannya sesuai ukuran ikan, karena jaringnya hanya akan menangkap ikan yang sudah besar, dan yang masih kecil tetap kembali ke danau agar populasinya terjaga (Hasri, 2010). Menurut Lintas Gayo tanggal 11 November 2013, penyangkulen mulai hilang saat masyarakat sekitar danau mengenal jaring penangkap ikan. Jaring penangkap ikan ini lebih menjanjikan karena dapat menangkap ikan lebih banyak. Jaring penangkap ikan ini sangat berpengaruh terhadap populasi ikan endemik danau ini yaitu ikan depik. Ikan depik ini hanya ditemukan di perairan Danau Laut Tawar. Dikhawatirkan apabila masyarakat sekitar menangkap ikan dengan jaring penangkap ikan, populasi ikan endemik ini akan menurun dan suatu saat akan punah.

Perkembangan kegiatan perkotaan juga berpengaruh terhadap perubahan lahan di sekitar Danau Laut Tawar. Salah satunya adalah pertambahan pemukiman. Bertambahnya pemukiman ini merubah kondisi tutupan lahan yang awalnya hutan, berubah menjadi semak belukar dan


(12)

2

pemukiman di sekitar kawasan Danau Laut Tawar. Pada awalnya sumber daya kawasan Danau Laut Tawar membantu masyarakat untuk melakukan aktivitas di sekitar danau, namun berkurangnya pasokan bahan baku untuk membuat bangunan penyangkulen menyebabkan masyarakat menggunakan alat penangkap ikan berupa jarring yang tidak selektif sehingga mengancam kelangsungan hidup ikan depik yang menjadi satwa endemik pada danau.

Berdasarkan tutupan lahan, semak belukar mempunyai luas terbesar yaitu 2.744,32 Ha atau sebesar 35,25% dari luas seluruh kawasan Danau Laut Tawar. Hal ini sebagian besar diakibatkan oleh perambahan hutan dan kebakaran hutan. Kondisi demikian apabila dibiarkan terus menerus dapat berpengaruh langsung terhadap ekosistem kawasan Danau Laut Tawar sendiri (Kutarga, 2008).

Menurunnya kesadaran masyarakat sekitar danau akan kearifan lokal sebagai unsur yang mendukung kehidupan, menyebabkan hilangnya ciri khas dari suku Gayo di kabupaten Aceh Tengah khususnya kawasan Danau Laut Tawar.Kearifan lokal menjadi faktor perencanaan pelestarian lanskap pada kawasan ini yang diharapkan dapat mengembalikan nilai ciri khas suku Gayo dan ekosistem kawasan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah menyusun perencanaan lanskap untuk pelestarian kawasan Danau Laut tawar berbasis kearifan lokal. Kegiatan penelitian mencakup :

1. mengidentifikasi bentuk-bentuk kearifan lokal yang berkaitan dengan lanskap Danau Laut Tawar.

2. menginterpretasi arti dari kearifan lokal suku Gayo

3. menyusun rencana lanskap untuk pelestarian lanskap kawasan Danau Laut Tawar.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari proses penelitian ini adalah :

1. menjadi masukan bagi pemerintah dalam melestarikan lanskap Danau laut Tawar

2. menganalisis dan menambah nilai penting kearifan lokal bagi kelestarian Danau Laut Tawar.

Kerangka Pikir

Kawasan Danau Laut Tawar merupakan kawasan lanskap yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai mata pencaharian hidup maupun untuk tempat tinggal. Masyarakat sekitar kawasan mempunyai bentuk kearifan lokal yang mereka terapkan untuk memanfaatkan ekosistem kawasan. Interpretasi terhadap nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut dapat dijadikan sebagai aspek dalam perencanaan pelestarian lanskap kawasan Danau Laut Tawar berbasis kearifan lokal. Kerangka pikir penelitian diperjelas pada gambar dibawah ini (Gambar 1).


(13)

3

Gambar 1 Kerangka Pikir Studi Pemanfaatan flora

dan fauna di Danau Laut Tawar

Pembangunan di sekitar kawasan Danau Laut Tawar

Identifikasi kearifan lokal Suku Gayo di Danau Laut Tawar

Perencanaan pelestarian berbasis kearifan lokal

Konsep pengembangan kawasan

Pelestarian lanskap

Nilai kearifan lokal suku Gayo di kawasan Danau Laut Tawar

kabupaten Aceh Tengah

Perencanaan Lanskap Untuk Pelestarian Kawasan Danau Laut Tawar berbasis kearifan lokal

Interpretasi arti dari kearifan lokal Suku Gayo kawasan Danau

Laut Tawar Kondisi Eksisting Kawasan

Perencanaan Pelestarian Lanskap Kawasan

Bio - Fisik


(14)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Kearifan Lokal

Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu sintesa budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang- ulang, melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Kearifan lokal merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi seluruh aspek kehidupan, berupa (1) tata aturan yang menyangkut hubungan antar sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu maupun kelompok, yang berkaitan dengan hirarkhi dalam kepemerintahan dan adat, aturan perkawinan antar klan, tata krama dalam kehidupan sehari-hari; (2) tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan alam, binatang, tumbuh-tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya konservasi alam, seperti di Maluku ada sasi darat dan sasi laut; (3) tata aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib, misalnya Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah (Jawa: parian, paribasan, bebasan dan saloka).

Dilihat dari keasliannya, kearifan lokal bisa dalam bentuk aslinya maupun dalam bentuk reka cipta ulang (institutionaldevelopment) yaitu memperbaharui institusi-institusi lama yang pernah berfungsi dengan baik dan dalam upaya membangun tradisi, yaitu membangun seperangkat institusi adat-istiadat yang pernah berfungsi dengan baik dalam memenuhi kebutuhan sosial-politik tertentu pada suatu masa tertentu, yang terus menerus direvisi dan direkacipta ulang sesuai dengan perubahan kebutuhan sosial-politik dalam masyarakat. Perubahan ini harus dilakukan oleh masyarakat lokal itu sendiri, dengan melibatkan unsur pemerintah dan unsur non-pemerintah, dengan kombinasi pendekatan top-down dan bottom-up (Amri Marzali, 2005).

Dalam penataan ruang sendiri, terdapat beberapa jenis kearifan lokal yaitu tata kelola, nilai adat, serta tata cara dan prosedur, termasuk dalam pemanfaatan ruang (tanah ulayat).

a. Tata Kelola

Di setiap daerah pada umumnya terdapat suatu sistem kemasyarakatan yang mengatur tentang struktur sosial dan keterkaitan antara kelompok komunitas yang ada, seperti Dalian Natolu di Sumatera Utara, Nagari di Sumatera Barat, Kesultanan dan Kasunanan di Jawa dan Banjar di Bali. Sebagai contoh, masyarakat Toraja memiliki lembaga dan organisasi sosial yang mengelola kehidupan di lingkungan perdesaan. Pada setiap daerah yang memiliki adat besar pada umumnya terdiri dari beberapa kelompok adat yang dikuasai satu badan musyawarah adat yang disebut Kombongan Ada’. Setiap Kombongan Ada’ memiliki beberapa penguasa adat kecil yang disebut Lembang. Didaerah lembang juga masih terdapat penguasa adat wilayah yang disebut Bua’.


(15)

5 b. Sistem Nilai

Sistem nilai merupakan tata nilai yang dikembangkan oleh suatu komunitas masyarakat tradisional yang mengatur tentang etika penilaian baik-buruk serta benar atau salah. Sebagai contoh, di Bali, terdapat sistem nilai TriHita Karana yang mengaitkan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan Tuhan, alam semesta, dan manusia. Ketentuan tersebut mengatur hal-hal adat yang harus ditaati, mengenai mana yang baik atau buruk, mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, yang jika hal tersebut dilanggar, maka akan ada sanksi adat yang mengaturnya.

c. Tata Cara atau Prosedur

Beberapa aturan adat di daerah memiliki ketentuan mengenai waktu yang tepat untuk bercocok tanam serta sistem penanggalan tradisional yang dapat memperkirakan kesesuaian musim untuk berbagai kegiatan pertanian, seperti: Pranoto Mongso (jadwal dan ketentuan waktu bercocok tanam berdasarkan kalender tradisional Jawa) di masyarakat Jawa atau sistem Subak di Bali.

d. Ketentuan Khusus (Kawasan Sensitif, Suci, Bangunan)

Mengenai pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan sensitif, seperti di Sumatera Barat, terdapat beberapa jenis kearifan lokal yang berkaitan dengan pengelolaan hutan, tanah, dan air seperti Rimbo Larangan (hutan adat/hutan larangan), Banda Larangan (sungai, anak sungai / kali larangan), Parak (suatu lahan tempat masyarakat berusaha tani dimana terdapat keberagaman jenis tanaman yang dapat dipanen sepanjang waktu secara bergiliran), serta Goro Basamo (kegiatan kerja bersama secara gotong royong untuk kepentingan masyarakat banyak seperti membuat jalan baru, bangunan rumah ibadah, membersihkan tali bandar (sungai), dan menanam tanaman keras).

Terkait dengan bentuk adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap iklim, bencana atau ancaman lainnya, masyarakat tradisional juga telah mengembangkan berbagai bentuk arsitektur rumah tradisional seperti rumah adat batak, rumah gadang, rumah joglo, rumah 6panjang, rumah toraja, dan rumah adat lainnya yang dapat memberikan perlindungan dan ramah terhadap lingkungan.

Lanskap Budaya

Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan berbagai karakteristik yang terdefinisi secara harmoni menurut seluruh indra manusia (Simonds,2006). Definisi umum ini membuat pengertian lanskap dapat terdiferensiasi menurut skala tertentu, mulai dari skala mikro sebatas taman kantong sampai skala makro dalam tataran regional dan universal.

Budaya adalah sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas ma- nusia dengan lingkungan ekologi mereka. Dalam "cara-hidup-komuniti" ini termasuklah teknologi dan bentuk organisasi ekonomi, pola-pola menetap, bentuk


(16)

6

pengelompokan sosial dan organisasi politik, kepercayaan dan praktek keagamaan, dan seterusnya. Bila budaya dipandang secara luas sebagai sis- tem tingkah laku yang khas dari suatu pen- duduk, satu penyambung dan penyelaras kon- disi-kondisi badaniah manusia, maka perbe- daan pandangan mengenai budaya sebagai pola-pola dari (pattern-of) atau pola-pola untuk (pattern-for) adalah soal kedua.

Budaya adalah semua cara yang bentuk- bentuknya tidak langsung berada di bawah kontrol genetic yang bekerja untuk menyesuaikan individu-individu dan kelom- pok ke dalam komuniti ekologi mereka. Konsep budaya turun jadi pola tingkah laku yang terikat kepada kelompok-kelom- pok tertentu, yaitu menjadi "adat istiadat" (customs) atau "cara kehidupan" (way of life) manusia (Harris, 1988).

Menurut kedua definisi diatas, lanskap budaya dapat didefinisikan sebagai bentang alam yang tercipta akibat hasil interaksi masyarakat yang mempunyai sistem tertentu dalam kehidupannya. Menurut Thisler (dalam Nurisjah dan Pramukanto, 2001) mendefinisikan lanskap budaya sebagai suatu kawasan geografis yang menampilkan ekspresi lanskap alami oleh suatu pola kebudayaan tertentu.

Deskripsi Tentang Danau dan Danau Laut Tawar

Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan bermukim manusia. Ruang dan tanah di sekitar kawasan ini dirombak untuk menampung berbagai bentuk kegiatan manusia seperti permukiman, prasarana jalan, saluran limbah rumah tangga, tanah pertanian, perkebunan, rekreasi dan sebagainya (Connell & Miller, 1995).

Keberadaan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologis dan tata air. Dari sudut ekologi, danau merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yang dipengaruhi tinggi rendahnya muka air, sehingga kehadiran danau akan mempengaruhi tinggi rendahnya muka air, selain itu, kehadiran danau juga akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem di sekitarnya. Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui terkumpulnya air secara alami melalui aliranpermukaan yang masuk ke danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi cengkungan di muka bumi ini. Bentuk fisik danaupun memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika kita membiarkan semua demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan lama berada di muka bumi. Saat ini kita melihat ekosistem danau tidak dikelola sebagaimana mestinya, sebaliknya untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan cara bermukim manusia (Kumurur, 2001).

Danau Laut Tawar dengan luas sebesar 5.472 Ha mempunyai kedalaman rata-rata 51,13 meter terletak di tengah-tengah Kabupaten Aceh


(17)

7 Tengah dan merupakan danau terbesar di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara batas administratif Danau Laut Tawar masuk ke dalam wilayah empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Lut Tawar, Kecamatan Bebesen, Kecamatan Kebayakan, dan Kecamatan Bintang. Danau memanjang dari arah barat ke timur, sisi utara dan selatan berbentuk perbukitan hutan yang di sebagian lerengnya terdapat permukiman-permukiman penduduk. Di ujung barat danau terdapat Kawasan Perkotaan Takengon yang merupakan Ibukota Kabupaten Aceh Tengah, dan di ujung timur terdapat Kawasan Perkotaan Bintang, Ibukota dari Kecamatan Bintang.

Selain fungsi di atas, Danau Laut Tawar merupakan objek wisata utama di Kabupaten Aceh Tengah dan merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Potensi Utama Danau Laut Tawar adalah keindahan dan keunikan alam. Kedatangan pengunjung terutama sekali adalah dalam rangka untuk menikmati potensi utama tersebut (Kutarga, 2000). Namun akibat penanganan yang belum optimal membuat potensi wisata Danau Laut Tawar belum banyak mendatangkan sumber pemasukan bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.

Perencanaan Lanskap

Menurut Gold (1980), perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk menentukan awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut. Secara praktikal, kegiatan merencanakan suatu lanskap merupakan suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kehidupan manusia/masyarakat ke arah suatu bentuk lanskap atau bentuk alam yang nyata dan berkelanjutan (Nurisjah dan Pramukanto, 2009).

Simonds (1983) menyebutkan bahwa proses perencanaan merupakan suatu alat yang sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Hal-hal yang harus dilestarikan mencakup pemandangan dari suatu lanskap, ekosistem serta unsur- unsur langka untuk mencapai penggunaan terbaik dari suatu lanskap. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), proses perencanaan lanskap terdiri dari enam tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah persiapan, inventarisasi (pengumpulan data dan informasi), analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan. Perancangan lanskap yang umum dikenal sebagai bentuk akhir dari rekayasa lanskap merupakan tahap lanjutan dari perencanaan lanskap. Perancangan lanskap merupakan tahap kegiatan atau kerja keenam. Bentuk hasil akhir dari kegiatan perencanaan lanskap bukanlah suatu pendugaan atau pra- konsep yang masih mentah, tetapi konsep yang dihasilkan merupakan suatu kumpulan kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut.


(18)

8

Perencanaan Pelestarian Kawasan Budaya

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) dalam proses perencanaan pelestarian kawasan budaya terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Proses perencanaan kawasan secara fisik, yang merupakan bagian dari proses pengelolaan, merupakan tahapan yang dilakukan untuk merencanakan kegiatan pelestarian lanskap kawasan ini. Detail proses perencanaannya adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasikan tapak (lokasi dan lingkungan sekitar). Merupakan tahapan awal yang dilakukan dengan turun lapang yang bertujuan untuk mengambil data-data yang diperlukan dalam proses perencanaan pelestarian nantinya. Data ini bisa berupa data primer yang didapatkan langsung dari tapak dan data sekunder yang didapatkan dari referensi terkait.

2. Mendeskripsikan kondisi awalnya

 mempersiapkan informasi dan riset mengenai tapak dan berbagai karakteristik yang dimiliki atau terdapat disekitarnya dengan menggunakan data primer dan sekunder yang telah didapatkan dari hasil turun lapang.

 mengembangkan bentuk pengolahan/analisis data yang tepat untuk kawasan. Analisis dilakukan dengan membagi data menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu ekologi kawasan Danau Laut Tawar, masyarakat, dan bentuk kearifan lokal. Analisis ekologi dilakukan untuk mengidentifikasi sumber daya alam serta sejauh mana ekologi ini peka terhadap faktor internal dan eksternal dari tapak tersebut. Analisis kehidupan masyarakat dilakukan dengan menganalisis aktivitas masyarakat baik di dalam maupun diluar tapak, pola penyebaran masayarakat, pola pemukiman dan ruang. Pendataan tentang sosial dan budaya masyarakat lokal ini bisa dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan kawasan. Hasil dari analisis ini berupa deskripsi yang menjelaskan keadaan sosial budaya masyarakat. Analisis kearifan lokal dilakukan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan yang sesuai untuk keberlanjutan kawasan, adat istiadat yang mempengaruhi pola pembentuk lanskap. Hasil dari analisis berupa deskripsi kearifan lokal pada kawasan.

 menginventarisasi sumberdaya budaya dan alam, tangible and intangible, menganalisis hubungan kepentingan ruang dan manusia (walaupun dalam kategori legenda sejarah). Data ini dikumpulkan dari turun lapang langsung ke tapak untuk mendapatkan data sumberdaya yang diperlukan dan wawancara kepada instansi terkait serta pemuka adat yang mengerti akan kebudayaan masyarakat Gayo khususnya di kawasan Danau Laut Tawar.

 mengintegrasikan rencana dengan pengelolaan dari sektor lain. Mengumpulkan beberapa informasi dari pihak yang bersangkutan terkait kegiatan dan pemanfaatan yang dilakukan terhadap Danau Laut Tawar secara langsung.


(19)

9 3. Analisis dan penilaian awal

Mempersiapkan pustaka dan berbagai keterangan tapak yang akan dinilai, antara lain adalah kondisi, karakter, ciri-ciri umum, nilai kearifan lokal, aksesibilitas, potensi gangguan, dll.

4. Memberi keputusan tentang berbagai tindakan yang akan dilakukan pada kawasan sesuai dengan hasil analisis yang telah diolah dari data-data yang telah dikumpulkan. Tahapan ini merupakan hasil

overlay dari analisis kawasan ekologi tapak, masyarakat, serta kearifan lokal.

5. Membuat formulasi kebijakan, terutama yang terkait dengan tindakan pelestarian yang akan dilakukan serta berbagai program ikutan yang tidak “mengganggu” kelestarian lanskap pada kawasan. 6. Memutuskan bentuk-bentuk kebijakan yang akan dilakukan, serta

melakukan proses perencanaan lanskap yang nantinya akan menghasilkan rencana pelestarian lanskap pada kawasan.

Suku Gayo

Suku Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu: (1) Gayo laut, atau disebut dengan Gayo laut Tawar, yang mendiami sekitar danau Laut Tawar. (2) Gayo Deret atau Gayo Linge, yang mendiami daerah sekitar Linge dan Isaq, (3) Gayo Lues yang mendiami daerah sekitar Gayo Lues, dan Gayo Serbejadi, yang mendiami daerah sekitar Serbejadi dan Sembuang Lukup, termasuk ke dalam daerah Aceh Timur. (4) Sedang suku Alas berdiam di daerah Alas yang berbatasan dengan daerah Gayo Lues.

Pada saat ini Etnik Gayo merupakan masyarakat asli yang mayoritas mendiami wilayah kabupaten Aceh Tengah, propinsi Daerah Istimewa Aceh. Letak wilayahnya berada di pedalaman. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, dan sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Aceh Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Aceh Barat. Keadaan alam yang bergunung-gunung merupakan bagian dari rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatera, tepatnya berada pada garis lintang 412’-454’ Lintang Utara dan 9630’-9718’ Bujur Timur (Melalatoa, 1972 : 60). Keadaan yang bergunung-gunung, menyebabkan pasar kota Takengon sebagai ibukota Kabupaten, keadaan tanahnya tidak rata. Tampak ada yang tinggi tempatnya dan ada yang rendah. Dipinggiran sebelah timur kota Takengon terhampar Danau Laut Tawar.

Masyarakat etnik Gayo adalah seluruh penduduk Aceh Tengah yang dikurangi dengan suku bangsa pendatang seperti etnik Aceh, Jawa, Minangkabau dan orang-orang Cina. Percampuran dengan suku-suku bangsa lain ini banyak terjadi sekitar tahun 1950-an, dimana pada saat itu terjadi migrasi spontan dari kota-kota lain di Aceh Tengah. Mereka tertarik dengan pola penghidupan yang lebih baik karena daerah Aceh Tengahsebagai daerah yang subur bagi pertanian, sedangkan Etnik


(20)

10

Minangkabau dan orang-orang Cina pada umumnya bekerja sebagai pedagang.

Mengenai adat istiadat etnik Gayo dapat dibedakan menjadi tiga kelompok adat, yaitu kelompok adat Cik dari Linge Isaq, kelompok adat

Bukit dari Pesisir Danau Laut Tawar dan kelompok adat Blangkejeren dari Kuta Cane. Kelompok adat Blangkejerenini sering kali disebut dari kelompok Gayo Alas. Kemudian terjadi pemisahan masyarakat Gayo Alas menjadi kabupaten sendiri, maka kelompok adat di Aceh Tengah bagi masyarakat Gayo menjadi dua kelompok, yaitu kelompok adat Cik dan kelompok adat Bukit.

Penghidupan penduduk Gayo dan Alas sebelum penyerbuan Belanda ke daerah mereka, pada umunya adalah bercocok tanam. Mereka hidup dari bersawah, berkebun kopi, tembakau, kebun pisang, tebu dan lain-lain. Dari hasil hutan seperti kayu, rotan, ijuk, kulit kayu manis, kemenyan, dari peternakan seperti kerbau, sapi, kambing, biri-biri, dari barang-barang perdagangan seperti cula badak, gading gajah, kulit binatang dan sebagainya. Industri pada saat itu belum dikenal, kecuali kerajinan tangan sepertipandai besi untuk membuat pisau, parang, pedang, tombak, dan senjata-senjata perang. Selain dari itu, terdapat juga kerajinan perak, emas, anyam-anyaman tikar, dan sebagainya.

Penduduk Suku Gayo Laut, Gayo Lues, dan Alas, terkenal sebagai penanam tembakau, kopi, dan peternak kerbau di seluruh Aceh, Sumatera Timur, Karo, dan Tanah Batak. Tembakau Gayo sedap rasanya, halus irisannya, harum baunya, dan sangat digemari di pasaran nasional dan internasional. Kopi Arabica hanya tumbuh khusus di daerah Gayo Laut, dan terkenal seluruh Aceh, Sumatera Timur, dan daerah-daerah lain. Rasanya lebih enak dibandingkan dengan kopi Robusta. Di zaman kependudukan Belanda kopi Arabica dari Gayo Laut ini dijadikan barang ekspor, sedang dimasa Indonesia merdeka, kopi Arabica menjadi barang ekspor penting disamping tembakau dan lain-lain.

Permasalahan Kebudayaan

Nilai-nilai Islami belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Syariat, hal ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan dengan tingkat pemahaman masyarakat terhadap Syariat Islam masih belum sempurna. Makin terbukanya Aceh pasca tsunami dan konflik serta derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi merupakan faktor eksternal. Hal ini menjadi tantangan masyarakat Aceh untuk dapat mempertahankan jati diri sebagai masyarakat yang islami. Selama ini pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi cenderung merusak jati diri Aceh. Karenanya perlu dilakukan pemantapan akidah dan pemahaman Syariat untuk meningkatkan ketahanan ( resilience ) budaya dan kecerdasan masyarakat Aceh terhadap infiltrasi budaya asing yang dapat merusak akidah. Ketahanan dan kecerdasan ini perlu ditingkatkan dalam menghadapi tantangan globalisasi.


(21)

11

METODE

Lokasi dan Waktu Studi

Lokasi untuk studi terletak di daerah kawasan Danau Laut Tawar dan sekitarnya kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh. Secara geografis kawasan Danau Laut Tawar terletak di 4°20’ 0” - 4°40’ 0” LU dan 96°46’ 0” - 97° 0’ 0” BT. Luas perairan Danau Laut Tawar sendiri sebesar 5.472 Ha dan untuk kawasan sendiri sebesar 18190 Ha. Danau Laut Tawar dikelilingi oleh empat kecamatan yaitu Kecamatan Kebayakan di utara, kecamatan Bebesen di barat, kecamatan Lut Tawar di selatan, dan kecamatan Bintang di timur. Pengamatan lapang beserta proses perencanaan dilakukan pada bulan Mei 2014 sampai September 2014. Lokasi Studi dan waktu pelaksanaan dijelaskan pada Gambar 2 dan Tabel 1 berikut.


(22)

12

Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Jenis Kegiatan Mei Juni Juli Agustus September 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Persiapan

Penelitian

x x x x x Pengumpulan

Data

x x x x x x x x Pengolahan

Data

x x x x x x x x Penulisan

LaporanAkhir

x x x x x x Perbaikan x x x x

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah kendaraan bermotor, GPS, kamera digital, dan laptop yang dilengkapi dengan software AutoCAD, Map Source, ArcView, google maps, photoshop, global mapper, dan microsoft office.

Proses Perencanaan Lanskap

Proses perencanaan lanskap dalam studi ini meliputi tahapan inventarisasi, analisis, sintesis, dan proses perencanaan. Tahap Penelitian diperjelas pada gambar dibawah ini (Gambar 3).

A. Inventarisasi

Pada tahap awal inventarisasi dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi penelitian berupa data biofisik dan kearifan lokal. Data ini didapatkan dari RTRW Kabupaten Aceh Tengah tahun 2012-2032 yang bersumber dari Pemda Aceh Tengah. Selain itu dikumpulkan juga sumber-sumber terkait yang berhubungan langsung dengan kearifan lokal suku Gayo di periode sekarang seperti Qanun dan Perda mengenai pembangunan di kawasan Danau Laut Tawar. Selanjutnya, dilakukan survey lapang untuk mengumpulkan data lapang. Data lapang diperoleh juga melalui wawancara dengan narasumber terkait.

Data biofisik yang telah dikumpulkan kemudian disusun untuk mendapatkan karakteristik kondisi wilayah serta batas fisik wilayah yang meliputi kondisi wilayah, batas fisik wilayah seperti DAS, dan tutupan lahan. Data kearifan lokal yang telah dikumpulkan melalui sumber-sumber terkait dan wawancara kepada ahli kemudian disusun secara deskriptif dan spasial yang kemudian diintegrasikan bersama dengan data biofisik yang telah dikumpulkan untuk dicari keterhubungannya. Berikut adalah jenis data dan informasi yang nantinya akan dikumpulkan.


(23)

13

Gambar 3 Tahapan Penelitian PERENCANAAN Perencanaan Pelestarian Lanskap Kawasan

Danau Laut Tawar Berbasis Kearifan Lokal Konsep Pelestarian Kawasan Danau Laut Tawar ANALISIS &

SINTESIS

Unit Lahan INVENTARISASI

Kawasan Danau Laut Tawar

Identifikasi Tapak

Data Primer Data Sekunder

Aspek Bio-Fisik

 Topografi

 Iklim

 Penggunaan Lahan

 Tanah

 Hidrologi

 Kualitas Visual

 Jaringan Transportasi dan sirkulasi

Aspek Kearifan Lokal

 Tata Kelola

 Sistem Nilai

 Tata cara atau prosedur

 Ketentuan khusus

Unit Hidrologi Kearifan Lokal

Kawasan Lindung

Block Plan

Interpretasi Kearifan Lokal Tutupan Lahan


(24)

14

a. Data dan Informasi

Data dan informasi yang dikumpulkan berupa aspek bio-fisik dan kearifan lokal masyarakat kawasan Danau Laut Tawar yang dikumpulkan dari berbagi sumber. Data dan informasi yang berisi bentuk, sumber dan interpretasi data disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis, Bentuk dan Sumber Data

No. Aspek Bentuk Data Sumber Data Interpretasi Data

S D

A Bio-fisik

1 Topografi X - Bappeda Elevasi dan kemiringan lahan

2 Iklim X X BMG Tipe iklim, curah hujan,

dan temperatur 3 Penggunaan lahan

dan Tutupan lahan

X X Bappeda, Observasi Lapang

Kelas penggunaan lahan dan penutupan lahan

4 Hidrologi X X Bappeda Pola pasut air, muara sungai dan outlet danau, kedalaman danau 5 Aksesibilitas dan

sirkulasi

X X Bappeda, Observasi lapang

Jaringan transportasi dan kelas jalan

B Kearifan Lokal

1 Tata Kelola - X Data sekunder, wawancara

Untuk mengidentifikasi sistem kemasyarakatan pada pengelolaan kawasan Danau Laut Tawar

2 Sistem Nilai - X Data sekunder, wawancara

Untuk mengidentifikasi sistem nilai (nilai baik, atau buruk) pada pengelolaan kawasan 3 Tata cara atau

prosedur

- X Data sekunder, wawancara

Mengidentifikasi pengaruh prosedur penentuan kawasan untuk pengelolaan 4 Ketentuan khusus X X Data sekunder,

wawancara

Mengidentifikasi wilayah sensistif pada kawasan seperti hutan larangan, daerah konservasi , atau daerah tujuan khusus

Keterangan : S : Spasial; D: Deskriptif I. Aspek Bio-fisik

Menyajikan peta-peta tematik yang meliputi topografi, tanah, iklim penggunaan lahan dan penutupan lahan, hidrologi, kualitas visual, jaringan transportasi dan sirkulasi.


(25)

15  Topografi

Peta topografi memuat informasi garis kontur lahan tapak yang digunakan sebagai peta dasar. Berdasarkan topografi didapatkan delineasi kelas kemiringan lahan (slope), batas wilayah tangkapan air (water catchment) berupa DAS dan Sub DAS, serta aliran drainase pada tapak.  Geologi dan Tanah

Data geologi dan tanah digunakan sebagai dasar untuk mengetahui sebaran spasial jenis tanah serta memberikan informasi tentang asal usul (genesis) dari bentukan lahan. Berdasarkan peta jenis tanah tersebut dapat diketahui kelas tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.

 Iklim

Data yang dikumpulkan meliputi tipe iklim, curah hujan tahunan rata-rata, temperatur udara rata-rata, serta kelembaban udara rata-rata periode sepuluh tahun terakhir. Data didapatkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika dan Badan Penyuluhan Pertanian dan Pangan Kabupaten Aceh Tengah. Data ini digunakan untuk menginterpretasikan kondisi iklim wilayah yang dapat menentukan kesesuaian lahan untuk kenyamanan berdasarkan temperatur dan kelembaban pemanfaatan lahan tertentu.

 Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan

Data mengenai pola penggunaan lahan dan penutupan lahan kabupaten Aceh Tengah diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten Aceh Tengah. Berdasarkan informasi yang diberikan maka diketahui lokasi pemukiman, hutan, ladang, kebun campuran, hutan lindung, dan badan air.

 Hidrologi

Data hidrologi yang digunakan adalah data batas DAS dan sub-DAS, dan kedalaman danau yang didapatkan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Data ini digunakan untuk mengetahui kondisi danau, kualitas dan kuantitas air, aliran masuk dan keluar pada danau, serta data pasang surut air Danau Laut Tawar.

 Jaringan Transportasi dan Sirkulasi

Data ini digunakan untuk mengetahui aksesibilitas dan jalur sirkulasi yang dapat digunakan untuk menuju kawasan beserta transportasinya menuju atau dari kawasan. Data yang disajikan berupa peta sirkulasi. Kemudian ditentukan penentuan kelas jalan pada kawasan Danau Laut Tawar. Penentuan kelas jalan sendiri mengacu pada materi teknis RTRW kabupaten Aceh Tengah 2012-2032. Berikut adalah penjelasan mengenai kelas jalan tersebut. 1) jalan nasional merupakan jalan yang


(26)

16

menghubungkan provinsi di Indonesia, 2) jalan provinsi adalah jalan yang menghubungkan kabupaten di provinsi Aceh, 3) jalan kabupaten adalah jalan yang menghubungkan kecamatan di kabupaten Aceh Tengah, 4) jalan lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan ligkungan. II. Aspek Kearifan Lokal

Data yang dikumpulkan adalah tipologi kearifan lokal yaitu tata kelola, sistem nilai, tata cara atau prosedur, dan ketentuan khusus pada kawasan Danau Laut Tawar. Data tersebut digunakan dalam mengidentifikasi nilai dan aktivitas yang ada dalam masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebudayaan yang ada di daerah tersebut. Semua data ini disajikan dalam bentuk spasial dan deskriptif.

 Tata Kelola

Data yang digunakan untuk mendapatkan bentuk tata kelola meliputi sistem kemasyarakatan atau peraturan yang mengatur sistem pengelolaan lahan atau danau pada kawasan Danau Laut Tawar. Selain itu digunakan informasi mengenai kewenangan yang digariskan dalam struktur sosial seperti ketua adat, aturan dan sanksi, serta denda sosial bagi pelanggar hukum adat tertentu.Semua data ini didapatkan melalui observasi langsung pada masyarakat sekitar kawasan, dan wawancara dengan ahli budaya kabupaten Aceh Tengah.

 Sistem Nilai

Data berupa sistem nilai dikumpulkan dari informan, yaitu pemuka-pemuka adat yang menguasai dengan baik nilai-nilai adat yang terkandung dalam kawasan Danau Laut Tawar. Data yang disajikan berupa deskripsi sistem nilai adat suku Gayo pada pemanfaatan kawasan Danau Laut Tawar.  Tata Cara atau Prosedur

Data mengenai tata cara dan prosedur yang dilakukan masyarakat di sekitar kawasan Danau Laut Tawar dalam memanfaatkan lahan atau danau disusun secara deskriptif. Informasi yang digunakan mencakup teritori atau wilayah, penempatan hunian, penyimpanan logistik, aturan pemanfaatan air untuk sawah dan lain-lain, kemudian bentuk rumah.

 Ketentuan Khusus (Kawasan Sensitif, Suci, Bangunan)

Data ketentuan khusus dalam sistem kearifan lokal masyarakat sekitar Danau Laut Tawar diperlukan dalam penentuan kawasan sensitif dengan tujuan khusus, seperti penetapan daerah kawasan penyangkulen dan dedisen pada Danau Laut Tawar, dan sistem bersawah. Data ini didapatkan langsung melalui wawancara dengan ahli budaya kabupaten Aceh Tengah yaitu bapak Ibnu Hajar, dilengkapi dengan observasi langsung di lapang. Data ini digunakan sebagai acuan dalam analisis kearifan lokal.


(27)

17 B. Analisis dan Sintesis

Pada tahap ini dilakukan analisis karakteristik tapak untuk ditentukan potensi maupun kendala dalam pengembangan pelestarian lanskap kawasan Danau Laut Tawar. Analisis dilakukan pada dua tipe analisis, yaitu analisis bio-fisik berupa unit lahan dan unit hidrologi, dan analisis kearifan lokal yang dilakukan dengan interpretasi terhadap hasil analisis spasial. Hasil interpretasi kearifan lokal digunakan dalam proses perencanaan pelestarian lanskap pada kawasan Danau Laut Tawar.

Analisis Bio-fisik a. Kawasan Lindung

Analisis kawasan lindung digunakan untuk mengetahui kepekaan fisik pada kawasan dengan menggunakan peta tematik yaitu peta topografi, peta jenis tanah, peta curah hujan. Penetapan kawasan ini mengacu pada S.K. Menteri Pertanian tahun 1980 tentang penentuan kawasan lindung. Kriteria tersebut meliputi Kriteria Kemiringan Lahan (Tabel 3), Kriteria Jenis Tanah (Tabel 4), Kriteria Curah Hujan (Tabel 5). Berdasarkan kriteria tersebut disusun peta tematik dengan penilaian berdasarkan skor kemiringan lahan, jenis tanah dan curah hujan. Peta tematik tersebut di overlay

menggunakan software ArcGis untuk mendapatkan peta komposit. Kriteria penentuan kawasan lindung tersebut dimasukkan ke atribut peta sehingga pada proses overlay, setiap polygon akan memiliki total skor dari hasil penjumlahan setiap kriteria.

Tabel 3 Kriteria Kemiringan Lahan

Kelerengan (%) Sifat Skor

0-8 Datar 20

8-15 Landai 40

15-25 Agak curam 60

25-40 Curam 80

>40 Sangat curam 100

Sumber :S.K. Menteri Pertanian No. : 837/Kpts/Um/11/1980 Tabel 4 Kriteria Jenis Tanah

Kelas Tanah

Jenis Tanah Keterangan Skor

1 Aluvial, Tanah Glei Planosol Hidromorf kelabu, Literita air tanah

Tidak peka 15

2 Latosol Agak peka 30

3 Brown forest soil, non calcis brown, mediteran Kurang peka 45 4 Andosol, laterit, grumosol, podsol, podsolik Peka 60 5 Regosol, litosol, organosol, renzina Sangat peka 75

Sumber : S.K. Menteri Pertanian No. : 837/Kpts/Um/11/1980 Tabel 5 Kriteria Curah Hujan

Intensitas Hujan (mm/hari) Sifat Skor

0-13.6 Sangat rendah 10

13.6-20.7 Rendah 20

20.7-27.7 Sedang 30

27.7-34.8 Tinggi 40

>34.8 Sangat tinggi 50


(28)

18

Wilayah yang memiliki nilai skor total sama atau lebih dari 175 menunjukan bahwa wilayah yang bersangkutan perlu dijadikan, dibina dan dipertahankan sebagai kawasan lindung.

b. Interpretasi Kearifan Lokal

Interpretasi kearifan lokal digunakan untuk mengetahui keterhubungan kawasan Danau Laut Tawar dengan kearifan lokal. Data yang digunakan adalah data hidrologi berupa unit sub DAS dan batimetri danau untuk mengetahui hubungan antara hidrologi dengan kearifan masyarakat lokal di sekitar kawasan Danau Laut Tawar terkait pemanfaatan danau, yaitu sistem penyangkulen dan dedisen. Kriteria penilaian interpretasi kearifan lokal ini terdapat pada Tabel 6. Kelas penilaian sesuai berarti bahwa penyangkulen bisa diletakkan pada kawasan dengan kedalaman dibawah 10 meter, karena kualitas air yang masih bersih dan

penyangkulen masih bisa dibangun pada area tersebut. Untuk kelas yang bernilai cukup sesuai masih bisa dibangun penyangkulen karena kedalamannya masih memungkinkan untuk membangun penyangkulen. Untuk penilaian tidak sesuai, area tersebut tidak untuk dibangun

penyangkulen karena kedalaman pada area tersebut yang terlalu dalam. Tabel 6 Kriteria Kedalaman Danau

Kedalaman (m) Sifat Penilaian

<10 Sangat dangkal Sesuai

10-50 Dangkal Cukup Sesuai

50-100 Sedang Tidak Sesuai

100-200 Dalam Tidak Sesuai

>200 Sangat dalam Tidak Sesua

Sumber : Husnah, Fahmi, Said, Marini, Apriyadi, Juniarto, Rusma, Mersi, Rosidi (2012) (Modifikasi)

Kawasan yang sesuai untuk dedisen ditetapkan pada bagian muara sungai karena area tersebut memiliki kualitas air yang baik untuk ikan depik dan juga sesuai untuk penempatan konstruksi dedisen.

c. Analisis Kearifan Lokal

Pada tahap analisis kearifan lokal, dilakukan penyusunan data atribut berupa karakteristik kearifan lokal masyarakat Gayo dalam pemanfaatan kawasan Danau Laut Tawar. Data tersebut merupakan kelas kearifan lokal berdasarkan tipologi kearifan lokal yang meliputi tata kelola, sistem nilai, tata cara atau prosedur, dan ketentuan khusus. Data ini nantinya akan menghasilkan informasi mengenai karakteristik masyarakat Gayo dalam melakukan pemanfaatan kawasan Danau Laut Tawar. Analisis kearifan lokal disajikan melalui tabel deskriptif.

Disebutkan pula kriteria kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial-budaya, yaitu: (i) tempat pelestarian pengembangan adat istiadat atau budaya; (ii) prioritas peningkatan kualitas sosial budaya; (iii) aset yang harus dilindungi, dilestarikan; (iv) tempat perlindungan; (v) tempat yang


(29)

19 memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; (vi) tempat yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.

d. Sintesis

Berdasarkan karakteristik kearifan lokal suku Gayo pada kawasan Danau Laut Tawar yang telah ditentukan, dilakukan evaluasi untuk menyepadankan kriteria karakteristik kearifan lokal pada kawasan Danau Laut Tawar dengan ekologi kawasan Danau Laut Tawar. Evaluasi tersebut menghasilkan usulan perbaikan yang digunakan sebagai dasar pada tahap perencanaan.

C. Perencanaan

Hasil dari tahap sintesis dilanjutkan pengajuan konsep dasar perencanaan lanskap yaitu membuat kawasan Danau Laut Tawar sebagai kawasan yang berkelanjutan melalui tindakan konservasi berbasis kearifan lokal berdasarkan pola yang telah didapatkan dari hasil analisis dan sintesis sebelumnya. Kemudian dilakukan pengembangan konsep perencanaan, seperti konsep sirkulasi, ruang, dan vegetasi. Hasil akhri yang diberikan berupa rencana pelestarian yaitu rencana ruang, rencana vegetasi, dan rencana sirkulasi.


(30)

20

KONDISI UMUM

Danau Laut Tawar secara geografis terletak di 4°20’ 0” - 4°40’ 0” LU dan 96°46’ 0” - 97° 0’ 0” BT, dengan luas perairan sebesar 5.472 Ha dan kedalaman rata-rata 51,13 meter. Total luas kawasan Danau Laut Tawar sendiri mencapai 24983 Ha. Secara administratif Danau Laut Tawar masuk ke dalam wilayah empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Lut Tawar, Kecamatan Bebesen, Kecamatan Kebayakan, dan Kecamatan Bintang (Gambar 4). Berikut adalah tabel data luas kecamatan, kepadatan, dan persebaran penduduk pada kawasan Danau Laut Tawar ( Tabel 8 ).

Danau ini memanjang dari arah barat ke timur, sisi utara dan selatan berbentuk perbukitan hutan yang di sebagian lerengnya terdapat permukiman-permukiman penduduk. Di ujung barat danau terdapat Kawasan Perkotaan Takengon yang merupakan Ibukota Kabupaten Aceh Tengah.

Suku Gayo merupakan masyarakat adat yang tinggal di hampir seluruh kabupaten Aceh Tengah. Suku Gayo sendiri terbagi atas empat sub etnik, yaitu Gayo Deret, Gayo Laut, Gayo Kalol, dan Gayo Lues. Suku Gayo Laut adalah suku yang dominan mendiami daerah di sekitar kawasan Danau Laut Tawar. Kawasan Danau Laut Tawar sendiri merupakan kawasan danau terbesar di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Kelembagaan secara adat di setiap daerah Aceh Tengah ini diatur oleh suatu badan yang dinamakan sarakopat. Adapun fungsi dari lembaga adat tersebut adalah sebagai alat kontrol, keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat antara lain; menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan, dan penengah sengketa yang timbul dalam masyarakat. Selain berperan sebagai lembaga adat, sarakopat juga berperan sebagai lembaga pemerintahan di Aceh Tengah. Hal itu ditegaskan dalam Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 09 Tahun 2002 pasal 9 yaitu:

1. Sarakopat berkedudukan sebagai wadah aparatur pemerintahan Gelong

Preje, kecamatan, pemerintahan kampung sebagai wadah

bermusyawarah/mupakat yang terdiri reje (raja), imem (imam), petue

(petua), dan rayat (rakyat) genap mufakat. 2. Sarakopat mempunyai tugas;

a. Menampung dan menyalurkan pendapat masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.

b. Menyelesaikan perselisihan berdasarkan hukum adat, adat-istiadat dan kebiasaan-kebiasaan dalam kurun waktu paling lama 3 bulan.

c. Menciptakan hubungan yang harmonis dan demokratis serta objektif dalam menyelesaikan permasalahan.

d. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dalam pasal 9 sarakopat

melaksanakan kegiatan-kegiatan penyelidikan, pendataan, membuat berita acara.


(31)

(32)

22

Tabel 7 Kepadatan dan Persebaran Penduduk Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Luas ( km² ) Jumlah

Penduduk

Kepadatan Penduduk

Persebaran Penduduk

1. Lut Tawar 99,56 18.858 189 10,23

2. Bebesen 47,19 36.060 764 19,57

3. Kebayakan 56,34 14.742 262 8,00

4. Bintang 429,00 8.929 21 4,84

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Tengah (2013)

Berikut adalah Skema Struktur Organisasi Pemerintahan Sarakopat

adalah sebagai berikut (Gambar 5).

Sumber: Syukri(2006)

Gambar 5 Skema Struktur Organisasi Sarakopat Lebe

Biden Hariye

Kejurun Belang

Hukum Adat Reje ( Raja ) Reje ( Raja ) Reje ( Raja )

Bedel Sekolat

Rakyat

Genap Mufakat Banta ( Sekretaris Reje )

Penghulu Uten Penghulu Umer Penghulu Lut Pawang Deret Penghulu Rerak RakyatUmum Data Sekunder Keterangan Arah komando


(33)

23

DATA

Karakteristik Kearifan Lokal Kawasan Danau Laut Tawar Karakteristik kearifan lokal kawasan Danau laut Tawar yang berada pada empat kecamatan yaitu kecamatan Lut Tawar, Bebesen, Kebayakan, dan Bintang merupakan dasar dalam analisis kearifan lokal. Ada dua aspek karakteristik kearifan lokal yang diuraikan, yaitu aspek kearifan lokal dan bio-fisik.

Aspek Kearifan Lokal a. Tata Kelola

Tanah Gayo kabupaten Aceh Tengah mempunyai lembaga-lembaga adat yang selalu hidup dan berkembang dalam masyarakat, tetap dipertahankan, dimanfaatkan, dipelihara, diberdayakan sesuai dengan hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Lembaga adat tersebut merupakan suatu wadah untuk menampung aspirasi masyarakat dan sebagai wadah bermusyawarah tentang hal-hal masyarakat yang berkaitan dengan adat dan budaya.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, terdapat lembaga yang bernama

sarakopat yang berfungsi mengontrol keamanan, ketenteraman, dan ketertiban masyarakat Gayo melalui adat istiadat, begitu juga untuk pengelolaan kawasan Danau Laut Tawar. Sarakopat mengatur sistem pengelolaan pertanian masyarakat, perikanan, peternakan, hutan, dan hewan. Sistem pengelolaan dipimpin oleh satu orang yang berwenang disetiap kampung, untuk pertanian Kejerun Belang dan Penghulu Rerak, perikanan

Penghulu Lut, peternakan Penghulu Uwer, hutan Penghulu Uten, dan hewan

Pawang Deret. Pemimpin dari setiap elemen tersebut mempunyai wewenang penuh untuk menyelenggarakan musyawarah dengan masyarakat terkait dalam pengelolaan sumberdaya pada kawasan.

Mengingat betapa pentingnya fungsi dari peranan sarakopat terdapat hukum adat yang mengatur untuk menjadi bagian dari sarakopat. Adapun syarat-syarat menjadi pengurus sarakopat menurut ketentuan hukum adat di Tanah Gayo adalah ( Syukri 2006 );

1. Beragama Islam

2. Akalnya dalam, ilmunya banyak, pikirannya luas 3. Amanah, jujur, setia, pengasih

4. Mempunyai harta, suka membantu, dan menolong

5. Adil, benar, menakar tidak lebih dan kurang, menimbang tidak berat sebelah.

Para leluhur, tokoh adat, tokoh ulama dan tokoh masyarakat termasuk tokoh pemerintahan menetapkan lima syarat-syarat menjadi

sarakopat tersebut mencita-citakan terwujudnya pelaksanaan syariat Islam dan adat-istiadat/budaya Gayo, keadilan dan kesejahteraan rakyat melalui kekuasaan politik dan pemeritahan. Syarat lain menjadi sarakopat adalah “Berani karena benar, takut karena salah”. Sarakopat harus berani dalam peperangan, dan bijaksana dalam mengorganisir dan melindungi masyarakat, hewan, dan lain-lain, dan dalam segala tindakan bertujuan untuk melaksanakan syariat dan adat.


(34)

24

b. Sistem Nilai

Sistem nilai yang selalu berkembang dan dijaga oleh masyarakat Tanah Gayo dan provinsi Aceh sampai saat ini adalah Syariat Islam. Syariat Islam adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat muslim. Provinsi Aceh diberi keistimewaan untuk menegakkan hukum Syariat Islam ini pada tahun 1999 yang dijelaskan pada UU No. 44 tahun 1999 mengenai keistimewaan Aceh. Undang-undang ini menjadi dasar awal penerapan hukum Syariat Islam di Aceh. Hal ini ditetapkan karena melihat dari sejarah Aceh yang dari dulu sudah menetapkan hukum Syariat Islam ini sebagai landasan untuk kehidupan sehari-hari.

Terkait dengan pemanfaatan pada kawasan Danau Laut Tawar sendiri, Tanah Gayo lebih memprioritaskan kepada wewenang yang diberikan kepada sarakopat untuk melaksanakan dan membuat peraturan yang telah dimusyawarahkan dengan rakyat kampung sekitar. Peraturan mengenai wewenang tersebut telah dicantumkan pada Qanun Kabupaten Aceh Tengah No. 4 tahun 2011 pasal 1 ayat 15 yang menjelaskan bahwa Qanun kampung adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh

Rakyat Genap Mufakat dan Reje. Reje adalah pemimpin dari suatu kampung yang telah dipilih secara musyawarah oleh masyarakat kampung. Rakyat Genap Mufakat adalah unsur sarakopat yang dipilih secara musyawarah oleh masyarakat kampung setempat yang terdiri banyak unsur masyarakat kampung sendiri. Reje dan Rakyat Genap Mufakat yang telah dipilih, nantinya akan menampung pikiran beserta ide masyarakat dan didiskuiskan dengan para pawang, pennghulu, dan kejurun untuk menetapkan peraturan baru dalam mengelola kawasan Danau Laut Tawar. Sistem dan peraturan yang mereka buat tidak bersifat kekal, karena setiap pergantian unsur

sarakopat peraturan tersebut akan dievaluasi. c. Tata Cara atau Prosedur

Masyarakat Tanah Gayo memiliki perilaku memanfaatkan alam disekitarnya untuk bertahan hidup. Perilaku mereka yang memanfaatkan alam ini dapat tercermin dari berbagai aspek tata cara kehidupan mereka, mulai dari bentuk rumah, pemanfaatan lahan, dan pemanfaatan Danau Laut Tawar sendiri. Kejurun Belang sebagai salah satu perangkat pemerintah kampung, memiliki kelebihan tersendiri, mereka sangat berperan untuk menentukan waktu bersawah dan mengusahakan agar hama tidak merusak padi. Mereka memiliki ilmu falak tentang peredaran matahari dan bintang serta ilmu tentang tumbuhan, ikan, dan supernatural.

Menurut kejurun belang wilayah Kebayakan Tgk. H. M. Kasan Aman Ismail Rebegedung, maju mundur pergeseran waktu musim hujan tiap tahun berproses selama lima belas hari. Hujan mulai turun biasanya pada bulan Agustus dan setiap enam tahun hujan turun secara normal dan enam bulan berikutnya akan berkurang. Untuk mengetahui hujan akan turun, pada akhir bulan Juli pukul empat pagi nampak di langit bagian timur setinggi segalah, gugusan bintang yang disebut bintang padi, karena menyerupai susunan butir pada timur ke barat dan dari selatan ke utara.


(35)

25 Susunan bintang itu dapat diperkirakan awan berkabut atau tidak. Bintang pertama dari timur tanda berkabut, demikian pula bintang dari selatan ke utara, bintang pertama tanda berkabut, bintang kedua terang dan bintang ketiga berkabut.

Bintang selatan-utara terbit selama tiga malam berturut-turut, menandakan waktu menabur bibit padi sudah dapat dimulai delapan hari kemudian. Beberapa bulan kemudian, bintang timur-barat tersebut terbit berturut-turut selama tiga malam pula, pertanda akan terjadi kemarau panjang dan ketika itu padi sudah dapat dipanen. Bila bintang tersebut terbit berselang hari, pertanda bahwa hujan akan turun lima hari kemudian. Gugusan bintang biasanya hilang atau tidak tampak lagi pada bulan Mei pada ketinggian lebih kurang setinggi keberadaan matahari pada pukul delapan pagi.

Kejurun belang memberi informasi melalui Harie (hubungan masyrakat) untuk diumumkan kepada warga kampung. Pemerintah kampung berkeliling kampung memberitahukan kepada penduduk mengenai hari dan tanggal hijriyah menabur atau menyemai bibit padi dan empat puluh hari kemudian mulai menanam padi. Hari yang paling tepat untuk menyemai padi adalah hari Selasa. Tengku Anwar, imam kampung Bebesen menyusun syair Gayo tentang peran kejurun belang sebagai berikut:

Urang Gayoni nge turun temurun (Adat orang Gayo turun temurun)

Beta ari silon nge kin peraturen (Berlaku sejak dahulu peraturan)

Ke male bergerak ku buet si tuju (Ketika melakukan suatu perbuatan

Boh idusun urum iperkampungen (Di dusun dan di perkampungan)

Kenge sawah musim ku lah nume (Ketika tiba musim turun

turun ke sawah)

Ara simungengkun le si mulo (Sebagian menjaga anak,

Puren sebagian turun kesawah)

Terang mulo perintah ari kejurun (Menunggu perintah dari kejurun)

Cerak bepetrun ku rakyat si simen (Disampaikan pada semua rakyat) d. Ketentuan Khusus

Mengenai ketentuan khusus pada masyarakat Tanah Gayo, khususnya sekitar kawasan Danau Laut Tawar, terdapat beberapa ketentuan khusus mengenai tempat tinggal atau rumah, pemanfaatan danau dari segi penangkapan ikan, dan pemanfaatan kawasan untuk pertanian dan perkebunan.

Penyangkulen

Penyangkulen merupakan gubuk untuk tangkap ikan depik yang dibuat di daerah sekitar muara sungai yang mengalir ke danau laut tawar. Gubuk ini dulunya merupakan sarana tempat tinggal masyarakat suku Gayo, karena mobilitas penduduk pada saat itu hanya terbatas di perairan sehingga banyak masyarakat suku Gayo tinggal di kawasan perairan. Gubuk ini dibuat dari kayu yang berasal dari jenis-jenis pohon yang tahan air. Bagian pada penyangkulen terdiri dari tiang penyangga (paruk), bambu untuk struktur penyangkulen, jaring, atap gubuk yang terbuat dari daun serule,


(36)

26

penahan angin yang terbuat dari daun nau, dan hamparan batu sepanjang 6 s/d 8 meter yang diletakkan di dasar danau. Contoh Penyangkulen dapat dilihat pada Gambar 6, gambar Denah dan Potongan pada Gambar 7.

Sumber : lintasgayo.co.id

Gambar 6 Penyangkulen

Sumber : Wawancara dengan Narasumber

Gambar 7 Denah dan Potongan Penyangkulen

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemuka adat Aceh Tengah, yaitu bapak Ibnu Hajar, posisi penempatan penyangkulen ini harus berdekatan dengan sumber aliran air masuk danau karena ikan depik mencari sumber air bersih untuk tempat berkembang biak. Penyangkulen ini harus dibuat pada daerah yang kualitas airnya masih baik, karena menurut kepercayaan masyarakat sekitar Danau Laut Tawar menyebutkan, ikan


(37)

27 depik lebih banyak pada daerah danau yang airnya bersih. Gambar 8 adalah Peta Persebaran Kawasan Penyangkulen menurut hasil wawancara dengan narasumber. Penentuan kawasan penyangkulen secara spasial tersebut berdasarkan aliran muara sungai padadanau yang tersebar di kawasan. Jarak penempatannya sendiri menurut bapak Ibnu Hajar yaitu 5 sampai 50 meter kearah tengah danau, untuk kemudahan akses menuju penyangkulen dari daratan. Terdapat beberapa model yang menyerupai penyangkulen yang digunakan masyarakat suku Gayo dalam menangkap ikan, diantaranya

penyelangaten dan penyelamun. Letak perbedaannya adalah lokasi penempatan gubuk dan jenis ikan yang ditangkap. Penyelangaten

ditempatkan di rawa-rawa dengan jenis ikan yang ditangkap adalah ikan relo, dan penyelamun sendiri diletakkan disungai dengan jenis ikan yang ditangkap adalah ikan kepras.

Penyangkulen di kawasan Danau Laut Tawar sendiri sudah tidak ditemukan, karena masyarakat sekitar Danau Laut Tawar menangkap ikan dengan jaring, bom, atau senyawa kimia yang hasilnya lebih banyak dibandingkan penyangkulen. Penyangkulen sendiri pengelolaannya lebih intensif dan biaya pembuatan serta perawatan lebih mahal dibandingkan menangkap ikan dengan jaring. Selain itu ikan yang didapatkan dari hasil

penyangkulen tidak terlalu banyak seperti menggunakan jaring sehingga keuntungannya sedikit, sehingga banyak masyarakat sekitar kawasan Danau Laut Tawar tidak mengunakan penyangkulen untuk kegiatan menangkap ikan sehari-hari. Menurut bapak Ibnu Hajar, kondisi lahan yang selalu berubah dan berkembang, menjadi faktor berkurangnya penyangkulen. Konflik yang sempat terjadi di provinsi Aceh juga menjadi salah satu penyebab hilangnya gubuk penangkap ikan khas Suku Gayo ini, karena masyarakat yang dulunya tinggal di penyangkulen merasa tidak aman jika terus melanjutkan hidup dan tinggal di kawasan tersebut.

Gambar 8 Peta Persebaran Kawasan Penyangkulen

Dedisen

Dedisen merupakan struktur yang dibuat dan ditempatkan pada aliran muara sungai danau. Saluran ini digunakan sebagai salah satu sarana masyarakat sekitar kawasan Danau Laut Tawar sebagai penangkap ikan depik. Saluran ini dibuat dari kumpulan batu sebagai lantai aliran air,


(38)

28

kemudian perangkap ikan yang masyarakat sekitar menyebutnya sebagai

bubu, kepala saluran dedisen yang dibuat dari kayu dan daun serule untuk menjaga air agar tetap bersih, dan papan untuk menutup bagian atas saluran agar kualitas air tetap bersih dan terjaga. Contoh Komponen Dedisen dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Komponen Dedisen

Pada saat musim hujan ikan depik biasanya akan bergerak menuju daerah muara sungai danau untuk melakukan proses perkembangbiakan. Hal ini disebabkan karena daerah muara sungai danau merupakan daerah yang memiliki kualitas air yang baik. Dedisen yang dibuat akan menangkap ikan depik dan ikan yang masuk kedalam dedisen tidak akan bisa keluar lagi. Setelah terkumpul cukup banyak ikan depik di dedisen tersebut, selanjutnya ikan diambil dengan menggunakan gayung atau jaring. Sesuai dengan hasil wawancara dengan bapak Ibnu, keberlangsungan dedisen sendiri dipengaruhi oleh air yang berasal dari setiap sub DAS kawasan danau, maka perlu dilakukan perlindungan di seiap sub DAS kawasan Danau Laut Tawar agar kualitas airdanau tetap terjaga. Gambar 10 adalah Peta Sub DAS Kawasan Danau Laut Tawar.

Dedisen sendiri masih bisa ditemukan di kawasan Danau Laut Tawar. Terdapat dua dedisen yang aliran airnya berasal dari sub DAS empat dan sub DAS lima. Pembuatan dedisen sendiri tidak memerlukan modal yang banyak dan hasil yang didapat juga sangat banyak, apalagi pada saat musim hujan dimana ikan depik banyak mencari muara sungai untuk melakukan proses perkembangbiakan. Namun seiring perkembangan, dedisen semakin susah untuk dicari karena banyak aliran muara sungaidanau yang tidak aktif seperti biasa akibat alih fungsi lahan pada kawasan Danau Laut Tawar, dan aliran muara sungai danau mulai banyak tercemar karena pertambahan pemukiman penduduk, ditambah lagi berkembangnya alat modern yang lebih memudahkan masyarakat untuk menangkap ikan.


(39)

29

vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv


(40)

30 Sawah

Salah satu kegiatan pemanfaatan lahan yang banyak dilaku oleh masyarakat sekitar kawasan Danau Laut Tawar adalah bersawah. Masyarakat sekitar kawasan Danau Laut Tawar banyak menggunakan lahannya untuk dijadikan tempat untuk menanam padi. Kegiatan pertanian ini sudah dilakukan sejak dulu. Hal ini tercermin dalam pepatah suku Gayo mengatakan pentingnya peranan pertanian sawah dalam kehidupan masyarakat, yaitu ”beras padi tungket imen” dimana artinya bahan

makanan atau kebutuhan pokok yang memadai, akan mengkokohkan iman, sebab keluarga berada dalam situasi aman, tenteram dan harmonis.

Topografi kabupaten Aceh Tengah, khususnya sekitar kawasan Danau Laut Tawar sangat mendukung untuk menciptakan sumber makanan pokok yang satu ini. Terletak diatas permukaan laut antara 400 sampai dengan 1500 meter, dimana terdapat jajaran bukit barisan yang mengelilingi kawasan Danau Laut Tawar yang menjadi sumber air bagi pengairan sawahnya. Berikut pada Gambar 11 adalah salah satu sawah yang terdapat di sekitar kawasan Danau Laut Tawar.

Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar 11 Sawah Pada Kawasan Danau Laut Tawar

Sejak dulu kala, orang Gayo telah membangun tamak (bendungan),

kulem (kolam), rerak (tali air primer atau sekunder) dan rerak timur (tali air tertair). Mencetak sawah dalam bentuk tempeh (petak) sawah yan dibatasi

patal (pematang). Petak sawah berukuran 2 – 50 m², untuk tinggi tanahnya tergantung tergantung pada permukaan tanah yang dijadikan petak sawah. Areal sawah biasanya terletak dekat hulu sungai, sumber air, sungai, dan anak sungai yang dimana komponen tersebut dibuat bendungan, kolam, atau tali air.

Membuat bendungan, kolam, atau tali air dan sawah itu sendiri biasanya dilakukan oleh penduduk sara kuru atau sara empu (satu keturunan), dan sara belah atau sara kampung (penduduk satu kampung). Oleh sebab itu, areal perswahan satu keturunan dan satu kampung saling berdekatan. Hak memindahkan ha katas tanah diprioritaskan kepada orang yang satu keturunan atau tetangga letak tanah tersebut.

Kabupaten Aceh Tengah juga terkenal dengan kopi. Mayoritas perkebunan milik warga Aceh Tengah adalah perkebunan kopi. Pada tahun 2010 Kopi Gayo Aceh Tengah mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tercatat 46 ribu hektare kebun kopi di kabupaten Aceh Tengah (Kemenkumham, 2010)


(41)

31 Aspek Bio-fisik

a. Topografi

Secara topografi kawasan terestrial Danau Laut Tawar memiliki elevasi 400 sampai dengan 1500 meter diatas permukaan laut. Untuk kawasan perairan danau yang dikelilingi perbukitan ini memiliki kedalaman dari 0 sampai dengan 85 meter. Peta Kontur dan Batimetri Kawasan Danau Laut Tawar dilihat pada Gambar 12.

Berdasarkan peta topografi tersebut dapat dibuat peta kemiringan lahan. Pada tabel 8 dan Gambar 13 merupakan tabel kelas lereng dan Peta Kemiringan Lahan. Kelas lereng ditentukan menjadi lima kelas berdasarkan kriteria penentuan kawasan lindung (SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980) yaitu 0-8 % (datar), 8-15 % (landai), 15-25 % (agak curam), 25-40 % (curam), dan >40 % (sangat curam).

Tabel 8 Luas Kelas Lereng Kawasan Danau Laut Tawar

Kelas Lereng Klasifikasi Luas ( ha ) Presentasi Luas ( % )

0-8 % Datar 6202 24,82

8-15 % Landai 1084 4,34

15-25 % Agak Curam 1910 7,64

25-40 % Curam 7339 29,37

>40 % Sangat Curam 8450 33,82

Total 24985 100

Sebaran kelas lereng kawasan ini dari tertinggi sampai terendah adalah lahan dengan kelas lereng >40% (sangat curam) mendominasi dengan presentasi luasan 33,82 % dari total area, kelas lereng 25-40% (curam) dengan presentasi luas 29,37 %. Kelas kemiringan selanjutnya adalah kelas lereng 0-8 % (datar) dengan presentasi luasan 24,82 %, kemudian kelas lereng 15-25 % (agak curam) dengan presentasi luasan 7,64 %. Kelas lereng 8-15 % (landai) dengan presentasi luasan terendah yaitu 4,34 %.

b. Geologi dan Tanah

Berdasarkan data BAPPEDA Kabupaten Aceh Tengah, struktur geologi yang berkembang di willayah Kabupaten Aceh Tengah berupa lipatan-lipatan yang membentuk lembah lipatan yang kemiringan kedua sayapnya menuju ke suatu arah dan saling mendekat (sinklin) kemudian punggung lipatan yang kemiringan kedua sayapnya ke arah saling berlawanan dan saling menjauh (antiklin), serta sesar-sesar (patahan). Arah sesar kurang lebih berarah barat laut - tenggara dan utara - selatan. Sedangkan antiklin mempunyai arah kurang lebih barat - timur. Bentuk lahan (fisiografi) di kawasan Danau Laut Tawar dibentuk oleh jenis formasi meurah buya, formasi rampong, formasi tawar (MPt), satuan telong (Qvtg), dan kelompok pameue. Peta Geologi Kawasan Danau Laut Tawar dapat dilihat pada Gambar 14.

Jenis tanah di kawasan Danau Laut Tawar berdasarkan data BAPPEDA Kabupaten Aceh Tengah adalah tanah aluvial, andosol, grumosol, podsolik coklat, renzina, litosol, dan mediteran. Peta Penyebaran Jenis Tanah pada Kawasan Danau Laut Tawar dapat dilihat pada Gambar 15.


(42)

32

Berdasarkan kriteria penentuan kawasan lindung (SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980) menurut kepekaannya terhadap erosi, tanah aluvial masuk dalam kriteria tidak peka sehingga tidak mungkin terjadi erosi, tanah mediteran masuk dalam kriteria kurang peka sehingga kemungkinan terjadinya erosi sangat kecil, tanah andosol, grumosol, dan podsolik masuk dalam kriteria peka sehingga kemungkinan terjadi erosi besar, tanah regosol, litosol, dan renzina masuk dalam kriteria sangat peka sehingga kemungkinan terjadi erosi sangat besar.


(43)

(44)

(45)

(46)

36

Berdasarkan kriteria penentuan kawasan lindung (SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980) menurut kepekaannya terhadap erosi, tanah aluvial masuk dalam kriteria tidak peka sehingga tidak mungkin terjadi erosi, tanah mediteran masuk dalam kriteria kurang peka sehingga kemungkinan terjadinya erosi sangat kecil, tanah andosol, grumosol, dan podsolik masuk dalam kriteria peka sehingga kemungkinan terjadi erosi besar, tanah regosol, litosol, dan renzina masuk dalam kriteria sangat peka sehingga kemungkinan terjadi erosi sangat besar.

c. Iklim

Berdasarkan rekapitulasi data curah hujan dari Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Aceh Tengah, dari tahun 2009 sampai dengan 2014 bahwa rata-rata curah hujan per hari di semua daerah pada kabupaten Aceh Tengah tercatat 9,15 mm dengan jumlah hari hujan 14. Sesuai kriteria penetapan kawasan hutan lindung ( SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980 ), dimana intensitas hujan yang didapatkan melalui perhitungan rata-rata curah hujan setahun dibagi dengan jumlah hari hujan setahun senilai 9,15 dan termasuk dalam kategori rendah. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi tercatat pada bulan November yaitu 329,5 mm. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan terendah tercatat pada bulan Juli yaitu 69,07 mm. Gambar 16 adalah Peta Curah Hujan Kawasan Danau Laut Tawar.

Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika di stasiun terdekat dengan lokasi kawasan Danau Laut Tawar yaitu stasiun Pondok Gajah, kecamatan Bandar, terhitung dari tahun 2013 bulan Agustus sampai dengan tahun 2014 bulan April, kabupaten Aceh Tengah secara keseluruhan memiliki suhu rata-rata 20,78 ºC dengan suhu minimum terjadi pada bulan September yaitu 19,64 ºC dan suhu maksimum terjadi pada bulan Agustus yaitu 22,09 ºC.Kelembaban relatif maksimum 75,8 % dan kelembaban relatif minimum 20%.

d. Penggunaan Lahan dan Tutupan Lahan

Pola penggunaan lahan di kawasan Danau Laut Tawar dibagi menjadi 7 macam. Berdasarkan data tersebut, pola penggunaan lahan terluas pada kawasan Danau Laut Tawar adalah hutan lindung dengan luas 6790 ha . Penggunaan lahan yang lain dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 17. Tabel 10 Luas Penggunaan Lahan Kawasan Danau Laut Tawar

Penggunaan Lahan Luas ( ha ) Presentasi Luas ( % )

Taman Buru 418 2,3

Hutan Lindung 6790 37,42

Danau 5756 31,72

Pertanian Lahan Kering 476 2,62

Peternakan 0,46 0,002

Sawah 1473 8,12

Perkebunan 2089 11,51

Permukiman 1142 6,29

Total 18144,46 100


(47)

(48)

(1)

(2)

(3)

62

SIMPULAN DAN SARAN

Perencanaan pelestarian lanskap kawasan Danau Laut Tawar dapat disusun berdasarkan pendekatan kearifan lokal. Bentuk kearifan lokal dapat diidentifikasi berdasarkan interpretasi hasil analisis biofisik (kedalaman danau, pewilayahan sub DAS dan keberadaan saluran sungai). Untuk melestarikan lanskap kawasan Danau Laut Tawar dapat dilakukan berdasarkan analisis kawasan lindung dan penutupan lahan. Hasil overlay antara Peta Interpretasi Kearifan Lokal dan Peta Kawasan Perlindungan Danau Laut Tawar menghasilkan rencana blok. Berdasarkan rencana blok dikembangkan rencana lanskap yang menerapkan pewilayahan kawasan berdasarkan kontinum yang merentang dari alami, alami-budidaya, dan budidaya. Konsep pengembangan rencana lanskap ini dituangkan berupa rencana lanskap untuk pelestarian kawasan yang terdiri atas enam sub kawasan yaitu, penyangkulen, dedisen, sawah, pemukiman, perkebunan, dan hutan.

Keberhasilan kelestarian kawasan perlu didukung dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sekitar pada kawasan dalam bentuk pembangunan maupun pengawasan di sekitar kawasan Danau Laut Tawar.


(4)

63

DAFTAR PUSTAKA

Atho’Atun M. 2009. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gold S. M. 1980. Recreation Planning and Design. The McGraw-Hill Companies, Inc. USA.

Hasri I. 2010. Pertumbuhan Reproduksi dan Laju Eksploitasi Ikan Rasbora Tawarensis di Danau Laut Tawar. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Husnah, Fahmi. Z, Said. A, Marini. M, Apriyadi, Juniarto Raider, S, Rusma, Mersi, Rosidi. 2012. Potensi Produksi dan Karakteristik Sumberdaya Ikan di Kreung Peusangan, Provinsi Aceh. Laporan Tahunan/Akhir. Aceh (ID): Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kutarga Z. W. 2008. Kajian Penataan Ruang Kawasan Danau Laut Tawar Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh Tengah. [Tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Mas’ud Rahman A, Turmudzi. E, Lubis M. Ridwan, Shalahudin M, Asry Yusuf M., Mufid Syafi’i A, Aliroso E, Chamami Rikza M. 2010. Kearifan Lokal Sebagai Landasan Pembangunan Bangsa. Harmoni. 9: 5-6.

Nurisjah S. dan Q. Pramukanto. 2001. Perencanaan Kawasan Untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah. Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB (tidak dipublikasikan). Bogor.

Pratami D. 2014. Perencanaan Lanskap Konservasi Budaya Suku Baduy Luar Dan Dangka Dengan Pendekatan Bioregion. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Simonds J. O. 2006. Landscape Architecture: A Manual of Side Planning and Design. The McGraw-Hill Companies, Inc. USA.

SK. Menteri Pertanian. 1980. No. 837/Kpts/UM/11/1980. Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung

Uswa M. 2008. Kajian Penggunaan Lahan Di Pinggir Danau Sebagai Lahan Pengembangan Kota Studi Kasus Danau Laut Tawar Kota Takengon Aceh Tengah. [Tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Pramukanto Q. 1999. Evaluasi Sumberdaya Lahan Untuk RekreasiPada Sub Das Ciliwung Hulu, Jawa Barat. Prosiding: Seminar Hasil Penelitian IPB, 19 Oktober 1998, Bogor [ID]. [Internet]. [7 Juli 2014]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/33980. Syukri. 2006. SARAKOPAT: Sistem Pemerintahan Tanah Gayo dan

Relevansinya Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Hijri Pustaka Utama. Jakarta (ID)


(5)

64

Ibrahim M dan Hakim A P. 2005. Syariat dan Adat Istiadat. Yayasan Maqamam Mahmuda. Takengon (ID)

[Anonim]. 2015. Indikasi Geografis. [internet]. [31 Agustus 2015]. Dapat diunduh dari: http://www.kemenkumham.go.id.

[Anonim]. 2015. Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi. [internet]. [20 Februari 2015]. Dapat diunduh dari: http://www.ilmusipil.com/klasifikasi-jalan-menurut-fungsi.


(6)

65

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Juli 1992 di Takengon, Aceh Tengah, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sukanto dan Ibu Pitriana. Penulis memulai pendidikannya di TK Al-Qur’an Takengon 1997-1998, melanjutkan ke SD Negeri 8 Takengon 1998-2004. Penulis melanjutkan studi ke SMP Negeri 1 Takengon 2004-2007, lalu pada tahun 2010 lulus dari SMA Negeri 1 Takengon. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi di Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK.

Selama masa studinya di IPB, penulis pernah bergabung sebagai ketua Biro Kesekretariatan BEM A Kabinet Unity 2011-2012, kemudian menjadi staff kementerian Seni Budaya BEM KM kabinet Kreasi Untuk Negeri 2012-2013 dan yang terakhir menjadi Menteri Seni Budaya BEM KM kabinet Berani Beda 2013-2014. Selain itu penulis juga pernah aktif di kepanitaan Shaum Station sebagai ketua pelaksana, Masa Perkenalan Fakuktas sebagai ketua pelaksana, dan Gebyar Nusantara IPB 2013 sebagai ketua pelaksana. Untuk mengembangkan ilmunya, penulis pernah menjadi penerima dana hibah dari Dikti untuk pelaksanaan Pekan Kreatifitas Mahasiswa di bidang Karsa Cipta dalam merancang Kuburan Massal Siron provinsi Aceh, kemudian pernah berpartisipasi dalam Architecture Fair UI tahun 2012, dan menjadi peserta International Federation Landscape Architecture 2013.