PEMANFAATAN BRIKET ARANG BAGAS TEBU-AZOLLA DALAM BUDIDAYA CABAI MERAH KERITING DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL

(1)

SKRIPSI

Oleh : Usfiani 20120210057

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iii

PEMANFAATAN BRIKET ARANG BAGAS TEBU-AZOLLA DALAM BUDIDAYA CABAI MERAH DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS

BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Sarjana Pertanian

Oleh: Usfiani 20120210057

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

v


(5)

vi

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Briket Arang Bagas Tebu-Azolla Dalam Budidaya Cabai Merah Keriting di Tanah Pasir Pantai Samas, Bantul”. Penyusunan skripsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan pendidikan Strata Satu (S1) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tersusunnya laporan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkaan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P., selaku dosen pembimbing satu yang telah memberikan arahan, waktu dan tenaga dalam membantu penelitian ini, serta memberikan saran, kritik dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Mulyono, M.P., selaku dosen pembimbing dua yang telah memeberikan arahan, waktu dan tenaga dalam membantu penelitian ini, serta memberikan saran, kritik dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Ir. Nafi Ananda Utama, M.S., selaku Dosen Penguji yang telah berkenan

meluangkan waktu untuk memberi masukan, koreksi, serta arahan kepada penulis sehingga menjadikan skripsi ini lebih baik lagi.

4. Ir. Sarjiyah, M.S selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 5. Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P selaku Kepala Prodi Agroteknologi,


(6)

vii

6. Seluruh Dosen Program Studi Agroteknologi yang selama ini telah memberikan ilmu yang tak ternilai harganya.

7. Bapak Sukir dan Bapak Yuli selaku laboran Agroteknologi UMY yang telah menyediakan sarana dan prasarana penelitian.

8. Ibu Musiyam dan Bapak Bambang Sugito selaku Ummi dan Abati, yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan finansial serta selalu menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Panji Nurashar dan Haris Ridho, beserta keluarga tercinta lainnya yang selalu menjadi penyemangat penulis dalam mengerjakan skripsi.

10.Teman-teman Agroteknologi 2012, terimakasih atas persaudaraan, pertemanan serta kebersamaanya selama ini.

11.Seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan maupun penyelesaian penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu diharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun agar menyempurnakan skripsi ini.

Yogyakarta, Januari 2017


(7)

viii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Lahan Pasir Pantai ... 7

B. Ampas Tebu (Bagasse) ... 11

C. Azolla ... 12

D. Briket ... 14

E. Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) ... 17

F. Hipotesis ... 19

III. TATA CARA PENELITIAN ... 20

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

B. Bahan dan Alat ... 20

C. Metode Penelitian... 20

D. Cara Penelitian ... 21

E. Parameter Pengamatan ... 25

F. Analisis Data ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Variabel Vegetatif ... 27


(8)

ix

2. Berat Segar Tanaman ... 32

3. Berat Kering Tanaman ... 38

B. Variabel Generatif ... 42

1. Jumlah Buah per Tanaman ... 42

2. Berat Buah per Tanaman ... 45

V. PENUTUP ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(9)

x

Tabel 1.Rerata Tinggi Tanaman Cabai Merah (cm) ... 27 Tabel 2. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan taraf kesalahan 5% terhadap berat

segar tanaman (gram) ... 33 Tabel 3. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan taraf kesalahan 5% terhdap Berat

Kering Tanaman Cabai Merah Keriting (gram). ... 39 Tabel 4. Rerata Hasil Jumlah Buah Cabai Merah Keriting (selama 6 kali panen) 42 Tabel 5. Rerata Hasil Berat Buah Cabai Merah Keriting (gram). ... 46


(10)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Cabai Merah Keriting ... 30


(11)

xii

Lampiran 2. Perhitungan Pupuk ... 57

Lampiran 3. Perhitungan Berat Tanah Berdasarkan Luas Perakaran Efektif dan Kedalaman Akar Tanaman Cabai Merah Keriting... 59

Lampiran 4. Tabel Sidik Ragam Tanaman Cabai Merah Keriting ... 60

Lampiran 5. Deskripsi Cabai Merah Keriting Varietas TM 999 F1 ... 62


(12)

Skripsi yang berjudul

PEMANFAATAN BRIKET ARANG BAGAS TEBU-AZOLLA DALAM BUDIDA Y A CABAl MERAH KERITING DI TANAH

P ASIR PANT AI SAMAS BANTUL

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Usfiani

20120210057

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tangga122 Desember 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Srujana Pertanian

PembimbingIPenguji Utama Anggota Penguji

Dr.Ir. Gunawan Budiyanto, M.P . Ir. Nati Ananda Utama, M.S.

NIP.19601120 198903 1001 NIK.196108 3 11986101330002

bing/Penguji Pendamping :

Ir._Mut ono M.P .

NIP. 19600608 19803 1 002


(13)

xiii

Yogyakarta in May to September 2016. This research aims to obtain the proper balance of briquettes dose combination bagas cane-Azolla to increase the growth and yield of pepper plants in the ground curly red sand beach.

This research was conducted using experiments methods arranged in a completely randomized design (CRD) with single factor treatment design consisting of 4 treatments. The treatment in the test: A (Control) 80 kilograms N / hectare Manure, treatment B (20 kilograms N / hectare Bagasse Sugar Cane + 60 kilograms N / hectare Azolla), treatment C (40 kilograms N / hectare Bagasse Sugar Cane + 40 kilograms N / hectare Azolla) and treatment D (60 kilograms N / hectare of sugar cane Bagasse + 20 kilograms N / hectare Azolla). Each treatment was repeated 4 times, resulting into 16 experimental units, each unit there are three sample experiments, in order to obtain 48 units of trial. The parameters observed were plant’s height, plant’s fresh weight, plant’s dry weight, and the result of plants per hectare.

The results showed that the briquettes can be potential and replace manure in sandy soil Samas Beach, Bantul at a dose of 40 Kg N-sugarcane bagasse / hectare + 40 Kg N-Azolla / hectare and at a dose of 60 Kg N-sugarcane bagasse / hectare + 20 kg N -azolla / hectare.

Keywords: Briquette, Charcoal Bagasse Sugar Cane, Azolla, Curly Red Chili Plant, Coastal Sandy Soil.


(14)

1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Cabai merah merupakan salah satu komoditi tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Bahkan cabai merah merupakan salah satu komoditi yang dibutuhkan oleh semua orang dari berbagai lapisan masyarakat. Tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) tidak hanya berguna sebagai bumbu masak, tetapi dalam kesehatan cabai merah berkhasiat sebagai stimulan, meningkatkan nafsu makan (stomatik), rematik dan sakit gigi.

Menurut Arfani (2013) seiring dengan berkembangannya industri pangan nasional, cabai merupakan salah satu bahan baku yang yang dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat. Kebutuhan cabai merah di Indonesia setiap tahun meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Luas panen cabai merah pada tahun 2014 seluas 128,734 hektar dengan produksi cabai merah nasional pada tahun 2014 sebesar 1.061.430 ton, sedangkan produksi cabai merah di Yogyakarta sebesar 17.759 ton/hektar. Sementara untuk tingkat konsumsi cabai merah sebesar 1,13 % per tahun, dengan rata-rata konsumsi 1.550 kg per kapita (BPS, 2014). Dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi kenaikan produksi sebesar 625 ton (3,65%). Kenaikan ini disebabkan oleh produktivitas sebesar 0,28 ton per hektar (4,61%) meskipun luas panen mengalami penurunan sebesar 27 hektar (0,96%). Sejalan dengan bertambahnya penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan cabai di masyarakat, sehingga perlu adanya usaha untuk perluasan areal tanam, tetapi usaha ini mengalami


(15)

kendala dengan adanya alih fungsi lahan, tanah-tanah produktif banyak di alihfungsikan menjadi perumahan, industri dan pertambangan. Akibat beralihnya fungsi lahan pertanian untuk kepentingan lain berdampak terhadap menyempitnya lahan pertanian, sehingga mendorong para petani untuk mengusahakan lahan marginal sebagai lahan untuk budidaya tanaman.

Lahan marginal di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk lahan pertanian, salah satunya lahan pasir Pantai Samas Bantul, Yogyakarta. Lahan pasir Pantai Samas Bantul memiliki potensi dikembangkan lahan pertanian untuk meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Lahan pasir pantai Samas merupakan gumuk-gumuk pasir. Karateristik lahan di gumuk pasir wilayah ini adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir tunggal, porositas tinggi, status kesuburannya rendah dan evaporasi tinggi serta tiupan angin laut yang kencang (Partoyo, 2005).

Menurut Gunawan Budiyanto (2014) lahan pasiran merupakan lahan yang tekstur tanahnya didominasi fraksi pasir >70%, dengan porositas total <40%, kurang dapat menyimpan unsur hara karena kekurangan kandungan koloid. Koloid tanah merupakan salah satu bagian tanah yang disebut sebagai situs jerapan. Koloid tanah ini dapat tersusun atas bahan mineral yaitu lempung dan hasil perombakan bahan organik yang disebut humus. Kompleks koloid lempung-humus ini merupakan bagian yang menjadi pusat kesuburan tanah. Tanah pasiran pada umumnya mengandung bahan organik rendah, sehinga jarang berada dalam ikatan partikel tanah (tidak membentuk gumpal), sehingga cenderung memiliki struktur lepas-lepas dan mudah diolah.


(16)

3

Menurut Sudaryono (2001) dalam kaitannya dengan daya menyimpan air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan terhadap lengas tanah relatif rendah, karena permukaan kontak antara permukaa tanah dengan air pada tanah yang teksturnya lebih halus dan tanah pasiran ini didominasi oleh pori makro. Selain itu, sifat tanah berpasir yang mudah meloloskan air ke bawah akan mempengaruhi efesiensi penggunakan pupuk. Pemupukan pada tanah berpasir tanpa melakukan perbaikan sifat tanah akan berdampak pada jumlah ion pada pupuk yang diserap oleh tanaman.

Salah satu upaya meningkatkan produktivitas lahan pasir ini adalah dengan cara memasukkan berbagai bahan yang dapat memperbaiki sifat fisik tanahnya dan menambah serta mempertahankan ketersediaan hara dalam tanah. Upaya perbaikannya yaitu dengan pemberian bahan organik, karena bahan organik mempunyai peranan cukup besar dalam perbaikan kualitas sifat fisik tanah. Menurut Abdul Syukur dan Harsono (2008) bahan organik memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat, sulfat dan asam organik untuk menghancurkan material, mensuplai nutrisi, meningkatkan KTK dan daya ikat hara, serta sebagai sumber karbon, mineral dan energi bagi organisme.

Penggunaan bahan organik dalam bentuk briket menjadi salah satu peluang untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Briket merupakan gumpalan atau padatan yang terbuat dari bahan yang berukuran kecil yang dimampatkan dengan tekanan. Menurut Sudaryono (2001) penggunaan pupuk dalam bentuk briket di lahan marginal dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah, serta dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air. Selain itu sifat briket yang slow release


(17)

menjadi pupuk lebih tersedia didalam tanah, sehingga terhidar dari proses pelindian.

Pemanfaatan bagas tebu dan azolla sebagai bahan organik tanah belum dimanfaatkan secara optimal. Bagas tebu yang dihasilkan oleh pabrik sekitar 32 % sebagian besar hanya digunakan sebagai bahan bakar boiler, sedangkan 1,6 % bagas yang tersisa tidak dimanfaatkan. Bagas tebu memiliki kandungan N 0,30%, P2O5 0,02%, K2O 0,14%, Ca 0,06% dan Mg 0,04%. Tingginya nisbah C:N pada

bagas ini menyebabkan bahan tersebut lama terlapuk sehingga mungkin masih bermanfaat untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah bila dikembalikan ke dalam tanah secara tepat (Bambang Sardi, 2013).

Di samping bagas tebu, Azolla juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara. Azolla memiliki kandungan hara N (3,91 %), P (0,30 %), K 0,65%, C/N 6 dan bahan organik 39,905. Azolla merupakan sumber nitrogen, karena Azolla mampu bersimbiosis dengan Annabaena sp. Annabaena sp. adalah salah satu jenis Blue-Green Algae yang mampu berasosiasi di dalam ruangan daun paku air Azolla, dan salah satu yang menarik adalah kemampuannya memfikasasi kandungan N dalam udara (Gunawan Budiyanto, 2014).

Pemberian briket arang bagas tebu-azolla diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik tanah pasir pantai, sehingga dapat mengurangi pelindian, meningkatkan agregasi serta dapat mengefisiensikan pemupukan dan cabai keriting dapat tumbuh di tanah pasir pantai.


(18)

5

B. Perumusan Masalah

Lahan pasir pantai Samas Bantul, Yogyakarta memiliki potensi sebagai lahan pertanian, tetapi pemanfaatan lahannya belum dilakukan secara optimal. Tanah pasir pantai didominasi oleh fraksi pasir dan mengandung bahan organik rendah. Hal ini menyebabkan tanah tidak mampu menahan air dan menyimpan unsur hara karena kekurangan kandungan koloid tanah. Kondisi tersebut mengakibatkan pemupukan di lahan pasir pantai menjadi tidak efisien, karena akar tanaman tidak mampu menyerap unsur hara dan sebagian hara dari pupuk terlindi kebawah keluar dari perakaran.

Akibat kondisi tersebut, dibutuhkan teknologi yang dapat memperbaiki kualitas tanah pasir pantai, yaitu dengan cara pemberian koloid buatan yang terbentuk dari briket bagas tebu-azolla. Pemanfaatan briket sebagai solusi memperbaiki kualitas tanah pasir karena berfungsi sebagai bahan organik, selain itu secara morfologis briket memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah yang akan dilepaskan secara perlahan sesuai konsumsi dan kebutuhan tanaman (slow release). Selain itu briket bersifat higroskopis sehingga hara dalam tanah tidak mudah tercuci dan mampu menyimpan air. Dengan struktur tanah yang baik serta dengan perimbangan dan penyebaran pori yang baik, maka agregat tanah dapat pula memberikan imbangan padat dan ruang pori yang lebih menguntungkan, terutama bagi tanaman.

Dengan demikian permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :


(19)

1. Apakah briket bagas tebu-azolla dapat berpeluang menggantikan fungsi pupuk kandang ?

2. Apakah briket bagas tebu-azolla dapat dimanfaatkan guna mengatasi permasalahan di lahan pasir pantai?

3. Berapa dosis briket bagas tebu-azolla yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan tanaman cabai merah di lahan pasir Pantai Samas Bantul, Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapat imbangan dosis kombinasi briket bagas tebu dan kompos azolla yang tepat guna menggantikan fungsi pupuk kandang dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai merah di tanah pasir pantai.


(20)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai

Tanah dilahan pasir termasuk dalam jenis tanah Regosol yang dalam taksonomi tanah lebih dikenal dengan sub-ordo Psamments yang berarti pasir dari ordo Entisol. Menurut Brady (1974) tanah pasir merupakan tanah muda (baru) yang dalam klasifikasi FAO termasuk dalam ordo Regosol.

Lahan pasir didominasi oleh pasir dengan kandungan lebih dari 70%, porositas rendah atau kurang dari 40%, sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah (Gunawan Budiyanto, 2014).

Menurut Sulastri (2012) tanah pasir pantai memiliki sifat fisika, kimia dan biologi sebagai berikut:

1. Sifat Fisika

a. Struktur Tanah pasir

Tanah pasir memiliki struktur butir tunggal, yaitu campuran butir-butir primer yang besar tanpa adanya bahan pengikat agregat (Sulastri, 2012)

b. Tekstur Tanah Pasir

Tekstur tanah psir adalah kasar, karena tanah pasir mengandung lebih dari 60% pasir dan memiliki kandungan liat kurang dari 2%. Partikel-partikel pasir mempunyai ukuran yang lebih besar dan luas permukaannya yang kecil dibandingkan fraksi debu dan liat.


(21)

c. Porositas Tanah Pasir

Porositas tanah pasir bisa mencapai lebih dari 50% dengan jumlah pori-pori mikro, maka bersifat mudah merembeskan air dan gerakan udara didalam tanah menjadi lebih lancar. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap proses pemisahan) pasir sangat kecil, sehingga mudah terkikis oleh air dan angin.

d. Temperatur Tanah Pasir

Tanah psir memiliki temperatur yang tinggi yang disebabkan karena kemampuan tanah menyerap panas yang tinggi. Tanah pasir memiliki kemampuan rendah dalam menahan lengas karena sifat tanah yang porus, sehingga sempitnya kisaran kandungan air yang tersedia yang terletak diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen yang berkisar 4 -70 % (dibandingkan pada tanah lempung berkisar 16 – 29%, serta tingginya kecepatan infiltrasi 2,5-25 cm/jam (dibandingkan 0,001-0,1 cm/jam pada tanah lempung) (Sulastri, 2012).

2. Sifat Kimia.

a. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan koloid tanah dalam menyerap dan mempertukarkan kation. Jika tanah dapat mempertukarkan kation-kation yang terkandung di dalamnya dengan cepat disebut KTK nya tinggi. Kapasitas kation tanah yang tinggi akan mempercepat penyerapan bahan organik ke dalam tanaman. Tanah pasir memiliki KTK rendah dibandingkan dengan tanah liat atau debu. Hal ini


(22)

9

disebabkan tanah pasir memiliki kandungan lempung dan humus yang sangat sedikit. Kapasitas Tukar Kation Tanah tanah pasir pantai berkisar 2 – 4 me/g (Sulastri, 2012).

b. pH tanah

Tanah pasir di daerah pantai cenderung bersifat basa karena kandungan garamnya yang tinggi dan sedikitnya partikel liat serta kurangnya bahan organik. Kelebihan garam dalam tanah dapat menurunkan potensial air larutan tanah dan menyebabkan tumbuhan kekurangan air meskipun hidup pada lingkungan yang banyak air. Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi serta penambahan biomassa tumbuhan (Sulastri, 2012).

3. Sifat Biologi

Pada tanah pasir jumlah mikroorganisme sangat sedikit sehingga proses huminifikasi berjalan lambat. Mikroorganisme pada tanah pasir sangat sedikit karena kondisi lingkungan tanah pasir tidak mendukung mikroorganisme untuk hidup. Kondisi yang tidak menguntungkan cahaya matahari yang sangat besar, suhu yang tinggi dan kemampuan menahan air pada tanah pasir sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah pasir menjadi kurang subur.

Tanah pasiran pada umumnya rendah kandungan bahan organiknya, sehingga cenderung memiliki struktur lepas-lepas dan mudah diolah. Menurut Gunawan Budiyanto (2014) Dominasi fraksi pasir yang dimiliki menyebabkan kandungan fraksi lempung rendah, dan dengan rendahnya kandungan bahan


(23)

organik menyebabkan tanah ini tidak membentuk agregat serta berada dalam kondisi berbutir tunggal. Akibatnya tanah-tanah pasir pada umumnya tidak memiliki kandungan air yang cukup untuk menopang pertumbuhan tanaman. Kandungan mineral lempung dan bahan organik yang rendah juga menyebabkan tidak terbentuknya kompleks koloid tanah yang biasa terbentuk karena adanya asosiasi antara mineral lempung dan bahan organik dalam membentuk kompleks lempung-humus.

Kendala utama dalam pemanfaatan tanah pasir yaitu karena tanah pasir miskin mineral, lempung, bahan organik dan tekstur yang kasar. Tekstur yang kasar menyebabkan pupuk yang diberikan mudah terlindih. Kandungan bahan organik yang dimiliki oleh tanah pasiran rendah karena temperatur dan aerasi memungkinkan tingkat dekomposit bahan organik tinggi. Selain itu, kandungan bahan organik yang dimiliki oleh tanah pasiran rendah karena temperatur dan aerasi memungkinkan tingkat dekomposisi bahan organik tinggi. Selain itu, stabilitas agregat dan kandungan liat tanah pasiran rendah sehingga pada saat hujan, air dan hara akan mudah hilang melalui proses pergerakan air ke bawah (Gunawan Budiyanto, 2009).

Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik tanah pasir yaitu dengan penambahan bahan organik. Bahan organik ini berfungsi sebagai pembenah agregat tanah yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Menurut Suntoro (2003) bahan organik merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah. Pada tanah pasiran bahan


(24)

11

organik diharapkan dapat merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau mampu meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar.

B. Ampas Tebu (Bagasse)

Ampas tebu merupakan suatu residu dari proses penggilingan tanamanan tebu (Saccharum oficinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah berserat yang disebut sebagai ampas tebu (bagasse).

Ampas tebu (Bagasse) merupakan limbah padatan yang dihasilkan dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Ampas tebu (Bagasse) ini mengandung serat dan gabus. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagas sebesar 32% dari bobot tebu yang digiling. Sebagian besar bagas yang dihasilkan oleh pabrik gula dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler dan sekitar 1,6% dari bobot bagas tesisa dan tidak dimanfaatkan (Nuraisyah, 2010).

Limbah ampas tebu (Bagasse) memiliki potensi besar bahan organik untuk memperbaiki kesuburan tanah. Limbah ampas tebu (Bagasse) memiliki kadar bahan organik sekitar 90%. Badan Penelitian dan Pengembangan PT Gula Putih Mataram (2002) menyatakan bahwa kandungan N, P205, K20, Ca dan Mg pada

bagas berturut-turut adalah 0.30%, 0,02%, 0.14%, 0.06%, dan 0.04%. Pada bagas tebu memiliki nisbah C :N sekitar 142 :1 (Purnomo dkk., 1995). Tingginya nisbah C:N pada bagas ini menyebabkan bahan tersebut lama terlapuk sehingga mungkin masih bermanfaat untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah bila dikembalikan ke dalam tanah secara tepat (Dwi Guntoro, dkk., 2003).


(25)

Abu pembakaran ampas tebu merupakan hasil perubahan secara kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler dengan suhu mencapai 550-600o C dan setiap 4-8 jam lama pembakaran, dilakukan pengeluaran abu dari dalam boiler, karena jikadibiarkan tanpa dibersihkan akan terjadi penumpukan yang akan mengganggu proses pembakaran ampas tebu berikutnya. Dalam abu bagas terdapat komposisi kimia yaitu SiO2 (71%), Al2O3 (1,9%), Fe2O3 (7,8%), CaO (3,4%), K2O (8,2%),

P2O5 (3,0%) dan MnO (0,2) (Nuraisyah, 2010).

C. Azolla

Azolla merupakan satu-satunya genus dari paku air mengapung suku Azollaceae. Terdapat tujuh spesies yang termasuk dalam genus ini. Suku Azollaceae sekarang dianjurkan untuk digabungkan ke dalam suku Salviniaceae, berdasarkan kajian morfologi dan molekular. Azolla pinnata memiliki panjang 1,5-2,5 cm. Tipe akar yang dimiliki yaitu akar lateral dimana bentuk akar adalah runcing terlihat seperti rambut atau bulu diatas air. Bentuk daun kecil dengan ukuran panjang sekitar 1-2 mm dengan posisi daun yang saling menindih. Permukaan atas daun berwarna hijau, coklat atau kemerah-merahan dan permukaan bawah berwarna coklat transparan (Briljan, 2014).

Pada kelangsungan hidupnya, azolla bersimbiosis dengan endofitik Cyanobacteria yang dikenal dengan nama Anabaena azollae, simbiosis tersebut terdapat di dalam rongga daun azolla. Dalam rongga azolla terdapat rambut-rambut epidermal yang berperan dalam kegiatan metabolisme azolla dengan Anabaena azollae. Anabaena berada di posisi ventral lobus dorsal setiap daun


(26)

13

vegetatif. Endofit mengfiksasi nitrogen atmosfer dan terdapat disebelah dalam jaringan padi paku air tersebut (Briljan, 2014).

Menurut Ratna (2011) Azolla memiliki kemampuan dalam mengikat nitrogen langsung dari udara karena adanya simbiosis dengan sianobakteri (Anabaena azollae) yang hidup di dalam rongga daun Azolla. Simbiosis tersebut menyebabkan Azolla mempunyai kualitas nutrisi yang baik. Mekanisme simbiotik yang terjadi pada kompos Azolla adalah serangkain proses fiksasi nitrogen pada tanah yang ditumbuhi menjadi subur dan kaya akan nutrisi, khususnya senyawa golongan nitrogen.

Pemanfaatan azolla sebagai pupuk ini memang memungkinkan. Bila dihitung dari berat keringnya dalam bentuk kompos (azolla kering) mengandung unsur Nitrogen (N) 3 - 5 %, Phosphor (P) 0,5 - 0,9 % dan Kalium (K) 2 - 4,5 %. Sedangkan hara mikronya berupa Calsium (Ca) 0,4 - 1 %, Magnesium (Mg) 0,5 - 0,6 %, Ferum (Fe) 0,06 - 0,26 % dan Mangaan (Mn) 0,11 - 0,16 %. Berdasarkan komposisi kimia tersebut, bila digunakan untuk pupuk mempertahankan kesuburan tanah, setiap hektar areal memerlukan azolla sejumlah 20 ton dalam bentuk segar, atau 6-7 ton berupa kompos (kadar air 15 persen) atau sekitar 1 ton dalam keadaan kering (Ratna M, 2011).

Menurut Arifin (1996) ditinjau dari segi kimia, Azolla dapat memperkaya unsur hara mikro dan makro dalam tanah. Sedangkan dari biologi tanah, Azolla dapat meningkatkan aktivitas mikrobia tanah dan menghambat pertumbuhan


(27)

gulma, selain itu Azolla dapat dijadikan filter (penyaring) air dari pencemaran logam berat.

D. Briket

Briket arang merupakan bahan padatan yang dihasilkan dari proses pemampatan dengan memberikan tekanan yang berasal dari serbuk limbah pertanian dengan penambahan bahan perekat. Briket arang merupakan bahan padat yang mengandung karbon, mempunyai nilai kalori yang tinggi yang terbuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, rumput, jerami, ataupun limbah pertanian lainnya (Gustan dan Hartoyo, 1983).

Penggunaan briket pada lahan marginal dapat meningkatkan kadar bahan organik tanahnya, serta dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air. Menurut Herawady (2004) pemberian briket kompos serta air dapat memperbaiki sifat fisik tanah serta mampu menyimpan air jika dicampurkan ke dalam media tumbuh.

Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, yang bahan bakunya diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Briket yang baik diharapkan memiliki kadar karbon yang tinggi. Kadar karbon sangat dipengaruhi oleh kadar zat menguap dan kadar abu. Semakin besar kadar abu akan menyebabkan turunnya kadar karbon briket arang tersebut (Hendra dan Dermawan, 2000). Pembuatan briket arang terdiri dari beberapa proses berikut:


(28)

15

1. Karbonasi

Proses pengarangan (pirolisa) adalah penguraian biomassa (lysis) menjadi karbon melalui proses pembakaran pada suhu dari 150oC. Proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses yaitu pirolisa primer dan pirolisa skunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer (Abdullah, dkk., 1991).

2. Bahan Perekat

Sifat alamiah bubuk arang cenderung saling memisah. Dengan bantuan bahan perekat, butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakarnya, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah) (Sudrajat, 1983).

Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menahan air dan membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang direkatkan. Dengan adanya bahan perekat maka susunan partikel semakin baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekanan arang briket akan semakin baik.

Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air dalam jumlah tidak melebihi 70 % dari berat serbuk arang dan kemudian dipanaskan sampai berbentuk jeli. Pencampuran kanji dengan sebuk arang diupayakan dengan merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan


(29)

dengan meremas-remas menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).

Selain itu bahan perekat yang digunakan dapat berupa bahan organik, berupa dedaunan yang mengandung senyawa pati, seperti daun randu dan azolla. Pada azolla mengandung senyawa pati 6,54%. Dalam pati tersusun dari dua karbohidrat, amilosa dan amilopektin. Amilosa memberikan sifat keras, sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket (Asri,2013).

3. Pemampatan dan Pencetakan

Tekanan diberikan untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat. Setelah bahan perekat dicampurkan dan tekanan mulai diberikan maka perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai mengalir membagi diri ke permukaan bahan. Pada saat yang bersamaan dengan terjadinya aliran maka perekat juga mengalami perpindahan dari permukaan yang diberi perekat kepermukaan yang belum terkena perekat (Kirana, 1985; dalam Agus Salim, 1995). Adonan yang sudah jadi siap untuk dicetak menjadi briketdengan cara memasukan adonan ke dalam cetakan kemudian dipadatkan.

4. Pengeringan

Pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan kembali air yang telah ditambahkan pada proses pencampuran. Pengeringan dilakukan terhadap briket, agar air yang tersimpan dalam briket dapat diuapkan, sehingga tidak mengganggu pada saat briket di bakar (Widayanti, 1995).


(30)

17

E. Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.)

Cabai merah ( Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis cabai yang mempunyai daya adaptasi tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang baik didataran rendah maupun dataran tinggi, di lahan sawah maupun lahan tegalan. Sifat inilah ynag menyebabkan tanaman cabai dapat dijumpai hampir di semua daerah.

Klasifikasi tanaman cabai merah menurut Arfani (2013) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Subkelas : Sympetale, Ordo : Tubiflorae (solanes), Famili : Solanaceae, Genus : Capsicum, Spesies : Capsicum annum L. Tanaman cabai merah termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam suku Solonaceae. Buah cabai sangat digemari karena memiliki rasa pedas dan dapat merangsang selera makan. Selain itu, cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak , karbohidarat, kalsium, vitamin A, B2, dan vitamin C (Syarief dan Irawati, 1988).

Tanaman ini berbentuk perdu yang tingginya mencapai 1,5-2 m dan lebar tajuk tanaman dapat mencapai 1,2 m. Daun cabai pada umumnya berwarna hijau cerah pada saat masih muda dan akan berubah menjadi hijau gelap dan sudah tua. Bentuk daun cabai umumnya bulat telur, lonjong dan oval dengan ujung runcing. Bunga cabai berbentuk terompet atau campanulate. Buah cabai bulat sampai bulat panjang, mempunyai 2-3 ruang yang berbiji banyak. Bijinya kecil, bulat pipih seperti ginjal dan berwarna kuning kecoklatan (Arfani 2013 dalam Prabowo,2013).


(31)

Tanaman cabai merah keriting merupakan tanaman yang memiliki daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, tetapi pertumbuhannya di dataran tinggi lebih lambat. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai yaitu 25-27o C pada siang hari dan 18-20o C pada malam hari. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah yaitu sekitar 600-1200 mm per tahun (Nani Sumarni, 2005).

Tanaman cabai merah keriting dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, dengan drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang ideal untuk penanaman cabai merah adalah tanah yang gembur, remah, mengandung cukup bahan organik, unsur hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (pH) tanah yang sesuai adalah 6-7 (Nani Sumarni, 2005).

Kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab tetapi tidak becek) dan temperatur tanah antara 24-30o C sangat mendukung pertumbuhan tanaman cabai merah. temperatur tanah yang rendah akan menghambat pengambilan unsur hara oleh akar (Nani Sumarni, 2005).

1. Penyiapan Lahan

a. Pengolahan tanah berupa pembajakan atau pencangkulan, pembersihan gulama, pembuatan bedengan dan membuat lubang tanam.

b. Untuk lahan kering, lahan diolah sedalam 30-40 cm, dibuat bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm dan jarak antar bedeng 30 cm, serta jarak tanam (50-60 cm) x (40-50 cm).


(32)

19

2. Penanaman

Waktu penanam yang baik pada jenis lahan kering dilakukan pada awal musim hujan dan dilakukan pada sore hari.

3. Pemupukan

Pemupukan dasar terdiri atas pupuk kandang (20-30 ton/hektar), yang dilakukan seminggu setelah tanam. Pupuk kandang dihamparkan pada garitan-garitan atau lubang-lubang tanam, diatasnya diletakkan pupuk SP-36. Pupuk susulan terdiri atas pupuk urea (200-300 kg/hektar) dan KCl (250-300 kg/hektar), yang diberikan 3 kali pada umur 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam, masing-masing sepertiga dosis. Pupuk susulan disebar di sekitar lubang tanaman, kemudian dtutup dengan tanah.

4. Panen dan Pasca Panen

Panen pertama dilakukan pada umur 60-75 hari setelah tanam, dengan interval kurang lebih 3-7 hari. Karateristik kualitas cabai merah keriting yang akan dipanen yaitu warna buah merah merata dan tua.

F. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah pada perlakuan 40 Kg N/hektar Bagas Tebu + 40 Kg N/hektar Azolla merupakan perlakuan lebih sebagai komposisi untuk meningkatkan kesuburan tanah pasir pantai serta meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabi merah.


(33)

20

III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lahan Percobaan milik Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan di laboratorium. Pengamatan pertumbuhan tanaman cabai merah telah dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan analisis sifat tanah telah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai bulan September 2016.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu tanah pasir pantai Samas, bagas tebu (ampas tebu), azolla, kayu bakar, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk SP-36 dan pupuk KCl. Peralatan yang digunakan polybag, ember, meteran, drum, paralon 1 dim, saringan ukuran 0,5 mm, nampan, karung, dan alat tulis. Alat-alat untuk pengambilan tanah pasir Pantai Samas.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode percobaan dengan rancangan percobaan faktor tunggal yang disusun dengan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 4 perlakuan yaitu perlakuan A (Kontrol) 80 Kg N/hektar Pupuk Kandang, perlakuan B (20 kg N/hektar Bagas Tebu + 60 kg N/hektar Azolla), perlakuan C (40 kg N/hektar Bagas Tebu + 40 kg N/hektar Azolla) dan perlakuan D (60 kg N/hektar Bagas tebu + 20 kg N/hektar Azolla). Pada


(34)

21

penelitian ini setiap perlakuan diulang 4 kali, sehingga menjadi 16 unit percobaan, setiap unit percobaan terdapat 3 sampel, sehingga diperoleh 48 satuan percobaan.

D. Cara Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahap sebagai berikut : 1. Pembuatan Kompos Azolla

Pembuatan kompos azolla dilakukan dengan cara mempersiapkan tanaman azolla sebanyak 3 kg dan dibiarkan layu di udara terbuka. Kemudian biomassa dikomposkan dengan cara dimasukkan dalam karung dan diikat, lalu dilubangi. Dalam pembuatan kompos azolla tidak menggunakan aktivator, dikarenakan pada dasarnya proses pengomposan azolla berlangsung cepat. Setelah satu minggu diaduk secara merata untuk memberikan suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Selama proses pengomposan terjadi peningkatan suhu, yang menandakan sedang terjadi proses perombakan bahan organik oleh mikroba. Ciri-ciri kompos yang sudah matang yaitu berwarna coklat kehitaman, menjadi remah, tidak berbau, suhu tidak panas, dan kering.

2. Pembuatan arang bagas tebu (Karbonasi)

Proses pengarangan atau karbonisasi arang bagas tebu yaitu:

a. Bahan dan alat yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu (bagas tebu sebanyak 10 kg, korek api, air, ember, dan drum bekas).

b. Bagas tebu dimasukkan ke dalam drum kemudian dibakar. Ketika api terlihat membesar maka bagas tebu ditambahkan kedalam drum hingga yang terlihat hanya asap yang keluar, bila bagas tebu sudah terlihat terbakar semua, maka drum langsung ditutup.


(35)

c. Arang bagas tebu yang sudah jadi, lalu didinginkan sampai sekitar 45 menit, kemudian dikeluarkan dan dipisahkan antara yang terbakar dengan yang tidak terbakar dan yang menjadi abu. Bagas tebu yang diambil hanya yang menjadi arang. Kemudian arang ditumbuk menggunakan mortal dan pistil hingga halus. Setelah itu, arang bagas tebu diayak menggunakan ayakan 0,5 mm.

3. Pembuatan Briket Bagas Tebu – Azolla

Proses pembuatan briket bagas tebu-azolla yaitu:

a. Bubuk arang bagas tebu yang telah dibuat dan diayak kemudian dicampurkan dengan kompos azolla sesuai dengan perlakuan. Perekat yang digunakan yaitu kompos azolla.

b. Kedua bahan tersebut kemudian ditambahkan air secukupnya dan dilakukan pengadukan menggunakan tangan dengan cara diremas-remas untuk menghasilkan adonan yang merata.

c. Adonan yang sudah tercampur rata dimasukkan ke dalam paralon 1 dm ukuran kecil yang dipotong sepanjang 10 cm. Kemudian bagian bawah paralon dilapisi papan dan semua adonan briket dimasukkan ke dalam paralon. Selanjutnya ditekan menggunakan kayu kecil untuk memadatkan adonan, sehingga adonan dapat mengeras dan berbentuk bongkahan.

d. Setelah itu keluarkan briket dari cetakan menggunakan kayu penyodok dan dilakukan pengeringan dengan menjemurnya di bawah sinar matahari sampai briket tersebut kering.


(36)

23

e. Briket yang sudah kering siap diaplikasikan pada tanaman cabai merah.

4. Pengaplikasian Briket pada Budidaya Cabai Merah a. Persiapan Media

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tanah pasir pantai yang diambil dari Pantai Samas, Bantul, Yogyakarta. Cara mempersiapkan media tanam yaitu tanah pasir pantai dikering anginkan terlebih dahulu selama beberapa hari. Setelah itu, tanah dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 10 kg, setelah itu menimbang pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Setelah itu ditambahkan briket arang bagas tebu-azolla sesuai perlakuan ke dalam polybag, kemudian diinkubasi selama 1 minggu.

b. Pembibitan

Benih yang telah berkecambah atau bibit cabai berumur 10-14 hari (biasanya sudah memiliki sepasang daun) lalu dipindahkan ke tempat pembibitan. Selanjutnya menyiapkan tempat pembibitan berupa polybag ukuran 8x9 cm. Campur tanah, pasir dan pupuk kandang. Kemudian bibit cabai merah dipindahkan. Varietas cabai merah keriting yang digunakan yaitu cabai merah keriting varietas TM-99.

c. Penanaman

Penanaman cabai dilakukan dengan pemindahan bibit yang telah berdaun sebanyak 3 helai dan ditanam pada media tanam yang telah disiapkan didalam polybag. Dalam satu polybag ditanam sebanyak satu bibit cabai.


(37)

d. Pemupukan

Pemupukan tanaman cabai menggunakan dosis anjuran yaitu pupuk dasar 20 ton/hektar (600 gram/ polybag), pupuk Urea 200 kg/hektar (6 gram/ polybag), pupuk SP-36 300 kg/hektar (9 gram/ polybag) dan pupuk KCl 275 kg/hektar (8 gram/ polybag). Pemberian pupuk dasar dilakukan satu minggu sebelum penanaman (pupuk kandang, pupuk SP-36, briket bagas tebu-azolla seluruhnya). Pupuk susulan diberikan tiga kali yaitu pupuk susulan I pada saat tanaman berumur 3 MST (1/3 pupuk urea, 1/3 pupuk KCl). Pupuk susulan II pada umur 3 MST (1/3 pupuk urea , 1/3 pupuk KCl) dan pupuk susulan III pada umur 9 MST (1/3 pupuk urea, 1/3 pupuk KCl). Pemupukan dilakukan dengan membenamkan pupuk di zona perakaran.

e. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari dengan memberi air secukupnya, kecuali bila tanah sudah lembab, tujuannya agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, jumlah air yang diperlukan lebih besar sehingga pemberian air yang diberikan dua kali lipatnya.

f. Penyiangan

Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mencabut gulma sekitar tanaman cabai. Penyiangan dapat dilakukan saat cabai berumur 30-60 hari. g. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida saat terjadi serangan yang dapat membahayakan produksi tanaman


(38)

25

cabai merah. pestisida yang digunakan yaitu Curacron dengan konsentrasi 2 cc/liter.

h. Panen

Panen tanaman cabai merah dilakukan pada saat tanaman beumur 60-75 hari setelah tanam yang ditandai dengan warna cabai merubah menjadi merah. Pemanenan dapat dilakukan dengan cara memetik cabai merah. Buah cabai merah dan brangkasan tanaman (akar, batang dan daun) dimasukkan kedalam kantong kertas yang sudah diberi label dan selanjutnya dilakukan analisis data.

E. Parameter Pengamatan 1. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari pangkal sampai tajuk tanaman dengan menggunakan meteran. Data tinggi tanaman dicatat dan dikelompokkan sesuai dengan kode atau labl perlakuan yang tertera pada tanaman tersebut. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu dan dinyatakan dalam satuan sentimeter (cm).

2. Berat Segar Tanaman (gram)

Pengukuran berat segar tanaman dilakukan setelah panen. Pengukuran dilakukan dengan cara menyobek polybag kemudian media tanam digemburkan dibwah pancuran air sambil dibilas sampai bagian akarnya bersih. Setelah sampel tanaman dibersihkan dilakukan penimbangan yang dinyatakan dalam satuan gram.


(39)

3. Berat Kering Tanaman (gram)

Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah panen dengan cara tanaman yang telah ditimbang berat segarnya dijemur sampai kering. Tanaman yang telah dijemu, kemudian dibungkus dengan kertaas dan dioven pada suhu sekitar 65o C selama 48 jam hingga konsta dan dinyatakan dalam satuan gram.

4. Berat Buah per Tanaman (gram)

Berat buah diperoleh jika tanaman cabai merah keriting sudah mulai panen, yakni umur 75-90 hari setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara memetik buah matang penuh yang memiliki warna merah cerah. Panen dilakukan bertahap lalu dihitung berat buah/tanaman sampai panen ke-6 yang dihasilkan dalam pembudidayaannya. Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang buah dan dinyatakan dalam satuan gram.

5. Jumalah Buah per Tanaman

Pengamatan jumlah buah per tanaman dilakukan setelah panen dengan cara menghitung jumlah buah pada setiap tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada saat pemanenan

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis varian pada jenjang α = 5%. Jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji Jarak Berganda Duncan (Duncun’s Multiple Range Test) pada jenjang α = 5%.


(40)

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif

Variabel pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, berat segar tanaman dan berat kering tanaman.

1. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman merupakan variabel yang menunjukkan aktivitas pertumbuhan vegetatif suatu tanaman. Tinggi tanaman cabai merah keriting diukur mulai dari pngkal batang bawah hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dimulai setelah 1 minggu setelah tanam dengan interval 1 minggu. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan masing-masing perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (Lampiran. 4). Rerata tinggi tanaman cabai keriting disajikan dalam Tabel 1. berikut ini:

Tabel 1.Rerata Tinggi Tanaman Cabai Merah (cm)

Keterangan: Nilai rerata tinggi tanaman menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%

Perlakuan

Tinggi Tanaman (cm)

A: 80 Kg N-Pupuk Kandang/hektar 47,51

B: 20 kg Bagas Tebu/hektar + 60 kg

N-Azolla/hektar 40,47

C: 40 kg N/hektar Bagas Tebu + 40 kg N/hektar

Azolla 46,98


(41)

Berdasarkan dari hasil rerata tinggi tanaman cabai merah keriting dalam Tabel 1. menunjukkan bahwa semua perlakuan mengahasilkan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman. Briket arang bagas tebu-azolla berpeluang dapat menggantikan pupuk kandang pada perlakuan A (80 Kg N/hektar pupuk kandang) pada budidaya tanaman cabai merah keriting di tanah pasir pantai Samas. Diperkirakan bahwa semua perlakuan dapat menyediakan asupan unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tinggi tanaman cabai merah keriting pada masa vegetatif tanaman sampai dosis tertentu. Sebagaimana yang disampaikan oleh Jaber dkk. (2005) bahwa di dalam tanah berpasir, aplikasi bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tanah dalam mengikat air dan hara serta dapat mereduksi pelindian nitrogen. Menurut Soewandita (2003) menyatakan bahwa meningkatnya ketersediaan bahan organik akan merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman. Selain itu karena briket arang bagas tebu-azolla mampu mengikat unsur hara, sehingga dapat diserap oleh tanaman cabai merah keriting secara slow release. Hal ini didukung oleh pernyataan Herawady (2004) bahwa pemberian briket kompos dapat memperbaiki sifat fisik tanah serta mampu menyimpan air dan mampu mengikat unsur hara jika dicampurkan ke dalam media tumbuh.

Selanjutnya menurut Giller (2001) menyatakan bahwa arang pada tanah tidak hanya meningkatkan populasi mikroba dan aktivitasnya didalam tanah, tetapi juga meningkatkan penyediaan unsur hara dan memodifikasi habitat. Selain itu, morfologi arang yang mempunyai pori, sangat efektif untuk mengikat dan menyimpan unsur hara. Sejalan dengan pernyataan


(42)

29

tersebut penelitian Asbahani (2013) menyatakan bahwa pada pemanfaatan limbah ampas tebu sebagai karbon untuk menurunkan kadar besi pada air sumur, karbon arang ampas tebu dengan dosis 2 gram mampu menurunkan konsentrasi Fe pada air sumur mencapai 90,32%.

Briket merupakan salah satu bahan organik yang apabila dicampurkan ke dalam media tanaman, kandungan bahan organik yang dimilikinya dapat berperan sebagai penyimpan air dan dapat menyerap unsur hara, karena briket dari bahan organik bersifat adsorpsi atau menyerap. Pemberian briket arang tebu-bagas azolla berfungsi sebagai barrier atau penahan laju air, sehingga hara akan tetap berada dalam zona perkaran dan laju air akan diperlambat. Hal tersebut akan membuat hara dan air tersedia bagi tanaman cabai merah keriting. Briket dapat menjerap anion/kation pupuk yang kemudian akan dilepas secara perlahan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara perlahan (slow release) dan lebih lama. Sejalan dengan itu Suwardi (2002) menjelaskan bahwa pupuk dalam bentuk slow relaese dapat mengoptimalkan penyerapan unsur nitrogen oleh tanaman, karena pupuk dalam bentuk slow release dapat mengendalikan pelepasan unsur hara sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman.

Pada fase pertumbuhan tinggi tanaman, tanaman cabai merah keriting memerlukan unsur N dan P dalam fase pertumbuhan. Diperkirakan unsur N dan P pada briket arang bagas tebu-azolla telah mencukupi kebutuhan unsur hara bagi tanaman, sehingga tanaman cabai merah keriting


(43)

mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif, terutama pada tinggi tanaman. Sejalan dengan itu Ekawati (2006) mengemukakan bahwa pada saat jumlah nitrogen tercukupi, maka kerja auksin akan terpacu sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur yang penting sebagai penyusun utama klorofil dan protein tanaman. Klorofil berfungsi menangkap cahaya matahari yang berguna untuk pembentukan makanan dalam fotosintesis, kandungan klorofil yang cukup dapat membentuk atau memacu pertumbuhan tanaman terutama merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman.

Berikut ini disajikan grafik tinggi tanaman cabai merah keriting pada umur 1 MST hingga 10 MST dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Cabai Merah Keriting

0 10 20 30 40 50 60 C m

Tinggi Tanaman

A = 80 Kg N/hektar Pupuk kandang B = 20 Kg N/hektar Bagas Tebu+60 Kg N/hektar Azolla C = 40 Kg N/hektar Bagas Tebu+40 Kg N/hektar Azolla D = 60 Kg N/hektar Bagas Tebu+20 Kg N/hektar Azolla


(44)

31

Grafik laju pertumbuhan tinggi tanaman dapat dilihat berdasarkan gambar 1. Pertumbuhan tinggi tanaman cabai merah keriting diukur selama 1 minggu sekali setelah tanam. Gambar 1 di atas menujukkan bahwa pada minggu ke- 1 hingga minggu ke-5 semua perlakuan memberikan tinggi tanaman yang relatif sama. Pemberian briket dengan komposisi arang bagas tebu-azolla maupun pupuk kandang memberikan peningkatan tinggi tanaman yang sama dari minggu 1 sampai minggu ke-5 karena perlakuan kombinasi briket maupun pupuk kandang telah memberikan asupan unsur hara yang sama pada tanaman cabai merah keriting.

Pada minggu ke- 6 sampai dengan minggu ke-10 perlakuan B (20 Kg N/hektar Bagas Tebu + 60 Kg N/hektar Azolla) mengalami perbedaan pada tinggi tanaman, perlakuan B tidak menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman sebaik perlakuan A (80 Kg N/hektar Pupuk kandang), C (40 Kg N/hektar Bagas tebu + 40 Kg N/hektar Azolla) dan D (60 Kg N/hektar Bagas Tebu + 20 Kg N/hektar Azolla), karena dengan ditingkatkannya dosis kompos azolla pada kombinasi briket, menyebabkan kompos mudah terdekomposisi dan terurai, sehingga pada saat tanaman cabai merah keriting belum membutuhkan unsur hara, unsur hara dalam dalam sudah hilang dalam tanah dan menyebabkan briket kurang dapat mengikat air dan pupuk. Sehingga pada saat minggu ke 6 briket arang bagas tebu azolla mulai pecah, karena kompos azolla sebagai perekat sudah terurai dalam tanah dan kemampunan briket dalam mengikat air dan unsur hara menjadi tidak optimal. Hal tersebut didukung oleh Inka Dahlianah (2013) bahwa proses


(45)

penguraian azolla dalam tanah berlangsung selama 35 hari, kompos telah mengalami proses lanjut dan pelepasan unsur hara dari tanaman telah berlangsung secara sempurna, sehingga pada saat tanaman tanaman berumur 6 MST, kompos azolla sudah terurai dalam tanah. Sedangkan pada akhir pertumbuhan vegetatif, perlakuan A, C dan D memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cabai merah keriting. Penggunaan dosis kompos azolla yang rendah membuat kompos tidak mudah hilang dan lebih lama tersedia dalam tanah serta mampu diikat oleh arang bagas tebu. Ketika dosis arang bagas tebu ditingkatkan, maka briket akan semakin menahan air dan pupuk lebih lama, serta kompos azolla pada briket dapat terdekomposisi lebih lama. Hal tersebut didukung oleh Soemeinaboedhy (2007) penambahan arang pada media tumbuh tanaman berfungsi menyerap dan pelepas unsur hara, karena memiliki luas permukaan yang besar dan perannya hampir sama seperti koloid tanah. Sehingga briket arang bagas tebu-azolla dapat menggantikan pupuk kandang dalam budidaya cabai merah keriting ditanah pasir pantai.

2. Berat Segar Tanaman

Berat segar tanaman merupakan berat total tanaman yang diperoleh dari proses aktivitas metabolisme tanaman selama hidup. Selain itu berat segar tanaman merupakan berat keseluruhan tanaman setelah diapanen (akar, batang, dan tajuk tanaman). Salah satu syarat untuk berlangsungnya fotosintesis yang baik bagi tanaman yaitu dengan tercukupinya air bagi tanaman yang diserap oleh akar. Parameter berat segar tanaman dilakukan


(46)

33

perhitungan pada saat akhir penelitian dengan cara ditimbang secara langsung tanaman yang telah dipanen, yang sebelumnya telah dibersihkan dari sisa-sisa tanah pasir yang menempel pada akar.

Hasil sidik ragam 5% terhadap berat segar tanaman cabai merah keriting menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan 5% terhadap berat segar tanaman cabai keriting disajikan dalam tabel 2. berikut ini:

Tabel 2. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Taraf Kesalahan 5% Terhadap Berat Segar Tanaman (gram)

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata menggunakan Uji Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan dengan taraf 5% terhadap berat segar tanaman cabai merah keriting, menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dosis briket arang bagas-azolla pada perlakuan A, C, dan perlakuan D memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan B. Perlakuan B dengan kombinasi dosis briket arang bagas tebu-azolla memiliki berat segar tanaman 24,70 gram. Hal tersebut diperkirakan karena pada

Perlakuan

Berat Segar Tanaman (gram)

A: 80 Kg N/hektar Pupuk kandang 38,93a

B: 20 kg N/hektar Bagas Tebu + 60 kg N/hektar

Azolla 24,70b

C: 40 kg N/hektar Bagas Tebu + 40 kg N/hektar

Azolla 38,07a

D: 60 kg N/hektar Bagas tebu + 20 kg N/hektar


(47)

perlakuan B dengan kombinasi dosis 20 kg N/hektar Bagas Tebu + 60 kg N/hektar Azolla belum optimal untuk mempengaruhi berat segar tanaman cabai merah keriting. Diperkirakan perlakuan B dengan kombinasi 20 kg N/hektar Arang Bagas Tebu + 60 kg N/hektar belum dapat menyediakan cukup air dan belum mampu menyangga unsur hara pupuk akibat proses pencucian dan nitrifikasi. Selain itu dengan banyaknya dosis kompos azolla menyebabkan unsur hara dalam tanah mudah hilang. Kompos azolla memiliki sifat yang mudah terurai dalam tanah karena kompos mudah terdekomposisi. Sehingga pada saat tanaman cabai merah keriting belum membutuhkan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, unsur hara dalam kompos sudah terlebih dahulu hilang sebelum dapat dimanfaatkan oleh tanaman cabai merah keriting. Menurut Inka Dahlianah (2013) bahwa proses penguraian azolla dalam tanah berlangsung selama 35 hari, kompos telah mengalami proses lanjut dan pelepasan unsur hara dari tanaman telah berlangsung secara sempurna, sehingga pada saat tanaman tanaman berumur 6 MST, kompos azolla sudah terurai dalam tanah. Sejalan dengan pernyataan tersebut Wilis Putri (2012) azolla dapat mengalami proses mineralisasi dengan sangat cepat pada minggu pertama dan kedua, kemudian proses mineralisasi terjadi secara lambat. Selain Lenny Marilyn Estiaty (2012) menyatakan bahwa penambahan pupuk kompos pada tanah dapat meningkatkan persediaan unsur hara, akan tetapi unsur tersebut mudah menjadi tidak tersedia khususnya nitrogen. Nitrogen dapat dengan mudah


(48)

35

hilang atau menjadi tidak tersedia bagi tanaman akibat proses pencucian (leaching) NO3-, denitrifikasi NO3- menjadi N2, voltilisasi NH4+ menjadi NH3.

Selain itu menurut (Wolkwoski, 2006; dalam Gunawan Budiyanto, 2015) menyatakan bahwa pelindian nitrat lebih cepat terjadi dalam tanah berpasir dibanding dengan tanah yang bertekstur halus, sehingga selama pertumbuhan vegetatif, sebagian besar kebutuhan nitrogen disediakan oleh hasil dekomposisi bahan organik yang diberikan. Unsur N didalam tanah maupun didalam tanaman bersifat mobil, sehingga keberadaan N didalam tanah cepat berubah atau bahkan hilang. Kehilangan unsur dalam tanah dapat terjadi melalui proses denitrifikasi, erosi dan pencucian.

Sebagaimana dijelaskan oleh Walalangi (2007) yang menyatakan bahwa pemupukan nitrogen merupakan ukuran kemampuan tanaman untuk memproduksi biomassa, dimana peningkatan kandungan nitrogen tanaman berhubungan dengan rasio antara jumlah nitrogen yang diserap tanaman dengan biomassanya. Unsur nitrogen dapat meningkatkan perbandingan protoplasma terhadap bahan-bahan dinding sel yang dapat menyebabkan pertambahannya ukuran sel dengan dinding sel yang tipis, sehingga sel-sel banyak diisi air. Selain itu menurut (Baker, 2001; dalam Gunawan Budiyanto, 2015) menjelaskan bahwa nitrogen adalah faktor pembatas dalam semua bentuk produksi bahan pangan.

Pada perlakuan D dan C diduga kombinasi dosis briket arang bagas tebu-azolla sudah mampu menggantikan pupuk kandang dalam meningkatkan berat segar tanaman. Diperkirakan bahwa kombinasi dosis briket pada


(49)

perlakuan D dan C merupakan kombinasi dosis yang lebih baik untuk tanaman cabai merah keriting dalam menyediakan kebutuhan hara bagi pertumbuhan tanaman dan sebagai daya sangga air. Selain itu juga diduga pada perlakuan D dan C dosis arang bagas tebu sudah mampu mengendalikan proses pencucian dan nitrifikasi, sehingga menurunkan laju nitrat keluar dari rizosfer, dan mampu meningkatkan tanaman untuk memanfaatkan ion NH4+.

Semakin ditingkatkan dosis arang bagas tebu, diperkirakan daya sangga briket pada pupuk semakin meningkat. Hal tersebut didukung oleh Marfita (2006) menyatakan bahwa bahan organik dalam bentuk briket memiliki KTK yang tinggi, yang berguna sebagai pengikat, dan penukar kation. Karena memiliki KTK yang tinggi maka semakin banyak jumlah rongga didalam briket, sehingga jumlah NH4+ dapat dijerap oleh briket. Penjerapan NH4+ ini

hanya bersifat sementara dan dengan mudah akan diberikan kepada tanaman pada saat diperlukan. Amonium yang dijerap oleh briket tidak segera dilepas ke dalam larutan tanah selama jumlah amonium dalam tanah masih tinggi. Setelah amonium dalam tanah berubah menjadi nitrat, maka persediaan amonium dalam rongga briket akan dilepaskan ke dalam larutan tanah.

Sejalan dengan pernyataan tersebut Gunawan Budiyanto (2009) menyatakan bahwa ketika sejumlah besar bahan organik dengan rasion C/N tinggi dimasukkan ke dalam tanah akan dapat memperpanjang interval waktu depresi nitrat atau dengan kata lain pembentukan nitrat (proses nitrifikasi) dihambat dalam waktu yang lebih lama. Penundaan proses nitrifikasi ini akan menurunkan laju pencucian nitrat ke luar dari rizosfer, dan proses ini akan


(50)

37

meningkatkan peluang tanaman untuk memanfaatkan ion NH4+. Gunawan

Budiyanto (2015) juga menyatakan bahwa peningkatan dosis bahan organik dapat mempertahankan kandungan air dalam zona akar disamping proses serapan nitrogen lebih terjamin, juga mengurangi laju gerakan air gravitasi ke bawah. Air dan hara nitrogen merupakan dua hal yang bersifat saling melengkapi, karena peningkatan jumlah sediaan nitrogen harus diikuti oleh peningkatan sediaan air sebagai pelarut agar serapan hara dapat berlangsung.

Pemanfaatan bagas tebu dan azolla dalam bentuk briket berpeluang dapat menggantikan pupuk kandang sebagai pupuk dasar pada budidaya tanaman cabai merah keriting di tanah pasir pantai. Selain karena bagas tebu dan azolla dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara, bahan yang digunakan juga bisa didapat dengan mudah dan tidak menghabiskan banyak biaya. Sehingga ini menjadi salah satu alternatif untuk memanfaatkan limbah bagas tebu sebagai bahan organik pembenah tanah pasir pantai dalam bentuk briket. Sedangkan penggunan pupuk kandang sebagai pupuk dasar pada budidaya cabai merah keriting dengan luasan lahan/hektar memerlukan jumlah pupuk kandang yang tidak sedikit. Pupuk kandang yang diperlukan sekitar 80 Kg N/hektar atau sekitar 20 ton/hektar pupuk kandang. Hal tersebut dapat menjadi salah satu kendala bagi petani, karena tidak semua petani memiliki jumlah sapi yang banyak atau memiliki peternakan untuk menghasilkan pupuk kandang. Bahkan untuk membeli pupuk kandang dalam jumlah yang besar diperlukan banyak biaya. Sehingga pemanfaatan bagas tebu dan azolla dapat menjadi salah satu solusi untuk dijadikan bahan organik pembenah di


(51)

tanah pasir pantai dan mampu membantu menekan biaya produksi bagi petani.

3. Berat Kering Tanaman

Menurut Gardner (1991) berat kering tanaman total merupakan akibat efisiensi penyerapan unsur hara dan air yang tersedia sepanjang musim tanam. Berat kering tanaman dapat menggambarkan penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 selama pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, berat

kering tanaman dapat menggambarkan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan cahaya matahari untuk melangsungkan proses fotosintesis selama proses pertumbuhan.

Berat kering tanaman menunjukkan efisiensi metabolisme dari tanaman tersebut. Pertumbuhan suatu tanaman akan baik jika tersedia air dan hara bagi tanaman tersebut. Berat kering merupakan berat berangkas seluruh bagian tanaman yang telah dioven dengan suhu pengovenan sekitar 80o C. Berat kering tanaman menandakan bahwa berat segar tanaman yang dioven telah mengalami penyusutan jumlah kadar air yang terkandung pada tanaman tersebut. Pengukuran berat kering tanaman dilakukan pada saat akhir pengamatan.

Hasil sidik ragam 5% terhadap berat kering tanaman cabai merah keriting menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan 5% terhadap berat kering tanaman cabai keriting disajikan dalam Tabel 3. berikut ini:


(52)

39

Tabel 3. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Taraf Kesalahan 5% Terhadap Berat Kering Tanaman Cabai Merah Keriting (gram).

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan dengan taraf 5% terhadap berat kering tanaman, menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dosis briket arang bagas tebu-azolla yang diberikan menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata. Perlakuan C dan perlakuan D memberikan pengaruh nyata lebih baik dibandingkan dengan perlakuan B untuk menggantikan pupuk kandang. Peningkatan dosis arang pada briket arang bagas tebu-azolla secara nyata dapat menambah sediaan air dan hara tanaman, sehingga mempengaruhi terhadap berat kering tanaman cabai merah keriting, karena arang bagas tebu dapat mengikat atau menyerap unsur hara dengan optimal. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sugeng Warsono (2005) yang menyatakan bahwa penambahan pelapisan pupuk N untuk mengendalikan kecepatan pelarutan sehingga reaksi tanah-pupuk berjalan secara perlahan dalam pelepasan N dan mampu mempertahankan air dalam zona akar, sehingga disamping proses serapan nitrogen lebih terjaga, juga dapat

Perlakuan

Berat Kering Tanaman (gram)

A: 80 Kg N/hektar Pupuk kandang 9,26a

B: 20 kg N/hektar Bagas Tebu + 60 kg N/hektar

Azolla 7,19b

C: 40 kg N/hektar Bagas Tebu + 40 kg N/hektar

Azolla 8,61a

D: 60 kg N/hektar Bagas tebu + 20 kg N/hektar


(53)

mengurangi laju gerakan air ke bawah dan pelindian senyawa N-mineral terutama senyawa nitrat dapat dikurangi.

Menurut Benyamin Lakitan (2000) berat kering tanaman merupakan akumulasi senyawa organik yang dihasilkan oleh sintesis senyawa organik terutama air dan karbohidrat yang tergantung pada laju fotosintesis tanaman, sedangkan fotosintesis dipengaruhi oleh kecepatan penyerapan unsur hara didalam tanaman melalui akar. Sejalan dengan penyataan tersebut Prawiratna (1995) menjelaskan bahwa berat kering tanaman mencerminkan status nutrisi suatu tanaman, dan berat kering tanaman merupakan indikator yang menentukan baik tidaknya suatu tanaman. Air merupakan salah satu faktor penting dalam proses penyerapan unsur hara, air ini berfungsi sebagai pelarut unsur hara yang diserap oleh tanaman melalui akar tanaman, yang kemudian ditranslokasikan dari akar ke daun sebagai bahan fotosintesis.

Penambahan bahan organik dan arang dalam bentuk briket dengan dosis yang tepat pada budidaya cabai merah keriting dapat berfungsi sebagai penahan laju air, sehingga briket arang bagas-tebu azolla dapat mengikat air dan menyediakan unsur hara maka tanaman cabai merah keriting tercukupi dengan ketersedian unsur haranya. Hal ini didukung dengan pernyataan Marfita (2006) bahwa pemberian bahan organik dalam bentuk briket dapat menyerap air, karena briket memiliki sifat adsorben yang mampu menyerap senyawa dan air.

Adanya peningkatan jumlah air tersedia menyebabkan akar tanaman dapat menjangkau tanah lebih luas, sehingga mendukung proses serapan


(54)

41

hara dan meningkatkan berat kering pada tanaman cabai merah keriting ditanah pasir pantai. Selain itu bahan organik dan arang dalam bentuk briket juga berperan sebagai bahan merangsang agregasi tanah yang lebih baik, sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisik serta struktur tanah. Briket dengan bahan organik dan arang dalam penguraiannya terjadi secara slow release, sehingga unsur hara tersedia untuk tanaman akan terpenuhi secara perlahan.

Pemanfaatan briket bagas tebu-azolla berpeluang dapat menggantikan fungsi pupuk kandang dalam budidaya cabai merah keriting di lahan pasir pantai mulai dengan dosis 40 Kg bagas tebu/hektar + 40 Kg azolla/hektar hingga pada dosis 60 Kg bagas tebu/hektar + 20 Kg N-azolla/hektar. Pada dosis tersebut briket bagas tebu-azolla sudah dapat dimanfaatkan untuk mengganti peran pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Sehingga kelangkaan bahan organik dari peternakan tidak bisa dikatakan sebagai suatu kendala dalam kegiatan budidaya tanaman di lahan pasir pantai, karena limbah bagas tebu dan kompos azolla dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan organik. Terutama pada wilayah yang berdekatan dengan perkebunan tebu dan pabrik gula. Limbah bagas tebu sendiri dengan mudah didapatkan dari pabrik gula, karena pabrik gula biasanya hanya memakai sekitar 32% saja untuk penggunaan bahan bakar boiler, sehingga para petani dapat memanfaatkan limbah pertanian lain selain pupuk kandang untuk digunakan sebagai pupuk dasar, karena selama


(55)

ini kegiatan pertanian pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan peternakan.

B. Variabel Generatif

Variabel generatif tanaman pada penelitian ini terdiri atas jumlah buah dan berat segar buah.

1. Jumlah Buah per Tanaman

Jumlah buah meruapakan total seluruh buah yang dihasilkan setiap tanamannya. Jumlah buah diperoleh dengan menghitung banyak jumlah buah pertanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap jumlah buah pada tanaman cabai merah keriting menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata. Rerata jumlah tanaman cabai keriting disajikan dalam Tabel 4. berikut ini:

Tabel 4. Rerata Hasil Jumlah Buah Cabai Merah Keriting (selama 6 kali panen).

Keterangan: hasil sidik ragam 5% terhadap berat buah cabai merah keriting menunjukkan bahwa semua perlakuan menghasilkan pengaruh tidak berbeda nyata.

Perlakuan Jumlah Buah

A: 80 Kg N/hektar Pupuk kandang 17,62

B: 20 kg N/hektar Bagas Tebu + 60 kg N/hektar

Azolla 15,75

C: 40 kg N/hektar Bagas Tebu + 40 kg N/hektar

Azolla 15,37

D: 60 kg N/hektar Bagas tebu + 20 kg N/hektar


(56)

43

Berdasarkan hasil rerata dalam Tabel 4. menunjukkan bahwa kombinasi dosis perlakuan bahan organik dalam bentuk briket memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah buah. Hal tersebut karena briket arang bagas tebu-azolla yang diaplikasikan memiliki keunggulan mengikat unsur hara yang diberikan, sehingga pemberian pupuk dapat tersedia dan dapat diserap oleh tanaman dan memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan jumlah buah.

Menurut Abdul Syukur dan Harsono (2008) menyatakan bahwa fungsi penting bahan organik antara lain memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat, sulfat, asam organik untuk menghancurkan material, nutrisi dan KTK, meningkatkan daya ikat hara, serta sebagai sumber karbon, mineral dan energi bagi organisme. Marfita (2006) juga menyatakan bahwa pengaruh dari bahan organik dalam bentuk briket juga berperan sebagai bahan merangsang agregasi tanah yang lebih baik sehingga mampu mengikat kesarangan tanah. Tanah yang sarang akan mendukung aerasi tanah yang lebih baik dan aktivitas perakaran tanaman yang baik akan memudahkan penyerapan nurisi untuk tanaman. Nutrisi yang telah diserap oleh akar akan dimanfaatkan untuk proses fotosentesis guna mendapatkan karbohidrat yang akan digunakan dalam proses pertumbuhan dan penimbunan cadangan makanan dalam bentuk buah.

Buah merupakan bagian yang penting pada tanaman karena organ ini merupakan tempat yang sesuai bagi perkembangan, perlindungan dan penyebaran biji. Pembentukan buah dipengaruhi oleh unsur hara K, karena


(57)

unsur hara K mempunyai valensi K+, kalium banyak terdapat dalam sitoplasma. Unsur hara K ini berfungsi sebagai katalisator dalam pembentukan karbohidrat dan gula dalam buah, membuat biji tanaman dan menjadi lebih berisi dan padat, serta meningkatkan kualitas buah seperti bentuk dan warna buah. Ketersedian unsur N bagi tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan pada akhirnya meningkatkan produktivitas dari tanaman cabai merah keriting.

Pada penelitian budidaya cabai merah keriting ditanah pasir Pantai Samas, Bantul rata-rata hasil panen cabai dalam waktu 6 kali panen menghasilkan berat buah cabai sekitar 33 gram/tanaman. Jika dibandingkan dengan budidaya cabai merah keriting varietas TM 999 pada umumnya, cabai merah keriting mampu menghasilkan berat buah sekitar 0,4-0,6 Kg/tanaman dalam waktu 6 kali panen dan setiap buah memiliki berat sekitar 5-6 gram/buah. Jika dibandingkan dengan hasil panen cabai merah keriting ditanah pasir pantai, hasil yang diperoleh belum dapat memberikan hasil panen seperti pada budidaya cabai merah keriting ditanah biasa.

Hal tersebut karena pada budidaya cabai merah keriting ditanah pasir pantai memiliki faktor pembatas. Tanah pasir pantai memiliki struktur butir tunggal tanpa adanya bahan pengikat agregat. Selain itu pada tanah pasir pantai proses huminifikasi berjalan lambat. Mikroorganisme pada tanah pasir sangat sedikit dan kemampuan air pada tanah pasir sangat rendah. Hal tersebut yang menyebabkan tanah pasir menjadi kurang subur. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gunawan Budiyanto (2014) dominasi


(58)

45

fraksi pasir yang dimiliki menyebabkan kandungan fraksi lempung rendah, dan dengan rendahnya kandungan bahan organik menyebabkan tanah ini tidak membentuk agregat serta berada dalam kondisi berbutir tunggal. Akibatnya tanah-tanah pasir pada umumnya tidak memiliki kandungan air yang cukup untuk menopang pertumbuhan tanaman. Maka pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah keriting tidak sama seperti budidaya cabai merah keriting pada umumnya. Sedangkan jika dibandingkan dengan budidaya cabai merah keriting dilahan pasir pantai yaitu pada budidaya cabai merah keriting di lahan pasir pantai Kulonprogo, hasil cabai yang diperoleh sekitar 2,2 ton/hektar. Selain itu pada penelitian Gunawan Budiyanto, dkk. (1993) tentang pemakaian blotong sebagai bahan pembenah tanah dan hubungannya dengan efisiensi pemupukan kalium pada tanaman cabai merah besar, pemberian blotong menghasilkan cabai merah per tanaman sebesar 139,20 gram.

2. Berat Buah per Tanaman

Berat buah merupakan hasil dari pembungaan yang dihasilkan tanaman dan merupakan hasil akhir yang diharapkan dalam suatu budidaya tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap berah buah pada tanaman cabai merah keriting menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata. Rerata berat kering tanaman cabai keriting disajikan dalam Tabel 5. berikut ini:


(59)

Tabel 5. Rerata Hasil Berat Buah Cabai Merah Keriting (gram).

Keterangan: hasil sidik ragam 5% terhadap berat buah cabai merah keriting menunjukkan bahwa semua perlakuan menghasilkan pengaruh tidak berbeda nyata

Berdasarkan hasil rerata pada Tabel 5. menunjukkan bahwa semua perlakuan kombinasi dosis briket arang bagas tebu-azolla maupun pupuk kandang yang diberikan pada pertumbuhan tanamana cabai merah keriting tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat buah cabai merah keriting. Adanya pengaruh yang sama terhadap berat buah pada tanaman cabai merah keriting, dikarenakan bahan organik dan arang dalam bentuk briket maupun pupuk kandang sudah dapat mencukupi hara yang dibutuhkan oleh tanaman cabai merah keriting. Selain itu diduga karena kompos azolla dan arang bagas tebu telah menyediakan unsur hara N, P dan K bagi tanaman serta bahan organik dalam bentuk briket memiliki sifat dapat mengikat unsur hara dan bersifat slow release, sehingga unsur hara dapat tersedia secara perlahan pada tanaman cabai merah keriting. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Sri Wahyuni (2013) yang menyatakan bahwa arang dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau

Perlakuan

Berat Buah per Tanaman (gram)

A: 80 Kg N/hektar Pupuk kandang 23,12

B: 20 kg N/hektar Bagas Tebu + 60 kg N/hektar

Azolla 20,80

C: 40 kg N/hektar Bagas Tebu + 40 kg N/hektar

Azolla 18,58

D: 60 kg N/hektar Bagas tebu + 20 kg N/hektar


(60)

47

sifat adsorpsinya selektif, sehingga dapat berperan menjerap anion/kation pupuk yang kemudian akan dilepas secara perlahan (slow release) maka pupuk lebih tersedia bagi tanaman. Disamping itu, bahan organik dalam bentuk briket ini mampu menyerap dan menahan air yang akhirnya akan berpengaruh terhadap akumulasi zat-zat makanan dan hasil metabolisme yang tersimpan dalam buah dan biji.

Berat buah dapat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S) dan unsur hara mikro (Cu, Zn, Fe, B, Mo, Mn dan Cl) (Armaini, 2007). Unsur tersebut dibutuhkan pada saat proses fotosintesis, karena dapat mengaktifkan sel-sel meristematik serta dapat memperlancar fotosintesis pada daun. Sehingga pertumbuhan daun akan semakin meningkat dan akan memperbanyak proses fotosintesis, selanjutnya hasil fotosintat yang dihasilkan akan semakin banyak dan meningkatkan produksi dari berat buah cabai merah keriting. Pemberian pupuk susulan berupa pupuk N, P dan K yang mampu diikat oleh briket arang bagas tebu-azolla akan terus tersedia pada tanaman, karena sifat briket slow release, yang kemudian akan digunakan oleh tanaman dalam proses fotosintesis yaitu sebagai penyusun karbohidrat, protein, mineral dan vitamin yang kemudian akan ditranslokasikan kebagian penyimpanan buah.

Sri Setyadi Harjadi (1991) menyatakan bahwa penyerapan unsur N, P dan K yang baik dapat meningkatkan karbohidarat dalam proses fotosintesis, unsur Nitrogen erat kaitannya dengan sintesis protein maupun enzim yang berperan sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 yang dibutuhkan tanaman


(61)

untuk fotosintesis. Oleh karena itu peningkatan kandungan nitrogen tanaman dapat berpengaruh terhadap fotosintesis sehingga meningkatkan fotosintat (berat segar buah cabai) yang terbentuk. Selain itu unsur hara K meningkatkan absorbsi CO2 kaitannya dengan membuka menutupnya

stomata daun selanjutnya karbohidrat tersebut setelah tanaman memasuki fase reproduksi disimpan dalam buah, sehingga meningkatnya serapan hara dan dapat meningkatkan jumlah buah maupun berat buah per tanamanannya. Selain itu penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk dasar di tanah pasir pantai dapat digantikan dengan bagas tebu dan azolla dalam memperbaiki sifat dari tanah pasir pantai. Selain karena bagas tebu memiliki manfaat sebagai sumber hara. Ketersediaan bahan baku mudah didapat dan selalu tersedia. Limbah bagas tebu yang hanya digunakan 32 % untuk bahan baku boiler pabrik gula, masih memiliki sekitar 1,6 % limbah bagas tersisa yang tidak dimanfaatkan. Pabrik gula selama musim tebang biasanya memiliki kapasitas giling 3000-4000 ton tebu/hari dan dapat menghasilkan bagas tebu sebesar 1.280 ton/hari, dan sebanyak 20,48 ton bagas/hari tidak termanfaatkan (Dwi Guntoro, dkk., 2003). Sedangkan apabila menggunakan pupuk kandang, ketersedian bahan yang tidak selalu tersedia, untuk pemenuhan 20 ton/hektar pupuk kandang pada budidaya cabai merah keriting petani harus memerlukan sapi yang lebih banyak untuk menghasilkan pupuk kandang, selain itu biaya yang dikeluarkan tidak murah. Sehingga pemanfaatan bagas tebu menjadi salah satu peluang untuk


(62)

49

dijadikan bahan pembenah tanah pada lahan pasir, karena selain dapat lebih lama tersedia dalam tanah, bahan yang digunakan lebih tersedia.

Pada penelitian. produksi cabai merah keriting masih sangat rendah, hanya menghasilkan berat buah rata-rata 40,92 gram per tanaman. Jika dibandingkan dengan produksi hasil tanaman cabai merah keriting dilahan pasir pantai pada penelitian Gunawan Budiyanto, dkk,. (1993) menghasilkan cabai merah per tanaman sebesar 139,20 gram. Hal tersebut dimungkinkan produksi cabai merah keriting rendah karena pada saat penelitian tanaman cabai merah keriting terserang hama dan penyakit. Tanaman cabai merah keriting terserang hama aphids sp. Hama aphids menyerang pucuk tanaman dan daun muda dengan menghisap cairan nutrisi dalam daun, terutama muda dan pucuk. Selain itu hama aphids juga menyerang jaringan batang yang lunak dengan menghisap nutrisi yang ada didalamnya. Daun yang diserang akan mengerut, mengeriting dan melingkar, serta menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil. Hama aphids juga membawa cairan virus yang disebut dengan embun tepung/powder milldew (Leveillula taurica). Ciri-ciri tanaman cabai merah keriting terserang embun tepung pada permukaan atas daun tampak bercak nekrotis berwarna kekuningan dan pada bagian bawah daun terdapat “tepung” berwarna putih keabu-abuan. Akibat serangan hama aphids menyebabkan pertumbuhan terhambat dan menurunkan hasil produksi cabai merah keriting.


(63)

50

Pemberian briket arang bagas tebu-azolla pada tanah pasir pantai berpeluang menggantikan fungsi pupuk kandang sebagai pupuk dasar di tanah pasir Pantai Samas, Bantul mulai pada dosis 40 Kg N-bagas tebu/hektar + 40 Kg azolla/hektar hingga pada dosis 60 Kg bagas tebu/hektar + 20 Kg N-azolla/hektar.

B. Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan untuk menguji perlakuan aplikasi briket bagas tebu-azolla di lahan pasir pantai untuk mendapatkan imbangan dosis kombinasi yang paling tepat dalam budidaya cabai merah keriting.


(64)

51

DAFRTAR PUSTAKA

Abdullah, K., A.K. Irwanto, N. Siregar, E. Agustina, A.H. Tambunan, M. Yamin, dan E. Hartulistiyoso, 1991. Energi dan Listrik Pertanian, JICA IPB. Bogor. Abdul Syukur dan Harsono, E.S. 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan NPK Terhadap Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Tanah Pasir Pantai Samas Bantul Yogyakarta : UGM Yogyakarta

Arfani.2013.Nilai Ekonomi Cabai Merah http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/38737/5/Chapter%20I.pdf. Diakses tanggal 29 April 2015. Arifin.1996. Azolla Pembudidayaan dan Pemanfaatan pada Tanaman Padi.

Penebar Swadaya, Jakarta

Arion.2011. Ampas Tebu. http://digilib.unila.ac.id/1599/4/Bab%20II.pdf. diakses tanggal 5 Maret 2015.

Ashabani. 2013. Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu Sebagai Karbon Aktif Untuk Menurunkan Kadar Besi Pada Air Sumur. Jurnal Teknik Sipil Untan. Vol. 13.

Asri Saleh.2013. Efisiensi Konsentrasi Perekat Tepung Tapioka Terhadap Nilai Kalor Pembakaran Pada Biobriket Batang Jagung. http://www.uin-alauddin.ac.id/download9.%20Asri%20Saleh_Efisiensi%20Konsentrasi.pdf . Diakses tanggal 15 Desember 2015

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Pembuatan Briket Arang. Departemen Kehutanan No.3

Badan Penelitian dan Pengembangan PT Gula Putih Mataram. 2002. Hasil Analisis Bagas, Blotong, dan Abu. PT Gula Putih Mataram. Lampung Badan Pusat Statistik.2014. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta Bambang Sardi.2013. Jurnal Ampas Tebu. https://www.scribd.com/doc

/127892764/Jurnal-Ampas-Tebu. diakses tanggal7 Maret 2015.

Benyamin Lakitan. 2000. Dasar-Dasar Fisiologis Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Brady. 1974. Soil Physics. London: John Willey and Sons

Briljan Sudjana. 2014. Penggunaan Azolla Untuk Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Solusi. Vol.1. No 2. Hal 72-81

Devi.2010. Budidaya Tanaman Cabe merah. http://eprints.uns.ac.id/8836 /1/156592308201001241 .pdf. diakses tanggal 7 Maret 2015.


(1)

Lampiran 4. Sidik Ragam Tanaman Cabai Merah Keriting 1. Tinggi tanaman

Sumber ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-Hitung Prob>F Model 3 190.9761500 63.6587167 1.58 0.2452 NS

Galat 12 482.8956500 40.2413042

Total 15 673.8718000

Ket : NS = Non Significant 2. Berat Segar Tanaman

Sumber ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-Hitung Prob>F Model 3 644.6642750 214.8880917 20.41 0.0001 S

Galat 12 126.3343000 10.5278583

Total 15 770.9985750

Ket: S = Significant 3. Berat Kering Tanaman

Sumber ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-Hitung Prob>F Model 3 26.62236875 8.87412292 3.56 0.0473 S

Galat 12 29.87152500 2.48929375

Total 15 56.49389375


(2)

4. Jumlah Buah Sumber ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-Hitung Prob>F Model 3 35.76836875 11.92278958 2.94 0.0762 NS

Galat 12 48.64147500 4.05345625

Total 15 84.40984375

Ket: NS = Non Significant

5. Berat Buah per Tanaman Sumber ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F-Hitung Prob>F Model 3 486.423050 162.141017 2.75 0.0892 NS

Galat 12 708.716650 59.059721

Total 15 1195.139700


(3)

Lampiran 5. Deskripsi Cabai Merah Keriting Varietas TM 999 F1

Golongan : Hibrida

Bentuk Tanaman : Tegak Tinggi Tanaman : 110-140 cm

Umur Tanaman : Mulai berbunga 65 HST- mulai panen 90 HST Bentuk Kanopi : Bulat

Warna batang : Hijau Warna kelopak bunga : Hijau Warna kotak sari : Hijau Warna Mahkota bunga : Putih Jumlah kotak sari : 5-6

Warna Kepala putik : Ramping, ujung buah runcing

Kulit Buah : Agak mengkilat

Tebal Kulit buah : 1 mm Warna buah tua : Merah

Ukuran buah : panjang 12,5 cm, diameter 0,8 cm

Berat buah : 5-6 gram/buah

Produktivitas/tanaman : 0,8-1,2 Kg

Rasa buah : Pedas

Keterangan : Untuk daerah dataran rendah Ketahanan terhadap penyakit : Antranokse


(4)

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

1. Pembuatan arang bagas tebu 2. Arang bagas tebu


(5)

1. Tinggi Tanaman Cabai Merah Keriting pada minggu 15 MST

2. Hasil Buah Cabai Merah Keriting Setiap per Tanaman pada Panen Pertama ( Umur 90 HST )


(6)