Perencanaan Lanskap Desa Konservasi Melalui Pendekatan Bioregion

PERENCANAAN LANSKAP DESA KONSERVASI
MELALUI PENDEKATAN BIOREGION

TATI SUPARTINI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

LEMBAR PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Desa Konservasi Melalui Pendekatan Bioregion adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, Februari 2013

Tati Supartini
A44061747

RINGKASAN
TATI SUPARTINI. A44061747. Perencanaan Lanskap Desa Konservasi
Dibimbing
oleh
QODARIAN
Melalui
Pendekatan
Bioregion.
PRAMUKANTO.
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) merupakan salah
satu dari 5 (lima) taman nasional yang dideklarasi oleh Pemerintah Indonesia
tahun 1980. Masyarakat desa sekitar kawasan tersebut memiliki tingkat
ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam Taman Nasional yang
berpotensi munculnya konflik kepentingan dan mengancam keberadaan TNGGP.
Desa konservasi merupakan model desa yang dapat menjamin komitmen jangka

panjang untuk mendukung konservasi kawasan hutan terutama di Taman Nasional
(Harmita 2009). Model Desa Konservasi direncanakan melalui pendekatan
bioregion bertujuan untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan
masyarakat untuk mata pencaharian dan potensi sumber daya alam di wilayah
mereka, yang ditetapkan berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Miller
1996). Perencanaan lanskap dilakukan dengan menganalisis, mendeskripsikan,
menzonasikan hubungan keterkaitan antara ketersediaan sumber daya alam dan
pola kehidupan lokal, kemampuan desa tersebut dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya serta pengaruhnya terhadap TNGGP. Perencanaan lanskap tersebut akan
menghasilkan tata ruang lanskap desa sekitar Taman Nasioal, sehingga
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya sebagai
pelaku utama sektor pertanian dalam menjaga kecukupan pangan dan juga
berperan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.
Tujuan studi ini adalah menyusun rencana lanskap desa konservasi
melalui pendekatan bioregion di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
(TNGGP) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sekitar
Taman Nasional, melestarikan lanskap desa serta kawasan penyangga Taman
Nasional. Salah satu desa konservasi yang akan direncanakan melalui pendekatan
bioregion adalah Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.
Tahapan perencanaan terdiri dari inventarisasi, analisis, kemudian

dilakukan sintesis dan dilanjutkan dengan perencanaan lanskap desa konservasi
melalui pendekatan bioregion. Pada tahap inventarisasi dimulai dari penyusunan
peta pendahuluan (preliminary map), selanjutnya dilakukan survey lapang untuk
mengkonfirmasi dan verifikasi hasil interpretasi. Dalam tahapan inventarisasi
dilakukan penyusunan kondisi umum, sosial budaya dan aspek biofisik untuk
mempermudah dalam proses analisis rencana lanskap desa konservasi melalui
pendekatan bioregion. Tahap analisis spasial dimulai dengan analisis (1) Analisis
koridor ekologi dengan membuat perlindungan setempat menggunakan kriteria
sempadan sungai dan badan air berdasarkan Keputusan Presiden No.32 Tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, (2) Penentuan kawasan lindung
berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980 tentang Kriteria Dan Tata Cara
Penetapan Hutan Lindung. Penetapan kawasan yang dilindungi ditentukan
berdasarkan hasil perhitungan dengan cara pembobotan dan skoring tiga peta
tematik (kelerengan berbobot 20%, kepekaan terhadap erosi berbobot 15%, dan
intensitas hujan berbobot 10%) (3) Analisis landcover dan landuse sebagai dasar
pertimbangan penentuan perencanaan. Kemudian analisis deskriptif data

2

biodiversity, sosial dan budaya (sejarah, demografi, pola kehidupan masyarakat).

Pada tahap sintesis dilakukan integrasi hasil analisis penentuan kawasan lindung,
koridor ekologi dan zonasi taman nasional, sehingga diperoleh Peta Konservasi
Desa Watesjaya sebagai dasar perencanaan.
Pada tahapan perencanaan ditetapkan konsep Desa Konservasi
berdasarkan pendekatan pola ruang bioregion menurut Miller (1999) dan
Brunckhorst (2001) yaitu core zone, buffer zone, cooperation zone, dan ecological
corridor. Kemudian ditentukan arah pengembangan tiap ruang berdasarkan
prinsip konservasi yaitu: perlindungan, pelestarian, pemanfaatan, restorasi,
rehabilitasi dan revitalisasi.
Berdasarkan studi ini dapat disusun Rencana Lanskap Desa Konservasi
yang ditunjukan kedalam 4 (empat) ruang, yaitu: (1) Ruang Inti Desa Watesjaya
seluas 361,70 ha (21,93%) dengan empat subruang yaitu Hutan Rimba, Hutan
Lindung, Hutan Desa, Danau Lido (2) Ruang Penyangga Desa Watesjaya seluas
338,27 ha (20,51%) dengan lima subruang yaitu Hutan Rehabilitasi, Hutan
Campuran, Greenbelt Danau Lido, Kampung Konservasi, dan Kampung
Penyangga (3) Ruang Koridor penyangga dengan panjang sungai 18, 23 km
(17,50 mil) dengan perlindungan greenbelt seluas 22,45%, (4) Ruang Kerjasama
Pengembangan Budidaya Desa Watesjaya seluas 578,90 ha dengan penambahan
areal 109,10 ha dengan subruang meliputi Lahan Pertanian Lahan Kering, Lahan
Pertanian Lahan Basah, Pemukiman, dan Resort.


PERENCANAAN LANSKAP DESA KONSERVASI
MELALUI PENDEKATAN BIOREGION

TATI SUPARTINI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

© Hak Cipta Milik Tati Supartini, Tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seruruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

: Perencanaan Lanskap Desa Konservasi Melalui Pendekatan
Bioregion

Nama Mahasiswa: Tati Supartini
NRP

: A44061747


Disetujui,
Pembimbing

Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si.
NIP. 19620214 198703 1 002

Diketahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.
NIP. 19480912 197412 2 001

Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi
dengan judul Perencanaan Lanskap Desa Konservasi Melalui Pendekatan
Bioregion dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen

Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Selain itu penulis terdorong oleh
keinginan untuk memberikan kontribusi positif bagi desa-desa di kawasan
konservasi untuk melestarikan dan mengurangi dampak negatif kawasan.
Penulisan ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat desa kawasan konservasi
untuk dapat mengetahui potensi sumberdaya dan dampak dari tindakan yang dapat
merusak sumber daya sehingga dapat menumbuhkan kepedulian dan kebanggaan
tersendiri bagi masyarakat untuk melestarikan desa beserta kawasan konservasi
yang ada didalamnya terutama Taman Nasional.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih
kepada :
1. Kedua orang tua, Ibu, Bapak, Teteh, Aa dan Adik atas segala doa serta
dukungan moril dan materil kepada penulis.
2. Ir. Qodarian Pramukanto, Dip. Env. M, M.Si selaku dosen pembimbing
skripsi atas kritik, saran dan kesabaran membimbing penulis selama
berlangsungnya

penelitian,

sehingga penulis


dapat

menyelesaikan

penelitiannya.
3. Vera Dian Damayanti, SP, MLA selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan dorongan, masukan dan nasehat kepada penulis selama
penulisan skripsi serta memberikan arahan dan perhatian selama penulis
menjadi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap.
4. Dr. Ir. Afra D. N Makalew, M.Sc dan Dr. Ir. Alinda F. M Zain, M.Si.
sebagai penguji atas kritik, saran dan masukannya.
5. Tiaraers dan kosan Bu Dewi yang selalu memberikan motivasi, dorongan
dan keceriaan penghilang jenuh saat skripsi.

ii

6. Anggota Lawalata, LATIN (Bang Saburo, Mas Arif, Mas Rudi), Telapak
(ka Sandi, mba Rina, bang Ghonjes), ka Sita RMI, mas Yoyon FWI yang
telah membantu mengumpulkan data dan menemani ke lapangan,
Alm.mas Agung.

7. Yofri dan Jupil, yang bersedia mengantarkan penulis dan memberikan
dukungan moril selama penelitian. Hariman yang selalu bersedia jadi
teknisi komputer dan printer. Ipay yang bersedia menjadi konsultan
menerjemahkan maksud dosen saat penulis kehilangan arah. Ombud atas
nasehat dan dukungannya.
8. Yudhi Hariningwan dan Medel yang selalu sabar untuk selalu hadir
menemaniku, memberikan dukungan moril dan selalu memotivasi.
9. Babeh Warkop, Toko Oleh-oleh Nusantara Neng Lukcy dan BCD,
Gunung, Pantai, sebagai tempat pengalihan pikiran kekesalan, penghilang
jenuh dan stres selama penelitian.
10. Teman-teman sebimbingan yaitu Dian Khaerunnisa, Balqis Nailufar, Cici
Nurfatimah, dan Nurika.
11. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis Lidya Trioktavia, Vina Pratiwi, Purwanti Lukmanniah, Wiwiek
Dwi Serlan, Presti Ameliawati, Maria Agustina Kaka dan teman-teman
seperjuangan Tenk-tonk family (ARL43).
12. Teman-teman Arsitektur Lanskap lainnya dari angkatan 41, 42, 44, dan
45.
13. Pihak-pihak yang membantu selama penelitian yang tidak bisa disebutkan
penulis satu-persatu.


Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar penulis dapat melakukan hal yang lebih baik lagi. Semoga
penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Februari 2013
Penulis

iii

RIWAYAT HIDUP
Tanggal 14 Oktober 1987 penulis dilahirkan di kota kecil Pandeglang,
Banten dari pasangan suami istri Ucu Sulaha dan Mudrikah. Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara. Di kota ini pula penulis menghabiskan masa
kecil dan mengawali jenjang pendidikan.
Pendidikan penulis diawali dari TK Nasional yang kemudian dilanjutkan
ke SD XIX Pandeglang tahun 1994 yang kini berganti nama menjadi SDN 2
Pandeglang. Setelah lulus tahun 2000, penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Negeri 1 Pandeglang. Tahun 2003 penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang SMA di SMA Negeri 1 Pandeglang dan berhasil
menyelesaikan masa pendidikan SMA pada tahun 2006. Pada tahun yang sama
penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) pada masa Tingkat Persiapan Bersama. Pada Tahun 2007 penulis
diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakulatas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa penulis merupakan anggota LAWALATAIPB. Tahun 2007 penulis pernah menjadi anggota tim ekpedisi Pelestarian Jalak
Bali di Pulau Nusa Penida. Di tahun yang sama penulis pernah menjadi pemandu
pengenalan ekologi hutan bersama LATIN kepada sekolah dasar berbasis
Internasional Cikal. Penulis juga pernah menjadi ketua pelaksana TAPAK
BADUY 2008 (kegiatan pengenalan budaya Baduy berupa perjalanan dan
pameran budaya setelahnya bersama mahasiswa dan umum). Tim support
pendakian Rinjani Mountain Bike Tour dalam rangka sumpah pemuda mewakili
pemuda/pemudi Indonesia mengenalkan sepeda sebagai kendaraan bebas polusi
yang dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan termasuk refreshing
(pendakian).

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI ..........................................................................................
DAFTAR TABEL ..................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ...............................................................................
1.2 Tujuan ..........................................................................................
1.3 Manfaat .........................................................................................
1.4 Kerangka pikir ...............................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Lanskap .....................................................................
2.2 Desa ..............................................................................................
2.3 Konservasi ....................................................................................
2.4 Desa Konservasi ............................................................................
2.5 Bioregion ......................................................................................
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ..........................................................
3.2 Alat dan Bahan ..............................................................................
3.3 Metode Penelitian ..........................................................................
IV. KONDISI UMUM
4.1 Lokasi Penelitian ...........................................................................
4.2 Akses dan Aksesibilitas .................................................................
4.3 Aspek Sosial dan Budaya ...............................................................
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 DATA DAN ANALISIS ...............................................................
5.1.1 Topografi dan Kemiringan .................................................
5.1.2 Geologi dan Tanah .............................................................
5.1.3 Iklim dan Curah Hujan ......................................................
5.1.4 Hidrologi ...........................................................................
5.1.5 Analisis Perlindungan Sungai dan Badan Air ...................
5.1.6 Biodiversity .......................................................................
5.1.7 Penutupan dan Penggunaan Lahan ....................................
5.1.8 Utilitas dan Fasilitas...........................................................
5.1.9 Analisis Kawasan Lindung.................................................
5.2 SINTESIS .....................................................................................
5.2.1 Penentuan Kawasan Lindung Desa Watesjaya ...................
5.2.2 Penentuan Kawasan Konservasi Desa ................................

i
iii
iv

1
2
3
4
5
5
6
10
12
16
17
18
26
27
29
32
32
34
35
36
40
43
45
49
50
52
52
54

ii

5.3 PERENCANAAN LANSKAP .......................................................
5.3.1 Konsep Perencanaan ..........................................................
5.3.2 Rencana Pengembangan Konsep .......................................
5.3.3 Perencanaan Lanskap .........................................................
VI. PENUTUP
6.1 Simpulan .......................................................................................
6.2 Saran .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................

57
57
58
60
69
69
70
72

DAFTAR TABEL

Nomor

Teks

Halaman

1. Nilai Ekonomi Total Kawasan Konservasi Darat dan Laut ......................
2. Jenis, Interpretasi dan Sumber Data Kegiatan Perencanaan Lanskap .......
3. Klasifikasi Kelerengan............................................................................
4. Klasifikasi Jenis Tanah Menurut Kepekaannya terhadap Erosi ................
5. Klasifikasi Intensitas Hujan Harian Rata-Rata ........................................
6. Skoring Kategori Kawasan .....................................................................
7. Zonasi Ruang Bioregion Kawasan Konservasi ........................................
8. Komposisi Pendidikan Desa Watesjaya ..................................................
9. Luas Kelas Lereng Desa Watesjaya ........................................................
10. Hasil Analisis Skoring Kawasan Lindung .............................................
11. Hasil Penentuan Kawasan Lindung .......................................................
12.Tabel Matrik Overlay Analisis Penetapan Kawasan Lindung,
Koridor Ekologi dan Zona TNGGP ......................................................
13. Pola Ruang Bioregion Konservasi Desa Watesjaya ...............................
14. Subruang, Kondisi dan Arah Pengembangan Ruang Inti Desa ..............
15. Subruang, Kondisi dan Arah Pengembangan Ruang Penyangga Desa ...
16. Subruang, Kondisi dan Arah Pengembangan Ruang Koridor Lanskap ..
17. Subruang, Kondisi dan Arah Pengembangan Ruang Pengembangan
Desa .....................................................................................................

8
17
22
23
23
24
25
30
32
50
52
54
58
62
66
67
68

DAFTAR GAMBAR

Nomor
Teks
Halaman
1. Kerangka Pikir ............................................................................................ 4
2. Pola Ruang Pendekatan Bioregion............................................................... 13
3. Lingkaran Konsentris Model Biosphere Reserve (Kiri) dan Penerapan
Model Dalam Praktek (kanan) .................................................................... 14
4. Peta Lokasi Desa Watesjaya ........................................................................ 16
5. Alur Penelitian ............................................................................................ 18
6. Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ................... 26
7. Peta Batas antara Desa Watesjaya dan Taman Nasional .............................. 28
8. Aksesibilitas Lokasi Penelitian .................................................................... 29
9. Peta Topografi Desa Watesjaya ................................................................... 33
10. Peta Jenis Tanah ........................................................................................ 34
11. Peta DAS Jawa Barat ................................................................................ 37
12. Peta Subdas Desa Watesjaya ..................................................................... 38
13. Aliran Sungai Cisadane dan Aliran Irigasi ............................................... 39
14. PLTMH di Aliran Sungai Cikaweni .......................................................... 39
15. Peta DAS Desa Watesjaya......................................................................... 41
16. Peta Perlindungan Koridor Sungai............................................................. 42
17. Rumpun Bambu dan Tegakan Pinus .......................................................... 44
18. Rumput Fatimah dan Sarang Babi Hutan ................................................... 45
19. Peta Tataguna Lahan ................................................................................. 46
20. Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ...................................... 48
21. Sawah Irigasi dan Sawah Tadah Hujan ...................................................... 49
22. Peta Analisis Kawasan Lindung ................................................................ 51
23. Peta Kawasan Lindung Desa Watesjaya .................................................... 53
24. Peta Kawasan Konservasi Desa Watesjaya ................................................ 56
25. Diagram Konsep Pendekatan Bioregion .................................................... 58
26. Pola Ruang Konservasi Desa Watesjaya .................................................... 59
27. Rencana Lanskap Desa Konservasi ........................................................... 61
28. Tampak Potongan A-A’ dan B-B’ ............................................................ 62
29. Tata Letak dan Strata Vegetasi Hutan Rimba ............................................ 63
30. Perbesaran Kampung Konservasi .............................................................. 65

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki sekitar 22 juta hektar kawasan konservasi. Sebagian
besar kawasan tersebut terancam rusak, karena beberapa faktor, seperti tuntutan
konversi lahan, perambahan, kebakaran hutan, illegal logging, perdagangan ilegal
tumbuhan dan satwa langka, serta tuntutan kebutuhan hasil hutan karena tingginya
laju pertumbuhan penduduk. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) pada umumnya adalah masyarakat
desa hutan yang mayoritas sebagai petani, sehingga tingkat ketergantungan
masyarakat akan lahanpun cukup tinggi. Tingginya tingkat ketergantungan
masyarakat desa hutan terhadap sumber daya alam Taman Nasional banyak
mengakibatkan munculnya konflik kepentingan dan mengancam keberadaan
kawasan konservasi. Banyak kebutuhan masyarakat desa hutan yang dipenuhi dari
hutan lindung, seperti pangan, obat-obatan, bahan konstruksi rumah dan
kebutuhan sehari-hari lainnya. Masyarakat desa hutan menganggap hutan adalah
sumber mata pencaharian. Beberapa kegiatan pencaharian yang bergantung pada
hutan adalah mencari kayu bakar, buah-buahan, bahan bangunan dan jenis
tumbuhan dan satwa yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-harinya.
Desa hutan TNGGP merupakan desa yang perlu dikonservasi dengan Model Desa
Konservasi (MDK).
Desa konservasi merupakan model desa yang memberikan peluang kepada
masyarakat untuk memperoleh akses untuk pemanfaatan kawasan konservasi,
sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung
konservasi kawasan hutan terutama di Taman Nasional (Harmita 2009). Struktur
lanskap pedesaan seperti hutan, lahan pertanian dan pekarangan merupakan ruang
terbuka hijau sebagai sumber plasma nutfah, habitat satwa, pembentuk iklim
mikro, penghasil oksigen dan fungsi lainnya. Sementara itu, sumber air (badan
air) yang berada di daerah pedesaan terutama di daerah hulu merupakan bagian
penting dari sistem hidrologi suatu kawasan secara keseluruhan. Pengembangan
model desa konservasi dapat dibangun berdasarkan batas sistem tata air seperti
Daerah Aliran Sungai (DAS).

2

Perencanaan bioregional merupakan proses pengorganisasian yang
memungkinkan orang untuk bekerja bersama-sama, memperoleh informasi,
berpikir dengan hati-hati tentang masalah-masalah potensi dan wilayah mereka,
tujuan dan sasaran, menetapkan kegiatan, mengimplementasi proyek, mengambil
tindakan yang disepakati oleh masyarakat, mengevaluasi kemajuan, dan
memperbaiki pendekatan masyarakat (Miller 1996). Bioregional bertujuan untuk
menemukan keseimbangan antara kebutuhan warga masyarakat untuk mata
pencaharian dan potensi sumber daya alam di wilayah mereka, yang ditetapkan
berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Miller 1996). Salah satu model
desa konservasi yang akan direncanakan melalui Pendekatan Bioregion adalah
Desa Watesjaya kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Dengan menganalisis, mendeskripsikan, menzonasikan, serta menghubungkan
keterkaitan antara ketersediaan sumber daya alam dan pola kehidupan lokal, serta
kemampuan

desa

tersebut

dalam

memenuhi

kebutuhan

hidupnya

dan

pengaruhnya terhadap TNGGP, perencanaan lanskap desa konservasi melalui
pendekatan bioregion ini disusun.

1.2 Tujuan
Tujuan studi ini adalah untuk menyusun Rencana Lanskap Desa
Konservasi Melalui Pendekatan Bioregion di Taman Nasional Gunung GedePangrango (TNGGP).

1.3 Manfaat
Studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:
1. Memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah
daerah setempat dalam merencanakan dan mengembangkan potensi sekitar
Desa dan bahan referensi bagi pemanfaatan dan pengembangan kawasan
penyangga Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP)
2. Mencegah dampak negatif dari pemanfaatan sumber daya lahan yang
berada di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP)

3

1.4 Kerangka Pikir
Konsep Desa Konservasi berawal dari sebuah lanskap desa yang berada di
sekitar kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
yang masyarakatnya memiliki ketergantungan dengan lahan yang berada di
kawasan konservasi tersebut. Hal ini dikhawatirkan keseimbangan ekosistem akan
terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun rencana lanskap desa
konservasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sekitar
Taman Nasional, melestarikan Lanskap Desa, dan menjaga kawasan penyangga
Taman Nasional. Tujuan tersebut diwujudkan dengan menganalisis desa
penelitian berdasarkan ruang lingkup desa konservasi.
Penataan ruang desa pertama-tama dengan menganalisis biofisik untuk
mengetahui kawasan lindung secara fisik dengan penentuan zonasi dan skoring
SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980 tentang Kriteria Dan Tata Cara Penetapan
Hutan Lindung, yang diterbitkan tanggal 24 Nopember 1980 sehingga diketahui
kawasan lindung, penyangga dan budidaya. Selain itu dilakukan pula analisis
sempadan sungai dan perairan sesuai dengan Keputusan Presiden No.32 Tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Hasil Penentuan kawasan lindung
dan sempadan diintegrasikan dengan zonasi Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango sehingga diperoleh Peta Kawasan Konservasi Desa Watesjaya sebagai
dasar perencanaan.
Perencanaan melalui pendekatan Bioregion dengan membentuk pola
bioregion Miller (1999) untuk kawasan yang dilindungi yaitu: Core Zones (zona
inti), Buffer Zones (zona penyangga) yang terhubung oleh Ecological Corridor
(koridor ekologi) dan Cooperation Zones (zona kerjasama pengembangan desa).
Perencanaan desa konservasi dengan sistem zonasi tersebut dapat membentuk
jejaring ekologi hewan, tumbuhan dan manusia membentuk ruang hidup
(bioregion) yang saling berdampingan, dan meminimalisir dampak negatif dari
pemanfaatan sumber daya lahan yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung
Gede-Pangrango (TNGGP). Hasil akhir berupa Rencana Lanskap Desa
Konservasi dapat disusun dengan proses yang telah dijelaskan.

4

Proses Perencanaan tersaji dalam kerangka dan alur pikir studi pada
diagram di bawah ini (Gambar 1):

Gambar 1. Kerangka Pikir

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Lanskap
Menurut Simonds (1983), perencanaan adalah suatu alat yang sistematik
yang digunakan untuk menentukan saat awal yang diharapkan dan cara terbaik
untuk mencapai keadaan tersebut. Tujuan utama perencanaan adalah untuk
menentukan tempat yang sesuai dengan daya dukung dan keadaan umum
masyarakat sekitar.
Merencana menurut Nurisjah (2007) adalah suatu proses pemikiran dari
suatu ide, gagasan atau konsep ke arah suatu bentuk yang nyata. Proses
perencanaan yang baik haruslah merupakan suatu proses yang dinamis, saling
terkait serta saling menunjang. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
merencanakan sesuatu yaitu:
1. Memperlajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan
sekitar.
2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan
yang akan direncanakan.
3. Menjadikan objek (wisata) yang menarik
4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu
kawasan yang dapat menampilkan masa lalunya.
Menurut Forman (1986), perencanaan suatu lanskap adalah saling
keterkaitan antara bagaimana struktur dan fungsi lingkungan terbentuk dan
bagaimana perubahan menyebabkan pembentukan suatu lanskap. Menurut Benson
(2000) perencanaan haruslah berorientasikan pada masa depan. Untuk itu
diperlukan suatu pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan
maksunya suatu ideologi dan politik yang meliputi ekologi, ekonomi, dan sosial
dimana ketiganya saling mempengaruhi. Isu-isu mengenai pembangunan
berkelanjutan pun tengah hangat dibicarakan.

2.2 Desa
Desa merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki tatanan
hukum dan asal-usul yang jelas tidak dapat diatur terlalu jauh oleh pemerintah

6

kabupaten dan pusat, tetapi cukup dengan pengakuan keberadaanya yang
berazazkan demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan menghargai
keberagamaan. Desa terdiri dari sejumlah kampung. Kampung adalah kesatuan
lingkungan tempat tinggal, biasanya dihuni oleh sekelompok masyarakat yang
terdiri dari kesatuan keluarga.
Menurut Peraturan menteri dalam negeri nomor 51 tahun 2007 pasal 1
yang dimaksud dengan kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Rencana pembangunan
kawasan perdesaan berbasis masyarakat adalah hasil perencanaan pembangunan
yang dilakukan bukan berdasarkan unit administratif desa, melainkan atas dasar
kesamaan fungsi kawasan perdesaan. Pola tata desa adalah tata penggunaan lahan
atau ruang desa untuk keperluan kegiatan ekonomi dan budidaya masyarakat,
sarana dan prasarana pemerintahan desa, dan pusat layanan sosial. Komunitas
kawasan perdesaan adalah masyarakat yang berdomisili di kawasan yang sama
memiliki karakteristik tertentu sesuai ciri geografis kawasan perdesaan seperti
pertanian, perkebunan, kehutanan, pesisir pantai, pertambangan dan industri kecil,
terpencil, suku terasing, dan sejenisnya. Ciri ekologi adalah ciri sumber daya alam
yang dimilki desa seperti desa pesisir pantai, desa persawahan, desa pinggir dan
dalam hutan, desa sekitar tambang dan industri, desa kawasan pariwisata, dan
lain-lain.
Ciri khas masyarakat pedesaan dan pegunungan yang terkait dengan hutan
adalah keberadaan kampong sebagai ruang fisik. Ruang fisik tersebut menjadi
tempat masyarakat beraktivitas mulai dari memenuhi kebutuhan hidup mereka
hingga beraktualisasi (Harmita, 2009).

2.3 Konservasi
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save). Secara etimologi memiliki pengertian
mengenai upaya memelihara apa yang kita puny a (keep/save what you have )
secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt yang

7

merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep
konservasi.

Konservasi dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan

sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara
bijaksana).
Konservasi menurut IUCN (1968) adalah manajemen udara, tanah, air,
tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai
kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen
adalah survei, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan
latihan. Jadi, konservasi

merupakan pengelolaan alam oleh manusia guna

memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya secara berkelanjutan bagi generasi
saat ini, serta memelihara potensinya guna menjamin aspirasi dan kebutuhan
generasi yang akan datang.
Ada enam elemen penting dalam upaya-upaya konservasi alam, yaitu
menejemen dan pengetahuan lokal; hak atas sumber daya alam; insitusi dan
organisasi lokal; teknologi dan sumber daya yang tersedia yang tersedia di tingkat
lokal; partisipasi lokal pada tahap perencanaan, menejemen, dan evaluasi; proyek
yang bersifat luwes dan beroerientasi pada proses menurut Pretty dan Pimbert M
(1995) dalam Wiratno (2004). Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan
suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan
fungsi utama lindung atau budidaya (UU No. 24 Tahun 1992). Kawasan lindung
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan
nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Bentuk sumber daya buatan ini dapat dilihat
pada kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, maupun
kawasan cagar alam. Fungsi kawasan-kawasan tersebut dapat sebagai pelindung
kelestarian lingkungan hidup, dibudidayakan, permukiman, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan
manusia dan kesinambungan pembangunan. Konservasi sumber daya buatan
dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan yang mencakup preservasi,

8

restorasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi. Adapun kriteria konservasi
sumber daya buatan dapat ditinjau dari estetika, kejamakan, kelangkaan, peranan
sejarah, memperkuat kawasan didekatnya, dan keistimewaan dari sumber daya
buatan tersebut.
Tabel 1. Nilai Ekonomi Total Kawasan Konservasi Darat dan Laut secara
Keseluruhan
Nilai Ekonomi total
Nilai guna konsumtif
Guna langsung

Guna tak langsung

Nilai guna non-konsumtif
Nilai pilihan

Nilai warisan

Nilai
keberadaan

Produk yang

Manfaat-manfaat

Nilai guna

Nilai guna langsung

Nilai

dikonsumsi

fungsional

langsung dan

dan tak langsung

keberlanjutan

secara

tak langsung di

dari sumber daya

akan sumber

langsung

masa yang

lingkungan

daya tertentu

akan datang
Makanan,

Pengendalian banjir,

Keanekaragam

Konservasi habitat

Konservasi

biomassa,

perlindungan badai, siklus

an hayati,

upaya preventif

habitat dan

rekreasi

nutrisi, perikanan,

sumber daya

terhadap perubahan

spesies,

dukungan terhadap global,

genetik

yang tidak dapat

integrasi nilai

diperbaharui

sosial dan

pendidikan&penelitian,
studi arkeologi, kesehatan

budaya

manusia

Sumber: Wiratno, 2004

Berdasarkan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1990 dan Strategi Konservasi Dunia
kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya meliputi kegiatan:
a. Perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistemsistem penyangga kehidupan.
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Strategi Konservasi Alam Dunia meliputi:
1. Konservasi sumber daya hayati untuk pembangunan berkesinambungan.
2. Perlindungan Proses Ekologi yang terutama dan Sistem Penyangga Kehidupan.
3. Pengawetan Keanekaragaman Plasma nutfah.
4. Pemanfaatan Jenis dan Ekosistem secara lestari.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mendifinisikan
Hutan konservasi

sebagai

kawasan hutan yaitu wilayah tertentu yang

9

ditunjuk

dan

atau

ditetapkan

oleh

Pemerintah

untuk

dipertahankan

keberadaannya sebagai hutan tetap dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman

tumbuhan dan satwa serta

ekosistemnya. Salah satu kawasan tersebut adalah kawasan taman nasional
adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan
pengetahuan, pendidikan,

penelitian, ilmu

menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Umumnya zonasi dapat berupa (a) zona inti yaitu bagian wilayah taman
nasional yang mutlak atau harus dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya
kegiatan manusia, (b) zona pemanfaatan yaitu zona wilayah yang digunakan
untuk kepentingan wisata, (c) zona rimba yaitu zona yang berada diantara areal
inti dan areal pemanfaatan yang memungkinkan adanya

kegiatan

manusia

yang menunjang budaya dan, (d) zona lainnya yaitu zona yang ditetapkan
sesuai kepentingan-kepentingan tertentu seperti zona pemanfaatan tradisional,
zona pemulihan, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan khusus dan lain -lain.
Menurut MacKinnon (1986), upaya untuk diterimanya suatu kawasan
konservasi itu diantaranya sebagi berikut:
1. Menjelaskan mengapa pentingnya menetapkan kawasan yang dilindungi
2. Menunjukkan mengapa suatu kawasan ini dipilih.
3. Menunjukan keuntungan yang diperoleh masyarakat dan perekonomian
setempat.
4. Mengidentifikasi sumber pengganti tanah, hutan dan lain-lain, yang dapat
digarap (bila mungkin) atau dalam kasus tertentu, menjelaskan pemberian hak
atas ganti rugi.
5. Mengembangkan rasa kebanggaan akan kekayaan alam setempat.
6. Menegaskan ketentuan yang dibuat pemerintah dalam upaya membuat agar
wilayah konservasi berhasil.
7. Menjelaskan bahwa pelanggaran hukum bagi kepentingan pribadi yang
merupakan pelanggaran terhadap masyarakat juga dan tidak semata-mata
pelanggaran terhadap pemerintah
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dibatasi oleh batas
alam (topografi) di mana aliran permukaan yang jatuh akan mengalir ke sungai-

10

sungai kecil menuju ke sungai besar akhirnya mencapai danau atau laut.
Pengelolaan DAS berupaya untuk menselaraskan dikotomi kepentingan ekonomi
dan ekologi. Kepentingan ekonomi jangka pendek akan terancam bila kepentingan
ekologi diabaikan. Sebaliknya gerakan perbaikan ekologi yang melibatkan
masyarakat tidak akan terpelihara secara terus menerus tanpa memberi dampak
langsung terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Untuk
mencapai tujuan pengelolaan DAS diperlukan upaya pokok dengan pengelolaan
lahan, air, dan vegetasi.

2.4 Desa Konservasi
Model Desa konservasi (MDK) dijadikan contoh bagi desa lain di sekitar
kawasan konservasi baik yang di darat maupun yang di perairan dalam upaya
pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dengan memperhatikan
aspek konservasi, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat (Upe, 2009). Model
Desa konservasi adalah pendekatan model desa yang memberi peluang kepada
masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi untuk terlibat aktif dalam
upaya pengelolaan kawasan konservasi dan memberi peluang kepada masyarakat
untuk mendapat akses yang aman untuk pemanfaatan kawasan sehingga dapat
menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi
kawasan hutan. Kampung konservasi itu sendiri merupakan kampung yang di
dalamnya bisa melakukan aktifitas perlindungan secara mandiri, menjaga
ekosistem yang baik dan secara ekonomi bisa bisa memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat. Kampung-kampung di desa konservasi difungsikan sebagai unit
sosial, kelembagaan, intraksi sosial dengan alam (Harmita, 2009).
Pembangunan dan pengembangan MDK mengutamakan 3 pilar konservasi
yaitu perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan secara lestari. Pengembangan
desa konservasi dimaksud dalam hal ini adalah terfokus pada aspek sosial
ekonomi dan teknis yang menekankan kepada konsep pemberdayaan masyarakat.
Segala upaya yang bertujuan untuk terus meningkatkan keberdayaan masyarakat
di sekitar hutan konservasi dan memperbaiki kesejahteraannya juga meningkatkan
partisipasi mereka dalam segala kegiatan yang mendukung kelestarian konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan (Harmita, 2009).

11

Pada prinsipnya penataan wilayah pedesaan tidak merubah kondisi yang sudah
ada akan tetapi hanya menata atau memaksimalkan pemanfaatan ruang dengan
berbagai kegiatan yang sesuai dengan kondisi ruang atau wilayah pedesaan,
misalkan menentukan wilayah pengembangan hutan rakyat, agroforestry,
penempatan lokalisaasi budidaya tanaman hias dan obat-obatan, penangkaran
satwa, dan lain-lain. Kondisi umum lingkungan pedesaan dengan pemanfaatan
ruang-ruang berikut pemukiman penduduk, lahan usaha tani basah (misal sawah
dan rawa), lahan usaha tani kering (misal kebun, pekarangan, lahan garapan
musiman, lahan garapan tahunan), lahan milik pemerintah desa (tanah bengkok),
lahan bebas milik Negara (bukan kawasan hutan), lahan yang diperuntukan
peternakan dan perikanan (Upe, 2009). Kriteria desa yang dapat menjadi lokasi
MDK (Upe, 2009) yaitu:
1. Seluruh desa yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi
2. Desa yang secara ekologis akan berpengaruh dengan kawasan konservasi
3. Desa

yang

masyarakatnya

mempunyai

pendapatan

rendah

dan

ketergantungan hidupnya terhadap kawasan konservasi tinggi
4. Desa yang dapat difungsikan sebagai perlindungan atau dapat melindungi
kawasan konservasi dari berbagai gangguan.
5. Desa yang dapat dikembangkan menjadi tujuan wisata alam
6. Desa yang menjadi potensi sumber daya alam (SDA) yang dapat
dikembangkan
7. Bentuk kegiatan semaksimal mungkin berhubungan dengan program
kehutanan.
Rambu-rambu dalam pengembangan desa konservasi:
1. Tidak mengubah fungsi kawasan;
2. Tidak memberikan hak kepemilikan terhadap lahan;
3. Diberikan hak pemanfaatan kawasan;
4. Terintegrasi dengan program pembangunan daerah setempat;
5. Adanya komitmen para pihak terkait;
6. Masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan kawasan;
7. Masyarakat mendapatkan manfaat, baik langsung maupun tidak
langsung.

12

2.5 Bioregion
Bioregion menunjukkan sebuah ruang geografis yang mengandung satu
kesatuan ekosistem. Hal ini ditandai dengan bentuk muka bumi, tutupan vegetasi,
budaya manusia, dan sejarah, seperti yang diidentifikasi oleh masyarakat lokal,
pemerintah dan peneliti (Miller, 1996). Perencanaan bioregional merupakan
proses organisasi yang memungkinkan orang untuk bekerja bersama-sama,
memperoleh informasi, berpikir dengan hati-hati tentang masalah-masalah potensi
dan wilayah mereka, tujuan dan sasaran, menentukan kegiatan, melaksanakan
proyek, mengambil tindakan yang disepakati oleh masyarakat, mengevaluasi
kemajuan, dan memperbaiki pendekatan mereka (Miller, 1996). Tujuan
bioregional untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan warga masyarakat
untuk mata pencaharian dan potensi sumber daya alam di wilayah mereka, yang
ditetapkan berdasarkan oleh kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Aberley 1994
dalam Miller, 1996). Hal ini merujuk kepada daerah asal (homeland) sebagai
ruang geografis yang meliputi sumber air mereka dan fitur kunci ekologi lainnya,
produksi makanan, hutan rimba, desa dan infrastruktur.
Menurut Miller (1996) terdapat 14 karakteristik mendefinisikan pekerjaan
manajemen Bioregional dapat diidentifikasi:
1. Besar, wilayah yang layak secara biotik
2. Kepemimpinan dan manajemen
3. Sebuah struktur inti, koridor dan matriks
4. Ekonomi Sustainablility
5. Keterlibatan penuh dari pemangku kepentingan
6. Penerimaan Sosial
7. informasi yang komprehensif
8. Penelitian dan pemantauan
9. Penggunaan pengetahuan
10. Adaptif manajemen
11. Restorasi
12. Koperasi pengembangan keterampilan

13

13. Kelembagaan integrasi
14. Kerjasama internasional

2.5.1 Pola Ruang Bioregion Kawasan Konservasi
Pola ruang menggunakan pendekatan bioregional terdiri dari daerah inti
dan penyangga yang satu dengan daerah inti dan penyangga lain dihubungkan
oleh koridor-koridor yang dapat digunakan oleh satwa liar untuk melakukan
migrasi dan aktivitas-aktivitas lain dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim
dan tantangan lingkungan lainnya (Gambar 2). Daerah koridor ini bisa
dimanfaatkan oleh swasta dan masyarakat dan memungkinkan sebagai lahan yang
digunakan untuk aktifitas ekonomi Koridor menghubungkan lanskap tercakup
dalam wilayah biologi (bioregion) dimana terdapat pemukiman masyarakat,
pemilik lahan maupun pengguna sumber daya alam yang bertempat tinggal dan
bekerja (Wiratno, 2004). Koridor adalah Belt Biosfer internasional yang
menggabungkan beberapa yang berbeda, masing-masing dengan iklim sendiri,
vegetasi, geologi, hidrologi, kultur sumber daya. Manajemen Koridor Sungai akan
dikelola untuk konservasi sumber daya sungai dan sekitarnya. Sumber daya alam
seperti habitat riparian, langsung mengalir bebas, siklus erosi alam, kualitas air
sehingga harus dipelihara. (Jones et al, 1998).

Gambar 2. Pola Ruang Pendekatan Bioregion
Menurut Miller (1996) salah satu karakteristik manajemen Bioregional
diantaranya struktur inti, koridor dan matriks. Struktur inti, koridor dan matriks
ini termasuk hutan rimba (wildland) yang mewakili karakteristik keanekaragaman
hayati. Kedua inti terdapat dalam matriks penggunaan lahan campuran dan pola

14

kepemilikan (Miller, 1996). Tahun 1984 Rencana Aksi cagar biosfer fungsi-fungsi
ini menjadi umum untuk implementasi praktis dan perencanaan sebagai inti,
buffer dan zona transisi (UNESCO dalam Brunckhorst 2001).
Idealnya situs tersebut, yang mungkin sudah ditetapkan sebagai lindung,
dihubungkan oleh koridor alam atau restorasi tutupan belantara untuk
mengizinkan migrasi dan adaptasi terhadap perubahan global. Sub Region yang
menggunakan zonasi cagar biosfer biasanya kawasan yang dilindungi salah satu
diantaranya Kawasan Konservasi Taman Nasional. Satu decade semenjak kongres
di Bali, Kongres Taman Nasional IV di Caracas, Venezuela pada tahun 1992
menegaskan agar pendekatan pengelolaan kawasan konservasi dilakukan dalam
skala Bioregional.

(Sumber: Brunckhorst, 2001)

Gambar 3. Lingkaran Konsentris Model Biosphere reserve (kiri)
dan Penerapan Model dalam Praktek (kanan)

Perencanaan bioregional terdiri atas kawasan kehidupan liar yang di
dalamnya terdapat komunitas-komunitas tumbuhan dan satwa liar, dengan syaratsyarat kondisi habitat, situs-situs tertentu serta ekosistem yang di butuhkan untuk
bertahan hidup (Wiratno, 2004).

15

Menurut UNESCO (1995) dan elemen cagar biosfer terdiri dari:
1. Satu atau lebih zona inti: situs aman dilindungi untuk konservasi
keanekaragaman hayati, pemantauan ekosistem minimal terganggu, dan
melakukan penelitian non-destruktif dan berdampak rendah menggunakan
(seperti ekowisata dan pendidikan). Menurut Brunckhorst (2001) Zona
inti adalah wilayah konservasi prioritas (yaitu, Taman Nasional atau
kategori IUCN I atau III) keanekaragaman hayati regional mewakili dan
sebagai lokasi pemantauan atau acuan bagi pengelolaan adaptif.
2. Zona Buffer (zona penyangga) didefinisikan dengan baik: yang biasanya
mengelilingi atau bersebelahan dengan zona inti, dan digunakan untuk
kegiatan koperasi kompatibel dengan praktek ekologi suara, termasuk
pendidikan lingkungan, rekreasi, dan penelitian terapan dan dasar. Salah
satu ujung wilayah transisi berkelanjutan, memperluas lebih jauh ke
wilayah kerja sama, di mana pengaruh-mengancam keanekaragaman
hayati pada inti dan pemandangan sekitarnya diminimalkan lihat Gambar
3 (tiga) (Batisse dalam Brunckhorst, 2001).
3. Sebuah wilayah fleksibel transisi: atau bidang kerjasama, yang mungkin
berisi berbagai kegiatan pertanian, pemukiman dan pemanfaatan lain dan
di mana masyarakat lokal, lembaga manajemen, ilmuwan, organisasi nonpemerintah, kelompok budaya, kepentingan ekonomi dan pemangku
kepentingan lainnya bekerjasama untuk mengelola dan mengembangkan
potensi sumber daya daerah itu. Menurut Brunckhorst (2001) Zona
Kerjasama merupakan cagar biosfer menyediakan kepemilikan masyarakat
meningkat dan tanggung jawab kawasan lindung maupun tanah pribadi,
restorasi lingkungan, pemantauan dan proyek dengan mitra publik dan
swasta.

III. METODOLOGI

3.1.Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar 4). Waktu persiapan,
pengumpulan, dan pengolahan data dilakukan dari bulan Juli-Desember 2011 dan
dilanjutkan dengan penyusunan skripsi yang dilakukan sampai November 2012.

Gambar 4. Peta Lokasi Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat

17
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam proses inventarisasi adalah meteran, alat tulis,
alat gambar, GPS dan pengolahan analisis spasial menggunakan Geographic
Information System (GIS) berupa hardware (PC komputer) dan software
pengolahan data spasial (ArcView 3.2) dan Adobe Photoshop. Bahan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini, selain dilakukan pengkajian data
lapangan juga dibutuhkan data dan peta pendukung sebagaimana disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis, Interpretasi dan Sumber Data Kegiatan Perencanaan Lanskap
No
I.

II.

Aspek

Jenis data
Spasial
Tekstual

Interpretasi

Sumber

Biofisik
1.Topografi

V

-

-elevasi dan
-kemiringan lahan

2.Tanah

V

V

-Jenis tanah
-Tipe iklim
-Curah hujan
-Temperatur
-kelembapan
-Batas Daerah Aliran
Sungai (DAS)
-Badan air
-Drainase

Peta RBI skala
1:25.000
(Bakosurtanal),
Puslitanak,
survey
BMKG, Stasiun
Curah Hujan
Pasirjaya

3.Iklim

-

V

4.Hidrologi

V

V

5.Penggunaan
Lahan (land use)

V

V

Batas Administrasi
Pola Pemanfaatan ruang

Peta RBI skala
1:25.000
(Bakosurtanal),

6.Penutupan
Lahan (landcover)

V

V

Tutupan vegetasi

Google Earth

7. Biodiversity

-

V

Jenis vegetasi dan satwa
Keanekaragaman jenis
vegetasi

Survey,Balai
TNGGP

1. Sejarah

-

V

Sejarah Desa

survey, balai
Desa Watesjaya

2. Demografi

-

V

Daya dukung Desa

survey, balai
Desa Watesjaya

3. Pola Kehidupan
Masyarakat

-

V

Pola pemukiman, pola
bertani, adat istiadat

survey, balai
Desa Watesjaya

Balai
Pengelolaan
DAS, Survey

Sosial-Budaya

18
3. 3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan melalui 5 (lima) tahapan yaitu persiapan, inventarisasi,
analisis, sintesis dan perencanaan (Gambar 5).

Gambar 5. Alur Penelitian

19
3.3.1 Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahapan pengumpulan data yang mencakup
kondisi umum tapak, biofisik dan sosial. Data diperoleh dengan studi pustaka
(data sekunder) dan dengan survey lapang untuk melihat secara langsung
keadaan biofisik tapak saat ini serta dilakukan pula wawancara terhadap pihakpihak yang berhubungan dengan pengembangan tapak. Inventarisasi awal
dilakukan untuk menyusun kondisi umum. Penyusunan

kondisi

umum

dimaksudkan agar mempermudah dalam proses penyajian data biofisik serta
analisis karena dalam kondisi umum tersebut, memperlihatkan kondisi Desa
Watesjaya secara garis besar.

Tabel 2 memperlihatkan jenis jenis data,

interpretasi dan sumber data yang digunakan dalam kegiatan perencanaan
lanskap. Berikut data yang diinventarisasi yang dikumpulkan.

3.3.1.1 Kondisi Umum
Inventarisasi awal dilakukan untuk menyusun kondisi umum. Penyusunan
kondisi umum dimaksudkan agar mempermudah dalam proses penyajian data
biofisik serta analisis karena dalam kondisi umum tersebut, memperlihatkan
kondisi Desa Watesjaya secara garis besar seperti letak Desa Watesjaya,
aksesibilitas dan data dosial ekonomi dan budaya.
Data sosial, ekonomi, budaya bersumber dari data sekunder dan data
primer. Perolehan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur dan semi
terstruktur dilakukan untuk menggali informas