Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016

(1)

(2)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar BOD ,137 20 ,200* ,956 20 0,468

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances Kadar BOD

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,353 4 15 0,838

ANOVA Kadar BOD

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 13799,753 4 3449,938 14,149 ,000

Within Groups 3657,361 15 243,824


(3)

Post Hoc Tests Multiple Comparisons Kadar BOD LSD (I) Konsentrasi biodekstran (J) Konsentrasi biodekstran Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

2% 4% 17,050000 11,041379 ,143 -6,48414 40,58414

6% 38,237500* 11,041379 ,003 14,70336 61,77164

8% 60,930000* 11,041379 ,000 37,39586 84,46414

10% 70,305000* 11,041379 ,000 46,77086 93,83914

4% 2% -17,050000 11,041379 ,143 -40,58414 6,48414

6% 21,187500 11,041379 ,074 -2,34664 44,72164

8% 43,880000* 11,041379 ,001 20,34586 67,41414

10% 53,255000* 11,041379 ,000 29,72086 76,78914

6% 2% -38,237500* 11,041379 ,003 -61,77164 -14,70336

4% -21,187500 11,041379 ,074 -44,72164 2,34664

8% 22,692500 11,041379 ,058 -,84164 46,22664

10% 32,067500* 11,041379 ,011 8,53336 55,60164

8% 2% -60,930000* 11,041379 ,000 -84,46414 -37,39586

4% -43,880000* 11,041379 ,001 -67,41414 -20,34586

6% -22,692500 11,041379 ,058 -46,22664 ,84164

10% 9,375000 11,041379 ,409 -14,15914 32,90914

10% 2% -70,305000* 11,041379 ,000 -93,83914 -46,77086

4% -53,255000* 11,041379 ,000 -76,78914 -29,72086

6% -32,067500* 11,041379 ,011 -55,60164 -8,53336

8% -9,375000 11,041379 ,409 -32,90914 14,15914


(4)

(5)

(6)

(7)

Gambar 3. Air limbah Tahu Setelah diberi Perlakuan


(8)

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta

Chahaya, Indra. 2007. Modul Praktikum Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan.

Dahlan, M.S. 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Darsono. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob dan Aerob. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dirjen PPM dan PLP. Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. Hanafiah, K.A. 2011. Rancangan Percobaan. Rajawali Pers. Jakarta

Masturi. 1997. Pengambilan Minyak Kedelai Pra Proses Pembuatan Tahu. Laporan Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Semarang.

Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah.Jakarta

Muhajir, M.S. 2013. Penurunan Limbah Cair BOD dan COD pada Industri Tahu Menggunakan Tanaman Cattail (Typha Angusti Folin) dengan Sistem Constructed Wetland. Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS. Semarang.

Mulia, R.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Novriandi. 2009. Panduan Pemeriksaan Kualitas Air di Laboratorium Kimia. Instalasi Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular (BTKLPPM). Medan.

Nurhasan, A, dan Pramudyanto B.B. 1997. Pengolahan Air Buangan Tahu. Yayasan Bina Karya Lestari dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Semarang.


(10)

Perangin-angin, I.M. 2005. Efektivitas zeolit dalam Menurunkan Biological Oxygen Demand pada Limbah Cair Industri Tahu di Kotamadya Binjai Provinsi Sumatera Utara. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan.

Perdana, D.A, Anggrian, L.E, Tuti, I.S. 2013. Penggunaan Starter Envirosolve dan Biodekstran untuk Memproduksi Biogas dari Bahan Baku Ampas Tahu. Jurnal jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya No 1, Vol.19.

Pohan, Nurhasmawaty. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter Aerobik. Tesis Pasca Sarjana USU. Medan.

Pratiknya, A.W. 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Raudhah, R.P. 2012. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Biofiltrasi dengan Menggunakan Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) di Desa Marindal Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan.

Soeparman, H.M, dan Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. EGC. Jakarta.

Suhermanto. 2003. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) dalam Menurunkan Zat Organik Air Limbah Tahu di Kota Jambi Tahun 2003. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan.

Suwarso. 2004. Efektivitas Proses Biodegradasi Limbah Cair Industri Tapioka Menggunakan Rekayasa Mikrobiologi. Majalah Ilmiah UNSOED.

Suyata dan Irmanto. 2009. Penurunan TSS, BOD dan COD Limbah Cair Industri Tahu di Desa Cilongok Kabupaten Banyumas Menggunakan Sistem Zeolit Teraktivasi dan Terimpregnasi TiO2. Jurnal Program Studi Kimia Jurusan

MIPA Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal SoedirmanVol.4, No.2. Purwokerto.

Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Andi. Yogyakarta.

Widodo. 2005. Pengaruh Campuran Dolomit dan TiO2 terhadap BOD, COD dan

TSS Limbah Cair Industri Tekstil. Skripsi Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) yaitu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan sebagai akibat adanya perlakuan dengan mengabaikan beberapa faktor pengganggu. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana percobaan dilakukan dengan 5 macam perlakuan dan 1 kontrol. Penambahan biodekstran dengan konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10% serta 4 kali pengulangan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan.

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2016-Juli 2016.

3.4 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah air limbah tahu dari Pabrik Tahu yang berada di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.


(12)

Gambar 3. Titik Pengambilan Sampel

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan mengukur kadar BOD air limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.

Pencucian Kedelai

Perendaman Kedelai

Penggilingan Kedelai

Perebusan Kedelai

Penyaringan

Pencetakan

Perebusan Kedelai

Penyaringan

Pencetakan

Pembuangan Air limbah (Titik Pengambilan Sampel)


(13)

42

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Lampiran XVIII tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kedelai.

3.6 Definisi Operasional

1. Limbah cair industri tahu adalah limbah cair dari proses pembuatan tahu yang keluar dari oultet pembuangan dan belum mendapatkan pengolahan. 2. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang

dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam limbah air tahu.

3. Biodekstran merupakan kumpulan bakteri aktif yang menguntungkan dan bersifat anaerob (dapat hidup dalam kondisi yang sangat minim oksigen) dan dapat menguraikan bahan-bahan organik yang beracun (limbah) menjadi bahan organik sederhana yang tidak dapat mencemari lingkungan dan menghilangkan bau limbahnya. Penambahan biodekstran dengan konsentrasi 2% adalah pemberian 10 mg biodekstran, penambahan biodekstran dengan 4% adalah pemberian 20 mg biodekstran, penambahan biodekstran dengan 6% adalah pemberian 30 mg biodekstran, penambahan biodekstran dengan 8% adalah pemberian 40 mg biodekstran, penambahan biodekstran dengan 10% adalah pemberian 50 mg biodekstran. Penambahan masing- masing biodekstran dimasukkan ke dalam 500 ml air limbah tahu.


(14)

4. Kadar BOD setelah perlakuan adalah jumlah BOD setelah ditambahkan dengan biodekstran.

5. Baku Mutu Air Limbah Tahu merupakan standar/batas yang diperbolehkan bagi industri tahu sebelum dibuang ke badan air berdasarkan PerMenLH Nomor 5 Tahun 2014 lampiran XVIII.

6. Limbah memenuhi syarat apabila dengan penambahan biodekstran pada air limbah kadar BOD telah memenuhi baku mutu yaitu sesuai dengan peraturan PerMenLH Nomor 5 Tahun 2014 lampiran XVIII, dimana kadar BOD maksimal 150 mg/L.

7. Limbah tidak memenuhi syarat apabila dengan penambahan biodekstran pada air limbah kadar BOD tidak memenuhi baku mutu yaitu sesuai dengan peraturan PerMenLH Nomor 5 Tahun 2014 lampiran XVIII, dimana kadar BOD maksimal 150 mg/L.

3.7 Pelaksanaan Peneltian 3.7.1 Alat dan Bahan

a. Peralatan yang digunakan 1. Beaker glass

2. Pipet volume b. Bahan yang digunakan

1. Air limbah pabrik tahu 2. Biodekstran


(15)

44

3.7.2 Prosedur Kerja

1. Tiap 500 ml air limbah ditambahkan dengan biodekstran dengan jumlah yang berbeda (2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%), kemudian di aduk.

a. onsentrasi

b. onsentrasi

c. onsentrasi

d. onsentrasi

e. onsentrasi

2. Kemudian analisa Dissolved Oxygen (DO) :

a. Peralatan yang digunakan

i. Botol winkler 250 ml atau 300 ml ii. Buret 25 ml

iii. Pipet volume 5 ml, 10 ml, dan 50 ml iv. Pipet ukur 5 ml

v. Erlenmeyer 125 ml vi. Gelas piala 400 ml vii. Labu ukur 1000 ml b. Bahan yang digunakan

i. Mangan Sulfat, MnSO4.4H2O; MnSO4.2H2O atau MnSO4.H2O ii. Air suling

iii. Natrium Hidroksida, NaOH atau Kalium Hidroksida, KOH iv. Natrium Iodida, NaI atau Kalium Iodida, KI


(16)

v. Amilum/Kanji vi. Natrium Azida, NaN3 vii. Asam Salisilat

viii. Asam Sulfat, H2SO4 pekat

ix. Sodium thiosulfat, Na2S2O3.5H2O x. Kalium dikromat K2Cr2O7

c. Persiapan Pembuatan Pereaksi i. Larutan Mangan Sulfat

Larutkan 480 g MnSO4.4H2O atau 400 g MnSO4.2H2O, atau 364 g MnSO4.H2O dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 ml, tepatkan sampai tanda tera

ii. Larutan Alkali Iodida Azida

Larutkan 500 g NaOH atau 700 g KOH dan 135 g NaI atau 150 g KI dengan air suling, encerkan sampai 1000 ml. Tambahkan larutan 10 g NaN3 dalam 40 ml air suling.

iii. Larutan Kanji (Amilum)

Larutkan 2 g amilum dan 0,2 g asam salisilat, HOC6H4COOH sebagai pengawet dalam 100 ml air suling yang dipanaskan (mendidih)

iv. Larutan Sodium Thiosulfat 0,025 N

Timbang 6,205 g Na2S2O3.5H2O dan larutkan dengan air suling yang telah dididihkan (bebas oksigen), tambahkan 1,5 ml NaOH 6N atau 0,4g NaOH dan encerkan hingga 1000 ml. Lakukan standarisasi


(17)

46

v. Larutan Baku Kalium Dikromat, K2Cr2O7 0,025 N

Larutkan 1,2259 g K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada 150oC) selama 2 jam dengan air suling dan tepatkan sampai 1000 ml

d. Standarisasi Larutan Natrium Thiosulfat

i. Larutkan 4,904 g K2Cr2O7 dalam air suling dan larutkan hingga 1000 ml untuk mendapatkan larutan 0,1 N. Simpan di dalam botol tertutup ii. Ke dalam 80 ml air suling, tambahkan sambil diaduk 1 ml H2SO4

pekat 10 ml 0,1 N K2Cr2O7 dan 1 g KI, aduk dan simpan di tempat gelap selama 6 menit

iii. Titrasi dengan 0,1 Na2S2O3 sampai warna kuning pucat

iv. Hitung normalitas larutan Na2S2O3 dengan rumus sebagai berikut: a

Dimana :

N adalah normalitas Na2S2O3 V1 adalah ml Na2S2O3

V2 adalah ml K2Cr2O7 yang digunakan N2 adalah normalitas larutan K2Cr2O7 e. Prosedur Analisa

i. Ambil sampel yang sudah disiapkan

ii. Tambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml alkali iodida azida dengan ujung pipet tepat di atas permukaan larutan

iii. Tutup segera dan homogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna iv. Biarkan gumpalan mengendap 5 menit sampai dengan 10 menit


(18)

v. Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat, tutup dan homogenkan hingga endapan larut sempurna

vi. Pipet 50 ml, masukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml

vii. Titrasi dengan Na2S2O3 dengan indikator amilum/kanji sampai warna biru tepat hilang.

f. Perhitungan

ksigen terlarut mg

Dengan pengertian : V = ml Na2S2O3

F = factor (volume botol dikurangi volume pereaksi MnSO4 dan alkali iodida azida)

3. Kemudian analisa Biological Oxygen Demand (BOD) a. Peralatan yang digunakan

i. Botol winkler 250 ml atau 300 ml ii. Aerator

iii. Buret iv. Erlenmeyer b. Bahan yang digunakan

i. Air Suling

ii. Larutan Buffer Fosfat

Larutkan 2,125 g KH2PO4, 5,4 g K2HPO4, 8,35 g Na2HPO4.7H2O,0,43 g NH4Cl ked dalam labu ukur 250 ml, tepatkan dengan air suling


(19)

48

iii. Larutan Magnesium Sulfat

Larutkan 5,625 g MgSO4.7H2O ke dalam labu ukur 250 ml, tepatkan dengan air suling sampai tanda tera

iv. Larutan Kalsium Klorida, CaCl2

Larutkan 6,875 g CaCl2 anhidrat ke dalam labu ukur 250 ml, tepatkan dengan air suling sampai tanda tera

v. Larutan Besi (III) Klorida, FeCl3

Larutkan 0,0625 g FeCl3.6H2O ke dalam labu ukur 250 ml, tepatkan dengan air suling sampai tanda tera

vi. Larutan H2SO4 1 N dan NaOH 1 N Untuk menetralkan pH sampel c. Prosedur Analisa

i. Berdasarkan hasil pengukuran DO segera (di lapangan), bisa kita ketahui berapa kali pengenceran yang harus dilakukan terhadap sampel, sesuai table berikut :

Tabel 3.1 Pengenceran yang Harus Dilakukan Terhadap Sampel

NO HARGA DO SEGERA, mg/L PENGENCERAN

1 8-9 1 kali

2 6-8 2-5 kali

3 5-6 5-10 kali

4 3-5 10-15 kali

5 1-3 15-20 kali

6 0-1 20-25 kali

7 0-0,1 25-100 kali

Sumber : Noviandi, 2009

ii. Disiapkan air pengencer, dimana untuk setiap 1 L air suling ditambahkan 1 ml buffer fosfat, 1 ml larutan CaCl, 1 ml larutan


(20)

MgSO4, 1 ml FeCl3. Campuran tersebut di aerasi dengan aerator selama 30 menit, tutup

iii. Sampel yang sudah diencerkan dipindahkan ke dalam 2 botol winkler 300 ml (hati-hati, jangan sampai terjadi aerasi). 1 botol lagi untuk ditentukan DO 0 hari (segera)

d. Perhitungan

Simbol dalam perhitungan :

i. DO sampel (0) = a mg/L

ii. DO larutan pengenceran (0) = b mg/L

iii. DO sampel (5) = c mg/L

iv. DO larutan pengenceran (5) = d mg/L

BOD larutan pengencer (5) = (b-d) x koreksi volume pengencer

BOD sampel (5) = (a-c) – BOD larutan pengencer (5) x faktor pengenceran

3.7.3 Replikasi atau Pengulangan

Jumlah replikasi ditentukan oleh rumus : (t-1)(r- ≥ 5 Hanafiah, 005 , dimana :

t : Jumlah perlakuan

r : Replikasi/jumlah pengulangan

Jumlah perlakuan adalah 6, yang terdiri dari :

1. Perlakuan dengan penambahan biodekstran 2% untuk 500 ml air limbah 2. Perlakuan dengan penambahan biodekstran 4% untuk 500 ml air limbah


(21)

50

4. Perlakuan dengan penambahan biodekstran 8% untuk 500 ml air limbah 5. Perlakuan dengan penambahan biodekstran 10% untuk 500 ml air limbah 6. Perlakuan tanpa penambahan biodekstran

Sehingga perhitungannya sebagai berikut : (t-1)(r-1) ≥ 5

(6-1)(r-1) ≥ 5 5 (r-1) ≥ 5 5r – 5 ≥ 5

5r ≥ 0

r ≥

Jadi pengulangan dilakukan sebanyak 4 kali untuk tiap-tiap perlakuan.

3.8 Analisis Data

3.8.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahawa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian dilakukan terhadap data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan kriteria pengujian yaitu jika nilai p (signifikansi) < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal dan jika nilai p > 0,05 maka data berdistribusi normal.

Apabila hasil uji menunjukkan sebaran data berdistribusi normal, maka dapat langsung dilanjutkan dengan uji anova. Jika sebaran data tidak normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik (uji kruskal-wallis).


(22)

3.8.2 Uji Anova

Uji one way anova yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kadar BOD, pada berbagai konsentrasi biodekstran yang telah ditambahkan dalam air limbah tahu.

3.8.3 Uji Lanjutan (Post Hoc Test)

Uji lanjutan (Post Hoc Test) dilakukan jika hasil uji anova menunjukkan adanya perbedaan rata-rata kadar BOD setelah ditambahkan biodekstran. Post hoc test digunakan karena uji anova hanya memberikan informasi tentang ada tidaknya beda antar rata-rata dari keseluruhan perlakuan, namun belum memberkan informasi tentang ada tidaknya perbedaan antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lainnya. Salah satu post hoc test yang dapat digunakan adalah prosedur uji tukey atau metode uji LSD (Least Significance Different).


(23)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada salah satu industri tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia. Industri tersebut merupakan industri tahu berskala kecil dengan pemakaian kedelai sebesar 1,5 ton dan dapat menghasilkan 650 papan tahu per hari dimana hasil produksinya dijual ke pasar-pasar di daerah sekitarnya dengan harga sebesar Rp 21.000,-/papan. Industri ini memiliki pekerja sebanyak 25 orang dan sudah berjalan lebih dari 20 tahun dimana tiap tahunnya kebutuhan bahan baku mengalami peningkatan. Industri kecil ini berproduksi setiap hari dari mulai pukul 08.00-18.00 WIB dimana kebutuhan air paling banyak digunakan dalam proses penggilingan kedelai sampai menghasilkan bubur tahu. Limbah cair yang dihasilkan dibuang secara langsung ke selokan di lingkungan sekitar pabrik yang bermuara ke badan air sehingga mengganggu estetika lingkungan sekitar.

Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Kimia BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit) Kelas I Medan. BTKL Medan didirikan pada tahun 1998 berdasarkan surat Kepmenkes 392/MENKES/SK/IV/1998. BTKL Medan berubah menjadi BTKLPP Kelas I Medan pada tahun 2004. Lokasi BTKLPP Kelas I Medan saat ini terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim No. 15 Medan. BTKLPP Kelas I Medan merupakan UPT (Unit Pelaksana Teknis) di lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian


(24)

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang saat ini dikepalai oleh Dr. Dra. Indah Anggraini, M.Si.

4.2 Hasil Kadar BOD pada Air Limbah Pabrik Tahu

Sampel air limbah diambil langsung dari outlet pembuangan dan belum mendapatkan pengolahan terlebih dahulu. Sampel diambil dengan menggunakan jeriken plastik dengan volume 5 Liter. Sampel diperiksa di Laboratorium BTKLPP Kelas I Medan. Hasil pemeriksaan BOD sebelum perlakuan yaitu 538,6 mg/L. Nilai ini masih tinggi dan melewati nilai baku mutu yaitu 150 mg/L.

4.3 Hasil Kadar BOD pada Air Limbah Pabrik Tahu Setelah Penambahan Biodekstran

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penambahan biodekstran dalam menurunkan kadar BOD pada air limbah pabrik tahu. Konsentrasi yang diberikan sebagai perlakuan pada penelitian adalah 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% dengan 4 kali pengulangan. Adapun hasil kadar BOD dari setiap perlakuan dapat dilihat pada table 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Kadar BOD pada Air Limbah Pabrik Tahu dari Berbagai Konsentrasi

Pengulangan Konsentrasi Biodekstran (mg/L) Baku Mutu Kadar BOD

2% 4% 6% 8% 10%

1 184 150,3 118,8 98,53 82,78

150 mg/L 2 156,47 145,22 129,47 103,22 101,72

3 184,04 169,04 156,29 134,54 122,54 4 156,62 148,37 123,62 101,12 92,87

Pada tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kadar BOD pada air limbah pabrik tahu dengan berbagai konsentrasi dan 4 kali pengulangan menunjukkan hasil yang berbeda. Kadar BOD tertinggi terlihat pada konsentrasi 2% di pengulangan ketiga


(25)

54

yaitu 184,04 mg/L. Sedangkan kadar BOD terendah terlihat pada konsentrasi 10% di pengulangan pertama yaitu 82,78 mg/L.

4.4 Penurunan Kadar BOD Setelah Perlakuan

Kadar BOD mengalami penurunan setelah perlakuan. Persentase penurunan dihitung berdasarkan perbandingan kadar BOD sebelum perlakuan dikurangi rata-rata kadar BOD setelah perlakuan terhadap kadar BOD sebelum perlakuan. Adapun rata- rata kadar BOD setelah perlakuan dan persentase penurunan dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2 Persentase Penurunan Kadar BOD setelah perlakuan Perlakuan

Kadar BOD Sebelum Perlakuan

(mg/L)

Rata-Rata Kadar BOD Setelah Perlakuan (mg/L)

Persentase Penurunan Kadar BOD (%)

2% 538,6 170,28 68,4

4% 538,6 153,23 71,6

6% 538,6 132,05 75,5

8% 538,6 109,35 79,7

10% 538,6 99,98 81,4

Pada tabel 4.2 terlihat bahwa persentase penurunan kadar BOD terendah terjadi pada perlakuan dengan konsentrasi 2% yaitu 68,4% dan penurunan kadar BOD tertinggi terjadi pada perlakuan dengan konsentrasi 10% yaitu 81,4%. Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi yang diberikan maka semakin besar pula hasil penurunan kadar BOD yang didapat.


(26)

Gambar 2. Grafik Penurunan Kadar BOD Setelah Diberi Perlakuan

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi biodekstran yang diberikan maka semakin tinggi pula penurunan kadar BOD pada air limbah pabrik tahu. Jumlah penurunan kadar BOD berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi biodekstran yang diberikan.

4.5 Analisis Statistik

Hasil penelitian kemudian dianalisis menggunakan uji One Way Anova dan uji lanjutan LSD (Least Significance Different). Terlebih dahulu data yang ada diuji normalitas dan homogenitas variannya, dan didapatkan p-value untuk hasil uji normalitas data > 0,05 yang artinya data berdistribusi normal, sedangkan untuk uji homogenitas juga didapatkan p-value > 0,05 yang artinya varians bersifat homogen. Data penelitian yang diperoleh berdistribusi normal dan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

2% 4% 6% 8% 10%

Juml ah P enurun an K adar B O D ( % )


(27)

56

memiliki varians yang homogen, maka dari itu sudah memenuhi syarat untuk dilanjutkan analisis menggunakan uji One Way Anova.

4.5.1 Hasil Uji One Way Anova

Uji Anova Satu Arah (One Way Anova) dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kadar BOD pada air limbah pabrik tahu dengan berbagai konsentrasi biodekstran.

Tabel 4.3 Hasil Uji One Way Anova kadar BOD Air Limbah Pabrik Tahu dengan Berbagai Konsentrasi Biodekstran

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas (df)

Kuadrat Tengah

(Mean Square) P

Kadar BOD 13799,753 4 3449,938 0,0001

3657,361 15 243,824

Total 17457,114 19

Berdasarkan hasil uji One Way Anova diperoleh p-value < 0,000 < α 0,05 untuk kadar BOD secara keseluruhan, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan rerata antara kadar BOD pada air limbah pabrik tahu dengan berbagai konsentrasi biodekstran.

4.5.2 Hasil Uji LSD (Least Significance Different)

Uji One Way Anova hanya memberikan indikasi tentang ada tidaknya beda antar rata-rata dari keseluruhan perlakuan, namun belum memberikan informasi tentang ada tidaknya perbedaan signifikan antar rata-rata perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lainnya, maka dari itu perlu dilakukan uji lanjutan (Post Hoc Test). Uji LSD merupakan salah satu uji lanjutan yang dapat digunakan untuk menentukan apakah rata-rata beberapa perlakuan tersebut berbeda secara statistik atau tidak. Hasil uji LSD dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(28)

Tabel 4.4Hasil Uji LSD (Least Significance Different) kadar BOD Air Limbah Pabrik Tahu dengan Berbagai Konsentrasi Biodekstran Konsentrasi Biodekstran Beda Rerata (I-J) P Konsentrasi (I) Konsentrasi (J)

2% 4% 17,050000 0,143

6% 38,237500* 0,003

8% 60,930000* 0,000

10% 70,305000* 0,000

4% 6% 21,187500 0,074

8% 43,880000* 0,001

10% 53,255000* 0,000

6% 8% 22,692500 0,058

10% 32,067500* 0,011

8% 10% 9,375000 0,409

Keterangan : Tanda (*) = berbeda nyata (p-value < 0,05)

Tabel 4.4 menunjukkan beberapa pasangan konsentrasi memiliki p-value < 0,05, maka Ho ditolak yang berarti ada perbedaan nyata penambahan biodekstran masing-masing konsentrasi terhadap penurunan kadar BOD, sedangkan sebagian pasangan konsentrasi memiliki nilai p-value > 0,05, maka Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan nyata penambahan masing-masing konsentrasi biodekstran terhadap penurunan kadar BOD.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji LSD terhadap konsentrasi maka dapat dilihat bahwa perbandingan penurunan kadar BOD pada seluruh konsentrasi adalah berbeda nyata. Dimana perbandingan rata-rata antara konsentrasi 2% dengan 6% berbeda nyata dengan nilai 0,003, antara 2% dengan 8% berbeda nyata dengan nilai 0,0001, antara 2% dengan 10% berbeda nyata dengan nilai 0,0001. Perbandingan antara konsentrasi 4% dengan 8% berbeda nyata dengan nilai 0,001, antara 4% dengan 10% berbeda nyata dengan nilai 0,0001. Perbandingan antara konsentrasi 6% dengan 10% berbeda nyata dengan


(29)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pemeriksaan Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia

Pemeriksaan BOD dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar BOD air limbah sebelum dilakukan penambahan biodekstran sebesar 538,6 mg/L. Nilai ini masih tinggi dibandingkan dengan kadar BOD yang diperbolehkan menurut PerMenLH No.5 Tahun 2014 lampiran XVIII tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kedelai yaitu 150 mg/L.

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan 5 jenis konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% biodekstran dan 1 kontrol dengan masing-masing pengulangan sebanyak 4 kali, menunjukkan bahwa kadar BOD pada air limbah pabrik tahu mengalami penurunan dimana penurunan tertinggi terjadi pada konsentrasi 10% sebesar 81,4% dengan nilai rata-rata BOD 99,98 mg/L. Nilai tersebut telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 150 mg/L. Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang tinggi berupa protein 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10% (Nuraida dalam Suhermanto, 2003). Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung nilai BOD yang tinggi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muhajir (2013), yang menunjukkan kadar BOD pada industri tahu tanpa pengolahan masih


(30)

Menurut Chahaya (2007), Biological Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah, mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat di air lingkungan jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Hal tersebut diakibatkan kandungan senyawa organik pada limbah cair maka jika limbah tersebut langsung dibuang ke badan air akan terjadi proses penguraian dalam suasana anaerobik oleh bakteri anaerob yang menimbulkan bau busuk dan warna abu-abu sampai hitam pada air (Darsono, 2007). Selain itu, makhluk yang hidup di air yang membutuhkan oksigen seperti ikan, udang, kerang, dan mikroorganisme akan mati diakibatkan rendahnya persediaan oksigen terlarut.

Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan merupakan tempat yang subur untuk berkembang biaknya mikroorganisme termasuk mikroba patogen. Mikroba patogen yang berkembang biak dalam air tercemar menimbulkan berbagai macam penyakit dan semuanya merupakan penyakit yang dapat menular dengan mudah apabila air yang tercemar tersebut dimanfaatkan oleh manusia seperti keracunan bahan-bahan kimia, penyakit kulit, penyakit rongga mulut dan dapat menyebabkan kanker jika terakumulasi secara terus menerus (Wardhana, 2001).

Limbah cair industri tahu yang terus-menerus dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menurunkan kehidupan akuatik di dalam air, berkembangnya


(31)

60

konsumsi dan kebutuhan sanitasi hingga menurunkan derajat kesehatan masyarakat.

5.2 Keefektivitasan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological

Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu

Nilai BOD merupakan gambaran mengenai banyaknya jumlah oksigen yang dibutuhkan bagi stabilitas bahan-bahan organik oleh aktivitas mikroorganisme aerob. Proses stabilisasi secara aerob akan mengakibatkan sel-sel mikroorganisme mengkonsumsi protoplasmanya sendiri sedangkan jaringan sel teroksidasi menjadi karbondioksida, air dan amonia dan hanya sekitar 20-25 % bahan organik yang tidak terurai secara biologis (Santoso dan Gading dalam Suyata, 2009).

Kadar BOD pada air limbah pabrik tahu setelah diberi penambahan biodekstran yang telah memenuhi standar baku mutu yaitu pada konsentrasi 6% menunjukkan rata-rata kadar sebesar 132,05 mg/L dengan penurunan sebesar 75,5%, pada konsentrasi 8% menunjukkan rata-rata kadar sebesar 109,35 mg/L dengan penurunan sebesar 79,7%, pada konsentrasi 10% menunjukkan rata-rata kadar sebesar 99,98 mg/L dengan penurunan sebesar 81,4%. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 150 mg/L.

Penurunan kadar BOD pada air limbah dilakukan dengan penambahan biodekstran. Biodekstran merupakan kumpulan bakteri aktif yang menguntungkan dan bersifat anaerob dan dapat menguraikan bahan-bahan organik yang beracun menjadi bahan organik sederhana yang tidak dapat mencemari lingkungan dan menghilangkan bau limbahnya.


(32)

Setelah pengolahan menggunakan biodekstran, sebagian besar nilai BOD telah memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan. Penurunan ini disebabkan karena adanya kandungan bakteri pengurai,yaitu Nitrobacter sp, Nitrosomonas sp, Bacillus sp, dan Pseudomonas sp yang masing-masing fungsinya adalah Nitrobacter sp dapat merubah senyawa amonia menjadi nitrit, Nitrosomonas sp dapat merubah senyawa nitrit menjadi nitrat, Bacillus sp dapat merubah senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas dan menguraikan senyawa organik (karbohidrat, lemak, dan protein) menjadi senyawa yang sederhana dan larut dalam air, dan Pseudomonas sp dapat menguraikan amonia dan nitrogen.

Mikroorgansime mendekomposisi limbah cair industri tahu secara optimal. Untuk mendekomposisi limbah organik, mikroorganisme harus mempunyai oksigen yang cukup. Perombakan bahan organik secara bakterial dengan tersedianya cukup oksigen akan berlangsung proses dekomposisi secara aerobik yang pada umumnya tidak menghasilkan zat-zat toksik bagi organisme akuatik. Sebaliknya apabila tidak tersedia cukup oksigen maka akan berlangsung perombakan secara anaerobik dan dihasilkan H2S dan amoniak yang bersifat toksik bagi organisme akuatik (Dahuri dalamWidodo, 2005).

Proses perombakan secara bakterial diawali dengan memecah limbah organik mencapai ukuran yang lebih kecil sampai memungkinkan bagi organisme untuk melakukan metabolisme dan proses ini diperlukan waktu adaptasi sehubungan dengan karakteristik limbah tersebut (Pike dalamSuwarso, 2004).


(33)

62

tersebut membuktikan bahwa biodekstran dapat menguraikan senyawa organik pada limbah cair tahu, maka jika limbah cair dibuang ke badan air tidak akan memberi dampak negatif terhadap makhluk yang hidup di dalam air dan masyarakat sekitarnya dikarenakan kadar BOD tidak melebihi baku mutu yang diperbolehkan.


(34)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas penambahan biodekstran dalam menurunkan kadar BOD (Biological Oxygen Demand) pada air limbah pabrik tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia dapat diambil kesmpulan sebagai berikut :

1. Kadar BOD pada air limbah pabrik tahu sebelum diberikan perlakuan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan sebesar 538,6 mg/L. Nilai tersebut masih melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh PerMenLH No. 5 Tahun 2014 lampiran XVIII yaitu 150 mg/L.

2. Kadar BOD pada air limbah pabrik tahu setelah diberi penambahan biodekstran yang telah memenuhi standar baku mutu yaitu pada konsentrasi 6% menunjukkan rata-rata kadar sebesar 132,05 mg/L dengan penurunan sebesar 75,5%, pada konsentrasi 8% menunjukkan rata-rata kadar sebesar 109,35 mg/L dengan penurunan sebesar 79,7%, pada konsentrasi 10% menunjukkan rata-rata kadar sebesar 99,98 mg/L dengan penurunan sebesar 81,4%.

3. Adanya perbedaan yang signifikan berbagai konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% terhadap penurunan kadar BOD.

4. Penurunan kadar BOD pada air limbah pabrik tahu yang sudah efektif yaitu pada konsentrasi 6% dengan rata-rata kadar sebesar 132,05 mg/L dan


(35)

64

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi pengrajin tahu perlu untuk mengolah air limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air agar tidak memberikan dampak buruk terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Bagi pemerintah perlu untuk melakukan sosialisasi kepada pengrajin tahu tentang pengolahan air limbah tahu dengan menggunakan biodekstran agar mengurangi dampak pencemaran air.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas biodekstran dalam upaya menurunkan zat-zat kimia berbahaya yang lain pada air limbah jenis industri lainnya.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair

Menurut KepMenKes No.1204 Tahun 2004, limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.

Menurut PerMenLH No.5 Tahun 2014, limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas.

Menurut Soeparman, Soeparmin (2001), limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan. Sedangkan yang dimaksud dengan limbah cair industri adalah limbah cair yang sebagian besar terdiri dari buangan industri.

Dari beberapa defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah cair merupakan semua air buangan baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik dan industri yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif yang bebahaya bagi kesehatan.


(37)

8

2.1.1 Sumber Air Limbah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 yang dikutip oleh Mulia (2005), air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri (industry).

1. Air limbah rumah tangga

Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting: a. Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba pathogen

b. Air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor, serta kemungkinan kecil mikroorganisme.

c. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar mandi. Grey water sering juga disebut dengan istilah sullage.

2. Air limbah industri

Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat-zat yang terkandung di dalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di masing-masing industri, oleh sebab itu, dampak yang diakibatkannya juga sangan bervariasi, bergantung kepada zat-zat yang terkandung didalamnya.

2.1.2 Komposisi Air Limbah

Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya terdiri dari partikel-partikel padat terlarut dan tidak terlarut sebesar 0,1%. Partikel-partikel padat terdiri dari zat organik (± 70%) dan zat anorganik (± 30%). Zat-zat organik tersebut sebagian sudah terurai (Degredable) yang merupakan sumber makanan dan media yang baik bagi bakteri dan mikroorganisme yang lain.


(38)

Sedangkan pada zat-zat anorganik terdiri dari butiran, garam, dan logam berat yang merupakan bahan pencemar yang penting (Djabu dalam Suhermanto, 2003).

2.1.3 Parameter Air Limbah

Menurut Mulia (2005), dalam air limbah terdapat parameter-parameter yang perlu untuk diketahui. Parameter tersebut dapat menentukan kualitas dan karakteristik dari air limbah tersebut. Beberapa parameter tersebut diantaranya : 1. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram/liter yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri pada suhu 20oC selama 5 hari. Biasanya dalam waktu 5 hari, sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai. BOD hanya menggambarkan kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan organik yang dapat didekomposisikan secara biologis (biodegradable). 2. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didekomposisi secara biologis (non biodegradable). Oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel.

3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut maka


(39)

10

4. Kesadahan (Hardness)

Kesadahan adalah gambaran kation logam divalent (valensi 2) yang terdapat dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat dalam air membentuk endapan atau karat paada peralatan logam.

5. Settleable Solid

Settleable solid adalah lumpur yang mengendap dengan sendirinya pada kondisi yang tenang selama 1 jam secara gaya beratnya sendiri.

6. TSS (Total Suspended Solid)

TSS adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron. Material tersuspensi dapat dibagi menjadi zat padat dan koloid.

7. Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid dalam air.

2.1.4 Proses Pengolahan Limbah Cair

Tujuan utama pengolahan limbah cair adalah mengurangi kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD), Suspended Solids (SS), dan organisme patogen (Klei& Sundstorm dalam Soeparman, Soeparmin, 2001). Selain tujuan di atas, pengolahan limbah cair dibutuhkan untuk menghilangkan kandungan nutrien, bahan kimia beracun, senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis (non biodegrable), dan padatan terlarut.


(40)

Menurut Soeparman, Soeparmin (2001), proses pengolahan limbah cair umumnya dibagi mejadi 4 kelompok yaitu :

1. Pengolahan pendahuluan

Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah :

a. Saringan (bar Screen /bar racks) untuk menghilangkan padatan kasar b. Pencacah (comminutor) untuk memotong padatan tersaring.

c. Bak penangkap pasir (grit chamber) untuk mengendapkan partikel padat yang terkandung dalam air buangan.

d. Penangkap lemakdan minyak (skimmer and grease trap) untuk mengapungkan cairan dan mengurangi padatan.

e. Bak penyetaraan (equalization basin) untuk meredam fluktuasi sehingga menjadi stabil.

2. Pengolahan tahap pertama

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengendapkan partikel yang terdapat dalam efluen pengolahan pendahuluan, sehingga pengolahan tahap pertama sering disebut proses sedimentasi. Pada proses ini limbah cair mengalir ke dalam tangki ataupun ke bak pengendap dengan kecepatan aliran sekitar 0,9 cm/detik sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi. Akibatnya, limbah cair menjadi lebih jernih.


(41)

12

Oleh karena proses ini menyebabkan limbah cair menjadi jernih, maka tangki pengendapan ini disebut Clafirier. Karena hal ini terjadi pada bak pengendap awal, maka disebut dengan “Primary Clarifier”. Dibagian dasar tangki atau bak pengendap ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi. Tahap selanjutnya, lumpur yang terkumpul dipompa atau dipindahkan secara manual ke unit pengolahan lumpur.

Efisiensi tangki sedimentasi dalam pengurangan kandungan BOD maupun SS bergantung pada beban permukaan maupun waktu penahanan yang dilakukan. Dalam tangki dengan waktu penahanan 2 jam, diperkirakan 60% padatan tersuspensi (SS) dari limbah cair yang masuk mengendap dalam tangki. Pengendapan ini mengakibatkan berkurangnya kandungan BOD sebesar ± 30%. Jumlah BOD yang dapat dikurangi sangat bergantung pada jumlah BOD yang terkandung dalam zat yang terendap. Bagian air yang jernih di permukaan tangki selanjutnya mengalir keluar melewati alat ukur debit menuju pengolahan tahap kedua.

3. Pengolahan tahap kedua

Pengolahan tahap kedua disebut juga pengolahan secara biologis (Biological Treatment) karena pada tahap ini memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan limbah cair dalam bentuk bahan organik terlarut menjadi produk yang lebih sederhana dan partikel yang dapat mengendap. Produk yang dihasilkan disebut lumpur aktif.

Proses pengolahan ini merupakan tahapan penting dalam rangkaian proses pengolahan limbah cair. Hal ini disebabkan pada tahap inilah terjadi reduksi zat


(42)

organik yang sesungguhnya. Efluen dari tahap ini seharusnya dibuang ke badan air penerima sesuai dengan kelas badan air tersebut. Jika efluen dari pengolahan tahap kedua akan dimanfaatkan kembali atau badan air penerima menuntut persyaratan yang ketat, maka diperlukan pengolahan tahap ketiga. Selain itu, pada pengolahan tahap kedua ini, proses desinfeksi diperlukan jika kandungan mikroorganisme dalam efluen tidak memenuhi standar.

Agar diperoleh hasil yang memuaskan dalam proses pengolahan secara biologis, perlu diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut :

a. Konsentrasi mikroorganisme yang tinggi dalam reaktor. b. Kontak yang cukup antara influen dengan mikroorganisme.

c. Kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme saat reaksi berlangsung.

d. Pemisahan mikroorganisme dari efluen mudah dilakukan

Berdasarkan teknik pengendalian (immobilisasi) mikroorganisme dalam media yang digunakan, pengolahan limbah cair secara biologis dapat dikelompokkan menjadi suspended growth processes dan attached growth processes.

a. Suspended growth processes

Suspended growth processes adalah proses pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme pengurai zat organik yang tersuspensi dalam limbah cair yang diolah. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain proses lumpur aktif (activated sludge processes) dan kolam stabilisasi /oksidasi (waste


(43)

14

1. Pengolahan dengan proses lumpur aktif (activated sludge processes) Sistem pengolahan lumpur aktif adalah pengolahan dengan cara membiakkan bakteri aerobik dalam tangki aerasi yangbertujuan untuk menurunkan organik karbon atau organik nitrogen. Dalam penurunan organik karbon, bakteri yang berperan adalah bakteri heterotropik. Sumber energi berasal dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon yang berasal dari organik karbon.BOD atau COD dipakai sebagai ukuran atau satuan yang menyatakan konsentrasi organik karbon, yang selanjutnya disebut subtrat.

2. Kolam stabilisasi/oksidasi (waste stabilization ponds = oxydation ponds) Kolam oksidasi mirip kolam dangkal yang luas, biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman hanya 1 – 1,5 m. Pada proses ini, seluruh limbah cair diolah secara alamiah dengan melibatkan ganggang hijau, bakteri, dan sinar matahari. Kolam oksidasi ini dapat digunakan untuk megolah limbah cair yang berasal dari rumah tangga ataupun kotoran dari kakus.

Kolam ini merupakan cara yang paling ekonomis untuk pengolahan limbah cair selama luas tanah memungkinkan dan harganya relatif murah. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ini antara lain pemeliharaanya mudah dan murah.

Bakteri fekal dan bakteri patogen hilang karena kekurangan makanan atau efek-efek lainnya yang tidak menguntungkan. Dengan demikian, periode tinggal limbah cair dalam kolam merupakan faktor yang menentukan walaupun faktor-faktor lainnya, seperti temperatur, radiasi sinar ultra violet, dan konsentrasi algae juga memegang peranan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecepatan


(44)

pengurangan bakteri terutama bergantung pada temperatur dan algae. Menaikkan kedua hal ini akan meningkatkan kecepatan pengurangan bakteri fekal. Dengan demikian, kolam oksidasi merupakan cara yang dianjurkan untuk pegolahan limbah cair di negara-negara yang sedang berkembang yang beriklim tropis, dimana tanah masih cukup memungkinkan.

b. Attached growth processes

Attached growth processes adalah pengolahan yang memanfaatkan mikroorganisme yang menempel pada media yang membentuk lapisan film untuk menguraikan zat organik. Proses ini sering disebut juga dengan fix–bed. Influen akan melakukan kontak dengan media ini sehingga terjadi proses biokimia. Akibatnya, bahan organik yang ada pada limbah cair tersebut dapat diturunkan kandungannya.

4. Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan

Pengolahan tahap ketiga disebut juga pengolahan lanjutan. Proses ini disebut pengolahan tahap ketiga karena mengolah efluen dari pengolahan tahap kedua. Apabila proses ini mengacu pada metode dan proses pengolahan kontaminan tertentu yang tidak tertangani pada tahap pengolahan konvensional sebelumnya, maka proses ini disebut pengolahan lanjutan (Advanced Treatment). Kontaminan tersebut misalnya senyawa fosfat, senyawa nitrogen, dan sebagian berupa padatan tersuspensi (SS).

Menurut Okun dan Ponghis yang dikutip dari Soeparman, Soeparmin (2001), proses pengolahan tahap ketiga yang dapat mengurangi kontaminan


(45)

16

a. Koagulasi dan sedimentasi b. Absorpsi

c. Elektrodialisis

d. Nitrifikasi dan denitrifikasi e. Osmosis balik

f. Pertukaran ion

2.2 Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi sebab bahan baku pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Tahu merupakan hasil dari proses penggumpalan protein susu kedelai, kedelai mengandung protein, karbohidrat, lemakdan zat-zat mineral seperti kalium, pospor, magnesium serta vitamin anti beri-beri (Perangin-angin, 2005).

Menurut kastyanto yang dikutip oleh Perangin-angin (2005), 1 kg kedelai mengandung :

1. Protein : 300-400 gram (40%) 2. Karbohidrat : 200-350 gram (35%) 3. Lemak : 150-200 gram (20%)

Menurut Santoso yang dikutip oleh Raudhah (2012), prinsip pembuatan tahu adalah mengekstrak protein kedelai melalui penggilingan biji kedelai menggunakan air. Protein-nabati dalam bahan baku diekstrasi secara fisika dan digumpalkan dengan koagulan asam cuka (CH3COOH) dan batu tahu (CaSO4 nH2O). Tiap tahapan proses umumnya menggunakan air sebagai bahan pembantu dalam jumlah yang relatif banyak.


(46)

Tabel 2.1. Analisis Perkiraan Kebutuhan Air Pada Pengolahan Tahu Dari 3Kg Kedelai

NO TAHAP PENGOLAHAN KEBUTUHAN AIR (LITER)

1 Pencucian 10

2 Perendaman 12

3 Penggilingan 3

4 Pemasakan 30

5 Pencucian Ampas 50

JUMLAH 135

Sumber : Nuraida dikutip oleh Pohan, 2008

Dari tabel 2.1, dapat dilihat bahwa kebutuhan air pada pembuatan tahu dari 3 kg kedelai paling banyak terdapat pada tahap pengolahan pencucian ampas yaitu 50 liter dan penggunaan air yang paling sedikit yaitu pada tahap penggilingan.

Menurut Kastyanto yang dikutip oleh parangin-angin (2005), tahap - tahap yang dilakukan dalam proses pembuatan tahu adalah:

a. Pemilihan kedelai

Untuk menghasilkan tahu yang berkualitas, maka kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tahu harus berkualitas baik pula. Untuk membuat tahu, kedelai putih (kuning) harus bersih, biji-bijinya besar, kulitnya halus dan bebas dari kerikil atau campuran lain-lain.

b. Perendaman kedelai

Setelah pemilihan kedelai selesai, kedelai tersebut dicuci dan direndam dalam bak air selama 6-7 jam, agar cukup empuk untuk digiling. Bak terbuat dari semen, seperti bak air kamar mandi dan harus tersedia cukup banyak air. Selama direndam, kedelai akan menjadi mekar dan kulitnya dapat dengan mudah dilepas.


(47)

18

c. Penggilingan kedelai

Kedelai yang telah cukup empuk kemudian dipindahkan kedalam tong kayu yang diletakkan di dekat batu penggiling agar mudah dan cepat mengambil kedelainya. Dengan menggunakan gayung atau sendok besar, kedelai rendaman itu sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam lubang bagian atas batu gilingan yang terus berputar. Karena batu gilingan bagian atas terus berputar cepat, kedelai yang masuk kedalamnya tergiling sampai halus, hingga menjadi bubur. Bubur putih itu mengalir dengan sendirinya kedalam tong penampung.

d. Perebusan bubur kedelai

Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai. Untuk merebus digunakan wajan dengan ukuran yang besar. Karena bubur kedelai tersebut masih kental, maka untuk merebusnya perlu ditambah air. Ukurannya satu takaran bubur kedelai dicampur satu takaran air panas. Api tungku atau kompor tidak boleh terlampau kecil. Harus dijaga agar api tetap besar sehingga bubur cepat mendidih. Bubur yang dipanasi itu membusa seluruhnya. Busanya naik makin lama bertambah tinggi. Agar busa tidak tumpah, bubur diaduk-aduk sehingga busa kembali turun. boleh juga ditambahkan air panas sedikit–sedikit. Tidak beberapa lama kemudian bubur tersebut membusa kembali dan diaduk kembali agar busa menurun. Setelah bubur membusa dua kali, maka bubur diangkat dari wajan. Perlu diperhatikan jika bubur direbus terlalu lama, maka tahu yang akan dihasilkan tidak seperti yang diharapkan.


(48)

e. Penyaringan bubur

Bubur yang masih mendidih segera diturunkan dan disaring, untuk menyaringnya digunakan kain belacu atau mori kasar yang telah diletakkan pada sangkar bambu. Sangkar bambu diletakkan sedemikian rupa agar kuat menahan bubur panas yang dituangkan pada saringan tersebut. Jika dalam proses penyaringan tidak lagi mengandung sari tahu pada bubur kedelai ditandai dengan warna yang menjadi bening, maka ampas tahu dapat dibuang. Penyaringan ini dilakukan berkali-kali hingga bubur kedelai habis.

f. Pengendapan air tahu

Cairan dari proses penyaringan tadi merupakan cairan yang nantinya akan menjadi tahu. Untuk menghasilkan tahu, cairan tersebut harus dicampuri dengan asam cuka. Agar tahu yang dihasilkan tidak menjadi asam, maka harus diperhitungkan sedemikian rupa ukuran pencampur asam cuka. Jika dalam campuran tersebut telah timbul jonjot (gumpalan putih), biarkan hingga dingin dan gumpalan tersebut pun mengendap.

g. Pencetakan

Gumpalan putih yang sudah mengendap lalu dicetak menjadi tahu. Alat cetak yang digunakan biasanya dibuat dari kayu berbentuk kotak persegi. Sebelum endapan tahu dituangkan ke dalam kotak, sebagai alasnya dihamparkan kain belacu lalu kotak diisi dengan gumpalan tahu hingga penuh, kemudian diletakkan papan penutup kotak yang besarnya persis sama dengan kotak itu agar dapat menekan adonan tahu bila dipasang pada meja pengempaan. Pengempaan


(49)

20

pengempa yang mampu menekan tutup kotak sedemikian rupa hingga air yang masih tercampur dalam adonan terperas habis. Pengempan ini dilakukan selama kurang lebih satu menit lalu dibuka sehingga menjadi padat dan tercetak sesuai ukurannya. Ada juga yang dipotong-potong dengan ukuran 5 x 5 cm (ukuran umum) setelah tahu dikempa terlebih dulu.


(50)

Kedelai

Air untuk pencucian Air limbah

Kedelai Bersih

Air untuk perendaman Air Limbah

Kedelai Rendaman

Bubur Kedelai

Air

Ampas Tahu

Campuran padatan tahu dan cairan

Air Limbah

Gambar 1. Proses Pembuatan Tahu

Pencucian

Perendaman

Ditiriskan kemudian digiling dengan ditambah air

Perebusan

Penyaringan

Pengendapan air tahu

Pembuangan cairan

Pencetakan


(51)

22

2.3 Limbah Cair Industri Tahu

Limbah industri tahu terdiri dari 2 jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Menurut Perangin-angin (2005), limbah cair industri tahu adalah cairan sisa yang dihasilkan oleh suatu industri tahu sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang membawa bahan padat terlarut dan tersuspensi yang tidak terpakai lagi dari hasil proses pembuatan tahu. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya (Pohan, 2008).

2.3.1 Karakteristik Air Limbah Tahu

Secara umum karakteristik air buangan dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu karakteristik fisik, kimia, dan biologis.

1. Karakteristik Fisik

Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun karakteristik fisik yang penting pada limbah cair tahu adalah kandungan padatan tersuspensi yang berdampak pada efek estetika, kekeruhan, bau, warna, dan suhu.


(52)

Adapun bahan kimia penting yang terdapat di dalam limbah cair tahu pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Bahan Organik

Bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu pada umumnya sangat tinggi berupa protein 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%. b. Bahan Anorganik

Dalam proses pembuatan tahu digunakan beberapa zat-zat kimia sebagai bahan tambahan untuk membantu proses pembuatannya. Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO4 nH2O) atau asam asetat sebagai koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion logam yaitu kalsium dan sulfat (Nurhasan dan Pramudyanto dalam Raudhah, 2012).

3. Karakteristik Biologis

Kandungan bakteri patogen yaitu golongan E.Coli serta organisme lain terdapat pula dalam air buangan tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan (Sugiarto dalam Perangin-angin, 2005).

Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu

NO PARAMETER KADAR (mg/L) BEBAN (kg/ton)

1 BOD 150 3

2 COD 300 6

3 TSS 200 4

Sumber : PerMenLH Nomor 5 Tahun 2014 Lampiran XVIII

2.3.2 Dampak Air Limbah Tahu

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut


(53)

24

1. Gangguan terhadap Kesehatan

Limbah cair industri tahu termasuk ke dalam kelompok bahan buangan olahan makanan yang mengandung bahan-bahan organik. Oleh karena bahan buangan ini mengandung protein dan gugus amin maka pada saat didegradasi oleh mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk.

Air Lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan merupakan tempat yang subur untuk berkembang biaknya mikroorganisme termasuk mikroba patogen. Mikroba patogen yang berkembang biak dalam air tercemar menimbulkan berbagai penyakit dan semuanya merupakan penyakit yang dapat menular dengan mudah apabila air yang tercemar tersebut dimanfaatkan oleh manusia. Jenis-jenis mikroba patogen penyebab penyakit tersebut seperti :

a. Virus

i. Rota virus adalah penyebab penyakit diare, terutama pada anak – anak. ii. Virus hepatitis A menyebabkan penyakit hepatitis A, air sungai yang telah

tercemar virus bisa mengakibatkan wabah apabila penduduk menggunakan air tersebut untuk keperluan hidupnya.

iii. Virus Polliomyelitis menyebabkan penyakit Polliomyelitis yang sering menyerang anak-anak dan menyebabkan kelumpuhan.

b. Bakteri

i. Vibrio cholera menyebabkan penyakit cholera (kolera) yang menyerang usus halus kemudian dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat.


(54)

ii. Escherichia coli menyebabkan penyakit diare/dysentri.

iii. Salmonella spp menyebabkan keracunan makanan dan jenis bakteri terdapat pada air pengolahan.

iv. Shigella spp menyebabkan penyakit dysentri bacsillair dan terdapat pada air yang tercemar. Adapun cara penularannya melalui kontak langsung dengan kotoran manusia maupun perantara makanan, lalat, dan tanah. c. Protozoa

Entamoeba histolytica menyebabkan penyakit disentri amoeba dengan penyebaran melalui Lumpur yang mengandung kista.

d. Metazoa

i. Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit cacingan (cacing gelang) yang menyerang orang di segala usia, terutama pada anak – anak.

ii. Schistosoma spp menyebabkan penyakit schistosomiasis, akan tetapi dapat dimatikan pada saat melewati pengolahan air limbah.

iii. Taenia sppmenyebabkan penyakit cacing pita, dengan kondisi yang sangat tahan terhadap cuaca.

Selainitu,bahan anorganik yang juga terdapat pada limbah cair tahu dapat menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan jika air tersebut dimanfaatkan oleh manusia, seperti keracunan bahan-bahan kimia, penyakit kulit, penyakit rongga mulut dan dapat menyebabkan kanker jika terakumulasi secara terus menerus (Wardhana, 2001)


(55)

26

2. Penurunan Kualitas Lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai contoh, bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut (Dissolved Oxygen) di dalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya.

Adakalanya, air limbah juga dapat merembes ke dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukannya (Mulia, 2005).

3. Gangguan terhadap Keindahan

Kandungan zat organik dalam limbah cair tahu mengalami pembusukan sehingga akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Kandungan padatan tersuspensi menyebabkan air mengalami perubahan warna menjadi keruh atau warna lain sesuai cemaran. Hal ini menimbulkan gangguan pemandangan (Raudhah, 2012).

4. Gangguan terhadap Kerusakan Benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut maka biaya pemeliharaannya


(56)

akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material (Mulia, 2005).

Selain, keempat hal tersebut menurut Wardhana (2001), air yang tercemar oleh limbah industri menyebabkan air menjadi tidak bermanfaat lagi, hal ini merupakan kerugian yang terasa secara langsung oleh manusia. Bentuk kerugian langsung ini antara lain :

1. Air tidak dapat digunakan kembali untuk keperluan rumah tangga

Air yang telah tercemar dan kemudian tidak dapat digunakan lagi sebagai penunjang kehidupan manusia, terutama untuk keperluan rumah tangga, kondisi ini akan menimbulkan dampak sosial yang sangat luas dan butuh waktu yang lama untuk memulihkannya. Sementara air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga sangat banyak, seperti kebutuhan air untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan lain sebagaianya.

2. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan industri

Air yang tercemar tidak dapat digunakan kembali untuk menunjang keperluan industri,proses industri menjadi terganggu dengan demikian usaha untuk meningkatkan kehidupan manusia pun sulit untuk tercapai.

3. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan pertanian

Air tidak dapat digunakan lagi sebagai irigasi, untuk pengairan di persawahan dan kolam perikananan, karena adanya senyawa-senyawa anorganik yang mengakibatkan perubahan drastis pada pH air. Air yangbersifat terlalu basa atau terlalu asam akan mematikan tanaman dan hewan air.


(57)

28

2.3.3 Penanganan Limbah Tahu

Menurut Nurhasan yang dikutip oleh Suhermanto (2003), secara ideal penanganan limbah tahu untuk menurunkan kadar zat organik adalah dengan melaksanakan beberapa perlakuan, yaitu perlakuan awal, perlakuan kimia, perlakuan cara fisika dan perlakuan cara hayati.

1. Perlakuan Awal

Perlakuan awal dilakukan untuk memisahkan partikel-partikel padatan yang kasar. Biasanya pada proses pengelupasan biji, sisa-sisa tahu, sekam, abu sisa bahan bakar dan biji-bijian yang tercecer. Perlakuan awal dilakukan dengan cara menyaring atau mengayak dengan saringan kasar atau anyaman kawat tahan karat. Dapat juga dibuat dengan anyaman bambu. Kedudukan saringan yang baik adalah 45 derajat. Padatan yang terkumpul diambil secara manual dan setiap saat dibersihkan. Saringan air sebaiknya dibuat bertahap mulai dari kasar sampai pada saringan yang halus. Dengan cara ini kotoran akan tertinggal pada saringan sesuai dengan ukuran yang ada. Hal ini dapat pula mengurangi tersumbatnya kotoran, 2. Perlakuan Kimia

Perlakuan air limbah secara kimia digunakan untuk menetralisasi pada air limbah yang bersifat asam atau basa, menggumpalkan atau mengendapkan logam-logam berat, memisahkan zat koloid baik organik maupun anorganik, memisahkan minyak dan lemak terlarut dalam air, meningkatkan kerja menyaring pada proses filtrasi, dan mengoksidasi zat organik, anorganik dan racun.


(58)

a. Netralisasi

Dasar perlakuan netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa dan pH diatur netral atau pH 7. Zat-zat yang biasa digunakan dalam proses ini adalah larutan asam sulfat, asalm khlorida, asam nitrat atau asam fosfat, larutan alkali, kapur Ca(OH)2, kostik (Na(OH)) bubuk batu kapur (CaCO3) dan larutan soda abu. Perlakuan ini dapat dijalankan secara manual atau otomatis yang dijalankan bersamaan pengaturan pH dan pompa penyatu bahan kimia. Sehingga dapat dikehendaki pH yang diinginkan tanpa setiap saat diperiksa.

b. Pengendapan

Penambahan bahan kimia tidak terbatas pada penetralan air limbah, namun juga dibutuhkan untuk menetralkan logam-logam berat dijadikan ikatan garam yang mudah mengendap sehingga mudah dipisahkan antara endapan logam berat larutan jernih yang bebas logam berat. Bahan yang dapat dihilangkan dengan cara kimia antara lain logam-logam berat, sulfat, fluorida, dan phospat.

Adanya sulfat dapat merusak peralatan industri karena pada kondisi anaerob sulfat dapat menjadi asam sulfat. Untuk industri tahu yang mengeluarkan limbah sulfat yang paling tinggi adalah industri tahu yang menggunakan tawas bakar. Sulfat dapat mengendap dengan penambahan kapur dan fluorida dapat juga diendapkan oleh kapur.

c. Penggumpalan dan Flokulasi

Proses penggumpalan dan flokulasi terjadi pada zat tersuspensi atau zat koloidal halus diubah menjadi gumpalan lebih besar dan berat sehingga mudah


(59)

30

mencampur antara bahan penggumpal dan zat yang akan digumpalkan. Zat penggumpal yang banyak dijumpai di pasaran adalah Alumunium sulfat atau tawas (Al2SO4), Besi sulfat (Fe2SO4) dan Poly Alumunium Khlorida (Al8(OH)20Cl4). Penggunaan zat penggumpal tergantung pada jenis limbah, pH larutan, temperatur limbah dan konsentrasi zat penggumpal. Kemudian pengadukan lambat dimana agar terjadi flokulasi atau butiran gumpalan dari kecil bergabung menjadi lebih besar. Zat yang dapat membantu dalam proses flokulasi adalah Poly Acrylamid, Polyethylene oxide, Polyethylene Amine. Setelah terjadi gumpalan-gumpalan yang besar akhirnya diendapkan pada bak pengendap.

3. Perlakuan cara fisika a. Sedimentasi

Sedimentasi adalah pengendapan benda padat berupa partikel tersuspensi dalam air karena adanya gaya gravitasi. Sedimentasi dapat digunakan untuk memisahkan benda-benda berupa batu, benda-benda padat, lumpur pada proses pengolahan limbah cair hayati, lumpur endapan dalam proses kimia.

Dalam proses ini air jernih dikeluarkan melalui luapan di atas alat sedimentasi sedangkan endapan dapat diambil pada bagian bawah dan diambil dengan pompa atau dikeluarkan melalui kran (valve).

b. Pengapungan

Proses pengapungan adalah memisahkan padatan yang mengapung atau benda-benda lainnya yang melayang di dalam air misalnya minyak dan lemak. Untuk memisahkan benda-benda tersebut perlu diapungkan dengan gelembung udara dan setelah berada di atas diambil oleh alat pengikis (skiming). Dalam


(60)

proses pengapungan kebutuhan udara pendorong dimasukkan ke dalam air dengan cara sebagai berikut :

i. Melarutkan udara pada tekanan tertentu ke dalam melalui lobang kecil sehingga udara keluar berupa gelembung halus.

ii. Memompakan udara pada tekanan atmosfer melalui difusser.

iii. Menjenuhkan dengan udara tekan pada tangki tertutup kemudian tangki divakumkan sehingga udara keluar dalam bentuk gelembung halus.

c. Perlakuan cara hayati

Dalam proses hayati terjadi penghancuran sebagian zat organik dari air limbah oleh jasad renik dan zat organik tersebut termasuk zat organik biodegradasi. Mikroba (jasad renik) tersebut dapat berwujud bakteri, jamur atau ganggang. Zat tersebut mengubah bahan koloid atau terlarut menjadi sel, sedang sel yang terjadi karena berat dapat mengendap bersama lumpur. Peristiwa ini dapat bekerja pada kondisi aerob, anaerob atau pada keadaan fakultatif.

Keadaan aerob (terdapat unsur oksigen) mikroba memecah polutan zat organik menjadi zat-zat yang lebih sederhana misal karbondioksida (CO2), air (H2O), amoniak (NH3), nitrat (NO3) dan sulfat (SO4). Pada keadaan anaerob zat organik terpecah menjadi gas metan (CH4), amoniak (NH3), karbondioksida (CO2) dan hidrogen sulfide (H2S).

Pada saat mikroba memecah zat organik, mikroba membutuhkan oksigen yang ada di sekitar air limbah tersebut sehingga lama kelamaan oksigen dalam air buangan akan habis dan pada saat habis akan terjadi suasana anaerob dan di sini


(61)

32

mempertahankan agar kondisi tetap aerob perlu diberikan udara dari atmosfer. Cara pemberian udara ke dalam air limbah ini disebut aerasi. Proses aerasi banyak caranya misal dengan kincir yang diputar oleh motor listrik, atau blower dan ada pula yang dibuat air terjun.

Proses pemecahan zat organik menjadi zat yang lebih sederhana yang berpolutan rendah pada keadaan aerob terjadi reaksi hayati dan menghasilkan sel yang dapat mengendap. Proses ini menghasilkan lumpur dari zat organik tersebut dan apabila pemecahan ini berlanjut terus menerus akan terbentuk lumpur semakin banyak, bersamaan dengan hal tersebut juga terjadi penurunan polutan zat organik, diperkirakan penurunan polutan zat organik ini dapat mencapai kurang lebih 90%. Lama waktu yang diperlukan untuk menurunkan polutan zat organik cara aerob ini tergantung pada sistem yang digunakan serta peralatan pembantunya.

Pada saat proses penurunan kadar polutan zat organik dalam air limbah secara aerob, terjadi peristiwa pengurangan zat tersuspensi melalui peningkatan lumpur hayati. Peristiwa ini dapat berjalan cepat atau lambat tergantungan pada kontak lumpur hayati yang terbentuk dengan air buangan yang diolah.

Penurunan BOD pada proses ini berjalan dengan beberapa tahapan yaitu pertama pengurangan zat organik koloid melalui peristiwa absorbs kimia fisika pada lumpur hayati. Kedua, selanjutnya terjadi penyerapan secara hayati zat organik yang terlarut. Disini sangat dipengaruhi oleh keadaan lumpur dan zat organik polutannya. Ketiga, peristiwa yang terjadi dalam reaksi hayati tersebut


(62)

berjalan bersama-sama yaitu pada saat kontak terjadi antara lumpur dan polutan organik baik berbentuk koloid, terlarut maupun tersuspensi.

Pada proses anaerob, mikroba yang aktif sangat berperan dalam proses pengolahan air limbah pabrik tahu. Proses pemecahan cara hayati dengan proses anaerob adalah proses yang digunakan untuk mengolah limbah organik pekat (air buangan dengan BOD tinggi). Proses ini disamping dapat memecah zat organik dapat pula dimanfaatkan untuk menghasilkan gas metan yaitu gas yang dapat diubah menjadi energi panas.

Limbah organik jenisnya sangat komplek, dalam kondisi anaerob pada awal proses akan terjadi proses hidrolisa dan fermentasi oleh adanya mikroba fakultatif, selanjutnya oleh mikroba anaerob dilanjutkan pemecahan menjadi asam-asam lemak. Asam-asam lemak akan dioksidasikan dan menghasilkan H2 dan asetat. Proses ini biasa disebut proses hidrogenasi dan asetogenasi yang selanjutnya berakhir dengan proses methanogenasi. Terjadinya methan melalui beberapa perubahan komponen dari bentuk ikatan yang komplek terpecah menjadi bentuk-bentuk ikatan yang sederhana.

Kemampuan mencerna zat organik dalam proses anaerob dapat dinaikkan efektifitasnya dengan cara memilih bentuk reaktor yang tepat. Jenis bak anaerob (reaktor) bermacam-macam dan masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian dalam pemakaiannya.

Perlakuan secara hayati dalam pengolahan air limbah dapat bermacam-macam antara lain :


(63)

34

a. Trikling filter

Trikling filter (biofilter) berfungsi mengurangi BOD dan padatan tersuspensi dengan cara oksidasi hayati, yaitu dengan cara mengalirkan air limbah yang mengandung zat organik melalui media tetap. Media ini terdiri dari batu-batuan, plastik atau kayu. Pada media tersebut tumbuh lapisan tipis yang terdiri dari kumpulan mikroba yang aktif. Sehingga selama aliran limbah membasahi lapisan tipis tersebut terjadi degredasi zat organik.

b. Lumpur aktif

Limbah yang mengandung polutan zat organik diolah secara aerob bersama lumpur. Lumpur tersebut terdiri dari beberapa jenis mikroba yang aktif pada suasana aerob. Untuk mengaktifkan lumpur tersebut, diberi alat aerasi (aerator) dan masa hayati yang aktif terbentuk setiap saat sesuai dengan penurunan BOD yang diperhitungkan. Lumpur dan jernihan dipisahkan dalam bak pengendap, sebagian lumpur dikembalikan dalam kolam aerasi dan sebagian dibuang.

c. Lagoon

Perlakuan limbah yang terakhir biasanya digunakan lagoon. Lagoon adalah suatu kolam yang cukup luas dan dapat menahan air limbah selama beberapa hari. Kelemahan cara ini biasanya adalah diperlukan areal tanah yang cukup luas. Cara ini digunakan apabila harga tanah murah, sehingga pengolahan berdasarkan pada self purification (daya pulih diri) oleh adanya pemecahan secara hayati.


(64)

Menurut Nurhasan yang dikutip oleh Suhermanto (2003), biasanya lagoon memberikan efek samping yaitu tanaman-tanaman air, dan hal ini sangat menguntungkan bagi sistem pengolahan itu sendiri, tetapi apabila terlepas keluar selokan dan tidak terkendali maka dapat merupakan gangguan pada lingkungan. Untuk dapat beroperasi dengan baik lagoon membutuhkan waktu tinggal yang cukup lama, sehingga cocok untuk insdustri yang membuang zat organik hanya secara musiman atau industri yang mempunyai areal yang luas.

2.4 Kebutuhan Oksigen Biologis (Biological Oxygen Demand= BOD)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan buangan yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik. Nilai BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik di perairan. Semakin tinggi jumlah bahan organik diperairan semakin besar pula nilai BOD, sebab kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel.


(65)

36

dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 20oC ini hanya menghitung sebanyak 68 persen bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari.

Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya adalah :

1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga “intermediete oxygen demand”.

2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal lima hari. 3. Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan

nilai BOD total melainkan hanya kira-kira 68% dari total BOD.

4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya adanya germisida seperti klorin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.

Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi kemurniaan air diragukan jika nilai BODnya mencapai 5 ppm atau lebih. Bahan buangan industri pengolahan pangan seperti industri pengalengan, industri susu, industri gula, dan sebagainya, mempunyai nilai BOD yang bervariasi, yaitu mulai 100 ppm sampai 10.000 ppm, oleh karena itu harus mengalami penanganan atau


(66)

pengenceran yang tinggi sekali pada saat pembuangan ke badan air di sekitarnya seperti sungai atau laut, yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan konsentrasi oksigen terlarut dengan cepat di dalam badan air tempat pembuangan bahan-bahan tersebut. Masalah yang timbul adalah apabila konsentrasi terlarut sebelumnya sudah terlalu rendah.

Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena makhluk-makhluk hidup tersebut banyak yang mati atau melakukan migrasi ke tempat lain yang konsentrasi oksigennya masih cukup tinggi. Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerobik dapat hidup karena tidak adanya oksigen. Senyawa-senyawa hasil pemecahan anaerobik akan menghasilkan bau yang menyengat, oleh karena itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi anaerobik tidak dikehendaki (Fardiaz, 1992).

2.5 Tinjauan Tentang Biodekstran

Biodekstran merupakan kumpulan bakteri aktif yang menguntungkan dan bersifat anaerob (dapat hidup dalam kondisi yang sangat minim oksigen) dan dapat menguraikan bahan-bahan organik yang beracun (limbah) menjadi bahan organik sederhana yang tidak dapat mencemari lingkungan dan menghilangkan bau limbahnya. Selain itu biodekstran juga bekerja secara sinergis pada sampah organik,limbah domestik; rumah sakit (septic tank), rumah tangga (jamban),


(67)

38

karbohidrat) pada saluran wastafel dapur secara anaerobik, maupun sebagai komposter. Jika diaplikasikan pada limbah tahu dapat menguraikan bahan organik kompleksnya (protein, karbohidrat, dan lemak) baik padat maupun cair menjadi bahan organik sederhana yang tidak mencemari lingkungan secara biologis. Kandungan bakteri yang terdapat pada produk bakteri pengurai ini, yaitu Nitrobacter sp, Nitrosomonas sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus sp.

Tabel 2.3 Mikroorganisme yang Terdapat dalam Biodekstran

NO MIKROORGANISME KETERANGAN

1 Nitrosomonas sp. Kelompok bakteri yang merubah senyawa

amonia menjadi nitrit

2 Nitrobacter sp. Kelompok bakteri yang merubah senyawa nitrit menjadi nitrat

3 Bacillus sp. Kelompok bakteri yang dapat merubah senyawa

nitrat menjadi nitrogen bebas dan menguraikan senyawa organik (karbohidrat, lemak dan protein) menjadi senyawa yang sederhana dan larut dalam air

4 Pseudomonas sp. Kelompok bakteri yang dapat menguraikan amonia dan nitrogen

Sumber : CV.Surya Pratama Gemilang

Manfaat yang didapatkan dari bakteri jenis ini adalah :

a. Menguraikan secara biologis bahan organik (protein, karbohidrat, lemak) baik padat maupun cair menjadi bahan organik sederhana yang tidak mencemari lingkungan.

b. Menguraikan NH3 dan NO2 pada sampah organik, kotoran manusia,hewan secara biologis.

c. Menghilangkan bau pada sampah, kotoran manusia, dan hewan. d. Menjaga septic tank tidak pernah penuh karena tinja menjadi cair.

e. Menjaga agar saluran pipa air buangan (wastafel) tidak mampat oleh lemak.


(1)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

RIWAYAT HIDUP ... .. xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Hipotesis Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Limbah Cair ... 7

2.1.1. Sumber dan Air Limbah ... 8

2.1.2. Komposisi Air Limbah... 8

2.1.3. Parameter Air Limbah ... 9

2.1.4. Proses Pengolahan Limbah Cair ... 10

2.2. Proses Pembuatan Tahu ... 16

2.3. Limbah Cair Industri Tahu ... 22

2.3.1. Karakteristik Air Limbah Tahu ... 22

2.3.2. Dampak Air Limbah Tahu ... 23

2.3.3 Penanganan Limbah Tahu ... 28

2.4. Kebutuhan Oksigen Biologis (Biological Oxygen Demand = BOD) ... 35

2.5. Tinjauan Tentang Biodekstran ... 37

2.6. Kerangka Konsep ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis penelitian ... 40

3.2. Lokasi Penelitian ... 40

3.3. Waktu Penelitian ... 40

3.4. Objek Penelitian ... 40

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.5.1. Data Primer ... 41

3.5.2. Data Sekunder ... 42


(2)

3.6. Defenisi Operasional ... 42

3.7. Pelaksanaan Penelitian ... 43

3.7.1. Alat dan Bahan ... 43

3.7.2. Prosedur Kerja... 44

3.7.3. Replikasi atau Pengulangan ... 49

3.8 Analisis Data ... 50

3.8.1. Uji Normalitas ... 50

3.7.2. Uji Anova ... 51

3.7.3. Uji Post Hoc Test ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN... 52

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

4.2. Hasil Kadar BOD pada Air Limbah Pabrik Tahu ... 53

4.3. Hasil Kadar BOD pada Air Limbah Pabrik Tahu Setelah Penambahan Biodekstran ... 53

4.4. Penurunan Kadar BOD setelah Perlakuan ... 54

4.5. Analisis Statistik ... 55

4.5.1. Hasil Uji One Way Anova ... 56

4.5.2. Hasil Uji LSD (Least Significance Different) ... 56

BAB V PEMBAHASAN ... 58

5.1. Hasil Pemeriksaan BOD (Biological Oxygen Demand) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia ... 58

5.2. Penurunan Kadar BOD (Biological Oxygen Demand) pada Air Limbah Pabrik Tahu dengan Penambahan Biodekstran ... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(3)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Analisis Perkiraan Kebutuhan Air Pada Pengolahan Tahu Dari

3Kg Kedelai ... 17

Tabel 2.2. Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu ... 23

Tabel 2.3. Mikroorganisme yang Terdapat dalam Biodekstran ... 38

Tabel 3.1. Pengenceran yang Harus Dilakukan Terhadap Sampel ... 48

Tabel 4.1. Kadar BOD pada Air Limbah Pabrik Tahu dari Berbagai Konsentrasi ... 53

Tabel 4.2. Persentase Penurunan Kadar BOD setelah perlakuan ... 54

Tabel 4.3. Hasil Uji One Way Anova kadar BOD Air Limbah Pabrik Tahu dengan Berbagai Konsentrasi Biodekstran ... 56

Tabel 4.4.Hasil Uji LSD (Least Significance Different)kadar BOD Air Limbah Pabrik Tahu dengan Berbagai Konsentrasi Biodekstran ... 57


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Pembuatan Tahu ... 21

Gambar 2. Kerangka Konsep ... 39

Gambar 3. Titik Pengambilan Sampel ... 41


(5)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan Hasil Uji Laboratorium Lampiran 2. Output Hasil Uji Statistik

Lampiran 3. Surat izin penelitian Lampiran 4. Surat ket selesai penelitian Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Lampiran 6. Baku Mutu Limbah Tahu


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Debbie Angelia Yuliasari

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 26 Juli 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Nama Ayah : Yusuar

Suku Bangsa Ayah : Jawa

Nama Ibu : Rosmila Batubara

Suku Bangsa Ibu : Batak Mandailing

Pendidikan Formal

1. SD Swasta ERIA Medan/2006 : 2000-2006 2. SMP Negeri 3 Medan/2009 : 2006-2009 3. SMA Negeri 2 Medan/2012 : 2009-2012 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : 2012-2016


Dokumen yang terkait

Efektifitas Zeolit Dalam Menurunkan Biological Oxygen Demand (Bod) Pada Limbah Cair Industri Tahu Di Kotamadya Binjai Provinsi Sumatera Utara

0 37 95

Analisa Biological Oxygen Demand (Bod) Dari Limbah Cair Laboratorium Balai Riset Dan Standardisasi Medan

0 80 55

Pengaruh Kayambang Untuk Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (Bod) Air Limbah Di Pengolahan Kelapa Sawit

1 38 76

KEEFEKTIFAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM MENURUNKAN KADAR BIOLOGICAL OXYGEN DEMAND (BOD) Keefektifan Poly Aluminium Chloride (Pac) Dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (Bod) Limbah Cair Rumah Makan.

0 9 16

Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016

0 0 15

Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016

0 0 2

Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016

1 1 6

Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016

0 0 33

Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016

2 1 2

Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016

0 0 8