Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Bina Marga Dan Sumber Daya Air Kota Bogor

STRATEGI OPTIMALISASI PENYERAPAN ANGGARAN
PADA DINAS BINAMARGA DAN SUMBER DAYA AIR
KOTA BOGOR

JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi
Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Binamarga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Jimmy Ventius Parluhutan
NRP H252130085

RINGKASAN
JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN. Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran
Pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Dibimbing oleh
Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM, M.A.Ec dan Dr. Ir. NUNUNG
NURYARTONO, MSi.
Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia
memiliki konstitusi atau Undang Undang Dasar yang menjamin setiap warganya
untuk hidup sesuai dengan hak-haknya dan berupaya untuk mewujudkan tujuantujuannya, serta mengatur semua permasalahan yang menyangkut pemerintahan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pelayanan terhadap rakyatnya tidak mungkin
terpusat pada pemerintah pusat, tetapi harus didistribusikan pada pemerintah
daerah yang menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Pemerintahan daerah dibentuk dengan tujuan mencapai efektivitas dan
efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah pusat memberi sumbersumber keuangan, pengalokasian dana perimbangan, dan pemberian pinjaman
dan/atau hibah kepada pemerintah daerah untuk membiayai belanja rumah tangga

pemerintah daerah dalam mengemban penyerahan wewenang pemerintahan.
Pengeluaran pemerintah daerah dalam bentuk anggaran belanja daerah
mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dan sekaligus
menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila terealisasi dengan baik.
Ironisnya anggaran Pemerintah Kota Bogor yang tidak tergunakan (idle)
trennya terus meningkat ekuivalen dengan meningkatnya sisa anggaran belanja
APBD tahun 2010-2014. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, periode tahun
2010-2014, persentase penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor terus
mengalami penurunan.
Belanja daerah ini sejatinya merupakan pengeluaran yang dilakukan
Pemerintah Kota Bogor untuk mendanai seluruh kegiatan/program yang
berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap layanan publik di Kota
Bogor. Ketika terjadi kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja,
berarti telah terjadi inefisiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran.
Salah satu indikator kegagalan birokrasi adalah tidak optimalnya
penyerapan anggaran sesuai dengan target dalam dokumen anggaran pendapatan
dan belanja yang ditetapkan. Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran
tersebut akan berakibat hilangnya manfaat belanja.
Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja APBD Kota
Bogor merupakan akumulasi dari kegagalan penyerapan anggaran pada Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor sebagai unsur pelaksana otonomi
daerah sesuai dengan bidang urusannya masing-masing.
Jika ditarik rata-rata penyerapan anggaran dalam kurun waktu empat tahun
terakhir nyata bahwa Dinas Bina Marga dan sumber Daya Air dengan rata-rata
penyerapan sebesar 69.95% merupakan SKPD yang pencapaian target penyerapan
anggarannya terendah dibandingkan SKPD lainnya. Berdasarkan data yang tersaji,
untuk melakukan analisis lebih lanjut maka Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air Kota Bogor dipilih menjadi lokasi penelitian

Gambaran empiris mengenai kinerja penyerapan anggaran inilah yang
melatarbelakangi penelitian ini, dengan tujuan: 1) mengidentifikasi penyebab
rendahnya penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor; 2) menganalisis faktor-faktor yang menentukan rendahnya
penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor;
dan 3) merumuskan strategi optimalisasi penyerapan anggaran pada Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dengan bantuan
kuesioner dan diskusi (FGD), serta data dari dokumen dan laporan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, yang hasilnya kemudian dianalisis
menggunakan analisis SWOT dan QSPM.

Berdasarkan informasi dan hasil analisis data penelitian, diketahui penyebab
rendahnya penyerapan anggaran belanja APBD Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor karena adanya kegiatan yang tidak berjalan sesuai ketetapan
dalam APBD khususnya belanja modal program pembangunan jalan, jembatan,
dan drainase sebagai akibat adanya hambatan dalam pembebasan lahan terkait
pembangunan infrastruktur jalan baru di Kota Bogor. Disamping hal itu alokasi
waktu yang dijadwalkan dalam satu tahun anggaran tidak memadai jika
dibandingkan dengan panjangnya tahapan implementasi kegiatan yang
membutuhkan waktu yang tidak cukup sedikit, seringkali menyebabkan Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak mampu merealisasikan kegiatan terutama
belanja modal program pembangunan jalan, jembatan, dan drainase.
Terdapat empat faktor strategis internal dan eksternal yang mendukung
rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor. Keempat faktor tersebut yaitu: 1) faktor kekuatan (S):
adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA, 2) faktor kelemahan (W):
alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai, 3) faktor peluang (O): adanya
peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum, 4) faktor ancaman (T):
kegagalan pembebasan lahan
Untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor, perlu dilakukan strategi “Hindari alokasi waktu

kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan” yang
diimplementasikan melalui program; Pertama, Rasionalisasi target kinerja input
dan output dengan menerapkan Kerangka Perencanaan Jangka Menengah
(KPJM), yang dilakukan melalui kegiatan evaluasi kebijakan berjalan;
penyusunan prioritas; proses anggaran; penetapan baseline anggaran; dan
penetapan prakiraan maju tahun jamak. Kedua, penguatan komunikasi dan
layanan informasi, yang dilakukan melalui penguatan infrastruktur dan
mekanisme pelayanan informasi publik
Kata kunci: penyerapan anggaran, strategi optimalisasi, SWOT, QSPM

SUMMARY
JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN. The Strategy to Optimize Budget
Disbursement in the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City.
Supervised by Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM, M.A.Ec and Dr. Ir. NUNUNG
NURYARTONO, MSi.
As an independent and sovereign nation , the State of Indonesia has a
constitution which guarantees every citizen to live in accordance with their rights
and working to realize its objectives , as well as all issues concerning the
government. To achieve this goal , the service of the people could not have
focused on the central government , but must be distributed to local authorities

who run the widest possible autonomy , except in matters of government by law
determined as the affairs of the Central Government.
Local government was formed with the goal of achieving effectiveness and
efficiency in the public service. The central government provides financial
resources, the allocation of equalization funds, and loans and / or grants to local
governments to finance household spending of local governments in carrying out
the devolution of government power. Local government spending in the form of
regional budget is discussed and agreed upon by the local government and the
legislature, has a real role in improving the quality of public services and as well
as a stimulus for the regional economy if realized well.
Ironically, the trend of idle budget in Bogor City Government was
increased equivalent to increased the remaining budget for 2010-2014. Budget
disbursement in Bogor City Government was not optimal, scientifically proven
based on data from the Budget Realization Report . During the last five-year
period , 2010-2014 , the percentage of budget disbursement continues to decline.
Bogor City Government spending is actually an expenditure made local
government to fund all activities / programs that directly or indirectly impact on
public services in the city of Bogor. When there is a failure to achieve the target
of budget disbursement, means there has been inefficient and ineffective
allocation of the budget.

One indicator of beureaucracy failures is unoptimized budget disbursement
as targetted in budget documents. This causes the loss of expenditure benefits to
the economy.
The failure of the Bogor City Government to achieve the target of budget
disbursement is an accumulation of failures of budget absorption in Bogor city
agencies as the implementing element of local autonomy in accordance with their
respective governmental affairs .
If drawn an average of budget disbursement within the last four years was
clear that the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City with an
average disbursement of 69.95 % was agency which achievement of budget
disbursement lowest compared to other agencies. Based on the data presented,
to conduct further analysis, the Agency of Public Works and Water Resources of
Bogor City chosen as the research site.

This empirical fact is the background of this research which is aimed : 1) to
identify the causes of the low budget disburserment; 2) to analyze the factors that
affect the low budget disburserment; and 3) to formulate the strategy to optimize
budget disburserment.
This research was conducted in the Agency of Public Works and Water
Resources of Bogor City. Methods of data collection are interviews assisted with

questionnaire, focus group discussion, and reports from legitimate institutions.
The analysis is using SWOT Analysis and QSPM.
This research found that budget disbursement rate of the Agency of Public
Works and Water Resources of Bogor City low due to the projects that were not
running as targeted in budget documents, especially capital expenditure program
the construction of roads , bridges , and drainage as a result of the obstacles in
land acquisition related to the construction of new road infrastructure in the city
of Bogor. In addition to that allocation of the scheduled time of the year the
budget was not adequate when compared to the length of the stages of
implementation of activities that require time does quite a bit, often causing this
Agency was not able to realize activities especially capital expenditure program
the construction of roads , bridges , and drainage.
Budget disbursement of the Agency of Public Works and Water Resources is
affected by the organization’s strategic factors. There are four strategic internal
and external factors that support low budget disbursement of the Agency of Public
Works and Water Resources. These four factors are: 1 ) Strenght factor ( S ) :
the authority of public works and water resources, 2 ) Weakness factor ( W ) :
time allocation of activities inadequate , 3 ) Opportunity factor ( O ) : laws and
regulations as the legal basis , 4 ) Threat factor (T ) : the failure of land
acquisition.

The strategy to optimize budget disbursement in this agency is " Avoid
project that is limited in time and avoid the failure of land acquisition " which is
implemented through the program; First , Rationalization input and output
performance targets by implementing the Medium Term Expenditure Framework,
which is done through policy evaluation activity running; priority setting; the
budget process; the budget baseline determination; and the establishment of
a multi-year forecast forward. Second , strengthening communication and
information services , which is done through strengthening the infrastructure and
mechanisms for public information services

Keywords: budget disbursement, optimazion strategy, SWOT, QSPM

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI OPTIMALISASI PENYERAPAN ANGGARAN
PADA DINAS BINA MARGA DAN SUMBER DAYA AIR
KOTA BOGOR

JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN

Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. A. Faroby Falatehan, SP, ME.


Judul Tugas Akhir :

Nama
NRP
Program Studi

:
:
:

Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran
Pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor
Jimmy Ventius Parluhutan
H252130085
Manajemen Pembangunan Daerah

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si
Anggota

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS,M.Ec.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian: 30 Januari 2016
(tal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanal penandatanganan tesis oleh
Dekan Sekolah Pascasarjana)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang pengumpulan datanya dilaksanakan sejak bulan Juni 2015
ini ialah kinerja penyerapan anggaran pemerintah daerah tidak optimal , dengan
judul Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,
M.Ec.dan Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Unsur Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, dan Unsur BPKAD
Kota Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
motivasi, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Jimmy Ventius Parluhutan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
4
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan Daerah
Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Peranan Pemerintah dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat
Permasalahan dalam Penyerapan Anggaran
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

6
6
7
9
10
10

3 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data
Metode Penelitian

12
12
13
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor
Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor
Penyebab Rendahnya Penyerapan Anggaran

22
22
29
34

5 Analisis Lingkungan Strategis dan Rancangan Strategi
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT)
Faktor – faktor Yang Mendukung
Strategi
Perancangan Program

41
41
54
55
59

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
Keterbatasan Penelitian

61
61
61
62

DAFTAR PUSTAKA

63

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.

14.

15.

16.

17.

18.
19.
20.
21.
22.
23.

Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor Tahun 2010 2014
Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor per SKPD Tahun
2010 - 2014
Format identifikasi faktor internal dan eksternal
Format komparasi urgensi faktor internal dan eksternal
Format evaluasi faktor internal dan eksternal
Matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM)
Keadaan Pegawai Negeri Sipil Menurut Pendidikan dan Pangkat
Golongan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor Tahun 2014
Kinerja Pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor Tahun 2010 - 2014
Alokasi Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2010 - 2014
Alokasi Anggaran Belanja Modal Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor Tahun 2010 - 2014
Strategi dan Program Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor Tahun 2014 - 2019
Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor per Kegiatan Tahun 2014
Rincian Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun
2014
Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun
2014
Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor per Kegiatan Periode Januari s.d.
Juni 2015
Rincian Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun
2015
Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Periode
Januari s.d. Juni 2015
Identifikasi Faktor Strategis Internal Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor
Identifikasi Faktor Strategis Eksternal Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor
Komparasi urgensi faktor internal
Komparasi urgensi faktor eksternal
Ringkasan Analisis Faktor Strategis Internal (IFAS)
Ringkasan Analisis Faktor Strategis Eksternal (EFAS)

1
4
17
17
18
20

22
24
26
27
29
30

35

35

36

40

40
44
47
48
49
52
53

24.
25.
26.
27.

Faktor kunci keberhasilan
Formulasi strategi SWOT
Matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM)
Strategi, kebijakan, program, dan kegiatan

54
56
57
59

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Kerangka berpikir
Tahapan analisis SWOT
Keadaan pegawai negeri sipil menurut pendidikan pada Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014
Keadaan pegawai negeri sipil menurut golongan kepangkatan pada
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.

Evaluasi faktor internal dan eksternal
Kuesioner analisis SWOT dalam penentuan strategi
optimalisasi penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air Kota Bogor

12
16
23
23

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kinerja serapan APBD Kota Bogor belum optimal, hal ini dibuktikan secara
ilmiah berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kota Bogor.
BPKAD (2015) menjelaskan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir, periode
tahun 2010-2014, persentase penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor terus
mengalami penurunan. Pada tahun 2010 tingkat penyerapan anggaran belanja APBD
sebesar 90.89% dari target anggarannya, dan pada tahun 2011 turun menjadi 90.77% ,
dan terus menurun setiap tahunnya sampai dengan tahun 2014, dengan rincian per
tahun masing-masing adalah 89.64% pada tahun 2012, 85.25% pada tahun 2013, dan
83.39% pada tahun 2014.
Tabel 1. Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor Tahun 2010 – 2014
Tahun

Anggaran
(Rp.)

Realisasi
(Rp.)

%

Lebih/(Kurang)

2010

1,052,577,506,898

956,682,804,942

90.89

(95,894,701,956)

2011

1,183,796,860,955

1,074,576,515,295

90.77

(109,220,345,660)

2012

1,401,329,094,935

1,256,205,808,990

89.64

(145,123,285,945)

2013

1,668,170,527,875

1,422,132,371,106

85.25

(246,038,156,769)

2014

1,992,827,363,625

1,661,818,048,779

83.39

(331,009,314,846)

Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor
Belanja daerah ini sejatinya merupakan pengeluaran yang dilakukan Pemerintah
Kota Bogor untuk mendanai seluruh kegiatan/program yang berdampak langsung
maupun tidak langsung terhadap layanan publik di Kota Bogor. Ketika terjadi
kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja, berarti telah terjadi
inefisiensi dan inefekktivitas pengalokasian anggaran.
Banyak pihak yang menyoroti masalah kegagalan pencapaian target penyerapan
anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi. Kegagalan pencapaian
target penyerapan anggaran akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Ironisnya
anggaran Pemerintah Kota Bogor yang tidak tergunakan (idle) trennya terus meningkat
ekuivalen dengan meningkatnya sisa anggaran belanja APBD tahun 2010-2014.
Pada tahun 2010 kurang serap belanja dalam APBD Kota Bogor adalah sebesar
Rp.95,894,701,956,- dan nilainya meningkat menjadi 113.89% pada tahun 2011 atau
menjadi Rp.109,220,345,660,- dan pada tahun 2014 nilainya terus meningkat menjadi
345% dari tahun 2010 atau menjadi sebesar Rp. 331,009,314,846.

2
Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor
merupakan akumulasi dari kegagalan penyerapan anggaran pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor sebagai unsur pelaksana otonomi daerah sesuai
dengan bidang urusannya masing-masing.
Jika dana pemda yang idle ini bisa diserap dengan baik dan direalisasikan untuk
membangun gedung sekolah, maka dengan asumsi untuk membangun gedung sekolah
dua lantai dengan luas 1312 m2 diperlukan dana kurang lebih sebesar Rp. 3,6 milyar
(Susanto 2011) dana ini dapat digunakan untuk membangun lebih dari 90 gedung
sekolah baru. Jika dana tersebut digunakan untuk membangun rumah sakit, maka
dengan asumsi untuk membangun rumah sakit yang terdiri dari empat lantai dengan
luas 12.895 m2 diperlukan dana kurang lebih sebesar Rp. 12 milyar (Sari 2012) dana
ini dapat digunakan untuk membangun 27 rumah sakit yang terdiri dari empat lantai di
Kota Bogor.
Dari uraian diatas, maka timbul berbagai masalah untuk dilakukan penelitian
mengenai penyerapan anggaran belanja APBD.

Perumusan Masalah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, urusan pemerintahan konkuren
yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan daerah provinsi
dan daerah kabupaten/kota, dan urusan pemerintahan umum yang menjadi kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan konkuren yang
diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah, terdiri atas urusan
pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan.
Urusan pemerintahan wajib yang menjadi kewenangan kabupaten/kota meliputi:
pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan
kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat;
sosial; tenaga kerja; pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
pangan;
pertanahan; lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
pemberdayaan masyarakat dan desa; pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
perhubungan; komunikasi dan informatika; koperasi, usaha kecil, dan menengah;
penanaman modal; kepemudaan dan olahraga; statistik; persandian; kebudayaan;
perpustakaan; dan kearsipan.
Urusan pemerintahan pilihan, meliputi: kelautan dan perikanan; pariwisata;
pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya mineral; perdagangan; perindustrian:
dan transmigrasi.
Tabel 2 menyajikan data penyerapan anggaran belanja APBD per SKPD di
lingkungan Pemerintah Kota Bogor dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sesuai dengan urusannya masing-masing. Berdasarkan data nampak bahwa
pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2014 adalah
Kecamatan Tanah Sareal (98.92%), dan terendah adalah Rumah Sakit Umum Daerah
(49.07%), disusul oleh Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah
(64.48%), Sekretariat DPRD (67.09%), BPKAD (68.15%), dan Dinas Bina Marga &
SDA (74.12%).

3
Pada tahun 2013, pencapaian target penyerapan belanja tertinggi juga ditempati
oleh Kecamatan Tanah Sareal (96.87%), dan terendah adalah Dinas Bina Marga &
SDA (56.94%), BPKAD (69.01%), Sekretariat DPRD (77.61%), Dinas lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (82.31%), dan Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (83.42%).
Pada tahun 2012 pencapaian target penyerapan belanja tertinggi adalah
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI (98.95%) dan terendah adalah Kantor Kesatuan
Bangsa dan Politik (72.70%), Sekretariat DPRD (74.12%), BPKAD (74.34%), Dinas
Bina Marga & SDA (77.11%), dan Dinas Pertanian (78.35%).
Pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2011 adalah
Kecamatan Bogor Selatan (99.21%) dan terendah adalah BPKAD (70.53%), Dinas
Bina Marga & SDA (71.64%), Sekretariat DPRD (72.51%), Dinas Pengawasan
Bangunan dan Permukiman (83.45%), dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(87.87%).
Pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2010 adalah
Kecamatan Bogor Selatan (99.80%) dan terendah adalah Sekretariat DPRD (74.12%),
Dinas Bina Marga & SDA (78.56%), Dinas Pendapatan Daerah (80.48%), Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (84.38%), dan Dinas Pengawasan Bangunan dan
Permukiman (86.06%).
Jika ditarik rata-rata penyerapan anggaran dalam kurun waktu empat tahun
terakhir nyata bahwa Dinas Bina Marga dan sumber Daya Air dengan rata-rata
penyerapan sebesar 69.95% merupakan SKPD yang pencapaian target penyerapan
anggarannya terendah dibandingkan SKPD lainnya. Berdasarkan data yang tersaji,
untuk melakukan analisis lebih lanjut maka Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor dipilih menjadi lokasi penelitian untuk dikaji “Mengapa penyerapan
anggaran Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air lebih rendah dibandingkan
SKPD lainnya?”
Kinerja belanja yang baik, yang selama ini menggunakan tolok ukur tingkat
penyerapan belanja, merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam
pengelolaan APBD Kota Bogor. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut
Pemerintah Kota Bogor terus menata diri dengan dukungan perencanaan anggaran
yang lebih baik, penetapan anggaran yang dalam dua tahun terakhir lebih tepat waktu
namun demikian sulit diingkari bahwa saat ini kondisi penyerapan anggaran belanja
SKPD Kota Bogor belum sepenuhnya sesuai harapan ditandai dengan pergerakan
realisasi penyerapan belanja SKPD yang belum berjalan optimal dan masih tingginya
dana idle yang tidak tergunakan. Guna mengetahui faktor-faktor yang mendukung
terhadap penyerapan belanja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, maka
pertanyaan kajian yang kedua adalah “Faktor-faktor Apa Saja yang Mendukung
Rendahnya Penyerapan Anggaran Belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air?” Pertanyaan kajian yang ketiga berbekal informasi dan hasil identifikasi
penyebab dan faktor-faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran
dimaksud adalah “Bagaimana Strategi Mengoptimalkan Penyerapan Anggaran
Belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air?”

4
Tabel 2. Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor per SKPD Tahun 2010 –
2014
Tahun
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Satuan Kerja Perangkat Daerah
Dinas Pendidikan
Dinas Kesehatan
Rumah Sakit Umum Daerah
Dinas Binamarga dan Sumber Daya Air
Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi
Kantor Koperasi dan UMKM
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kantor Pemuda dan Olah Raga
Satuan Polisi Pamong Praja
Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
Sekretariat Daerah
Sekretariat DPRD
Inspektorat
Dinas Pendapatan Daerah
Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
Sekretariat dewan Pengurus KORPRI
Kecamatan Bogor Utara
Kecamatan Bogor Selatan
Kecamatan Bogor Timur
Kecamatan Bogor Barat
Kecamatan Bogor Tengah
Kecamatan Tanah Sareal
Kantor Ketahanan Pangan
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana
Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah
Kantor Komunikasi dan Informatika
Dinas Pertanian
Dinas Perindustrian dan Perdagangan

2010

2011

2012

2013

2014

95.81%
97.09%
78.56%
86.08%
84.38%
95.51%
98.12%
93.92%
98.40%
88.82%
98.24%
92.75%
94.62%
97.52%
74.99%
99.00%
80.48%
94.35%
99.45%
99.80%
99.39%
98.09%
99.24%
99.23%
97.34%
98.76%
97.82%
97.23%
92.67%

95.24%
98.23%
71.64%
83.45%
93.46%
91.41%
95.95%
88.73%
95.78%
97.76%
89.14%
96.82%
97.34%
90.93%
97.57%
96.70%
96.09%
72.51%
97.85%
93.21%
70.53%
92.71%
97.97%
98.67%
99.21%
98.14%
98.05%
98.37%
98.19%
96.03%
97.66%
97.09%
96.08%
93.53%
87.87%

97.45%
82.95%
77.11%
93.63%
97.54%
93.02%
93.78%
86.39%
95.06%
97.36%
95.80%
95.13%
97.90%
92.86%
92.33%
72.70%
94.55%
74.12%
94.31%
92.76%
74.34%
89.97%
98.95%
98.30%
98.44%
98.65%
98.42%
98.23%
98.44%
97.73%
89.05%
96.56%
91.98%
78.35%
97.73%

92.94%
92.82%
56.94%
89.48%
92.62%
82.31%
95.16%
87.63%
87.90%
95.95%
95.54%
91.77%
94.87%
91.69%
88.79%
83.42%
86.84%
77.61%
92.85%
92.96%
69.01%
83.89%
93.00%
96.72%
91.59%
93.29%
95.33%
96.31%
96.87%
96.71%
96.06%
95.32%
96.11%
94.57%
88.90%

89.88%
76.08%
49.07%
74.12%
82.13%
91.80%
86.93%
91.84%
89.37%
95.71%
88.76%
87.72%
92.81%
94.62%
92.93%
91.80%
93.41%
85.75%
67.09%
94.14%
94.64%
68.15%
64.48%
96.26%
98.72%
87.44%
82.53%
94.53%
97.37%
98.92%
98.29%
95.84%
83.92%
90.63%
92.96%
93.99%

Ratarata
93.88%
87.52%
69.95%
87.17%
93.86%
88.42%
94.18%
88.03%
93.61%
94.96%
92.05%
94.13%
96.18%
92.10%
92.62%
86.56%
90.81%
72.83%
94.79%
93.39%
70.51%
82.76%
96.54%
98.10%
94.17%
93.15%
96.58%
97.57%
98.11%
97.19%
94.65%
93.22%
93.70%
89.85%
92.12%

Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor.

Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi penyebab rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran
belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.

5
3. Merumuskan strategi optimalisasi penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangsih pemikiran berdasarkan kajian empiris dalam rangka
pengembangan ilmu pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah.
2. Kajian ini diharapkan dapat menjadi instrument informasi/masukan bagi
Pemerintah Kota Bogor dalam menentukan strategi dan program yang tepat untuk
mengoptimalkan penyerapan anggaran belanja pada SKPD di lingkungan
Pemerintah Kota Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang akan
diteliti, maka perlu adanya batasan ruang lingkup masalah dalam melakukan
penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab dan faktor-faktor
lingkungan strategis yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor untuk kemudian dirumuskan
strategi pemecahan masalahnya.

6

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pembangunan Daerah
Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia memiliki
konstitusi atau Undang Undang Dasar yang menjamin setiap warganya untuk hidup
sesuai dengan hak-haknya dan berupaya untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, serta
mengatur semua permasalahan yang menyangkut pemerintahan. Untuk mewujudkan
hal tersebut, pelayanan terhadap rakyatnya tidak mungkin terpusat pada pemerintah
pusat, tetapi harus didistribusikan pada pemerintah daerah yang menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang undang ditentukan
sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Pemerintahan daerah dibentuk dengan tujuan mencapai efektivitas dan efisiensi
dalam pelayanan kepada masyarakat. Chalid (2005) berpendapat bahwa dengan
adanya otonomi, daerah diharapkan akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh
kegiatannya dan mampu memainkan perannya dalam membuka peluang memajukan
daerah tanpa intervensi dari pihak lain, yang disertai dengan pertanggungjawaban
publik, serta pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat, sebagai konsekuensi dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah daerah dalam rangka menjalankan urusan-urusan pemerintahan di
daerah yang merupakan sasaran pembangunan daerah, menerima penyerahan
wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (asas desentralisasi).
Kewenangan daerah ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan yang dikecualikan dalam Undang Undang, yaitu kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal
nasional, dan agama.
Selain pemberlakuan asas desentralisasi, penyelenggaraan pemerintahan di
daerah pun berprinsip pada asas dekonsentrasi , yaitu urusan-urusan pemerintahan
yang diserahkannya ini tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dan tugas
pembantuan, yaitu tugas-tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah tingkat atasnya, dengan kewajiban mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskan. Urusan yang ditugaskan itu sepenuhnya masih menjadi
wewenang pemerintah pusat atau provinsi.
Pemerintah pusat memberi sumber-sumber keuangan, pengalokasian dana
perimbangan, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah untuk
membiayai belanja rumah tangga pemerintah daerah dalam mengemban penyerahan
wewenang pemerintahan. Umumnya, sebagian besar sumber keuangan daerah berupa
bantuan pemerintah pusat. Hanya sebagian kecil merupakan pendapatan asli daerah.
Kebijakan keuangan daerah tercermin pada kebijakan fiskal atau anggaran
daerah, dan kebijakan ini termasuk bagian dari kebijakan pemerintah daerah dalam
pembangunan, sehingga kebijakan penganggaran daerah harus ditangani dengan
sebaik-baiknya. Pengumpulan dan penggunaan dana harus disesuaikan dengan
kebutuhan pembangunan daerah. Pendapatan pemerintah daerah harus selalu

7
meningkat, sedangkan pengeluaran harus dilakukan seefisien mungkin sehingga
sumber-sumber dana daerah dapat dimanfaatkan dengan baik.

Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam konteks pengelolaan
keuangan daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
daerah. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah berdasarkan rencana pendapatan dan rencana belanja
program dan kegiatan dinas/badan/lembaga sebagai satuan kerja perangkat daerah
(SKPD).
APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah
menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa
anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektitivitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan
anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi stabilisasi
mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: pendapatan daerah; belanja
daerah; dan pembiayaan daerah. Struktur APBD sebagaimana dimaksud
diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung
jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pendapatan daerah dikelompokan atas: pendapatan asli daerah; dana
perimbangan; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri
atas: pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang
terdiri atas: dana bagi hasil; dana alokasi umum; dan dana alokasi khusus.
Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: bagi
hasil pajak; dan bagi hasil bukan pajak.
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan
yang mencakup:

8
a. hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/
organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga
luar negeri yang tidak mengikat;
b. dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan
akibat bencana slam;
c. dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota;
d. dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah;
dan
e. bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang
dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok
masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari
urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau
bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah
daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan.
Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud diprioritaskan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan
dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta
mengembangkan sistem jaminan sosial.
Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 terdiri dari
belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.
Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan
keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: pelayanan umum;
ketertiban dan ketentraman; ekonomi; lingkungan hidup; perumahan dan fasilitas
umum; kesehatan; pariwisata dan budaya; pendidikan; dan perlindungan sosial.
Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari: belanja tidak langsung; dan
belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang
dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Sedangkan kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud dibagi menurut jenis
belanja yang terdiri dari: belanja pegawai; bunga; subsidi; hibah; bantuan sosial;
belanja bagi basil; bantuan keuangan; dan belanja tidak terduga.
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan sebagaimana dimaksud dibagi
menurut jenis belanja yang terdiri dari: belanja pegawai; belanja barang dan jasa; dan
belanja modal.
Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun- tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud mencakup: sisa lebih
perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA); pencairan dana cadangan;

9
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; penerimaan pinjaman daerah;
penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah.
Pengeluaran pembiayaan mencakup: pembentukan dana cadangan; peneemaan
modal (investasi) pemerintah daerah; pembayaran pokok utang; dan pemberian
pinjaman daerah.

Peranan Pemerintah dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat
Hasanah dan Sunyoto (2012) menyatakan bahwa ilmu ekonomi makro tidak
terlepas dari pengaruh dua mazhab besar yang mewarnai pembahasan pada bagaimana
cara mengelola ekonomi suatu negara, yaitu mazhab klasik dengan tokoh utamanya
Adam Smith, dan mazhab Keynes (Jhon Maynard Keynes) dengan pengikutnya disebut
keynesian, seperti Harrod dan Domar. Berbeda dengan Mazhab klasik yang terkenal
dengan tangan tidak kentara (invisible hand) dan penawaran menciptakan
permintaannya sendiri (supply creates its own demand) yang mengembangkan teori
mengelola ekonomi suatu negara dengan sistem liberal atau persaingan bebas tanpa
campur tangan pemerintah, Keynesian berpendapat bahwa pengeluaran pemerintah
(government expenditure) mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara/daerah.
Negara Indonesia sejak proklamasi kemerdekaannya, telah memiliki komitmen
terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam
alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Program-program
pembangunan yang dilaksanakan selama ini selalu memberikan perhatian besar
terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang
dilakukan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Suparmoko dalam Hasanah dan Sunyoto (2012) membedakan pengeluaran
pemerintah menjadi pembelian barang dan jasa (exhaustive expenditure) dan
pengeluaran yang sifatnya transfer atau subsidi. Pengeluaran pemerintah digunakan
untuk melakukan fungsi-fungsi penting dan operasional pemerintahan, serta agar
ekonomi tetap berjalan. Pemerintah akan membayar gaji pegawai, membeli alat dan
perlengkapan kantor, membeli kendaraan-kendaraan operasional, juga menyediakan
barang publik seperti pertahanan dan keamanan, jalan raya, membangun taman kota,
membangun ruang terbuka hijau, dan lain sebagainya.
Hasil analisis APBD Tahun 2012 dari Adenk (2013), menunjukkan pengeluaran
pemerintah daerah dalam bentuk anggaran belanja daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD),
mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dan sekaligus
menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila terealisasi dengan baik.
Kinerja penyerapan anggaran pemerintah daerah yang optimal akan menjadi
stimulus terhadap perekonomian melalui peningkatan akses masyarakat terhadap
sumber-sumber daya ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pada
gilirannya, dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, diharapkan akan
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah secara luas.

10

Permasalahan Dalam Penyerapan Anggaran
Beberapa penelitian sebelumnya seperti Shalikhah (2014) yang menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja anggaran pada Pemerintah Kota Salatiga
disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja anggaran yaitu
1) komitmen organisasi yang merupakan point pertama yang menentukan akan
melakukan atau tidaknya untuk merealisasikan anggaran sesuai rencana anggaran yang
telah dibuat, dan 2) pemahaman sistem dan prosedur pengelolaan keuangan.
Berdasarkan analisis faktor yang dilakukan oleh Astadi G N, Sutarja I N, dan
Nadiasa M (2015) diperoleh faktor-faktor pada sistem pengadaan proyek konstruksi
yang paling mempengaruhi lambatnya penyerapan anggaran Pemerintah Kabupaten
Badung yaitu ketakutan dan kehati-hatian para pihak dalam melaksanakan kegiatan
pengadaan, adanya perubahan paket kegiatan, lambatnya penyusunan HPS, kurang
lengkapnya dokumen pengadaan, kesalahan penafsiran peraturan pengadaan dan
lambatnya proses pengadaan.
Terkait efektivitas anggaran belanja, Sumenge A S (2013) dalam hasil
analisisnya menyatakan bahwa pada tahun 2011 tingkat efektivitas anggaran belanja
BAPPEDA Minahasa Selatan masih kurang karena realisasi anggaran belanja memiliki
perbedaan yang jauh dengan target anggaran belanja yang harus dicapai. Perbedaan ini
terjadi karena ada beberapa kegiatan yang dianggarkan, tidak dilaksanakan.
Rozai dan Subagiyo (2015) menyatakan bahwa beberapa hal yang menjadi
penyebab rendahnya penyerapan anggaran dalam studi kasus pada Inspektorat
Kabupaten Boyolali, antara lain: 1) adanya revisi dalam DIPA karena tidak sesuai
dengan kebutuhan di lapangan, 2) adanya keterlambatan penerimaan petunjuk teknis
mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan, 3) adanya keterlambatan penetapan PPK
dan pelaksana kegiatan, 4) adanya perubahan peraturan yang menyebabkan perbedaan
persyaratan pencairan, 5) adanya pengunduran jadwal pengadaan barang dan jasa,
6) adanya rekanan yang tidak mengambil uang muka atau termin pembayaran, dan
7) adanya jadwal pengadaan yang dilaksanakan pada akhir tahun anggaran.

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Sistem penganggaran yang lebih responsif dibutuhkan untuk dapat memfasilitasi
upaya memenuhi tuntutan peningkatan kinerja dalam konteks dampak pembangunan,
kualitas layanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya sesuai prioritas. Depkeu
(2009), menegaskan bahwa tujuan utama penganggaran adalah: stabilitas fiskal makro,
alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif dan
efisien. Kunci untuk mencapai tujuan tersebut adalah penerapan prinsip perencanaan
dan penganggaran dengan perspektif jangka menengah, penganggaran terpadu, dan
pengganggaran berbasis kinerja. Kurrohman (2013) menyatakan bahwa penganggaran
berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan pengganti sistem
penganggaran lama yang menggunakan sistem tradisional yang penekanan utamanya
adalah input. Anggaran berbasis kinerja menghubungkan anggaran/pengeluaran negara
dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang
dibelanjakan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya.

11
Kebijakan fiskal yang baik dan penerapan sistem perencanaan dan penganggaran
dengan perspektif jangka menengah merupakan kunci bagi kepastian pendanaan
kegiatan pemerintah, dalam keadaan dimana dana yang tersedia sangat terbatas
sedangkan kebutuhan begitu besar. Alokasi sumber daya secara strategis perlu dibatasi
dengan pagu yang realistis agar tekanan pengeluaran/ belanja tidak merongrong
pencapaian tujuan-tujuan fiskal. Penyusunan dan penetapan APBN maupun APBD
harus menggunakan kerangka pengeluaran jangka menengah yang secara resmi disebut
sebagai Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM).
KPJM adalah merupakan pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan
kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran
dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. Berdasarkan pendekatan KPJM,
dimensi waktu perencanaan anggaran yang semula berbasis tahunan diubah menjadi
multi tahun (tahun jamak), sedangkan orientasi penyusunannya juga berubah dari
orientasi berdimensi selesai satu tahun menjadi pengguliran ke beberapa tahun ke
depan selama kebijakan masih berjalan dengan memanfaatkan prakiraan maju sebagai
angka dasar bagi penyusunan anggaran tahun berikutnya yang besarannya dapat
disesuaikan dengan menggunakan parameter.

12

3 METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
Penelitian yang menjadi sumber data dan informasi utama penyusunan kajian ini
dibangun dalam kerangka berpikir dengan model yang dipresentasikan Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka berpikir
Kajian ini dilandasi oleh adanya informasi dan data awal bahwa terjadi
kesenjangan dari sisi kesesuaian realisasi dengan target anggaran (perencanaan) dalam
kinerja belanja Pemerintah Daerah Kota Bogor yang tercermin dari belum efektifnya
penyerapan belanja APBD Kota Bogor. Melalui desentralisasi fiskal khususnya belanja
daerah, APBD diharapkan dapat menjadi stimulus bagi kelancaran pelaksanaan
program-program pembangunan, terutama untuk dialokasikan pada program atau
kegiatan yang menjadi prioritas seperti program dan kegiatan pada bidang pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur. Dampak APBD terhadap peningkatan kualitas pelayanan,
baik yang dibebankan kepada belanja langsung maupun belanja tidak langsung
diharapkan meningkat menjadi lebih baik.

13
Meningkatnya kualitas pelayanan publik berimplikasi terhadap meningkatnya
tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun demikian upaya Pemerintah Kota Bogor
untuk meningkatkan pelayanan publik dihadapkan pada permasalahan kecenderungan
perubahan (trend) semakin rendahnya tingkat penyerapan anggaran belanja Pemerintah
Kota Bogor yang merupakan akumulasi dari tidak tercapainya target realisasi anggaran
dari SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor. Oleh karena itu perlu dilakukan
kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung penyerapan anggaran pada
SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor.
Atas hasil identifikasi faktor-faktor yang mendukung penyerapan anggaran
tersebut, peneliti akan melakukan analisis sebagai bahan dalam merumuskan strategi
untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor.

Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data
Penelitian dilaksanakan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan landasan
pemikiran bahwa berdasarkan informasi dan data awal, persentase rata-rata penyerapan
anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dalam
kurun waktu empat tahun terakhir adalah yang terendah dibandingkan SKPD lainnya.
Waktu pengumpulan data bulan Juni sampai dengan September 2015.

Metode Penelitian
Permasalahan yang dikaji merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis