ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015)

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015)

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING INCOME TAX REVENUE FROM INDIVIDUAL TAXPAYERS

(Case Study at the Tax Office Primary Pati in the period 2005-2015) SKRIPSI

Dianjukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh ISTI QUMAIROH

20130420164

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015)

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING INCOME TAX REVENUE FROM INDIVIDUAL TAXPAYERS

(Case Study at the Tax Office Primary Pati in the period 2005-2015) SKRIPSI

Dianjukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh ISTI QUMAIROH

20130420164

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Isti Qumairoh

Nomor Mahasiswa : 20130420164

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul : “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015) tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedi akarya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta,


(4)

MOTTO

Allah, tidak ada Tuhan yang (berhak disembah) melainkan Dia. Yang

hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-

Nya.” (

QS. Ali

Imran,2 )

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

Sesungguhnya

bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai

(dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).

Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

(QS.

Al-Insyirah,6-8)

“Kebanyakan dari kita tidak pernah

mensyukuri apa yang sudah

kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai.”

(Schopenhauer)

Banyak kegagalan hidup terjadi karena orang-orang tidak

menyadari Betapa dekatnya kesuksesan ketika mereka menyerah

(Thomas Alfa Edison)

“Kegagalan bukan berarti kehancuran, tetapi sebagai batu loncatan

menuju sukses.” (Phytagoras)

“Apabila kita berbuat kebaikan kepada orang lain, maka kita telah

berbuat baik terhadap diri sendiri.” (Benyamin Franklin)


(5)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah.... Alhamdulillah....Alhamdulillahirobbil’alamin...

Dengan penuh rasa syukur dan suka cita, saya persembahkan penulisan sederhana ini untuk orang-orang yang tak ada hentinya mendoakanku dan mendukungku dalam penulisan ini.

1. Sujud Syukur kusembahkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kelancaran dan semangat dan telah memberi kehidupan sampai detik ini.

2. Untuk kedua orang tuaku, sebagai tanda bukti hormat dan rasa terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecilku ini kepada Bapak Susilo Yusuf Alhamadani dan Ibu Siti Rukayah yang telah merawat, mendidik, dan memberikan kasih sayang kepadaku dari aku lahir hingga saat ini dan cinta kasih yang tidak terhingga yang tidak mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas bertulisan kata cinta dan persembahan. Semoga ini adalah langkah awal untuk bapak dan ibu bahagia. Aku sayang kalian...terimakasih pak..buk..sehat terus agar kalian bisa menyaksikan kesuksesanku nanti.

3. Terimakasih buat adekku Denisa Istiq Faroh yang selalu menyemangati, memberi dukungan, kadang bikin rusuh, teman nonton drama korea waktu lagi jenuh sama skripsi, dan penghibur setia hingga akhirnya mbakmu ini bisa nyelesain skripsi ini.

4. Keluarga besarku, terimakasih telah memberikan motivasi dan doa untukku. 5. Bapak Drs. Afrizal Tahar, S.H, M.Acc., CA., AK. selaku dosen pembimbing

terimakasih telah memberikan bimbingan, nasehat, dan rasa sabar untuk membimbing saya, memberikan ilmu penegtahuan yang Bapak miliki kepada saya sehingga bermanfaat untuk saya dan saya dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa ada halangan yang berarti.

6. Untuk Almamater, yang telah membekali dan membesarkan dengan berbagai ilmu serta memberikan pengalaman-pengalamannya.


(6)

7. Terimakasih buat mas dim, yang udah nemenin buat minta izin di Semarang (lebih tepatnya jadi Ojek waktu aku lagi disemarang buat ngurus izin penelitian) terimakasih mas :D

8. Terimakasih buat temen-temen KAPTENFOUR, Pundik, Umy, Wowot, Mas Nug, Cakzon, Gogon, dan yang lain yang gak bisa tak sebutin satu-satu kalian sahabat terbaik terimakasih kawan, sayang kalian.

9. Terimakasih buat temen-temenku selama di jogja udah jadi keluarga keduaku. 10.Terimakasih buat temen-temen KKN 16, Pak Ketua Zazan, Mas Ojan, Reza,

ChaCha, Duo Thailand (Asma & Han), Meimei, Girin, Dita, Ayu, Tyo, Huda, Kecencet Diaz, Bebebku Elsa Fitria yang setelah KKN sering ngajak nongkrong bareng, terimakasih atas pengalaman selama sebulan yang kalian berikan ke aku, gak nyesel pernah kenal kalian.

11.Terimakasih buat sahabat-sahabat kepompongku, Galuh, Desy, Muna, Kato, Patma, Luvi yang udah beberapa tahun gak kumpul terus kemaren disempetin buat kumpul bareng, terimakasih kalian masih ingat dengan persahabat alay kita dibangku SMP dulu.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan karunianya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta . Judul skripsi yang penulis ajukan

adalah “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015)”. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis, walaupun skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua dan adik tersayang atas bimbingan, kasih sayang, kesabaran, dan do’a, yang tidak pernah berhenti sampai detik ini.

2. Keluarga besarku yang selalu memberi dorongan, motivasi, dan do’a.

3. Bapak Drs. Afrizal Tahar, S.H, M.Acc., CA., AK selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan pengetahuan, bimbingan dan waktunya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.


(8)

4. Bapak Dr. Nano Pratolo, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Ibu Dr. Ietje Nazaruddin, SE.,M.Si., Ak, selaku Kepala Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

7. For a special person who always give encouragement and motivation for me. 8. Teman-teman semua terimakasih atas kebersamaan, bimbingan, motivasi dan

bantuan selama proses penulisan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan, bantuan dan semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.penulis mengharapakan bila penulisan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan bermanfaat.

Yogyakarta,


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Teori Tindakan Beralasan ... 9

2. Pajak ... 11

3. Kepatuhan Wajib Pajak...16

4. Jumlah Wajib Pajak ... 20

5. Jumlah Surat Setoran Pajak ... 22


(10)

7. Penerimaan Pajak...26

B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis ... 28

C. Model Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Objek dan Subjek Penelitian ... 33

B. Jenis Data ... 33

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34

F. Uji Kualitas dan instrumen Data ... 37

G. Uji Analisis dan Hipotesis...39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Deskriptif Data Umum ... 41

B. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 53

C. Hasil Penelitian...60

D. Pembahasan Hipotesis ... 64

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 70

A. Simpulan ... 70

B. Keterbatasan Penelitian ... 70

C. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

4.1 Daftar Kecamatan Di Kabupaten Pati ... 41

4.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 53

4.3 Hasil Uji Normalitas ... 55

4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 56

4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 57

4.6 Hasil Uji Multikolinearitas ... 58

4.7 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda ... 59

4.8 Hasil Uji Koefisien determinasi ... 60

4.9 Hasil Uji Simultan ( Uji Statistik f ) ... 61

4.10 Hasil Uji Parsial ( Uji Statistik t ) ... 62


(12)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Model Penelitian ... 32


(13)

SKRIPSI

ANALIS$ FAKTOR.FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERINIAAN

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

(Studi Kasus Pada Kuntor Pelayanan Pajak Pratnma Pati periode 2005-2015)

ANALY$S OF FACTORS AFFECTING TNCOMi TAX REVENUE FROT,4 INDIVIDUAL TAXPAYERS

(Case Stady at the Tm Affice Pimary Pati in the periotl 2A05-2015)

Diajukan Oleh

ISTI QUMAIROH 28t3t428164

Telah disetujui Dosen Pembimbing Pembimbing


(14)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMtrNGARUHI PENERIMAA N PAJAI( PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

(Stadi Kusus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratanw Pati periade 2005-2015)

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING INCON.{E.TAX REWNUE FROfrT INDIWDAAL TAXPAYERS

{Case Stutly at the Tav Office Primary Pnti in the period 2005-2015)

Diajukan Oleh

tsTI

QITTIIAIROH

201304X$164

Skripsi ini telah Dipertahankan dan Disahkan didepan Dewan Penguji Program Studi Akuntansi Fakutrtas Ekonorni

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Anggota Tim Pengrrji

lil

Tanggal

lffiebruariz}l?

Anggota Tim Penguji

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Unjxe$ltas Muhammadiyah Yogyakarta

fffi


(15)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak, Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Surat Setoran Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati pada periode 2005-2015.

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati pada periode 2005-2015 sebagai sampel. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data dari laporan tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati dan anaslisis data menggunakan uji statistik deskriptif, uji asumsi klasik. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengaruh positif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, Jumlah Wajib Pajak tidak memiliki pengaruh negatif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, Jumlah Surat Setoran Pajak memiliki pengaruh positif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Kata kunci: Kepatuhan Wajib Pajak, Jumlah Wajib Pajak, Jumlah Surat Setoran Pajak.


(16)

ABSTRACT

This study aims to examine empirically the effect of Taxpayer Compliance, Tax Payers, and Total Tax Payment on Income Tax Receipts individual taxpayer who is registered in the Tax Office Primary Pati in the period 2005-2015.

This research was conducted at the Tax Office Primary Pati in the period 2005-2015 as the sample. Sampling using purposive sampling method. The technique of collecting data from the annual reports in the Tax Office Primary Pati and anaslisis data using descriptive statistics test, classic assumption test. Hypothesis testing is done using a multiple linear regression analysis.

The results showed that the Taxpayer Compliance has a positive influence on Revenue Income Tax Individual Taxpayer, Tax Payers do not have a negative influence on the Revenue Income Tax Personal Tax Payer, Total Tax Payment has a positive influence on Revenue Income Tax Personal Tax Payer ,


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara. Salah satu tujuan nasional negara Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya memerlukan dana yang jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Krisis global yang terjadi di beberapa negara dunia ikut memacu pemerintah dalam membenahi semua sektor perekonomian. Dalam membenahi berbagai sektor tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit, dan ironisnya akhir-akhir ini pemerintah terlihat sangat sibuk dalam membenahi sektor penerimaan negara yang jumlah defisitnya mencapai angka puluhan milyar rupiah (Safitri, 2011). Dana tersebut didapatkan dari pendapatan negara yang berasal dari meningkatnya penerimaan luar negeri yang didapatkan melalui kegiatan ekspor dan penerimaan dalam negeri yang berasal dari penerimaan pajak saat ini.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting karena pajak memiliki fungsi penting yaitu sebagai budgetair, yang mana sumber dana yang digunakan pemerintah dalam membiayai pengeluaran pemerintahannya berasal dari penerimaan pajak. Menurut Mardiasmo (2011)


(18)

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dilihat dari grafik penerimaan negara pada sektor pajak dari tahun ke tahun menunjukkan tren positif, hal ini tidak terlepas dari semakin baiknya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya peranan pajak dalam pembangunan negara.

Pajak di Indonesia didapatkan dari Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor migas dan non migas, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerimaan bea cukai, dan dari pengenaan pajak lainnya. Direktorat jendral pajak di Indonesia berkeinginan meningkatkan penerimaan pajak dengan melaksanakan program intensifikasi pajak dengan memperluas sektor sumber penghasilan pajak yang dimulai dari perkebunan kelapa sawit kemudian disusul yaitu konstruksi, properti, bubur kertas dan kertas, serta batu bara (Amaliyah, 2010). Pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang dilaksanakannya (Hendra, 2011).

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatakan imbalan secara langsung dan digunakan untuk


(19)

keperluan negara bagi kemakmuran rakyat (UU KUP pasal 1 ayat 1). Namun bagi pemerintah, pemungutan pajak masih sulit dilakukan oleh negara karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada administrasi pengelolaan pajak di pemerintahan dan banyaknya masyarakat beranggapan bahwa membayar pajak hanya dijadikan sapi perahan oleh penguasa pada zaman penjajahan. Oleh sebab itu, tidaklah mudah menyadarkan semua Wajib Pajak untuk memenuhi persyaratan sistem perpajakan (James dan Alley,2002). Kecenderungan melakukan penghindaran oleh Wajib Pajak lebih banyak terjadi karena sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menggunakan self assessment. Hal inilah yang menyebabkan Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan tidak patuh dalam melaksanakan kewajibannya sehingga menimbulkan rendahnya penerimaan pajak.

Penerimaan pajak adalah penghasilan yang didapatkan pemerintah dari pembayaran pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan. Tercapainya penerimaan pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung antara lain jumlah Wajib Pajak, tingkat kepatuhan dan kedisiplinan nasional yang tinggi oleh Wajib Pajak, dan jumlah surat setoran pajak.

Untuk dapat mengidentifikasi adanya kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan perpajakannya dapat dilihat dari kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan usahanya sebagai pengusaha kena pajak dan mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, selain itu dapat dilihat dari penyetoran kembali surat


(20)

pemberitahuan. Demi mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus menerus kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Doran, 2009).Banyaknya Wajib Pajak yang melanggar kewajibannya untuk membayar pajak tepat waktu, sehingga banyak menimbulkan isu ketidak patuhan Wajib Pajak dalam perpajakan. Isu tersebut menjadi penting karena dapat menimbulkan upaya Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak dan dapat terjadi pengurangan penyetoran dana pajak ke kas negara (Safitri, 2011). Tingkat jumlah Wajib Pajak sangat mempengaruhi pendapatan pajak yang akan di terima oleh negara, karena semakin banyak jumlah Wajib Pajak maka akan meningkatkan jumlah penenerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Seperti halnya jumlah Wajib Pajak, semakin banyaknya jumlah surat setoran pajak maka akan meningkatkan penerimaan pajak negara.

Pajak merupakan komponen utama penerimaan dalam negeri. Penerimaan pajak pada tahun 2015 target pajak di angka Rp 1.294,25 trilyun. Pemerintah mencatat realisasi sementara penerimaan pajak hingga 31 Desember 2015 mencapai Rp 1.055 triliun setara 81,5 persen dari target Rp 1.294,25 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. Penerimaan pajak non migas mencapai Rp 1.005,7 triliun atau tumbuh sekitar 12 persen dari tahun lalu. Secara kotor (termasuk kas yang dialokasikan untuk restitusi pajak), penerimaan pajak mencapai Rp 1.150 triliun. Secara nominal pendapatan dari pajak penghasilan (PPh) non migas mencatatkan peningkatan 19 persen secara tahunan, mencapai Rp


(21)

547,5 triliun, sehingga dapat disimpulkan realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.235,8 triliun, atau 83 persen dari target dalam APBNP tahun 2015 yang sebesar Rp 1.489,3 triliun (Beritasatu.com, 2 Januari 2016). Hal ini membuktikan sebagaian besar penerimaan-penerimaan negara berasal dari pajak. Mengingat jumlah penduduk yang semakin besar dan pertumbuhan ekonomi yang tetap berlanjut, maka diperkirakan penerimaan pajak masih dapat meningkat di tahun berikutnya.

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak pernah dilakukan oleh Safitri (2011) hasilnya menunjukkan bahwa adanya pengaruh jumlah pemeriksaan pajak, sanksi pajak, dan kepatuhan Wajib Pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Semakin meningkatnya jumlah pemeriksaan pajak, sanksi pajak dan kepatuhan Wajib Pajak maka penerimaan pajak penghasilan akan semakin meningkat. Penelitian Anti (2014) hasilnya menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan, jumlah Wajib Pajak, pemeriksaan pajak, jumlah surat setoran pajak, ekstensifikasi Wajib Pajak, intensifikasi pajak, dan kepatuhan Wajib Pajak mempengaruhi penerimaan pajak. Rahmawati (2014) melakukan penelitian diperoleh hasil adanya pengaruh kepatuhan Wajib Pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan, ini menunjukkan bahwa kepatuhan pajak memiliki pengaruh besar terhadap kinerja penerimaan pajak penghasilan.

Dengan demikian penelitian ini mengambil beberapa variabel antara lain jumlah Wajib Pajak, jumlah surat setoran pajak, kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik


(22)

untuk melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Pati periode 2005-2015 ”.

Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Safitri (2011) dan Anti (2014), yang bertujuan untuk menguji konsistensi dari hasil penelitian sebelumnya dan diharapakan dapat memperbaiki keterbatasan yang ada pada penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya kepatuhan Wajib Pajak dijadikan sebagai variabel intervening sedangkan pada penelitian ini peneliti menjadikan kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel independen, dan pada penelitian ini peneliti menambah variabel lain yaitu jumlah surat setoran pajak dan jumlah Wajib Pajak sebagai variabel independen dengan penerimaan pajak sebagai variabel dependen.

B. Batasan Masalah Penelitian

Pembahasan dalam penelitian ini akan dibatasi dengan beberapa peninjauan yang terfokus pada:

1. Pembahasan pada penelitian dikhususkan pada pajak penghasilan orang pribadi karena merupakan pajak yang harus ditanggung oleh orang pribadi dan bebannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.

2. Kantor pelayanan pajak yang diteliti pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati.


(23)

4. Penelitian ini hanya memfokuskan tiga variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu Kepatuhan Wajib Pajak, Jumlah Wajib Pajak, Jumlah Surat Setoran Pajak (SSP).

C. Rumusan Masalah

1. Apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan?

2. Apakah jumlah Wajib Pajak orang pribadi berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan?

3. Apakah jumlah surat setoran pajak orang pribadi berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk menguji secara empiris apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan. 2. Untuk menguji secara empiris apakah tingkat jumlah Wajib Pajak

berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan. 3. Untuk menguji secara empiris apakah tingkat jumlah surat setoran pajak


(24)

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Teoritis

a. Peneliti berharap hasil penelitian dapat digunakan untuk pemberian wacana tentang faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak di Indonesia yaitu ada faktor tingkat kepatuhaan wajib pajak, jumlah wajib pajak, jumlah surat setoran pajak.

b. Peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi daalam mengembangkan penelitian dibidang perpajakan.

2. Bagi Praktisi

a. Bagi aparat kantor perpajakan baik yang ada di Kabupaten Pati ataupun di seluruh Indonesia, sebagai informasi yang berguna untuk menilai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan.

b. Bagi Wajib Pajak

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi Wajib Pajak agar kesadaran wajib pajak dan pemahaman perpajakan lebih meningkat untuk melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak di Kabupaten Pati. c. Bagi penelitian selanjutnya

Dapat digunakan sebagai referensi ataupun acuan untuk mahasiswa atau pembaca lainnya untuk melakukan penelitian di masa yang akan datang.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teori

1. Teori Tindakan Beralasan ( Theory Of Reasoned Action )

Theory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Jogiyanto (2007), sikap merupakan jumlah dari perasaan yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu obyek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan individual pada skala evaluative dua kutub, misalnya baik atau jelek, setuju atau menolak dan sebagainya. Selanjutnya norma-norma subyektif didefinisikan sebagai persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan (Jogiyanto, 2007).

Teori tindakan beralasan berusaha untuk menetapkan faktor-faktor apa Sikap ( Attitude) Norma Subyektif ( Subjective Norm) Niat Perilaku ( Behavioral Intention ) Perilaku ( Behavioral ) yang menentukan konsistensi sikap dan perilaku. Teori ini berasumsi bahwa orang berperilaku secara cukup rasional. Teori tindakan beralasan mempunyai tiga langkah, yaitu:


(26)

a. Model teori ini memprediksi perilaku seseorang dari maksudnya. Jika seseorang mengutarakan maksudnya untuk melaksanakan jihad dengan tujuan mendapatkan pahala dari Allah, maka dia lebih mungkin melakukannya daripada dia tidak punya maksud untuk melakukannya. b. Maksud perilaku dapat diprediksi dari dua variabel utama: sikap seseorang

terhadap perilaku dan persepsinya tentang apa yang seharusnya orang lain. c. Sikap terhadap perilaku diprediksi dengan menggunakan kerangka

nilai-harapan yang telah diperkenalkan.

Dalam perspektif model teori tindakan beralasan, norma subjektif seperti tertera dalam skema diatas, berkenaan dengan dasar perilaku yang merupakan fungsi dari keyakinan-keyakinan normatif (normative beliefs) dan keinginan untuk mengikuti keyakinan-keyakinan normatif itu (motivation to comply). Norma subjektif menggambarkan persepsi individu tentang harapan-harapan orang-orang lain yang dianggapnya penting terhadap seharusnya ia berperilaku.

Teori tindakan beralasan mengemukakan bahwa sebab terdekat (proximalcause) timbulnya perilaku bukan sikap, melainkan niat (intention) untuk melaksanakan perilaku itu. Niat merupakan pengambilan keputusan seseorang untuk melaksanakan suatu perilaku. Pengambilan keputusan oleh seseorang untuk melaksanakan suatu perilaku merupakan suatu hasil dari proses berpikir yang bersifat rasional. Proses berpikir yang bersifat rasional berarti bahwa dalam setiap perilaku yang bersifat sukarela


(27)

maka akan terjadi proses perencanaan pengambilan keputusan yang secara kongkret diwujudkan dalam niat untuk melaksanakan suatu perilaku.

Dalam kerangka teori tindakan beralasan, sikap ditransformasikan secara tidak langsung dalam wujud perilaku terbuka melalui perantaraan proses psikologis yang disebut niat. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa niat merupakan suatu proses psikologis yang keberadaannya terletak di antara sikap dan perilaku. Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah membuktikan bahwa Theory of Reason Action (TRA) ini adalah teori yang cukup memadai dalam memprediksi tingkah laku.

Namun setelah beberapa tahun, Ajzen (1991) melakukan meta analisis, ternyata didapatkan suatu penyimpulan bahwa Theory Reason Action (TRA) hanya berlaku bagi tingkah laku yang berada di bawah kontrol penuh individu karena ada faktor yang dapat menghambat atau memfalisistasi relisasi niat ke dalam tingkah laku. Berdasarkan analisis ini, lalu Ajzen menambahkan suatu faktor yang berkaitan dengan kontrol individu, yaitu perceived behavior control (PBC).

2. Pajak

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tiada memperoleh jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1 Tentang Ketentuan Umum dan Perpajakan, Pajak merupakan suatu


(28)

konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang maupun badan yang sifatnya memaksa namun tetap berdasarkan pada Undang-Undang, dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan untuk kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya. Menurut UU Perpajakan Nasional, Pajak ialah iuran wajib rakyat kepada negara berdasarkan peraturan undang-undang tanpa memperoleh imbalan langsung yang digunakan untuk pembiayaan segala pengeluaran secara umum serta pengeluaran pembangunan.

Pajak memiliki fungsi penting yaitu pertama fungsi pajak sebagai budgetair, dimana pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai kebutuhan pemerintahan. Kedua fungsi mengatur, pajak sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan seperti mengadakan perubahan-perubahan tarif dan memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya, yang ditujukan kepada masalah tertentu (Mardiasmo, 2011).

Menurut lembaga pemungutannya pajak dibedakan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah.

a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten atau kota.


(29)

Pemungutan pajak merupakan sebuah dilema sosial karena sering terjadi pertentangan antara kepentingan invidual dan kepentingan kolektif (Holler et al. 2011).

Berdasarkan sifatnya pajak tersebut dibagi menjadi dua, yaitu: a. Pajak Subjektif: Pajak subjektif adalah suatu jenis pajak yang kewajiban

pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh keadaan subjektif subjek pajak, walaupun untuk menentukan timbulnya kewajiban membayar paja tergantung pada keadaan objek pajaknya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pajak penghasilan.

b. Pajak Objektif: Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh objek pajak. Keadaan subjektif subjek pajak tidak relevan, walaupun dalam kasus-kasus tertentu ikut dipertimbangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Kendaraan Bermotor.

Berdasarkan golongan pajak tersebut dibagi menjadi dua, yaitu: a. Pajak Langsung (direct taxes): Pajak langsung adalah pajak yang

langsung dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan, tidak dapat dialihkan kepada orang lain dan dipungut secara berkala atau periodik, seperti Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Tidak Langsung (indirect taxes): Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan kalau ada peristiwa, perbuatan tertentu, dimana


(30)

pembebanan pembayaran pajaknya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh pajak tidak langsung adalah PPN, PPnBM, dan Bea Materai.

Menurut Mardiasmo (2011) terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak, antara lain adalah:

a. Teori Asuransi

Negara dalam melaksanakan tugasnya harus melindungi rakyatnya. Sehingga rakyat diwajibkan untuk memenuhi pembayaran perpajakannya yang juga dapat disebut sebagai suatu jaminan perlindungan yang telah diberikan negara kepada rakyatnya.

b. Teori Kepentingan

Menurut teori ini pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu, pembebanan pajak terhadap masyarakaat berdasarkan atas kepentingan masyarakat. Semakin besar kepentingan yang dimiliki masyarakat, pajak yang dibayarkan masyarakat juga tinggi. c. Teori Daya Pikul

Pada umumnya pajak yang ditangguung oleh masyarakat memiliki berat yang sama, yang berarti pajak yang dibayar harus sesuai dengan daya pikul masing-masing masyarakat. Untuk mengukur daya pikul dapat menggunakan dua pendekatan yaitu unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang, dan dengan unsur subjetif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.


(31)

d. Teori Bakti

Letak keadilan pemungutan pajak ada pada hubungan antar masyarakat dengan negaranya. Sebagai masyarakat yang baik, maka masyarakat harus sadar betul dengan pentingnya pembayaran pajak yang merupakan suatu kewajiban yang dimiliki.

e. Teori Asas Daya Beli

Dalam pemungutan pajak harus meenerapkan dasar keadilan, artinya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

Sistem pemungutan pajak yang ada di Indonesia terdiri dari Official Assessment System yang merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada aparat pemerintahan perpajakan untuk menentukan sendiri besarnya jumlah pajak yang terutang oleh Wajib Pajak setiap tahunnya berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak bersifat pasif karena wewenang telah diberikan kepada pemerintah perpajakan, dan utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah.

Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assesment system (Chong dan Lai, 2009).


(32)

self assesment system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak bersifat aktif untuk menentukan pajak yang terutang sedangkan pemerintah tidak ikut campur daan hanya mengawasi saja.

With Holding System merupakan sitem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Disini pemerintah dan Wajib Pajak bersifat pasif (Mardiasmo, 2011)

1. Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Safitri (2011) mendefinisikan kepatuhan perpajakan merupakan keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajibannya sebagai Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan kewaibannya dalam membayarkan pajak kepada negara. Kepatuhan membayar pajak merupakan salah satu tanggung jawab bagi pemerintah dan rakyat kepada Tuhan, dimana memiliki hak serta kewajiban yang harus dimiliki pemerintah serta


(33)

rakyat (Tahar, 2014). Kewajiban dari pemerintah adalah melakukan pengaturan penerimaan dan pengeluaran sehingga berhak untuk melakukan pemungutan atas rakyat berdasar perundangundangan yang berlaku. Kepatuhan pajak yang tidak meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini dikarenakan tingkat kepatuhan pajak secara tidak langsung mempengaruhi ketersediaan pendapatan untuk belanja (Chau, 2009).

Menurut Safitri (2011) terdapat faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepatuhan perpajakan, yaitu kejelasan undang-undang perpajakan dan peraturan perpajakan, jika kejelasan tersebut makin jelas maka dapat memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Banyaknya wajib pajak yang sudah melaksanakan pelaporan surat pemberitahuan, hal itu dilakukan bukan karena kesadaran mereka sendiri tetapi karena adanya denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak jika tidak melaksanakan kepatuhannya dalam membayar pajak (Arestanti,2016). Jika aturan yang ditetapkan pemerintah semakin rumit dan tidak pasti maka akan mempersulit bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Biaya kepatuhan, untuk mewujudkan pemasukan pajak ke dalam kas negara, maka dibutuhkan biaya-biaya yang dalam literatur perpajakan disebut sebagai tax operating cost, yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk memungut pajak yang disebut administrative cost dan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk memenuhi


(34)

kewajiban perpajakannya yang disebut compliance cost atau biaya kepatuhan.

Biaya kepatuhan adalah semua biaya baik secara fisik maupun psikis yang harus dipikul oleh Wajib Pajak untuk memnuhi kewajiban perpajakannya. Biaya kepatuhan terdiri dari fee untuk konsultan/akuntan, biaya pegawai, biaya transport ke kantor pajak/bank/kas negara, biaya fotocopy sebagai biaya fisik, dan biaya psikis berupa stress, keingintahuan, dan kekhawatiran. Makin rendah biaya kepatuhan, makin mudah bagi Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak dapat dikatakan patuh menurut keputusan menteri keuangan nomor: 544/KMK.04/2000, dengan indikator yaitu Wajib Pajak dalam menyampaikan surat pemeberitahuan (SPT) secara tepat waktu, Wajib Pajak tidak punyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan yaang telah memperoleh izin dari pemerintah untuk mengangsur atau menunda pembayaran, selama 3 tahun berturut-turut akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah mengaudit laporan keuangan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Kriteria wajib pajak patuh menurut Direktur Jenderal Pajak berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-02/PJ/2011 Tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu sebagai turunan dari


(35)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007. Dalam Surat Edaran tersebut disebutkan bahwa Wajib Pajak Patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Kriteria tertentu dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 adalah :

1. Tepat waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dalam 3 tahun terakhir.

2. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak dari Januari sampai November tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

3. SPT Masa yang terlambat seperti dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak berikutnya.

4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.

5. Laporan keuangan di audit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa


(36)

pengecualian selama tiga tahun berturut-turut dengan ketentuan disusun dalam bentuk panjang (longform report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan dan juga pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan publik. 6. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan berdasar pada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

4. Jumlah Wajib Pajak

Wajib Pajak dapat dibagi menjadi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan yang melakukan pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak. Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2011).

Menurut direktorat jendral pajak kementrian keuangan, hingga tahun 2015, Wajib Pajak yang terdaftar dalam sistem administrasi direktorat jenderal pajak mencapai 30.044.103 Wajib Pajak, yang terdiri atas 2.472.632 Wajib Pajak Badan, 5.239.385 Wajib Pajak orang pribadi non karyawan, dan 22.332.086 Wajib Pajak orang pribadi karyawan. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat menurut data Badan Pusat Statistik, hingga tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia yang bekerja mencapai


(37)

93,72 juta orang. Artinya baru sekitar 29,4% dari total jumlah orang pribadi pekerja dan berpenghasilan di Indonesia yang mendaftarkan diri atau terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Ditjen Pajak mewajibkan seluruh Wajib Pajak di Indonesia untuk memperbaiki Surat Pemberitahuan (SPT) pajak lima tahun terakhir mulai 1 Mei 2015. Kebijakan ini disebut replanting policy atau sunset policy (penghapusan sanksi pajak). Pada keadaan yang normal, Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya memang berupaya untuk menghindari adanya pemeriksaan pajak. Tetapi dalam situasi tertentu, apabila pertimbangan bisnis memang lebih menguntungkan, maka Wajib Pajak “dengan terpaksa” harus menghadapi adanya Pemeriksaan Pajak. Dan demi suksesnya dalam menjalani Pemeriksaan Pajak, maka Wajib Pajak mau tidak mau harus mempersiapkan diri dengan melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar ( Budileksmana, 2001). Strategi tersebut dijalankan untuk mengamankan target penerimaan pajak tahun ini. Jika Wajib Pajak betul-betul patuh terhadap kebijakan ini, Ditjen Pajak akan membebaskan atau menghapus semua sanksi pajak. Sunset policy tersebut berlaku untuk seluruh jenis pajak, seperti SPT Tahunan jenis Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik Orang Pribadi dan Badan ( Manurung, 2013)


(38)

5. Jumlah Surat Setoran Pajak

Surat setoran pajak merupakan bukti pembayaran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditentukan oleh Menteri Keuangan (Mardiasmo,2011). Surat setoran pajak ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.

Menurut Anti (2014) surat setoran pajak dibedakan menjadi SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan. SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan, dan mempunyai fungsi yang sarna dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan.

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 yang dimaksud dengan Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan Surat


(39)

Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-payment).

Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu masa pajak atau satu tahun pajak/surat ketetapan pajak/surat tagihan pajak dengan menggunakan satu kode akun pajak dan satu kode jenis setoran, kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar pajak penghasilan Pasal 25 untuk beberapa masa pajak dalam satu SSP.

Surat setoran pajak (SSP) terbagi atas SSP standar, SSP Khusus, SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor), dan SSCP (Surat Setoran Cukai Atas Barang Kena Cukai Dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri). SSP digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi sebagaimana ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak.

6. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak negara yang masih berlaku hingga saat ini adalah pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, bea materai, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas


(40)

tanah dan bangunan. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti penerimaan pajak penghasilan, dimana pajak penghasilan itu sendiri diatur dalam Undang-Undang No.7 tahun 1984 tentang pajak penghasilan yang berlaku sejak tanggal 1 januari 1984, undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2011. Undang-Undang pajak penghasilan mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilaan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak dikenai pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan, yang nantinya disebut sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak (Mardiasmo, 2011).

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pada saat penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Menurut Mardiasmo (2011) dalam buku Perpajakan edisi revisi, menyebutkan ada beberapa subjek pajak antara lain yaitu ada orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan yang terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, dan perseroan lainnya. BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, oraganisasi. Dan yang terakhir yaitu Bentuk Usaha Tetap (BUT).


(41)

Seperti yang telah ditetapkan di dalam undang-undang PPh, subjek pajak dalam PPh terdiri dari dua jenis yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri terdiri dari subjek pajak orang pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia. Subjek pajak badan yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah. Subjek pajak warisan yaitu warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Sedangkan subjek pajak luar negeri yang terdiri dari orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, atau orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan di indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak kena pajak. Subjek pajak badan dalam negeri


(42)

menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima ataau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang digunakan baik untuk investasi maupun konsumsi. (Ilyas, 2006). Meskipun UU No.17 Tahun 2000 menetapkan bahwa objek pajak adalah “penghasilan”, tetapi sebagai dasar penghitungan pajak (tax basic) adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP). Oleh karena itu, ukuran untuk menentukan bahwa Wajib Pajak terutang pajak atau tidak tergantung ada tidaknya PKP tersebut.

7. Penerimaan Pajak

Penerimaan berasal dan kata terima yang berarti mendapat (memperoleh sesuatu), Sedangkan penerimaan berarti perbuatan menerima. Maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak merupakan jumlah kontribusi masyarakat (yang dipungut berdasarkan undang-undang) yang diterima oleh negara dalam suatu masa yang akan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah dibawah Kementerian Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian


(43)

target penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat.

Pendapatan dan belanja Negara (APBN). Jika dilihat dari sisi ekonomi, penerimaan dari sektor pajak merupakan penerimaan Negara yang potensial, karena melalui pajak pemerintah dapat membiayai sarana dan prasarana publik diseluruh sektor kehidupan, seperti sarana transportasi, air, listrik, pendidikan, kesehatan, keamanan, komunikasi, sosial dan berbagai fasilitas lainnya yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Peningkatan penerimaan pajak memegang peranan strategis karena akan meningkatkan kemandirian pembiayaan pemerintah.

Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan ini, negara harus melakukan pembangunan di segala bidang.

Sebagai sebuah negara yang berdasarkan hukum material/sosial, Indonesia menganut prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, ketersediaan dana yang cukup untuk melakukan


(44)

pembangunan merupakan faktor yang sangat penting. Dalam menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan ini, salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan pemungutan pajak.

B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis

1. Hubungan antara Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Tingkat Penerimaan Pajak Penghasilan

Menurut Undang-Undang nomor 16 Tahun 2000, batas waktu penyampaian SPT masa paling lambat dua puluh hari setelah akhir masa pajak, sedangkan batas waktu penyampaian SPT tahunan paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Undang-Undang Nomor 16, Tahun 2000 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 28, Tahun 2007 dengan perubahan batas waktu penyampaian SPT tahunan paling lambat empat bulan setelah akhir tahun pajak khusus bagi Wajib Pajak badan. Pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku sangatlah penting guna dapat melaksanakan dan memenuhi kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Yosi (2011) ditunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dan kuat antara kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dengan penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. Anti (2014) menunjukkan hasil bahwa kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Syahputra


(45)

(2012) menunjukkan hasil yang berbeda dari Yosi (2011) dan Anti (2014) yang menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap efektifitas penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjungpinang.

H1 : Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan

pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015.

2. Hubungan antara Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Tingkat Penerimaan Pajak Penghasilan.

Jumlah Wajib Pajak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak. Jumlah Wajib Pajak yang efektif akan meningkatkan penerimaan pajak. Wajib Pajak dapat dibagi menjadi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan yang melakukan pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak. Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2011).

Aisyah (2013) melakukan penelitian yang sama dan menunjukkan hasil bahwa jumlah Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Anti (2014) pun menunjukkan hasil yang sama yaitu jumlah Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Hariyanto dkk (2014) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil yang signifikan pengaruh jumlah Wajib


(46)

Pajak terhadap penerimaan pajak. Hariyanto dkk (2014) menyatakan bahwa jumlah Wajib Pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2015) menunjukkan hasil bahwa jumlah Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tangerang. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H2 : Jumlah Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak

penghasilan Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015.

3. Hubungan Jumlah Surat Setoran Pajak dengan Tingkat Penerimaan Pajak Penghasilan.

Surat setoran pajak merupakan bukti pembayaran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditentukan oleh Menteri Keuangan (Mardiasmo,2011). Surat setoran pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. Jumlah surat setoran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah penerimaan pajak. Semakin banyak jumlah surat setoran maka akan semakin banyak pula penerimaan pajak. Hal ini


(47)

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

Hariyanto (2014) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil bahwa jumlah surat setoran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Anti (2014) juga melakukan penelitian dan mendapatkan hasil yang sama yaitu jumlah surat setoran berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak. Gunawan (2012) menunjukan hasil yang berbeda yaitu surat setoran pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karanganyar. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H3 : Jumlah surat setoran pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan

pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015.


(48)

C. Model Penelitian

Penelitian ini menggambarkan hubungan antara pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak, jumlah Wajib Pajak, surat setoran pajak dan penerimaan pajak penghasilan yang digambarkan dalam suatu model penelitian seperti berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak (Safitri, 2011) Jumlah Wajib Pajak (Hariyanto, 2014) Surat Setoran Pajak (Anti,

2014)

Penerimaan Pajak penghasilan

H1 (+)

H2 (+)


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek dan Subyek Penelitian

Obyek penelitian dapat juga disebut sebagai variabel penelitian yang merupakan inti masalah penelitian. Sedangkan subyek penelitian seperti benda, orang atau tempat data yang menjadi variabel penelitian yang melekat dan dipermasalahkan. Dari definisi tersebut maka obyek di dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi diantaranya ada tingkat kepatuhan pajak, jumlah Wajib Pajak, dan jumlah surat setoran pajak. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati.

B. Jenis Data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kuantitatif yang menghubungan antara variabel, dengan tujuan menggambarkan hubungan yang terjadi antar variabel yang diteliti. Sedangkan jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis dan sumber data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati yang ada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah berupa laporan keuangan Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Pati pada periode anggaran 2005-2015.


(50)

C. Teknik Pengambilan Sampel

Berdasarkan masalah yang ada dalam penelitian maka peneliti menggunakan metode pemilihan sampel non probability sampling dengan pemilihan sampel bertujuan atau purposive sampling. Dimana untuk menentukan sampel yang akan digunakan dengan pertimbangan tertentu. D. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari laporaan keuangan Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Pati pada periode anggaran 2005-2015. Selain itu data juga didapatkan dari tesis, skripsi, dan jurnal-jurnal sebagai pendukung pembuatan penelitian.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Variabel Dependen

1) Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak merupakan tingkat sejauh mana Wajib Pajak mematuhi peraturan undang-undang yang berlaku dalam melaporkan pajak. Dan sejauh mana Wajib Pajak mencatat seluruh penghasilan kena pajaknya berdasarkan undang-undang yang berlaku (Tahar & Sandy, 2012). Kepatuhan Wajib Pajak dapat diukur dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) yang ada di Kantor Pelayanan Pajak. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepatuhan perpajakan, yaitu kejelasan undang-undang perpajakan dan peraturan


(51)

perpajakan, jika kejelasan tersebut makin jelas maka dapat memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

2) Jumlah Wajib Pajak

Wajib Pajak dapat dibagi menjadi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan yang melakukan pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak. Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2011). Ditjen Pajak mewajibkan seluruh Wajib Pajak di Indonesia untuk memperbaiki Surat Pemberitahuan (SPT) pajak lima tahun terakhir mulai 1 Mei 2015. Kebijakan ini disebut replanting policy atau sunset policy (penghapusan sanksi pajak). Strategi tersebut dijalankan untuk mengamankan target penerimaan pajak tahun ini. Jika Wajib Pajak betul-betul patuh terhadap kebijakan ini, Ditjen Pajak akan membebaskan atau menghapus semua sanksi pajak.

Kepatuhan Wajib Pajak = Σ Surat Pemberitahuan

Jumlah Wajib Pajak = Σ Wajib Pajak


(52)

3)

Jumlah Surat Setoran Pajak

Menurut peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 mengartikan surat setoran pajak sebagai bukti pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menggunakan formulir ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditentukan oleh Menteri Keuangan. Surat setoran pajak merupakan bukti pembayaran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditentukan oleh Menteri Keuangan (Mardiasmo,2011).

Surat setoran pajak dibedakan menjadi SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan. SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan, dan mempunyai fungsi yang sarna dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan.


(53)

b. Variabel Independen

1) Penerimaan Pajak Penghasilan

Tingkat Penerimaan Pajak adalah ukuran seberapa besar pajak yang diterima oleh pemerintah yang disetorkan Wajib Pajak melalui KPP setempat atau tempat pembayaran pajak lainnya. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan ini, negara harus melakukan pembangunan di segala bidang.

F. Uji Kualitas data a. Uji Normalitas

Uji normalitas dapat digunakan untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Cara untuk melihat normalitas adalah secara visual yang melalui normal P-P Plot, dengan ketentuan jika titik masih berada di sekitar garis diagonal maka dapat dikatakan bahwa residual menyebar normal ( Nazarudin dan Basuki, 2015).

Penerimaan Pajak Penghasilan = Realisasi Pajak Penghasilan


(54)

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem Multikolinieritas. Dalam model regresi ganda terdapat suatu hubungan linear antara peubah X maka dapat disebut Multikolinearitas. Pendeteksian uji multikolinearitas ini dapat dilihat dari nilai variance inflation factors (VIP), dengan kriteria pengujian yaitu jika nilai VIP < 10 maka tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel independen (Nazarudin dan Basuki, 2015)

c. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari syarat-syarat asumsi klasik pada model regresi, dimana dalam regresi harus dipenuhi syarat tidak adanya heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan metode Glejser (Nazarudin dan Basuki, 2015).

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada


(55)

model regresi. Metode pengujian yang digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson atau Uji DW (Nazarudin dan Basuki, 2015).

G. Analisis Data dan Uji Hipotesis a. Analisis Data

Dalam analisis data terdapat teknik analisis data, analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana variabel dependen dapat diprediksikan melalui variabel independen. Untuk mengetahui pengaruh kepatuhan Wajib Pajak, jumlah Wajib Pajak, surat setoran pajak, terhadap penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi secara matematis ditunjukkan dalam persamaan yang disajikan :

Uji Regresi Linear Berganda: PPPJ = α + β1.KWP + β2.JWP + β3.JSSP+ ε

Dimana:

PPPJ = Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi α = Konstanta

KWP = Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak JWP = Jumlah Wajib Pajak

JSSP = Jumlah Surat Setoran Pajak β1,2,3 = Koefisien Regresi Berganda ε = Error Term atau variabel gangguan


(56)

b. Uji Hipotesis 1) Uji t

Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh secara parcial antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dengan variabel lain dianggap konstan, dengan asumsi bahwa jika signifikan nilai t hitung yang dapat dilihat dari analisa regresi menunjukkan kecil dari α = 5%, berarti variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. 2) Uji Koefisien Determinan

Koefisien determinasi (R square) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variansi variabel terikat. Adjusted R square berarti R square sudah disesuaikan dengan derajat masing-masing jumlah kuadrat yang tercakup dalam perhitungan Adjusted R square. Nilai koefisien adalah nol atau satu. Nilai Adjusted R square yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel-variabel-variabel dependen sangat terbatas.

3) Uji f

Uji statistik f digunakan ntk mengetahui apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengarh secara bersama-sama (simultan)terhadap variabel dependen. Apabila nilai probabilitas signifikan < 0,05, maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.


(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Deskripsi Data Umum

1. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati memiliki wilayah kerja meliputi Kabupaten Pati dengan luas wilayah 150.368 ha. Wilayah Kabupaten Pati terletak pada ketinggian antara 0 – 1.000 m di atas permukaan air laut. Ketinggian wilayah yang terendah di Kabupaten Pati berada di Kecamatan Tayu dengan ketinggian 1 m di atas permukaan laut dan tertinggi berada di Kecamatan Tlogowungu dengan ketinggian 624 m di atas permukaan air laut. KPP Pratama pati membawahi 21 kecamatan yang terdiri dari 404 desa. Tercatat sampai tahun 2015 jumlah wajib pajak sebanyak 172.787 wajib pajak orang pribadi karyawan dan 44.302 wajib pajak orang pribadi non karyawan.

Tabel 4.1

Daftar kecamatan di kabupaten pati:

NO Kecamatan Jumlah desa

1 Batangan 18

2 Cluwak 13

3 Dukuhseti 12

4 Gabus 23

5 Gembong 11

6 Gunungwungkal 15

7 Jaken 21

8 Jakenan 23


(58)

NO Kecamatan Jumlah desa

10 Kayen 15

11 Margorejo 18

12 Margoyoso 22

13 Pati 28

14 Pucakwangi 20

15 Sukolilo 17

16 Tambakromo 18

17 Tayu 22

18 Tlogowungu 15

19 Trangkil 16

20 Wedarijaksa 18

21 Winong 30

Sumber : Data KPP Pratama Pati

Kabupaten Pati memiliki wilayah, di sebelah selatan dibatasi wilayah Kab.Grobogan dan Kab. Blora, di bagian barat dibatasi wilayah Kab. Kudus dan Kab. Jepara, di bagian timurdibatasi wilayah Kab.Rembang dan Laut Jawa, dan bagian utara adalah dibatasi wilayah Kab.Jepara dan Laut Jawa. KPP Pratama Pati hanya memiliki wilayah kerja Kabupaten Pati dan lokasi kantor juga sudah berada di Kabupaten Pati dekat denga perkantoran kejaksaan Pati, Kantor satlantas Pati, maupun kantor kodim Pati di jl jendral sudirman no. 64 Pati, sehingga KPP Pratama Pati tidak memiliki Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) maupun Pos Pembantu.


(59)

2. Kedudukan, Potensi,Tugas Pokok dan Fungsi KPP Pratama Pati 1) Kedudukan KPP Pratama Pati

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati yang selanjutnya dalam keputusan Menteri Keuangan disebut KPP Pratama Pati adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah tanggung jawab langsung kepala kantor wilayah, KPP Pratama Pati dipimpin oleh seorang kepala kantor yaitu Ir. Jufri Jauhari. KPP Pratama Pati dibangun dipusat kota Pati yang terdiri kokoh dengan satu lantai yang memiliki beberapa ruangan untuk melayani masyarakat dalam menyelesaikn pembayaran pajaknya. Dibagian selatan ruangan digunakan untuk Seksi Pelayanan, Seksi Pengolahan Data dan Informasi dan Tempat Layanan Terpadu, dan dibagian lainnya digunakan untuk Kepala KPP, Sub Bagian Umum, seksi Waskon IIV, seksi penagihan, seksi ekstensifikasi, seksi pemeriksaan, ruang fungsional pemeriksaan, ruang rapat kepala KPP, ruang konsultasi, dan gudang ATK.

2) Potensi Pajak KPP Pratama Pati

Dari segi potensi pajak sebenarnya Kabupaten Pati memiliki potensi cukup besar karena wilayahnya berada di daerah pantura dan banyaknya masyarakat Pati yang memiliki usaha sendiri terlebih di Pati juga ada perusahaan besar. Banyak perusahaan-perusahaan besar yang berada di wilayah Kabupaten Pati, perusahaan tersebut antara lain : PT


(60)

Paragon Technology & Inovation, PT Ungaran Sari Garmen, PT Gunanusa Era Mandiri, CV. Sambung Nyowo Yogyakarta Group, PT. Asiadaya Abadi, PT. Krida Multi Niaga Prima, PT Part Station , PT. Mandala Multifinance Tbk, PT. Columbindo Perdana Cabang Kudus, PT. Kridha Multi Niaga Prima, PT. Central Santosa Finance, PT. Yamaha Mataram Sakti, CV. Media Inovasi, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk , PT. Astra International, PT. Garudafood Putra Putri Jaya, PT. Ultrajaya, CV Arjuna Masster Corporation, PT Dua Kelinci,dan lain sebagainya.

Sebagai Kabupaten di Jawa Tengah, Kabupaten Pati mempunyai perkembangan yang pesat. Namun demikian, potensi pajak di Kabupaten Pati tidak tersebar secara merata ke seluruh 21 kecamatan yang ada. Daerah yang berpotensi tinggi yaitu Kecamatan Pati, sedangkan yang lain dapat dikategorikan dalam tingkat sedang sampai minim potensi. Tentunya untuk wilayah yang berpotensi cukup tinggi diperlukan Account Representative (AR) yang lebih banyak sehingga bisa melakukan penggalian potensi pajak yang lebih besar lagi. Untuk potensi PPh orang pribadi, mayoritas dari wajib pajak PPh Orang Pribadi (orang perorang) di KPP Pratama Pati adalah mereka yang memasukan SPT dalam Prominent 1770 SS.


(61)

3) Tugas Pokok KPP Pratama Pati

KPP Pratama Pati memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan penyuluhan dan pelayanan pajak negara serta pengawasan wajib pajak dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak-pajak negara yang dimaksud adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

4) Fungsi KPP Pratama Pati

KPP Pratama Pati memiliki tujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban pembayaran pajak serta memberikan penyuluhan perpajakan agar wajib pajak mengerti tentang perpajakan. Dalam melakukan tugasnya KPP Pratama Pati menyelenggarakan fungsi yaitu :

a) Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan.

b) Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

c) Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT) serta penerimaan surat lainnya.


(62)

d) Penyuluhan pajak.

e) Pelaksanaaan registrasi wajib pajak.

f) Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. g) Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

h) Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. i) Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

j) Pelaksanaan intensifikasi. k) Pembetukan ketetapan pajak.

l) Pengurangan PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

3. Visi dan Misi KPP Pratama Pati 1) Visi KPP Pratama Pati

Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang Terbaik demi Menjamin Kedaulatan dan Kemandirian Negara

2) Misi KPP Pratama Pati

Menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan :

a)

Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela

yang tinggi dan penegakan hukum yang adil

b)

Pelayanan berbasis teknologi modern untk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan

c)

Aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional

d)

Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja


(63)

4. Gambaran Umum Struktur Organisasi KPP Pratama Pati

Gambar 4.1

Struktur Organisasi KPP Pratama Pati

5. Pembagian Tugas Pokok KPP Pratama Pati

KPP Pratama Pati dipimpin oleh seorang kepala kantor. KPP Pratama Pati terdiri dari 9 seksi dan 1 kelompok fungsional. Adapun deskripsi jabatan sebagai berikut :

Kepala kantor

sub bagian umum

Seksi

Seksi Ekstensifikasi

Seksi Pemeriksaan Administrasi Surat

Seksi Pelayanan

Seksi Penagihan

Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Kelompok Fungsional

Kelompok Fungsional Penilai

Kelompok Fungsional Pemeriksa


(64)

1) Kepala Kantor

Dalam menjalankan tugasnya kepala kantor mempunyai tugas antara lain :

a) Mengkoordinasi tugas-tugas yang ada di KPP Pratama Pati Yogyakarta sesuai dengan kebijakan, keputusan dan arahan dari Direktorat Jenderal Pajak.

b) Mengkoordinasi pelaksanaan tugas para kepala seksi di KPP Pratama Pati.

2) Sub Bagian Umum

Dalam menjalankan tugasnya Sub Bagian Umum mempunyai tugas antara lain :

a) Menerima, memproses, menatausahakan dokumen yang masuk dan menyampaikan dokumen sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

b) Melaksanakan tugas tata usaha kepegawaian agar pegawai menerima hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku.

c) Mengkoordinasikan penataan berkas arsip umum (non wajib pajak) di lingkungan KPP Pratama Pati agar dokumen dapat disimpan dengan baik, tertib, aman serta memudahkan pencarian kembali. d) Memproses permohonan magang ataupun permohonan ijin,


(1)

PEMBAHASAN HIPOTESIS

1. Hipotesis Pertama

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak dapat menjamin untuk memperbesar pendapatan pajak di Indonesia.

Pajak merupakan tulang punggung penerimaan suatu negara untuk digunakan oleh pemerintah guna membiayai kegiatan pemerintah. Salah satu sumber pembiayaan tersebut adalah dari penerimaan pajak dalam negeri dimana pajak penghasilan orang pribaditermasuk didalamnya. Salah satu syarat bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam menunaikan kewajiban perpajakannya adalah dengan mendaftarkan dirinya di Kantor Pelayanan Pajak setempat. Penerimaan pajak penghasilan sangat dipengaruhi kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Dengan kata lain kepatuhan wajib pajak pajak akan menciptakan kondisi yang mendukung pencapaian realisasi penerimaan pajak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yosi (2011) ditunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dan kuat antara kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dengan penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. Dengan demikiandapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kepatuhan wajib pajak maka semakin tinggi pula tingkat penerimaan pajaknya.


(2)

2. Hipotesis Kedua

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. Hal ini menujukkan bahwa jumlah wajib pajak menjamin untuk meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia. Wajib Pajak dalam melaporkan dan membayar pajak merupakan salah satu unsur pokok dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak. Semakin banyak wajib pajak maka penerimaan semakin tinggi karena wajib pajak sadar akan menghitung pajak terutangnya sesuai dengan kondisi yag sesungguhnya dan sebaliknya, banyaknya Wajib Pajak mempengaruhi penerimaan pajak karena banyaknya jumlah Wajib Pajak apabila mereka patuh dalam melaksanakan perpajakannya akan menambah penerimaan pajak, banyaknya Wajib Pajak di Indonesia terutama di Kabupaten Pati yang patuh dalam melaksanakan perpajakan. Wajib Pajak yang melaksanakan kewajiban pembayaran pajak umumnya mereka yang mengerti dan memahami tentang perpajakan, dan mereka mengerti adanya pengenaan sanksi perpajakan jika mereka tidak melaksanakan pembayaran. Sehingga banyaknya Wajib Pajak ditambah adanya sosialisasi perpajakan dari pemerintahan dan menyebabkan Wajib Pajak mengerti tentang pajak maka penerimaan pajak juga akan mengalami kenaikan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2013) melakukan penelitian yang sama dan menunjukkan hasil


(3)

pajak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak maka semakin banyak pula pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi yang diterima.

3. Hipotesis Ketiga

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah surat setoran pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah surat setoran pajak tidak dapat menjamin untuk meningkatkan tingkat penerimaan pajak di Indonesia.

Surat setoran pajak merupakan bukti pembayaran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditentukan oleh Menteri Keuangan (Mardiasmo,2011). Surat setoran pajak ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, semakin banyak surat setoran pajak yang disetorkan oleh Wajib Pajak maka akan semakin banyak pula bukti pembayaran pajak yang berarti penerimaan pajak yang diterima pemerintah juga semakin banyak, tetapi banyaknya Wajib Pajak yang tidak mengetahui tentang surat setoran pajak sehingga banyaknya Wajib Pajak yang tidak menyetorkan surat setoran pajak ketempat pembayaran yang telah ditetapkan, hal inilah yang mengakibatkan bahwa surat setoran pajak itu tidak mempengaruhi penerimaan pajak,


(4)

biarpun surat setoran tidak disetorkan jika Wajib Pajak telah membayar Pajak maka penerimaan pajak masih bisa meningkat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2012) yaitu surat setoran pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karanganyar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa banyak atau tidaknya jumlah surat setoran pajak maka tidak akan berpengaruh pada tingkat penerimaan pajaknya.

F. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak, jumlah Wajib Pajak, dan jumlah surat setoran pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. Sampel dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati dengan periode penelitian pada tahun 2008 sampai dengan 2015. Data yang digunakan adalah data sekunder dan pengumpulan data dilakukan dengan purposive sampling. Berdaasarkan analisis dan pengujian data daalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.

2. Jumlah Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.


(5)

3. Jumlah surat setoran pajak berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.

2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan-keterbatasan yang dapat menyebabkan hasil penelitian menjadi bias. Keterbatasan penelitian ini antara lain :

1. Penelitian ini hanya memfokuskan tiga variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu Kepatuhan Wajib Pajak, Jumlah Wajib Pajak, Jumlah Surat Setoran Pajak (SSP).

2. Penelitian ini hanya berfokus pada penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi

3. Penelitian ini hanya menggunakan data selama delapan tahun yaitu tahun 2005-2015

4. Kantor pelayanan pajak yang diteliti hanya pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati

3. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapaat beberapa saran yang dapat diberikan oleh penelitian selanjutnya guna memperoleh hasil yang lebih baik diantaranya adalah:

1. Untuk penelitian selanjutnya dapat mengembangkan dengan meneliti tidak hanya satu Kantor Pelayanan Pajak saja, perlu ditambah obyek penelitian. 2. Untuk penelitian selanjutnya perlu menambah sampel penelitian.


(6)

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat menambah variabel independen yang mungkin dapat berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi..


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

5 85 130

Klasifikasi Pajak Penghasilan Atas Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

7 87 68

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

0 78 88

Faktor-Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Semakin Besar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

0 34 68

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MEMBAYAR PAJAK (STUDI KASUS PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG TENGAH).

0 7 27

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta).

0 5 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus Pada KPP Pratama Surakarta).

0 2 14

PENDAHULUAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus Pada KPP Pratama Surakarta).

0 2 6

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus Pada KPP Pratama Surakarta).

0 2 16

Analisis Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Membayar Pajak ( Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang).

0 0 6