PERBAIKAN KUALITAS KOLOID TANAH PASIR PANTAI SAMAS MENGGUNAKAN BRIKET ARANG AKTIF DALAM BUDIDAYA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum .L)

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Novanda Agung Kurnia 20110210001

Program Studi Agroteknologi

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xii

ABSTRACT………..xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ………...6

A. Lahan pasir pantai ……….6

B. Tempurung Kelapa ... 8

C. Arang Kayu... 10

D. Sekam Padi ... 12

E. Briket Arang ... 14

F. Pengaktifan Briket ... 18

G. Bawang Merah (Allium ascalonicum .L) ... 20

H. Hipotesis ... 25

III. TATA LAKSANA PENELITIAN ... 26

A. Tempat dan Waktu ... 26

B. Bahan dan Alat ... 26

C. Metode pelaksanaan ... 26

D. Tata Cara Penelitian ... 27

E. Parameter Pengamatan ... 33

F. Analisis Data... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36


(3)

E. Bobot Segar Akar ... 55

F. Bobot Kering Akar ... 56

G. Bobot Segar Daun ... 58

H. Bobot Kering Daun ... 60

I. Bobot Segar Umbi ... 62

J. Bobot Kering Umbi ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68


(4)

Tabel 3. Sifat Arang Tempurung Kelapa ... 10

Tabel 4. Komposisi Kimia arang kayu yang dipanaskan pada suhu 750oC ... 11

Tabel 5. Sifat Arang dari Kayu ... 12

Tabel 6. Komposisi umum dari sekam padi ... 13

Tabel 7. Karakteristik kimia-fisika dari sekam padi ... 13

Tabel 8. Standar Industri Indonesia Kualitas Arang Aktif ... 19

Tabel 9. Rekomendasi Pupuk Untuk Bawang Merah Pada Tanah Mineral ... 24

Tabel 10. Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap beberapa parameter tanaman pada umur 14 HST. ... 38

Tabel 11. Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap beberapa parameter tanaman pada umur 28 HST ... 39

Tabel 12. Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 42 HST dan jumlah anakan pada umur 49 HST. ... 39

Tabel 13. Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap beberapa parameter tanaman pada umur 60 HST………...40


(5)

Gambar 3. Grafik hubungan antara panjang akar tanaman dengan umur tanaman bawang merah ... 50 Gambar 4. Grafik hubungan antara jumlah anakan dengan umur tanaman ... 56


(6)

Lampiran 3. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Perpolibag ... 77 Lampiran 4 Deskripsi Bawang Merah Varietas Bima Brebes ... 79 Lampiran 5. Hasil Analisis Uji Jarak Duncan 5% Umur 14 HST Pada Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Bobot Segar Daun, Bobot Kering Daun, Panjang Akar, Bobot Segar Akar, Bobot Kering Akar, Jumlah Anakan. ... 80 Lampiran 6. Hasil Analisis Uji Jarak Duncan 5% Umur 28 HST Pada Jumlah Daun, Tinggi Tanaman, Bobot Segar Daun, Bobot Kering Daun, Panjang Akar, Bobot Segar Akar, Bobot Kering Akar, Jumlah Anakan. ... 82 Lampiran 7. Hasil Analisis Uji Jarak Duncan 5% Umur 42 HST pada Tinggi tanaman, Jumlah daun, dan Umur 49 HST pada Jumlah Anakan. ... 84 Lampiran 8. Hasil Analisis Uji Jarak Duncan 5% Saat Panen (60 HST) Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Bobot Segar Daun, Bobot Kering Daun, Panjang Akar, Bobot Segar Akar, Bobot Kering Akar. ... 85 Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian....……….87


(7)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Novanda Agung Kurnia

20110210001

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 17 Mei 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian Persyaratan yang diperlukan guna memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Pembimbing Utama: Anggota Penguji

Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. Ir. Achmad Supriyadi, M.M

NIK.196011201989031001 NIK.1950402199003133007

Pembimbing Pendamping:

Ir. Nafi Ananda Utama, M.S. NIK.19610831198610133002

Yogyakarta, 31 Mei 2016 Universita Muhammadiyah Yogyakarta

Dekan Fakultas Pertanian

Ir. Sarjiyah, M.S. NIP 196109181991032001


(8)

xiv ABSTRACT

This research aimed to make a comparison, a dosage of activated charcoal briquettes that made from the shell of coconut, wood, rice husks that appropriate and gave the best impact toe decrease the rate of water losses and leaching of nutrients in the cultivation of shallot at the sandy soil of Samas beach in Bantul. This research has been conducted in June - December 2015 took place in Minggir, Sleman, Yogyakarta and Postharvest Laboratory, Faculty of Agriculture, Muhammadiyah University Of Yogyakarta.

The research was conducted in non-factorial experiment which arranged in a completely randomized design (CRD), which consists of 7 treatments, there were: (A) a mixture of sandy soil of beach without briquettes; (B) The sandy soil of beach + coconut shell activated charcoal briquettes (2: 1); (C) The sandy soil of beach + coconut shell activated charcoal (4: 1); (D) The sandy soil of beach + activated charcoal briquettes of wood (2: 1); (E) The sandy soil of beach + activated charcoal briquettes of wood (4: 1); (F) The sandy soil of beach + rice husk charcoal briquettes (2: 1); (G) The sandy soil of beach + rice husk charcoal briquettes (4: 1). Each treatment was repeated three times, thus obtained 21 experiment units. Each unit consisted of three plants, so there were 63 polybags plants.

The results showed that (1). Soil planting medium of sand and rice husk charcoal briquettes with a ratio (4 : 1), provide quality onion crop growth better than other treatments . (2). Soil planting medium of sand and activated charcoal briquettes rice husk ratio (4 : 1), can improve the quality of soil colloids and reducing the rate of leaching of nutrients compared to other active charcoal briquettes.

Keywords: Shallot, sandy soil of beach, activated charcoal briquettes, coconut shell, wood, rice husk


(9)

xiii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan, dosis briket arang aktif berbahan dasar tempurung (batok) kelapa, kayu, sekam padi yang tepat dan paling baik menurunkan laju kehilangan air dan pelindian unsur hara pada budidaya bawang merah di lahan pasir pantai Samas Bantul. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni – Desember 2015 bertempat di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di Laboratorium Pasca Panen, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian dilakukan dengan metode percobaan dengan rancangan percobaan non-faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 7 perlakuan, yaitu: (A) Pasir pantai tanpa campuran briket; (B) Pasir pantai + briket arang aktif tempurung kelapa (2 : 1); (C) Pasir pantai + briket arang aktif tempurung kelapa (4 : 1); (D) Pasir pantai + briket arang aktif kayu (2 : 1); (E) Pasir pantai + briket arang aktif kayu (4 : 1); (F) Pasir pantai + briket arang aktif sekam padi (2 : 1); (G) Pasir pantai + briket arang aktif sekam padi (4 : 1). Setiap perlakuan diulang 3 kali, dengan demikian diperoleh 21 unit percobaan. Setiap unit terdiri dari 3 tanaman, sehingga terdapat 63 polibag tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1). Media tanam tanah pasir dan briket arang aktif sekam padi dengan perbandingan (4 : 1), memberikan kualitas pertumbuhan tanaman bawang merah lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. (2). Media tanam tanah pasir dan briket arang aktif sekam padi dengan perbandingan (4 : 1), dapat memperbaiki kualitas koloid tanah dan menurunkan laju pelindian unsur hara dibandingkan briket arang aktif yang lain.

Kata Kunci: Bawang merah, Tanah pasir pantai, Briket arang aktif, tempurung kelapa, kayu, sekam padi


(10)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Saat ini cara pandang masyarakat terhadap pertanian berubah karena kemajuan IPTEK sehingga terjadi alih fungsi lahan yang menyebabkan lahan pertanian menjadi semakin sempit. Pertambahan jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan perluasan wilayah mengakibatkan banyak areal pertanian diubah menjadi daerah pemukiman maupun industri. Untuk mengatasi semakin menyempitnya lahan pertanian serta kebutuhan pangan yang semakin meningkat maka diperlukan solusi permasalahan tersebut. Salah satu solusi yaitu dengan memanfaatkan lahan marginal yang masih memiliki produktivitas rendah sebagai lahan pertanian. Salah satu lahan marginal di Provinsi DIY yang ada adalah lahan pasir pantai.

Lahan pasir pantai memiliki potensi yang besar untuk mendukung pengembangan sektor agribisnis. Persiapan lahan pasir pantai cukup sederhana hanya dengan membuat bedengan tidak dibuat parit-parit yang dalam, sehingga akan terjadi efisiensi biaya dari pengolahan tanah, meskipun demikian pada umumnya lahan pasir pantai mempunyai produksi rendah. Produktivitas yang rendah di lahan pasir pantai salah satunya di Pantai Samas Kabupaten Bantul Provinsi D.I Yogyakarta disebabkan oleh faktor pembatas yang berupa kemampuan memegang dan menyimpan air rendah, infiltrasi dan evaporasi tinggi, kesuburan dan bahan organik sangat rendah dan efisiensi penggunaan air rendah (Bambang, D.K., 2001; Al-Omran, et al.,2004).


(11)

Lahan pantai yang berada di Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) didominasi oleh tanah-tanah yang berumur muda yang belum terlihat ciri-ciri profil maupun perkembangan horizon tanahnya. Tanah-tanah muda tersebut didominasi oleh fraksi pasir yang menyebabkan rendahnya kandungan fraksi lempung, dan kandungan bahan organik sehingga miskin koloida tanah (situs jerapan), tidak membentuk agregat atau jika membentuk agregat bersifat lemah sehingga mudah tererosi serta berada dalam kondisi berbutir tunggal dengan tingkat aerasi, dan permeabilitas tinggi serta rata - rata suhu harian di kawasan lahan pantai yaitu 32-36oC yang menyebabkan tingkat evaporasi tinggi yang mengakibatkan kandungan air dalam tanah cepat berkurang (Gunawan Budiyanto, 2009).

Kawasan lahan pasir pantai memiliki potensi untuk pengembangan tanaman hortikultura khususnya tanaman sayur-sayuran. Pemanfaatan lahan pasir pantai secara optimal berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas lahan maupun pengendalian lingkungan (kerusakan akibat erosi) di wilayah pesisir (Sukrisno, 1999 dalam Sukrisno, dkk., 2000). Budidaya hortikultura khususnya tanaman sayuran dan buah merupakan salah satu jenis usaha budidaya tanaman yang pada awalnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga, namun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan penghasilan masyarakat menyebabkan potensi pasar produk sayuran meningkat (Ashari, S., 1995). Tanaman sayur-sayuran yang mudah dibudidayakan salah satunya yaitu bawang merah.


(12)

Kebutuhan bawang merah di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Data statistik BPS menunjukkan produksi bawang merah meningkat pada 2013 (1.010.773 ton) dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu 964.221 ton. Pada tahun 2014 produksi meningkat sebesar 1.144.961 ton. Hal tersebut menunjukkan setiap tahun produksi dalam negeri meningkat. Akan tetapi, impor bawang merah tetap dilakukan dengan alasan keberlangsungan pasokan di dalam negeri yang tidak kontinyu, selama 3 bulan impor bawang merah adalah 43.470 ton atau US$ 19,4 juta. Impor bawang merah berasal dari beberapa negara. Thailand adalah negara yang banyak mengekspor bawang merah ke Indonesia dengan volume 9.468 ton atau US$ 4,5 juta. Kemudian Vietnam 7.566 ton atau US$ 3,5 juta dan India dengan 5.873 atau US$ 1,8 juta (BPS, 2014).

Bawang merah yang umumnya digunakan sebagai bumbu masakan, juga memiliki khasiat bagi kesehatan. Bawang merah mengandung vitamin C, kalium, kalsium, serat, dan asam folat. Selain itu, bawang merah memiliki manfaat yaitu mencegah pertumbuhan sel kanker, menyembuhkan infeksi kulit kepala, mengobati rambut rontok dan berketombe, melancarkan peredaran darah sehingga mencegah penggumpalan darah sehingga mencegah serangan jantung, mengencerkan dahak, pembunuh bakteri, menyembuhkan radang paru-paru, mencegah terserang penyakit TBC, membunuh kuman di mulut, meredakan sakit gigi, mengobati jerawat, dan menyembuhkan sembelit (Dadan Harjana, 2013).

Dengan permintaan bawang merah yang semakin meningkat setiap tahunnya, maka untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas


(13)

dan kuantitas, perlu dilakukan peningkatan produksi. Peningkatan produksi di lahan marginal yaitu lahan pasir pantai di daerah Samas, Bantul, Yogyakarta membutuhkan pengelolaan air dan hara yang seimbang untuk mengatasi permasalahan tanah pasir dalam menyimpan air dan proses pelindian (leaching) yang cukup besar, sehingga kegiatan penyiraman, penambahan bahan organik maupun unsur hara harus dilakukan secara efisien. Pemanfaatan limbah pertanian yang berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa dari hasil pengolahan seperti tempurung (batok) kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, ampas tebu, dan jerami dapat dijadikan sebagai briket arang aktif. Kandungan unsur karbon (C) pada arang aktif mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik, baik sebagai larutan maupun sebagai gas, sehingga briket arang aktif diharapkan mampu memperbaiki kualitas koloid lahan pasir pantai (Baker, et al. 1997).

B. Perumusan Masalah

Lahan pasir pantai di Pantai Selatan Yogyakarta didominasi oleh fraksi pasir yang kandungan liat dan bahan organik pada tanah tergolong rendah. Hal tersebut umumnya kurang memiliki kompleks koloid tanah yang dapat mengikat air dan hara. Sifat tanah pasir yang memiliki kemampuan menyimpan lengas (kadar lengas) (0,16%), fraksi pasir (99%), fraksi debu (1,0%), tanpa kandungan liat, berat jenis (2,37 g/cm3), berat volume (1,61 g/cm3), porositas total tanah (32,07%). Ketidak mampuan tanah yang didominasi fraksi pasir memunculkan masalah seperti pemupukan maupun penyiraman yang diberikan tidak efisien karena tanah tidak dapat menyimpan air dan hara dalam waktu lama, sehingga


(14)

hara pada pupuk cepat terlindi ke bawah sehingga unsur hara yang seharusnya diserap oleh tanaman menjadi tidak maksimal.

Berdasarkan masalah diatas, diperlukan penambahan suatu bahan yang dapat memperbaiki kualitas koloid tanah pasir pantai, dan salah satu bahan yang perlu diteliti adalah pemberian kompleks koloid buatan dengan memanfaatkan limbah pertanian yang berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa dari hasil pengolahan seperti tempurung (batok) kelapa, sisa kayu, sekam padi yang dijadikan sebagai briket arang aktif., Dengan demikian permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Perbandingan paling baik briket arang aktif yang berbahan dasar tempurung (batok) kelapa, kayu, dan sekam padi yang diperlukan pada tanah pasir pantai Samas Bantul.

2. Briket arang aktif yang berbahan dasar tempurung (batok) kelapa, kayu, dan sekam padi yang paling baik menurunkan laju pelindian unsur hara pada budidaya bawang merah di tanah pasir pantai Samas Bantul.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan perbandingan, dosis briket arang aktif berbahan dasar tempurung (batok) kelapa, kayu, sekam padi yang tepat dan paling baik dalam budidaya bawang merah di lahan pasir pantai Samas Bantul.


(15)

1

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan pasir pantai

Lahan pasiran adalah lahan yang tekstur tanahnya memiliki fraksi pasir >70%, dengan porositas total <40%, kurang dapat menyimpan air karena daya hantar air cepat, dan kurang dapat menyimpan unsur hara karena kekurangan kandungan koloid tanah. Berdasarkan penelitian tim Fakultas Pertanian UGM bekerjasama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi DIY (2000) tanah pasir mudah mengalirkan air sekitar 150 cm/jam. Sebaliknya kemampuan tanah pasir menyimpan air sangat rendah yaitu 1,6-3 % dari total air yang tersedia.

Dari segi kimia, tanah pasir cukup mengandung unsur fospor dan kalium yang belum siap diserap tanaman, tetapi lahan pasir kekurangan unsur nitrogen (Sunardi dan Y. Sarjono, 2007). Tanah pasiran pada umumnya rendah kandungan bahan organiknya, sehingga jarang berada dalam ikatan partikel tanah (tidak membentuk gumpal), sehingga cenderung memiliki struktur lepas-lepas dan mudah diolah (Gunawan Budiyanto, 2009).

Lahan pasir termasuk lahan tanah Regosol yang dalam taksonomi tanah lebih dikenal dengan sub-ordo Psamment yang berarti pasir dari ordo Entisol. Jenis tanah Regosol pada umumnya belum menampakkan diferensiasi horizon, meskipun pada tanah yang telah tua horizon sudah mulai terbentuk horizon A1 lemah, berwarna kelabu, mengandung bahan yang belum atau masih baru mengalami pelapukan (Mohammed Munir, 1996), sehingga perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh kondisi setempat, mempunyai kandungan bahan


(16)

organik rendah, kandungan air dan lempung rendah sehingga membatasi pemanfaatan (Gunawan Budiyanto, dkk., 1997 dalam Gunawan Budiyanto, 2009). Hasil analisis sampel tanah pasir pantai yang telah dilakukan menunjukkan bahwa potensi kesuburan fisik lahan tersebut cukup rendah, lahan semacam ini ternyata tidak memiliki kemampuan menyimpan lengas (kadar lengas) (0,16%), fraksi pasir (99%), fraksi debu (1,0%), tanpa kandungan liat, berat jenis (2,37 g/cm3), berat volume (1,61 g/cm3), porositas total tanah (32,07%). Potensi kesuburan kimianya juga rendah, hal ini perlihatkan dari hasil pengukuran kapasitas penukaran kation (3,60 me/100g), kadar C-organik (0,12%), dan N-total (0,004%), serta rasio karbon-nitrogen (C/N) (30%), kadar asam humat (0,007%) dan fulvat (0,027%) yang rendah. Hasil pengukuran hara lain seperti K-total (0,012%), kalium-tersedia (0,044 me/100g), P2O5-tersedia (12,86 ppm), Ca (0,82 me/100g) dan Mg (0,37 me/100g) membuktikkan bahwa lahan pasir pantai ini memiliki daya dukung lahan dan potensi kesuburan tanahnya rendah (Gunawan Budiyanto, 2009).

Lahan pasir pantai yang terdapat di daerah Samas merupakan gumuk-gumuk pasir. Karakteristik lahan di gumuk-gumuk pasir wilayah ini adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir tunggal, daya simpan lengasnya rendah, status kesuburannya rendah, evaporasi tinggi dan tiupan organik laut kencang. Menurut Mahfud Siradz dan Siti Kabirun (2003), pasir pantai selatan komponen bahan pembentuknya berasal dari deposit pasir hasil kegiatan erupsi gunung Merapi yang berada di bagian utara. Deposit pasir ini diangkut dan diendapkan dengan


(17)

berbagai kecepatan serta bercampur dengan berbagai bahan baik yang berasal dari daerah aliran sungai maupun bahan yang berasal dari laut.

Lahan pasir pantai ini termasuk lahan yang selalu meloloskan dan tidak dapat menyimpan air sehingga apabila terjadi hujan, maka air tersebut akan langsung turun ke bawah. Hasil penetapan bahan organik sebagai salah satu bahan perekat agregat tanah dan anasir pematangan pori - pori tanah sangat rendah. Banyak orang berpendapat bahwa lempung dan bahan organik merupakan kunci kesuburan tanah, dari segi sifat fisik, kekurangan lempung dan bahan organik berakibat kurang menguntungkan bagi stabilitas agregat, atau bahkan agregat sama sekali tidak terbentuk. Tekstur tanah pasir ini sangat berpengaruh pada status dan distribusi air, sehingga berpengaruh pada perakaran maupun kedalaman akar (Walter et al., 2000; Oliver and Smettem, 2002), hara dan pH (Bulmer and Simpson, 2005).

B. Tempurung Kelapa

Tempurung (batok) kelapa merupakan bagian dari buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar antara 2-6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar 6-9 % (Pranata, 2007). Kandungan kimia dari tempurung kelapa adalah selulosa (34%), hemiselulosa (21%) dan lignin (27%) sedangkan komposisi unsur terdiri atas karbon (74.3%), Oksigen (21.9%), Silikon (0.2%), Kalium (1.4%), Sulfur (0.5%) dan Posfor (1.7%) (Bledzki, A.K. et al., 2010).


(18)

Tempurung kelapa banyak juga dimanfaatkan oleh masyarakat seperti pada industri kerajinan tangan, tepung tempurung, arang, arang aktif serta briket. Pemanfaatan arang sebagai arang aktif didasarkan pada sifat-sifatnya yang merupakan bahan padatan amorf yang berpori (Keake, dkk.,1955). Perubahan komponen dan kandungan tempurung kelapa menjadi arang tempurung kelapa menghasilkan kandungan karbon yang tinggi dengan sedikit kenaikan persentase kandungan abu, menghilangkan kandungan moisture dan pengurangan kandungan volatile. Jika dibandingkan dengan arang bahan alami lain seperti arang batang buah jagung, gabah padi dan tempurung buah cokelat (12-20% karbon) (Oladeji, J.T., 2010), arang tempurung kelapa memiliki kandungan karbon yang tinggi sehingga berpotensi menjadi sumber karbon aktif (Mochamad Syamsiro dan Harwin Saptoadi. 2007). Berikut ini adalah tabel perbandingan perubahan komponen dan kandungan bahan tempurung kelapa dan arang tempurung kelapa :

Tabel 1. Perbandingan tempurung dan arang tempurung kelapa

Bahan Komponen Kandungan (%)

Tempurung Kelapa Moisture 10.46

Volatile 67.67

Karbon 18.29

Abu 3.58

Arang Tempurung Kelapa Volatile 10.60

Karbon 76.32

Abu 13.08


(19)

Tabel 2. Kualitas Tempurung Kelapa Variabel Tempurung

Kelapa C-Organik total (%) 24,33 Asam humat (%) 0,56 Asam fulfat (%) 0,71

Kadar Abu (%) 2,09

Kadar N (%) 0,20

C/N rasio 122

Kadar P (%) 0,22

Kadar K (%) 0,01

Sumber :Nurida N.L, dkk., (2008) Tabel 3. Sifat Arang Tempurung Kelapa

No Sifat (Properties) Tempurung

kelapa

1 Rendemen (Yield),% 23,07

2 Kadar Air (Moisture content), % 2,53

3 Kadar Abu (Ash content),% 1,72

4 Kadar zat mudah menguap (Volatile matter),% 23.09 5 Kadar karbon terikat (Fixed carbon),% 75,09 6 Nilai kalor (Calor value),kal/g 6184

Sumber : Djeni Hendra, 2007 C. Arang Kayu

Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatile dari hewan atau tumbuhan. Arang umumnya didapatkan dengan memanaskan kayu, gula, tulang dan benda lain. Arang yang hitam, ringan, mudah hancur, dan menyerupai batu bara ini terdiri dari 85% sampai 98% karbon, sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Sebagian besar produksi charcoal digunakan sebagai bahan bakar. Hasil pembakarannya lebih bersih daripada kayu biasa.

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan


(20)

pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi (menjadi abu).

Luas permukaan arang berkisar antara 300-3500 m2/gram dan berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar volume pori - pori dan luas permukaan. Daya serap arang sangat besar terhadap beratnya, yaitu 25-100%.

Arang kayu adalah arang yang terbuat dari bahan dasar kayu. Arang kayu paling banyak digunakan untuk keperluan, sedangkan penggunaan arang kayu yang lainnya adalah sebagai penjernih air, penggunaan dalam bidang kesehatan, dan masih banyak lagi. Bahan kayu yang digunakan untuk dibuat arang kayu adalah kayu yang masih sehat, dalam hal ini kayu belum membusuk.

Arang kayu dibuat dengan mengarangkan kayu dalam tumpukkan yang ditutupi lempengan kering, atau di dalam oven yang tertutup atau juga labu destilasi. ). Berikut merupakan hasil analisis komposisi kimia dan sifat arang dari kayu :

Tabel 4. Komposisi Kimia arang kayu yang dipanaskan pada suhu 750oC

Unsur Kimia Senyawa

N (%) H (%) C (%) Organik (%) Anorganik (%)

0,40 7,80 88,40 0,08 0,14


(21)

Tabel 5. Sifat Arang dari Kayu

No Sifat Kayu

1 Rendemen (Yield),% 22,42

2 Kadar Air (Moisture content), % 0,39

3 Kadar Abu (Ash content),% 2,77

4 Kadar zat mudah menguap (Volatilematter),% 23,01 5 Kadar karbon terikat (Fixed carbon),% 74,22 6 Nilai kalor (Calor value),kal/g 5945

Sumber : Djeni Hendra, 2007 D. Sekam Padi

Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan yang dapat memberi peluang usaha bila diolah lebih lanjut, pembuatan briket adalah salah satu pemanfaatannya. Arang sekam didapatkan dari proses pembakaran sekam padi dengan teknik pembakaran tidak sempurna. Sekam padi sendiri didapatkan dari kulit padi yang telah mengalami penggilingan memisahkan antara beras dan kulit padinya. Pembakaran sekam padi dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan karbon dan unsur hara dalam sekam padi. Arang sekam atau sekam bakar yang memiliki kandungan karbon tinggi, banyak digunakan untuk membuat tanah menjadi lebih gembur. Memanfaatkan arang sekam untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah, juga akan meningkatkan daya serap dan daya ikat tanah terhadap air. Sehingga kelembaban pada akar tanaman akan terjaga dengan baik. Proses pembakaran tidak sempurna pada sekam padi, dilakukan untuk menjaga kandungan hara dalam sekam. Banyak petani yang salah dalam melakukan proses pembakaran sekam, sehingga hasil yang didapatkan justru adalah abu dari hasil pembakaran. Dari


(22)

proses penggilingan gabah akan menghasilkan 16-28 % sekam (Pancapalaga Wehandako, 2008). Berikut merupakan hasil analisis kandungan kimia dan fisika dari sekam padi.

Tabel 6. Komposisi umum dari sekam padi

Komposisi Persentase (%) Analisis Kimia Abu Mineral

Persentase (%)

Selulosa 32,12 SiO2 93,19

Hemiselulosa 22,48 K2O 3,84

Lignin 22,34 MgO 0,87

Abu mineral 13,87 Al2O3 0,78

Air 7,86 CaO 0,74

Bahan lain 2,33 Fe2O3 0,58

Sumber : Kumar, P.S. et al., 2010:2

Tabel 7. Karakteristik kimia-fisika dari sekam padi

Karakteristik Nilai

Densitas bulk (g/ml) 0,79

Densitas padatan (g/ml) 1,48

Kelembaban (%) 5,98

Kandungan abu (%) 48,81

Ukuran partikel (mesh) 40 – 200 Luas permukaan (m2/g) 320,9 Keasaman permukaan (meq/g) 0,15 Kebasaan permukaan (meq/g) 0,53

C-Organik total (%) 35,98

Asam humat (%) 0,79

Asam fulfat (%) 1,57

Kadar Abu (%) 27,05

Kadar N (%) 0,73

C/N rasio 49

Kadar P (%) 0,14

Kadar K (%) 0,03

Sumber : Kumar, P.S. et al., 2010:2

Arang sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai kalori 3.300-3600 kal/g sekam. Pembakaran sekam akan menghasilkan rendemen arang 75,46 %, kadar air 7,35 %, dan kadar abu 1 % (Nugraha dan Setiawati., 1999 dalam Pancapalaga Wehandako, 2008). Sekam mengandung


(23)

karbon (zat arang) 1,33%, hydrogen 1,54%, oksigen 33,645, dan Silika (SiO2) 16,98%, artinya sekam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kimia dan sebagai sumber energi panas untuk keperluan manusia (Dorlan Sipahutar., 2012).

Media sekam mengandung unsur silika yang tinggi dan juga peningkatan P. Peningkatan kandungan Ptersedia diduga karena silikat mampu meningkatkan ketersediaan P dengan cara menggantikan ion P yang terikat pada komponen tanah dengan ion Si, sehingga P menjadi lebih tersedia. Selain itu, pemberian silika dapat meningkatkan kadar P di dalam tanah menjadi bentuk yang lebih tersedia bagi tanaman. Kandungan silikat yang tinggi dapat menguntungkan bagi tanaman karena menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit akibat adanya pengerasan jaringan (Maspary, 2011). PH arang sekam antara 8.5 - 9. pH yang tinggi ini dapat digunakan untuk meningkatkan pH tanah asam yang memiliki keuntungan karena mencegah adanya gulma dan bakteri. Peletakan sekam bakar pada bagian bawah dan atas media tanam dapat mencegah populasi bakteri dan gulma yang merugikan.

E. Briket Arang

Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), briket arang merupakan gumpalan arang yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, tekanan pengempaan, dan pencampuran formula bahan baku briket. Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan


(24)

penumbukan, pencampuran bahan baku, pencetakan dengan sistem hidrolik dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu.

Energi yang terkandung dalam briket tergantung dari konsentrasi metana (CH4), semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada briket, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor (Wardiman Djojonegoro., 1992). Syarat briket arang yang baik adalah yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar briket juga harus memenuhi kriteria : (1) mudah dinyalakan, (2) emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun, (3) kedap air dan tidak berjamur bila disimpan dalam waktu yang lama, dan (4) menunjukkan upaya laju pembakaran yang baik.

Proses pembuatan briket arang ada beberapa tahap yaitu : 1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang disiapkan dan dibersihkan dari material-material tidak berguna, seperti batu. Usahakan bahan tersebut sudah dalam kondisi kering, agar proses pengarangan menjadi lebih cepat.

2. Karbonisasi

Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin (Kurniawan dan Marsono, 2008). Karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan


(25)

arang serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin serta membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan hidrokarbon. Dengan adanya proses karbonisasi maka zat-zat terbang yang terkandung dalam briket diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap. Menurut Hasani (1996) dalam Pancapalaga Wehandako (2008), proses karbonisasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembuatan briket. Pada umumnya proses ini dilakukan pada temperatur 500o– 800oC.

3. Pengecilan Ukuran Bahan

Pengecilan ukuran bahan baku hingga halus bertujuan untuk mendapatkan bahan briket yang memiliki daya adhesi yang besar. Hasil pengecilan bahan diayak, agar menghasilkan serbuk yang halus.

4. Bahan Perekat

Pemilihan perekat harus memiliki daya rekat yang baik, harus mudah didapat dalam jumlah banyak dan harganya murah, dan tidak boleh beracun dan berbahaya (Subroto, 2006). Perekat dibutuhkan karena sifat alamiah serbuk arang cenderung saling memisah. Pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakarnya, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah) (Sudrajat, 1983).

Perekat tepung tapioka (kanji) umum digunakan sebagai bahan perekat pada briket karena banyak terdapat di pasaran, harganya relatif murah, dan cara membuatnya mudah yaitu cukup mencampurkan tepung tapioka dengan air, lalu


(26)

didihkan. Selama pemanasan tepung diaduk terus agar tidak menggumpal. Warna tepung yang putih akan berubah menjadi transparan setelah beberapa menit dipanaskan dan terasa lengket di tangan.

Kanji adalah perekat yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air dalam jumlah tidak melebihi 70 % dari berat serbuk arang dan kemudian dipanaskan sampai berbentuk jeli. Pencampuran kanji dengan sebuk arang diupayakan dengan merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan dengan meremas-remas menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).

Menurut Sudrajat dan Soleh (1994) dalam Capah (2007), perekat tapioka dalam penggunaannya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan bahan perekat lainnya. Perekat tapioka akan menghasilkan briket yang nilainya rendah dalam hal kerapatan, keteguhan tekan, kadar abu dan zat mudah menguap, tetapi akan lebih tinggi dalam hal kadar air, kadar karbon dan nilai kalor.

5. Pencetakan dan Pengempaan Briket

Pencetakan bertujuan memperoleh bentuk yang seragam dan memudahkan dalam pengemasan serta penggunaannya. Pencetakan briket akan memperbaiki penampilan dan menambah nilai ekonomisnya. Ada berbagai macam alat pencetak yang dapat dipilih, tergantung tujuan penggunaannya. Setiap cetakan menghendaki kekerasan atau kekuatan pengempaan tertentu (Kurniawan dan Marsono, 2008). Pengempaan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas biomassa sebagai sumber energi. Pengempaan briket bertujuan untuk


(27)

meningkatkan kerapatan, memperbaiki sifat fisik briket, dan menurunkan masalah penanganan seperti penyimpanan dan pengangkutan.

6. Pengeringan Briket

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), briket hasil cetakan masih memiliki kadar air yang sangat tinggi sehingga perlu dikeringkan. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air dan menggeraskan hingga aman dari gangguan jamur dan benturan fisik. Berdasarkan caranya ada 2 metode pengeringan, yakni pengeringan alami dibawah panas matahari selama 2-3 hari dan pengeringan buatan dengan menggunakan oven pada suhu 60oC selama 24 jam.

F. Pengaktifan Briket

Menurut Pari, G. dkk. (2012), ada dua macam cara pembuatan arang aktif yaitu dengan bahan baku arang dan bahan baku aslinya. Tahapan kerja pembuatan arang aktif sbb:

1. Pembuatan granular

Arang yang dihasilkan dari proses pengarangan dibuat menjadi bentuk granural dengan ukuran sebesar krikil (Ø 2-3 cm) dengan menggunakan alat pemukul.

2. Perendaman dalam bahan kimia

Arang atau bahan baku lain dimasukkan kedalam bak yang didalamnya sudah berisi larutan kimia seperti: ZnCl2, CaCl2, MgCl2, NaOH, H3PO4 dalam konsentrasi yang berbeda-beda tergantung dari jenis bahan. Lama perendaman sekitar 12-24 jam, kemudian ditiriskan dengan meletakkan ditempat terbuka sambil sesekali dibalikkan sampai air permukaan hilang.


(28)

Untuk menghemat larutan kimia dapat juga dengan melakukan meletakkan bahan di atas saringan yang bagian atasnya dilapisi kaca nyamuk, sehingga larutan sisa dapat digunakan kembali dengan menambah larutan baru.

3. Pengemasan

Arang aktif yang sudah kering dikemas dalam karung plastik yang terlindung dari udara masuk. Pengemasan dalam ukuran besar dapat menggunakan karung plastik pada bagian dalamnya dilapisi lagi dengan lembaran plastik.

4. Kualitas arang aktif

Berdasarkan Standar Industri Indonesia kualitas arang aktif harus dapat memenuhi syarat sebagai berikut:

Tabel 8. Standar Industri Indonesia Kualitas Arang Aktif

Uraian Syarat Kualitas

Butiran Serbuk

Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC (%) Maks. 15 Maks.25

Kadar air % Maks.4,5 Maks.15

Kadar Abu % Maks.2,5 Maks.10

Bagian yang tidak mengarang 0 0

Daya serap terhadap 12 (mg/g) Min. 750 Min. 750

Karbon aktif murni (%) Min. 80 Min. 65

Daya serap terhadap bezana (%) Min. 25 -

Daya serap terhadap biru metilen (mg/g) Min. 60 Min. 120

Berat jenis curah (g/ml) 0,45-0,55 0,30-0,35

Lolos mesh 325 (5) - Min. 90

Jarak mesh (%) 90 -

Kekerasan (%) 80 -


(29)

G. Bawang Merah (Allium ascalonicum .L)

Tanaman bawang merah diduga berasal dari daerah Asia Selatan yaitu di daerah sekitar India, Pakistan, sampai Palestina. Negara-negara di Eropa Barat, Eropa Timur, dan Spanyol, mengenal bawang merah pada abad ke delapan. Dari Eropa Barat, Eropa Timur, dan Spanyol, bawang merah menyebar hingga ke daratan Amerika, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Penyebaran ini tampaknya berhubungan dengan pemburuan rempah-rempah oleh bangsa Eropa ke wilayah timur jauh yang kemudian berlanjut dengan pendudukan Kolonial di wilayah Indonesia (Rahayu dan Berlian, 2004). Klasifikasi tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut kingdom Plantae; divisi Spermatophyta; subdivisio Angiospermae; kelas Monocotyledoneae; ordo Liliaceae; family

Liliales; genus Allium; Spesies Allium ascalonicum .L (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Bawang merah adalah salah satu komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, yang digunakan sebagai bumbu masakan dan memiliki kandungan beberapa zat yang bermanfaat bagi kesehatan, dan khasiatnya sebagai zat anti kanker dan pengganti antibiotik, penurunan tekanan darah, kolestrol serta penurunan kadar gula darah. Menurut penelitian, bawang merah mengandung kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, vitamin seperti A dan C (Daniel, Irawan., 2010). Bawang merah merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput, berbatang pendek dan berakar serabut, tinggi dapat mencapai 15-20 cm dan membentuk rumpun. Akarnya berbentuk serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah


(30)

perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar. Diameter bervariasi antara 0,5-2 mm. Akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3-5 akar (Aksi Agraris Kanisius, 2004).

Batang bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relative pendek (Sudirja, 2010). Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana, 1995).

Umbi bawang merah merupakan umbi ganda ini terdapat lapisan tipis yang tampak jelas, dan umbi-umbinya tampak jelas juga sebagai benjolan ke kanan dan ke kiri, dan mirip siung bawang putih. Lapisan pembungkus siung umbi bawang merah tidak banyak, hanya sekitar 2 sampai 3 lapis, dan tipis yang mudah kering. Sedangkan lapisan dari setiap umbi berukuran lebih banyak dan tebal. Maka besar kecilnya siung bawang merah tergantung oleh banyak dan tebalnya lapisan pembungkus umbi (Suparman, 2007).

Daerah yang paling baik untuk budidaya bawang merah adalah daerah yang bersuhu udara 250C-320C. Daerah yang cukup mendapat sinar matahari juga sangat diutamakan, dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam. Bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dengan ketinggian tempat 10-250 m dpl. Pada ketinggian 800-900 m dpl bawang merah


(31)

juga dapat tumbuh, namun pada ketinggian tersebut yang berarti suhunya rendah pertumbuhan tanaman terhambat dan umbinya kurang baik (Wibowo, S., 2007).

Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung yang berpasir atau berdebu karena sifat tanah yang demikian ini mempunyai aerasi dan drainase yang baik. Tanah yang demikian ini mempunyai perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir, dan debu. Tanah yang paling baik untuk lahan bawang merah adalah tanah yang mempunyai keasaman sedikit agak asam sampai normal, yaitu pH-nya antara 6,0-6,8. Keasaman dengan pH antara 5,5-7,0 masih termasuk kisaran keasaman yang dapat digunakan untuk lahan bawang merah (Wibowo, S., 2007).

Media tanam yang dipakai diantaranya : kombinasi tanah, arang, dengan pupuk dasar (pupuk kandang) sebanyak 15-20 ton/hektar yang akan diaplikasikan pada perpolybag sebanyak 45 gram, pupuk Urea sebanyak 0,20 gram, SP-36 sebanyak 0,70 gram, KCl sebanyak 0,12 gram. Seluruhnya bahan itu diaplikasikan bersama-sama serta disiram dengan air. Polybag yang digunakan ukuran 8 kg. Nitrogen pada tanaman bawang rnerah, berpengaruh terhadap hasil dan kualitas umbi. Kekurangan nitrogen akan menyebabkan ukuran umbi kecil dan kandungan air rendah, Sedangkan kelebihan nitrogen akan menyebabkan ukuran umbi menjadi besar dan kandungan air tinggi, namun kurang bernas dan mudah keropos. Unsur Phosfor untuk membantu perkembangan akar, tetapi ketersediaannya sangat terbatas. Defisiensi P pada bawang merah akan mengurangi pertumbuhan akar dan daun, ukuran dan hasil umbi, namun memperlambat penuaan (Greenword et al., 2001). Unsur kalium berfungsi


(32)

menjaga status air tanaman dan tekanan turgor sel, mengatur stomata dan mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru terbentuk. Pemberian K pada bawang merah mempengaruhi pertumbuhan. hasil dan kualitas umbi (Akhtar, et.al, 2002). Defisiensi K dapat menghambat pertumbuhan, penurunan ketahanan dari penyakit, dan menurunkan hasil bawang merah (Singh and Verma,2001).

Cara budidaya bawang merah diawali dengan pemilihan bibit unggul bawang merah. Hal ini sangat penting sebab bibit unggulan sangat menentukan hasil panen tanaman bawang merah. Jika usia bibit umbi bawang merah kurang dari 2 bulan, maka dilakukan pemotongan bagian ujung umbi kurang lebih 0,5 cm, yang bertujuan untuk memecahkan masa dormansi dan mempercepat pertumbuhan tunas pada tanaman bawang merah.

Cara menanam bawang merah yang benar adalah dengan membenamkan seluruh bagian umbi ke dalam tanah. Untuk jarak tanam antar umbi pada musim kemarau adalah 15cm x 15 cm, sedangkan pada musim hujan 15cm x 20cm. Cara menanam bawang merah ini bertujuan supaya umbi bawang bisa tumbuh dengan optimal. Pada tanaman bawang merah yang baru berusia 0 – 10 hari, penyiraman rutin dilakukan 2x/hari (pagi dan sore hari). Umur 11-35 hari, 1x/hari (pagi hari), dan umur 36-50 hari, 1x/hari (pagi hari) (Susila, A.D. 2006).

Tahap selanjutnya adalah pemberian pupuk susulan untuk menjaga tersedianya unsur hara yang dibutuhkan tanaman bawang merah. Pemupukan susulan dilakukan pada preplant (saat tanam), umur 14 hari dan 35 hari setelah tanam.


(33)

Menurut Maynard and Hocmuth (1999) dalam Susilo,A.D (2006), rekomendasi pupuk untuk Bawang Merah pada tanah mineral dengan tingkat kandungan P dan K Sedang yaitu sebagai berikut :

Tabel 9. Rekomendasi Pupuk Untuk Bawang Merah Pada Tanah Mineral

Umur Urea ZA SP36 KCl

Kg/hektar/musim tanam

Preplant

(saat tanam)

47 100 311 56

2 MST 93 200 - 112

5 MST 47 100 - 56

Penyiangan dilakukan minimal 2 kali/musim yaitu menjelang dilakukan pemupukan susulan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida saat terjadi serangan yang dapat membahayakan atau diatas ambang batas ekonomi pada produksi tanaman bawang merah. Hama utama pada tanaman bawang merah adalah Spodoptera exigua merupakan salah satu jenis ulat grayak yang menjadi kendala utama dalam budidaya bawang merah (Sutarya, 1996). Menurut Sastrosiswojo dan Rubiati (2001) ulat grayak (S.exigua) dan thrips (Thrips tabact Lind). Pengendalian dapat dilakukan dengan disemprotkan insektisida, fungisida sesuai dosis yang dianjurkan atau mencabut tanaman dan membakarnya

Panen bawang merah yang siap panen biasanya 60-70% daunnya sudah mulai rebah ke tanah, sedangkan untuk bibit kerebahan daun lebih dari 90%. Atau bisa juga dengan menghitung masa tanam ketika mencapai usia 60-70 HST maka bawang merah sudah siap dipanen. Pemanenan pada bawang merah dilakukan pada saat daun bawang merah sudah terlihat rebah dengan cara dicabut. Bawang merah kemudian diikat dalam ikatan kecil (1-1,5 kg/ikat) dan dijemur 5-7 hari.


(34)

Setelah kering, 3-4 ikatan bawang merah dijadikan satu, kemudian bawang dijemur dengan posisi .penjemuran bagian umbi diatas selama 3-4 hari. Setelah penjemuran tahap kedua dilakukan pembersihan umbi bawang dari tanah dan kotoran. Apabila sudah cukup kering (kadar air kurang lebih 85%) umbi bawang merah siap dipasarkan atau disimpan di gudang (Susilo, A.D. 2006).

Arang berasal dari sisa limbah organik seperti sekam padi, batok kelapa,

dan sisa pembakaran kayu. Dalam pemberian unsur hara yang terkandung di

dalam pupuk bisa diserap oleh arang dan di lepas secara perlahan. Dengan adanya

arang pada media tanam maka akan mencegah atau mengurangi tumbuhnya jamur

ataupun cendawan yang dapat merugikan tanaman. Namun, arang memiliki

kelemahan yaitu miskin unsur hara sehingga dalam pengaplikasiannya

ditambahkan dengan pupuk dan dalam pelepasan unsur hara tergolong lamban

(slow release) (M. Syamsiro dan Harwin Saptoadi. 2007). H. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah perlakuan campuran pasir pantai : sekam padi dengan perbandingan (4 : 1) merupakan campuran media tanam yang terbaik dalam budidaya tanaman bawang merah di tanah pasir pantai.


(35)

26

Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan pengaktifan briket arang dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan penimbangan bahan, hasil tanaman dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Desember 2015.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanah pasir pantai, tempurung kelapa, kayu, sekam padi, bibit bawang merah, pupuk kandang, urea, SP-36, KCl, tepung tapioka (kanji), kayu bakar, larutan kimia NaOH 0,5M. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, oven, polybag ukuran 10 kg, penggaris, gelas ukur, sekop, ember, drum logam, bambu atau pipa paralon, martil, cangkul, kayu penyodok, saringan ukuran 0,5 mm, nampan, karung, alat tulis.

C. Metode pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan dengan rancangan percobaan non-faktorial yang disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang diujikan adalah komposisi media (Pasir pantai, briket arang aktif tempurung kelapa, briket arang aktif kayu, dan briket arang aktif sekam padi).


(36)

A. Pasir pantai (kontrol)

B. Pasir pantai : briket arang aktif tempurung kelapa dengan perbandingan (2:1)

C. Pasir pantai : briket arang aktif tempurung kelapa dengan perbandingan (4:1)

D. Pasir pantai : briket arang aktif kayu dengan perbandingan (2:1) E. Pasir pantai : briket arang aktif kayu dengan perbandingan (4:1) F. Pasir pantai : briket arang aktif sekam padi dengan perbandingan (2:1) G. Pasir pantai : briket arang aktif sekam padi dengan perbandingan (4:1)

Masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 21 unit perlakuan. Setiap unit terdapat 3 tanaman, sehingga terdapat 63 polibag tanaman.

D. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan Briket

a) Pembuatan Serbuk Arang Sekam Padi (Karbonasi) Proses pengarangan/karbonisasi arang sekam Padi yaitu:

 Bahan dan alat yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu (sekam padi kering sebanyak 6-7 karung sebesar 50 kg untuk menjadi 45 kg arang, air, ember, dan drum bekas).

 Sebelumnya buat bara api dari serabut kelapa lalu ditaruh dalam dalam drum.

 Dimasukkan sekam padi ke dalam drum sedikit demi sedikit. Ketika semua sekam padi yang dimasukkan sudah mulai kecoklatan tambahkan


(37)

lagi sekam padinya hingga yang terlihat hanya asap yang keluar, ulangi lagi sampai memenuhi drum.

 Tunggu sekitar 12-24 jam hingga menjadi arang. Arang sekam yang sudah jadi didinginkan sekitar 45 menit kemudian dikeluarkan dan dipisahkan antara yang terbakar dengan yang tidak dan yang menjadi abu. Sekam yang diambil hanya yang menjadi arang.

 Kemudian arang diremas atau ditumbuk menggunakan martil hingga halus. Setelah itu, diayak menggunakan ayakan 0,5 mm.

b) Pembuatan Serbuk Arang Kayu

 Disiapkan potongan-potongan kayu kering ukuran maksimal 5cm, kemudian isi drum dengan kayu yang sudah kering. Penyusunan kayu tidak terlalu rapat, agar ada sedikit rongga udara di bagian susunan tengah kayu. Drum di tutup rapat, tapi tidak sampai kedap udara dan drum logam sebelumnya sudah dilubangi terlebih dahulu.

 Kemudian dikumpulkan kayu – kayu untuk membuat api yang akan menyala selama 3 – 5 jam. Letakkan potongan kayu atau serutan kayu yang tentunya kering di bawah drum.

 Setelah api dinyalakan, biarkan menyala selama 3 jam. Namun jika menggunakan drum yang besar, maka waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama, karena memuat lebih banyak kayu. Biarkan api menyala hingga selesai.


(38)

 Setelah tidak ada bara atau sudah dingin, angkat arang kayu yang sudah jadi. Saat membuka tutup drum, maka arang kayu yang tentunya berwarna hitam.

 Antara kayu yang sudah menjadi abu dipisahkan dengan yang menjadi arang, dikumpulkan kayu yang menjadi arang ke dalam ember.

 Arang dihaluskan menggunakan alat pemukul (martil), dan kemudian diayak dengan ayakan 0,5 mm sampai dihasilkan serbuk arang kayu. c) Pembuatan Serbuk Arang Tempurung Kelapa

 Sebelum dibakar, bahan baku tempurung kelapa dikeringkan dahulu, agar pembakaran lebih cepat tanpa asap yang mengepul.

 Dibersihkan tempurung dari sabut, pasir, dan kotoran lainnya. Lalu, potong tempurung 2,5 cm x 2,5 cm agar dapat mengisi drum atau lubang lebih banyak dan proses pengarangan merata.

 Drum diisi dengan tempurung sepadat dan serapat mungkin. Drum yang dibuat dari drum bekas dapat diisi sekitar 90 kg tempurung.

 Bahan-bahan yang mudah terbakar dimasukkan, seperti daun kering dan sabut yang telah dibasahi dengan minyak tanah, dan dibakar, kemudian drum ditutup.

 Selama pembakaran, volume arang akan berkurang, karena itu tempurung dapat ditambahkan untuk memenuhi volume ruang pengarangan.

 Setelah selesai dibakar, arang yang belum terbakar sempurna dibakar kembali dan arang yang telah terbakar sempurna kemudian diayak


(39)

dengan ayakan 0,5 mm untuk memisahkannya dari tanah, debu dan kerikil.

2. Pembuatan Briket Arang Aktif

Proses pembuatan briket arang aktif sekam Padi, briket arang aktif kayu, briket arang aktif tempurung kelapa, yaitu:

 Serbuk arang sekam padi, serbuk arang kayu, serbuk arang tempurung kelapa, masing-masing masukkan ke dalam beberapa bak atau ember yang didalamnya sudah berisi larutan kimia NaOH dengan konsentrasi 0,5 M, perendaman dilakukan selama 12-24 jam yang bertujuan untuk mengeluarkan senyawa pada arang salah satunya tar sehingga pori-pori arang dapat terbuka. Kemudian ditiriskan di tempat terbuka, lalu dicuci dengan cara direndam menggunakan air bersih pada drum dan jemur hingga kering.

 Setelah itu, dimasukkan arang yang sudah kering kedalam drum hingga ½ - ¾ permukaan drum, buat api di bagian bawah drum, dan tutup bagian atas drum. Panaskan selama 5 jam, dan diaduk tiap 2 jam sekali.

 Kemudian setelah 5 jam di dalam drum, buka tutup drum dan diamkan sekitar 45 – 1 jam atau hingga dingin dan taruh dalam karung. Ambil masing-masing serbuk arang tadi dan campurkan dengan air hangat secukupnya, perekat (tepung tapioka) dengan perbandingan 80% (serbuk arang) : 20% (tepung tapioka) sampai membentuk adonan.

 Kemudian dimasukkan masing-masing bahan yang sudah membentuk adonan ke dalam cetakan pipa paralon kecil, dikempa hingga padat.


(40)

 Kemudian dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari langsung selama ± 2-3 hari. Tujuannya agar briket tersebut tidak mudah terkena jamur, tidak mudah pecah (padat), dan mengurangi kandungan air dalam briket.

3. Pengaplikasian Briket Pada Budidaya Bawang Merah a. Persiapan media tanam

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pasir pantai yang diambil dari pantai Samas, Bantul, Yogyakarta. Cara mempersiapkan media tanam yaitu tanah pasir pantai dikeringkan anginkan terlebih dahulu selama beberapa hari. Setelah itu ditambahkan Pupuk SP-36, KCl, dan Urea dan Briket Arang Aktif sekam padi, tempurung kelapa, dan arang kayu sesuai perlakuan pada polybag. Setiap media berisi campuran pasir dan briket yang berjumlah 8 kg. Pada penelitian ini terdapat 7 perlakuan untuk masing-masing briket dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 21 unit percobaan, setiap unit terdapat 3 polybag.

b. Persiapan Bibit

Bibit bawang merah dipilih yang sehat: warna mengkilat, kompak/tidak keropos, kulit tidak luka dan telah disimpan 2-3 bulan setelah panen, bentuk simetris, umbi berukuran sedang, berdiameter ±1,5-2 cm, bibit yang unggul (akan tumbuh lebih vigor, menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah umbi per tanaman dan total hasil yang tinggi) (Stallen dan Hilman 1991).


(41)

Jika usia bibit umbi mawang merah kurang dari 2 bulan, maka dilakukan pemotongan bagian ujung umbi kurang lebih 0,5 cm, yang bertujuan untuk memecahkan masa dormansi dan mempercepat pertumbuhan tunas pada tanaman bawang merah.

c. Penanaman Tanaman Bawang Merah

Penanaman umbi bibit ditanam dengan cara membenamkan seluruh bagian umbi, dengan menanam 3 bibit tanaman bawang setiap polybag sesuai perlakuan masing-masing. Sehingga terdapat 63 polibag tanaman.

d. Pemeliharaan Tanaman Bawang Merah Pemeliharaan tanaman meliputi :

1) Pengairan dan Penyiraman

Pada tanaman bawang merah yang baru berusia 0 – 10 hari, penyiraman rutin dilakukan 2x/hari (pagi dan sore hari). Umur 11-35 hari, 1x/hari (pagi hari), dan umur 36-50 hari, 1x/hari (pagi hari).

2) Pemupukan

Tahap selanjutnya dalam cara menanam bawang merah yang benar adalah pemberian pupuk susulan untuk menjaga tersedianya unsur hara yang dibutuhkan tanaman bawang merah. Pemupukan susulan dilakukan pada preplant (saat tanam), umur 14 hari dan 35 hari setelah tanam.

3) Penyulaman

Penyulaman, dilakukan apabila di lapangan dijumpai tanaman yang mati. Biasanya dilakukan paling lambat 2 minggu setelah tanam.


(42)

4) Penyiangan

Penyiangan dilakukan minimal 2 kali/musim yaitu menjelang dilakukan pemupukan susulan

5) Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)

Pengendalian hama dan penyakit merupakan kegiatan rutin atau tindakan preventif yang dilakukan petani bawang merah. Umumnya kegiatan ini dilakukan pada minggu kedua setelah tanam dan terakhir pada minggu kedelapan dengan dengan interval 2-3 hari. Pengendalian OPT pada bawang merah dengan menggunakan pestisida sesuai dosis dan penggunaannya apabila terlihat adanya hama yang dapat membahayakan proses pertumbuhan tanaman bawang merah.

6) Panen

Panen tanaman bawang merah dilakukan pada tanaman berumur 60-70 hari setelah tanam yang ditandai dengan ditandai daun mulai menguning, terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah. Cara panen dengan mencabut seluruh tanaman dengan hati-hati supaya tidak ada umbi yang tertinggal atau lecet.

e. Pengamatan

Pengamatan dilakukan berdasar parameter tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar daun, bobot kering daun, bobot segar umbi, bobot kering umbi, panjang akar, berat basah akar, berat kering akar dan jumlah anakan.

E. Parameter Pengamatan


(43)

1. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun terpanjang. Pengukuran dilakukan mulai tanaman berumur 14, 28 dan 42 hari setelah tanam,

2. Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun yang diamati pada saat tanaman berumur 14, 28 dan 42 hari setelah tanam.

3. Bobot Segar Daun Per Rumpun (g)

Berat segar daun ditimbang pada saat panen dengan cara menimbang berat daun per tanaman sampel.

4. Bobot Kering Daun Per Rumpun (g)

Berat kering daun pada saat panen ditimbang per tanaman sampel setelah melalui pengovenan sampai mencapai berat konstan.

5. Bobot Segar Umbi Per Rumpun (g)

Berat segar umbi ditimbang pada saat panen dengan cara menimbang berat umbi per tanaman sampel.

6. Bobot Kering Umbi Per Rumpun (g)

Berat umbi pada saat panen ditimbang per tanaman sampel setelah melalui pengovenan sampai mencapai berat konstan.

7. Panjang Akar (cm)

Pengukuran panjang akar tanaman dilakukan setelah 14, 28 HST dan saat panen. Sebelumnya akar telah dibersihkan dari tanah, cara pengukurannya dilakukan dari leher akar sampai ujung akar terpanjang.


(44)

8. Bobot Segar Akar (g)

Penimbangan berat segar akar dilakukan setelah 14, 28 HST dan saat panen. Diukur saat akar masih dalam keadaan segar, penimbangan dilakukan menggunakan timbangan analitis.

9. Bobot Kering Akar (g)

Penimbangan berat kering akar dilakukan setelah akar dikering anginkan menggunakan oven hingga diperoleh berat konstan, penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital.

10.Jumlah Anakan

Jumlah anakan dihitung mulai pada saat daun membentuk sekumpulan tunas-tunas baru dalam satu rumpun. Jumlah anakan dihitung pada saat tanaman berumur 14 HST hingga 49 HST, setiap minggu sekali.

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan disidik ragam pada taraf nyata 5%. Rata - rata pengaruh perlakuan yang berbeda di uji jarak berganda Duncan 5%.


(45)

68

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Media tanam tanah pasir dan briket arang aktif sekam padi dengan perbandingan (4 : 1), memberikan kualitas pertumbuhan tanaman bawang merah lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain.

2. Media tanam tanah pasir dan briket arang aktif sekam padi dengan perbandingan (4 : 1), dapat memperbaiki kualitas koloid tanah dan menurunkan laju pelindian unsur hara dibandingkan briket arang aktif yang lain.

B. Saran

1. Diperlukan penelitian lanjutan dengan perbandingan antara tanah pasir pantai dengan briket arang aktif lebih diperbesar seperti (6 : 1) atau (8 :1), sehingga campuran tanah pasir pantai dengan briket arang aktif pada media tanam menjadi efektif untuk pertumbuhan tanaman.

2. Kemungkinan semakin kecil perbandingan tanah pasir dengan briket arang aktif seperti (2 : 1) atau (1 : 1) pada media tanam justru akan menghambat ketersediaan hara dan berdampak pada pertumbuhan tanaman.


(46)

26

tanaman hidup pada lingkungan tertentu dan dengan sifat-sifat tertentu untuk menghasilkan kemajuan perkembangan dengan menggunakan faktor lingkungan (Syukur Makmur Sitompul dan Bambang Guritno, 1995).

Lahan pasir pantai merupakan salah satu alternatif lahan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan, akan tetapi lahan pasir dikenal sebagai lahan marginal dengan produktivitas yang sangat rendah. Kondisi lahan pasir pantai dicirikan oleh bahan penyusun tanah yang dominan (> 80%) terdiri dari pasir sehingga tanahnya tidak membentuk agregat (kersai), berbutir tunggal dengan tingkat aerasi, permeabilitas tinggi akibatnya ketersediaan airnya rendah dan unsur hara tanaman sangat rendah (Gunawan Budiyanto, 2009).

Hasil analisis sampel tanah lahan pasir pantai selatan Yogyakarta menunjukkan bahwa daya dukung lahan dan potensi kesuburan lahan masih rendah. Dari kesuburan fisik, lahan semacam ini ternyata tidak memiliki kemampuan menyimpan lengas (kadar lengasnya 0,16%). Hal ini disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu tekstur tanahnya yang didominasi oleh fraksi pasir (99,0% pasir), kandungan debu 1,00% tanpa kandungan lempung. Kondisi ini menyebabkan pori mikro (pori - pori penyimpanan air maupun unsur hara) tidak terbentuk. Porositas tanahnya (45,00%) menunjukkan bahwa pori makro lebih banyak mendominasi volume tanahnya. Akibatnya secara keseluruhan lahan pasir pantai selalu meloloskan setiap air yang datang padanya (Gunawan Budiyanto, 2009).


(47)

Kandungan bahan organik rendah pada lahan pasir pantai, menyebabkan lahan ini tidak membentuk agregat sehingga kemampuannya dalam menyimpan air menjadi rendah. Bahan organik merupakan bahan yang berasal dari sisa-sisa jaringan tumbuhan dan hewan. Salah satu cara mengurangi porositas tanah yang cukup besar tersebut adalah dengan cara mengurangi laju gerakan air kebawah yaitu dengan menggunakan beberapa bahan organik seperti arang sekam padi, arang kayu, dan arang tempurung kelapa. Penggunaan bahan organik seperti arang sekam padi, arang kayu, dan arang tempurung kelapa yang dijadikan menjadi briket arang sangat potensial dimanfaatkan sebagai alternatif media tanam untuk mengurangi permasalahan dilahan pasir pantai. Selain dengan itu, berbagai pertimbangan untuk memanfaatkan termpurung kelapa, serbuk gergaji kayu jati, dan sekam padi menjadi penting mengingat limbah ini belum dimanfaatkan secara maksimal (Amin, S. 2000). Karena secara fisik, bahan organik berperan memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, meningkatkan kemampuan menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, serta kelembapan dan temperatur tanah menjadi stabil (Hanafiah, 2007).

Penggunaan bahan organik diharapkan dapat memperbaiki kualitas koloid pasir, pantai, meningkatkan pertumbuhan budidaya tanaman bawang merah dan mampu menyimpan dan melepas unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman bawang merah. Arang tempurung (batok) kelapa merupakan salah satu upaya pemanfaatan pengolahan limbah kelapa (terletak dibagian dalam setelah sabut) yang mudah didapatkan karena ketersediaan yang melimpah. Arang kayu merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah dari berbagai macam sisa


(48)

potongan kayu yang mudah didapatkan, dan harga yang terjangkau di semua kalangan masyarakat. Arang sekam padi merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah penggilingan padi yang sulit terdekomposisikan dan keberadaannya mudah didapatkan karena jumlahnya yang cukup melimpah. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian tentang penelitian pemanfaatan arang tempurung kelapa, arang kayu dan arang sekam padi yang dijadikan briket arang aktif sebagai alternatif media tanam untuk perbaikan kualitas koloid lahan pasir pantai.

Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, jumlah anakan, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot segar daun, dan bobot kering daun pada umur 14 HST disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 1. Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap beberapa parameter tanaman pada umur 14 HST.

Perla kuan Tinggi Tanaman Jumlah Daun Bobot Segar Daun Bobot Kering Daun Panjang Akar Bobot Segar Akar Bobot Kering Akar Jumlah Anakan A 18,87 a 10,67 a 2,75 a 0,66 a 17,30 a 0,52 a 0,023 a 2,00 a B 12,80 d 7,67 bc 0,79 e 0,22 de 9,53 d 0,37 b 0,003 b 1,33 ab C 17,20 b 9,00 abc 1,05 cd 0,44 c 11,83 c 0,36 b 0,010 b 1,67 ab D 8,07 f 4,67 d 0,74 e 0,08 f 6,77 e 0,19 c 0,000 b 1,00 b E 9,63 e 6,67 cd 1,20 bc 0,14 ef 7,57 e 0,22 c 0,003 b 1,33 ab F 15,33 c 7,33 c 0,85 de 0,28 d 10,20 d 0,37 b 0,003 b 2,00 a G 17,60 ab 10,00 ab 1,39 b 0,55 b 15,33 b 0,40 b 0,013 ab 2,00 a

Keterangan : angka yang tidak diikuiti huruf yang sama menunjukkan adanya beda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan 5%.

Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, jumlah anakan, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot segar daun, dan bobot kering daun pada umur 28 HST disajikan dalam tabel berikut :


(49)

Tabel 2. Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap beberapa parameter tanaman pada umur 28 HST

Perlak uan Tinggi Tanaman Panjang Akar Bobot Segar Daun Bobot Kering Daun Panjang Akar Bobot Segar Akar Bobot Kering Akar Jumlah Anakan A 27,67 a 18,57 a 4,89 a 0,91 a 18,57 a 0,58 a 0,023 a 4,00 a B 17,97 d 11,37 c 3,32 b 0,42 de 11,37 c 0,34 c 0,003 d 3,00 b C 21,60 c 12,10 c 4,32 ab 0,61 c 12,10 c 0,41 bc 0,013 bc 3,33 ab D 9,67 f 7,23 e 1,40 c 0,31 f 7,23 e 0,19 d 0,000 d 2,00 c E 11,53 e 9,37 d 3,34 b 0,35 ef 9,37 d 0,23 d 0,000 d 2,00 c F 19,57 d 11,40 c 4,01 ab 0,47 d 11,40 c 0,39 bc 0,007 cd 3,33 ab G 25,00 b 15,03 b 4,45 ab 0,72 b 15,03 b 0,43 b 0,017 ab 3,33 ab

Keterangan : angka yang tidak diikuiti huruf yang sama menunjukkan adanya beda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan 5%.

Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap tinggi tanaman, jumlah daun pada umur 42 HST dan jumlah anakan pada umur 49 HST disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3. Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 42 HST dan jumlah anakan pada umur 49 HST.

Perlakuan Tinggi Tanaman Jumlah Daun Jumlah Anakan

A 33,83 a 21,00 a 7,33 a

B 19,17 e 13,67 d 3,67 c

C 24,70 c 16,00 c 5,33 b

D 12,07 g 9,33 e 1,00 e

E 13,90 f 14,67 cd 2,67 d

F 22,37 d 15,33 cd 4,67 b

G 28,70 b 18,67 b 6,67 a

Keterangan : angka yang tidak diikuiti huruf yang sama menunjukkan adanya beda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan 5%.

Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% bobot segar daun, bobot kering daun, bobot segar umbi, bobot kering umbi, bobot segar akar, bobot kering akar, panjang akar pada umur 60 HST disajikan dalam tabel berikut :


(50)

Tabel 4. Hasil Uji Jarak Ganda Duncan 5% terhadap beberapa parameter tanaman pada umur 60 HST

Perlakua n Bobot Segar Daun Bobot Kering Daun Bobot Segar Umbi Bobot Kering Umbi Panjang Akar Bobot Segar Akar Bobot Kering Akar A 8,17 a 1,09 a 18,58 a 1,57a 19,10 b 0,60 a 0,14 b B 5,64 b 0,58 d 6,21 d 0,45 d 14,67 c 0,17 b 0,03 d C 7,59 a 0,89 b 13,82 b 1,33 b 18,87 b 0,55 a 0,08 c D 5.64 b 0,34 e 2,63 e 0,21 e 11,80 e 0,20 b 0,02 d E 8,37 a 1,16 a 4,99 d 0,33 de 19,87 a 0,55 a 0,07 c F 6,19 b 0,71 c 8,37 c 0,62 c 16,67 c 0.24 b 0,06 c G 8,25 a 1,12 a 19,53 a 1,67 a 20,30 a 0,62 a 0,17 a

Keterangan : angka yang tidak diikuiti huruf yang sama menunjukkan adanya beda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan 5%.

A. Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman yang dilaksanakan pada umur 14, 28, dan 42 HST menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda. Berdasarkan hasil sidik ragam dengan taraf kesalahan 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan pengaruh berbeda nyata (Lampiran 5a, 6a, 7a).

Perlakuan media tanam A (media tanam tanah pasir tanpa briket) menghasilkan rata -rata tinggi tanaman sebesar 33,83 cm dan berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang dihasilkan oleh perlakuan media tanam lainnya. Data ini menunjukkan media tanam tanah pasir yang tidak diperlakukan dengan briket justru dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang berasal dari pupuk kandang dan pupuk NPK yang diberikan. Hal ini diduga bahwa aplikasi briket dalam tanah pasir, justru akan menurunkan ketersediaan unsur hara pupuk NPK, karena kemampuan briket tersebut dalam mengikat unsur hara pupuk, sebagaimana disampaikan oleh Diana Agusta (2012) bahwa briket arang aktif


(51)

kayu memiliki sifat berbeda dengan briket arang kayu yang belum diaktivasi, briket arang yang sudah diaktivasi memiliki daya serap yang lebih besar daripada briket arang yang belum diaktivasi, karena semakin luas permukaan dan banyaknya pori - pori yang terbuka yang dimiliki arang aktif maka daya serap yang dimiliki semakin besar.

Perlakuan media tanam D (pasir pantai dan briket arang aktif kayu perbandingan 2:1) menghasilkan rata - rata tinggi tanaman sebesar 12,07 cm. Perakaran pada media tanam pasir pantai dengan briket arang aktif kayu kesulitan dalam menyerap unsur hara yang diaplikasikan pada media tanam, diduga ketersediaan unsur hara yang ada malah menurun. Ardiwinata (2010) berpendapat briket yang sudah diaktivasi memiliki pori – pori banyak karena luas permukaan besar menjadikan daya ikat air tinggi maupun unsur hara. Arang aktif dengan segala keunggulannya, diperkirakan dapat menjadikan NPK yang diaplikasikan bersifat lamban menyediakan hara karena hara dapat terikat kuat dalam pori – pori briket. Kondisi inilah yang diperkirakan menjadi penyebab rendahnya serapan hara dalam media tanaman yang diberikan briket, sehingga seluruh tanaman yang dihasilkan punya kecenderungan memilik tinggi yang lebih rendah dibanding pertumbuhan tinggi tanaman dalam media tanam kontrol. Apabila serapan hara oleh akar sudah terhambat maka akan berdampak petumbuhan organ tanaman lainnya. Pendapat tersebut diperjelas oleh Munawar (2001) bahwa perkembangan dan pertambahan tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh kelancaran penyerapan hara yang langsung diangkut dan diolah dalam proses fotosintesis.


(52)

Grafik parameter pengukuran tinggi tanaman bawang merah dari perlakuan-perlakuan yang dicobakan dari umur 14, 28, dan 42 HST dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :

Gambar 1. Grafik hubungan antara tinggi tanaman dengan umur tanaman

Keterangan : A : Pasir

B : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Tempurung Kelapa (1) C : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Tempurung Kelapa (1) D : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Kayu (1)

E : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Kayu (1) F : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Sekam (1) G : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Sekam (1)

Dilihat dari Gambar 1. diatas tinggi tanaman pada umur 14 – 42 HST mengalami peningkatan pada semua perlakuan. Sedangkan perlakuan A dapat dilihat pada gambar 1 menempati urutan teratas dari semua perlakuan pada umur 14 – 42 HST. Apabila dilakukan pengamatan pada selanjutnya yaitu umur 49, 56 HST perubahan tinggi tanaman kemungkinan cenderung rendah, hal ini dikarenakan pada umur tersebut tanaman bawang merah mulai aktif dalam pembentukan dan pematangan umbi sehingga cadangan makanan lebih digunakan untuk pembentukan umbi pada tanaman bawang merah.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

14 28 42

cm

Hari Setelah Tanam (HST)

Tinggi Tanaman

A B C D E F G


(53)

Intensitas cahaya yang tinggi di lapangan diduga turut mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Curtis dan Clark (1950) mengemukakan bahwa cahaya mempunyai efek yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman dikarenakan pengaruhnya terhadap proses fotosintesis, pembukaan stomata, dan sintesa klorofil. Cahaya juga mempengaruhi pembesaran sel yang dapat dilihat pada penambahan tinggi tanaman. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pertumbuhan tinggi dapat diketahui dari bertambahnya jumlah sel, bertambahnya jumlah protoplasma, bertambahnya jumlah struktur sel, dan bertambahnya besarnya ukuran sel.

B. Jumlah Daun

Pengukuran jumlah daun dilaksanakan pada umur 14, 28 dan 42 HST menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda. Hasil sidik ragam dengan taraf kesalahan 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan pengaruh berbeda nyata (Lampiran 5b, 6b, 7b).

Perlakuan media tanam A (media tanam tanah pasir tanpa briket) menghasilkan rata - rata jumlah daun tanaman sebesar 21 helai dan berbeda nyata dengan jumlah daun yang dihasilkan oleh perlakuan media tanam lainnya. Sifat media tanam tanah pasir dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam juga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Unsur hara dari pupuk kandang dan pupuk NPK yang diberikan pada media tanam pasir, diduga ketersediaan hara meningkat dan sudah tersedia atau siap untuk diserap oleh perakaran tanaman secara optimal, salah satunya unsur hara N (nitrogen) yang berpengaruh pada pertumbuhan salah satunya pada daun dan sebagian unsur hara lainnya terlindi ke bawah. Serapan nitrogen yang tidak terhambat menjadikan


(54)

jumlah daun pada media tanah pasir lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan campuran briket. Engelstad (1997) mengatakan bahwa pemberian dan serapan N yang optimal dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan sintesis protein, pembentukan klorofil yang menyebabkan warna daun menjadi lebih hijau, jumlah daun yang lebih banyak dan meningkatkan rasio pucuk akar. Namun adanya pengaruh dari peran kandunganunsur hara P, K dan hara mikro yang terkandung dalam tanah juga perlu dipertimbangakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tresnawati (2007) yang menyatakan bahwa pemberian nitrogen perlu diimbangi dengan pemberian unsur hara lain seperti phosphor dan kalium untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

Berbeda halnya dengan perlakuan D (pasir pantai dan briket arang aktif kayu perbandingan 2:1) yang menghasilkan rata - rata jumlah daun sebesar 9,33 helai. Penambahan briket kayu yang seharusnya memperbaiki sifat pasir pada media tanam yang mudah melepas atau tidak dapat mengikat air dan unsur hara dari pupuk kandang dan pupuk NPK yang diberikan, justru menghambat pertumbuhan tanaman salah satunya dapat dilihat pada hasil jumlah daun. Hal ini berhubungan dengan densitas (massa jenis) bahan yang menentukkan besarnya massa bahan dalam setiap volumenya. Menurut Saputra (2008), densitas menunjukkan tingkat kerapatan bahan, makin tinggi kerapatan bahan makin tinggi densitasnya. Densitas arang kayu tergolong tinggi yaitu sebesar 347 Kg/m3 dan memiliki kandungan air 13,17% (Mia Julianan. 2011). Hal tersebut diduga serapan unsur hara terutama N yang berpengaruh langsung pada pertumbuhan daun malah terhambat oleh briket. Kemungkinan briket kayu mampu mengikat


(55)

kuat dan akan tetapi kemampuan untuk melepas bersifat lamban. Selain itu, unsur hara yang diaplikasikan tidak semua dapat diserap oleh briket akan tetapi sebagian lagi terlindi ke bawah atau berada disela – sela briket, karena briket tidak hanya mengikat unsur hara tetapi juga mengikat air. Kemudian menjadikan perakaran tanaman tidak mampu menembus pori – pori pada briket karena hara terikat kuat oleh briket. Sehingga serapan hara pada tanaman terutama N menjadi tidak optimal dan pertumbuhan pada daun menjadi lamban. Sufardi. (2010), berpendapat secara morfologi N berperan dalam pembentukan bagian vegetatif tanaman, ketika penyerapan air dan hara terhambat, maka energi yang dihasilkan pun akan menurun sehingga pembelahan sel juga terhambat. Unsur hara untuk pertumbuhan daun yaitu nitrogen yang berfungsi sebagai penyusun klorofil tanaman, asam amino, asam nukleat, alkaloida dan basa purin.

Grafik parameter pengukuran jumlah daun tanaman bawang merah dari perlakuan yang dicobakan dari umur 14, 28, 42 HST dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini: 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

14 28 42

ju m la h h e la i

Hari Setelah Tanam (HST)

Jumlah Daun

A B C D E F G


(56)

Gambar 2. Grafik hubungan antara jumlah daun dengan umur tanaman

Keterangan : A : Pasir

B : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Tempurung Kelapa (1) C : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Tempurung Kelapa (1) D : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Kayu (1)

E : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Kayu (1) F : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Sekam (1) G : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Sekam (1)

Dilihat dari gambar 2. diatas terlihat bahwa jumlah daun pada pengamatan 14, 28 dan 42 hari setelah tanam mengalami peningkatan pada semua perlakuan. Sedangkan perlakuan A dapat dilihat pada gambar 1 menempati urutan teratas dari semua perlakuan pada umur 14, 28, dan 42 HST. Diikuti oleh perlakuan G, C, F, E, B dan terendah pada perlakuan D.

C. Panjang Akar

Pengukuran panjang akar dilakukan pada umur 14, 28, dan 60 hari setelah tanam (HST) menunjukkan pengaruh perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda. Hasil sidik ragam dengan taraf kesalahan 5% terhadap panjang akar menunjukkan pengaruh berbeda nyata (Lampiran 5e, 6e, 8e).

Perlakuan media tanam G (pasir pantai dan briket arang aktif sekam perbandingan 4:1), menghasilkan rata - rata panjang akar tanaman sebesar 20,30 cm, dan berbeda nyata dengan panjang akar yang dihasilkan media tanam lainnya kecuali hasil rata - rata media tanam E sebesar 19,87 cm. Data ini menunjukkan media tanam tanah pasir yang ditambahkan dengan briket arang sekam aktif memberikan hasil positif pada pertumbuhan tanaman salah satunya panjang akar. Panjang akar tanaman menunjukkan bahwa perakaran dalam media tanam ini, dapat dengan mudah menyerap air maupun unsur hara pupuk NPK yang sudah


(57)

tersedia pada pori – pori, yang terikat oleh briket sekam aktif dan menembus pada sela – sela briket. Sifat dari briket yang melepas unsur hara secara perlahan (slow release), dan tujuan dari pemberian briket arang aktif ini karena tanah pasir yang tidak dapat mengikat air maupun unsur hara dalam waktu lama. Dengan penambahan briket sekam aktif pada media tanam justru meningkatkan ketersediaan unsur hara yang berasal dari pupuk kandang dan pupuk NPK yang diberikan. Panjang akar yang dihasilkan tersebut menunjukkan bahwa perakaran dengan mudah mendapatkan hara pada pori – pori briket maupun menembus pada sela – sela briket yang berada di bagian bawah.

Disamping itu, briket arang sekam kandungan silikat yang tinggi dapat menguntungkan bagi tanaman karena menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit akibat pengerasan jaringan. Silika dapat meningkatkan ketersediaan unsur phosfor dalam tanah. Sekam bakar juga dapat digunakan untuk menambah kadar kalium dalam tanah (Maspary,2011). Selain itu, semakin besar massa sekam padi yang dijadikan briket arang, maka efisiensi penyerapannya semakin besar. Briket arang sekam aktif merupakan suatu bahan ameliorant yang mengandung C-organik 7,51% (Nurbaity, dkk. 2011). Menurut Mia Jualiana. (2011), kemampuan arang sekam dalam memegang air sebesar 84.70%. Arang sekam mampu memegang air dalam jumlah yang paling besar dibanding bahan lain. Hal ini sesuai dengan sifat arang sekam yang poros dan berongga sehingga mampu menahan air lebih besar. Sedangkan arang kayu dalam memegang udara lebih besar yaitu 5.17% dibandingkan sekam.


(58)

Perlakuan media tanam E (pasir pantai dan briket arang aktif kayu 4:1), menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan media tanam G. Berbeda dengan media tanam D (pasir pantai dan briket arang aktif kayu 2:1), menunjukkan rata - rata hasil panjang akar sebesar 11,8 cm. Diketahui pengaruh densitas menunjukkan tingkat kerapatan bahan, makin tinggi kerapatan bahan makin tinggi densitasnya (Saputra. 2008). Densitas arang kayu tergolong tinggi yaitu sebesar 347 Kg/m3 dan memiliki kandungan air 13,17% (Mia Julianan. 2011). Selain itu, perbedaan perbandingan antara pasir dengan jumlah briket yang ada pada perlakuan media tanam D, dan perlakuan E menghasilkan panjang akar yang berbeda signifikan. Hal tersebut kemungkinan, banyaknya briket pada media tanam berpengaruh pada pertumbuhan tanaman salah satunya pada zona akar, karena briket yang terlampau banyak akan menghambat perakaran dalam mendapatkan maupun menyerap unsur hara pupuk NPK pada media tanam, yang nantinya berdampak pada pertumbuhan organ tanaman yang seperti daun, batang, umbi. Unsur hara maupun air yang diberikan tidak selalu diserap oleh briket kayu, dikarenakan briket juga memiliki keterbatasan efisiensi dalam penyerapan unsur hara maupun air yang diikat kuat oleh briket. Banyaknya briket aktif kayu pada media tanam juga berpengaruh pada tersebarnya unsur hara dan penyerapan unsur hara pada briket. Sehingga diduga unsur hara yang diikat antara briket satu dengan briket lainnya menjadi sedikit. Selain itu, penyiraman yang diberikan hampir setiap hari ke media tanam dan briket kemungkinan sebagian besar mengikat air, dan unsur hara terlindi ke bawah briket, sehingga akar kesulitan untuk menembus briket yang ada pada media tanam. Kemungkinan yang lain kandungan oksigen


(59)

terlarut pada daerah sistem perakaran tanaman sedikit. Kekurangan oksigen pada sistem perakaran tanaman dapat menyebabkan gangguan proses metabolisme yang terjadi di tubuh tanaman dan pada akhirnya dapat mempengaruhi produktifitas tanaman tersebut. Hasil penelitian Sudrajat, (1984) yang menyatakan bahwa kayu yang mempunyai berat jenis tinggi akan menghasilkan arang dengan kerapatan yang tinggi, dan kerapatan briket arang kayu yang dihasilkan berkisar antara 0,32 – 0,71 g/cm3.

Benyamin Lakitan (1996) mengatakan bahwa laju pemanjangan akar juga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor lingkungan. Faktor internal yang mempengaruhi adalah pasokan fotosintat (umumnya dalam bentuk sukrosa) dari daun. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain suhu tanah, dan kandungan air tanah. Volume akar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan kemampuan penyerapan unsur hara serta metabolisme yang terjadi pada tanaman. Sistem perakaran tanaman dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah atau media tumbuh tanaman (Benyamin Lakitan, 2000). Menurut Soegiman (1993) media yang bertekstur ringan dapat menciptakan kondisi aerasi dan drainase yang baik sehingga mendukung pertumbuhan akar. Pernyataan tersebut diperkuat Hakim, dkk. (1986) bahwa media tumbuh yang baik adalah dapat menyediakan air, udara dan hara dalam keadaan seimbang guna menjamin pembentukan akar yang sempurna.Hal tersebut diduga karena struktur tanah mempengaruhi sirkulasi udara didalam tanah, laju infiltrasi, gerakan air, penetrasi akar, pencucian hara dan perkembangan akar (Osman, 1996).


(60)

Grafik parameter pengukuran panjang akar tanaman bawang merah dari perlakuan yang dicobakan dari umur 14, 28, dan panen (60 HST) dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Grafik hubungan antara panjang akar tanaman dengan umur tanaman bawang merah

Keterangan : A : Pasir

B : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Tempurung Kelapa (1) C : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Tempurung Kelapa (1) D : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Kayu (1)

E : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Kayu (1) F : Pasir (2) : Briket Arang Aktif Sekam (1) G : Pasir (4) : Briket Arang Aktif Sekam (1)

Dilihat dari gambar 3. diatas terlihat bahwa panjang akar pada pengamatan 14, 28 dan 60 hari setelah tanam mengalami peningkatan pada semua perlakuan. Sedangkan perlakuan G dapat dilihat pada gambar 1 menempati urutan teratas dari semua perlakuan pada umur 14, 28, dan 60 HST. Pada pertumbuhan panjang akar saat umur 14 – 28 HST, pertumbuhan tergolong rendah khususnya perlakuan media tanam yang menggunakan campuran pasir pantai dengan briket arang aktif, dan terjadi pertumbuhan signifikan pada umur 28 – 60 HST. Hal ini diduga unsur hara yang ada pada media campuran pasir pantai dengan briket arang aktif baru

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

14 28 60

cm

Hari Setelah Tanam (HST)

Panjang Akar

A B C D E F G


(1)

Lampiran 9. Dokumentasi Pembuatan Arang

Pembuatan Bara Api Masukkan Sekam Padi dan drum di tutup


(2)

Lampiran 10. Dokumentasi Pengaktifan Arang

Arang sudah di rendam,di cuci dan dijemur Arang yang diaktifkan dalam drum


(3)

Lampiran 11. Pembuatan Briket Arang Aktif

Cetakan paralon dan Pengempa Arang dan tepung kanji + air hangat

Masukkan adonan arang dalam cetakan Dilakukan Pengempaan


(4)

Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

Perlakuan A Umur 14 HST. Perlakuan B Umur 14 HST

Perlakuan C Umur 14 HST Perlakuan D Umur 14 HST

n


(5)

Perlakuan G Umur 14 HST Pada umur 28 HST.

Perlakuan E Umur 28 HST Perlakuan D Umur 28 HST


(6)

Perlakuan D, E, dan F pada umur 60 HST