TA : Pembuatan Buku Referensi Superhero Indonesia Sebagai Upaya Mengenalkan Produk Budaya Lokal.

(1)

TUGAS AKHIR

Nama : RYAN SETIAWAN

NIM : 09.42010.0028

Program Studi : S1 (Strata Satu)

Jurusan : Desain Komunikasi Visual

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA


(2)

SEBAGAI UPAYA MENGENALKAN PRODUK BUDAYA LOKAL

Ryan Setiawan1

(Muh. Bahruddin, S.Sos., M.Med.Kom. Pembimbing I, Thomas Hanandry D, M.T. Pembimbing II)

1

Program Studi S1 Desain Komunikasi Visual, STIKOM

Istilah superhero sangat akrab oleh masyarakat Indonesia. Hal ini karena munculnya media yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan superhero seperti film, komik, animasi, mainan, dll. Indonesia sendiri memiliki superhero asli yang populer di tahun 1960-an-1980-an. Namun, di tengah maraknya superhero yang bermunculan di luar negeri, superhero Indonesia jarang dikenal bahkan tidak diketahui oleh orang Indonesia sendiri. salah satu cara untuk memperkenalkan superhero Indonesia adalah melalui buku. Selain itu, jarang ditemukan bahkan tidak ada buku yang membahas superhero indonesia dengan visual yang modern. Tujuan dari buku ini adalah untuk memperkenalkan superhero Indonesia sebagai salah satu produk budaya lokal yang patut dibanggakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, melalui proses wawancara, studi kepustakaan, dan pengamatan. Setelah data diperoleh, maka hasil analisis yang dapat disimpulkan adalah para pahlawan super ini memiliki dampak positif dan harus dikenal. Superhero sendiri memiliki dampak positif, mendidik, membawa pesan-pesan moral, dan dapat meningkatkan imajinasi. Dari hasil analisis, kemudian didapatkan kata kunci yaitu “epic”, yang berarti Cerita kepahlawanan dan luar biasa. Media pendukung buku juga dibuat seperti leaflet. buku ini diharapkan dapat mengenalkan superhero Indonesia yang pernah populer di masanya.

Kata Kunci : Superhero, Buku, Desain, Pengenalan


(3)

xii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...6

1.3 Batasan Masalah...6

1.4 Tujuan Perancangan ...7

1.5 Manfaat Perancangan ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...9

2.1 Superhero ...9

2.2 Superhero Indonesia ...10

2.3 Upaya Pengenalan ...11

2.4 Kajian Tentang Buku ...12

2.4.1 Anatomi Buku...12

2.5 Layout ...18

2.6 Proporsi ...23

2.7 Garis ...23

2.8 Warna ...24

2.9 Modeling 3D ...24

2.10 Augmented Reality...26


(4)

xiii

3.2.2 Wawancara ...33

3.3 Teknik Analisis Data ...35

3.4 Hasil dan Analisis Data ...35

3.5 Segmentasi Targeting Positioning...37

3.6 Keyword ...38

3.7 Deskripsi Konsep ...39

3.8 Perencanaan Kreatif ...39

3.8.1 Tujuan ...39

3.8.2 Strategi Kreatif...40

3.8.3 Program Kreatif ...47

3.9 Perencanaan Media ...47

3.9.1 Tujuan Media ...47

3.9.2 Strategi Media...47

3.9.3 Program Media ...48

3.10 Perancangan Karya...48

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA...55

4.1 Konsep...55

4.2 Implementasi Karya ...56

BAB V PENUTUP ...83

5.1 Kesimpulan ...83

5.2 Saran………...84

DAFTAR PUSTAKA ...85


(5)

xiv

Gambar 3.2 Sample Copy Heavy Layout...42

Gambar 3.3 Sample Big-Type Layout ...42

Gambar 3.4 Sample Quadran Layout ...43

Gambar 3.5 Warna yang dipergunakan dalam buku ...45

Gambar 3.6 Struktur Isi Buku Superhero Indonesia ...48

Gambar 3.7 Sketsa alternatif cover depan ...49

Gambar 3.8 Sektsa cover depan terpilih...50

Gambar 3.9 Sketsa alternatif cover belakang ...51

Gambar 3.10 Sketsa cover belakang terpilih… ...52

Gambar 3.11 Sketsa alternatif halaman...53

Gambar 3.12 Sketsa halaman terpilih...54

Gambar 4.2.1 Desain Cover ...56

Gambar 4.2.2 Desain Cover belakang ...57

Gambar 4.2.3 Desain Halaman Pengantar...58

Gambar 4.2.4 Desain Halaman daftar isi ...59

Gambar 4.2.5 Desain Layout pembuka bagian buku ...60

Gambar 4.2.6 Desain Layout halaman sekilas superhero Indonesia ...61

Gambar 4.2.7 Desain Layout Profil Gundala Putra Petir ...62

Gambar 4.2.8 Character Breakdown Gundala Putra Petir...63

Gambar 4.2.9 Wireframe Gundala Putra Petir ...64

Gambar 4.2.10 Desain Layout Profil Godam Manusia Baja...65

Gambar 4.2.11 Character Breakdown Godam ...66

Gambar 4.2.12 Wireframe Godam ...67

Gambar 4.2.13 Desain Layout Profil Aquanus ...68

Gambar 4.2.14 Character Breakdown Aquanus ...69


(6)

xv

Gambar 4.2.20 Character Breakdown Putri Bintang...75

Gambar 4.2.21 Wireframe Putri Bintang ...76

Gambar 4.2.22 Desain Layout Augmented Reality Gundala ...77

Gambar 4.2.23 Demo Aplikasi Augmented Reality Gundala ...77

Gambar 4.2.24 Desain Layout Augmented Reality Godam...78

Gambar 4.2.25 Demo Aplikasi Augmented Reality Godam...78

Gambar 4.2.26 Desain Layout Augmented Reality Aquanus ...79

Gambar 4.2.27 Demo Aplikasi Augmented Reality Aquanus ...79

Gambar 4.2.28 Desain Layout Augmented Reality Merpati...80

Gambar 4.2.29 Demo Aplikasi Augmented Reality Merpati...80

Gambar 4.2.30 Desain Layout Augmented Reality Putri Bintang ...81

Gambar 4.2.31 Demo Aplikasi Augmented Reality Putri Bintang ...81


(7)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan penelitian ini adalah membuat buku referensi superhero Indonesia sebagai upaya mengenalkan produk budaya lokal. Hal ini didasarkan pada semakin maraknya film superhero Amerika yang dikhawatirkan akan melemahkan kesadaran anak-anak dan remaja tentang superhero Indonesia. Padahal ini penting untuk melestarikan produk budaya lokal.

Sejak tahun 60-an, Superhero Indonesia sangat digemari. Hal ini dibuktikan dengan munculnya Superhero Indonesia seperti Gundala Putra Petir karangan Hasmi, Godam karangan Wid NS, dan masih banyak lagi pada era tersebut. Dengan dibuatnya buku referensi ini diharapkan Superhero lokal dapat dikenal oleh masyarakat luas terutama pada anak-anak dan remaja.

Menurut Wibowo (2012:281-454), dalam dunia komik Indonesia, superhero muncul dalam empat gelombang yang berbeda. Gelombang pertama terjadi pada periode tahun 1953-1956 yang menampilkan sejumlah superhero yang mirip dengan superhero populer Amerika seperti Superman, Tarzan, dan Flash Gordon yang menjadi inspirasi beberapa komikus Indonesia. Diawali dengan munculnya Sri Asih, superheroine karangan RA Kosasih yang begitu populer karena menampilkan tema yang relatif baru dalam dunia komik Indonesia dengan pemahaman arketipe budaya lokal seperti wiracarita wayang yang berkembang di pulau jawa.


(8)

Gelombang kedua terjadi pada periode tahun 1956-1963, pada masa ini beberapa komikus melakukan kompromi budaya dengan menghadirkan tokoh wirawan dari wiracarita dan cerita rakyat sebagai superheronya. karena pada periode gelombang pertama, komik superhero dianggap oleh opini umum mewakili kepentingan ideologi liberal dan kapitalisme Amerika. Kisah-kisah seperti Ramayana, Mahabharata, Ulam Sari, atau Gatutkaca Sewu lahir seolah-olah ingin menegaskan bahwa superhero Indonesia lebih kuat, gagah, atau sakti dibandingkan superhero Amerika.

Gelombang ketiga berlangsung antara tahun 1968-1980 dimana para komikus seperti Ganes TH, Jan Mintaraga, Hans Jaladara, Teguh Santosa, Djair Warni, Man, Widodo Nur Slamet (alias Wid N.S.), dan Hasmi mempunyai peranan penting. Berkat kreativitas mereka selama satu dasawarsa lebih masyarakat Indonesia dibanjiri oleh superhero-superhero yang beragam.

Gelombang keempat dirintis pada pertengahan tahun 1990-an. Di tengah maraknya anime, tokoh-tokoh kartun yang baru, video games, dan manga pada masa itu, rupanya masih ada harapan dalam dunia komik Indonesia untuk menghadirkan sosok superhero muda yang lebih kuat, energetik, dan tangkas. Maka beredarlah komik superhero yang dihasilkan sejumlah orang muda kreatif di beberapa pusat kota seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Media pemasaran komik yang mereka hasilkan melalui poster, brosur, katalog, post card, t-shirt, pin, dan merchandising lainnya juga diperhatikan dengan serius.


(9)

Pemilihan Superhero Indonesia sebagai point of interest-nya didasari oleh begitu banyaknya jejak historis yang seharusnya dapat dipelajari dan digali lebih dalam sebagai sebuah warisan yang cukup berharga dalam sejarah kebudayaan bangsa. Buku referensi superhero Indonesia ini menggunakan kategori superhero Indonesia gelombang ketiga dari 4 kategori yang disebutkan oleh Wibowo. Hal ini didasari oleh masa gelombang ketiga penokohan superhero telah mencapai puncak keemasannya. Superhero tidak lagi dimaknai sebagai tokoh-tokoh yang dibalut dengan spandex atau otot-otot yang gempal seperti yang ditampilkan DC Comics dan Marvel. Ada semacam keugaharian untuk menafsirkan segala bentuk budaya dengan kaca mata yang lebih segar termasuk superhero. Bagi para komikus dalam gelombang ketiga ini, superhero dapat berwujud siapapun termasuk golongan pendekar lokal yang hidup di waktu lampau. Di samping itu, penekanan terhadap local values cukup begitu kental sehingga dengan begitu mudah kita menemukan banyak tokoh protagonis yang berasal dari berbagai daerah dan benua sebanyak tokoh antagonis yang menjadi lawan utama mereka (Wibowo, 2012:287).

Menurut Wibowo (2012:305), ada tiga warisan berharga di dalam komik superhero kategori gelombang ketiga yang perlu di selidiki lebih lanjut, yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang komunikatif, tema cerita yang begitu beragam, dan ruang jejaring sosial yang egaliter. Penggunaan bahasa yang komunikatif pada komik-komik gelombang ketiga menjadi salah satu keistimewaan yang dapat diapresiasi dengan lebih baik. Penggunaan prinsip bahasa komunikatif ini terlihat pada penggunaan bahasa sehari-hari sebagai deskripsi cerita atau dialog para tokoh. Bahasa yang digunakan begitu terikat kepada kaidah bahasa Indonesia


(10)

yang secara gramatika baik, teratur, dan secara kontekstual benar dan santun sebagaimana disyaratkan Lembaga Bahasa Nasional.

Keragaman tema dapat terlihat pada komik Si Buta dari Goa Hantu dan Jaka Sembung yang memiliki sejumlah sekuel episode petualangan dan perjalanan di kepulauan Indonesia. Hal ini membuat tokoh-tokoh ini bertemu dengan sejumlah pendekar-pendekar lokal yang tersebar di Indonesia sehingga tema ceritanya menjadi beragam. Sebelum munculnya jejaring sosial modern seperti saat ini, komik merupakan sebuah ruang komunikasi yang memungkinkan gagasan para pembacanya tertuang pula disana. Mereka dapat memberikan masukan kepada komikus melalui hubungan surat-menyurat pribadi di dalam sebuah komunitas penggemar. Hubungan yang akrab tidak hanya terjadi antara komikus dan penggemarnya, bahkan salam, tanggapan, dan pesan juga terjadi antar komikus lewat komiknya.

Maraknya kemunculan komik-komik superhero Indonesia yang sebenarnya memiliki potensi naratif yang cukup kreatif dan meyakinkan tetap tidak bisa mengimbangi popularitas superhero yang dihasilkan DC Comics dan Marvel yang dapat menjadi idola dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia. Hal ini dikarenakan komik superhero Indonesia tidak pernah digarap serius dan bahkan cenderung ditelantarkan. Begitu banyak superhero yang datang dan pergi dalam rentan waktu yang begitu pendek. Superhero seolah-olah hanya menjadi selingan dari beragam teks populer dalam budaya massa yang menawarkan tema-tema picisan dan tidak berbobot. Akibatnya, sebagaimana disebutkan oleh Goenawan Mohamad (dalam Wibowo, 2012:304), para superhero Indonesia itu tidak pernah


(11)

menjadi topik pembicaraan yang menarik di kalangan masyarakat. Bahkan, bagi sebagian generasi masa kini, superhero itu sama sekali tidak meninggalkan jejak apapun.

Selain komik, Superhero juga kerap muncul pada iklan sebagai bagian dari kampanye pemasaran produk, seperti iklan sabun Lux pada pertengahan Mei 2006, Lux menampilkan sosok superheroine atau figur superhero perempuan sebagai ikon tujuh varian kemasan sabun Lux dengan visualisasi kecantikan yang menghadirkan kekuatan superheroine. Iklan susu Appeton Weight Gain juga menampilkan sosok superhero yang sekilas memiliki kemiripan bentuk dengan Superman yang telah dikenal oleh masyarakat.

Namun menurut opini publik, sosok seperti ini tidak pantas dipandang sebagai superhero karena postur tubuh model yang tidak sesuai dengan gambaran superhero pada umumnya yang bertubuh kekar dan berotot. Model susu ini berbadan kurus bagai tripleks yang mudah terbawa oleh angin. Tidak seperti susu Appeton Weight Gain, Bank BCA menampilkan sosok Batman yang menjadi legenda dalam dunia komik dan film pada kartu kreditnya di tahun 2006.

Dengan demikian, diperlukan suatu cara untuk mengenalkan superhero Indonesia kepada masyarakat khususnya generasi masa kini. Pemilihan buku referensi sebagai media untuk mengenalkan superhero Indonesia ini adalah salah satu cara agar masyarakat Indonesia dapat mengenal sosok superhero yang pernah ada di Indonesia bahkan tak kalah hebatnya dengan superhero luar. Dengan tujuan mengangkat kembali salah satu warisan sejarah kebudayaan bangsa ini dari keterpurukannya.


(12)

Media ini dipilih karena buku tetap menjadi salah satu rujukan untuk sumber informasi bagi masyarakat baik konsumen biasa maupun peneliti ditengah maraknya media saat ini. Serta buku memiliki ISBN sebagai dokumentasi yang jelas. Disisi lain, sampai saat ini belum ditemukan buku yang membahas secara mendalam tentang superhero Indonesia khususnya dalam kategori gelombang ketiga dengan visual yang menarik.

Dari pernyataan di atas, buku ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat Indonesia terhadap Superhero lokal yang terlupakan serta warisan budaya berharga yang terdapat pada komik tokoh-tokoh ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka perumusan masalah ini adalah: Bagaimana membuat buku referensi superhero Indonesia sebagai upaya mengenalkan produk budaya lokal?

1.3 Batasan Masalah

Dari permasalahan yang dirumuskan di atas maka batasan dari permasalahan yang digunakan dalam perancangan ini adalah:

1. Penelitian ini terbatas pada superhero Indonesia dalam kategori gelombang ketiga. Batasan ini demi mempertahankan konsistensi informasi dalam buku referensi agar menjadi lebih fokus dan terarah.


(13)

2. Kategori superhero yang digunakan sebagai tokoh dalam buku referensi ini adalah superhero gelombang ketiga antara lain: Gundala Putra Petir, Godam, Aquanus, Merpati, dan Putri Bintang.

3. Karakter superhero indonesia menggunakan teknik visual 3D dan menggunakan teknik media visual augmented reality untuk bisa diakses di komputer berkamera dan gadget berbasis operasi sistem iOS dan android.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a) Untuk membuat buku referensi superhero Indonesia sehingga dapat memperkenalkan produk warisan budaya lokal kepada masyarakat.

b) Untuk memberikan informasi tentang superhero Indonesia kategori gelombang ketiga kepada masyarakat.

c) Untuk melestarikan produk budaya lokal yang kini mulai ditinggalkan.

1.5 Manfaat a) Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sumber referensi pengertian dan pemahaman tentang superhero Indonesia, sehingga dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan superhero Indonesia.


(14)

b) Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi buku referensi yang mengenalkan superhero Indonesia sebagai salah satu produk budaya lokal kepada masyarakat.


(15)

9

Bab ini menguraikan tentang konsep dan teori yang memperkuat perancangan. Dengan adanya referensi diharapkan perancangan ini dapat membuahkan hasil yang maksimal.

2.1 Superhero

Istilah Superhero sudah terlanjur dianggap sebagai istilah ready-made dalam budaya populer (Wibowo, 2012:27). Menurut Richard Reynolds dalam bukunya Superheroes: A Modern Mythology (1994), superhero adalah protagonis (atau bagian dari kelompok protagonis) yang memiliki beberapa karakteristik yang tidak hanya dicapai melalui upaya luar biasa yang dijalankan anggota awam dalam lingkungan sosial naratifnya. Protagonis menggunakan sejumlah karakteristik itu untuk membela kesejahteraan dan eksistensi lingkungan.

Menurut Danny Fingeroth di dalam bukunya Superman on the Couch: What Superheroes Really Tell Us about Ourselves and Our Society (2005), Superhero adalah individu –individu dengan kekuatan fantastis sekaligus orang yang berperang dengan teknologi canggih atau orang yang sekedar berani/gila/beruntung.

Jika dapat diasumsikan, penulisan superhero merupakan gabungan dari dua kata, /super/ dan /hero/. Sebagai sebuah kata sifat (adjective), menurut Cambridge Advanced Learner’s Dictionary, kata /super/ dipergunakan untuk menandakan


(16)

bagian tertinggi dalam derajat perbandingan dan menyangatkan kualitas luar biasa. Sebagai sebuah awalan, sebagaimana ditemukan pada kata /superhero/, kata /super/ menerangkan kualitas lebih di atas rata-rata, seperti lebih besar, lebih luas, lebih efektif, atau lebih kuat.

2.2 Superhero Indonesia

Menurut Wibowo (2012:281), dalam dunia komik Indonesia, figur superhero muncul dalam empat gelombang yang berbeda. Gelombang pertama terjadi pada periode tahun 1953-1956 yang menampilkan sejumlah superhero yang mirip dengan superhero populer Amerika seperti Superman, Tarzan, dan Flash Gordon yang menjadi inspirasi beberapa komikus Indonesia. Diawali dengan munculnya Sri Asih, superheroine karangan RA Kosasih yang begitu populer karena menampilkan tema yang relatif baru dalam dunia komik Indonesia dengan pemahaman arketipe budaya lokal seperti wiracarita wayang yang berkembang di pulau jawa.

Gelombang kedua terjadi pada periode tahun 1956-1963, pada masa ini beberapa komikus melakukan kompromi budaya dengan menghadirkan tokoh wirawan dari wiracarita dan cerita rakyat sebagai superheronya. karena pada periode gelombang pertama, komik superhero dianggap oleh opini umum mewakili kepentingan ideologi liberal dan kapitalisme Amerika.

Kisah-kisah seperti Ramayana, Mahabharata, Ulam Sari, atau Gatutkaca Sewu lahir seolah-olah ingin menegaskan bahwa superhero Indonesia lebih kuat, gagah, atau sakti dibandingkan superhero Amerika.


(17)

Gelombang ketiga berlangsung antara tahun 1968-1980 dimana para komikus seperti Ganes TH, Jan Mintaraga, Hans Jaladara, Teguh Santosa, Djair Warni, Man, Widodo Nur Slamet (alias Wid N.S.), Hasmi mempunyai peranan penting. Berkat kreativitas mereka selama satu dasawarsa lebih masyarakat Indonesia dibanjiri oleh superhero-superhero yang beragam.

Gelombang keempat dirintis pada pertengahan tahun 1990-an. Di tengah maraknya anime, tokoh-tokoh kartun yang baru, video games, dan manga pada masa itu, rupanya masih ada harapan dalam dunia komik Indonesia untuk menghadirkan sosok superhero muda yang lebih kuat, energetik, dan tangkas. Maka beredarlah komik superhero yang dihasilkan sejumlah orang muda kreatif di beberapa pusat kota seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Media pemasaran komik yang mereka hasilkan melalui poster, brosur, katalog, post card, t-shirt, pin, dan merchandising lainnya juga diperhatikan dengan serius.

2.3 Upaya Pengenalan

Dalam KBBI, upaya berarti usaha atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, dan mencari jalan keluar (Depdiknas, 2001). Sedangkan arti kata pengenalan adalah proses, cara, perbuatan mengenal atau mengenali. Sehingga “upaya pengenalan” dapat diartikan sebagai usaha yang dimaksudkan untuk memperkenalkan sesuatu.

Pada penelitian ini, upaya pengenalan perlu dilakukan untuk memperkenalkan Superhero Indonesia kepada masyarakat menggunakan media


(18)

buku referensi yang dapat berfungsi sebagai sumber informasi dan pengetahuan kepada masyarakat.

2.4 Kajian Tentang Buku

Secara bahasa, buku berarti lembar kertas yang berjilid, baik itu berisi tulisan/ gambar maupun kosong (Depdiknas, 2001). Buku dapat berarti sekumpulan tulisan/ gambar yang dikumpulkan dan disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah lembaran yang dijilid.

Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan sumber pembangun watak bangsa (Muktiono, 2003:2). Buku dapat dijadikan pula sebagai sarana informasi untuk memahami sesuatu dengan mudah. Dalam masyarakat, buku untuk anak-anak umumnya adalah buku bergambar, karena anak-anak-anak-anak lebih mudah memahami buku tersebut dengan banyak gambar dari pada tulisan, sedangkan orang dewasa lebih fleksibel untuk memahami apa yang ada pada buku walaupun tanpa gambar sekalipun (Muktiono, 2003:76).

2.4.1 Anatomi Buku

Menurut Darusman (d42nkd.wordpress.com), buku memiliki beberapa unsur-unsur yang mendasar sebagai berikut:

1. Kulit Buku

Kulit buku merupakan bagaian buku yang paling luar atau biasa disebut juga sampul buku, kulit buku gunanya jelas, yaitu untuk melindungi isi dan untuk memperkokoh buku. Kulit buku banyak jenisnya, ada yang dari kertas tebal saja,


(19)

ada yang dibuat dari karton kemudian dibalut dengan kain linen, kain biasa, bahkan buku-buku mahal ada yang memakai balutan kulit asli.

Yang lebih bagus buku-buku untuk perpustakaan memiliki kulit buku yang tebal karena buku-buku yang ada di perpustakaan sering berganti tangan. Di beberapa Negara buku-buku yang dipergunakan untuk perpustakaan diberi kulit yang kuat, yang diberi nama “Library Binding” (penjilidan untuk perpustakaan).

Pada kulit buku biasanya dimuat judul buku (Cover Title), kadang-kadang juga tidak ditemui judul. Judul pada kulit buku ini dalam katalogisasi tidak terlalu penting. Dalam proses pengkatalogan dapat mengabaikannya, kecuali kalau judul tersebut berbeda dengan judul yang tercantum dalam halaman judul “Title Page” buku. Dalam hal demikian perlu dipertimbangkan apakah judul tersebut perlu dicatat dan diinformasikan kepada pembaca dalam katalog. Sebab sebagian pembaca memungkinkan akan menelusuri judul buku tersebut melalui judul dikulit tersebut.

2. Punggung Buku

Pada pungung buku biasanya terdapat judul buku. Seperti halnya judul yang terdapat pada kulit buku, judul punggung buku ini pun ada kemungkinan tidak sama dengan apa yang terdapat pada halaman judul.

3. Halaman Kosong (Fly Leaves)

Halaman kosong ini adalah halaman tanpa teks yang terletak setelah kulit buku di bagian depan dan bagian belakang. Halaman kosong ini ada yang menyebut juga halaman pelindung. Halaman ini berfungsi sebagai penguat jilid


(20)

dan buku. Oleh karena itu biasaanya halaman kosong ini terbuat dari kertas yang lebih kuat.

4. Halaman Judul Singkat (Half Title)

Halaman judul singkat ini ada yang menyebut juga halaman setengah judul ”Half Title Page“. Halaman judul singkat ini terletak setelah halaman kosong dan berisi judul singkat dari buku.

5. Judul Seri

Judul seri ini merupakan judul dari karya-karya berjilid yang saling berkaitan dalam subyek dengan satu judul mencakup judu-judul seri.

6. Halaman Judul (Title Page)

Halaman judul buku merupakan halaman yang berisi banyak data dan informasi yang diberikan penerbit , antara lain judul buku, nama pengarang dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kepengarangan seperti penerjemah, editor, dan illustrator. Di samping itu juga berisi informasi tentang kota tempat terbit, penerbit dan tahun terbit. Oleh karena itu, halaman judul buku merupakan halaman yang sangat penting diperhatikan dalam proses katalogisasi deskriptif. Halaman inilah yang menjadi sumber utama dalam mengumpulkan berbagai data dan informasi yang diperlukan dalam katalogisasi.

a. Judul Buku

Judul yang tercantum pada halaman judul merupakan judul resmi dari buku tersebut. Di samping judul pokok tercantum pula judul-judul lain seperti judul tambahan, judul alternatif dan judul paralel.


(21)

b. Nama Pengarang

Nama pengarang yang tercantum di halaman judul biasanya lengkap dengan gelar-gelarnya jika pengarang tersebut bersifat perorangan. Pengarang bisa juga berupa lembaga atau badan. Di samping nama pengarang, di halaman judul dicantumkan juga nama-nama berbagai pihak yang terlibat dalam kepengarangan buku seperti penerjemah, editor, dan penyadur

c. Keterangan Edisi

Pada halaman judul terdapat keterangan tentang edisi atau cetakan buku. Tetapi tidak selalu demikian karena sering kali keterangan edisi justru terdapat di halaman balik judul, di kulit buku atau di kata pendahuluan. Keterangan edisi penting dicantumkan dalam katalog karena menunjukkan tingkat kemutakhiran buku tersebut. Kata edisi mungkin berbeda dengan cetakan, jika yang dimaksud cetakan ialah pencetakan ulang dari buku tanpa revisi atau penambahan. Pencetakan ulang dengan bahasa Inggris bisanya dinyatakan dengan “Printing” dan untuk edisi dinyatakan dengan “edition“

d. Keterangan Imprin

Di halaman judul biasanya terdapat keterangan tentang kota tempat diterbitkannya buku, penerbit, dan tahun penerbitannya. Ketiga unsur ini tidak selalu terdapat di halaman judul bahkan di dalam buku. Unsur-unsur ini kadang-kadang terdapat di halaman balik judul atau mungkin di halaman kulit luar bagian belakang buku. Di halaman judul biasaanya juga dituliskan juga hak cipta “:Copyright“


(22)

7. Halaman Balik Judul

Pada halaman balik judul sering kali terdapat banyak informasi penting, antara lain:

- Keterangan kepengarangan - Judul asli dari karya terjemahan - Kota tempat terbit dan penerbit - tahun terbit dan tahun copyright - Keterangan edisi

- Dan lain-lain

8. Halaman Persembahan (Dedication)

Halaman persembahan biasanya terletak sebelum halaman prakata. Dalam proses katalogisasi deskriptif tidak perlu memperhatikan halaman persembahan ini.

9. Kata Pengantar

Kata pengantar merupakan catatan singkat yang mendahului teks, berisi penjelasan-penjelasan yang diberikan si pengarang kepada para pembaca. Penjelasan-penjelasan itu dapat berupa tujuan dan alas an penulisan buku, ruang lingkup, dan pengembangan subyek yang dibahas. Sering pula kata pengantar berisi ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulisan buku tersebut dan penjelasan tentang cetakan.

10. Daftar Isi

Daftar isi biasaanya terletak sesudah kata pengantar tetapi dapat juga terletak di bagian akhir dari buku. Daftar isi memuat judu-judul bab yang biasanya


(23)

diikuti rincian berupa anak-anak bab, tetapi bisa juga tanpa bab. Dalam daftar isi ini juga bisa ditemukan daftar gambar, daftar peta, ilustrasi, dan lain-lain.

11. Pendahuluan

Pendahuluan biasanya mengikuti daftar isi dan merupakan bab pertama dari buku. pendahuluan memberikan wawasan tentang subyek yang dibahas, baik pengembangannya maupun pengorganisasiannya secara ilmiah. Pendahuluan ini sering kali tidak ditulis sendiri oleh si pengarang, melainkan oleh seseorang yang dianggap mempunyai nilai lebih tentang bidang yang dibahas.

12. Naskah (Teks)

Naskah atau teks buku, bahkan ada yang menyebut isi buku. Naskah ini disajikan dalam bab-bab secara sistematis mengikuti daftar isi. Banyak teks dibubuhi berbagai jenis ilustrasi untuk penjelasan atau hiasan. Buku yang memuat ilustrasi akan lebih mudah menarik pembaca, terlebih buku anak-anak. Buku akan lebih menarik juga apabila memakai huruf yang bagus.

13. Indeks

Indeks merupakan daftar secara rinci dari sebuah terbitan atau buku tentang subyek, nama orang, nama tempat, nama geografis, dan hal-hal yang dianggap penting. Indeks ini disusun secara sistematis menurut abjad atau alfabetis. Indeks ini bertujuan agar lebih memudahkan para pembaca dalam menelusuri informasi. Indeks ini biasaanya diletakan di bagian akhir dari sebuah buku. Tetapi apabila buku itu dalam beberapa jilid, biasa saja indeks tersebut terpisah dalam satu jilid.


(24)

14. Bibliografi

Bibliografi merupakan daftar kepustakaan yang digunakan si pengarang dalam menulis buku. Biasanya buku-buku yang bersifat ilmiah selalu memuat bibliografi. Terkadang bibliografi disebut juga dengan Daftar Pustaka. Bibliografi biasanya terletak di bagian akhir.

15. Glossary

Glossary merupakan daftar kata-kata atau istilah-istilah yang dianggap masih asing bagi pembaca pada umumnya atau masih perlu dijelaskan. Glossary biasanya diletakkan di bagian akhir buku.

16. Nomor Pagina

Nomor pagina dari sebuah buku biasaanya terdiri atas angka Romawi kecil dan angka Arab. Angka Romawi kecil biasanya digunakan pada penomoran halaman kata pengantar sampai dengan daftar isi, sedangakan untuk bab pendahuluan sampai akhir biasanya digunakan angka Arab.

2.5 Layout

Menurut Tom Lincy dalam buku (Kusrianto, 2007: 277), prinsip layout yang baik adalah yang selalu memuat 5 prinsip utama dalam desain, yaitu proporsi, keseimbangan, kontras, irama dan kesatuan. Pada pembuatan buku ini desain layout menjadi landasan dasar untuk menjadikan acuan dalam memberikan panduan dalam mendesain layout dari pembuatan buku referensi Superhero Indonesia. Untuk mengatur layout, maka di perlukan pengetahuan akan jenis-jenis


(25)

layout. Berikut adalah jenis-jenis layout pada media cetak, baik majalah, iklan, koran maupun buku.

1. Mondrian Layout

Mengacu pada konsep seorang pelukis Belanda bernama Piet Mondrian, yaitu penyajian iklan yang mengacu pada bentuk-bentuk square / landscape / portait, dimana masing-masing bidangnya sejajar dengan bidang penyajian dan memuat gambar / copy yang saling berpadu sehingga membentuk suatu komposisi yang konseptual.

2. Multi Panel Layout

Bentuk iklan dimana dalam satu bidang penyajian dibagi menjadi beberapa tema visual dalam bentuk yang sama (square/double square semuanya).

3. Picture Window Layout

Tata letak iklan dimana produk yang diiklankan ditampilkan secara close up. Bisa dalam bentuk produknya itu sendiri atau juga bisa menggunakan model (public figure).

4. Copy Heavy Layout

Tata letaknya mengutamakan pada bentuk copy writing (naskah iklan) atau dengan kata lain komposisi layout nya di dominasi oleh penyajian teks (copy).

5. Frame Layout

Suatu tampilan iklan dimana border/bingkai/frame nya memberntuk suatu naratif (mempunyai cerita).


(26)

6. Shilhoutte Layout

Sajian iklan yang berupa gambar ilustrasi atau tehnik fotografi dimana hanya ditonjolkan bayangannya saja. Penyajian bisa berupa Text-Rap atau warna spot color yang berbentuk gambar ilustrasi atau pantulan sinar seadanya dengan tehnik fotografi.

7. Type Specimen Layout

Tata letak iklan yang hanya menekankan pada penampilan jenis huruf dengan point size yang besar. Pada umumnya hanya berupa Head Line saja.

8. Sircus Layout

Penyajian iklan yang tata letaknya tidak mengacu pada ketentuan baku. Komposisi gambar visualnya, bahkan kadang-kadang teks dan susunannya tidak beraturan.

9. Jumble Layout

Penyajian iklan yang merupakan kebalikan dari sircus layout, yaitu komposisi beberapa gambar dan teksnya disusun secara teratur.

10.Grid Layout

Suatu tata letak iklan yang mengacu pada konsep grid, yaitu desain iklan tersebut seolah-olah bagian per bagian (gambar atau teks) berada di dalam skala grid.


(27)

11.Bleed Layout

Sajian iklan dimana sekeliling bidang menggunakan frame (seolah-olah belum dipotong pinggirnya). Catatan: Bleed artinya belum dipotong menurut pas cruis (utuh) kalau Trim sudah dipotong.

12.Vertical Panel Layout

Tata letaknya menghadirkan garis pemisah secara vertical dan membagi layout iklan tersebut.

13.Alphabet Inspired Layout

Tata letak iklan yang menekankan pada susunan huruf atau angka yang berurutan atau membentuk suatu kata dan diimprovisasikan sehingga menimbulkan kesan narasi (cerita).

14.Angular Layout

Penyajian iklan dengan susunan elemen visualnya membentuk sudut kemiringan, biasanya membentuk sudut antara 40-70 derajat.

15.Informal Balance Layout

Tata letak iklan yang tampilan elemen visualnya merupakan suatu perbandingan yang tidak seimbang.

16. Brace Layout

Unsur-unsur dalam tata letak iklan membentuk letter L (L-Shape). Posisi bentuk L nya bisa tebalik, dan dimuka bentuk L tersebut dibiarkan kosong.


(28)

17. Two Mortises Layout

Penyajian bentuk iklan yang penggarapannya menghadirkan dua inset yang masing-masing memvisualkan secara diskriptif mengenai hasil penggunaan/detail dari produk yang ditawarkan.

18.Quadran Layout

Bentuk tampilan iklan yang gambarnya dibagi menjadi empat bagian dengan volume/isi yang berbeda.Misalnya kotak pertama 45%, kedua 5%, ketiga 12%, dan keempat 38%. (mempunyai perbedaan yang menyolok apabila dibagi empat sama besar).

19.Comic Script Layout

Penyajian iklan yang dirancang secara kreatif sehingga merupakan bentuk media komik, lengkap dengan captions nya.

20.Rebus Layout

Susunan layout iklan yang menampilkan perpaduan gambar dan teks sehingga membentuk suatu cerita.

21.Big Type Layout

Bentuk tampilan layout yang menonjolkan teks dan tidak bergambar karena didominasi oleh teks yang berukuran besar.


(29)

2.6 Proporsi

Proporsi adalah kesesuaian antara ukuran halaman dengan isinya (Kusrianto, 2007:277). Penerapan teori ini dalam pembuatan buku referensi superhero indonesia, sebuah konsep dalam penerapan perbandingan ukuran yang digunakan untuk menentukan penataan visual, keseimbangan visual demi membentuk proporsi yang sesuai.

2.7 Garis (Line)

Garis adalah elemen visual yang dapat dipakai dimanapun dengan tujuan untuk memperjelas dan mempermudah pembaca (Supriyono, 2010:58). Garis merupakan salah satu unsur desain untuk terbentuknya sebuah gambar. Garis memiliki sifat-sifat tang dapat memiliki arti atau kesan.

1. Garis Tegak, memiliki kesan kuat, kokoh, tegas dan hidup 2. Garis Datar, memiliki kesan lemah, tidur, dan mati.

3. Garis Lengkung memiliki kesan lemah, lembut dan mengarah. 4. Garis Patah, memiliki kesan hati-hati dan cermat.

5. Garis Miring, memiliki kesan menyudutkan. 6. Garis Berombak, memiliki kesan yang berirama.

Sifat-sifat garis tersebut adalah acuan untuk desain layout yang dapat menjadi acuan untuk mendukung dan menentukan desain layout untuk pembuatan buku referensi Superhero Indonesia.


(30)

2.8 Warna

Warna merupakan unsur penting dalam obyek desain. Karena warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra orang yang melihatnya. Masing-masing warna mampu memberikan respon secara psikologis (Supriyono, 2010:58). Warna diyakini mempunyai dampak psikologis terhadap manusia. Dampak tersebut dapat dipandang dari berbagai macam aspek, baik aspek panca indera, aspek budaya dan lain-lain.

Drew dalam bukunya yang berjudul Colour Management (2008:200) mengatakan bahwa warna harus diletakkan sesuai kontennya untuk memahami implikasi yang terkait dengan maknanya. Warna dapat dipisah-pisahkan dan digunakan secara terpisah untuk untuk menyampaikan pesan dan emosi yang cepat, tanggapan asosiatif, dan/atau perilaku yang dipelajari.

Pada bagian ini juga Drew menjelaskan berbagai macam jenis warna dan berbagai macam tanggapan asosiatif secara positif maupun negatifnya. Seperti contohnya, warna emas/gold memiliki tanggapan asosiatif positif yang berupa kehangatan, mewah, mahal, berseri-seri, berharga, serta prestis; serta memiliki tanggapan asosiatif negatif yang berupa mahal dan boros (2008:219).

2.9 Modeling 3D

Menurut Nalwan dalam Prayudi & Aprizal (2004:35), Pemodelan adalah membentuk suatu benda atau obyek. Membuat dan mendesain obyek tersebut sehingga terlihat seperti hidup. Sesuai dengan obyek dan basisnya, proses ini secara keseluruhan dikerjakan di komputer. Melalui konsep dan proses desain,


(31)

keseluruhan obyek bisa diperlihatkan secara 3 dimensi, sehingga banyak yang menyebut hasil ini sebagai pemodelan 3 dimensi.

Ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan bila membangun model obyek, kesemuanya memberi kontribusi pada kualitas akhir. Hal-hal tersebut meliputi metoda untuk mendapatkan atau membuat data yang mendeskripsikan obyek, tujuan dari model, tingkat kerumitan, perhitungan biaya, kesesuaian dan kenyamanan, serta kemudahan manipulasi model.

Ada beberapa metode yang digunakan untuk pemodelan 3D. Metode pemodelan obyek disesuaikan dengan kebutuhannya seperti dengan nurbs dan polygon ataupun subdivision. Modeling polygon merupakan bentuk segitiga dan segiempat yang menentukan area dari permukaan sebuah karakter. Setiap polygon menentukan sebuah bidang datar dengan meletakkan sebuah jajaran polygon sehingga kita bisa menciptakan bentuk-bentuk permukaan. Untuk mendapatkan permukaan yang halus, dibutuhkan banyak bidang polygon. Bila hanya digunakan sedikit polygon, maka object yang didapatkan akan terbagi menjadi pecahan-pecahan polygon. Sedangkan modeling dengan nurbs (non-uniform rational bezier spline) adalah metode paling populer untuk membangun sebuah model organik. Hal ini dikarenakan kurva pada Nurbs dapat dibentuk dengan hanya tiga titik saja. Dibandingkan dengan kurva polygon yang membutuhkan banyak titik (verteks) metode ini lebih memudahkan untuk dikontrol. Satu titik CV (control vertex) dapat mengendalikan satu area untuk proses tekstur (Fleming,1999).


(32)

2.10 Augmented Reality

Ronald T. Azuma (1997) mendefinisikan augmented reality sebagai penggabunga benda-benda nyata dan maya dilingkungan nyata, berjalan secara interaktif dalam waktu nyata, dan dapat terintegrasi antar benda dalam tiga dimensi, yaitu benda maya terintegrasi dalam dunia nyata. Tidak seperti realitas maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan. Penggabunga benda nyata dan maya dimungkinkan dengan teknologi tampilan yang sesuai, interaktivitas dimungkinkan melalui perangkat-perangkat input tertentu, dan integrasi yang baik memerlukan penjejakan yang efektif.

Secara sederhana AR bisa didefinisikan sebagai lingkungan nyata yang ditambahkan objey virtual. Penggabungan objek nyata dan virtual dimungkinkan dengan teknologi display yang sesuai, interaktivitas dimungkinkan melalui perangkat-perangkat input tertentu. AR merupakan variasi dari Virtual Environment (VE), atau yang dikenal dengan istilah Virtual Reality (VR). Teknologi VR membuat pengguna tergabung dalam sebuah lingkungan virtual secara keseluruhan. Ketika tergabung dalam lingkungan tersebut, pengguna tidak dapat melihat lingkungan sekitarnya.

2.10.1 Sejarah Augmented Reality

Sejarah tentang augmented reality dimulai pada tahun 1957-1962, ketika seorang penemu bernama Morton Heilig, seorang sinematografer yang menciptakan dan mempatenkan sebuah simulator yang disebut sensorama dengan visual getaran dan bau. Pada tahun 1966, Ivan Sutherland menemukan


(33)

head-mounted display yang dia klaim adalah jendela ke dunia virtual. Tahun 1975, seorang ilmuwan bernama Myron Krueger menemukan videoplace yang memungkinkan pengguna dapat berinteraksi dengan objek virtual untuk pertama kalinya. Tahun 1989, Jaron Lanier memperkenalkan virtual reality dan menciptakan bisnis komersial pertama kali di dunia maya. Tahun 1992 mengembangkan augmented reality untuk melakukan perbaikan pada pesawat boeing, dan pada tahun yang sama, LB Rosenberg mengembangkan salah satu fungsi sistem AR, yang disebut virtual fixtures, yang digunakan di Angkatan Udara AS Armstrong Labs, dan menunjukan manfaatnya pada manusia, dan pada tahun 1992 juga, Steven Feiner, Blair Maclntyre dan Doree Seligmann, memperkenalkan untuk pertama kalinya Major Paper untuk perkembangan Prototype Augmented Reality (Setiawanto, 2012).


(34)

28 3.1 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam perancangan ini adalah metode kualitatif. Menurut Marshal dalam Sarwono (2006:193), kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengurai variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif, menggambarkan realitas yang kompleks, memperoleh pemahaman makna, dan menemukan teori. Dalam penelitian ini kasus superhero Indonesia merupakan salah satu contoh dari realitas yang kompleks. Dengan pendekatan kasus dan kualitatif, diharapkan data yang didapatkan dapat sesuai, terperinci, dan menunjang kelanjutan perancangan buku referensi superhero Indonesia ini.

3.2 Teknik Pengumpulan Data 3.2.1 Observasi

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati.

Berdasarkan hasil observasi dari beberapa website dan media sosial, ditemukan berbagai macam data yang berkaitan dengan superhero Indonesia.


(35)

Didapatkan data tentang beberapa komunitas penggemar superhero, diantaranya komunitas Superhero mania, Kaozoid Superhero, dan komunitas Superhero Indonesia. Komunitas-komunitas ini mempunyai forum di halaman facebook. Dengan adanya beberapa komunitas superhero di jejaring sosial yang memiliki banyak member, dapat disimpulkan bahwa masih ada komunitas yang peduli akan keberadaan superhero, khususnya superhero Indonesia.

Hal positif juga ditunjukkan oleh komunitas penggemar superhero Indonesia melalui konten konten yang dibahas secara rutin dan update mengenai perkembangan superhero di Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh komunitas

Superhero Indonesia melalui halaman forumnya di

(https://www.facebook.com/groups/264827253532356/), mereka sering memberikan informasi superhero-superhero Indonesia yang lama bahkan yang baru saja diciptakan. Rumah produksi seperti Neo Paradigm Comics juga menjadi salah satu member komunitas ini. Mereka sering mempublikasikan karakter-karakter ciptaannya pada halaman ini.

Dilihat dari segi visual, superhero Indonesia juga mempunyai kualitas visual yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dari komik-komik yang ada pada masa keemasan Indonesia, dimana karakter-karakternya digambarkan sangat baik dengan proporsi yang benar. Hal ini dikarenakan komikus-komikus pada saat itu terpengaruh dengan komik luar yang memiliki kualitas visual yang baik pula.

Terdapat komunitas superhero Indonesia yang mampu membuat karakter ciptaan sendiri dan disebarkan secara viral lewat video webseries, serta melalui event, contohnya komunitas JTOKU dimana komunitas ini membuat karakter


(36)

Gatot Kaca sebagai superhero yang modern dan mengikuti style jepang. JTOKU juga kerap mengisi event-event bertema superhero. Mereka mengadakan parade cosplay yang banyak digandrungi penggemar superhero.

Selain melalui film-film yang ditayangkan di bioskop, superhero juga sering digunakan media untuk kepentingan promosi, contohnya, iklan sabun Lux yang memakai karakter superheroine atau superhero wanita pada kemasannya di tahun 2006 lalu. Bukti lainnya juga terdapat pada kartu kredit BCA yang menggunakan karakter superhero Amerika Batman sebagai iconnya pada tahun 2006.

Selain iklan, tema superhero juga dipakai pada sebuah reality show Amerika berjudul Who Wants to Be A Superhero. Program TV ini adalah sebuah ajang pencarian superhero di dunia nyata dimana kontestan menghadapi ujian khusus demi membuktikan kelayakannya sebagai pahlawan super. Acara ini digagas dan dirancang langsung oleh Stan Lee, orang terpenting yang berdiri di belakang kesuksesan para superhero terbitan studio komik Marvel.

Superhero Indonesia pada pertengahan tahun 90-an pernah dibangkitkan kembali melalui studio-studio komik di kota besar Indonesia seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Studio komik seperti Qomik Nasional yang berada di kota Bandung, sempat menelurkan dua komik superhero yang cukup seperti Caroq dan Kapten Bandung. Baik Caroq maupun Kapten Bandung mampu memberikan oase yang dapat memberikan kesegaran para penggemar komik superhero setelah ditinggal lama oleh Gundala dan teman-temannya.

Selain studio QN di Bandung, studio komik yang berada di Yogyakarta seperti Studio X, juga pernah mengusung tema yang sama, Studio X pernah


(37)

menelurkan kompilasi komik bernama Rebels Unlimited. Mereka mencoba untuk menautkan persoalan hidup sehari-hari dengan imajinasi seperti salah satu tokohnya yaitu Si Topeng Monyet, yang diceritakan awalnya adalah seorang petani yang mengikuti kawan-kawannya untuk bekerja di ibukota. Ia bekerja menjadi tukang topeng monyet. Sampai akhirnya ia digusur oleh petugas pemda dan polisi. Sejak saat itu ia bersumpah akan melawan sistem dan menegakkan keadilan dengan caranya sendiri sebagai Si Topeng Monyet.

Semangat pecinta komik superhero Indonesia tidak padam sampai disitu, pada tahun 2000-an beberapa studio komik Indonesia sempat menafsirkan kembali beberapa komik Indonesia gelombang ketiga seperti Gina pada tahun 2005. Namun tidak seluruhnya menerbitkan kembali komik Gina yang awalnya diterbitkan pada tahun 1972, karakter Gina disesuaikan dengan kehidupan modern. Pada tahun yang hampir bersamaan, Fajar Sungging Pramodito, seorang komikus Yogyakarta meluncurkan sebuah komik yang berjudul Godam Reborn. Komik yang diterbitkan Metha Studio pada tahun 2006 itu mencoba menafsirkan kembali komik Godam yang diciptakan oleh Wid NS pada akhir tahun 1960-an.

Hingga akhirnya tahun 2007 sampai sekarang, sebuah penerbit muda bernama Jagoan Comics mulai intens memunculkan superhero-superhero baru di dalam pelbagai media. Jagoan komik memposisikan dirinya sebagai “suatu perkumpulan pecinta dan profesi komik yang ingin meramaikan dan

menggairahkan dunia perkomikan di Indonesia”. Dalam beberapa tahun terakhir,

mereka telah menelurkan sepuluh superhero baru seperti Zantoro, Aryageni, Gunturgen, Winda Gang, Blacan, Saifer, Bujang Anom Si Topeng Merah, Siluet


(38)

Ungu, Elang Hitam Bayangkara, dan Mahsha Si Manusia Harimau. Masing-masing tokoh superhero digambarkan memiliki latar belakang kehidupan, asal-usul kekutan unik yang mereka miliki, dan juga pelbagai masalah pribadi yang mereka hadapi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kecintaan masyarakat Indonesia terhadap komik superhero dan semangat akan persaingan dengan superhero luar seperti Amerika tidak pernah padam. Masih banyak komunitas dan penerbit komik yang ingin membangkitkan kembali sosok superhero Indonesia melalui berbagai cara.

Mengenai pemilihan buku sebagai media, didapatkan beberapa kelebihan buku cetak jika dibandingkan dengan media elektronik. Menurut Muktiono (2003:2) buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan sumber pembangunan watak bangsa. Buku adalah sarana informasi yang efektif karena buku dapat memuat informasi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan media informasi lainnya. Seperti yang diutarakan oleh www.bimbingan.org pada halaman (http://www.bimbingan.org/kelebihan-dan-kekurangan-buku.htm), kelebihan buku di antaranya :

1. Buku bisa disentuh, dan hebatnya lagi buku dalam bentuk nyata bisa dijadikan sebagai hiasan dalam suatu ruangan.

2. Buku memegang peranan penting sebagai sumber data dan bisa dimasukkan dalam daftar pustaka ketika mengabilnya sebagai bahan tambahan dalam penulisannya.

3. Membaca sebuah buku membuat seseorang menjadi hemat. Hemat yang dimaksukan di sini yakni tidak adanya biaya tambahan untuk


(39)

membayar listrik tambahan untuk pemakaian computer, khususnya jika digunakan untuk mengambil bahan bacaan.

Pendapat lain tentang kelebihan buku cetak juga diutarakan oleh Dodik Setiyadi (media.kompasiana.com) yaitu buku cetak tidak membutuhkan perangkat elektronik yang mahal untuk membacanya. Dan buku cetak tidak membuat mata cepat lelah seperti membaca melalui perangkat elektronik pada umumnya.

3.2.2 Wawancara

Metode ini merupakan proses tanya jawab lisan yang berfungsi untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai permasalah yang dihadapi. Wawancara memungkinkan peneliti mendapatkan data dalam jumlah yang banyak. Adapun informan yang dipilih adalah seorang penggemar superhero, sekaligus memiliki pengalaman lama dalam komunitas superhero.

Narasumber yang menjadi subjek dalam wawancara penelitian ini adalah Yosafat Agus Suryono, ia adalah seorang kolektor action figure superhero, komik-komik superhero dan pernak-pernik superhero. Ia juga mendirikan komunitas superhero di group jejaring sosial facebook bernama Superheromania. Ia sudah berkutat di dunia superhero selama 36 tahun, dimulai sejak tahun 1978 hingga sekarang.

Yosafat mengatakan bahwa penggemar superhero berusia 15-35 tahun, dari remaja sampai dewasa. Yosafat menjelaskan bahwa penggemar superhero tidak hanya dari anak-anak saja, bahkan yang telah memiliki keluarga dan pekerjaan masih ada yang gemar dengan superhero. Untuk penggemar usia 35 tahun,


(40)

Yosafat mengatakan bahwa mereka masih mempunyai kenangan tersendiri dengan superhero masa kecil mereka di tahun keemasan komik Indonesia.

Kemudian tentang permasalahan bahwa superhero masih dianggap karakter imajinasi dan khayalan semata, Yosafat membenarkan hal tersebut, namun menurutnya, superhero dapat diambil inspirasinya melalui kisah-kisahnya, contohnya Superman dengan heroismenya, Batman dari kepintarannya, Spiderman yang easy going, Cyclops dari kepemimpinannya. Hal ini menunjukkan bahwa superhero dapat menjadi sumber inspirasi kepribadian yang baik untuk siapa saja.

Untuk permasalahan bahwa superhero Indonesia kurang diminati oleh generasi sekarang, dikarenakan superhero Indonesia kurang diperkenalkan ke generasi sekarang. Sumber-sumber superhero lokal yang zaman dahulu yaitu komik-komik terbitan lama dianggap kurang menarik menurut standar visual zaman sekarang.

Untuk isi buku, Yosafat memberi usulan agar buku ini diharapkan dapat memberi informasi yang lengkap tentang superhero Indonesia. Dari segi visual juga diharapkan agar dibuat lebih menarik, dikemas berwarna, dan jika memungkinkan dapat bekerja sama dengan pengarang.

Menurut Yosafat, kelas sosial penggemar superhero berada pada kelas menengah keatas, ia menjelaskan bahwa kalangan menengah keatas cenderung memiliki hobi mengkoleksi, khususnya hobi superhero. Harapan Yosafat untuk superhero Indonesia di masa mendatang yaitu, semakin banyak munculnya superhero Indonesia yang berkualitas dengan tidak meniru karakter luar.


(41)

3.3 Teknik Analisis Data

Pada perancangan ini menggunakan teknik analisis interaktif Miles dan Huberman (Pawito, 2007:104). Teknik ini menggunakan tiga komponen yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian kesimpulan (Punch, 1998:202-204).

Reduksi data dimana peneliti mengelompokkan dan meringkas data yang diperoleh. Kemudian penyajian data dimana peneliti menyusun data (menjalin data atau kelompok data yang satu dengan yang lain). Dan terakhir penarikan dan pengujian kesimpulan yaitu implementasi dari prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada dan kecenderungan dari penyajian data yang telah dibuat.

3.4 Hasil dan Analisis Data

Dari data yang dikumpulkan dari observasi, wawancara, dan studi kepustakaan maka data masuk pada tahap analisis untuk disimpulkan menjadi data yang matang dan dapat disajikan.

Terbukti bahwa superhero Indonesia masih memiliki peminat yang cukup banyak, hal ini ditunjukkan melalui masih banyak komunitas-komunitas di dunia maya yang gemar dengan superhero lokal.

Dalam segi usia, peminat superhero tidak hanya anak-anak, seperti pemahaman masyarakat pada umumnya. Faktanya, penggemar superhero justru berusia antara 15-35 tahun. Hal ini juga dapat ditemukan pada komunitas yang ada di jejaring sosial yang anggotanya sebagian besar berumur lebih dari 15 tahun.


(42)

Karena buku ini bertujuan untuk mengenalkan superhero Indonesia pada generasi sekarang, maka target usia yang dipilih adalah 15-35 tahun. Hal ini didasari oleh sebagian besar penggemar superhero kalangan 35 tahun keatas sudah mengenal karakter superhero Indonesia.

Media buku dipilih sebagai media pengenalan karena media buku masih sering digunakan dalam metode pembelajaran dan sumber referensi, terlebih lagi media buku cetak bersifat praktis, nyaman dan tidak tergantung listrik seperti pada media elektronik.


(43)

3.5 Segmentasi Targetting Positioning 1. Demografis

- Usia : 15-35 tahun - Jenis kelamin : Pria dan wanita

- Siklus hidup : belum menikah, menikah belum mempunyai anak, menikah mempunyai anak

- Profesi : pelajar SMP hingga kuliah. 2. Geografis

- Wilayah : Surabaya 3. Psikografis

- Gaya hidup : Menengah atas, hobi mengkoleksi pernak pernik Superhero, penggemar superhero.

4. Positioning

Buku referensi superhero Indonesia interaktif dengan dukungan teknologi Augmented Reality


(44)

3.6 Keyword

Dengan pemilihan judul “Pembuatan Buku Referensi Superhero Indonesia

Sebagai Upaya Mengenalkan Produk Budaya Lokal”, maka untuk mendukung

pemecahan masalah diperlukan data-data yang terdapat di lapangan yang menjadi latar belakang permasalahan tersebut, sehingga dari latar belakang dapat digali pemecahan masalah yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Pemilihan kata kunci atau keyword dari pembuatan buku referensi ini didasari oleh acuan analisis data yang telah dilakukan. Keyword ditentukan berdasarkan data observasi dan wawancara. Dari hasil observasi dan wawancara didapatkan kata kunci, yaitu superhero Indonesia, strong, hero, imajiner, inspirasi/contoh, masa keemasan, dan warisan budaya.

Dari hasil analisis keyword diatas ditemukan kata kunci yaitu amazing, jaya, dan smart. Dari ketiga kata kunci tersebut dapat dikerucutkan kembali inti definisinya, sehingga ditemukan satu kata kunci utama yang menjadi konsep dari pembuatan buku referensi superhero Indonesia.


(45)

Gambar 3.1 Analisis Keyword Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

3.7 Deskripsi Konsep

Dari hasil analisis final keyword, maka konsep dari perancangan ini adalah

epic. Epic berasal dari kata epos, yang memiliki makna cerita kepahlawanan.

Epic” atau cerita kepahlawanan diarahkan pada makna “heroic” yang terkandung

didalamnya, sehingga konsep “Epic” dapat membuat buku ini sesuai dengan

kontennya yaitu superhero Indonesia yang kuat.

3.8 Perencanaan Kreatif 3.8.1 Tujuan Kreatif

Untuk membuat sebuah media pengenalan superhero Indonesia kepada masyarakat yang sesuai dengan hasil analisis data dan keyword sehingga diharapkan visualisasi yang sesuai dengan konsep perancangan. Dengan keyword


(46)

yang terdapat pada superhero Indonesia serta memberikan kesan kuat agar dapat menarik minat masyarakat.

3.8.2 Strategi Kreatif

Strategi kreatif visual yang digunakan adalah strategi premtive yang lebih menonjolkan superioritas dari produk. Strategi ini sering digunakan oleh perusahaan yang mempunyai produk sedikit. Strategi premtive merupakan strategi yang cerdik karena menonjolkan superioritas dan merupakan pernyataan yang unik (Suyanto, 2005: 77). Dalam mengenalkan superhero Indonesia gelombang 3. Pada wujud visualisasi modern, tipografi serta warna sebagai identitas desain buku referensi superhero Indonesia yang memiliki karakter lokal yang menunjukkan semangat tinggi dan kekuatan. Hasil visual 3 dimensi karakter superhero yang dipergunakan mengarah kepada bagaimana superhero Indonesia mampu tampak lebih modern dan kekinian. Dari segi font atau huruf menggunakan san serif. Pemilihan jenis tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa huruf serif memiliki ketebalan dan ketipisan yang kontras pada garis-garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik, anggun, dan kuat. Keuntungan jenis font ini memiliki legibility yang baik dan fleksibel untuk semua media. (Rustan, 2011:48).


(47)

1. Ukuran dan halaman buku

Dalam pembuatan buku referensi superhero Indonesia, dipilih ukuran A4 dengan ukuran 210mm x 250mm dengan posisi buku horizontal. hal ini dilakukan dengan pertimbangan ukuran tersebut memudahkan penyusunan informasi yang disajikan dalam buku karena adanya perbandingan penempatan yang 60 untuk gambar visual karakter dan 40 untuk informasi atau teks. Pertimbangan lainnnya dengan menggunakan ukuran terebut ialah perbandingan legibility dalam buku ini di utamakan, sehingga menghindari kebosanan ketika membaca. Dari pertimbangan tersebut didukung menurut (Rustan, 2008) yang menerapkan bahwa lebar suatu paragraph merupakan faktor yang menentukan tingkat kenyamanan dalam membaca naskah. Baris yang terlalu panjang akan melelahkan mata dan menyulitkan pembaca menemukan baris berikutnya. Sehingga dianjurkan dalam tiap baris memiliki jumlah karakter antara 8 sampai 45 karakter perbaris.

2. Jenis layout

Jenis layout yang dipergunakan dalam buku adalah jenis layout untuk halaman cetak, jenis-jenis layout untuk buku referensi superhero Indonesia lebih dominan menggunakan layout Copy Heavy Layout, Big-Type Layout, dan Quadran layout.

a. Copy Heavy Layout

Tata letak mengutamakan pada bentuk copy writing (naskah) atau dengan kata lain komposisi layoutnya di dominasi oleh penyajian teks. Penggunaan


(48)

layout ini dalam buku referensi superhero Indonesia, digunakan pada saat halaman yang berisi teks yang dominan dengan gambar yang sedikit.

Gambar 3.2 sample Copy Heavy layout

Sumber : behance.net/gallery/Solebury-Club-Newspaper-ad/394178

b. Big-type Layout

Bentuk tampilan layout yang menonjolkan teks dan tidak bergambar karena didominasi oleh teks yang berukuran besar. Layout ini akan digunakan untuk halaman pembuka bab/bagian buku.

Gambar 3.3 Sample Big-Type Layout

Sumber : http://www.panduaji.com/2012/01/10-type-of- magazine-layout.html


(49)

c. Quadran Layout

Bentuk tampilan iklan yang gambarnya dibagi menjadi empat bagian dengan volume/ isi yang berbeda. Misalnya kotak pertama 45%, kedua5%, ketiga 12%, dan keempat 38%. Layout ini akan digunakan untuk halaman buku yang memiliki teks panjang dan tidak dapat dipisahkan dalam halaman lain buku, sehingga memerlukan bebarapa bagian foto yang berbeda ukuran.

Gambar 3.4 Sample Quadran Layout Sumber :

http://kkcdn-static.kaskus.co.id/images/2499582_20120306081705.jpg

3. Headline

Headline yang dipergunakan untuk buku referensi superhero Indonesia

adalah “The Epic of Indonesian Superhero”. Pemilihan headline tersebut

berdasarkan pertimbangan untuk menyampaikan bahwa superhero Indonesia memiliki sebuah cerita yang luar biasa jaya tentang kepahlawanan.


(50)

4. Bahasa

Bahasa yang digunakan dalam buku ini adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dipilih karena merupakan bahasa nasional bangsa Indonesia. Pemilihan bahasa Indonesia dapat dinikmati oleh masyarakat nasional. Dengan perancangan menggunakan bahasa Indonesia dapat memberikan kontribusi sebagai pengenalan bahasa indonesia untuk wisatawan yang berkunjung ke kota Indonesia.

5. Warna

Warna adalah satu hal yang sangat penting dalam menentukan respon orang, karena warna adalah hal pertama yang dilihat oleh seseorang. Setiap warna memiliki kesan, makna dan psikologi yang berbeda-beda (Nugroho, 2008: 1). Pada visualisasi, akan dibentuk desain, elemen visual dan warna yang mengarah pada konsep epic, yaitu warna-warna yang kuat atau powerful. Warna powerful akan diambil dari skema warna yang ada di dalam buku Color Basic Panduan Dasar Warna untuk Desainer & Industri Grafika oleh Anne Dameria.

Warna coklat sebagai warna primer yang digunakan disini memiliki komposisi C56, M70, Y73, K71 yang menurut Dameria (2011),bermakna mencerminkan tradisi dan segala sesuatu yang berbau kebudayaan, rempah-rempah, ukiran kayu yang cantik, kain batik yang klasik dengan perhiasan emas dan keindahan latar bangunan tua adalah visualisasi dari warna ini. Sedangkan warna merah dengan komposisi C23, M98, Y100, K16 bermakna


(51)

kuat sekaligus hangat. Biasanya di gunakan untuk memberikan efek psikologi

„panas‟, „berani‟, „kuat‟, dan „agresif‟(Dameria, 2011) .Untuk memperlihatkan

legibility font warna yang digunakan warna putih dengan komposisi C0, M0, Y0, K0.

Gambar 3.5 Warna yang dipergunakan dalam buku Sumber : Hasil Olahan Peneliti

6. Tipografi

Font yang dipergunakan dalam perancangan buku referensi superhero Indonesia adalah jenis font “san serif”. Pemilihan jenis tersebut berdasarkan pertimbangan san serif memiliki ketebalan dan ketipisan yang menjadikan kontras pada setiap huruf. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik, tegas, dan kuat. Keuntungan jenis font tersebut memiliki legibility dan readibilty serta fleksibel untuk semua media (Rustan, 2011: 22, 48).

Berdasarkan pertimbangan diatas, font san serif bisa di gunakan pada headline pada cover buku. Sedangkan untuk font san serif, dipilih sebagai font utama dalam buku, fungsinya sebagai readability, legibility dan menghindari pemakaian huruf serif dalam bodyteks. Hal ini penggunaan font serif terdapat kait-kait yang dapat memperumit bentuk huruf, sehingga perlu waktu lama ketika membaca apabila menggunakan font yang berukuran kecil.


(52)

Serta dalam penataan layout jenis san serif sering digunakan dalam bodyteks artikel atau paragraph dengan tujuan untuk dibaca dengan cermat dan tidak terburu-buru. Sebuah paragraf dengan aksara san serif memang lebih jelas, karena pembaca dituntut untuk berjuang lebih kuat dalam menangkap dalam merangkai aksara kesamping. Untuk itu dapat diasumsikan bahwa informasi yang didapat menuju ke otak akan tinggal dan memberkas lebih lama sehingga memperoleh rekaman yang baik (kusrianto, 2007:79).

Berikut alternatif font san serif yang digunakan dalam perancangan buku sebagai berikut Times New Roman, Book Antiqua, Helvetica, Georgia, Century, Avenir, Levenin MT, Yanone Kaffeesatz, Agency FB, Almost Serious Accent, Berlin Sans FB Demi Bold, Heroic. Pemilihan alternatif font berdasarkan umumnya font tersebut dipergunakan dalam buku. Sedangkan font yang dipilih untuk perancangan buku adalah font “Heroic” yang mewakili jenis font san serif.

Jenis font “Heroic” dipilih berdasarkan pengaplikasian nama headline

terhadap font tersebut, font “Heroic” memiliki garis tegas yang cukup dari pada alternatif font yang lain, sehingga dengan menggunakan font tersebut dapat diaplikasikan dalam headline layout untuk cover buku pada ukuran yang sama, sehingga lebih mementingkan readability dan legibilitas yang tinggi ketika membaca.


(53)

3.8.3 Program kreatif

Perancangan ini berawal dari pembuatan layout dan standart graphic manual. Di dalamnya terdapat proses sketsa, alternated desain, hingga final desain. Ketiga proses desain tersebut sudah melalui proses pemilihan layout, tipografi, warna, gambar visual dan informasi mengenai superhero Indonesia gelombang 3. Kemudian proses pengaplikasian pada media yang sudah dipilih menjadi proses dari final desain.

3.9 Perencanaan Media 3.9.1 Tujuan Media

Tujuan dari penggunaan media adalah untuk mencapai sebuah efektivitas informasi kepada audience yang ditujukan. Dibutuhkan media pendukung untuk melakukan promosi buku referensi superhero Indonesia. Dengan media yang tentunya sesuai dengan identitas dari sebuah buku referensi superhero Indonesia, maka akan timbul sebuah kesatuan komunikasi dan visual.

3.9.2 Strategi Media

Media yang dipilih cenderung pada media yang dapat memuat informasi lebih mendalam dan detail tentang superhero Indonesia. Sehingga media utama yang akan dipilih adalah media buku. Sebagai pendukung dari media utama, akan menggunakan media leaflet yang akan mendukung promosi dari media buku.


(54)

3.9.3 Program Media

Perancangan media akan dimulai setelah proses pembuatan layout dasar yang sesuai dengan konsep perancangan.

Untuk media leaflet, akan dilakukan dalam periode dan tempat tertentu, terutama ketika terdapat event superhero yang biasa diadakan oleh komunitas pecinta superhero, serta event launching dari media utama yaitu buku.

3.10 Perancangan Karya

Berdasarkan strategi kreatif dan media yang telah dibentuk, maka dibuatlah beberapa sketsa dasar yang sesuai dengan konsep, yaitu epic.

Untuk draft pertama adalah pada media buku. Ukuran buku yang dipilih adalah A4. Dalam buku sendiri memiliki rancangan struktur isi sebagai berikut:

Gambar 3.6 Struktur Isi Buku Referensi Superhero Indonesia Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013


(55)

1. Cover depan

A. Sketsa Alternatif

Gambar 3.7 Sketsa Alternatif Cover Depan Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada gambar 3.7 ditampilkan beberapa alternatif sketsa cover depan pada buku referensi superhero Indonesia. Alternatif yang ditampilkan berupa komposisi gambar, headline, dan nama penulis yang dipergunakan didalam cover buku superhero Indonesia.


(56)

B. Sketsa Terpilih

Gambar 3.8 Sketsa Cover Depan Terpilih Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada gambar 3.8 terdapat hasil sktesa yang terpilih yang sudah melalui proses konsultasi dengan dosen pembimbing. Berdasarkan pertimbangan dosen pembimbing maka dapat disimpulkan berdasarkan penggunaan layout picture windows yang menekankan pada gambar yang menjadi utama untuk cover depan buku tersebut serta menekankan pada headline.


(57)

2. Cover Belakang A. Sketsa Alternatif

Gambar 3.9 Sketsa Alternatif Cover Belakang Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada gambar 3.9 ditampilkan beberapa alternatif sketsa cover belakang pada buku referensi superhero Indonesia. Alternatif sketsa yang disajikan berupa komposisi body teks dan headline, penerbit, dan nama penulis yang dipergunakan dalam cover belakang buku referensi superhero indonesia.


(58)

B. Sketsa Terpilih

Gambar 3.10 Sketsa Cover Belakang Terpilih Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada gambar 3.10, terdapat hasil sketsa cover belakang yang sudah dipilih melalui proses bimbingan dan kosultasi. Berdasarkan pertimbangan bahwa buku pada umumnya yang berisi tentang singkatan buku, penerbit, nama penulis dan headline.


(59)

3. Halaman

A. Sketsa Alternatif

Gambar 3.11 Sketsa Alternatif Halaman Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada gambar 3.11 disajkan beberapa alternatif guna dapat memilih halaman akan dipergunakan dalam buku. Alternatif sketsa yang disajikan berupa komposisi layout yang terdapat gambar dan body teks yang digunakan pada masing-masing jenis layout pada buku referensi superhero Indonesia.


(60)

B. Sketsa Terpilih

Gambar 3.12 Sketsa Halaman Terpilih Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada gambar 3.12 terdapat hasil sketsa yang terpilih. Sketsa yang terpilih melalui proses konsultasi dan bimbingan. Berdasarkan pertimbangan hasil konsultasi dan bimbingan, maka dapat disimpulkan layout tersebut akan digunakan dalam buku referensi superhero Indonesia.


(61)

55 4.1 Konsep

Dengan menggunakan konsep “Epic” yang dikemas dengan visual modern, maka upaya untuk mengenalkan superhero Indonesia, akan tergambar jelas dalam sebuah buku. Pengambilan gambar visual mengutamakan daya tarik minat sebuah visual 3d yang modern agar dapat mudah mengetahui informasi tentang superhero Indonesia. Konsep yang mendasari buku ini ialah “Epic” yang memiliki sebuah pesan yakni melalui buku “The Epic of Indonesian Superheroes” ikut mengenal, mengembangkan, dan juga melestarikan pahlawan super yang tak kalah hebatnya dari superhero asing yang tengah naik popularitasnya dan buku The Epic of Indonesian Superheroes juga memberikan informasi melalui visual yang menarik dan informatif serta media augmented reality yang unik.


(62)

4.2

Implementasi Karya

4.2.1 Desain Cover

Gambar 4.2.1 Desain Cover Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Konsep desain cover yang dipilih berdasarkan pertimbangan superhero Indonesia yang beragam mulai dari warna kostum, bentuk, dan juga kepribadian yang tak kalah hebatnya. Pemilihan gambar 5 superhero Indonesia sebagai ilustrasi pada cover depan buku tak lepas dari sejarah mereka yang pada saat itu sangat populer dan diminati. Pada cover depan pemilihan font berdasarkan pertimbangan jenis font yang memberikan kesan membumi dan memiliki readibity. Sedangkan judul yang digunakan ialah “The Epic of Indonesian Superheroes”, pemilihan judul ini berdasarkan bahwa superhero indonesia juga fleksibel dan bisa modern mengikuti perkembangan jaman dimana bahasa inggris sering digunakan.


(63)

Pada pewarnaan background dan font dipilih berdasarkan warna-warna yang diperoleh keyword. Sedangkan jenis font yang dipergunakan sebagai headline dan tagline ialah Heroic, font ini berjenis san serif, dimana font ini memiliki sifat kemudahan untuk membaca dan tegas serta kuat ketika membacanya sehingga sesuai dengan keyword epic.

4.2.2 Desain Cover belakang

Gambar 4.2.2 Desain Cover Belakang Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Cover belakang memuat sinopsis, nama penulis, dan penerbit disertai elemen grafis garis merah dan putih sebagai pendukung visual agar konsisten. Pada cover belakang tidak diletakkan ilustrasi gambar agar lebih fokus dan seimbang dengan cover depan yang lebih mengutamakan gambar sehingga pembaca dapat memahami serta mengerti dari sinopsis dari buku ini.


(64)

4.2.3 Desain Halaman Pengantar

Gambar 4.2.3 Desain Halaman Pengantar Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Merujuk halaman pengantar yang berisi tentang sambutan penulis dan lebih dominan pada teks yang berisi sekilas tentang superhero Indonesia dan isi buku. Ditempatkan juga elemen grafis garis merah putih sebagai elemen pendukung untuk memberikan kontras yang jelas pada halaman ini.


(65)

4.2.4 Desain Halaman Daftar Isi

Gambar 4.2.4 Desain Halaman Daftar Isi Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Merujuk pada halaman daftar isi, dalam halaman terdapat susunan atau urutan isi buku beserta karakter superhero yang dibahas, sehingga masyarakat dapat melihat secara langsung letak halaman.


(66)

4.2.5 Desain Big-Type Layout pada halaman pembuka bagian buku

Gambar 4.2.5 Desain Big-Type Layout pada Pembuka Bagian Buku Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada halaman pembuka bagian/bab buku, menggunakan layout Big-Type yang lebih dominan pada desain tipografi yang besar sebagai titik fokusnya. Pada halaman ini berfungsi membuka dan menjelaskan tentang sekilas superhero Indonesia. Jenis layout ini juga akan digunakan pada pembuka bagian lain seperti halaman perkembangan superhero Indonesia dan halaman profil superhero Indonesia.


(67)

4.2.6 Desain copy heavy Layout halaman sekilas superhero Indonesia

Gambar 4.2.6 Desain Copy Heavy Layout Halaman Sekilas Superhero Indonesia Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada lembar berikutnya yaitu halaman pada bagian sekilas superhero Indonesia. Pada halaman ini menggunakan copy heavy layout yang menekankan pada tulisan yang menjelaskan sekilas tentang superhero Indonesia, ilustrasi 5 superhero Indonesia ditempatkan diatas teks sebagai gambaran secara garis besar.


(68)

4.2.7 Desain Quadran layout pada halaman profil Gundala Putra Petir

Gambar 4.2.7 Desain Quadran Layout Profil Gundala Putra Petir Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Gambar 4.2.7 menunjukkan bahwa layout yang digunakan adalah Quadran. Layout ini menekankan pada foto dan teks saling berhubungan yang menjelaskan tentang siapa Gundala Putra Petir, Rekan, Pengarang, serta beberapa serialnya. Dari segi tata layout teks dan gambar ilustrasi, terlihat lebih modern dan kuat, didukung dengan gambar ilustrasi 3d karakter dari berbagai sudut pandang untuk mengenalkan lebih dalam lagi sosok karakter yang dibahas.


(69)

4.2.8 Character Breakdown Gundala Putra Petir

Gambar 4.2.8 Character Breakdown Gundala Putra Petir Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada Gambar 4.2.8 ditampilkan model 3D Gundala beserta elemen ciri khasnya yaitu sepasang telinga pada kostum yang berbentuk sayap burung dan sabuk besi bermata merah. Dapat dilihat juga kostum Gundala dominan dengan Warna Biru gelap dan Merah mengikuti desain aslinya.


(70)

4.2.9 Wireframe Gundala Putra Petir

Gambar 4.2.9 Wireframe Gundala Putra Petir Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada Gambar 4.2.9 ditampilkan model 3D Gundala dengan garis garis Wireframe yang membentuk model 3D. Dapat dilihat bahwa dari topologi susunan garis model ini sudah siap di pose dan dipresentasikan.


(71)

4.2.10 Desain Quadran layout pada halaman profil Godam Manusia Baja

Gambar 4.2.10 Desain Quadran layout profil Godam Manusia Baja Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Gambar 4.2.10 menunjukkan bahwa layout yang digunakan adalah Quadran. Layout ini menekankan pada foto dan teks saling berhubungan yang menjelaskan tentang siapa Godam, Rekan, Pengarang, serta beberapa serialnya. Dari segi tata layout teks dan gambar ilustrasi, terlihat lebih modern dan kuat, didukung dengan gambar ilustrasi 3d karakter dari berbagai sudut pandang untuk mengenalkan lebih dalam lagi sosok karakter yang dibahas.


(72)

4.2.11 Character Breakdown Godam

Gambar 4.2.11 Character Breakdown Godam Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada Gambar 4.2.11 ditampilkan model 3D Godam beserta elemen ciri khasnya yaitu logo berbentuk huruf “G” pada kostumnya dan Sayap Berwarna Merah. Dapat dilihat juga kostum Godam dominan dengan Warna Biru gelap dan Merah mengikuti desain aslinya.


(73)

4.2.12 Wireframe Godam

Gambar 4.2.12 Wireframe Godam Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada Gambar 4.2.12 ditampilkan model 3D Godam dengan garis garis Wireframe yang membentuk model 3D. Dapat dilihat bahwa dari topologi susunan garis model ini sudah siap di pose dan dipresentasikan.


(1)

4.2.30 Desain layout halaman Augmented Reality Putri Bintang

Gambar 4.2.30 Desain Layout Halaman Augmented Reality Putri Bintang Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Gambar 4.2.31 Demo Aplikasi Augmented Reality Putri Bintang Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada halaman Augmented reality Putri Bintang, desain karakter ditempatkan pada bagian kiri halaman, dan Marker media augmented reality pada bagian kanan halaman. Pada gambar 4.2.31 adalah contoh aplikasi pada halaman marker augmented reality Putri Bintang.


(2)

82

4.3 Desain Media Pendukung 4.3.1 Desain Leaflet

Gambar 4.3.1 Desain Leaflet Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Pada media pendukung dalam referensi superhero Indonesia berupa leaflet berukuran A5 (210mm x 150mm) menggunakan desain layout yang dapat terlihat secara langsung dengan menampilkan buku yang disusun sedemikian rupa sehingga pembaca akan tertarik ketika melihat buku referensi superhero yang ditampilkan.


(3)

83

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan buku referensi superhero Indonesia ini adalah:

1. Gagasan pembuatan buku referensi superhero Indonesia adalah untuk memperkenalkan superhero lokal kepada khalayak Indonesia di tingkat kota-kota besar sebagai sebuah produk budaya lokal, dimana superhero Indonesia sekarang kurang dikenal dan cenderung tenggelam oleh superhero luar negeri.

2. Tema desain dalam perancangan ini adalah epic yang memiliki makna bahwa superhero Indonesia juga tidak kalah hebat dan kuatnya jika dibandingkan dengan superhero luar negeri, yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk konsep kreatif, strategi komunikasi dan strategi media.

3. Implementasi perancangan mengacu pada buku dan media pendukungnya, dimana hasil perancangan diharapkan mampu memperkenalkan superhero Indonesia kepada masyarakat.

4. Media yang digunakan adalah buku sebagai media utama. Untuk media pendukung promosi buku menggunakan media leaflet.


(4)

84

5. Media buku dan pendukungnya dirancang sesuai dengan tema rumusan desain, yakni epic. Buku ini menggunakan warna-warna yang sesuai dengan karakter objek dan sesuai konsep yang kemudian digunakan dalam desain layout. Pilihan warna merah merupakan gambaran dari sifat pemimpin,dan kuat, dan hitam yang merupakan gambaran dari sifat magis dan kuat.

5.2 Saran

Adapun saran dari pembuatan buku referensi superhero Indonesia ini adalah:

1. Memperdalam pembahasan tentang superhero Indonesia terutama dalam segi komunitas dan interaksinya yang kompleks.

2. Mengembangkan lebih dalam tentang karakter superhero yang sudah ada dalam dunia seni dan desain untuk diimplementasikan ke berbagai media.


(5)

85 Sumber Buku:

Dameria, Anne. 2007. Color Basic Panduan Dasar Warna untuk Desainer dan industri Grafika. Jakarta

Drew, John T. & Sarah A. Meyer. 2008. Color Management: A comprehensive Guide for Graphic Designers. Switzerland: RotoVision.

Fingeroth, Danny. 2005. Superman on the couch:What superheroes Really Tell Us about Ourselves. New York : Continuum.

Fleming, Bill. 1999. 3D Modeling & Surfacing. Morgan Kaufmann.

Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi. Muktiono, Joko D. 2003. Aku Cinta Buku (Menumbuhkan minat baca pada anak).

Jakarta : Elex Media Computindo.

Nugroho, Eko. 2008. Pengenalan Teori Warna. Yogyakarta : ANDI

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta.

Punch, Keith F. 1998. Introduction To Social Research: Quantitative & Qualitative Approaches. London: Sage Publications dalam Pawito: Penelitian Komunikasi Kualitatif. 2007. Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS)

Reynolds, Richard. 1992. Superheroes: A Modern Mythology. London : Batsford Rustan, Surianto. 2008. Layout Dasar Dan Penerapannya. Jakarta: Gramedia. _____________. 2011. Huruf Font Tipografi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Sarwono Jonathan dan Lubis Hary. 2006. Metode Riset untuk Desain Komunikasi

Visual. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

Supriyono, Rakhmat. 2010. Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: ANDI

Suyanto, M. 2005.Strategi Periklanan pada e-Commerce Perusahaan TOP Dunia. Yogyakarta: ANDI


(6)

86

Wibowo, Paul Heru. 2012. Masa depan kemanusiaan : superhero dalam pop culture. Jakarta: LP3ES

Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Sumber Jurnal:

Azuma, Ronald T. 1997. A Survey of Augmented Reality. Presence: Teleoperators and Virtual Environments.

Setiawanto, Irwan.2012.Penerapan Augmented Reality pada Kotak Ponsel Sebagai Media Periklanan. Yogyakarta : STMIK AMIKOM.

Yudi Prayudi dan Iwan Aprizal.2004. Pemodelan Wajah 3D Berbasis Foto Diri Menggunakan Maya Embedded Language (MEL) Script. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Sumber Internet:

http://www.bimbingan.org/kelebihan-dan-kekurangan-buku.htm (diakses 10 Oktober 2013)

http://www.panduaji.com/2012/01/10-type-of-magazine- layout.html (diakses 10 Oktober 2013)

http://d42nkd.wordpress.com/ (diakses 12 Oktober 2013)

https://www.facebook.com/groups/264827253532356/ (diakses 12 Oktober 2013) http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120508083414AAcNJ8Y

(diakses 17 Oktober 2013)

http://media.kompasiana.com/buku/2012/05/26/e-book-vs-buku-cetak-460106.html (diakses 17 Oktober 2013)

http://behance.net/gallery/Solebury-Club-Newspaper-ad/394178 (diakses 26 Desember 2013)

http://kkcdn-static.kaskus.co.id/images/2499582_20120306081705.jpg (diakses 26 Desember 2013)