Perencanaan Lanskap Konservasi Budaya Suku Baduy Luar dan Dangka dengan Pendekatan Bioregion

PERENCANAAN LANSKAP KONSERVASI BUDAYA
SUKU BADUY LUAR DAN DANGKA
DENGAN PENDEKATAN BIOREGION

DEASNY PRATAMI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Konservasi Budaya Suku Baduy Luar dan Dangka dengan Pendekatan Bioregion
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Deasny Pratami
NIM A44090055

iv
ABSTRAK
DEASNY PRATAMI. Perencanaan Lanskap Konservasi Budaya Suku Baduy
Luar dan Dangka dengan Pendekatan Bioregion. Dibimbing oleh QODARIAN
PRAMUKANTO.
Suku Baduy merupakan kelompok masyarakat yang mempertahankan adat serta
tradisi, dan berpangkal pada ketentuan para leluhur mereka. Namun, Suku Baduy
mengalami pengaruh budaya dari luar, terutama pada masyarakat Baduy Dangka
dan Luar yang dijadikan sebagai area penyangga bagi kawasan Baduy Dalam.
Tujuan umum penelitian ini adalah merencanakan lanskap konservasi budaya

Suku Baduy Luar dan Dangka dengan pendekatan bioregion. Bioregional
merupakan suatu wilayah tanah dan air yang cakupannya tidak ditentukan oleh
batas administrasi atau politik, tetapi oleh batas geografis komunitas manusia dan
sistem ekologinya. Tahapan penelitian terdiri atas: persiapan, preliminary study,
analisis dan sintesis, dan perencanaan. Analisis dilakukan untuk menentukan unit
bioregion, unit lanskap, dan unit tempat. Kemudian dilakukan evaluasi untuk
menyepadankan kriteria karakteristik bioregion Baduy Dalam dengan
karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka. Karakteristik bioregion Baduy
Dalam disusun berdasarkan studi literatur. Hasil penyepadanan akan digunakan
sebagai arahan konsep rencana lanskap yang akan dikembangkan. Konsep
perencanaan berbasis bioregional dalam penelitian ini memiliki tujuan
meningkatkan kualitas hidup yang selaras antara alam sebagai sumberdaya dan
aktivitas manusia melalui perbaikan dan optimalisasi lingkungan berkelanjutan
dari segi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya. Hasil akhir penelitian ini
dituangkan berupa gambar rencana lanskap konservasi budaya Suku Baduy Luar
dan Dangka.
Kata Kunci: bioregion, konservasi budaya, perencanaan lanskap, Suku Baduy
Luar dan Dangka.

ABSTRACT


DEASNY PRATAMI. Landscape Planning for Cultural Conservation of Baduy
Dangka Tribe with Bioregion Approach. Dibimbing oleh QODARIAN
PRAMUKANTO.
The Baduy Tribe is a community which preserves their culture, tradition, and hold true
to their ancesters believe. The Baduy Tribe has suffered some external influence
towards their culture, especially effecting the Outter Baduy and Dangka community
which functions as buffer area for the Inner Baduy region. The general purpose of this
research is to plan a cultural conservation landscape for the Outter Baduy and Dangka
Tribe using the bioregion approach. Bioregion constitues the geographical area, which
its delineation is not determine by administrative or political boundaries, instead its
limited by the culture domain and the nature boundaries. The research consists of:
preparation, preliminary study, analysis, synthesis, and planning. Analysis is done to

v
determine the bioregion unit, landscape unit, and place unit. After that, evaluation in
matching the bioregion characteristic of Inner Baduy with bioregion characteristic of
Outter Baduy and Dangka. The matching is done in order to utilise the result of the
evaluation, as a concept guide in the landscape planning to be developed. The
bioregional based of planning concept in this particular research has a purpose to

escalate the quality of living combining nature as a resource and human activity,
through sustainable refirement and optimazing the environment in the facet of ecology,
social, economy, and culture. The final result of this research are arranged as
landscape planning for cultural landscape conservation of The Outter Baduy and
Dangka Tribe.
Keywords: bioregion, cultural conservation, landscape planning, The Outter Baduy
dan Dangka Tribe

vi

vii

PERENCANAAN LANSKAP KONSERVASI BUDAYA
SUKU BADUY LUAR DAN DANGKA
DENGAN PENDEKATAN BIOREGION

DEASNY PRATAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix
Judul
Nama
NIM

: Perencanaan Lanskap Konservasi Budaya Suku Baduy Luar dan
Dangka dengan Pendekatan Bioregion
: Deasny Pratami

: A44090055

Disetujui Oleh

Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Dosen Pembimbing

Diketahui Oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal disetujui:

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Konservasi
Budaya Suku Baduy Luar dan Dangka dengan Pendekatan Bioregion” dapat

diselesaikan.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini diharapkan
dapat memotivasi masyarakat baduy khususnya Baduy Luar dan Dangka agar
mengetahui potensi sumberdaya dan dampak dari tindakan yang dapat merusak
sumberdaya sehingga dapat menumbuhkan kepedulian dan kebanggan bagi
masyarakat untuk melestarikan wilayah yang ada di dalamnya.
Penyusunan skripsi ini dibantu dan didukung oleh berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Ibu, Alm. Ayah, Adik, dan seluruh keluarga besar atas
dukungan dan doanya selama ini.
2. Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing dan pembimbing
akademik yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan kritik yang
bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Nurhayati H S Arifin, M.Sc dan Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr atas
kritik dan saran selaku dosen penguji dalam ujian skripsi.
4. Jaro Dainah sebagai Kepala Desa Kanekes atas izin penelitiannya, Ayah
Mursid (Wakil Jaro Baduy Dalam, Cibeo), Sapri, dan Aldi yang telah
memberikan informasi dan data selama proses penelitian di lapangan.

5. Beasiswa BUMN, atas biaya penelitian yang telah diberikan.
6. Rival Herwindo, atas dukungan dan bantuannya dalam pelaksanaan skripsi
dan turun lapang.
7. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis, Nurul Anisyah Desdyanza, Yolanda Agustine, Firdha Mahardi dan
teman-teman seperjuangan ARL 46.
8. Teman-teman Arsitektur Lanskap IPB angkatan 43, 44, 45 dan 47 atas
dukungan dan kenangan selama di departemen
9. Serta seluruh pihak yang telah banyak membantu selama proses penyusunan
skripsi ini.
Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.

Bogor, Februari 2014

Deasny Pratami

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

4


Konservasi

4

Budaya

4

Suku Baduy

5

Perencanaan Lanskap

7

Bioregion

7

METODOLOGI

10

Waktu dan Tempat Penelitian

10

Data dan Informasi

10

Alat

13

Metode dan Tahapan Penelitian

13

KONDISI UMUM

17

Profil Kampung Baduy Luar dan Dangka

17

Aksesibilitas

20

DATA DAN ANALISIS
Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka
Aspek Budaya

21
21
21

a. Sejarah Kawasan

21

b. Adat Istiadat

21

c. Pola Pemukiman dan Arsitektur Rumah Adat

27

d. Kebudayaan Naratif

30

xii
d. Produk Seni

31

Aspek Bio-Fisik

32

a. Topografi dan Kemiringan

32

b. Geologi dan Tanah

35

c. Iklim dan Curah Hujan

38

d. Hidrologi

39

e. Penggunaan dan Penutupan Lahan

39

f. Keanekaragaman Vegetasi

46

Karakteristik Bioregion Baduy Dalam

55

Analisis Bioregional

59

Unit Bioregion

59

Unit Lanskap

61

Unit Tempat

61

SINTESIS

65

KONSEP DAN PENGEMBANGAN

69

Konsep Perencanaan

69

Rencana Pengembangan Konsep

69

PERENCANAAN LANSKAP

75

Rencana Lanskap

75

Rencana Ruang

75

Rencana Sirkulasi

76

Rencana Vegetasi

76

SIMPULAN DAN SARAN

82

Simpulan

82

Saran

82

DAFTAR PUSTAKA

83

LAMPIRAN

85

RIWAYAT HIDUP

96

xiii

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi Bioregion
2 Data dan Informasi
3 Nama Bulan serta Kegiatan Upacara Adat di Baduy
4 Luas Kelas Lereng Kampung Baduy Luar dan Dangka
5 Nilai Indeks dan Tingkat Pencemaran DAS Ciujung
6 Kriteria Interpretasi Citra Satelit untuk Kelas Penutupan Lahan
7 Luas Penutupan Lahan Kawasan Kampung Baduy Luar dan Dangka
8 Jenis Vegetasi, Manfaat, dan Habitat
9 Keanekaragaman Kelompok Manfaat Vegetasi
10 Keanekaragaman Pengambilan Vegetasi berdasarkan Habitat
11 Karakteristik Bioregion Baduy Dalam
12 Daftar DAS di Provinsi Banten
13Evaluasi Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka dengan Arahan
perbaikan
14 Rencana Vegetasi Baduy Luar dan Dangka

8
11
26
35
39
43
44
50
54
55
56
59
65
77

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pikir Penelitian
2 Peta Lokasi Kampung Baduy Luar dan Dangka
3 Diagram Tahapan Penelitian
4 Kondisi Desa Kanekes
5 Peta Eksisting Kampung Baduy Luar dan Dangka
6 Aksesibilitas Lokasi Penelitian
7 Kegiatan Pertanian dan Kaitannya dengan Upacara Adat
8 Pola Tata Ruang Kampung Gajeboh, Baduy Dangka
9 Bentuk Rumah Panggung di Kampung Baduy Luar dan Dangka
10 Denah Rumah Baduy Luar dan Dangka
11 Kain Tenun dan alat tenun yang ada di Baduy
12 Pakaian adat Baduy Dalam (kiri);
Pakaian adat Baduy Luar dan Dangka (kanan)
13 Tas Koja hasil kerajinan tangan Masyarakat Baduy
14 Peta Topografi Kampung Baduy Luar dan Dangka
15 Peta Kemiringan Lahan Kampung Baduy Luar dan Dangka
16 Peta Geologi Kecamatan Leuwidamar
17 Peta Tanah Kampung Baduy Luar dan Dangka
18 Suhu Udara, Kelembaban Udara, Curah Hujan 2003/2012
19 Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Banten
20 Sub DAS Kampung Baduy Luar dan Dangka
21 Skema zona pemanfaatan lahan di Kampung Baduy Luar dan Dangka
22 Peta Penutupan Lahan Kampung Baduy Luar dan Dangka
23 Ilustrasi Struktur Vegetasi Leuweung lembur
24 Ilustrasi Struktur Vegetasi Huma
25 Ilustrasi Struktur Vegetasi Jami
26 Ilustrasi Struktur Vegetasi Reuma

3
10
14
18
19
20
21
22
23
24
31
32
32
33
34
36
37
38
40
41
42
43
46
47
48
49

xiv
27 Ilustrasi Struktur Vegetasi Leuweung kolot
28 Unit Bioregion
29 Unit Lanskap
30 Unit Tempat
31 Block Plan
32 Konsep Ruang
33 Konsep Sirkulasi
34 Tipe Vegetasi Leuweung Lembur
35 Tipe Vegetasi Huma
36 Tipe Vegetasi Jami
37 Tipe Vegetasi Reuma
38 Tipe Vegetasi Leuweung Kolot
39 Rencana Lanskap Konservasi Budaya Suku Baduy Luar dan Dangka

50
60
63
64
70
69
71
72
72
73
73
73
81

DAFTAR LAMPIRAN
1 Keanekaragaman vegetasi leuweung kolot dan larangan di Baduy Dalam
2 Keanekaragaman vegetasi reuma di Baduy Dalam
3 Keanekaragaman vegetasi leuweung lembur di Baduy Dalam

85
90
93

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Suku merupakan sekelompok orang tertentu yang memiliki latar belakang
budaya yang sama untuk menjunjung nilai-nilai adat yang berlaku dalam
wilayahnya. Suku Baduy merupakan salah satu suku budaya di Indonesia yang
masih memegang teguh adat tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka.
Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang kehidupannya berorientasi pada
alam, sehingga budaya yang berkembang dalam masyarakat sangat berhubungan
dengan kondisi alam. Masyarakat Baduy memanfaatkan alam sebagai sarana
untuk bercocok tanam, berladang, sumber bahan pangan, sandang, dan papan.
Secara umum masyarakat Baduy dibagi menjadi tiga bagian yaitu tangtu,
panamping, dangka. Tangtu dan panamping berada pada wilayah Desa Kanekes,
sedangkan dangka ada yang berada di dalam dan di luar Desa Kanekes. Dangka
menurut beberapa pendapat sebagai tempat pembuangan warga Baduy yang
melanggar adat. Walaupun dangka berada di luar wilayah Kanekes, namun masih
merupakan pendukung budaya dan keturunan Baduy (Permana 2006).
Sejalan dengan perkembangan zaman saat ini, Suku Baduy telah mengalami
pengaruh budaya dari luar, terutama pada Masyarakat Baduy Luar dan Dangka.
Perubahan ini dapat dilihat dari bentuk pemanfaatan alam seperti hutan dan sungai
di kampung ini mengalami perubahan. Penggunaan bahan-bahan kimia, seperti
deterjen menyebabkan pencemaran pada air sungai. Selain itu terjadi praktek
penebangan kayu di hutan, serta terjadi penyerobotan lahan oleh masyarakat di
luar Baduy. Hutan dan sungai yang seharusnya menjadi bagian dari kehidupan
budaya Suku Baduy mengalami perubahan. Adanya perubahan tata guna lahan
karena adanya pengaruh dari luar kawasan, lama kelamaan akan menjadi ancaman
bagi Masyarakat Baduy Dalam, sehingga fungsi dari Baduy Luar dan Dangka
yaitu sebagai area penyangga atas pengaruh budaya luar tidak lagi berfungsi.
Keadaan ini juga disebabkan karena kurang dipahaminya bentuk-bentuk
pemanfaatan ruang yang diterapkan pada masyarakat Baduy Luar dan Dangka.
Padahal Suku Baduy yang tinggal di atas Pegunungan Kendeng memandang alam
yang terdapat di sekitarnya sebagai suatu kesatuan dari hulu ke hilir yang
memiliki batas-batas ekologis, dimana kerusakan yang terjadi di hulu akan
mengakibatkan kerusakan sampai ke hilirnya. Dalam menerapkan prinsip tersebut,
maka pengelolaan sumberdaya alam perlu dilakukan secara langsung oleh
masyarakat yang mendiami kawasan tersebut. Oleh karena itu alam dapat menjadi
sumber kehidupan dan bagian dari kebudayaan masyarakat Baduy terutama
masyarakat Baduy Luar dan Dangka, dimana terdapat batas-batas budaya yang
perlu ditata secara terintegrasi.
Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan lanskap konservasi budaya
kawasan Baduy Luar dan Dangka yang dapat mengakomodasi kepentingan
masyarakatnya dengan batas perencanaan yang mengacu pada batas alami/ekologi
kawasan berdasarkan prinsip yang digunakan oleh masyarakat Baduy Dalam.
Salah satu pendekatan yang tepat yaitu melalui pendekatan bioregion, yaitu suatu
pengelolaan wilayah yang cakupannya tidak ditentukan oleh batas administrasi
atau politik, tetapi oleh batas geografis komunitas manusia dan sistem

2
ekologisnya (Thayer 2003). Pendekatan ini menganjurkan agar wilayah lebih
didasarkan pada karakteristik alamiah daripada keputusan politis yang dibuat oleh
manusia. Selain itu pendekatan ini juga menempatkan peran masyarakat lokal
sebagai faktor utama pengelola sumberdaya alam.
Hasil perencanaan lanskap konservasi budaya kawasan Baduy Luar dan
Dangka dengan pendekatan bioregion, diharapkan dapat menjadi arahan dalam
mewujudkan tata ruang kawasan Baduy Luar dan Dangka yang berkelanjutan,
serta menjadi panduan dalam mengelola lingkungan yang menjadi tempat hidup
mereka.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik bio-fisik dan budaya Baduy Luar dan Dangka dapat
menghasilkan tata ruang bioregion Baduy Luar dan Dangka yang
berkelanjutan?
2. Apakah kriteria perencanaan yang digali berdasarkan karakteristik bioregion
Baduy Dalam dapat diterapkan dalam evaluasi tata ruang Baduy Luar dan
Dangka?
3. Apakah rencana lanskap konservasi budaya Baduy Luar dan Dangka dapat
disusun berdasarkan pendekatan bioregion?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu merencanakan lanskap
konservasi budaya kawasan Baduy Luar dan Dangka dengan berbasis pada
pendekatan bioregion. Sedangkan tujuan khusus perencanaan ini yaitu:
1. mengidentifikasi dan menganalisis karakter bioregion kawasan Baduy Dalam,
Luar, dan Dangka;
2. menyusun kriteria perencanaan berdasarkan karakteristik bioregion Baduy
Dalam untuk diterapkan ke dalam evaluasi tata ruang Baduy Luar dan Dangka;
3. menyusun rencana lanskap konservasi budaya Baduy Luar dan Dangka
berdasarkan pendekatan bioregion agar tercipta lingkungan yang berkelanjutan,
baik secara ekologi, sosial budaya, maupun ekonomi

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi masyarakat Baduy Luar
dan Dangka dalam mengembangkan wilayahnya untuk mencapai kesejahteraan
masyarakatnya. Serta dapat menjadi bahan referensi bagi Pemerintah Daerah
dalam perencanaan budaya daerahnya terutama berkaitan dengan rencana
pengembangan budaya berbasis alam.

3
Kerangka Pikir Penelitian
Lanskap Baduy Luar dan Dangka merupakan salah satu bagian dari Lanskap
Suku Baduy. Lanskap Baduy Luar dan Dangka sendiri merupakan area penyangga
dari adanya pengaruh budaya luar yang dapat mempengaruhi budaya Baduy
Dalam. Lanskap Baduy Luar dan Dangka memiliki karakteristik biofisik dan
budaya pembentuk lanskap. Karakteristik tersebut akan membentuk sebuah unit
bioregion yang mengacu pada kriteria bioregion Baduy Dalam. Dari unit
bioregion tersebut dapat diajukan konsep perencanaan kawasan, dan selanjutnya
dilakukan perencanaan lanskap konservasi budaya berbasis bioregion. Kerangka
pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

Konservasi
Konservasi menurut Oxford English Dictionary dalam Putra (2008)
diartikan sebagai kegiatan untuk melindungi, mengawetkan, memelihara/menjaga
dan mempertahankan keberadaannya dari berbagai pengaruh yang merusak serta
menghemat dalam memanfatkannya. Pengertian konservasi ini juga mengandung
makna, yaitu tindakan yang pasif dalam upaya pelestarian untuk melindungi suatu
lanskap sejarah dan budaya dari kehilangan atau pelanggaran dan pengaruh yang
tidak tepat. Tindakan ini bertujuan hanya untuk melestarikan apa yang ada saat ini,
mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan
perkembangan di masa depan (Nurisjah dan Pramukanto 2001). Kegiatan
konservasi merupakan payung dari semua kegiatan pelestarian (Sidharta dan
Budihardjo 1989 dalam Muhammad 2005).
Konservasi diartikan sebagai segenap proses pengelolaan suatu tempat agar
makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat
meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat. Menurut Koesmaryandi (2006) dalam Putra (2008) konservasi
merupakan suatu cara untuk mencapai pembangunan secara lestari. Konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan, ditujukan bagi
terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya;
c. pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Budaya
Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh adanya
kebudayaan yang dirniliki masyarakat yang bersangkutan (Herkovitas dan
Mahowski dalam Soekanto 1987). Bagaimanapun manusia begitu menyatu
dengan kebudayaanya, sehingga seringkali tidak menyadari, betapa dalamnya ia
berakar dan dibentuk di dalam kebudayaan. Konteks kebudayaan menyatu pada
penjelasan tentang bagaimana seseorang tertentu menyeleksi berbagai stimuli dari
luar dirinya, dengan mengaitkan konteks tertentu. Kebudayaan sangat menentukan
apa yang perlu diperhatikan, diabaikan, dan membantu manusia dalam
menentukan prioritas terhadap stimuli yang dihadapinya (Loisa 1996)
Banyak para pakar memberikan pengertian tentang kebudayaan. Seorang
antropolog Suparlan (1996) mendefinisikan kebudayaan berfokus pada ide, bahwa
kebudayaan merupakan pengetahuan, yang merupakan suatu kesatuan ide yang
ada dalam kepala manusia, antara lain terdiri dari serangkaian nilai-nilai, yang
pada gilirannya mengkondisikan seseorang untuk melakukan suatu tindakan

5
dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam dan berisikan
konsep-konsep serta model-model pengetahuan, mengenai berbagai tindakan dan
tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi
lingkungannya.
Kim dalam Lidiawati (1998) berpendapat, kebudayaan merupakan
kumpulan pola-pola kehidupan yang dipelajari manusia tertentu, dari generasi
sebelumnya dan diteruskan ke generasi sesudahnya. Sedangkan Sihabudin (1996)
mendefinisikan budaya sebagai suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, yang diwariskan dari generasi ke generasi
mencakup pola-pola perilaku yang normatif, yaitu meliputi cara berpikir,
merasakan, dan bertindak yang berarti. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Louis dalam Whyne (1998) yang menyatakan bahwa budaya dalam kelompok,
dapat digolongkan sebagai seperangkat pemahaman atau makna yang dimiliki
bersama oleh sekelompok orang. Adanya kebudayaan yang dimiliki oleh manusia,
menempatkan manusia pada kedudukan yang unik di alam. Sebagai anggota dari
suatu sistem ekologi, manusia di satu sudut dapat dipandang sebagai penyebab
timbulnya berbagai masalah lingkungan hidup, tetapi di sudut lain juga dapat
berlaku sebagai pengendali lingkungan (Soenarminto 1993).

Suku Baduy
Suku Baduy adalah suatu bentuk kelompok masyarakat, yang mengasingkan
diri dari lingkungan kelompok masyarakat sekitarnya, dan mempertahankan adat,
serta tradisi yang ketat, dan berpangkal pada ketentuan-ketentuan para leluhur
mereka (Iskandar 2012).
Masyarakat Baduy terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Baduy Dalam (Tangtu),
Baduy Luar (Panamping) dan Baduy Dangka. Tangtu dan Panamping berada pada
wilayah Desa Kanekes, sedangkan Dangka ada yang terdapat di dalam dan di luar
Desa Kanekes. Pembagian ini berdasarkan kesuciannya dan ketaatannya kepada
adat, Tangtu (Baduy Dalam) lebih tinggi dibanding Panamping (Baduy Luar) dan
Panamping lebih tinggi daripada Dangka. Daerah teritorial Baduy Dalam tersebut
adalah Cibeo (tangtu prahyang), Cikeusik (tangtu pada ageung), Cikertawana
(tangtu kadu kujang). Wilayah tangtu merupakan wilayah sentral dari seluruh
rangkaian wilayah Baduy lainnya. Selain wilayah tangtu, terdapat pula dua
wilayah lainnya yang secara berturut-turut menempati urutan stratifikasi sosial
pada masyarakat Baduy yaitu wilayah panamping dan wilayah Dangka. Istilah
bagian Baduy Dalam (kajaroan) dan Baduy Luar (panamping), serta Dangka
(kotor) adalah sebutan yang merupakan ketentuan adat tradisi mereka. Pada saat
ini wilayah Dangka di Baduy terbagi menjadi 9, yaitu Kampung Keduketug,
Cipondoh, Cihulu, Cibengkung, Gajeboh, Marengo, Balimbing, Nungkulan, dan
Panyaweuyan. Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone
atas pengaruh dari luar (Permana, 2006).
Wilayah panamping adalah wilayah pendamping, yang letaknya
mengelilingi wilayah tangtu. Pada masyarakat Panamping terdapat keturuanan
orang-orang tangtu, dan mereka merasa terikat oleh tangtu-tangtu dimana mereka
berasal. Sedangkan wilayah Dangka adalah wilayah permukiman masyarakat
Baduy yang berbatasan langsung dengan masyarakat luar Suku Baduy. Dangka

6
dalam bahasa Sunda artinya kotor. Pada kenyataanya, masyarakat Baduy
menggunakan istilah tersebut, karena wilayah Dangka adalah wilayah tempat
pembuangan bagi masyarakat Baduy yang melanggar adat, serta ketentuanketentuan yang berlaku (Pemda 1993 dalam Zahrotunni’mah 2002).
Kemajuan zaman yang semakin berkembang, hanya sedikit sekali mampu
merubah, serta mempengaruhi kehidupan masyarakat Baduy, terutama masyarakat
Baduy yang mendiami kepuunan, yakni wilayah utama masyarakat Baduy
wilayah Cibeo, Cikeusik, Cikertawana. Ciri masyarakat Baduy tetap dengan
tradisi lamanya, yang lebih menitik beratkan pada amal perbuatan selama hidup,
serta pedoman pada kesederhanaan, yang mereka lakukan mencakup di segala
bidang dan kehidupan, seperti perekonomian, adat istiadat, atau tatanan pelapisan
sosial dalam masyarakatnya. Masyarakat Baduy dalam melaksanakan tugas
sehari-hari, mampu berbuat, serta berperilaku sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh para sesepuh, serta pemimpin mereka yaitu Puun. Kesediaan
serta kepatuhan mereka, terhadap segala perintah yang diberikan. Menjadikan
masyarakat Baduy memiliki keunikan tersendiri dan menjadi ciri khas mereka
(Pemda 1993 dalam Zahrotunni’mah 2002).
Luas total daerah Baduy pada tahun 1980-an diperkirakan kurang lebih
5101,85 ha. Menurut Iskandar (2012) pada luasan tersebut, masyarakat Baduy
membagi tata guna lahan menjadi 4 macam, yaitu pemukiman, hutan kampung
(leuweung lembur), ladang (huma), dan hutan tua (leuwueng kolot/kolot).
Penentuan lahan tersebut dilakukan oleh masyarakat Baduy berdasarkan kriteria
yang sudah dipegang secara turun-temurun, sehingga dalam suatu kawasan
gunung atau bukit di Baduy biasa dibagi menjadi 3 zonasi. Zona pertama, bagian
lembah dekat sungai atau sumber air tanah yang memiliki lahan cepak (lahan
datar) dengan jenis tanah andosol, biasa ditempatkan pemukiman dan hutan
kampung. Zona kedua, bagian atas pemukiman yang memiliki lahan landai
dengan jenis tanah latosol, biasa digunakan untuk penggarapan ladang. Sementara
itu, zona ketiga pada bagian puncak-puncak bukit atau gunung yang memiliki
lahan curam dengan jenis tanah alluvial biasanya terdapat hutan tua, yang tidak
diperkenankan untuk dibuka sebagai ladang.
Masyarakat Baduy dalam melakukan penentuan lahan didasarkan juga pada
jenis vegetasi yang tumbuh di lahan, hal ini dikemukakan oleh Iskandar (2012).
Pada hutan kampung, jenis vegetasi yang biasa tumbuh yaitu kayu albasiah
(Albizia falcataria), durian (Durio zibethinus), duku (Lansium donesticum),
kiray/rumbia (Metroxylon sagu), aren (Arenga pinata), awi gombong
(Gigantochloa verticilata), dan kelapa (Cocos nucifera). Sementara itu, penentuan
ladang di daerah Baduy ditentukan dengan menemukan jenis vegetasi seperti
babakoan (Calotropis gigantea), bintinu, kiseureuh (Pifer aduncum), duku
(Lansium donesticum), durian (Durio zibethinus), peuteuy (Parkia speciosa),
pinang (Areca catechu). Jenis vegetasi tersebut dijadikan penanda karena vegetasi
ini ditanam oleh masyarakat Baduy sebelum meninggalkan lahan tersebut. Pada
hutan tua, jenis vegetasi yang biasa dijadikan penanda yaitu lolot, kareungay,
kikadu, kibuluh, haraghag, jirak, hantap, dan puspa.
Iskandar (2012) menyebutkan bahwa kehidupan masyarakat Baduy
berorientasi ke arah selatan, sehingga selatan dianggap daerah yang paling sakral.
Oleh karena itu, jika dilihat dari sistem tata ruang pemukiman Baduy maka daerah
selatan ditempati oleh rumah puun (jabatan tertinggi dalam wilayah tangtu).

7
Sistem tersebut tidak hanya berlaku dalam tata ruang pemukiman, tapi juga
berlaku dalam sistem tata ruang kawasan masyarakat Baduy. Daerah selatan
dalam sistem tata ruang kawasan merupakan lokasi hutan larangan dan sasaka
domas yang tidak boleh di kunjungi oleh sembarangan orang.
Perencanaan Lanskap
Perencanaan merupakan suatu pendekatan ke masa depan terhadap lahan
dan perencanaan tersebut disertai dengan imajinasi dan kepekaan terhadap analisis
tapak (Laurie,1984). Perencanaan adalah proses pemikiran dari suatu ide ke arah
bentuk yang nyata. Proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis untuk
menentukan keadaan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk
mencapai keadaan yang diharapkan tersebut (Simonds, 1983). Secara praktikal,
kegiatan merencanakan suatu lanskap merupakan suatu proses pemikiran dari
suatu ide, gagasan atau konsep kehidupan manusia/masyarakat ke arah suatu
bentuk lanskap atau bentuk alam yang nyata dan berkelanjutan (Nurisjah dan
Pramukanto 2009).
Nurisjah dan Pramukanto (2008) juga menyatakan bahwa perencanaan
lanskap berfungsi utama sebagai suatu panduan saling keterkaitan yang komplek
antara berbagai fungsi yang ada pada suatu lahan, bentang alam atau ekosistem.
Sebagai contoh dengan memisahkan fungsi-fungsi lahan yang tidak berkesesuaian,
menyatukan yang sesuai dan memilih yang kompetitif serta menghubungkan
setiap fungsi yang dikhususkan pada keseluruhan kawasan lanskap yang dilihat
sebagai suatu bentuk wadah kehidupan. Perencanaan lanskap merupakan suatu
penyesuaian antar lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga
kelestarian ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan
terbaik (Mrass 1985). Proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu
proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang (Gold 1980).

Bioregion
Bioregion berasal dari kata bio (hidup) dan region (territorial/wilayah) yang
dapat diartikan sebagai tempat hidup (life place) yaitu suatu lingkungan yang
memiliki kekhasan dimana batas-batasnya ditentukan oleh tatanan alam yang
mampu mendukung keunikan aktivitas komunitas biotik di dalamnya (Thayer
2003). Bioregion didefinisikan bervariasi terdiri dari geografi Daerah Aliran
Sungai (DAS), ekosistem tumbuhan dan hewan, landform, serta budaya khas
manusia yang tumbuh dari potensi alam. Komponen utama yang penting dari
bioregion adalah budaya manusia yang dibangun di dalam dan terintegrasi dalam
area tanpa batas yang kaku dan dibedakan oleh bentukan alami seperti flora, fauna,
tanah, iklim, geologi, dan area drainase. Pendekatan ini membagi lanskap ke
dalam bagian-bagian atau unit lanskap berdasarkan kondisi geologi dan
hidrologinya bukan dengan metode politik.
Terdapat tiga komponen utama dalam pengelolaan bioregion, yaitu
komponen ekologi yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling
berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami ataupun semi

8
alami. Komponen ekonomi yang mendukung usaha pendayagunaan
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam matriks budi daya, dengan
pengembangan budi daya jenis-jenis unggulan setempat. Komponen sosial budaya
yang dapat memfasilitasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam serta memberikan peluang
bagi kebutuhan sosial budaya secara lintas generasi. Bioregion merupakan unit
perencanaan ruang dalam pengelolaan sumbar daya alam yang tidak ditentukan
oleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan geografis,
komunitas manusia serta sistem ekologi, dalam suatu cakupan bioregion, secara
ekologis. Klasifikasi bioregion dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi Bioregion
Kelas

Deskripsi

Bioregion

Mewakili wilayah pada hierarki teratas yang
didefinisikan berdasarkan karakteristik homogenitas
wilayah iklim, elevasi, distribusi vegetasi, dan batas
daerah aliran sungai utama, topografi, dan geologi.

Sub Region

Merepresentasikan subdivisi bioregion yang secara
komposit mencakup wilayah homogen secara kelas
hidrologi, elevasi, bentuk lahan, vegetasi, dan tanah.

Unit Lanskap

Representasi subdivisi Sub Region yang mencakup
wilayah homogen yang dicirikan melalui lereng,
penggunaan lahan, serta atribut sosial budaya komunitas
masyarakat seperti lifestyle dan etnis.

Unit Tempat

Hierarki terendah pada subdivisi ini dicirikan oleh
beberapa komponen antara lain penggunaan lahan, atribut
sosial budaya komunitas masyarakat yang meliputi etnis,
aspirasi masyarakat, the sense of place, the meaning of
place dan berbagai bentuk nilai-nilai lokal.

Sumber: Kim et al (2000) dalam Pramukanto (2004)
Perbedaan antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya yaitu terdapat
nilai intrinsik yang menjadikan daerah tersebut khas atau unik. Jones, Durrant,
Hardy, Atkinson dan Kim (1998) mengidentifikasi enam sumber nilai intrinsik
yang terdiri dari:
a. Pemandangan
Daerah yang memiliki nilai pemandangan yang unik, baik daerah alami
maupun buatan manusia yang memiliki keindahan dan keunikan, seperti
panorama laut, pedesaan, struktur yang indah, pantai, hutan hujan, sungai, dan
teluk.

9
b. Sumberdaya Alam
Sumberdaya Alam merupakan keindahan visual dari lingkungan yang
berupa penampakan fisik dari daerah alami dan tidak terganggu oleh manusia,
seperti hutan, formasi geologi, lahan basah, tepi sungai, dan air terjun.
c. Sejarah
Daerah yang memiliki nilai sejarah, misalnya pemakaman, daerah bekas
perang, tata ruang kota, arsitektur tradisional, dan pola pemukiman.
d. Arkeologi
Daerah yang dapat menginterpretasikan aktivitas sejarah atau prasejarah di lokasi
tersebut membawa lebih dekat ke dalam kejadian sebenarnya, seperti rerentuhan,
artefak, dan struktur bangunan.
e. Budaya
Daerah yang memiliki nilai budaya misalnya kehidupan tradisional, upacara
adat atau keagamaan, ritual pertanian tradisional, tradisi lokal, industri lokal yang
unik, makanan, musik, tarian, bahasa, dan pasar.
f. Rekreasi
Daerah yang memiliki nilai rekreasi meliputi daerah yang mendukung
aktivitas ruang luar, pendakian, arung jeram, terbang layang, melihat burung, dan
fotografi.

10

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di satu Kampung Baduy Luar yaitu Cempaka
Putih dan tiga Kampung Baduy Dangka yaitu Kampung Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing yang terdapat di dalam Desa Kanekes Kecamatan Lewidamar,
Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan,
yang dimulai pada bulan Februari 2013. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
(Gambar 2).

Gambar 2 Peta Lokasi Kampung Baduy Luar dan Dangka, Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Provinsi Banten
Data dan Informasi
Data dan informasi yang dikumpulkan berupa aspek bio-fisik dan budaya
Kampung Baduy Luar dan Dangka yang terkumpul dari berbagai sumber. Berikut

11
ini merupakan tabel data dan informasi yang berisi jenis data yang dikumpulkan,
interpretasi data, serta sumber data (Tabel 2).
Tabel 2 Data dan Informasi

No.

I

Aspek

Bio-Fisik
1. Topografi

Jenis Data
Baduy Luar
Baduy Dalam
dan Dangka
S
D
S
D


-



Interpretasi

Elevasi dan

Sumber

BIG

Kemiringan lahan
Wilayah tangkapan
air (DAS, Sub DAS)
Pola Drainase
2. Geologi (1:250000)
dan Tanah (1:50000)





-



Jenis tanah

Formasi batuan

Balitan,
BPDAS
CitarumCiliwung

Tipe iklim

BMKG

Tekstur tanah


3. Iklim

-



Curah Hujan
Temperatur
4. Hidrologi





-

-

Batas DAS
Pemanfaatan Sungai
Tingkat Pencemaran
sungai

5. Penggunaan Lahan





6. Penutupan lahan






8. Vegetasi
II

BPDAS
CitarumCiliwung,
survey,
wawancara



Penggunaan lahan

-

-

Penutupan lahan

Survey dan
Wawancara
Kementan

-



Jenis, manfaat,
habitat

Survey dan
Wawancara
Wawancara
dan Studi
Pustaka
Wawancara
dan Studi
Pustaka

Budaya
1. Sejarah





Sejarah kawasan

2. Adat Istiadat





Adat Istiadat
Masyarakat Baduy

3. Pola Pemukiman
dan Arsitektur rumah
adat





Pola Tata Ruang,
Bentuk rumah adat
Baduy

4. Naratif





Pantun, puisi, cerita,
tembang

5. Produk seni





Alat musik, kain
tenun, kerajinan
tangan

Survey,
Wawancara
dan Studi
Pustaka
Wawancara
dan Studi
Pustaka
Wawancara
dan Studi
Pustaka

12
Keterangan: S: Spasial; D: Deskriptif
Balitan: Balai Penelitian Tanah; Kementan: Kementerian Pertanian;
BMKG: Badan Meteorologi dan Geofisika; BPDAS CitarumCiliwung: Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai; BIG: Badan
Informasi dan Geospasial

A. Aspek Bio-fisik
a. Topografi
Data Topografi digunakan sebagai peta dasar dalam membuat peta
pendahuluan (preliminary map). Peta topografi memuat informasi garis kontur
lahan pada tapak yang berfungsi untuk delineasi kelas kemiringan lahan (slope),
batas wilayah tangkapan air (water catchment) berupa DAS dan Sub DAS, serta
aliran drainase pada tapak.
b. Geologi dan Tanah
Data geologi dan tanah digunakan untuk memberikan gambaran mengenai
kondisi geologi dan tanah pada lokasi penelitian. Data ini berguna untuk
mengetahui jenis pemanfaatan lahan yang sesuai berdasarkan jenis tanah yang
dihasilkan melalui proses mineralisasi dari bahan induk (batuannya). Berdasarkan
jenis tanah juga dapat diindikasikan kepekaan erosinya.
c. Iklim
Data yang dikumpulkan antara lain tipe iklim, curah hujan tahunan rata-rata,
temperatur udara rata-rata, serta kelembaban udara rata-rata. Data ini digunakan
untuk menginterpretasikan kondisi iklim wilayah yang dapat menentukan
kesesuaian lahan untuk kenyamanan berdasarkan temperatur dan kelembaban
pemanfaatan lahan tertentu.
d. Hidrologi
Data hidrologi yang digunakan berupa data sub-DAS Ciujung Hulu. Data ini
digunakan untuk mengetahui kondisi sungai, kualitas dan kuantitas aliran dan
pemanfaatan sungai yang dilakukan oleh masyarakat Baduy.
e. Penggunaan Lahan
Data mengenai pola peggunaan lahan diperoleh dengan metode studi
pustaka dan wawancara kepada masyarakat Baduy. Berdasarkan informasi yang
diberikan maka dapat diketahui lokasi pemukiman, hutan kampung (leuweung
lembur), ladang (huma), kebun campuran (jami), hutan sekunder tua (reuma),
hutan lindung (leuweung kolot) dan badan air (sungai). Data ini berguna dalam
membantu identifikasi peta penutupan lahan serta membantu dalam menganalisis
lokasi-lokasi yang mengandung nilai yang ada di kawasan tersebut.

13
f. Penutupan Lahan
Data penutupan lahan didelineasi berdasarkan interpretasi visual dengan
mendigitasi citra ikonos 2012 yang diperoleh dengan membuat mosaik dari citra
yang diperoleh melalui Wikimapia setelah dilakukan registrasi (rectifikasi). Dari
citra tersebut dapat diklasifikasikan untuk penutupan lahan di Kampung Gajeboh.
Ada 7 (tujuh) kelas penutupan lahan, yaitu: pemukiman, leuweung lembur, huma,
jami, reuma, leuweung kolot, dan badan air. Delineasi peta penutupan lahan
berguna dalam mengidentifikasi unit tempat.
g. Vegetasi
Data vegetasi dikumpulkan untuk mengetahui jenis vegetasi yang digunakan
oleh masyarakat Baduy sebagai bahan pengobatan tradisional, bahan bangunan
rumah, sebagai perkakas rumah tangga dan pertanian, serta bahan untuk membuat
kerajianan tangan. Data vegetasi yang dikumpulkan terdiri dari spesies dan bagian
vegetasi yang dimanfaatkan, serta cara penggunaan, dan kegunaannya.

B. Aspek Budaya
Data budaya yang dikumpulkan adalah sejarah kawasan, adat istiadat,
arsitektur rumah, kebudayaan naratif, serta produk seni Baduy. Data tersebut akan
digunakan dalam mengidentifikasi nilai dan aktivitas yang ada dalam masyarakat,
terutama yang berkaitan dengan kebudayaan yang ada di daerah tersebut.

Alat
Survey menggunakan kamera digital, GPS dan alat tulis. Pengolahan data
dengan menggunakan software Geographic Information System (GIS) (ArcGIS
9.3 dan Global Mapper 13), hardware (komputer), Citra IKONOS, software
pemetaan (AutoCAD 2010), serta software grafis Adobe Photoshop CS 4.

Metode dan Tahapan Penelitian
Penelitian perencanaan ini dilakukan dengan metode survei lapang dan desk
study, yang meliputi lima tahap, yaitu tahap persiapan, preliminary study,
inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan (Gambar 3).
Persiapan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan diantaranya penetapan tujuan
perencanaan, pengumpulan informasi awal, penyusunan proposal penelitian, dan
perizinan melakukan penelitian. Tahap ini merupakan tahapan sebelum
melakukan survey ke tapak.

14

Gambar 3 Diagram Tahapan Penelitian
Preliminary Study
Pada tahap preliminary study dilakukan kegiatan desk study melalui studi
literatur terhadap penelitian yang pernah dilakukan, berupa skripsi, tesis, disertasi,
laporan penelitian, artikel, dan jurnal. Kegiatan ini dilakukan untuk menyusun
kriteria karakteristik bio-fisik dan budaya dari Baduy Dalam. Karakteristik
disusun berdasarkan kategori V dalam penentuan kawasan perlindungan menurut

15
UNESCO (1972) dalam Phillips (1998) yaitu perlindungan lanskap/seascape.
Kategori V dalam kriteria nilai penting World Heritage Convention menjelaskan
mengenai 3 (tiga) jenis nilai-nilai alam, yaitu:
1. Sumber daya biologi (Biodiversitas), yang berkaitan dengan kompromi dalam
mempertahankan keragaman biologi alam dan pertanian.
2. Karakteristik pemanfaatan/penggunaan sumber daya alam oleh manusia,
seperti panggunaan lahan yang berkelanjutan.
3. Aspek keterkaitan hubungan manusia dengan alam dan kelekatan nilai-nilai
masyarakat dengan kualitas alam (lanskap).
Data tersebut akan digunakan pada tahap sintesis untuk mengevaluasi
karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka.
Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahapan pengumpulan data primer dan sekunder
yang mencakup kondisi umum tapak, aspek bio-fisik dan budaya. Pengumpulan
data primer diperoleh dengan melakukan survei dan pengamatan langsung di
lapang. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai aspek bio-fisik, seperti topografi, kemiringan lahan, geologi dan tanah,
iklim, hidrologi, dan penutupan lahan dilakukan pada lembaga dan instansi terkait.
Pengamatan langsung di lapang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
penggunaan lahan, vegetasi, dan aspek budaya. Aspek budaya diperoleh dengan
melakukan wawancara terhadap masyarakat (key person) yang memiliki pengaruh
dalam komunitas Baduy, yaitu Ayah Mursid Wakil Jaro Tangtu (Cibeo) dan Jaro
Dainah (Jaro Pamarentah).
Analisis
Pada tahap analisis, dilakukan penyusunan data spasial dan atribut berupa
karakteristik bio-fisik dan budaya dari Baduy Luar dan Dangka. Data tersebut
berupa peta tematik hasil klasifikasi dan analisis berdasarkan kriteria bioregion
Baduy Dalam yang meliputi topografi, kemiringan lahan, hidrologi, drainase,
geologi dan tanah, vegetasi, iklim, dan budaya. Data spasial tersebut nantinya
akan menghasilkan informasi mengenai karakteristik lanskap Baduy Luar dan
Dangka. Data analisis karakteristik fisik dan budaya akan digunakan sebagai
landasan pada tahap analisis selanjutnya yaitu analisis bioregional.
Analisis bioregional diawali dengan melakukan penyusunan kelas
bioregion yang ada di Kampung Baduy Luar dan Dangka. Dalam penelitian ini
dilakukan modifikasi klasifikasi ke dalam tiga kelas yaitu unit bioregion, unit
lanskap, dan unit tempat.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap nilai intrinsik menurut
Jones et al (1998) yaitu berdasarkan aspek biofisik dan budaya yang secara
komposit mewakili unit tempat (batas DAS, Sub DAS, tanah, kemiringan dan
penutupan lahan).

16
Sintesis
Berdasarkan karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka yang telah
ditentukan, dilakukan evaluasi untuk menyepadankan kriteria karakteristik
bioregion Baduy Dalam dengan karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka.
Evaluasi tersebut menghasilkan usulan perbaikan yang digunakan sebagai dasar
pada tahap perencanaan.

Perencanaan
Pada tahap awal perencanaan dilakukan pengajuan konsep perencanaan
lanskap konservasi budaya berdasarkan pola tata ruang tradisional Baduy.
Kemudian dilakukan pengembangan konsep perencanaan berupa konsep ruang,
konsep sirkulasi dan konsep vegetasi. Selanjutnya dibuat hasil akhir berupa
rencana lanskap yang dituangkan dalam bentuk rencana ruang, rencana sirkulasi
dan rencana vegetasi.

17

KONDISI UMUM
Suku Baduy merupakan masyarakat adat yang tinggal di wilayah Desa
Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku
Baduy menurut kesuciannya dan ketaatan terhadap adat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu Baduy Dalam, Baduy Luar dan Baduy Dangka. Menurut prinsip tata
ruang wilayah yaitu prinsip nyulah-nyanda (utara-selatan). Wilayah Baduy Dalam
merupakan wilayah yang sakral dalam Desa Kanekes dan berada di wilayah
bagian selatan. Baduy Dalam terdiri dari tiga kampung, yaitu Kampung Cibeo,
Cikertawana, dan Cikeusik. Sedangkan bagian utara merupakan akses masuk
kawasan Desa Kanekes dan ditempati oleh Kampung Baduy Dangka yaitu
Kampung Kaduketug. Kondisi Desa Kanekes dan sebaran Kampung Baduy dapat
dilihat pada Gambar 4.
Profil Baduy Luar dan Dangka
Kampung Cempaka Putih merupakan salah satu Kampung Baduy Luar
sedangkan Kampung Gajeboh, Marengo dan Balimbing merupakan tiga kampung
Baduy Dangka yang terletak di wilayah tanah ulayat masyarakat Baduy. Keempat
kampung ini secara geografis terletak di 6°36ʹ ʹʹ- 6°36ʹ 3ʹʹ LS dan 106°12ʹ54ʹʹ106°13ʹ51ʹʹ BT, dan secara administratif Kampung Baduy Luar dan Dangka
terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Kampung Baduy Luar dan Dangka secara administratif memiliki luas
127,33 ha yang berada di RT 02 RW 02. Lokasi Ketiga Kampung Baduy Dangka
ini berada di pinggir Sungai Ciujung, yang merupakan bagian dari DAS Ciujung.
Sedangkan lokasi Kampung Cempaka Putih berada di Sub DAS Ciujung. Batas
biofisik dan kondisi eksisting Kampung Baduy Luar dan Dangka dapat dilihat
pada (Gambar 5).
Menurut data penyebaran Penduduk Desa Kanekes (Baduy) tahun 2010,
jumlah kepala keluarga di ketiga Kampung Baduy Luar dan Dangka ini sebanyak
232 KK dengan jumlah penduduk 779 orang terdiri dari 372 laki-laki dan 407
perempuan.
Kelembagaan secara adat di Kampung Baduy Luar dan Dangka ini dipimpin
oleh Kokolot Lembur yang berada di bawah koordinasi Jaro Tanggungan
Duabelas dan Jaro Tujuh/Jaro Dangka. Jaro Tanggungan Duabelas merupakan
seseorang yang memiliki kedudukan dalam struktur lembaga Baduy yang bertugas
mengurus bidang keamanan dengan memberikan perlindungan dan tindakan
hukum kepada seluruh masyarakat Baduy atas segala bentuk tindakan pelanggaran
hukum adat baik di wilayah Baduy maupun di luar batas wilayah Baduy yang
dilakukan oleh warga Baduy atau warga di luar Baduy. Sedangkan Jaro
Tujuh/Jaro Dangka merupakan petugas adat yang diangkat dari warga Baduy
Luar dengan tugas utamanya lebih pada pelaksanaan keputusan hukum adat dan
sekaligus mengawasi pelaksanaan hukum adat pada masyarakat Baduy, termasuk
pelanggaran terhadap hukum adat.

18

19

20
Aksesibilitas
Aksesibilitas untuk menuju Desa Kanekes (Baduy) dapat dicapai dengan
dua rute perjalanan (Gambar 6). Rute pertama dapat dicapai dari Jakarta melewati
Tangerang, Serang, Pandeglang, dan Rangkasbitung dengan menggunakan
kendaraan pribadi, angkutan umum, dan kereta api. Jalan yang dilalui pada rute
pertama yaitu jalan tol dengan jarak kurang lebih 131 km. Rute kedua dapat
dicapai dari Bogor melewati Jasinga, Cipanas, dan Rangkasbitung dengan
menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan umum berupa bis. Rute kedua
memiliki jarak kurang lebih 80 km tanpa melewati jalan tol dengan kondisi jalan
yang kurang baik dibandingkan dengan rute pertama. Kedua rute tersebut akan
berakhir di Terminal Ciboleger, yaitu pintu masuk menuju Desa Kanekes.
Untuk mencapai Kampung Baduy Luar dan Dangka dapat dilakukan dengan
berjalan kaki ± 2 km selama 2 jam dari mulai Ciboleger kemudian melewati
bukit-bukit, daerah ladang (huma) dan hutan sekunder (reuma). Kondisi jalan
yang dilewati dari mulai Ciboleger menuju Kampung Balimbing, Marengo, dan
Gajeboh berupa jalan setapak dengan konstruksi batu kali yang dibuat oleh
masyarakat Baduy secara bergotong royong. Kampung pertama yang akan
dilewati yaitu Kampung Kaduketug dan dilanjutkan melewati Kampung Cipondok
hingga sampai di Kampung Balimbing, Marengo, dan Gajeboh.
Desa Kanekes

±80 km

±131 km

Jakarta Tangerang Serang Pandeglang Rangkasbitung

Rangkasbitung Cipanas Jasinga Bogor

Gambar 6 Aksesibilitas Lokasi Penelitian

21

DATA DAN ANALISIS
Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka
Karakteristik bioregion kawasan Baduy Luar dan Dangka yang terdiri dari
empat kampung yaitu Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing merupakan dasar dalam penyusunan klasifikasi unit-unit ruang
bioregional. Karakteristik tersebut terdiri atas karakteristik bio-fisik dan budaya.
Aspek Budaya
a. Sejarah Kawasan
Kampung Gajeboh, Marengo, dan Balimbing merupakan tiga Kampung
Baduy Dangka, sedangkan Kampung Cempaka Putih merupakan Kampung Baduy
Luar yang berada di dalam kawasan Baduy (Desa Kanekes). Sejarah kawasan
Baduy termasuk di dalamnya Kampung Baduy Luar dan Dangka berasal dari
sebuah nama sungai tempo dulu, yaitu sungai Cibaduy yang mengalir di sekitar
tempat tinggal mereka dan berdasarkan nama salah satu bukit yang berada di
kawasan tanah ulayat mereka yaitu Bukit Baduy (Kurnia dan Sihabudin 2013).
Letak Kampung Gajeboh, Marengo dan Balimbing yang berada di
perbatasan Desa Kanekes dengan Desa Kebocau membuat kampung ini
dikategorikan sebagai Kampung Dangka. Istilah dangka merupakan nama wilayah
atau batas wilayah yang dijadikan tempat pengawasan kegiatan masyarakat Baduy,
baik yang berada di wilayah Baduy atau masyarakat Baduy yang berada di luar
wilayah Baduy dalam melaksanakan amanat wiwitan. Sedangkan Kampung
Cempaka Putih merupakan Kampung Baduy Luar yang baru terbentuk dari
pemekaran Kampung Baduy Luar lain yaitu Kampung Kadujangkung.
b. Adat Istiadat
Masyarakat Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing
memiliki perilaku keseharian yang mengarah pada hidup sederhana dan hidup
berpedoman pada aturan (pikukuh) dan kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat.
Walaupun pada kehidupan sehari-harinya mereka diberikan kebijakan atau
kelonggaran dalam melaksanakan ketentuan hukum adat berbeda dengan
masyarakat yang tinggal di Baduy Dalam. Dalam kebijakan yang diberikan oleh
seorang pemimpin adat tertinggi Suku Baduy (Puun) kepada masyarakat
Kampung Baduy Dangka dan masyarakat kampung Baduy Luar lainnya, namun
ada batas-batas tertentu yang tetap mengikat mereka sebagai suatu komunitas adat
Suku Baduy.
Kehidupan masyarakat Baduy yang sederhana dapat tercermin dari berbagai
aspek yaitu keseragaman bentuk rumah dan pola tata ruang pemukiman serta
kawasan berorientasi pada arah utara-selatan (nyulah nyanda). Selain itu bentuk
dan warna pakaian khas masyarakat Baduy di Kampung Baduy Luar dan Dangka
berwarna hitam berkancing dengan sarung bermotif batik berwarna biru, namun
adanya kebijakan adat yang diberikan, banyak masyarakat Baduy di kampung ini

22
sudah menggunakan celana, kemeja, dan kaos. Pakaian adat hanya digunakan saat
ada cara adat seperti, seba (tradisi mengunjungi pemerintah untuk memberikan
hasil bumi), upacara kawalu (berziarah ke sasaka domas yang menjadi kiblat bagi
masyarakat Baduy), upacara ngalaksa, khitanan dan pernikahan.
Aspek lainnya yaitu keseragaman dalam bercocok tanam. Masyarakat
Baduy bercocok tanam dengan berladang (ngahuma). Berladang merupakan mata
pencaharian utama dan sekaligus kewajiban agama mereka yaitu agama Sunda
Wiwitan (agama sunda asli). Penentuan waktu untuk menanam padi di ladang
dilihat dari kemunculan bintang kidang. Menurut pengetahuan masyarakat Baduy,
kemunculan bintang kidang jatuh pada sa